Abstract
City urban area has been decreased his environmental land resources support ability. It could be
seen from the high level pollution contributed by city urban area. One of the solutions for that
problem is developing green belt area. This area is as a separated area between city and suburb
area where is only for green open space without buildings surrounding city urban area. The paper
is conducted on June-July 2008 were emphasizing about how the green belt area control the
pollutions as well as increase healthylife quality city dwellers, analysing causes of lack of green
belt area in city urban area, and also how to developing in order to reduce air pollution so that
the health-life quality of city dwellers increases within environmental point of view.
keywords : Green belt area, Urban Green belt
Abstrak
Kawasan perkotaan sebagai tempat hidup manusia mulai menunjukkan penurunan daya
dukung lingkungan. Hal ini dapat dilihat dengan tingginya tingkat polusi yang dihasilkan suatu
daerah perkotaan. Salah satu solusi alternatif permasalahan ini adalah pengembangan area
jalur hijau (green belt area). Green belt adalah pemisah fisik daerah perkotaan dan pedesaan
yang berupa zona bebas bangunan atau ruang terbuka hijau yang berada di sekeliling luar
daerah perkotaan. Penulisan ini dilakukan pada Juni-Juli 2008 adalah studi literatur yang
membahas mengenai bagaimana area jalur hijau (green belt area) dapat menjadi kontrol
polusi dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat perkotaan, analisa penyebab kurangnya
area jalur hijau (green belt area) di perkotaan, bagaimana pengembangannya guna menekan
polusi udara sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat perkotaan dari sudut
pandang lingkungan.
Kata Kunci : Jalur Hijau, Jalur Hijau Perkotaan .
* Staf Pengajar Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako, Palu
Jurnal SMARTek, Vol. 7, No. 2, Mei 2009: 113 - 120
114
Jalur Hijau (Green Belt) Sebagai Kontrol Polusi Udara
Hubungannya Dengan Kualitas Hidup Di Perkotaan
(Iwan Setiawan Basri)
urbanisasi, tingginya kebutuhan Species tanaman dengan
transportasi dan tingginya limbah yang sensitifitas tinggi berguna untuk
dihasilkan kota akibat kegiatan peringatan awal indikasi adanya
tersebut. Salah satu dampak bahan pencemar di udara, sedangkan
lingkungan yang paling kompleks dan untuk species tanaman dengan tingkat
berimplikasi luas untuk aktifitas toleransi tinggi akan mengurangi
perkotaan adalah polusi udara yang tingkat polusi di udara secara
dialami hampir di setiap kota besar. menyeluruh. Hal ini menjelaskan bahwa
Green belt atau jalur hijau green belt merupakan faktor
adalah pemisah fisik daerah perkotaan pengontrol tingkat polusi.
dan pedesaan yang berupa zona Kualitas hidup manusia
bebas bangunan atau ruang terbuka ditentukan dari segala aspek
hijau yang berada di sekeliling luar kehidupan, salah satu aspek terpenting
kawasan perkotaan atau daerah pusat adalah kesehatan masyarakat.
aktifitas/kegiatan yang menimbulkan Kesehatan masyarakat perkotaan
polusi (Anggraeni, 2005). Senada ditentukan oleh kondisi lingkungan
dengan itu dalam Pedoman yang bersih dan bebas pencemaran,
Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di baik pencemaran air, tanah, dan
Kawasan Perkotaan (2008) disebutkan udara.
bahwa Sabuk hijau merupakan RTH Manfaat dari adanya tajuk
yang berfungsi sebagai daerah vegetasi di green belt area adalah
penyangga dan untuk membatasi menjadikan udara yang lebih bersih
perkembangan suatu penggunaan dan sehat, jika dibandingkan dengan
lahan (batas kota, pemisah kawasan, kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk
dan lain-lain) atau membatasi aktivitas dari hutan kota. Disinilah peranan
satu dengan aktivitas lainnya agar tidak green belt untuk kesehatan masyarakat
saling mengganggu, serta pengamanan perkotaan, khususnya untuk atau
dari faktor lingkungan sekitarnya. sebagai pengendali pencemaran
Green belt unsur utamanya atau polusi udara. Selain kesehatan,
berupa vegetasi yang secara alamiah masyarakat juga berhak dan
berfungsi sebagai pembersih atmosfir memerlukan kehidupan sosial yang
dengan menyerap polutan yang baik yang dapat terpenuhi dengan
berupa gas dan partikel melalui adanya green belt yang berfungsi
daunnya. Vegetasi berfungsi sebagai sebagai tempat rekreasi bagi
filter hidup yang menurunkan tingkat masyarakat perkotaan.
polusi dengan mengabsorbsi, Green belt merupakan unsur
detoksifikasi, akumulasi dan atau signifikan bagi suatu sistem perkotaan
mengatur metabolisme di udara sebagai kontrol polusi dan menjaga
sehingga kualitas udara dapat kualitas hidup masyarakat perkotaan.
meningkat dengan pelepasan oksigen Jika luasan Green belt semakin besar
di udara (Shannigrahi et al. 2003). maka kontrol polusi meningkat
Lebih lanjut bahwa polusi udara sehingga kualitas hidup masyarakat
di daerah perkotaan dan daerah meningkat. Sedangkan penurunan
industri yang terserap dan terakumulasi luasan green belt menyebabkan polusi
oleh badan tanaman, jika polusi udara meningkat dan menurunkan
tersebut beracun, maka akan kualitas hidup masyarakat perkotaan.
mempengaruhi kesehatan tanaman
tersebut. Level kesehatan tanaman ini 3.2. Penyebab Gejala Kurangnya Green
terbagi menjadi spesies dengan tingkat Belt Area di Kawasan Perkotaan.
kesensitifan terhadap polutan tinggi Terdapat gejala kurangnya
dan spesies tanaman dengan tingkat green belt area di beberapa kota
toleransi tinggi. besar. Luasan minimal ruang terbuka
hijau yang dibutuhkan sebuah kota
115
Jurnal SMARTek, Vol. 7, No. 2, Mei 2009: 113 - 120
116
Jalur Hijau (Green Belt) Sebagai Kontrol Polusi Udara
Hubungannya Dengan Kualitas Hidup Di Perkotaan
(Iwan Setiawan Basri)
alami sejarah yang bernilai kultural 30 jenis tanaman, dan 3 tanaman
tinggi. tersebut mempunyai nilai APTI (Air
d) menurunkan tingkat kesejahteraan Pollution Tolerance Index) paling tinggi
masyarakat atau menurunnya yaitu mempunyai nilai toleransi
kesehatan masyarakat secara fisik terhadap polusi udara tinggi sehingga
dan psikis tanaman tersebut dapat bertahan
2) Lemahnya lembaga pengelola RTH : pada tingkat polusi tinggi dan dapat
a) Belum terdapatnya aturan hukum mengurangi polutan dengan
dan perundangan yang tepat menyerapnya dan melepaskan oksigen
b) Belum optimalnya penegakan di udara.
aturan main pengelolaan RTH Selain itu terdapat indeks lain
c) Belum jelasnya bentuk untuk mengukur kesensitifan suatu
kelembagaan pengelola RTH spesies terhadap polusi udara, yaitu API
d) Belum terdapatnya tata kerja (Anticipated Performance Index), dan
pengelolaan RTH yang jelas sebagai tambahan untuk menentukan
jenis species tanaman untuk green belt,
3) Lemahnya peran stakeholders
faktor biofisik yang perlu diperhatikan
a) Lemahnya persepsi masyarakat
adalah kualitas tanah, curah hujan, dan
b) Lemahnya pengertian masyarakat
suhu. Sementara itu Dahlan, 1999 et al,
dan pemerintah
menyebutkan damar (Agathis alba),
(4) Keterbatasan lahan kota untuk
mahoni (Swietenia macrophylla), jamuju
peruntukan RTH, yaitu belum
(Podocarpus imbricatus) dan pala
optimalnya pemanfaatan lahan
(Mirystica fragrans), asam landi
terbuka yang ada di kota untuk RTH
(Pithecelobiumdulce), johar (Cassia
fungsional
siamea), mempunyai kemampuan yang
sedang sampai tinggi dalam
3.3. Upaya Green Belt Development
menurunkan kandungan timbal dari
sebagai Usaha untuk Menurunkan
udara.
Tingkat Polusi dan Meningkatkan
Untuk beberapa tanaman
Kualitas Hidup Masyarakat
berikut ini : glodogan (Polyalthea
Perkotaan
longifolia) keben (Barringtonia asiatica)
Usaha untuk menurunkan dan tanjung (Mimusops elengi),
tingkat polusi dan meningkatkan kualitas walaupun kemampuan serapannya
hidup masyarakat adalah dengan terhadap timbal rendah, namun
upaya green belt development. Green tanaman tersebut tidak peka terhadap
belt development merupakan solusi pencemar udara. Sedangkan untuk
yang tepat karena secara ekonomi dan tanaman daun kupu-kupu (Bauhinia
teknologi layak dikembangkan. Upaya purpurea) dan kesumba (Bixa orellana)
ini dibagi menjadi 2 solusi yaitu mempunyai kemampuan yang sangat
berdasarkan parameter biofisik dan rendah dan sangat tidak tahan
sosial ekonomi. Parameter biofisik yang terhadap pencemar yang dikeluarkan
dimaksud disini adalah bagaimana oleh kendaraan bermotor. (N. Dahlan,
pengembangan green belt yang ideal 2004)
dan bermanfaat optimum untuk suatu Pendapat di atas dipertegas
kota dari segi spesies tanaman, tinggi lagi oleh Samsoedin et.al (2006) bahwa
tanaman, lebar green belt dan jarak tanaman yang memiliki ketahanan
green belt dari pusat pencemar. yang tinggi terhadap pencemaran
Shannigrahi (2004) debu semen dan memiliki kemampuan
menyebutkan terdapat beberapa yang tinggi dalam menjerap (adsorbsi)
tanaman yang efektif dan efisien untuk dan menyerap (absorbsi) debu (debu
dikembangkan sebagai tanaman green semen) adalah mahoni, bisbul, kenari,
belt di kawasan perkotaan dan industri meranti merah, kere paying, dan kayu
yaitu Mangivera indica, Cassia renigera, hitam.
dan Ailanthus excelsea. Telah dievaluasi
117
Jurnal SMARTek, Vol. 7, No. 2, Mei 2009: 113 - 120
118
Jalur Hijau (Green Belt) Sebagai Kontrol Polusi Udara
Hubungannya Dengan Kualitas Hidup Di Perkotaan
(Iwan Setiawan Basri)
Setelah melalui empat fase menekan polusi udara adalah yang
pembangunan, secara bertahap mulai memperhatikan parameter biofisik dan
tahun 1971 sampai 1976, sabuk hijau sosial ekonominya. Disamping itu, perlu
Seoul Capital Region pada radius 15 km perlu juga adanya sebuah sistem
dari pusat kota berhasil dibangun. manajemen pasca pengembangan
Sabuk hijau seluas 153 000 ha atau 29 untuk menjaga agar kawasan green
persen dari total areal (540 000 ha) ini belt tetap berkelanjutan fungsi
merupakan buah kerjasama Seoul dan ekologinya, juga melibatkan
24 kota satelit sekitarnya yang berada di masyarakat untuk ikut serta memelihara
dua propinsi. Menyertai sukses dalam green belt sebagai asset ekologi kota
mendefinisikan sabuk hijau yang masif, untuk meningkatkan kualitas hidup
Seoul layak menuai predikat sebagai masyarakat.
satu-satunya kota di Asia yang berhasil
4. Simpulan
dalam membangun sabuk hijau kota
saat ini. Simpulan yang dapat ditarik dari
Pada bagian lain, hal ini pembahasan mengenai Jalur Hijau
merupakan sumber polutan udara baru, (Green Belt) Sebagai Kontrol Polusi
juga dari segi ekonomi akan terjadi Udara Hubungannya Dengan Kualitas
penambahan biaya yang dikeluarkan Hidup Di Perkotaan adalah:
sehingga tidak lagi efisien terutama a. Green belt merupakan unsur
dalam penggunaan bahan bakar signifikan bagi suatu sistem perkotaan
minyak. Sehingga tujuan sebagai kontrol polusi dan menjaga
pengembangan green belt area yang kualitas hidup masyarakat perkotaan.
tadinya mengurangi dampak b. Penyebab kurangnya luasan green
lingkungan menjadi tidak jelas karena belt area di kota-kota besar secara
masih menimbulkan permasalahan general adalah:
baru. Pengembangan green belt selain 1) industrialisasi
parameter biofisik, faktor sosial ekonomi 2) industrialisasi,
strategis dalam spasial harus juga 3) pembangunan ekonomi yang
diperhatikan. tidak terencana dengan baik;
4) tidak adanya mekanisme kontrol
yang baik untuk
mempertahankan green belt
area, serta ;
5) daya dukung lingkungan yang
sudah berkurang memperburuk
kondisi perkotaan.
c. Pengembangan Green belt
merupakan cara yang tepat untuk
mengontrol polusi. Pengembangan
Green belt yang optimal untuk
menekan polusi udara adalah yang
memperhatikan parameter biofisik
dan sosial ekonomi.
Gambar 2. Green Belt di Seoul
Korea Selatan
Sumber
:http://ianarticles.blogspot.com/2005/02/mengenca 5. Pustaka
ngkan-sabuk-hijau-jakarta.html, 25-07-2008
Anggraeni, Mustika. 2005. Green Belt
dan Hubungannya dengan
Pengembangan Green belt
Kualitas Hidup Masyarakat di
merupakan cara yang tepat untuk
Perkotaan, Makalah Biologi
mengontrol polusi, green belt
Lingkungan, Program Studi Ilmu
development yang optimal untuk
119
Jurnal SMARTek, Vol. 7, No. 2, Mei 2009: 113 - 120
120