1 (April, 2019)
ABSTRAK
Dampak perkembangan jumlah penduduk sebuah wilayah adalah berkembangnya wilayah tersebut,
disebabkan oleh berbagai macam kebutuhan untuk mendukung berlangsungnya kehudupan manusia,
sehingga terjadilah konversi lahan. Konversi lahan ruang terbuka hijau (RTH) menjadi lahan terbangun
ditengarai menjadi penyebab tidak seimbangnya fungsi ekologis suatu wilayah. Berkurangnya RTH
mengakibatkan terjadinya kenaikan temperatur udara bahkan kualitas udara lokal dalam wilayah kota.
Ruang terbuka hijau kota merupakan salah satu elemen infrastruktur hijau kota sebagai pendukung fungsi
ekologis wilayah. Alun-alun kabupaten Ponorogo merupakan ruang terbuka publik yang sekaligus menjadi
RTH kawasan kota. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kondisi kualitas alun-alun kabupaten
Ponorogo sebagai ruang terbuka hijau dan sebagai elemen infrastruktur hijau kota. Berdasarkan tujuan
yang akan dicapai dan jenis objek yang akan ditinjau, maka metode penellitian ini adalah menggunakan
studi kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah tipologi, historis dan topologi. Metode pengumpulan
data menggunakan teknik observasi, dokumentasi, dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
jenis pengembangan atau pembangunan ruang terbuka hijau untuk kota dengan kepedulian lingkungan
adalah pengembangan infrastruktur hijau di kota yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat,
meningkatkan fungsi ekologis berupa daerah tangkapan air hujan, mempertahankan ketersediaan sumber
daya air, menjaga ketersediaan udara bersih, menjaga suhu udara, menjadi habitat bagi beberapa jenis
hewan seperti burung, dan sebagainya.
ABSTRACT
The impact of population growth in a region is the development of the region itself, due to the wide range of
needs to support human life so that the land conversion occurs. The conversion of green open space into
built-up land is suspected to be the cause of imbalance in the ecological functions of a region. The
reduction in green open space has resulted in an increase in air temperature and also local air quality within
the city. The green open space is one of the city's green infrastructure elements to support the ecological
function of the region. Ponorogo district square is a public open space which also becomes a green open
space in the city region. It is used for supporting the administrative, socio-cultural, sports, economic,
ecological and other functions. The purpose of this study is to examine the condition of the quality of the
Ponorogo district square as a green open space and as an element of the city's green infrastructure. Based
on the objectives to be achieved and the types to be reviewed, the method of this study is by using the
qualitative study. The approach used is typology, history, and topology. The method of data collection uses
observation, documentation, and interview techniques. The results showed that the type of development or
construction of green open space for a city with environmental awareness is the development of green
infrastructure in the city that can improve the quality of people's lives, improve ecological functions in the
form of rainwater catchment area, maintain the availability of water resources, maintain clean air availability,
maintain air temperature, become a habitat for several types of animals such as birds, and so on.
https://journal.umbjm.ac.id/index.php/jamang/ 47
ISSN : 2656-7180 Vol. 1 No. 1 (April, 2019)
https://journal.umbjm.ac.id/index.php/jamang/ 48
ISSN : 2656-7180 Vol. 1 No. 1 (April, 2019)
ruang luar yang dapat digunakan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RT)
aktivitas penduduk kota sehari-hari. Ruang publik Secara umum ruang terbuka publik (open
dapat juga diartikan sebagai ruang kota atau spaces) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka
Urban Open Space, di mana terbentuk karena hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang
adanya bangunan dan ruang dalam satu Terbuka Hijau (RTH) perkotaan adalah bagian
kesatuan yang saling mendukung. Ruang publik dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu
dapat terjadi dengan membatasi alam sebagai wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan,
wadah untuk beraktivitas penduduk sehari-hari. tanaman dan vegetasi (endemik maupun
Ruang publik yang merupakan alun-alun sebagai introduksi) guna mendukung manfaat ekologis,
infrastruktur hijau kota dilengkapi dengan elemen- sosial-budaya dan arsitektural yang dapat
elemen yang dapat mendukung keberadaannya, memberikan manfaat ekonomi (kesejahteraan)
misalnya bangku-bangku, pohon-pohon peneduh, bagi masyarakatnya. Sukawi (2010) menjelaskan
jalur pedestrian, dan lain-lain. Fungsi-fungsi yang bahwa Ruang terbuka non-hijau dapat berupa
dapat dihasilkan oleh ruang publik yang dalam hal ruang terbuka yang diperkeras (paved) maupun
ini adalah alun-alun yaitu: ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan
a. Fungsi rekreasi, masyarakat dapat sungai, danau, maupun areal-areal yang
memanfaatkan ruang publik yang berupa diperuntukkan sebagai genangan retensi. Secara
ruang terbuka (misal alun-alun) yang ada untuk fisik ruang terbuka hijau dapat dibedakan menjadi
berekreasi, melepas lelah, bersantai, dan lain- ruang terbuka hijau alami yang berupa habitat liar
lain. alami, kawasan lindung dan taman-taman
b. Fungsi sosial, ruang publik yang ada dapat nasional, maupun ruang terbuka hijau non-alami
dijadikan sebuah tempat untuk bersosialisasi atau binaan yang seperti taman, lapangan olah
dengan masyarakat yang lain. raga, dan kebun bunga. Dari segi fungsi ruang
c. Fungsi biologis, dengan adanya ruang publik terbuka hijau dapat berfungsi secara ekologis,
yang berupa alun-alun ini, diharapkan dapat sosial/budaya, arsitektural, dan ekonomi. Secara
memberikan udara segar ditandai dengan ekologis ruang terbuka hijau dapat meningkatkan
banyaknya pohon yang ditanam pada daerah kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi
sekitar alun-alun tersebut. Dengan demikian polusi udara, dan menurunkan temperatur kota.
ruang publik tersebut dapat digunakan sebagai Bentuk-bentuk ruang terbuka hijau perkotaan
tempat untuk berolahraga. yang berfungsi ekologis antara lain seperti sabuk
d. Fungsi estetis, diantara kepadatan suatu kota, hijau kota, hutan kota, taman botani, sempadan
kehadiran alun-alun sebagai ruang publik ini sungai dll. Secara sosial-budaya keberadaan
dapat memberikan suatu pandangan lain, yaitu ruang terbuka hijau dapat memberikan fungsi
keasrian, kesegaran dan keindahan. sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi,
dan sebagai tetenger kota yang berbudaya.
e. Fungsi fisik, memberikan kesan menyatukan
antara bangunan-bangunan yang ada di Bentuk ruang terbuka hijau yang berfungsi sosial-
sekitar kawasan alun-alun tersebut. budaya antara lain taman-taman kota, lapangan
olah raga, kebun raya, TPU dsb. Secara
Tipologi ruang terbuka publik di perkotaan
arsitektural ruang terbuka hijau dapat
dikelompokan berdasarkan jenisnya. Dari
meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan
pengelompokkan tersebut, yang merupakan
kota melalui keberadaan taman-taman kota,
ruang terbuka publik yaitu taman-taman publik
kebun-kebun bunga, dan jalur-jalur hijau di
(public parks), lapangan dan plaza (square and
jalanjalan kota. Sementara itu ruang terbuka hijau
plaza), taman peringatan (memorial parks), pasar
juga dapat memiliki fungsi ekonomi, baik secara
(markets), jalan (streets), lapangan bermain
langsung seperti pengusahaan lahan-lahan
(playground), ruang terbuka untuk masyarakat
kosong menjadi lahan pertanian/ perkebunan
(community open spaces), jalan hijau dan jalan
(urban agriculture) dan pengembangan sarana
taman (greenways and parkways), atrium/pasar
wisata hijau perkotaan yang dapat mendatangkan
tertutup (atrium/indoor market place), ruang
wisatawan.
terbuka yang dapat diakses oleh publik seperti
Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri
sudut-sudut jalan, jalan menuju gedung, dan lain-
No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan ruang
lain (found spaces/everyday open spaces) dan
terbuka hijau di Wilayah Perkotaan, Ruang
tepi laut (waterfronts) (Carr, dalam Putra et al,
terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau
2015).
wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk
https://journal.umbjm.ac.id/index.php/jamang/ 49
ISSN : 2656-7180 Vol. 1 No. 1 (April, 2019)
area/kawasan maupun dalam bentuk area seperti taman kota, taman lingkungan, taman
memanjang/jalur dimana di dalam pemakaman, telaga/danau, hutan kota dan hutan
penggunaannya lebih bersifat terbuka pada lindung yang dapat berfungsi sebagai destinasi
dasarnya tanpa bangunan. Dalam ruang terbuka satwa dan proses-proses ekologis. Menurut
hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau Nirwono & Ismaun (2011) pengembangan
tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah infrastruktur hijau dapat mendukung kehidupan
ataupun budidaya tanaman seperti lahan warga, menjaga proses ekologis, keberlanjutan
pertanian, pertamanan, perkebunan dan sumber daya air, dan udara bersih, yang memberi
sebagainya. Arsyad & Ernan (2008) menjelaskan sumbangan pada kesehatan dan kenyamanan
bahwa pengembangan ruang terbuka hijau dapat warga.
dipandang dari berbagai sudut pandang sebagai
berikut: Lokasi Penelitian
Kabupaten Ponorogo adalah sebuah daerah
a. Lingkungan/ekologi, ruang terbuka hijau di wilayah Provinsi Jawa Timur yang berada pada
merupakan paru-paru kota sekaligus penjaga posisi 200 Km sebelah barat daya ibu kota
kestabilan iklim mikro. Provinsi, dan 800 Km dengan ibu kota Negara
b. Sosial, ruang terbuka hijau merupakan Indonesia. Wilayah kabupaten ini berbatasan
tempat/media masyarakat untuk saling langsung dengan kabupaten Wonogiri Provinsi
berinteraksi mendapatkan kebutuhan rekreatif. Jawa Tengah pada isi barat, kabupaten Pacitan
c. Ekonomi, keberadaan ruang terbuka hijau pada sisi selatan, kabupaten Trenggalek pada sisi
adalah satu faktor yang dapat secara signifikan timur, dan kabupaten Madiun pada sisi sebelah
meningkatkan nilai lahan disekitarnya. utara.
d. Arsitektur, ruang terbuka hijau merupakan
unsur pembentuk lansekap kawasan yang
mampu memberikan ciri keindahan.
https://journal.umbjm.ac.id/index.php/jamang/ 50
ISSN : 2656-7180 Vol. 1 No. 1 (April, 2019)
https://journal.umbjm.ac.id/index.php/jamang/ 51
ISSN : 2656-7180 Vol. 1 No. 1 (April, 2019)
Fungsi alun-alun kabupaten Ponorogo ini plaza-plaza patung singa sebagai insfrastruktur
sangat beragam, sebagai ruang umum bersama elemen fisik yang didukung dengan pelengkap
yang digunakan sebagai ruang pusat berbagai tempat duduk /sitting groub yang bisa digunakan
macam kegiatan masyarakat baik yang diadakan masyarakat untuk duduk bersama. Hal tersebut
oleh pemerintah maupun yang diadakan oleh sebagai penunjang kegiatan sosial budaya
masyarakat. Fungsi sebagai ruang terbuka publik masyarakat yang kerap dilakukan disetiap
diantaranya: harinya.
a. Fungsi alun-alun sebagai ruang adminstratif,
yaitu pelaksanaan kegiatan upacara Optimalisasi Ruang Terbuka Hijau (RTH)
kenegaraan untuk memperingati hari Sebagai Infrastruktur Hijau Kota.
kemerdekaan republik Indonesia.
b. Fungsi alun-alun sebagai ruang sosial budaya,
Titik
merupakan ruang yang digunakan masyarakat
vegetasi
untuk berekspresi sperti kegiatan
berkomunikasi bersama /bercengkrama dan
kegiatan pagelaran seni budaya tradisional. U
c. Alun-alun sebagai ruang sarana olahraga,
merupakan ruang terbuka publik yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai ruang
sarana olahraga, kegiatan olahraga biasanya
dilaksanakan pada pagi dan sore hari.
d. Alun-alun sebegai sarana rekreasi, merupakan
salah satu pilihan tempat untuk berekreasi
yang mudah dan murah. Karena untuk
menikmati suasana alun-alun mudah diakses
dan tidak dipungut biaya, berada di pusat kota
dan pusat sirkulasi sehingga mudah untuk Gambar 3. Layout citra satelit tittik vegetasi alun-alun
diakses.
e. Alun-alun sebagai sarana perekonomian, Sebagai ruang terbuka publik dan ruang
merupakan ruang yang dimafaatkan sebagai terbuka hijau Kota Ponorogo, alun-alun
lahan mencari keberuntungan ekonomi oleh kabupaten Ponorogo telah memberikan peranan
para PKL dengan menjual baranag, makanan yang cukup baik dalam pemenuhan elemen fisik
/minuman, serta persewaan jasa wahana dan fungsi ruang sebagai insfrastruktur hijau kota.
permaian. Ditengari dengan adanya penataan vegetasi
f. Alun-alun sebagai sarana penunjang kegiatan tumbuhan di sekeliling area alun-alun.
keagamaan, seperti pelaksanaan sholat idhul Menurut Rijal (2008) optimalisasi ruang
fitri dan sholat idhul adha. terbuka hijau dalam usaha pengembangan ruang
Alun-alun kabupaten Ponorogo telah terbuka hijau dapat dilaksanakan dengan cara
mengalami berbagai macam perkembangan serta intensifikasi dan cara ekstensifikasi. Cara yang
perubahan melalui beberapa periodesasi masa pertama (intensifikasi) adalah usaha penanaman
pemerintahan. Sejak awal terbentuknya alun-alun tanaman untuk mengkayakan dan memperbaiki
kabupaten Ponorogo sekitar tahun 1837 yang serta meningkatkan mutu tata hijau pada wilayah-
semula merupakan hamparan tanah lapang wilayah yang sudah merupakan daerah tata hijau.
dengan permukaan tanah berumput dan vegetasi Cara intensifikasi dapat dilakukan pada daerah-
pertama yang ditanam adalah pohon beringin daerah yang tidak dimungkinkan lagi untuk
saja. Namun kini perubahan dilakukan oleh dilaksanakan penambahan luas ruang terbuka
pemerintah kabupaten sebagai pemilik kuasa hijau karena keterbatasan lahan. Ruang terbuka
atas ruang dengan tujuan untuk menunjang yang telah ada di perkotaan dengan struktur
kegiatan dan fungsi ruang terbuka. Diantaranya penataan vegetasi tumbuhan hijau sehingga
penataan sebagai ruang terbuka hijau dengan memanfaatkan kemapuan dalam menyerap CO2
penataan menambahkan beberapa macam semakin optimal. Optimalisasi ruang terbuka hijau
vegetasi tumbuhan untuk menunjang fungsi ini dilakukan dengan menanam vegetasi dari
ekologi lingkungan. Penataan yang lain berupa jenis-jenis yang berbeda untuk menciptakan
penambahan jalur pedestrian, penambahan struktur berlapis. Komposisi struktur yang ada
https://journal.umbjm.ac.id/index.php/jamang/ 52
ISSN : 2656-7180 Vol. 1 No. 1 (April, 2019)
tinggal disesuaikan dengan penambahan jenis yang terbuat dari lapisan keramik yang bertekstur
vegetasi baru yang sesuai dengan struktur yang kasar.
belum ada (tanaman perdu, semak, atau pohon).
Kondisi ini akan menyebabkan kualitas ruang
terbuka hijau akan bertambah baikkarena dengan
pengaturan jenis dan komposisi tanaman yang
ada dalam suatu lahan ruang terbuka hijau maka
kemampuan tata hijau tersebut dalam menetralisir
CO2 juga semakin tinggi. Selain itu dengan
semakin banyaknya tumuhan hijau maka produksi
gas O2 pun akan semakin tinggi. Hal tersebut
akan berdampak pada bertambah baiknya
kualitas udara yang ada di kawasaan, serta
mengontrol suhu ruang kawasan. Gambar. 5 Vegetasi pada sisi sebelah utara.
Cara yang kedua adalah cara ekstensifikasi.
Ekstensifikasi dilakukan sebagai upayauntuk Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa terdapat
pengembangan ruang terbuka hijau dengan vegetasi berupa tumbuhan pohon beringin, palem
menambah luasan daerah tata hijaupada wilayah botol, pohon mindi, dan bunga sepatu.
perkotaan yang masih memungkinkan.Wilayah
kota yang masih kosong dan belum
termanfaatkan dengan baik merupakan daerah
yang potensil untuk dikembangkan menjadi ruang
terbuka baru. Pembangunan ruang terbuka
tersebut dibangun dengan bentuk dan tipe ruang
terbuka hijau yang sesuai dengan kondisi
lingkungan yang ada.
Intensifikasi yang terjadi pada alun-alun
kabupaten Ponorogo saat ini adalah dapat dilihat
pada gambar 3, bahwa perletakan atau tatanan
Gambar. 6 Vegetasi pada sisi sebelah barat.
vegetasi tumbuhan terdapat disekeliling luas luar
alun-alun berupa beberapa jenis tumbuhan Pada gambar 6 dapat dilihat bahwa terdapat
/pohon. Diantarannya adalah pohon beringin yang
sekaligus menjadi ikon vegetasi utama, pohon vegetasi berupa tumbuhan pohon mindi, palem
palem, pohon palem botol, pohon palem kipas, botol, dan bunga sepatu yang terdapat pada pot
pohon mindi, dan bunga-bunga sepatu. yang menjadi satu dengan tempat duduk. Di titik
ini juga terlihat jalur pejalan kaki yang terbuat dari
lapisan keramik yang bertekstur kasar.
https://journal.umbjm.ac.id/index.php/jamang/ 53
ISSN : 2656-7180 Vol. 1 No. 1 (April, 2019)
https://journal.umbjm.ac.id/index.php/jamang/ 54
ISSN : 2656-7180 Vol. 1 No. 1 (April, 2019)
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S & Ernan R. (2008). Penyelamatan
Tanah, Air dan Lingkungan. Jakarta:
Crestpent Press dan Yayasan Obor
Indonesia.
Kodoatie, R.J., (2003). Manajemen dan Rekayasa
Infrastruktur. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Nirwono, J., & Ismaun, I. (2011). RTH Resolusi
(Kota) Hijau. Jakarta : Gramedia.
Mangunsong, I., & Sihite, J. (1994). Prediksi
Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Jakarta
Barat Tahun 2005. Majalah Trisakti. No.14.
IV. Hal 17-22
Putra, et al. (2015). Kajian Transformasi Bentuk
dan Fungsi Alun-alun Bandung Sebagai
Ruang Terbuka Publik. Jurnal Online
Institut Teknologi Nasional. Jurusan Teknik
Arsitektur Itenas. 3 (3): 1-13.
Rijal, S. (2008). Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
Di Kota Makassar Tahun 2017. Jurnal Hutan
dan Masyarakat. Vol. III (1) 001-110.
Setyowati, L.D. (2008). Iklim Mikro Dan
Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Di Kota
Semarang. Jurnal Manusia dan Lingkungan.
Vol. 15. No. 3. Hal. 125-140.
Sukawi, MT. (2010). Paper: Kualitas dan
Kuantitas Ruang Terbuka Hijau (RTH) di
Permukiman Kota.
Zoer’aeni. (1995). Hutan Kota dan Lingkungan
Kota. Makalah Seminar pada Fakultas
Arsitektur Lansekap dan Teknik Lingkungan.
Universitas Trisakti, Jakarta.
https://journal.umbjm.ac.id/index.php/jamang/ 55