Oleh
Stambuk : 03120140293
FAKULTAS TEKNIK
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kota merupakan suatu permukiman penduduk yang besar dan luas yang
didalamnya terdapat ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Ruang-ruang terbuka pada
kota menjadikan sasaran untuk mendirikan sebuah bangunan agar dapat dijadikan
sebagai tolak ukur sebuah kota itu maju. Dari perubahan tersebut secara tidak
langsung mengesampingkan kaidah lingkungan ruang terbuka hijau yang dapat
merusak daerah resapan air. Ruang terbuka hijau (RTH) berfungsi sebagai daerah
resapan air. Jika daerah tersebut didirikan sebuah bangunan maka daerah resapan air
hujan akan berkurang dan dapat mengakibatkan banjir.
Perkembangan perkotaan yang begitu pesat saat ini kurang diantisipasi dengan
perencanaan dan pengawasan penggunaan lahan di kawasan kota. Hal ini mendorong
terjadinya pemanfaatan lahan terbuka menjadi lahan terbangun berupa permukiman,
perkantoran, industri, dan kegiatan lainnya, tidak lagi memperhatikan keadaan
lingkungan dengan memanfaatkan lahan sesuai dengan keinginan pemiliknya
(Sadtim, 2011). Banyaknya peralihan fungsi penggunaan lahan non terbangun
menjadi lahan terbangun misalnya untuk lokasi pemukiman atau fungsi lainnya yang
bersifat mengurangi daerah resapan air telah menimbulkan dampak lingkungan dan
menyebabkan perubahan komponen sistem siklus hidrologi.
Permasalahan banjir hampir merata di setiap kota di Indonesia terutama di
wilayah dataran yang relatif rendah. Banjir merupakan permasalahan yang kompleks,
yang harus segera ditangani agar akibat yang ditimbulkannnya tidak banyak merusak
dan merugikan masyarakat sekitarnya. Usaha-usaha untuk mencegah dan mengurangi
akibat terjadinya banjir terus dilakukan. Tetapi, masalah utama banjir adalah bahwa
banjir itu pada umumnya tidak permanen. Banjir itu datangnya tidak terduga dan
surutnya pun juga sering tidak bisa diramalkan oleh masyarakat sehingga terjadi
ketidak seimbangan lingkungan.
2
Daerah yang dahulu lahan terbuka hijau kini berubah menjadi permukiman
yang padat seiring dengan perkembangan pemenuhan kebutuhan hidup manusia.
Selain faktor tersebut buruknya sistem drainase juga merupakan penyebab banjir di
perkotaan. Kawasan yang tergenang dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini
menunjukan bahwa kapasitas drainase sudah tidak mampu lagi menahan limpasan
yang semakin besar karena alih fungsi lahan terbuka sebagai daerah resapan air
menjadi permukiman padat.
Masalah perubahan tataguna lahan yang ada di perkotaan seharusnya menjadi
bagian penting dalam penataan kota. Perkembangan perkotaan membawa pada
dampak negatif pada beberapa aspek, salah satunya aspek lingkungan. Dalam awal
perkembangan kota sebagian lahan merupakan ruang terbuka hijau. Namun, karena
adanya kebutuhan untuk menampung penduduk dan aktivitasnya sehingga ruang
terbuka hijau menjadi semakin berkurang dan kini menjadi kawasan terbangun.
Ruang terbuka hijau merupakan suatu bentuk pemanfaatan lahan pada suatu kawasan
yang diperuntukan untuk penghijauan tanaman.
Daerah terbuka yang dahulu bermanfaat menjadi kawasan resapan sekarang
semakin berkurang dikarenakan dampak dari pembangunan fisik perkotaan.
Implikasinya tidak sedikit atau tidak ada lagi air hujan yang dapat di resapkan ke
dalam tanah sebagai cadangan air tanah dan sebagian besar dialirkan sebagai aliran
permukaan sehingga kapasitas aliran drainase terutama di kawasan perkotaan tidak
memadai.
Dari aspek kondisi lingkungan hidup, rendahnya kualitas air tanah tingginya
polusi udara dan kebisingan di perkotaan merupakan hal-hal yang langsung maupun
tidak langsung terkait dengan keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) secara ekologis.
Disamping itu tingginya frekuensi banjir di perkotaan juga diakibatkan karena
terbatasnya daerah resapan air dan tingginya volume air permukaan run off (Marfai,
2005).
Keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) di setiap kota memiliki tiga fungsi
penting yaitu ekologis, sosial-ekonomi dan evakuasi. Fungsi ekologis yaitu dapat
meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara dan
2
pengatur iklim mikro. Fungsi lainya yaitu sosial-ekonomi untuk memberikan fungsi
sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi dan sebagai taman kota. Sementara
evakuasi berfungsi antaralain untuk tempat pengungsian saat terjadi bencana alam.
Dengan keberadaan RTH yang ideal, maka kesehatan warga kota yang bersangkutan
menjadi baik. Ruang Terbuka Hijau juga dapat mengurangi kadar polutan seperti
timah hitam dan timbal yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Manfaat Ruang
Terbuka Hijau (RTH) memberikan kesegaran dan keindahan sebagai paru-paru kota,
memberikan lingkungan yang sehat bagi penduduk kota, sebagai tempat peresapan air
guna menjaga keseimbangan tata air dalam tanah, mengurangi aliran permukaan, dan
menjaga agar kesuburan tanah tetap terjaga.
Dalam hal ini, diperlukan pemikiran jauh ke depan, yang tidak hanya
berorientasi pada pemenuhan tujuan berjangka pendek agar pembangunan kota lebih
mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.
Strategi pemanfaatan ruang, baik untuk kawasan budidaya maupun kawasan lindung,
perlu dilakukan secara kreatif, sehingga konversi lahan dari pertanian produktif
ataupun dari kawasan hijau lainnya menjadi kawasan non hijau dan non produktif,
dapat dikendalikan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi
udara (paru-paru kota);
Pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami
dapat berlangsung lancar;
Sebagai peneduh;
Produsen oksigen;
Fungsi estetika
2
BAB III
PEMBAHASAN
2
dan keterbatasan sumber daya alam. Jumlah penduduk yang meningkat secara
langsung akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan sumber daya alam yang
ada didaerah tersebut. Dengan demikian kegiatan pembangunan dan peningkatan
jumlah penduduk dapat mengakibatkan tekanan terhadap sumber daya alam dan
penurunan mutu lingkungan.
Kegiatan pembangunan yang secara langsung membutuhkan lahan baik untuk
kegiatan pertanian, ekonomi, pemukiman, dan kegiatan lainnya akan berdampak pada
munculnya konflik pemanfaatan lahan. Indikasi terjadinya penurunan daya dukung
lingkungan di suatu wilayah perkotaan dapat dilihat dari berbagai bencana yang
terjadi, misalnya banjir, kekeringan, dan sebagainya. Penyebab banjir sungai yang
paling dominan adalah adanya perubahan tata guna lahan di daerah aliran sungai
(DAS). Perubahan tata guna lahan di hulu DAS menyebabkan peningkatan debit
banjir, erosi di DAS dan sedimentasi di sungai. Akibatnya sungai menjadi dangkal,
kapasitas penampangnya menjadi lebih kecil, sehingga bila sungai tidak bisa
menampung maka terjadilah banjir sungai dan genangan di sekitarnya (Sadtim,
2011).
Penyebab banjir di perkotaan yang paling dominan adalah perubahan tata
guna lahan di daerah aliran sungai, yaitu adanya peningkatan kebutuhan misalnya
untuk perumahan ataupun industri dari pengembangan kota. Dalam masalah banjir,
karena berubahnya komponen hidrologi seperti daya serap air yang masuk kedalam
tanah terlalu banyak maka air akan mengalir diatas permukaan menuju ke tempat
yang lebih rendah. Drainase yang kurang baik maka air tersebut akhirnya melewati
kawasan permukiman penduduk dan bila berlebihan akan menimbulkan banjir.
Banjir juga tidak luput dari perilaku manusia dan dampak dari pembangunan
fisik perkotaan. Fenomena bencana banjir merupakan salah satu dampak dari
kesalahan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. Pertama beralihnya fungsi
penggunaan lahan di daerah terbuka misalnya daerah pertanian menjadi kawasan
permukiman dan kawasan terbangun mengakibatkan aliran permukaan menjadi lebih
besar, kedua tidak adanya kesadaran dan kepekaan terhadap lingkungan dari perilaku
masyarakat. Pembuangan sampah di sungai menyebabkan terjadinya pendangkalan
2
dan penyumbatan aliran sungai. Ketiga tidak dipatuhinya berbagai peraturan terutama
dalam kegiatan pembangunan. Peraturan dalam pembangunan perumahan misalnya,
keharusan menyisakan lahan terbuka untuk daerah peresapan air hujan tidak
dilakukan oleh masyarakat. Sehingga ketika hujan air tidak bisa masuk ke dalam
tanah karena kurangnya lahan terbuka di daerah tersebut dan banjir pun tidak dapat di
hindari (Marfai, 2005). Dari berbagai faktor tersebut di atas sebenarnya telah
mencerminkan bahwa kurangnya kesadaran masyarakat perkotaan dalam menyikapi
dan merespons sumber daya alam dan lingkungan akan dampak yang ditimbulkan di
kemudian hari.
2
1
Makalah Lokakarya Pengembangan Sistem RTH Di Perkotaan Dalam Rangkaian Acara Hari Bakti
Pekerjaan Umum Ke 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum
pengungsian saat terjadi bencana alam. Dengan keberadaan RTH yang ideal, maka
kesehatan warga kota yang bersangkutan menjadi baik. RTH juga dapat mengurangi
kadar polutan seperti timah hitam dan timbal yang berbahaya bagi kesehatan
manusia.
Adapun manfaat ruang terbuka hijau bagi perkotaan adalah:
1. Memberikan kesegaran dan keindahan sebagai paru-paru kota.
2. Memberikan lingkungan yang sehat bagi penduduk kota.
3. Sebagai tempat peresapan air guna menjaga keseimbangan tata air dalam
tanah, mengurangi aliran permukaan, dan menjaga agar kesuburan tanah
tetap terjaga.
Keberadaan ruang terbuka hijau seringkali masih dikalahkan oleh berbagai
kepentingan lain yang lebih menguntungkan pada pembangunan fisik untuk
kepentingan ekonomi. Akibatnya, kebutuhan ruang terbuka hijau untuk berlangsung-
nya proses ekologis kurang terakomodasi dan berdampak pada permasalahan
manajemen pengelolaan ruang terbuka hijau. Dengan ukuran luas ruang terbuka hijau
yang kurang optimal maka dapat menimbulkan dampak negatif bagi perkotaan antara
lain:
1. Menurunkan kenyamanan kota; penurunan kapasitas dan daya dukung
wilayah (pencemaran meningkat, ketrsediaan air tanah menurun, suhu kota
meningkat, dan lain-lain).
2. Menurunkan keindahan kota.
Salah satu faktor yang menyebabkan banjir adalah alih fungsi lahan. Proses
alih fungsi lahan dari lahan pertanian atau hutan ke perumahan akan dapat
menimbulkan dampak negatif, apabila tidak diikuti oleh upaya-upaya
menyeimbangkan kembali fungsi lingkungan. Ketika terjadi hujan yang cukup
tinggi dan yang lahan yang tersedia untuk resapan air tidak ada sehingga hal ini dapat
menyebabkan banjir di daerah perkotaan.
2
Mencegah dan menanggulangi banjir tidak dapat dilakukan oleh pemerintah
atau perorangan saja, tetapi dibutuhkan komitmen dan kerjasama dari berbagai pihak
untuk menghindarkan kota dari bencana banjir. Manusia yang mengakibatkan banjir,
manusia pula yang harus bersama-sama menyelamatkan kota. Menurut (Sadtim,
2011) Adapun langkah-langkah untuk mengatasi banjir di perkotaan adalah sebagai
berikut.
1. Membuat sumur resapan air
Berkurangnya lahan resapan air dan penggunaan air tanah yang sangat
berlebihan menyebabkan turunnya permukaan air tanah. Hal ini berakibat pada
semakin sulitnya untuk mendapatkan air yang berkualitas. Kondisi ini diperparah
dengan semakin tergusurnya keberadaan pepohonan oleh bangunan-bangunan
sehingga daya serap tanah terhadap air semakin berkurang.
2
BAB IV
PENUTUP
2
DAFTAR RUJUKAN
Sadtim, 2011. Pemanfaatan Lahan Dan Potensi Banjir Di Perkotaan. Jurnal Teknik
Universitas Negeri Malang. 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Edisi Kelima.