Anda di halaman 1dari 9

RUANG TERBUKA HIJAU EKOLOGIS SEBAGAI PENYEDIA OKSIGEN

DAN PENYIMPAN AIR UNTUK KOTA BANDA ACEH


Mirza Fuady

Jurusan Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh;

email: mirzafuady2@gmail.com

ABSTRAK

Pendekatan ekologis untuk masa depan kota Banda Aceh tidak lepas dari kenyataan
terjadinya peningkatan jumlah penduduk kota Banda Aceh dengan berbagai kegiatannya
yang menuntut kebutuhan akan lahan untuk pembangunan. Dalam kenyataannya luas lahan
kota Banda Aceh sangat terbatas sehingga alternatif lokasi yang sering menjadi pilihan untuk
lokasi kegiatan pembangunan baik perumahan, pertokoan, perkantoran dan lain-lain adalah
ruang terbuka hijau kota. Berkurangnya ruang terbuka hijau dalam lanskap kota akan
mempengaruhi berkurangnya jumlah pohon dalam ruang terbuka hijau, yang kehadirannya
memiliki banyak manfaat ekologis untuk kawasan perkotaan seperti diantaranya untuk
menjaga dan memperbaiki kualitas udara, menyimpan air tanah, mengontrol suhu setempat
dan meredam kebisingan. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka yang menjadi
perumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
keberadaan fungsi ekologis dari ruang terbuka hijau kota Banda Aceh dalam hal penyediaan
oksigen dan penyimpan air. Penelitian ini akan menganalisis keberadaan ruang terbuka hijau
dalam hal fungsi ekologisnya. Aspek yang menjadi tinjauan dalam penelitian ini adalah
fungsi ruang terbuka hijau dalam penyediaan oksigen dan penyimpan air. Dari penelitian ini
dapat dirumuskan besarnya kebutuhan ruang terbuka hijau ekologis kota Banda Aceh. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam perencanaan kota
Banda Aceh yang ekologis.

Kata Kunci: kota ekologis, ruang terbuka hijau, lanskap kota

PENDAHULUAN
Keberadaan ruang terbuka hijau kota dengan berbagai jenis pohon dan tanaman
hias menjadi unsur penting mendukung terciptanya kota yang indah dan ekologis.
Hal ini sejalan dengan Purnomohadi (2006) dan Irwan (2005), keberadaan ruang
terbuka hijau penting dalam mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas
lingkungan. Pengendalian pembangunan perkotaan harus dilakukan secara
proporsional dan berada dalam keseimbangan antara pembangunan dan fungsi-
fungsi lingkungan.
Salah satu konsep perencanaan yang dapat digunakan dalam menjaga
keseimbangan antara pembangunan dan fungsi-fungsi lingkungan adalah konsep
ekologi lanskap perkotaan (urban lanscape ecology). Uy dan Nakagoshi (2008) telah
menerapkannya dalam perencanaan ruang terbuka hijau kota Hanoi. Demikian pula
menurut Mahmoud dan El-Sayed (2011) dalam memelihara keseimbangan ekologis
dan organisasi ruang kota El Sadat di Mesir, ia menyarankan integrasi ruang terbuka
hijau dalam perencanaan kota sehingga mendukung kehidupan kota secara
ekologis.
Sementara itu menurut Hakim (2007), proporsi luas ruang terbuka hijau yang ideal
adalah 30% dari luas wilayah kota. Ruang terbuka hijau diperlukan untuk berbagai
manfaat seperti kesehatan dan komunikasi publik dalam kegiatan warga kota, serta
dapat juga menjadi tempat rekreasi dan olah raga. Untuk mendapatkan ruang
terbuka hijau yang fungsional dan estetik sebagai ciri kota ekologis maka luas
minimal, pola dan struktur, serta bentuk dan distribusinya harus menjadi
pertimbangan dalam membangun kota yang berkelanjutan (Rahmi dan Setiawan,
1999).
Perencanaan kota Banda Aceh yang ekologis tidak lepas dari kenyataan terjadinya
peningkatan jumlah penduduk kota Banda Aceh dengan berbagai kegiatannya yang
menuntut kebutuhan akan lahan untuk pembangunan. Sementara luas lahan kota
Banda Aceh terbatas sehingga alternatif lokasi yang sering menjadi pilihan untuk
lokasi kegiatan pembangunan baik perumahan, pertokoan, perkantoran dan lain-lain
adalah ruang terbuka hijau kota. Berkurangnya luasan ruang terbuka hijau kota akan
mempengaruhi berkurangnya jumlah pohon dalam ruang terbuka hijau, yang
kehadirannya memiliki banyak manfaat untuk kawasan perkotaan seperti
diantaranya untuk menjaga dan memperbaiki kualitas udara, mengontrol suhu
setempat dan meredam kebisingan.
Berdasarkan permasalahan yang disebutkan diatas, maka yang menjadi perumusan
masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimanakah keberadaan
fungsi ekologis dari ruang terbuka hijau kota Banda Aceh saat ini dalam hal
penyediaan oksigen dan penyimpan air. Tujuan dari penelitian ini adalah
menganalisis dan mendeskripsikan fungsi ekologis ruang terbuka hijau kota Banda
Aceh saat ini, dalam hal penyediaan oksigen dan penyimpan air sehingga dapat
diketahui besarnya kebutuhan ruang terbuka hijau ekologis kota Banda Aceh.
Adapun manfaat dan kontribusi dari penelitian ini adalah memberikan informasi
kepada Pemerintah Kota mengenai kebutuhan ruang terbuka hijau sesuai fungsi
ekologisnya dalam kota Banda Aceh.

TINJAUAN PUSTAKA
Ruang terbuka hijau perkotaan (urban green space) dapat diartikan sebagai ruang di
dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun
dalam bentuk area memanjang/jalur yang dalam penggunaannya lebih bersifat
terbuka dan tanpa bangunan. Ruang terbuka hijau dapat hadir dengan fungsi
utamanya yaitu fungsi ekologis. Agar fungsi ekologis ini dapat mendukung
keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, maka keberadaannya harus berupa
satu bentuk ruang terbuka hijau yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti
dalam suatu wilayah kota, seperti ruang terbuka hijau untuk perlindungan
sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat
hidupan liar. Beberapa fungsi ekologis ruang terbuka hijau kota antara lain adalah:
a. Penyerap karbon dioksida (CO2) dan penghasil oksigen (O2)
Pohon merupakan penyerap gas karbon dioksida yang cukup penting, selain
dari fitoplankton, ganggang dan rumput laut di samudera. Dengan berkurangnya
kemampuan hutan alami dalam menyerap gas ini sebagai akibat menyusutnya
luasan hutan akibat perladangan, pembalakan dan kebakaran, maka perlu
dibangun ruang terbuka hijau untuk membantu mengatasi penurunan fungsi
hutan tersebut. Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan,
baik ruang terbuka hijau, hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam
proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas karbon dioksida dengan
air menjadi karbohidrat (C6H12O6) dan oksigen (O2). Proses fotosintesis ini
sangat bermanfaat bagi manusia. Dalam proses fotosintesis dapat menyerap
gas yang bila konsentarasinya meningkat akan beracun bagi manusia dan
hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak proses
fotosintesis menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia
dan hewan (Dahlan, 1992).
b. Pelestarian air tanah
Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan
mengurangi tingkat erosi, menurunkan aliran permukaan dan mempertahankan
kondisi air tanah di lingkungan sekitarnya. Pada musim hujan laju aliran
permukaan dapat dikendalikan oleh penutupan vegetasi yang rapat, sedangkan
pada musim kemarau potensi air tanah yang tersedia bisa memberikan manfaat
bagi kehidupan di lingkungan perkotaan. Ruang terbuka hijau dengan luas
minimal setengah hektar mampu menahan aliran permukaan akibat hujan dan
meresapkan air ke dalam tanah sejumlah 10.219 m3 setiap tahun (Dahlan,
1992).
c. Penahan Angin
Ruang terbuka hijau berfungsi sebagai penahan angin yang mampu mengurangi
kecepatan angin 75 - 80 %. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam
mendesain ruang terbuka hijau untuk menahan angin adalah (a) jenis tanaman
yang ditanam adalah tanaman yang memiliki dahan yang kuat, dan (b)
penanaman pohon yang selalu hijau sepanjang tahun berguna sebagai penahan
angin pada musim hujan, sehingga pada akhirnya dapat menghemat energi
sampai dengan 50 persen energi yang digunakan untuk penghangat ruangan.
Pada musim panas pohon-pohon akan menahan sinar matahari dan
memberikan kesejukan di dalam ruangan (Dahlan, 1992).
d. Ameliorasi Iklim
Ruang terbuka hijau dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan
untuk menurunkan suhu pada waktu siang hari dan sebaliknya pada malam hari
dapat lebih hangat karena tajuk pohon dapat menahan radiasi balik (reradiasi)
dari bumi. Jumlah pantulan radiasi matahari suatu hutan sangat dipengaruhi
oleh panjang gelombang, jenis tanaman, umur tanaman, posisi jatuhnya sinar
matahari, keadaan cuaca dan posisi lintang. Suhu udara pada daerah berhutan
lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi oleh tanaman. Selain suhu,
unsur iklim mikro lain yang diatur oleh ruang terbuka hijau adalah kelembaban.
Pohon dapat memberikan kesejukan pada daerah-daerah kota yang panas
(heat island) akibat pantulan panas matahari yang berasal dari gedung-gedung,
aspal dan baja. Daerah ini akan menghasilkan suhu udara 3-10 derajat lebih
tinggi dibandingkan dengan daerah luar kota. Penanaman pohon pada suatu
areal akan mengurangi temperatur atmosfer pada wilayah yang panas tersebut
(Irwan, 2005).
e. Habitat Hidupan Liar
Ruang terbuka hijau bisa berfungsi sebagai habitat berbagai jenis hidupan liar
dengan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Ruang terbuka hijau
merupakan tempat perlindungan dan penyedia nutrisi bagi beberapa jenis satwa
terutama burung, mamalia kecil dan serangga. Ruang terbuka hijau dapat
menciptakan lingkungan alami dan keanekaragaman tumbuhan dapat
menciptakan ekosistem lokal yang akan menyediakan tempat dan makanan
untuk burung dan binatang lainnya (Irwan, 2005).

Lanskap kota merupakan karakter total suatu wilayah dalam kota yang menyangkut
aspek fisik, ekologis, geografis dan hubungannya dengan manusia. Kehadiran ruang
terbuka hijau dalam kota merupakan bagian dari lanskap kota (Wu dalam Carreiro,
2008). Keberadaan ruang terbuka hijau sebagai bagian dari lanskap kota tidak
hanya berperan secara ekologis, namun juga berperan dalam mengurangi risiko
bencana. Hal ini sejalan dengan Fuady (2015) ruang terbuka hijau kota juga
berperan penting dalam mitigasi bencana sebagai pelindung dan penyelamatan.
Selanjutnya menurut Purnomohadi (2008) dalam lingkungan kota terdapat empat
komponen besar kehidupan alam yang saling mempengaruhi, yaitu udara, air, tanah
dan mineral, serta flora, fauna dan mikroba. Konsep kota ekologis harus
memperhatikan keberadaan empat komponen tersebut dan menjaga
keberlangsungannya. Untuk mendukung konsep kota ekologis, maka keberadaan
ruang terbuka hijau dalam kota menjadi suatu keharusan. Keberhasilan kota
ekologis sebagai kota yang sehat dan selaras dengan alam dapat dilihat dari kondisi
ruang terbuka hijaunya yang secara optimal mendukung sehatnya kota. Munculnya
berbagai permasalahan dalam kota seperti pencemaran udara, air dan tanah, tidak
terlepas dari kurangnya kepedulian terhadap pola hubungan alami dalam sistem
lingkungan yang bahkan cenderung diabaikan.
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian mengenai ruang terbuka hijau dan
konsep ekologi lanskap kota. Lu dan Guldman (2012), telah melakukan penelitian
yang menyajikan pentingnya memadukan ekologi lanskap, struktur penggunaan
lahan dan kepadatan penduduk dalam penataan ruang di kawasan metopolitan
Colombus di Amerika Serikat.. Sementara Prayitno (1999), telah melakukan kajian
mengenai fenomena penataan ruang terbuka perkotaan yang umumnya masih
banyak menekankan pada aspek estetika dan visualnya. Kecenderungan tersebut
akan mempengaruhi tingkat kenyamanan dan tidak efisiennya pemanfaatan energi.
Untuk itu perlu pendekatan ekologi kota secara terpadu. Keberadaan ruang terbuka
dilihat sebagai suatu sistem keterkaitan ekologis menuju ruang terbuka kota yang
sadar lingkungan dan hemat energi.
Li dan kawan-kawan (2005), telah mengembangkan suatu kerangka konseptual
menyeluruh dalam meneliti ruang terbuka hijau kota Beijing di China berdasarkan
prinsip ekologis. Penelitian itu mencoba untuk menjawab bagaimana cara
menetapkan suatu rencana ruang terbuka hijau dalam skala lingkungan, kota dan
regional yang lebih luas untuk mencapai keberlanjutan secara jangka panjang. Di
tingkatan regional, suatu kawasan besar alami dan hutan semi natural serta suatu
sabuk penyangga ekologis direncanakan untuk melindungi mutu lingkungan dengan
menyediakan tempat untuk kehidupan alami. Di tingkat kota, suatu sistem jaringan
ruang terbuka hijau, taman dan koridor hijau diusulkan. Jaringan ruang terbuka hijau
ini membantu membatasi perluasan kota di masa depan, meningkatkan kualitas
lingkungan kota dan bertindak sebagai tempat kediaman dan migrasi kehidupan
alami. Di tingkat lingkungan, direncanakan koneksi dan perluasan ruang terbuka
hijau tepi sungai, jalur hijau jalan, taman dan tanaman hijau menyebar ke seluruh
bagian ruang terbangun, sehingga tersedia ruang terbuka dekat dengan wilayah
hunian dan menawarkan tempat untuk rekreasi. Tiga tingkatan sistem hijau ini
membuat suatu kesatuan jaringan ekologis untuk menopang keberlanjutan kota
Beijing.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dalam mengukur kebutuhan
ruang terbuka hijau kota Banda Aceh sesuai fungsi ekologisnya dalam hal
penyediaan oksigen, penyimpan air dan serapan karbon dioksida. Teknik analisis
yang digunakan adalah: (1) analisis kebutuhan oksigen dilakukan untuk
mendapatkan informasi besaran RTH hutan kota yang dibutuhkan. Kebutuhan
oksigen dalam kota bergantung dari faktor jumlah penduduk dan jumlah kendaraan
bermotor, (2) analisis pemenuhan kebutuhan air dilakukan untuk mendapatkan
informasi mengenai besaran hutan kota yang dibutuhkan. Kebutuhan air dalam kota
bergantung dari faktor kebutuhan air bersih per tahun, jumlah air yang dapat
disediakan oleh PDAM, potensi air saat ini dan kemampuan hutan kota menyimpan
air.
Sebagai bahan pendukung dalam penelitian ini juga digunakan informasi data
sekunder yang dikumpulkan dari beberapa kantor pemerintahan seperti dokumen
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Banda Aceh tahun 2009-2029 dari
Bappeda Kota Banda Aceh, dokumen Banda Aceh dalam Angka tahun 2011 dari
BPS Kota Banda Aceh serta dokumen Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota
Banda Aceh tahun 2010 dari Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota Banda Aceh.
Data tersebut menjadi pendukung dalam mengkaji penggunaan ruang terbuka hijau
kota Banda Aceh. Selain itu juga dilakukan pengamatan langsung mengenai
penggunaan ruang di lapangan yang dilengkapi perekaman foto sebagai data primer
serta pengumpulan data sekunder lain dari berbagai literatur yang berkaitan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota Banda Aceh,
diketahui luas ruang terbuka hijau yang dikelola adalah seluas 612,11 ha yang
tersebar di seluruh wilayah kota Banda Aceh. Jumlah luas ruang terbuka hijau
tersebut berkisar 9,98% dari luas wilayah kota.

Tabel 1: Jenis RTH Kota Banda Aceh


No. Jenis RTH Luas (ha)
1 Taman Kota 20,95
2 Hutan Kota 25,39
3 Jalur Hijau 551,45
4 Tepian Air 2,42
5 Makam 11,89
Total 612,11
Sumber: DKK (2010)

Ruang terbuka hijau merupakan salah satu bentuk dari ruang terbuka kota dan
merupakan salah satu komponen penjaga keseimbangan ekosistem kota.
Keseimbangan ekologi di wilayah perkotaan sangat diperlukan karena
pembangunan fisik kota terus meningkat. Untuk mengetahui kecukupan luas ruang
terbuka hijau sebagai suatu kebutuhan untuk menjaga keseimbangan ekosistem
kota maka akan dilakukan beberapa analisis yang hasilnya akan dibandingkan
terhadap kondisi eksisting ruang terbuka hijau kota Banda Aceh. Analisis kebutuhan
luas ruang terbuka hijau perkotaan akan dilakukan dengan beberapa pendekatan
sebagai berikut:

Analisis Kebutuhan RTH Hutan Kota sebagai Penyedia Oksigen


Hutan kota dalam kaitan sebagai produsen oksigen dapat dihitung dengan metode
Gerakis (yang dimodifikasi Wisesa dalam DPU, 2008), sebagai berikut:

Dimana :
Lt adalah luas Hutan Kota pada tahun ke t (m2)
Pt adalah jumlah kebutuhan oksigen bagi penduduk pada tahun ke t
Kt adalah jumlah kebutuhan oksigen bagi kendaraan bermotor pada tahun ke
Tt adalah jumlah kebutuhan oksigen bagi ternak pada tahun ke t
54 adalah tetapan yang menunjukan bahwa 1 m2 luas lahan menghasilkan 54
gram berat kering tanaman per hari.
0,9375 adalah tetapan yang menunjukan bahwa 1 gram berat kering tanaman
adalah setara dengan produksi oksigen 0,9375 gram
2 adalah jumlah musim di Indonesia

Sebelum melakukan perhitungan dengan rumus diatas, maka perlu dipersiapkan


data kebutuhan oksigen untuk kendaraan bermotor, sedangkan kebutuhan oksigen
untuk ternak dalam kota tidak diperhitungkan.

Tabel 2: Kebutuhan Oksigen Berdasarkan Jenis Kendaraan Bermotor


Kebutuhan
Daya Kebutuhan Kebutuhan Kebutuhan
Oksigen per
Klasifikasi Minimal BBM Oksigen Oksigen
Liter BBM
(PS) (kg/PS) (kg/hari) (gr/hari)
(kg)
Sepeda Motor 1 0,21 2,77 0,5817 581,70
Kendaraan Penumpang 20 0,21 2,77 11,634 11.634,00
Kendaraan Truk 50 0,21 2,77 29,085 29.085,00
Kendaraan Bus 100 0,16 2,86 45,76 45.760,00
Jumlah 87,0607 87.060,70

Rata-rata 21,765175 21.765,18


Sumber : DPU (2008) dan Hasil Analisis
Tabel 3: Kebutuhan Oksigen Kendaraan Bermotor di Kota Banda Aceh

LHR (kendaraan Kebutuhan Total Kebutuhan


Jenis Kendaraan
/hari) Oksigen (gr/hari) Oksigen (gr/hari)

Sepeda Motor 69.416 581,7 40.379.520


Mobil Pribadi 4.708 11.634,0 54.768.218
Minibus Umum 587 29.085,0 17.060.098
Truk 4.498 29.085,0 130.812.696
Bus 147 45.760,0 6.710.246
Jumlah 209.351.258
Sumber : BPS (2011) dan Hasil Analisis

Dari tabel diatas dan data sekunder diketahui :


 Luas Kota Banda Aceh = 6.135,90 ha
 Jumlah Penduduk 2010 = 230.774 jiwa
 Konsumsi Oksigen Manusia/hari = 840,00 gr/hari
 Jumlah Kebutuhan Oksigen bagi Manusia = 193.850.160,00 gr/hari
 Jumlah Kebutuhan Oksigen Kendaraan Bermotor = 209.351.258,40 gr/hari

Maka dengan menggunakan rumus perhitungan diatas diperoleh hasil :


 Kebutuhan RTH Hutan Kota Penyedia Oksigen (tahun 2010) = 398,22 ha
 Perbandingan luas hutan kota terhadap luas wilayah kota = 0,17%

RTH hutan kota yang dibutuhkan diatas masih menggunakan data jumlah penduduk
tahun 2010, namun jika dibandingkan dengan kondisi eksisting hutan kota yang
dikelola oleh Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota Banda Aceh masih terdapat
kekurangan sebesar 372,83 ha.

Tabel 4: Selisih Kebutuhan Hutan Kota Penyedia Oksigen

Luas Eksisting (ha) Luas Hutan Kota Penyedia O2 (ha) Selisih (ha)
25,39 398,22 -372,83
Sumber : Hasil Analisis

Analisis Kebutuhan Hutan Kota sebagai Penyimpan Air


Dalam kaitan kebutuhan air penduduk kota maka merujuk dari DPU (2008), luas
hutan kota sebagai produsen air dapat dihitung dengan rumus berikut :

Dimana :
La adalah luas hutan kota yang harus dibangun
P0 adalah jumlah penduduk
K adalah konsumsi air/kapita (lt/hari)
R adalah laju peningkatan pemakaian air
C adalah faktor pengendali
PAM adalah kapasitas suplai air perusahaan
t adalah tahun
Pa adalah potensi air tanah
z adalah kemampuan hutan kota dalam menyimpan air

Dari tabel diatas dan data sekunder diketahui :


 Luas Kota Banda Aceh = 6.135,90 ha
 Jumlah Penduduk 2010 = 230.774 jiwa
 Konsumsi Air per Kapita : 71,00 m3/thn
 Kapasitas PAM terpasang = 14.348.880,00 m3/thn
 Potensi Air Tanah = 327.343,68 m3/thn
 Kemampuan Hutan Kota menyimpan air = 73.000,00 m3/ha/thn
Maka dengan menggunakan rumus perhitungan diatas diperoleh hasil :
 Kebutuhan RTH Hutan Kota Penyimpan Air (tahun 2010) = 23,40 ha
 Perbandingan luas hutan kota terhadap luas kota = 0,38%

Tabel 5: Selisih Kebutuhan Hutan Kota Penyimpan Air

Luas Eksisting (ha) Luas Hutan Kota Penyimpan Air (ha) Selisih (ha)
25,39 23,40 1,99
Sumber : Hasil Analisis

Dari tabel diatas diketahui RTH hutan kota yang dibutuhkan diatas masih
menggunakan data jumlah penduduk tahun 2010, namun jika dibandingkan dengan
kondisi eksisting hutan kota yang dikelola oleh Dinas Kebersihan dan Keindahan
Kota Banda Aceh masih terdapat kelebihan sebesar 1,99 ha.

KESIMPULAN
Keberadaan ruang terbuka hijau sebagai unsur lingkungan alami berperan penting
dalam menjaga kualitas kehidupan kota. Konsep ekologi lanskap kota dalam
perencanaan kota Banda Aceh yang ekologis berupaya mewujudkan kota yang
sehat dan memperhatikan hubungan timbal balik antara kehidupan kota dengan
lingkungan alaminya sesuai kondisi iklim tropis. Untuk itu perlu diperhatikan
pemenuhan kebutuhan ruang terbuka hijau sesuai fungsi ekologisnya dari hasil
perhitungan:
a. Kebutuhan ruang terbuka hijau berupa hutan kota sebagai penyedia oksigen
terdapat kekurangan sebesar 372,83 ha.
b. Kebutuhan ruang terbuka hijau berupa hutan kota sebagai penyimpan air
terdapat kelebihan sebesar 1,99 ha.
DAFTAR PUSTAKA
BPS (2011) Banda Aceh dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik Kota Banda
Aceh.
Carreiro, Margaret M. (2008). Ecology, Planning and Management of Urban Forests
International Perspectives. Springer, New York.
Dahlan, Endes N. (1992). Hutan Kota: Untuk Pengelolaan Dan Peningkatan Kualitas
Lingkugan Hidup. APHI, Jakarta
DKK (2010) Dokumen Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota Banda Aceh. Dinas
Kebersihan Kota Banda Aceh.
DPU (2008) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/PRT/M/2008 Tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Fuady, Mirza (2015) Struktur Hijau Berbasis Mitigasi Bencana Pada Kawasan
Permukiman Pesisir Kota Banda Aceh. Prosiding Seminar Kota Lestari pada
tanggal 3 November 2015 di Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas
Syiah Kuala, Banda Aceh.
Hakim, Rustam, 2007. Ruang Terbuka Hijau. http://rustam2000.wordpress.com/
ruang-terbuka-hijau.htm (diakses tanggal 10 Desember 2011 pukul 9.35)
Irwan, Zoer’aini Dj (2005) Tantangan Lingkungan dan Lanskap Hutan Kota. Jakarta:
Penerbit Bumi Aksara.
Li, Feng., Wang, Rusong., Paulussen, Juergen., Liu, Xusheng. (2005).
Comprehensive concept planning of urban greening based on ecological
principles: a case study in Beijing, China. Jurnal Landscape and Urban
Planning no. 72, p. 325-336.
Lu, Jia., Guldmann, Jean-Michel. (2012). Landscape ecology,land-use structure and
population density: Case study of the Colombus Metropolitan Area. Jurnal
Landscape and Urban Planning no. 105, p. 74-85.
Mahmoud, Ayman Hassaan Ahmed., El-Sayed, Marwa Adel. (2011). Development of
sustainable urban green areas in Egyptian new cities: the case of El-Sadat City.
Jurnal Landscape and Urban Planning no. 101, h. 157-170.
Prayitno, Budi. 1999. Keterkaitan Ekologis Ruang Terbuka Kota Tropis. Jurnal Media
Teknik, Edisi no.2 Tahun XXI Mei 1999, h. 2-6.
Purnomohadi, Ning. dkk (2006) Ruang Terbuka Hijau Sebagai Unsur Utama Tata
Ruang Kota. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Purnomohadi, Ning. (2008). Implikasi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
Tentang Penataan Ruang terhadap Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Menuju Kota Ekologis. Online Bulletin Tata Ruang Edisi Mei-Juni 2008,
http://bulletin.penataanruang.net/ (diakses tanggal 10 Desember 2011 pukul
9.55)
Rahmi, DH., Setiawan, B. (1999). Perancangan Kota Ekologi. Depertemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Uy, Pham Duc., Nakagoshi, Nobukazu. (2008). Application of land suitability analysis
and landscape ecology to urban greenspace planning in Hanoi, Vietnam. Jurnal
Forestry and Urban Greening no. 7, p. 25-40.

Anda mungkin juga menyukai