Anda di halaman 1dari 18

PEMANFAATAN TAMAN BUNG KARNO TABANAN SEBAGAI

URBAN LANDSCAPE UNTUK RUANG PUBLIK DAN LOKAWISATA

I Kadek Adi Purnawan


E-mail : kadekadipurnawan079@gmail.com

Program Studi Arsitektur Universitas Ngurah Rai

ABSTRAK
Indonesia merupakan negara berkembang, perkembangan tersebut dilakukan dalam bidang
pembangunan infrastruktur. Pembangunan tersebut dilakukan sebagai upaya untuk meratakan
pembangunan, menciptakan lapangan kerja baru, dan membatu pertumbuhan ekonomi. Sebagian
besar pembangunan tersebut difokuskan pada daerah perkotaan, karena segala bidang terjadi di
perkotaan, mulai dari pendidikan, perekonomian, dan pemerintahan. Hal tersebut berdampak pada
ekosistem perkotaan, yaitu ketidakseimbangan antara ekosistem alami dengan ekosistem buatan.
Ketidak seimbangan tersebut adalah kurangnya ruang terbuka hijau yang memberikan dampak
negative bagi manusia dan lingkungan. Sehingga perlu dilakukan upaya untuk mengatsai masalh
tersebut, upaya yang dapat dilakukan adalah menerapkan konsep lanskap kota. Sama seperti ruang
terbuka hijau, lanskap kota menerapkan konsep yang sama dan lebih focus ke permasalahn kota.
meskipun begitu, masih banyak kota-kota yang belum menerpakan konsep tersebut karena berbagai
macam alas an. Salah satunya adalah Tman Kota Bung Karno, Taman Bung Karno Merupakan
taman kota yang terletak di Kota Tanbanan. Taman ini merupakan taman yang diperuntukan
sebagai taman seni dan budaya sehingga kurang memperhatikan lingkunagn sekitarnya. Sehingga
diperlukanlah upaya dan rencana untuk menerapkan konsep lanskap kota dengan menggunakan
elemen lanskap kota (hardscape dan softscape) di Taman Bung Karno.

Kata kunci: Lanskap kota, ruang publik, tempat wisata

ABSTRACT
Indonesia is a developing country, these developments are carried out in the field of infrastructure
development. The development is carried out as an effort to level development, create new jobs, and help
economic growth. Most of the development is focused on urban areas, because all areas occur in urban areas,
ranging from education, economy, and government. This has an impact on urban ecosystems, namely the
imbalance between natural ecosystems and artificial ecosystems. The imbalance is the lack of green open
space which has a negative impact on humans and the environment. So it is necessary to make efforts to
understand the mass, the effort that can be done is to apply the concept of urban landscape. Just like green
open space, the cityscape applies the same concept and focuses more on urban problems. Even so, there are
still many cities that have not implemented the concept because of various kinds of pedestals. One of them
is Tman Karno City, Karno Park Is a city park located in Tanbanan City. This park is a park intended as an
art and cultural park so it does not pay attention to the surrounding environment. So efforts and plans are
needed to apply the concept of urban landscape using elements of the city landscape (hardscape and
softscape) in Karno Park.

Keywords: Cityscapes, public spaces, tourist attractions


1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Indonesia merupakan negara berkembang, perkembangan tersebut dilakukan dalam bidang
pembangunan infrastruktur. Pembangunan tersebut dilakukan sebagai upaya untuk meratakan
pembangunan, menciptakan lapangan kerja baru, dan membatu pertumbuhan ekonomi. Sebagian besar
pembangunan tersebut difokuskan pada daerah perkotaan, karena segala bidang terjadi di perkotaan,
mulai dari pendidikan, perekonomian, dan pemerintahan. Hal tersebut berdampak pada ekosistem
perkotaan, yaitu ketidakseimbangan antara ekosistem alami dengan ekosistem buatan. Salah satu ciri
dari ekosistem buatan adalah keberadaan ekosistem alami yang relatif sangat kecil dan kualitasnya
akan mempengaruhi kualitas ekosistem kota (Wirasonjaya, 1996). Ruang terbuka hijau (RTH)
khususnya di wilayah perkotaan memiliki fungsi yang penting di antaranya terkait aspek ekologi,
sosial budaya, dan estetika. Berkaitan dengan fungsi secara ekologi misalnya, ruang terbuka hijau
berfungsi sebagai pengendali iklim yakni sebagai produsen oksigen, peredam kebisingan, dan juga
berfungsi sebagai visual kontrol pandangan yaitu dengan menahan silau matahari atau pantulan sinar
yang ditimbulkan.

Isu yang berkembang dan terus menjadi perhatian dunia dari dampak negatif pembangunan
adalah pemanasan global (Global Warming). Pemanasan global atau meningkatnya suhu
permukaan bumi, disebabkan oleh kenaikan intensitas Efek Rumah Kaca (ERK), yang dipicu oleh
meningkatnya kadar CO2 dalam atmosfer (Sumarwoto, 2004). Pembakaran bahan bakar fosil, yang
sebagian besar dihasilkan oleh kegiatan kendaraan bermotor dan sebagian kecil oleh industri atau
perubahan lahan, telah meningkatkan efek rumah kaca alami yang menyebabkan terjadinya
pemanasan global. Peningkatan kadar CO2 merupakan gas rumah kaca utama (Sutamiharja, 2009).
Ekosistem perkotaan merupakan interaksi antara manusia dengan proses ekologi yang sangat
kompleks (Alberti, 2009). Kegiatan manusia akan memicu perubahan lingkungan, yang secara
sistem, lingkungan akan beradaptasi mencari keseimbangan. Perubahan lingkungan dapat dilihat
dari perubahan lahan. Perubahan lahan di perkotaan, akan cenderung mengubah lahan tidak
terbangun menjadi lahan terbangun, baik permukiman maupun kegiatan lainnya. Setiap penggunaan
lahan mempunyai tingkat daya serap masing-masing terhadap kadar CO2 (Prasetyo et al. 2002).

Keberadaan ruang terbuka hijau di perkotaan untuk menjaga keseimbangan ekosistem


perkotaan, baik sistem hidrologi dan mikroklimat maupun ekosistem lainnya, sangat diperlukan
untuk meningkatkan ketersediaan air dan udara bersih bagi masyarakat serta menciptakan estetika
(Joga dan Ismaun, 2011). Selain itu, hubungan kausal antara penggunaan lahan dan transportasi
akan mendorong tingginya volume lalu lintas kendaraan bermotor yang melewati ruas jalan kota,
yang berkonsekuensi pada semakin tinggi kadar CO2. Kondisi jalur hijau akan hilang apabila
penggunaan lahannya dipergunakan untuk permukiman atau jasa perdagangan. Oleh karena
itu, mengetahui perubahan lahan dan polanya, serta volume lalu lintas akan membantu melihat
fungsi ekologis ruang terbuka hijau, khususnya parameter CO2, di suatu kota atau ruas
jalan kota.

Tingginya CO2 juga sangat mempengaruhi suhu kota, di tambah Indonesia merupakan negara yang
beriklim tropis. Dengan sinar matahari yang bersinar sampai 12 jam sehari, ditambah dengan polusi
udara yang berdampak pada peningkatan suhu udara di kota. pemanasan global yang terjadi di dunia
dalam 100 tahun terakhir meningkat 0,6˚C, dengan adanya polusi udara meningkat sampai 1,4˚C.
Pembangunan kota dapat menaikkan suhu lokal kota di mana laju kenaikan suhu sebanding dengan
laju pembangunan kota (Fukui Y, 2003). Rata-rata suhu tahunan di kawasan perkotaan lebih besar
3C dibandingkan dengan kawasan pedesaan. Suhu minimum lebih besar dari 1-2˚C dan suhu
maksimum 1-3˚C (Lansberg 1960). Perbedaan ini tergantung pada ukuran fungsi, kedudukan
kota itu sendiri dan juga iklim makro kota tersebut. Peningkatan suhu perkotaan juga dipengaruhi
oleh kurangnya vegetasi atau penghijauan di kota yang di sebabkan oleh lahan tani atau ruang terbuka
hijau yang di manfaatkan sebagai lahan pembangunan kota, hal tersebut berpengaruh pada kondisi
lingkungan yang kurang baik.
Adapun dalam aspek sosial budaya, salah satu fungsi dari ruang terbuka hijau (RTH) di antaranya
adalah sebagai ruang komunikasi dan interaksi sosial bagi masyarakat. Hal ini dapat diwujudkan
melalui RTH yang bersifat publik. Peranan ruang publik sebagai salah satu elemen kota dapat
memberikan karakter tersendiri, dan pada umumnya memiliki fungsi interaksi sosial bagi masyarakat,
kegiatan ekonomi rakyat dan tempat apresiasi budaya. Perlu dipikirkan keterkaitan antara fasilitas
pelayanan umum yang memiliki nilai komersial dengan ruang-ruang publik secara sinergis. Dalam
pasal 28 UU RI Nomor 26 tahun 2007 perlunya rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka
hijau dan non-hijau, penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan
umum, kegiatan sektor informasi dan ruang evakuasi bencana yang dibutuhkan untuk menjalankan
fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah. Secara
rinci dipertegas dengan Pasal 29 yang merupakan kelanjutan pasal 28 bahwa proporsi ruang terbuka
hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota, dan proporsi ruang terbuka hijau
publik pada wilayah kota paling sedikit 20%. Karena pentingnya fungsi ruang publik dalam
perencanaan kota perlu diuraikan sebagai berikut (Darmawan, 2003).

a) Sebagai pusat interaksi, komunikasi masyarakat, baik formal maupun informal seperti upacara
bendera, sebagai kegiatan keagamaan masyarakat, dan peringatan-peringatan yang lain; serta informal
seperti pertemuan-pertemuan individual, kelompok masyarakat dalam acara santai dan rekreatif seperti
konser musik, pentas seni, dan festival-festival tertentu yang di selenggarakan: b) berbagai televisi
swasta atau demo mahasiswa yang menjadi pemandangan sehari-hari akhir-akhir ini dengan tujuan
untuk menyampaikan aspirasi, ide-ide atau protes terhadap keputusan-keputusan pihak penguasa,
instansi atau lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta yang lain: c) Sebagai ruang terbuka yang
menampung koridor-koridor, jalan yang menuju ke arah ruang publik tersebut dan ruang pengikat
dilihat dari struktur kota, sekaligus sebagai pembagi ruang-ruang fungsi bangunan di sekitarnya serta
ruang untuk transit bagi masyarakat yang akan pindah ke arah tujuan lain: d) Sebagai tempat pedagang
kaki lima yang menjajakan makanan dan minuman, pakaian, souvenir, dan jasa intertainment, dan
tempat musisi jalanan: e) Sebagai paru-paru kota yang dapat menyegarkan kawasan tersebut, sekaligus
sebagai ruang evakuasi untuk menyelamatkan masyarakat apabila terjadi bencana gempa atau yang
lain.

Sebaliknya, timbul dilema karena banyak investor yang mengincar ruang-ruang publik kota sebagai
tempat bisnis. Secara langsung investor beranggapan bahwa pemanfaatan ruang-ruang publik kota
tersebut secara langsung tidak banyak memberikan kontribusi yang berarti. sehingga banyak yang
bersikeras untuk mengubah fungsi ekonomi yang lebih menguntungkan. Di masa mendatang pada
setiap program yang akan mengubah fungsi ruang publik dengan fungsi lain harus melalui proses yang
melibatkan pendapat atau aspirasi masyarakat kota, dan mempertimbangkan undang-undang baru
Penataan Ruang. Ruang publik yang menarik akan selalu dikunjungi oleh masyarakat luas dengan
berbagai tingkat kehidupan sosial, ekonomi, etnik, tingkat pendidikan, perbedaan umur dan motivasi
atau tingkat kepentingan yang berlainan. Kriteria ruang publik secara esensial ada tiga macam sebagai
berikut: a) Dapat memberikan makna atau arti bagi masyarakat setempat secara individual maupun
kelompok (meaningful): b) Tanggap terhadap semua keinginan pengguna dan dapat mengakomodir
kegiatan yang ada pada ruang publik tersebut (responsive): c) Dapat menerima kehadiran berbagai
lapisan masyarakat, dengan bebas tanpa ada diskriminasi (democratic).

Siapa pun tanpa membedakan anak, dewasa, atau orang tua, kaya atau miskin, berpendidikan tinggi
atau rendah, atasan atau bawahan, dapat memanfaatkan ruang publik kota untuk segala macam
kegiatan baik individual atau berkelompok. Kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan
itulah kadang-kadang perlu pengendalian aktivitas-aktivitas yang terjadi, perlu pengaturan fungsi
ruang, sirkulasi lalu lintas dan parkir kendaraan bermotor, perlu penempatan pedagang kaki lima dan
sebagainya sehingga pengertian demokratis tidak diartikan sebagai kebebasan yang menyimpang dari
harapan kita. Secara langsung dari segi finansial, fungsi ruang publik tidaklah memberi kontribusi
besar kepada investor, akan tetapi ruang publik merupakan salah satu pendukung kegiatan dalam
perancangan kota yang harus dipertimbangkan, secara tidak langsung sangat mendorong
perkembangan kawasan tersebut. Menunjukkan bahwa tiga kriteria di atas dapat dicapai dengan baik
(Yolanda, 2002) Selanjutnya diperlukan penataan yang baik agar dapat tercapai keseimbangan di
kawasan tersebut.

Selain sebagai ruang interaksi masyarakat, RTH publik baiknya juga memenuhi fungsi sebagai
sarana rekreasi, olahraga, sarana pendidikan, bahkan sebagai pusat kuliner. Sebagai sarana rekreasi,
RTH harus memiliki unsur-unsur wisata. menurut Soemanto (1999), unsur-unsur wisata meliputi
wisatawan, waktu luang, daya tarik wisata, serta fasilitas yang menopang tempat wisata tersebut
Adapun unsur-unsur wisata/rekreasi yang ada di dalamnya wisatawan, waktu luang, daya tarik wisata,
fasilitas yang menopang. Selain itu RTH sebagai pariwisata dapat membantu individu atau kelompok
untuk mencapai tujuan yang dijelaskan oleh James. J. Spillane (1987:20) pariwisata adalah kegiatan
melakukan perjalanan dengan tujuan mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui
sesuatu, memperbaiki kesehatan, menikmati olahraga atau istirahat, menunaikan tugas, dan lain-lain.

Menurut Bonniface dan Cooper (1998) jika dilihat dari waktu dan jarak yang ditempuh maka
kegiatan waktu luang terbagi menjadi dua yaitu waktu luang pendek dan waktu luang panjang.
Waktu luang pendek terdiri dari home-based recreation dan daily leisure dimana aktivitas rekreasi
yang dilakukan adalah di luar rumah maupun di sekitar rumah seperti membaca, berkebun, olahraga,
berjalan-jalan di taman, dan lain sebagainya. Sedangkan waktu luang panjang terdiri dari day trip
dan tourism (wisata), aktivitas yang dilakukan adalah melakukan perjalanan sementara dari suatu
daerah dengan tujuan di luar lingkungan rumah dan tempat kerja biasa. Setiap individu masyarakat
kota dengan mobilitas tinggi rata-rata di setiap harinya tidak memiliki waktu luang yang panjang
untuk melakukan perjalanan wisata sebagai kegiatan rekreasi. Bagi masyarakat kota yang hanya
memiliki waktu luang pendek aktivitas yang dilakukan sangat terbatas seperti membaca buku,
membaca majalah, mendengarkan musik, atau hanya sekedar berjalan-jalan di sekitar rumah atau
di sekitar tempat bekerjanya.

Dari ruang terbuka hijau yang mampu menarik minat wisata juga dapat membantu perekonomian.
Dengan penataan ruang terbuka hijau yang tepat mampu menarik minat wisatawan dengan suasana
dan lingkungan RTH. Ruang terbuka hijau juga dapat meningkatkan stabilitas ekonomi masyarakat
dengan cara menarik minat wisatawan dan peluang-peluang bisnis lainnya, orang-orang akan
menikmati kehidupan dan berbelanja dengan waktu yang lebih lama di sepanjang jalur hijau, kantor-
kantor dan apartemen di areal yang berpohon akan disewakan serta banyak orang yang akan menginap
dengan harga yang lebih tinggi dan jangka waktu yang lama, kegiatan dilakukan pada perkantoran
yang mempunyai banyak pepohonan akan memberikan produktivitas yang tinggi. Kepada para pekerja
(Forest Service Publications, 2003. Trees Increase Economic Stability, 2003).

Mengenai ruang terbuka hijau (RTH) utamanya pada perkotaan sejalan dengan penerapan lanskap
perkotaan “Urban Landscape”. Sebelum membahas pengertian lanskap perkotaan, Kota dan urban
memiliki pengertian yang berbeda. Menurut (Kartono, 2015) Kota adalah batasan teritorial yaitu suatu
kawasan dengan karakteristik jumlah penduduk yang besar, heterogenitas, bentuk hubungan
kekerabatan yang longgar dan memiliki kebutuhan dan kepentingan yang kompleks. Kota sebagai
sistem ditandai dengan sarana prasarana yang lengkap dan sistem manajemen kerja yang profesional.
Pengertian Urban merujuk kepada cara hidup masyarakat kota(memiliki suasana kehidupan modern).
Pengertian ini juga didukung oleh Usop, (2019) bahwa kota adalah pusat pertumbuhan, pusat aktivitas
(pemerintahan, ekonomi, pendidikan, rekreasi, kesehatan dan sebagainya), di mana kota dapat
berkembang karena nilai strategis dan potensi yang melekat padanya (kota industri, kota pelabuhan,
kota pertambangan, kota pemerintahan, kota perkebunan). Pengertian kota sebagai pusat kegiatan,
khususnya ekonomi, telah dirumuskan oleh Karl Marx, (1845, dalam Pratschke, 2010) dalam karyanya
Das kapital, yang mengemukakan kota modern adalah kota kapitalis, yang dibentuk oleh orang yang
menanamkan modal besar dan mendapatkan untung yang besar.
Dalam pengertian landscape, Hard (1969, dalam Bruns et al., 2015) menyebutkan bahwa Landscape
memiliki pengertian semantik yang sangat luas, berkaitan dengan proses evolusi latar belakang ilmu
lanskap selama lebih dari seribu tahun, yang berkaitan dengan asosiasi, emosi dan kebangkitan.
Menurut penelitan Hokema (2015, dalam Bruns et al., 2015) citra dari suatu lanskap memiliki
keterkaitan dengan beberapa istilah meliputi alam, keindahan, negara, kota, dan taman, dan memiliki
tingkat relevansi yang tinggi dengan individu. Sebuah lanskap adalah tempat dimana manusia
membangun rumah, bekerja, menjalani kehidupan, dan bermimpi (Lowenthal, 2007 dalam
Keshtkaran, 2019). Lanskap dapat juga dianggap sebagai suatu habitat dimana merupakan aset
bersama semua orang baik unsur alam maupun penduduknya (Donadieu, 2013 dalam Keshtkaran,
2019).

Lanskap kota terdiri dari dua kata yang masing-masing memiliki makna interpretasi yang luas,
tergantung dari fungsi sudut pandang subjektif atau objektif. Zheng & Jiang, (2009) menyatakan
lanskap perkotaan adalah semacam lingkungan buatan manusia pada lingkungan alam yang memiliki
aspek fisik dan spiritual sendiri. Zhang, (2014) menambahkan lanskap perkotaan sebagai citra
lingkungan sosial budaya kota. Menurut Raskin (1974) lanskap perkotaan mencakup berbagai isu
seperti desain kota, perencanaan kota, pengelolaan kota, serta mengenali berbagai tujuan dan tanggung
jawab individu dalam perkotaan (Golkar, 2003 dalam Keshtkaran, 2019). Dalam perkembangannya
menurut De Wit, (2016) lanskap perkotaan kontemporer dicirikan oleh hubungan yang fleksibel dan
dinamis, kemacetan, layering (tersusun dari berbagai lapisan) dan interpenetrasi dari bentang alam dan
pemukiman menjadi tata ruang. menurut World Leisure Organization (WLO, 1975) yang
dikemukakan oleh (Zonneveld, 1989) menyebutkan bahwa lanskap sebagai bagian dari ruang di atas
permukaan bumi terdiri batuan, air, udara, tanaman, hewan, dan manusia.

Lanskap kota sering kali menggunakan fasilitas kota sebagai objek penerapnya, baik itu yang akan
di bangun, maupun memanfaatkan yang sudah ada. Penerapan lanskap kota biasnya terdapat pada
lapangan atau taman-taman di sekitar kota, paling umum di terpakan pada taman kota. taman kota
merupakan salah satu ruang terbuka hijau yang bersifat publik dan juga bisa di manfaatkan sebagai
objek wisata. Menurut Irwan Menurut Arifin (1991), taman kota merupakan salah satu kawasan ruang
terbuka hijau lengkap dengan segala fasilitasnya sesuai untuk pemenuhan kebutuhan rekreasi
masyarakat setempat, baik rekreasi aktif maupun pasif. Taman Kota adalah salah satu perwujudan dari
ruang terbuka publik yang memiliki peranan penting seperti peresapan air untuk mengurangi resiko
banjir, mengurangi tingkat polusi di lingkungan dan menghasilkan oksigen yang merupakan kebutuhan
hidup manusia (Sasongko,2002). Menurut Irwan (2007), taman kota adalah ruang terbuka hijau yang
mempunyai fungsi utama untuk keindahan dan interaksi sosial.

Terdapat banyak peran dan manfaat taman kota bagi masyarakat dan lingkungan misalnya seperti
a) Sebagai tempat rekreasi bagi masyarakat dan mampu mempengaruhi perekonomian; b) Sebagai
tempat olahraga baik itu menggunakan fasilitas khusus maupun tidak; c) Sebagai pelestarian
lingkungan ekosistem dengan banyaknya pepohonan di taman dapat membantu ekosistem pada
lingkungan seperti menjadi habitat bagi hewan-hewan. Selain manfaat, terdapat juga fungsi dari taman
kota menurut Zoer’aini (1997) fungsi taman kota yaitu, fungsi lanskap, fungsi pelestarian lingkungan,
fungsi estetika. Menurut Purnomohadi N (2006) fungsi taman kota yaitu, nilai edukatif, ruang kegiatan
dan tempat fasilitas kota, nilai estetika, kegiatan ekonomi, dan menurut Atmojo (2007) fungsi taman
kota adalah fungsi sosial, fungsi ekologi, fungsi hidrologi, fungsi kesehatan dan fungsi estetika.

Sekarang ini sudah banyak taman kota yang menerapkan konsep lanskap kota yang bertujuan untuk
memulihkan kondisi kesehatan masyarakat dan kota. tetapi masih banyak kota-kota tidak menerapkan
atau bahkan tidak mampu memaksimalkan taman kotanya menjadi lanskap perkotaan. Hal itu terjadi
karena kurang sadarnya pemerintah terhadap pentingnya ruang terbuka hijau pada daerah perkotaan.
Selain itu pemerintah juga belum memaksimalkan fasilitas yang sudah ada sebagai ruang terbuka hijau
yang mampu menampung kegiatan masyarakat. Jika pemerintah mampu memaksimalkan taman kota
yang sebagai lanskap perkotaan, hal tersebut dapat memberikan dampak positif terhadap
perkembangan ekonomi kota tersebut. Selain itu, peran taman kota yang menerpakan lanskap kota
sebagai pariwisata dapat memperkenalkan kota tersebut kepada masyarakat lokal maupun luar.
Salah satu kota yang belum memaksimalkan lanskap perkotaan pada taman kotanya adalah Kota
Tabanan yang ada di Bali. Tabanan adalah sebuah kabupaten di provinsi Bali, Indonesia, terletak
sekitar 35 km di sebelah barat kota Denpasar. Tabanan berbatasan dengan Kabupaten Buleleng di
sebelah utara, Kabupaten Badung di timur, Samudra Indonesia di selatan dan Kabupaten Jembrana di
barat. Luas Kabupaten Tabanan adalah 1.013,88 km² atau 17,54% dari luas provinsi Bali yang terdiri
dari daerah pegunungan dan pantai, menjadikan Tabanan berpotensi besar menjadi kota wisata. Potensi
wisata tersebut sebagian besar terjadi di daerah pedesaan, pegunungan dan pantai yang menjadi objek
wisata utama, terutama wisata alam. Daerah perkotaan hanya menjadi tempat beraktivitas dan bekerja
yang mengakibatkan Kota Tabanan menjadi padat, panas, dan kualitas udara kurang baik. Ditambah
penduduk yang berada di kota tidak mendapat ketenangan alam yang mudah dijangkau. Padahal
dengan memanfaatkan fasilitas taman kota yang sudah ada yaitu Taman Bung Karno atau sering
disebut Taman Garuda Wisnu Serasi menjadi lanskap kota yang baik dapat membantu meningkatkan
kualitas hidup masyarakat dan kualitas alam sekitar kota.

Selain kurang dalam pemanfaatannya sebagai ruang terbuka hijau, Taman Bung Karno juga kurang
dimanfaatkan sebagai pariwisata dan ruang publik. Itu karena Taman Bung Karno kurang memiliki
daya tarik wisata, meski Taman Bung Karno memiliki patung yang megah yaitu patung Garuda Wisnu
Serasi yang berada di tegah taman, itu belum cukup untuk menarik wisatawan untuk datang ke taman
tersebut. Bahkan Taman Bung Karno kurang tepat di sebut taman, karena Taman Bung Karno belum
cukup memenuhi elemen-elemen pembentuk lanskap. Taman Bung Karno juga belum memiliki
fasilitas ruang publik yang mumpuni sebagai taman kota yang sudah menerapkan lanskap kota. Taman
Bung Karno hanya terdapat panggung pada area patung yang biasanya digunakan oleh masyarakat
sekitar untuk saling berinteraksi. Di dekat taman juga terdapat bangunan yaitu Gedung I Ketut Maria
yang merupakan area Taman Bung Karno yang sering di manfaatkan oleh masyarakat sebagai ruang
publik. Ruang publik Taman Bung Karno hanya di manfaatkan sebagai sarana untuk menampilkan
kegiatan-kegiatan, festival, pameran, dan kontes yang dilakukan oleh pemerintah.

Dilakukannya penelitian ini adalah untuk memaksimalkan pemanfaatan Taman Bung Karno
sebagai lanskap kota. Pemanfaatan Taman Bung Karno sebagai fasilitas pariwisata yang mampu
menarik wisatawan lokal maupun luar. Pemanfaatan Taman Bung Karno sebagai objek wisata tersebut
dapat membantu perkembangan ekonomi masyarakat, terutama masyarakat menengah ke bawah.
Pengembangan ruang publik yang lebih bervariatif dengan penambahan fasilitas-fasilitas berkumpul
untuk masyarakat. Pengembangan ruang publik tersebut diharapkan mampu memberikan kenyamanan
kepada masyarakat dalam melakukan aktivitas individu maupun kelompok Penataan ruang terbuka
hijau untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat, menyeimbangkan antara ekosistem alami dengan
buatan, dan memperbaiki kondisi suhu, iklim dan kualitas udara di sekitar Kota Tabanan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, terdapat beberapa permasalahan terkait pemanfaatan Taman Bung
Karno agar memenuhi elemen lanskap untuk ruang publik dan lokawisata.
2. Bagaimana seharusnya pemanfaatan Taman Bung Karno Tabanan sebagai lanskap perkotaan untuk
ruang publik dan sebagai obyek wisata?

1.3 Tujuan Penelitian


2. Mengetahui bagaimana seharusnya pemanfaatan Taman Bung Karno Tabanan sebagai lanskap
perkotaan untuk ruang publik dan sebagai obyek wisata menggunakan elemen lanskap (softscape dan
hardscape).
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada pembaca tentang apa itu ruang
terbuka hijau, manfaat ruang terbuka hijau, dan pentingnya ruang terbuka hijau pada kota. memberikan
kesadaran kepada pemerintah agar dapat mengembangkan fasilitas yang sudah ada untuk memberikan
dampak positif bagi kota tersebut. Dan agar mampu memanfaatkan fasilitas tersebut menjadi sarana
perkembangan ekonomi masyarakat dan sebagai tempat berinteraksi antar individu maupun kelompok
yang nyaman dan aman.

2. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Lanskap Kota
2.1.1 Pengertian Lanskap Kota
Definisi urbanisme yang paling konsisten berasal dari seorang sosiolog pada tahun 1938. Louis
Wirth menggambarkan urbanisme sebagai "mode kehidupan khas yang dapat didekati secara empiris
dari tiga perspektif yang saling terkait: 1) sebagai struktur fisik yang terdiri dari basis populasi,
teknologi, dan tatanan ekologis; 2) sebagai sistem organisasi sosial yang melibatkan struktur sosial yang
khas, serangkaian lembaga sosial, dan pola khas hubungan sosial; dan 3) sebagai seperangkat sikap dan
ide, dan konstelasi kepribadian yang terlibat dalam bentuk-bentuk khas perilaku kolektif dan tunduk
pada mekanisme karakteristik kontrol sosial." Prof. Ram Ahuja mengatakan bahwa urbanisme adalah
cara hidup yang dicirikan oleh unsur-unsur tertentu seperti kefanaan (hubungan jangka pendek),
kedangkalan, (hubungan impersonal dan formal dengan jumlah orang terbatas), anonimitas (tidak
mengenal nama dan tidak memiliki keintiman). ) dan individualisme (orang yang lebih mementingkan
kepentingan pribadi).
Definisi lanskap menurut Leopold, (1949) dalam publikasinya yang berjudul “A Sand County
Almanac” memberikan pernyataan bahwa lanskap merupakan relasi antara pengguna (manusia) dengan
yang digunakan(alam). Lanskap sering diartikan sebagai taman atau pertamanan. Dalam KBBI lanskap
diartikan sebagai tata ruang di luar gedung (untuk mengatur pemandangan alam). Menurut Simonds
(1983), lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh
seluruh indera manusia, dengan karakter menyatu secara alami dan harmonis untuk memperkuat
karakter lanskap tersebut. Menurut Suharto (1994) lanskap mencakup semua elemen pada tapak, baik
elemen alami (natural landscape), elemen buatan (artificial landscape) dan penghuni atau makhluk
hidup yang ada di dalamnya. Dapat disimpulkan, pengertian lanskap adalah suatu lahan atau tata ruang
luar dengan elemen alami dan elemen buatan yang dapat dinikmati oleh indra manusia.
Pengertian lanskap kota dari penjelasan di atas adalah lanskap kota merupakan struktur fisik,
organisasi sosial, dan sebagai sikap yang dicirikan oleh unsur-unsur cara hidup yang dilakukan pada
bentang alam luar ruangan yang mencakup seluruh elemen pada tapak, baik itu elemen alami maupun
elemen buatan yang mampu menjaga ekosistem alami dan dapat dinikmati oleh indra manusia. Pendapat
lain lagi dikemukakan oleh Norman T. Newton (1971) yang mengatakan bahwa Arsitektur Lanskap
adalah: “Seni dan pengetahuan yang mengatur permukaan bumi dengan ruang-ruang serta segala
sesuatu yang ada di atas bumi untuk mencapai efisiensi, keselamatan, kesehatan dan kebahagiaan umat
manusia”.
2.1.2 Elemen Lanskap
Elemen-elemen pendukung lanskap dapat dibedakan atas dua macam, yaitu (Handayani, 2009):
elemen keras (hardscape) dan elemen lunak (softscape)
Elemen keras adalah semua perkerasan atau bangunan yang ada dalam taman meliputi pedestrian
atau jalan bangku taman, sirkulasi taman, dan tangga, sedangkan elemen lunaknya adalah tanaman.
Elemen pendukung lanskap meliputi tempat duduk, toilet, tempat sampah, papan pengumuman, lampu
taman, tempat bermain anak, dan patung (Kustianingrum, 2013). Fungsi elemen keras bergantung pada
pemanfaatan serta waktu pemakaian (pada siang hari. Sedangkan estetika elemen keras dapat dilihat
dari bentuk desain ukuran/patokan umum, material (bentuk, tekstur, warna), keamanan konstruksi, pola.
Beberapa fungsi hardscape yaitu:
1. Penambah suasana untuk meningkatkan nilai-nilai estetika atau keindahan
2. Dapat membangkitkan jiwa seni seseorang
3. Sebagai tempat untuk meningkatkan rasa nyaman, aman, dan nikmat
4. Menambah pengetahuan
5. Tempat rekreasi
Material keras dapat dibagi dalam 5 (lima) kelompok besar, yaitu :
1. Material keras alami (organic materials) yaitu kayu
2. Material keras alami dari potensi geologi (inorganic materials used in their natural state) yaitu
batu-batuan, pasir, dan batu bata
3. Material keras buatan bahan metal (inorganic materials used in highlymodified state) yaitu
aluminium, besi, perunggu, tembaga dan baja
4. Material keras buatan sintetis atau tiruan (synthetic materials) yaitu bahan plastik atau fiberglas
5. Material keras buatan kombinasi (composite materials) seperti beton dan plywood
Elemen lunak mengacu pada elemen hortikultura hidup dari sebuah lanskap. Elemen lunak dapat
mencakup bunga, tanaman, semak, pohon, hamparan bunga, dan tugas-tugas seperti pengelolaan
gulma/gangguan, penilaian, penanaman, pemotongan, pemangkasan, aerasi, penyemprotan, dan
penggalian untuk segala sesuatu mulai dari tanaman dan semak hingga hamparan bunga. Tujuan elemen
lunak adalah untuk memberikan karakter pada lanskap, menciptakan aura, suasana, dan mencerminkan
kepekaan penghuninya. Elemen lunak merupakan elemen yang dominan, terdiri dari tanaman atau
pepohonan dan air. Tanaman tidak hanya mengandung nilai estetis saja, tetapi untuk meningkatkan
kualitas lingkungan (Hakim, 2012). Fungsi tanaman dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Kontrol pandangan (visual control)
Menahan silau yang berasal dari sinar matahari, lampu, pantulan sinar dari perkerasan, kontrol
pandangan terhadap ruang luar, membatasi ruang, membentuk kesan privasi, menghalangi pandangan
dari hal-hal yang tidakmenyenangkan.
2. Pembatas Fisik (physical barriers)
Mengendalikan pergerakan manusia dan hewan, sebagai penghalang dan mengarahkan pergerakan
manusia dan hewan.
3. Pengendali iklim (climate control)
Membantu menciptakan kenyamanan manusia yang berhubungan dengan suhu, radiasi sinar matahari,
suara, aroma, mengendalikan kelembaban, serta menahan, menyerap dan mengalirkan angin.
4. Pencegah erosi (erosion control)
Akar tanaman dapat mengikat tanah, menahan air hujan yang berlebihan.
5. Habitat hewan (wildlife habitats)
Membantu kelestarian hewan sebagai sumber makanan dan tempa berlindung.
6. Nilai estetis (aesthetic values)
Menambah kualitas lingkungan, menciptakan pemandangan yang menarik, membantu meningkatkan
kualitas lingkungan. Nilai estetis diperoleh dari perpaduan antara :
a. Warna (batang, daun, dan bunga)
b. Bentuk (batang, percabangan, tajuk)
c. Tekstur
d. Skala
e. Komposisi tanaman
2.2 Ruang Publik
2.2.1 Pengertian Ruang Publik
Ruang publik adalah tempat yang terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat umum. Jalan (termasuk
trotoar), lapangan umum , taman , dan pantai biasanya dianggap sebagai ruang publik. Sampai batas
tertentu, bangunan pemerintah yang terbuka untuk umum, seperti perpustakaan umum , adalah ruang
publik, meskipun cenderung memiliki area terbatas dan batas penggunaan yang lebih besar. Meskipun
tidak dianggap sebagai ruang publik, bangunan atau properti milik pribadi yang terlihat dari trotoar dan
jalan umum dapat memengaruhi lanskap visual publik, misalnya dengan iklan luar ruang. Ruang publik
juga menjadi semacam batu ujian bagi teori kritis dalam kaitannya dengan filsafat, geografi perkotaan,
seni visual, studi budaya, studi sosial dan desain perkotaan. Istilah ruang publik juga sering
disalahartikan menjadi hal lain seperti tempat berkumpul, yang merupakan elemen dari konsep ruang
sosial yang lebih besar. Ruang publik sering kali dinilai sebagai ruang demokrasi bagi jemaat dan
partisipasi politik, di mana kelompok-kelompok dapat menyuarakan hak-hak mereka.
Ruang Publik Secara Ideal Menurut Carr, ruang publik harus memiliki tiga hal yaitu responsif
demokratis, ditegakkan, dan bermakna. Dilihat dari perkembangannya, ruang publik telah mengalami
revolusi dari zaman ke zaman dan memberikan manfaat besar bagi kehidupan komunal sebuah kawasan.
Perkembangan ini menjadikan ruang publik dapat terbagi menjadi beberapa tipe dengan
karakteristiknya masing-masing (Carr 1992) antara lain seperti taman kota, plaza, pasar, jalan, ruang
komunitas, waterfront, dan lain sebagainya. Dalam mencapai suatu lingkungan publik yang responsif
terhadap penggunanya, terdapat lima kebutuhan utama yang dicari seorang dalam mencapai
kepuasannya di ruang publik (Carr 1992), yaitu:
1. Comfort
Merupakan kebutuhan utama yang mendorong seorang untuk mau menggunakan/berdiam dalam
sebuah ruang publik. Indikator kenyamanan dapat dilihat dari seberapa lama orang menggunakan
tempat tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kenyamanan seorang dalam sebuah
tempat adalah faktor lingkungan (cuaca, angin, sinar matahari), kenyamanan fisik (penyediaan fasilitas
yang memadai), dan kenyamanan sosial-psikologis (suasana tempat yang tenang dan aman).
2. Relaxation
Merupakan pemenuhan kebutuhan yang mencakup kenyamanan secara psikis (pikiran). Untuk
mencapai kebutuhan ini di lingkup kota, elemen ekologis seperti pepohonan, tumbuh-tumbuhan, fitur
air dapat menjadi faktor kontras yang dapat memudahkan seorang untuk bersantai.
3. Passive Engagement
Adalah kebutuhan seorang untuk menikmati lingkungan sekitar tanpa terlibat interaksi langsung
dengan user lainnya. Elemen yang dapat mendukung terciptanya passive engagement dapat berupa
pertunjukan, view yang menarik, aktivitas orang sekitar, dan lain sebagainya.
4. Active Engagement
Adalah kebutuhan seorang yang melibatkan pengalaman langsung dengan tempat dan orang
didalamnya. Bentuk kebutuhan ini berupa interaksi sosial yang mana melibatkan kontak langsung, baik
dengan teman, keluarga, maupun orang asing. Pengaturan tempat duduk, patung, air mancur dapat
mempengaruhi terciptanya situasi kondusif untuk interaksi sosial.
5. Discovery
Adalah keinginan akan mencoba pengalaman baru yang disediakan dalam sebuah tempat. Bentuk
kebutuhan seperti ini dapat berupa konser, festival, pameran seni, teater, pasar, aktivitas
kemasyarakatan, dan lain sebagainya yang biasanya bersifat musiman.
Sebuah ruang publik dapat dikatakan berfungsi dengan baik ketika orang banyak berdatangan untuk
menggunakan empat tersebut. Ruang publik pada dasarnya merupakan sebuah lingkungan yang bebas,
orang dapat memilih untuk mau menggunakannya atau mungkin memilih untuk pergi ke tempat lain.
Dalam buku The Project for Public Space dikatakan bahwa terdapat beberapa atribut yang harus
diperhatikan dalam membentuk ruang publik yang baik (Project 1999 dikutip Carmona et al.2010)
antara lain:
1. Comfort and Image
Pengaturan atribut fisik dalam ruang publik secara terperinci/mendetail dapat memberikan
kenyamanan kepada seorang. Penyusunan bangku, penyediaan toilet, wastafel, pohon sebagai peneduh
merupakan contoh aspek-aspek yang dapat mendukung ikatan seorang terhadap sebuah tempat.
2. Access and Linkage
Tempat yang baik adalah tempat yang mudah dilihat dan mudah dijangkau. Daya tarik visual sangat
mempengaruhi daya tarik orang untuk berkunjung ke tempat tersebut, sehingga orang cenderung ingin
mengetahui apa yang ditawarkan tempat tersebut. Begitu juga dengan akses, jika ruang publik tersebut
memiliki akses yang kurang layak atau susah untuk dilalui yang dapat membahayakan penggunanya
maka ruang publik itu tidak akan banyak dipakai.
3. Uses and Activity
Atribut ini membahas mengenai kegunaan dan aktivitas apa yang ditawarkan sebuah ruang publik
kepada penggunanya. Semakin beragam aktivitas yang ditawarkan sebuah tempat, maka semakin tinggi
pula peluang tempat tersebut untuk dikunjungi orang karena ada banyak hal yang dapat dilakukan pada
tempat tersebut.
4. Sociability
Ruang publik yang baik harus dapat menampung kegiatan sosial. Di tengah padatnya aktivitas orang
sehari-hari tetap harus di barengi dengan kegiatan sosial, seperti berdiskusi antar individu maupun antar
kelompok, olahraga, menikmati pemandangan, dan lain sebagainya
2.3 Obyek Wisata/Lokawisata
2.3.1 Pengertian Objek Wisata
Menurut (Sucipto dan Limbeng 2017:5) Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh
sebagian atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,
pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka
waktu sementara. Menurut (Harahap, 2018).Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,
pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka
waktu sementara objek wisata merupakan tempat yang menjadi pusat daya tarik dan dapat memberikan
kepuasan khususnya pengunjung.
Objek wisata adalah suatu tempat yang menjadi kunjungan pengunjung karena mempunyai sumber
daya, baik alami maupun buatan manusia, seperti keindahan alam atau pegunungan, pantai flora dan
fauna, kebun binatang, bangunan kuno bersejarah, monumen-monumen, candi-candi, tari-tarian, atraksi
dan kebudayaan khas lainnya (Ananto, 2018). Menurut Siregar (2017) objek wisata adalah segala
sesuatu yang menjadi sasaran wisata, objek wisata sangat erat hubungannya dengan daya tarik wisata.
Daerah yang merupakan objek wisata harus memiliki keunikan yang menjadi sasaran utama apabila
berkunjung ke daerah wisata tersebut. Keunikan suatu daerah wisata dapat dilihat dari budaya setempat,
alam dan flora fauna, kemajuan teknologi dan unsur spiritual.
Kualitas objek wisata tidak hanya dapat dinilai dari kondisi objek wisata itu sendiri, namun dilihat
juga dari fasilitas, pelayanan, jasa, pemasaran, dan aksesibilitas yang mendukung objek wisata tersebut.
Penilaian pengunjung terhadap objek wisata yang ada dapat digunakan sebagai acuan untuk
pengembangan objek wisata dimasa yang akan datang. Dalam pengembangan pariwisata hendaknya
sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pengunjung agar pengunjung merasa puas dengan apa yang
diberikan dan membuat pengunjung lebih lama bertahan di tempat tersebut dan juga ingin berkunjung
kembali ke tempat tersebut (Murti, 2013). Pengembangan objek wisata menjadi acuan sebagai sumber
penghasilan utama bagi setiap daerah. Objek dan daya tarik wisata merupakan suatu bentuk dan fasilitas
yang berhubungan dan dapat menarik minat pengunjung atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah
atau tempat tertentu.
2.3.2 Jenis Objek Wisata
Menurut Mappi dalam Pradikta (2013:14) Objek wisata di kelompokan ke dalam tiga jenis, yaitu :
1. Objek wisata alam
Objek wisata alam merupakan tujuan wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam baik
dalam kondisi alam maupun setelah pengelolaan. Secara garis besar wisata alam adalah kegiatan
rekreasi dan wisata yang memanfaatkan potensi alam untuk menikmati keindahannya, baik yang masih
alami maupun yang sudah pengelolaan, agar ada daya tarik wisata ke tempat tersebut. Contohnya laut,
pantai, gunung (berapi), danau, sungai, fauna (langka), kawasan lindung, cagar alam, pemandangan
alam dan lain-lain.
2. Objek wisata budaya
Objek wisata budaya adalah objek wisata yang bersumber dari hasil kebudayaan manusia. Orang
menciptakan objek sesuai dengan budaya mereka sendiri. Dan tentunya nilai dan benda yang terdapat
di kawasan tersebut berbeda-beda sesuai dengan keunikan dan ciri khasnya masing-masing. Contohnya
tari-tari (tradisional), musik (tradisional), pakaian adat, perkawinan adat, upacara turun ke sawah,
upacara panen, cagar budaya, bangunan bersejarah, peninggalan tradisional, festival budaya, kain tenun
(tradisional), tekstil lokal, pertunjukan (tradisional), adat istiadat lokal, museum dan lain-lain.
3. Objek wisata buatan
Objek wisata buatan sendiri memiliki pengertian sebagai objek wisata yang dibuat secara sengaja atau
destinasi wisata yang dibuat oleh manusia. Contohnya arena dan fasilitas olahraga, permainan, hiburan
(lawak atau akrobatik, sulap), ketangkasan (naik kuda), taman rekreasi, taman nasional, pusat-pusat
perbelanjaan dan lain-lain.
2.4 Taman Kota
2.4.1 Pengertian Taman Kota
Taman kota, taman urban atau taman metropolitan, juga disebut taman munisipal di Amerika Utara,
sedangkan di Britania Raya dinamakan taman publik, ruang terbuka publik atau kebun munisipal,
adalah taman di dalam kota yang memberikan berbagai fasilitas seperti taman bermain, rekreasi,
lapangan olah raga, toilet umum dan ruang hijau kepada penduduk kota dan pengunjung. Desain,
operasi dan pemeliharaan, umumnya dilakukan oleh lembaga pemerintah, biasanya di tingkat
pemerintah daerah, tetapi kadang-kadang dapat dikontrakkan ke pihak swasta.
Berdasarkan kondisi fisiknya, taman kota berupa ruang terbuka yang digunakan untuk beraktivitas
masyarakat setiap saat. Taman kota memiliki arti sebuah taman yang berada di kota yang ditujukan
untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan dari perkembangan kota. Taman kota dapat dinikmati
oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa mengeluarkan dana (Abdillah, Junaidy.2005). Menurut Irwan
(2007), taman kota adalah ruang terbuka hijau yang mempunyai fungsi utama untuk keindahan dan
interaksi sosial.
2.4.2 Fungsi Taman Kota
Secara umum fungsi taman kota adalah sebagai sara rekreasi ataupun bersantai, melainkan lebih dari
itu. Fungsi taman kota juga berpengaruh pada kehidupan bermasyarakat, berpengaruh terhadap alam
atau lingkungan, berpengaruh terhadap kesehatan, dan lain sebagainya. Menurut Salain (2003) fungsi
lain dari taman kota yaitu sebagai paru-paru kota dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan sebagai
habitat berbagai tanaman dan seperti burung. Sedangkan berdasarkan pendapat Suntoro (2007), taman
kota sebagai taman komunitas berbagai fungsi. Fungsi tersebut antara lain fungsi hidrologi, ekologi,
kesehatan, estetika, sosial, edukasi, dan rekreasi.
1. Fungsi hidrologi
Dengan adanya vegetasi di dalamnya dapat menjadi peresapan untuk air tanah sehingga dapat
mengurangi ancaman bencana banjir maupun lainnya.
2. Fungsi kesehatan
Dengan jumlah vegetasi yang melimpah di dalamnya sebagai penyedia oksigen untuk masyarakat
perkotaan sehingga manusia bisa bernafas dengan lega.
3. Fungsi ekologis
Mengingat pentingnya dari tanaman dan hutan kota sebagai paru-paru kota yang dapat
membersihkan berbagai polutan udara serta sebagai pengatur iklim mikro maupun makro pada kawasan
perkotaan.
4. Fungsi estetika
Dengan menciptakan kawasan perkotaan yang nyaman maka dapat menjadi tempat untuk
menghilangkan penat oleh masyarakat perkotaan. Hal tersebut dapat tercapai salah satunya dengan
menciptakan taman kota yang dari segi estetika akan memiliki dampak yang positif untuk
lingkungannya.
5. Fungsi edukasi
Pada beberapa wilayah, taman dimanfaatkan untuk sarana pendidikan maupun penelitian. Dari hal
tersebut memiliki manfaat untuk menumbuhkan kesadaran akan lingkungan dan menambah wawasan
pendidikan.
6. Fungsi sosial, ekonomi dan budaya
Taman kota sendiri juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk dikembangkan dengan
menanam tanaman produktif yang hasilnya dapat digunakan untuk membantu pendapatan warga. Selain
itu, masyarakat dapat sekedar berjualan di sekitar area taman kota.
7. Fungsi olahraga dan rekreasi
Dengan lokasi yang sejuk dan nyaman mengundang berbagai aktivitas di dalamnya, salah satunya
yaitu kegiatan olahraga dan rekreasi oleh masyarakat untuk menghilangkan penat.

3. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam memperoleh data dilakukan dengan cara observasi
langsung ke tempat obyek penelitian. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif dan yang dilakukan melalui sesuatu pengamatan, dengan
disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan objek. Metode deskriptif kualitatif dengan
menganalisis menggunakan teori-teori yang ada. Seperti melalui elemen-elemen bentuk yang ada.
Pengumpulan data juga dilakukan dengan secara eksploratif melalui sumber-sumber media daring.
Metode analisis data dengan cara melakukan analisa wujud obyek dengan aspek lanskap kota dan
pustaka pendukung seperti refrensi yang didapat dari berbagai sumber jurnal dan perbandingan objek
lain yang sudah menerapkan lanskap kota.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.2 Pemanfaatan Taman Bung Karno Tabanan Sebagai Landscape Urbanisme Sesuai Elemen
Lanskap.
Taman Bung Karno merupakan taman Kota Tabanan yang menjadi landmark dari Kota Tabanan.
Pemanfaatan taman tersebut lebih di tunjukan sebagai taman kota seni yang sering digunakan sebagai
media untuk menampilkan seni, budaya, dan kegiatan pemerintahan. Taman Bung Karno, khususnya
Patung Garuda Wisnu Serasi (GWS) Sebagai simbol seni budaya diharapkan jadi salah satu barometer
seni, sekaligus pemersatu seniman dalam membangun Tabanan di bidang seni budaya. Penggunaan
taman sebagai simbol seni budaya Tabanan mengakibatkan Taman Bung Karno sering dipergunakan
oleh individu, kelompok, maupun pemerintah sebagai tempat untuk berkumpul dan menampilkan
pertunjukan seni budaya dan pameran mereka secara langsung. Selain sebagai tempat pementasan dan
pameran, Tmanan Bung Karno juga sering di manfaatnkan sebagi ruang public oleh masyarakat sekitar
dan luar daerah. Patung GWS yang terdapat di taman tersebut juga di manfaatkan oleh orang luar
sebagai temapat wisata dan memberikan peluang untuk berjualan di area Tman Bung Karno.

Gambar 1. Taman Bung Karno Tabanan (Patung GWS)


Meskipun Taman Bung Karno sudah tepat bila digunakan sebagi ruang publik dan wisata seni
budaya, taman tersebut masih kurang menerapkan elemen lanskap kota. Lanskap kota atau ruang
terbuka hijau sangat penting dan bermanfaat bagi lingkungan dan manusia, terutama di era sekarang
ini. Lanskap kota penting di era sekarang karena kondisi lingkungan di era sekarang sudah semakin
memburuk dikarenakan pemanasan gelobal dan polusi udara, terutama di daerah perkotaan. Taman
Bung Karno di Tabanan masih kurang menerapkan elemen lanskap kota yaitu hardscape dan softscape.
Dengan menerapkan elemen lanskap kota (hardscape dan softscape) di Tman Bung Karno di harapkan
mampu mengurangi masalah kondisi udara yang kurang baik dan suhu udara yang panas di Kota
Tabanan.
4.2.1 Hardscape
1. Jalur pedestrian/perkerasan

Gambar 2. Rencana peletakan perkerasan

Paving Candi Andesit

Gambar 3. Material perkerasan


Perkerasan dalam elemen lanskap kota menjadi salah satu yang penting karena perkerasan ini
memudahkan pengunjung untuk memanfaatkan Taman Bung Karno. Perkeransan ini juga dapat
dimanfaatkan sebagi sarana untuk berolahraga terutama adalah lari atau jogging. Penggunaan bahan
perkerasan juga perlu di perhatikan karena berada di luar ruang dan terkena iklim tropis Indonesia.
Bahan yang sesuai untuk perkerasan adalah batu andesit, batu candi ataupun paving, karena kedua
bahan tersebut memiliki tekstur kasar dan mampu menyerap air di sela-sela pemasangan. Maka dari itu
pemasangan material ini tidak menggunakan adukan semen intuk menyatukan material satu sama lain.
2. Tempat duduk

Gambar 4. Rencana peletakan tempat duduk

Gambar 5. Rencana tempat duduk


Tempat duduk merupakan elemen tambahan yang merupakan elemen penting untuk menunjang
kegiatan yang dilakukan di area Taman Bung Karno. Tempat duduk tersebut di letakan di area pinggir
taman agar tidak menghalangi aktivitas yang dilakukan di tengah taman. Penempatan di pinggir juga
bertujuan agar tempat tersebut mendapatkan suhu yang lebih rendah, karena Sebagian besara vegetasi
di tempatkan di area pinggir. Pemilihan jenis tempat duduk juga di perhitungkan seperti tempat duduk
memanjang yang memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk besosialisasi dan berinteraksi agar
menjadi ruang publik yang baik dan bermanfaat.
3. Area olahraga dan play ground
Gambar 6. Rencana peletakan area olahraga dan play ground

Gambar 7. Rencana area olahraga dan play ground


Taman Bung Karno diperuntukan bukan hnya bagi orang dewasa ataupun orang yang hanya ingin
berwisata dan melakukan acara. Taman ini juga dapat dimanfaatkan oleh anak-anak, remaja dan orang
yang ingin berolahraga berat. Penambahan fasilitas play ground dan area olahraga dapat menambah
fungsi Taman Bung Karno sebagai ruang publik dan tempat wisata. Tidak hanya untuk menikmati
pameran dan bersosialisasi, taman bung karjo juga dapat dimanfaatkan meningkantkan kualitas hidup,
kesehatan tubuh dan dan Kesehatan mental.
4.2.2 Softscape
1. Vegetasi
Gambar 8. Rencana peletakan vegetasi

Gambar 9. Rencana vegetasi


Vegetasi diletakan di hamper sebagian besar Taman Bung Karno, karena vegetasi memiliki fungsi
yang paling pentung pada elemen lanskap kota. Vegetasi memberikan banyak dampak positif bagi
manusia dan lingkungan, maka dari itu sebagian besar dari taman direncanakan memilki vegetasi di
sekitar taman. Vegetasi yang dipilih juga harus tepat, karena tidak semua vegetasi itu aman dan dapat
digunakan. Vegetasi-vegetasi yang dipilih agar dapat memenuhi vungsi taman, yaitu memberikan suhu
dan suasana segar, mampu menyerap air denagn baik, mengurangi kondisi udara yang buruk, dan lain
sebgainya.
Elemen hardscape dan softscape yang di gunakan pada rencana Taman Bung Karno merupakan
beberapa elemen yang paling penting dan paling sering digunakan pada lanskap kota. Di samping itu
hal yang mendasari pemilihan beberapa element tersbut adalah diameter lahan yang terbatas dam fungsi
yang kompleks, sehingga hanya sebagian dari elemn lanskap kota yang di terapkan agar tetap mampu
memberikan manfaat lanskap kota atau RTH tapi tetap mempertahankan fungsi awal dari Taman Bung
Krno.

5. KESIMPULAN
Ruang terbuka hijau merupakan solusi berbagai masalah lingkungan dan masyarakat di perkotaan,
karena ruang terbuka hijau mampu memberikan dampak positif terhadap kondisi udara yang bukur,
masalah banjir, suhu yang meningkat, kualitas hidup yang memburuk, lapangan pekerjaan, dan lain
sebagainya. Sama seperti ruang terbuka hijau, lanskap kota menerapkan konsep yang sama dan lebih
focus ke permasalahn kota. meskipun begitu, masih banyak kota-kota yang belum menerpakan konsep
tersebut karena berbagai macam alas an. Salah satunya adalah Tman Kota Bung Karno, Taman Bung
Karno Merupakan taman kota yang terletak di Kota Tanbanan. Taman ini merupakan taman yang
diperuntukan sebagai taman seni dan budaya sehingga kurang memperhatikan lingkunagn sekitarnya.
Sehingga diperlukanlah upaya dan rencana untuk menerapkan konsep lanskap kota dengan
menggunakan elemen lanskap kota (hardscape dan softscape) di Taman Bung Karno.

6. DAFTAR PUSTAKA
DARMAWAN, Edy. Peranan Ruang Publik Dalam Perancangan Kota. 2007.
DJATNIKA, Ajat Rochmat; ZAIN, Alinda FM; DAHLAN, Endes N. Analisis spasial fungsi ekologi
ruang terbuka hijau di Kota Cibinong. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan (Journal of Natural Resources and Environmental Management), 2014, 4.1:
9-9.
HARTOYO, Hansen, et al. Kriteria ruang publik Kalijodo pendukung aksesibilitas dan peningkatan
aktivitas. 2018.
IMANSARI, Nadia; KHADIYANTA, Parfi. Penyediaan hutan kota dan taman kota sebagai ruang
terbuka hijau (RTH) publik menurut preferensi masyarakat di kawasan pusat Kota
Tangerang. Jurnal Ruang, 2015, 1.3: 101-110.
ISWARA, Resi; ASTUTI, Winny; PUTRI, Rufia Andisetyana. Kesesuaian Fungsi
Taman Kota Dalam Mendukung Konsep Kota Layak Huni Di Surakarta. Arsitektura,
2017, 15.1: 115-123.
IZZATI, Husna; IKAPUTRA, Ikaputra. LANSKAP SEBAGAI PROSES DAN PRODUK
(LANSKAP BUDAYA, LANSKAP PERKOTAAN, DAN LANSKAP PERKOTAAN
BERSEJARAH). Jurnal Arsitektur ARCADE, 2022, 6.1: 74-81.
MAS’AT, Ali. Efek Pengembangan Perkotaan Terhadap Kenaikan Suhu Udara di Wilayah DKI
Jakarta Urban Development Effect to Air Temperature in Jakarta Area. Agromet, 2009,
23.1: 52-60.
MAWARDAH, Luluk; MUTFIANTI, Ririn Dina. Penataan ruang terbuka hijau sebagai cara
optimalisasi pembentukan karakter kota studi kasus ruang terbuka hijau di Pusat Kota
Pacitan. Jurnal Teknologi UWIKA, 2013, 1.2: 19-27.
RAMEKSA, Henggar Buwana. Taman Kota sebagai Ruang Rekreasi (Studi Kasus di Taman Suropati
Menteng Jakarta Pusat). Bachelor's Thesis. Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu
Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
RATNAFURY, Dea Intan Novia; RAHMAFITRIA, Fitri. Analisis Fungsi Rekreasi di Ruang Terbuka
Hijau Kota Bandung (Studi Kasus: Taman Lansia dan Teras Cikapundung). Journal of
Indonesian Tourism, Hospitality and Recreation, 2018, 1.1: 1-10.
SASONGKO, Purnomo Dwi. Kajian perubahan fungsi taman kota di kota semarang. 2002. PhD
Thesis. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai