Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN Commented [a1]: Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Ruang terbuka hijau merupakan salah satu elemen penting dalam suatu kota.

Ruang terbuka hijau berfungsi untuk menyeimbangkan keadaan ekologi pada

suatu kawasan agar terjadi keseimbangan antara ekosistem dan perkembangan

pembangunan di era modern (Zoeraini1995).

Salah satu bentuk RTH dalam suatu kota ialah jalur hijau. Jalur hijau

merupakan daerah hijau sekitar lingkungan perkotaan yang bertujuan

mempertahankan daerah hijau.

Manfaat jalur hijau secara langsung dan tidak langsung sebagian besar

dihasilkan dari adanya fungsi ekologis. Berlangsungnya fungsi ekologis alami

dalam lingkungan perkotaan secara seimbang dan lestari akan memberi kontribusi

dalam peningkatan kualitas air tanah, mencegah terjadinya banjir, mengurangi

polusi udara, mendukung dalam pengaturan iklim mikro, dan menjaga

ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air. Secara umum, jalur hijau di kota-

kota besar sangat kurang, karena masih banyak kota-kota yang ada di Indonesia

melalukan pembangunan yang direncanakan tanpa memperhatikan aspek-aspek

lingkungan.

Pembangunan sarana dan prasarana tanpa didukung perencanaan ruang

terbuka hijau mengakibatkan berkurangnya keragaman vegetasi yang juga

berpengaruh pada kondisi lingkungan yang semakin buruk. Perubahan

penggunaan lahan ini akan menyebabkan terjadinya degradasi kualitas

1
lingkungan. Selain itu, perkembangan ini akan mengakibatkan pula keberadaan

ruang terbuka hijau kota sebagai salah satu komponen ekosistem kota menjadi

kurang diperhatikan walaupun keberadaan ruang terbuka hijau kota diharapkan

dapat menanggulangi masalah lingkungan di perkotaan. (Zoer`aini, 1995).

Pembangunan fasilitas umum di kota besar seperti kota Makassar

menyebabkan berkurangnya jalur hijau dan sangat berpengaruh pada menurunnya

kualitas lingkungan perkotaan. Perkembangan kota Makassar saat ini sangat pesat

menjadi lahan terbangun dengan struktur perkerasan dan bangunan. Hal ini

menyebabkan berkurangnya luasan jalur hijau sehingga ruang resapan air

berkurang. Kota Makassar merupakan salah satu kota yang sering dilanda banjir

pada saat musim hujan. Berbagai upaya telah dilakukan dalam kurun waktu

beberapa tahun terakhir ini, namun sampai saat ini banjir masih terlihat di

berbagai tempat.

Khusus pada Jl. Boulevard, kawasan tersebut merupakan daerah dengan

kegiatan bisnis. Hujan yang mengguyur beberapa saat menyebabkan genangan air,

tidak berfungsinya saluran drainase diyakini menjadi penyebab (Andi Seven,

2017).

Daerah resapan air dan sistem pembuangan air (drainase) merupakan salah

satu hal yang sangat penting di suatu lingkungan, terutama di lingkungan tempat

tinggal penduduk. Kurangnya daerah resapan dan sistem pembuangan air di

sekitar tempat tinggal dapat menyebabkan daerah lingkungan tempat tinggal

mengalami banjir, baik banjir yang tergolong sedang maupun banjir besar,

2
Pengelolaan limpasan air permukaan (stormwater) dapat dilakukan dengan

sistem drainase yang memadai. Solusi dalam menjawab tantangan sistem drainase

yang dapat diterapkan untuk memenuhi kebutuhan populasi yang meningkat dan

perubahan iklim yang terjadi saat ini adalah Sustanaible Urban Drainage Systems

(SUDS). SUDS bertujuan mengalirkan air melalui saluran drainase di kawasan

urban dengan sistem alami (Anglian Water, 2008).

Rain garden atau taman hujan merupakan sebuah taman multifungsi yang

mempunyai banyak manfaat yaitu selain sebagai daerah resapan juga dapat

memperindah tampilan suatu lingkungan dan menjadikan kawasan tersebut

sebagai ruang terbuka hijau (RTH) serta dapat pula menangkap dan menyaring air

limpasan yang berbahaya karena banyak mengandung polutan. Rain garden

adalah salah satu praktik pembangunan berkelanjutan untuk mengatasi

masalah limpasan air hujan. Konsep ini juga dikenal sebagai infrastuktur

hijau. Konsep ini sangat berbeda dari konsep konvensional lainnya, dimana

limpasan air hujan secepat mungkin dari daratan dialirkan ke badan air yang

terdekat. Rain garden sangat cocok sekali dikembangkan di daerah perkotaan

dimana lahan resapan sudah mulai hilang digantikan dengan lapisan beton yang

kaku.

Tanaman adalah salah satu spesifikasi penting dari rain garden. Selain

kontribusinya untuk meningkatkan lanskap, tanaman juga menambah fungsi rain

garden dengan menahan kuantitas air dan polutan tertentu. Oleh karena itu,

pemilihan tanaman sangat penting dan harus spesifik dan sesuai tapak. Dengan

spesifikasi khusus tersebut, rain garden dapat meningkatkan infiltrasi air hujan

3
dan menjadi tempat penyimpanan air sementara di lapisan tanah yang ada di

bawahnya. (Katsifarakis et al. 2015).

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu merancang rain

gardensebagai ruang terbuka hijau sekaligus sistem drainase perkotaan yang

berkelanjutan di Jl. Boulevard, Makassar.

1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk merencanakan dan merancang kawasan rain

garden sebagai jalur hijau serta daerah resapan air perkotaan berkelanjutan dan

dapat . mengetahui jenis-jenis tanaman yang digunakan sebagai rain garden.

Adapun kegunaan dari penelitian ini ialah memberikan rekomendasi

pengelolaan lanskap urban berbasis rain garden dan diharapkan dapat diterapkan

di kota Makassar baik skala mikro maupun skala makro dalam upaya mendukung

Sustainable Urban Drainage System dari aspek ekologi, sosial, dan estetika.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Jalur Hijau (Green Belt)

Green belt atau jalur hijau adalah pemisah fisik daerah perkotaan dan

pedesaan yang berupa zona bebas bangunan atau ruang terbuka hijau yang berada

di sekeliling luar kawasan perkotaan atau daerah pusat aktifitas atau kegiatan yang

menimbulkan polusi (Anggraeni, 2005).

Jalur hijau jalan merupakan salah satu bentuk penyediaan ruang terbuka hijau

pada kota. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia nomor 26 tahun

2007, RTH atau ruang terbuka hijau sendiri didefinisikan sebagai area

memanjang, jalur, dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat

terbuka, dan merupakan tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alami

maupun sengaja ditanam. Proporsi luas ruang terbuka hijau pada kota paling

sedikit 30% luas wilayah kota. Proporsi ruang terbuka hijau 30 % tersebut

merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota,

meningkatkan ketersediaan udara bersih bagi masyarakat dan juga meningkatkan

nilai estetika kota (UU No. 26 tahun 2007).

Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang

Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan

Perkotaan dinyatakan bahwa Jalur hijau, adalah jalur penempatan tanaman serta

elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam Ruang Milik Jalan (RUMIJA)

maupun di dalam Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA). Sering disebut jalur

5
hijau karena dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya

berwarna hijau.

Senada dengan itu dalam Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di

Kawasan Perkotaan disebutkan bahwa Sabuk hijau merupakan RTH yang

berfungsi sebagai daerah penyangga dan untuk membatasi perkembangan suatu

penggunaan lahan (batas kota, pemisah kawasan, dan lain-lain) atau membatasi

aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu, serta

pengamanan dari faktor lingkungan sekitarnya.

Green belt unsur utamanya berupa vegetasi yang secara alamiah berfungsi

sebagai pembersih atmosfir dengan menyerap polutan yang berupa gas dan

partikel melalui daunnya. Vegetasi berfungsi sebagai filter hidup yang

menurunkan tingkat polusi dengan mengabsorbsi, detoksifikasi, akumulasi dan

atau mengatur metabolisme di udara sehingga kualitas udara dapat meningkat

dengan pelepasan oksigen di udara (Shannigrahi et al. 2003).

Berdasarkan letak penanamannya jalur hijau dibedakan menjadi empat yaitu :

tanaman tepi jalan, median jalan, daerah tikungan, dan persimpangan dan daerah

berterrain (Direktorat Jendral Bina Marga, 1996). Daerah tepi jalan berfungsi

sebagai daerah untuk keselamatan dan kenyamanan pemakai jalan, lahan untuk

pengembangan jalan, kawasan penyangga, jalur hijau, tempat pembangunan

fasilitas pelayanan dan melindungi bentukan alam. Median jalan adalah jalan yang

memisahkan dua jalan yang berlawanan, dapat digunakan sebagai pendukung

keselamatan pengendara, peletakkan rambu-rambu lalu lintas, ataupun sebagai

jalur hijau dengan persyaratan tertentu. Penanaman jalur hijau jalan di sepanjang

6
berm dan median jalan yang bersifat sederhana dalam penataannya harus

berpedoman pada kebutuhan, kecocokan penampilan di tiap musim penampilan di

tiap tahapan pertumbuhan, kecocokan antara tanaman dan bangunan serta

lingkungan sekitar dan keefisienan dalam pemeliharaan (Simonds, 1983).

2.1.1 Jalur Median Jalan

Median adalah jalur yang terletak di tengah jalan untuk membagi jalan

dalam masing-masing arah. Median serta batas-batasnya harus terlihat oleh setiap

mata pengemudi baik pada siang hari maupun malam hari serta segala cuaca dan

keadaan (Sukirman, 1994).

Jalur pengaman median merupakan salah satu ruang terbuka hijau yang

berupa jalan yang berada di sepanjang jalan raya (lalu lintas)dan berfungsi sebagai

pengaman area tersebut. Ketentuan untuk perletakan tanaman pada jalur tepi dan

jalur tengah (median) disesuaikan dengan potongan melintang standar tergantung

pada kiasifikasi fungsi jalan yang bersangkutan.

Taman median jalan adalah salah satu bentuk ruang terbuka hijau yang

memanjang berbentuk jalur dan dikategorikan kedalam ruang terbuka hijau

publik, sebab taman median jalan dimiliki dan dikelola oleh pemerintah. Taman

median jalan merupakan bentuk pemanfaatan ruang terbuka hijau dalam skala

mikro pada suatu area. Taman median jalan berfungsi juga untuk mengatur lalu

lintas, pemisah, pembatas, dan pengatur kecepatan kendaraan. Taman median

jalan juga harus dapat memberi karakter suatu area atau kawasan atau disebut juga

sebagai identitas kawasan. Selain itu karakter dari taman median jalan dapat

menjadi elemen mental map yang dapat dikenali oleh penggunanya (Roni, 2017).

7
Taman median jalan bertujuan menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan

resapan air. Dilihat dari aspek planologis perkotaan taman median jalan

diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan

binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat (…………….) Commented [a2]: Catatan kaki mana

Lanskap jalan perlu didesain secara khusus dengan memperhatikan standar

dan atribut-atribut jalan untuk memberikan keamanan dan kenyamanan pengguna

jalan. Taman median jalan sebagai bagian dari ruang terbuka hijau (RTH)

merupakan kawasan hijau sebagai bagian kota yang dinikmati secara umum dan

pembentuk wajah kota. Lanskap yang terbentang sepanjang jalan harus

memberikan kesan yang menyenangkan dengan menyatukan keharmonisan dan

keselarasan sehingga fungsional secara fisik dan visual (Simonds & Starke:2006).

Gambar 1. Aplikasi Jalur Pengaman Median Jalan


(Sumber.Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan, PU, 1996)

8
Gambar 2.Aplikasi Jalur Pengaman Median Jalan
(Sumber.Tata Cara Perencanaan Teknik Lansekap Jalan, PU, 1996)

2.2 Sustainable Urban Drainage System


Istilah sistem drainase berkelanjutan belum memiliki istilah umum yang

disepakati bersama. Di Inggris sistem ini dikenal dengan nama Sustainable Urban

Drainage Systems (SUDS), sementara pendekatan pengelolaan air hujan ini di

Amerika dikenal dan dikategorikan dalam Low Impact Development (LID) atau

Best Management Practice (BMP). Di Australia dikenal dengan Water Sensitive

Urban Design (WUDS) dan beberapa negara maju lain menamakannya Integrated

Catchment Planning dan Ecological Stormwater Management (Andah dan Iwugo,

2002; Stahre 2005; Spillett et al, 2005; DTI Global Watch Mission, 2006).

Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem

guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam

perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Drainase yang berasal

dari bahasa Inggris yaitu drainage mempunyai arti mengalirkan, menguras,

membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase dapat didefinisikan

sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal

dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan atau

lahan, sehingga fungsi kawasan atau lahan tidak terganggu (Suripin, 2004).

9
Sustainable drainage system (SuDS) adalah suatu teknik yang digunakan

dalam me-manage air hujan yang jatuh di atas permukaan atap-atap dan

permukaan-permukaan lainnya melalui serangkaian tindakan, yang mana tujuan

utamanya adalah untuk mengontrol laju aliran dan volume limpasan permukaan

untuk mengurangi resiko terjadinya banjir dan pencemaran air serta dalam rangka

mengurangi tekanan terhadap jaringan drainase (sewerage network) dan dalam

rangka meningkatkan biodiversity dan kenyamanan lokal (local amenity)

(DEFRA, 2011). Konsep dasar pengembangan drainase berkelanjutan adalah

meningkatkan daya guna air, menimimalkan kerugian serta memperbaiki dan

konservasi lingkungan. Sehingga, prioritas utama kegiatan harus tetap ditujukan

untuk mengelola limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas

untuk menahan air hujan (rainfall retention facilities) (Suripin, 2004).

Sustainable Urban Drainage Systems (SUDS) atau sistem drainase perkotaan

yang berkelanjutan merupakan suatu sistem yang terdiri dari satu atau lebih

struktur yang dibangun untuk mengelola limpasan permukaan air. SUDS sering

digunakan dalam perancangan tapak untuk mencegah banjir dan polusi. SUDS

didukung oleh berbagai struktur terbangun untuk mengontrol limpasan air.

Adapun empat metode umum yang biasa dilaksanakan, yakni terasering buatan,

saluran filtrasi, permukaan berdaya serap, kolam dan lahan basah. Pengontrol

tersebut haruslah ditempatkan sedekat mungkin dengan sumber air limpasan

untuk memperlambat kecepatan aliran air sehingga dapat mencegah banjir dan

erosi (CIRIA 2000).

10
Adapun manfaat dari penerapan SUDS ke dalam kawasan perkotaan sebagai

berikut:

1. Kualitas air: Memberikan kontribusi terhadap resapan air tanah melalui

infiltrasi, meningkatkan kualitas air permukaan, melindungi kualitas limpasan

sungai dan danau dari pencemaran.

2. Memenuhi persyaratan air bersih: Sumber kontrol mengurangi limpasan

tercampur polutan memasuki badan air.

3. Pengendalian banjir: Mengurangi frekuensi dan keparahan banjir, mengurangi

volume aliran puncak dan kecepatan.

4. Perlindungan habitat: Melindungi habitat sungai, melindungi pohon daerah dan

vegetasi, mengurangi beban sedimen terkikis mengalir ke sungai dan danau.

5. Nilai masyarakat: Meningkatkan estetika dan kesempatan rekreasi,

meningkatkan nilai tanah dengan memiliki lingkungan yang bersih.

6. Nilai ekonomi: Mengurangi biaya pembuatan infrastruktur drainase,

meningkatkan nilai jual tanah, mengurangi waktu dan biaya penerapan program

konservasi lingkungan.

Adapun konsep dasar pengembangan sistem drainase perkotaan yang

berkelanjutan adalah meningkatkan daya guna air, meminimalkan kerugian, serta

memperbaiki dan konservasi lingkungan. Untuk itu diperlukan usaha-usaha yang

komprehensif dan integratif yang meliputi seluruh proses, baik yang bersifat

struktural maupun non struktural. Disamping terjadi ketimpangan air, terjadi pula

pencemaran air drainase oleh limbah cair dan padat (sampah) yang cukup berat

11
sehingga sehingga penanganan drainase harus terpadu dan berwawasan

lingkungan (ecodrain) (Suripin, 2004).

Metode-metode sistem drainase berkelanjutan yang sudah diterapkan di

negara-negara maju dapat dikelompokkan menjadi dua tipe fasilitas penahan air

hujan, yaitu tipe penyimpan dan tipe peresapan. Kedua fasilitas penahan air

limpasan ini berfungsi pula sebagai penyedia cadangan air bagi suatu lingkungan.

Kedua tipe fasilitas penahan air limpasan ini harus saling berkaitan satu sama lain,

sehingga air hujan yang jatuh dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik agar

tidak terbuang percuma dan menjadi limpasan air permukaan.

12
Adapun beberapa tahapan yang harus dilaksanakan dalam upaya menciptakan

suatu drainase yang berkelanjutan yaitu sebagai berikut:

Tabel 1. Tahapan Pelaksanaan SUDS

Pencegahan Penataan tapak dengan penghilangkan


tanah dan permukaan keras lainnya untuk
mengurangi menurunnya kualitas air.
Penggunaan desain untuk mencegah air
terpolusi memasuki sistem. Skala:
bangunan individual.
Pengelolaan Sumber Pengelolaan air limpasan di atau
mendekati sumber dengan menggunakan
permukaan berpori, green roof¸ rain
garden, dan filtrasi. Menggabungkan fitur
rain-harvesting dengan bak
penanampungan. Skala: bangunan
individual
Pengelolaan Tapak Pengelolaan jalur limpasan dari sumber
menggunakan kolam penampungan,
terasering maupun permukaan berpori.
Skala: area permukiman kecil atau
pengembangan komersil

Pengelolaan Regional Mengelola dan menyimpan air terbersih


yang didapat dari limpasa. Skala:
permukiman besar, beberapa tapak yang
dapat digabungkan sebagai “skala
masyarakat”. Merupakan tahap akhir dari
pengelolaan dan setiap air yang
dikeluarkan tidak terkena polusi dan
dialirkan melalui sungai maupun drainase
lainnya. Idealnya, air yang dikeluarkan
harus meningkatkan kualitas air sungai.
Fitur Mobilitas Merupakan media pengaliran air kesetiap
tahapan pengelolaan. Media tersebut
terletak diatas permukaan tanah, seperti
selokan dan saluran untuk
memaksimalkan keuntungan ekosistem.
Sumber : Andy Graham, John Day, Bob Bray and Sally Mackenzie

13
Pengelolaan limpasan air permukaan harus dilakukan dari skala terkecil

seperti rumah tinggal atau yang disebut source control lalu berlanjut ke skala yang

lebih luas seperti kawasan dan wilayah kota atau yang disebut sitecontrol dan

regional control. Pengelolaan air limpasan ini dapat mengurangi potensi bencana

banjir di daerah hulu karena pada bagian hilir air limpasan sudah dikelola

sebelumnya dan memperbanyak cadangan air tanah. Penentuan skala pengelolaan

limpasan permukaan ini dapat pula mempermudah dalam melakukan perawatan

dari setiap metode.

2.2.1 Low Impact Development

Penerapan SUDS dapat didukung dengan teknik yang memadai, salah

satunya yaitu teknik Low Impact Development (LID). LID adalah teknik

pengelolaan air hujan secara lokal yang ramah lingkungan. Konsep pengelolaan

air hujan dengan teknik ini adalah pengelolaan air hujan dengan skala mikro yang

dilakukan di sekitar daerah tangkapan air hujan. LID dikembangkan dengan

memanfaatkan teknologi yang telah ada dan murah tetapi dapat mempertahankan

kelestarian lingkungan. Teknik pengelolaan air hujan selain dapat digunakan

sebagai pengganti air bersih (potable water), kelebihan air hujan dapat diresapkan

ke dalam tanah, sehingga air tanah akan terisi kembali. Hal ini akan

menguntungkan dalam hal konservasi air tanah sehingga membantu penurunan

muka air tanah tidak terjadi secara drastis. Selain itu pengisian kembali air tanah

dapat mengurangi volume limpasan air hujan dan dapat mengurangi potensi

banjir.

14
Berbagai macam usaha pengelolaan air hujan yang dapat dikategorikan ke

dalam teknik LID yaitu rain garden, saluran rumput pembawa air hujan, dan

perkerasan yang permeable (EPA, 2000).

LID memanfaatkan praktek pengelolaan air hujan yang terintegrasi antara

sistim drainasi lokal, skala kecil, dan pengendalian sumber daya air regional.

Praktek pengelolaan air hujan yang terintegrasi ini tidak hanya tergantung pada

jaringan saluran drainasi dan bangunan pengontrolnya, tetapi juga memanfaatkan

gedung-gedung, infrastruktur drainasi dan penataan lahannya dalam usaha

menahan aliran air hujan ke daerah hilir. Untuk mempertahankan kodisi hidrologi

dari wilayah yang dikembangkan seperti kondisi awal, teknologi pengelolaan air

hujan dengan LID memfokuskan pada beberapa elemen utama hidrologi. Elemen

utama yang harus diperhatikan adalah meminimumkan limpasan permukaan

dengan mengurangi perubahan lahan menjadi lahan kedap air. Selain itu perlu

pula memperbanyak tumbuh-tumbuhan penutup tanah seperti lahan yang tertutup

rumput dan tanam-tanaman (Suseno, 2007).

2.3 Rain Garden


Rain garden adalah sebuah “taman cekung” yang mengumpulkan dan

memanen limpasan air hujan (stormwater), terutama limpasan dari atap, jalur

mobil, trotoar, area parkir, dan jalan. Rain garden merupakan area lanskap yang

dirancang untuk mengumpulkan, mengendapkan, dan menyaring keluar

stormwater dari sedimen dan kandungan polutan. Stormwater disalurkan ke

sebuah cekungan di dalam struktur rain garden tersebut dan disimpan sementara

sampai menginfiltrasi ke tanah. Nama lain untuk rain garden yang sering

15
digunakan adalah bioretention basins dan vegetated basins (Prince George’s

County, 1993).

Rain garden atau taman hujan merupakan sebuah taman multifungsi yang

mempunyai banyak manfaat yaitu selain sebagai daerah resapan juga dapat

memperindah tampilan suatu lingkungan serta dapat pula menangkap dan

menyaring air limpasan yang berbahaya karena banyak mengandung polutan

(Suryandari, 2012).

Kelebihan taman hujan ini dirasa sangat cocok untuk diaplikasikan pada

daerah-daerah perkotaan yang sudah sangat sedikit memiliki daerah resapan dan

dipenuhi dengan berbagai macam jenis polutan baik yang berasal dari industri

maupun kendaraan bermotor, sekaligus tidak meninggalkan aspek keindahan dari

sebuah kota.

Menurut Suryandari (2012), dalam beberapa penelitian, keberadaan rain

garden dapat menurunkan tingkat pencemaran di sungai hingga 30%. Kelebihan

taman hujan ini dirasa sangat cocok untuk diaplikasikan pada daerah-daerah

perkotaan yang sudah sangat sedikit memiliki daerah resapan dan dipenuhi

dengan berbagai macam jenis polutan baik yang berasal dari industri maupun

kendaraan bermotor, sekaligus tidak meninggalkan aspek keindahan dari sebuah

kota.

Peningkatan kualitas air limpasan permukaan adalah aset kedua yang penting

dari rain garden. Peningkatan kualitas air tersebut didapatkan dengan adanya

proses: 1) adsorpsi, yaitu retensi polutan dengan butiran tanah akibat pertukaran

ion, 2) filtrasi, 3) serapan oleh tanaman, 4) dekomposisi biologis dari nitrat dan

16
zat organik, karena adanya mikroorganisme aerob dan anaerob yang sesuai, 5)

peleburan zat tanah tertentu karena adanya polutan, 6) oksidasi atau pengurangan

polutan, dan 7) sedimentasi.

Menurut Katsifarakis et al. (2015), penerapan rain garden di daerah

perkotaan dapat berkontribusi pada: 1) pengurangan total limpasan air hujan dan

puncaknya,

2) penyimpanan air hujan untuk memenuhi permintaan air berkualitas rendah, 3)

penambahan akuifer lokal, 4) pengurangan kerusakan properti dan gangguan

aktivitas yang disebabkan oleh kapasitas jaringan selokan yang tidak

mencukupi,5) peningkatan kualitas limpasan hujan melalui retensi polutan,

filtrasi, dekomposisi, serapan tanaman, 6) mitigasi polusi limpasan yang diterima

badan air, dan 7) peningkatan lanskap perkotaan dan pinggiran kota

Teknologi rain gardenini memanfaatkan tumbuhan sebagai komponen

utamanya. Ada sekitar 46 jenis tanaman yang dapat dipakai dalam sistem rain

garden. Tanaman tersebut sangat bervariasi, mulai dari tanaman air, dan bukan

tanaman air, serta yang tergolong dalam rerumputan (Billow, 2002).

Vegetasi lokal yang toleran terhadap kondisi basah dan kering adalah yang

paling tepat untuk rain garden. Vegetasi lokal dapat tumbuh sesuai dengan

lingkungan setempat, tidak memerlukan penambahan air atau pupuk saat proses

penanaman, dapat menyediakan makanan dan habitat bagi satwa liar, serta dapat

menarik satwa penyerbuk. Namun, tidak disarankan untuk menanam pohon

berukuran besar di rain garden…... Pertimbangan faktor lain selain yang telah Commented [a3]: Kenapa?

disebutkan dalam memilih tanaman lokal pada rain garden yaitu:

17
a) tinggi dan lebar tanaman dewasa, b) warna dan jenis biji, buah, bunga atau

pertumbuhan lainnya, c) waktu panen musiman sehingga warna dan makanan

satwa tersedia sepanjang tahun, d) spesies satwa liar yang ingin dimunculkan, dan

e) koordinasi dengan lanskap eksisting (A Northern Virginia Homeowner’s Guide

2017).

Secara umum, ada dua jenis rain garden. Pertama, rain garden yang

membersihkan, menahan, dan mengurangi volume limpasan air dengan

membiarkan air meresap ke tanah sekitarnya disebut infiltration rain garden.

Kedua, filtration rain garden berperan dalam membersihkan dan menahan

limpasan air hujan. Kedua tipe rain garden tersebut secara khusus dirancang

untuk mencegah infiltrasi dalam kondisi tidak aman, sehingga tidak secara

signifikan mengurangi volume stormwater (Godwin et al. 2011).

Rain garden terlihat seperti taman umum biasa, namun memiliki beberapa

fitur khusus yang mendukung peningkatan infiltrasi limpasan air hujan dan

penyimpanan sementara ke lapisan tanah yang mendasarinya. Dengan cara ini,

rain gardenberkontribusi untuk mengurangi total runoff. Sebuah rain garden

terdiri dari bagian-bagian berikut:

a) Ponding area: adalah dasar tanah alami atau buatan. Di daerah yang agak

datar, ponding area dibangun dengan menggali permukaan tanah. Di daerah

dengan kemiringan landai, ponding area dibentuk dari penggalian tanah yang

digabung dengan rekayasa tapak. Permukaan dengan kemiringan curam tidak

sesuai untuk konstruksi rain garden. Bagian dasar ponding area biasanya ditutupi

oleh lapisan mulsa, sebelum ditambahkan tanah bagian atas. Apabila tingkat

18
infiltrasi air di lapisan dasar tidak memadai, maka dapat dibangun lapisan kerikil

di bagian dasar dan menginstalasi pipa drainase.

b) Inflow structure: yang mengarahkan air hujan dari daerah hilir atau daerah

kedap air seperti jalan dan trotoar ke ponding area.

c) Overflow structure: yang mengalirkan air keluar dari rain garden saat

ponding area sudah penuh. Struktur ini diperlukan untuk mengurangi risiko erosi

dan mengarahkan air mengalir ke tempat yang diinginkan (biasanya jaringan

selokan).

d) Lapisan mulsa tipis yang berada di permukaan rain garden. Mulsa dapat

menyaring banyak polutan yang ditemukan di stormwater dan secara fisik

melindungi tanah yang mendasarinya.

e) Rain garden ditanam dengan vegetasi lokal yang mentolerir genangan

periodik. Vegetasi lokal membutuhkan lebih sedikit perawatan, menyaring

beberapa stormwater dan polutan, menyesuaikan dengan kondisi lingkungan

sekitar, menyediakan habitat dan makanan untuk spesies asli, dan memperbaiki

estetika taman.

f) Tanah rain garden menyaring stormwater yang tercemar, menyimpan

beberapa polutan di dalam pori-pori tanah, dan membiarkan sisanya mengalir ke

air tanah. Tanah dengan tingkat infiltrasi yang tinggi secara alami sangat

diinginkan karena dapat menyaring jumlah stormwater yang banyak dengan cepat.

g) Opsional 1: Tempat kerikil berguna di dasar rain garden yang dibangun di

tanah dengan infiltrasi lambat. Tempat ini memungkinkan untuk meningkatkan

penyimpanan stormwater dan mencegah water logging di lapisan atasnya.

19
h) Opsional 2: Sebuah PVC berlubang di bawah saluran diperlukan untuk rain

garden yang dibangun di tanah dengan infiltrasi lambat. Pipa tersebut

mengeluarkan air berlebih dari rain garden. Cara tersebut merupakan yang paling

terbukti untuk mencegah banjir yang terjadi di sekitar taman. Sistim Rain Garden

yang dibangun dapat menjadi bagian ruang terbuka hijau dan dirancang

berdasarkan jenis tanahnya, kondisi lokasi dan tata ruang rencana wilayah

pengembangan. Penggunaan Bioretention sebagai ruang terbuka hijau di daerah

real estate dapat meningkatkan nilai estitika daerah yang dikembangkan (Cofman,

2000; Winogradoff, 2001).

Gambar 3. Struktur rain garden Commented [a4]: Hasil penelitian yang menguatkan

(Sumber: Christcurch City Council 2016)


Rain Garden mengintegrasikan fungsi pengurangan polusi dan tampungan

aliran permukaan akibat dari penyaringan atau pembersihan sampah dan

sedimentasi. Pemberian kompos dan pemeliharaaan serta penggantian tanaman

merupakan usaha pemeliharaan dan pengoperasian rain garden yang perlu

dilaksanakan. Untuk memelihara tanaman sebaiknya tidak perlu atau tidak boleh

menggunakan pupuk buatan. Tumbuhan yang ditanam pada menggunakan

20
tanaman asli daerah, agar mudah tumbuh karena cocok dengan kondisi iklim

daerahnya. Pengurangan polutan dari air limpasan permukaan yang berupa

sediment, metal serta kandungan lain merupakan efek sedimentasi, proses

penyaringan dari media yang digunakan serta proses mikrobiologi dari material

organik (Cofman, 2000; Winogradoff, 2001).

21
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari 2019 hingga Februari di

Jl. Raya Pendidikan, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Letak Jl.

Pendidikan di Kota Makassar dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 4. Peta kota Makassar


(Sumber. Google Maps 2018)

Gambar 5. Peta lokasi penelitian


(Sumber. Google Maps 2018)

22
3.2 Alat Penelitian
Alat yang diperlukan pada penelitian ini terbagi menjadi alat lapang dan

studio serta beberapa software(Google Earth, Corel Draw 2018, dan SketchUp

2017). Alat-alat yang diperlukan adalah kamera digital, Global Position System

(GPS), perangkat komputer, dan alat tulis menulis.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk survei dengan metode analisis

deskriptif. Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan teknik observasi

dan studi pustaka. Perancangan rain garden menggunakan metode Gold (1980).

Metode tersebut terdiri dari beberapa tahapan, yaitu persiapan awal, inventarisasi,

analisis, sintesis, dan perencanaan. Metode pelaksanaan dapat dilihat pada

Gambar 6. Hasil akhir dari perancangan penelitian ini yaitu berupa desain rain

garden.
PERSIAPAN AWAL
Merumuskan batasan masalah dan tujuan

INVENTARISASI
Pengumpulan Data Primer dan Data
Sekunder

ANALISIS
Analisis data primer dan data sekunder

SINTESIS
Pengembangan potensi pengelolaan dan alternatif
solusi hambatan atau permasalahan

PERANCANGAN

Gambar 6. Bagan alur penelitian rain garden

23
3.3.1 Persiapan Awal

Pada tahap ini yang dilakukan adalah pengumpulan informasi awal secara

deskriptif mengenai permasalahan fungsi drainase di kota Makassar, menetapkan

rumusan masalah dan merumuskan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan.

Selain itu, pada tahapan ini dilakukan kunjungan terkait perizinan pada pihak-

pihak yang terkait dan penyususan jadwal kegiatan.

3.3.2 Inventarisasi

Tahap ini merupakan tahap pengumpulan data dan informasi yang diperoleh

melalui survei lapang dan melalui studi pustaka. Data primer diperoleh melalui

hasil survei yang dilakukan di Jl. Boulevard Makassar dengan melakukan

pengambilan gambar sedangkan untuk data sekunder diperoleh melalui studi

pustaka. Data dan informasi yang dikumpulkan berupa:

- Aspek fisik dan biofisik yang meliputi letak, luas, dan batas tapak,

topografi, tanah, hidrologi, iklim, drainase, vegetasi dan satwa,

pemandangan (view), aksebilitas dan sirkulasi, fasilitas dan utilitas yang

telah ada pada tapak.

- Aspek sosial meliputi informasi mengenai pandangan masyarakat terhadap

sistem drainase di lokasi penelitian.

Adapun jenis data, sumber, dan cara pengambilannya dapat dilihat pada tabel

berikut:

24
Tabel 2.Jenis Data, Sumber dan Cara Pengambilan Data
Cara pengambilan
Jenis Data Bentuk Data Sumber Data data

Fisik Letak, luas, dan Dinas PU dan Studi Pustaka dan


Batas tapak Lokasi tapak Survei lapang

Topografi BPS Prov. Sulsel Studi Pustaka

Utilitas dan Lokasi Tapak Survei Lapang


Fasilitas
Drainase Dinas PU Studi Pustaka
Biofisik Iklim BPS Prov. Sulsel Studi Pustaka

Tanah BPS Prov. Sulsel Studi Pustaka

Hidrologi Dinas PU Studi Pustaka

Curah Hujan BMG Prov. Studi Pustaka


Sulsel

Kelembapan Studi Pustaka Mengetahui kondisi


kelembapan tapak

Satwa Lokasi Tapak Survei Lapang


sumberdaya tapak

Dinas PU dan
Vegetasi Studi Pustaka dan
Lokasi Tapak
Servei lapang

Perspektif
Sosial Masyarakat Individu Wawancara

Keterangan:
Dinas PU : Dinas Pekerjaan Umum
BMG : Badan Meteorologi dan Geofisika
BPS : Biro Pusat Statistik

25
3.3.3 Analisis

Berdasarkan data yang diperoleh, dilakukanlah analisa terhadap kondisi

pada tapak dipandang dari berbagai aspek dan faktor yang berperan sehingga

diketahui masalah, hambatan dan potensi yang ada pada tapak.

Untuk memilih lokasi rain garden, harus mempertimbangkan land use

eksisting, vegetasi, kemiringan lahan, kedekatan dengan pondasi bangunan, dan

nilai estetika tapak. Rain garden harus dirancang untuk mengumpulkan runoff

dari area tidak lebih dari 1 sampai 2 acre (1 acre setara dengan 4046 m2). Rain

garden sebaiknya tidak diletakkan di dekat tanah yang terganggu oleh konstruksi

sehingga mencegah terjadinya air yang tersumbat oleh sedimen dari limpasan

konstruksi. Apabila diharuskan dekat dengan lokasi gangguan, gunakan BMPs

seperti memasang pagar untuk melindungi rain garden. Di area tanah liat, jarak

yang aman untuk menerapkan rain garden sekitar 10-30 ft (1 ft setara dengan 30

cm) dari bangunan untuk mencegah kerusakan pada pondasi (The Texas A&M

System 2013).

Perhitungan untuk mengukur luas permukaan rain garden dilakukan dengan

pembagian antara jumlah total runoff oleh kedalaman air saat kapasitas penuh

dengan volume air dalam luas area taman.

 Perhitungan Volume Runoff

Tidak semua air hujan menjadi air limpasan. Beberapa air hujan terjebak

dan merembes ke dalam tanah atau menguap. Terdapat berbagai metode untuk

memperkirakan jumlah runoff setelah hujan, salah satunya adalah Natural

26
Resources and Conservation Service (NRCS) Curve Number Method(The Texas

A&M System 2013).

. Secara matematis, dapat dijabarkan sebagai berikut:


(P − 0.2S)2
kedalaman 𝑟𝑢𝑛𝑜𝑓𝑓 =
P + 0.8S
Keterangan:
P = presipitasi (inci).
1 inci setara dengan 2,54 cm
100
𝑆= − 10
𝐶𝑁

Keterangan:
CN = nomor kurva.
Nomor kurva adalah faktor penggunaan lahan dan tipe tanah yang mencerminkan
Ketahanan dari permukaan tanah (Tabel. 3)

Tabel 3. Angka Kurva Untuk Berbagai Jenis Kelompok Tanah dan Hidrologi

Tipe Penutupan Lahan dan Jenis Air Tanah A B C D

Ruang Terbuka (lawn, taman, lapangan golf,


pemakaman, 49 69 79 84
dll)

Lahan parkir beraspal, atap, driveways, dll 98 98 98 98

Jalan
Beraspal, pinggir jalan, dan terdapat drainase 98 98 98 98

Beraspal, terdapat selokan terbuka 83 89 92 93

Kerikil 76 85 89 91

Tanah 72 82 87 89

Kawasan urban
Area komersil dan CBD (central business district) 89 92 94 95

Area industri 81 88 91 93

Area urban terbangun yang baru di grading tanpa


vegetasi 77 86 91 94
27
Setelah mengetahui perhitungan kedalaman runoff, dapat dihitung volume total
runoff melalui mengalikan kedalaman runoff dengan luas area.
 Rumus perhitungan ini sebagai berikut:
Volume runoff = Kedalaman runoff (inci) x Luas area (ft2) x 0,623……….

Keterangan: 1 ft2 setara dengan 929,03 cm2.

 Ukuran Rain Garden

Perhitungan untuk mengukur luas permukaan rain garden dilakukan

dengan pembagian antara jumlah total runoff oleh kedalaman air saat kapasitas

penuh dengan volume air dalam luas area taman(The Texas A&M System 2013).

Rumus perhitungan ini sebagai berikut:

Volume per square foot (gallons) = Kedalaman air (inci) x 0,623………

Volume 𝑟𝑢𝑛𝑜𝑓𝑓 (gallons)


Luas permukaan rain garden (ft2) = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑞𝑢𝑎𝑟𝑒 𝑓𝑜𝑜𝑡 (ft2)………

Keterangan:

1 gallon setara dengan 3,8 liter (L).

3.3.4 Sintesis
Merupakan tahap lanjutan setelah melakukan tahap analisis yaitu

melakukan pemecahan masalah yang ada dan cara mengembangkan potensi-

potensi yang sudah ada pada lokasi tapak. Hal-hal yang merupakan hambatan

akan dicari solusinya melalui alternatif yang terbaik, sedangkan hal-hal yang

merupakan potensi dapat dikembangkan untuk mencapai tujuan penelitian.

3.3.5 Konsep Perencanaan

28
Hasil yang diperoleh pada tahap sintesis kemudian akan dikembangkan

sebagai suatu masukan untuk menetapkan usulan konsep perencanaan. Pada tahap

ini merupakan tahap pemilihan aternatif yang kemudian akan dikembangkan

dalam bentuk perencanaan. Selain itu juga diberikan rekomendasi sehingga

penataan kawasan rain garden Jl. Boulevard memenuhi konsep estetis dan

fungsional.

3.3.6 Perancangan
Tahap ini merupakan pengembangan konsep perencanaan yang terinci.

Konsep yang dihasilkan menyajikan rincian rencana spesifik terhadap elemen-

elemen lanskap pada tapak tersebut.

29
BAB IV

INVENTARISASI, ANALISIS, DAN SINTESIS

4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak

Lokasi perancangan rain garden terletak di Jalan Pendidikan Raya Makassar.

Jalan Pendidikan Raya secara administratif terletak di wilayah Kelurahan Tidung

Kecamatan Rappocini Kota Makassar dengan panjang jalan 974 meter, lebar jalan

12 meter luas wilayah 11.694m2 (Dinas Pekerjaan Umum Kota Makassar, 2019).

. Secara geografis jalan Raya Pendidikan memiliki titik koordinat 5°10'12.6"S

119°26'17.6"E (Google Maps,2019).

Jalan Pendidikan terletak diantara kawasan pendidikan dan perumahan karena

terletak di pusat kota dengan jalur sirkulasi dua arah yang memudahkan

pengendara untuk ke kawasan tersebut. Hal ini memungkinkan banyak sivitas

akademika maupun pengendara yang melewati Jalan Pendidikan sehingga

diperlukan tata hijau dan sistem permodelan drainase yang baik. Tanaman-

tanaman yang ada dalam area tapak diharapkan dapat menyerap polutan dan air

hujan yang berlebih. Selain itu dengan adanya tata hijau dan sistem permodelan

drainase yang baik dapat menambah nilai estetika dan ekologis dari tapak tersebut

Tapak yang akan ditata adalah median jalan Jalan Pendidikan. Pemilihan

lokasi perancangan rain garden di jalan Pendidikan dikarenakan pada saat hujan

jalan tersebut tergenang bahkan mengakibatkan banjir.

4.2 Iklim

Kota Makassar memiliki suhu rata-rata tahunan sekitar 23,58 oC – 32 oC

dengan kelembaban relatif rata-rata setiap bulan 79,08%. Curah hujan berkisar

30
221,50 mm/tahun dengan curah hujan terbanyak pada bulan Desember 719,67

mm3 dan Januari sekitar 1032,67 mm3/tahun. Tekanan udara rata-rata 1012,24

mb/tahun. Kecepatan angin rata-rata perbulan berkisar 3,92 km/jam dan kecepatan

angin tertinggi pada bulan Agustus sampai Oktober. Lama penyinaran matahari

74,50%. (BPS Kota Makassar, 2015).

4.3 Tanah dan Topografi

Parameter yang menentukan persebaran jenis tanah di wilayah kota Makassar

adalah jenis tanah batuan, iklim, dan geomorfologi lokal, Penentuan kualitas tanah

dan penyebarannya ini akan sangat berarti dalam pengembangan wilayah di

Makassar, karena wilayah Makassar terdiri dari laut, dataran rendah dan dataran

tinggi, sehingga perlu dibuatkan prioritas-prioritas penggunaan lahan yang sesuai

dengan tingkat perkembangan dan intensitas pemanfaatnya (BPS Kota Makassar,

2015).

Jenis tanah di Jalan Boulevard termasuk jenis tanah ………………………..

Jenis-jenis tanah yang ada di wilayah kota Makassar terdiri dari :

 Tanah inceptisol, jenis tanah incepsitol terdapat hampir diseluruh wilayah

kota Makassar

 Tanah ultisol

Kota Makassar memiliki topografi dengan kemiringan lahan 0-20 (datar)

dan kemiringan lahan 3-150 (bergelombang) dengan hamparan daratan rendah

yang berada pada ketinggian antara 0-25 meter dari permukaan laut. Dari kondisi

ini menyebabkan Kota Makassar sering mengalami genangan air pada musim

31
hujan, terutama pada saat turun hujan bersamaan dengan naiknya air pasang (BPS

Kota Makassar, 2011).

Secara umum topografi Kota Makassar dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu :

 Bagian Barat ke arah Utara relatif rendah dekat dengan pesisir pantai.

 Bagian Timur dengan keadaan topografi berbukit seperti di Kelurahan

Antang Kecamatan Panakukang.

Perkembangan fisik Kota Makassar cenderung mengarah ke bagian Timur

Kota. Hal ini terlihat dengan giatnya pembangunan perumahan di Kecamatan

Biringkanaya, Tamalanrea, Manggala, Panakkukang, dan Rappocini (BPS Kota

Makassar, 2011).

4.4 Drainase

Permasalahan drainase pada lokasi tapak, yaitu terjadinya pendangkalan akibat

sedimentasi dan sampah, banyaknya saluran sekunder yang mengalami kerusakan,

tidak mampu menampung debit banjir maksimum serta permasalahan interkoneksi

saluran. Jenis sistem drainase, yaitu sistem drainase terbuka dan sistem drainase

tertutup yang terletak pada permukaan tanah (Surface Drainage). Drainase

permukaan tanah berfungsi mengalirkan air limpasan permukaan. Fungsi drainase

di lokasi tapak adalah single purpose yang berfungsi mengalirkan satu jenis air

buangan, misalnya air hujan.

Pola drainase pada lokasi tapal adalah pola siku,. Pola siku dibuat pada

daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari pada sungai. Sungai

sebagai saluran pembuang akhir berada di tengah kota. Drainase yang terdapat di

jalan Pendidikan adalah drainase saluran tersier. Saluran tersier adalah saluran

32
drainase yang menerima air dari saluran penangkap yang menyalurkan ke saluran

sekunder. Dapat dilihat pada gambar (), saluran tersier drainase raya Pendidikan

akan menyalurkan air ke saluran drainase jalan Andi Bau Djemma sebagai saluran

sekunder, saluran sekunder adalah saluran drainase yang menerima air dari

saluran tersier dan saluran kuarter lalu menyalurkannya ke saluran premier yang

terletak di Kanal Jongayya.

Gambar () menunjukkan bahwa bentuk penampang saluran drainase lokasi

tapak adalah trapesium dan persegi empat yang berfungsi untuk menampung dan

menyalurkan limpasan air hujan dengan debit yang besar serta memiliki sifat

aliran terus menerus dengan fluktuasi yang kecil.

4.5 Vegetasi

Menurut Lawalata (2011), tanaman yang ditanam di jalan harus memiliki

karakter khusus sesuai dengan kondisi jalan selain memiliki daun atau bunga yang

indah. Hal ini disebabkan karena kondisi jalan yang panas karena paparan sinar

matahari dan padatnya lalu lintas kendaraan bermotor, berangin, dan juga udara

telah tercemar asap knalpot kendaraan bermotor. Untuk itu, tanaman di jalan perlu

dipilih secara hati-hati.

Menurut Indah (2014), penataan jalur hijau sepanjang median jalan

didasarkan pada tujuan yang akan dicapai dan disesuaikan dengan karakter

lingkungan setempat sehingga terbentuk lanskap jalan raya. Penataan lansekap

jalan diprioritaskan agar menunjang fungsi kelancaran dan keselamatan jalan.

Pemilihan jenis dan penataan tanaman pada median jalan sebaiknya tetap

33
memperhatikan aspek hortikultura dan agronomi yang meliputi ruang dan syarat

tumbuh, morfologi, fungsi tanaman, dan pemeliharaan.

Pada umumnya struktur dan vegetasi yang digunakan pada jalan merupakan

vegetasi yang berfungsi untuk mengarahkan dan vegetasi estetika untuk

membentuk karakter jalan. Fungsi utama vegetasi di perkotaan untuk

menanggulangi penurunan kualitas lingkungan dan berkaitan langsung dengan

kehidupan penghuni kota serta sebagai satu kesatuan sistem ekologi kota

(Wungkar, 2005). Berikut jenis vegetasi yang ada di dalam tapak

Tabel 5 Jenis dan fungsi vegetasi dalam tapak

No. Nama Nama Famili Gambar Fungsi


Lokal Latin
3. Hanjuang Cordyline Agaveceae Estetis
Sp dan
pengha
lang
sinar
lampu
kendar
aan

34
14. Penawar Pedilanthus Euphorbiaceae
Lilin tithymaloides

15. Euonymus
japonicus

16. Bayam Iresine herbstii Amaranthaceae


Merah

4.6 Hidrologi

Kondisi hidrologi di lokasi tapak dengan air permukaan berasal dari………

4.7 Visual

4.8 Aksebilitas dan Sirkulasi

Lokasi jalan Pendidikan terletak pada kecamatan Rappocini kelurahan

Tidung. Lokasi penelitian dapat diakses melalui jalan Pettarani, Mappala,

35
Salemba, dan Emmy Saelan. Sirkulasi yang terdapat pada tapak lokasi berupa

sirkulasi perkerasan dan aspal. Terdapat sirkulasi dua arah untuk pengendara

sedangkan tidak terdapat sirkulasi pejalan kaki berupa trotoar.

36
BAB V

KONSEP PERENCANAAN

5.1 Konsep Utama

Konsep utama dari jalur hijau serta drainase sebagai Ruang Terbuka Hijau

dan daerah resapan air di jalan Pendidikan Raya. Jalur hijau jalan dijadikan

sebagai daerah resapan air, menyerap polutan, dan juga untuk menambah

keindahan kota serta memiliki konsep keberlanjutan. Makna berkelanjutan adalah

kawasan resapan air yang ketika musim kemarau air tanah dapat dimanfaatkan

sesuai kebutuhan dan ketika musim hujan dapat meminimalisir potensi banjir.

5.2 Konsep Pengembangan

37
DAFTAR PUSTAKA

Andoh, R.Y.G., dan Iwugo, K.O. (2002). Sustainable Urban Drainage Systems-
AUK Perspective. Urban Drainage 2002 112, 19.

Anggraeni, Mustika. 2005. Green Belt dan Hubungannya dengan Kualitas Hidup
Masyarakat di Perkotaan. Makalah Biologi Lingkungan, Program
Studi Ilmu Biologi.

Anglian Water. 2008. Guidance of the Use of Sustainable Urban Drainage


Systems (SUDS) and an Overview of the Adoption Policy. Cambridge
(UK): AWDS.

Billow, L. 2002. Right As Rain: Control Water Pollution With Your Own Rain
Garden. The Environmental Magazine; May/Apr 2002;44; ProQuest
Biology Journals.

Ciria C522. 2000. Sustainable Urban Drainage Systems Design Manual For
England And Wales. London.

Coffman, Larry. 2000. Low-Impact Development Design Strategies, An Integrated


Design Approach. EPA 841-B-00-003. Prince George's County,
Maryland. Department of Environmental Resources, Programs and
Planning Division.

Darsono, Suseno. 2007. Sistem Pengelolaan Air Hujan Lokal Yang Ramah
Lingkungan. Semarang: Berkala Ilimiah Teknik Keairan. Vol.13,
No.4.

Direktorat Jendral Departemen PU. 2006, Ruang Terbuka Hijau Sebagai Unsur
Utama Tata Ruang Kota, Hal. 6.

Dirjen Penataan Ruang Dept. PU. R.I. Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan
dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.

38
Djamal Irwan, Zoer’aini. 1995. Hutan Kota dan Lingkungan Kota. Makalah
Seminar pada Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknik Lingkungan
Universitas Trisakti, Jakarta.

Djamal Irwan, Zoer’aini. 2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan


Kota. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Godwin DC, Cahill Maria, Sowles M. 2011. Rain Gardens. Oregon State
University. ORESU-G-11-001.

Katsifarakis KL, Vafeiadis M, Theodossiou N. 2015. Sustainable Drainage and


Urban Landscape Upgrading Using Rain Gardens. Site Selection in
Thessaloniki, Greece. Agricultural and Agricultural Science Procedia.
4:338347.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman


Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan.

Prince Georges County, Maryland. 1993. Design Manual of Use of Bioretention in


Stormwater Management. Prince George's County, Maryland.
Department of Environmental Resources, Programs and Planning
Division.

Riatno, Roni. 2017. Pengelolaan Taman Median Jalan Oleh Dinas Kebersihan
Dan Pertamanan Kota Pekanbaru: Jom FISIP. Vol.4, No.1.

Seven, Andi. 2017. Banjir Kepung Kawasan Bisnis Boulevard Makassar.


http://www.djournalist.com/read/2017/12/21/35/banjir-kepung-
kawasan-bisnis-boulevard-makassar (diakses 15 Agustus, 2018).

Shannigrahi, A.S., T. Fukushima, and R.C. Sharma. 2003. Air Pollution Control
By Optimal Green Belt Development Around The Victoria Memorial
Monument, Kolkata (India). Journal Environment Studies Vol. 60.

Simonds J.O dan Starke. 2006. Landscape Architecture: A Manual Of Site


Planning and Design. New York (US): GrawHill Book Co.

Simonds, J.O. 1983. Landscape Architecture. Mc Graw Hill Book Co. New York.
301 p.

39
Sukirman, S. 1994. Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan Raya. Nova.
Bandung.

Suripin. 2004. Sistem Drainase Yang Berkelanjutan. Yogyakarta (ID): Andi


Offset.

The Texas A&M System. 2013. Stormwater Management: Rain Gardens. Texas
(US): The Texas A&M Agrilife Extension Press.

US EPA. 2000. Low Impact Development (LID). A Literature Review. EPA-841-


B00-005. Washington, DC. 20460. October 2000.

40

Anda mungkin juga menyukai