Anda di halaman 1dari 8

ek

SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

JALUR HIJAU (GREEN BELT)


SEBAGAI KONTROL POLUSI UDARA
HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS HIDUP DI PERKOTAAN
Iwan Setiawan Basri *

Abstract
City urban area has been decreased his environmental land resources support ability. It could be
seen from the high level pollution contributed by city urban area. One of the solutions for that
problem is developing green belt area. This area is as a separated area between city and suburb
area where is only for green open space without buildings surrounding city urban area. The paper
is conducted on June-July 2008 were emphasizing about how the green belt area control the
pollutions as well as increase healthylife quality city dwellers, analysing causes of lack of green
belt area in city urban area, and also how to developing in order to reduce air pollution so that
the health-life quality of city dwellers increases within environmental point of view.
keywords : Green belt area, Urban Green belt

Abstrak
Kawasan perkotaan sebagai tempat hidup manusia mulai menunjukkan penurunan daya
dukung lingkungan. Hal ini dapat dilihat dengan tingginya tingkat polusi yang dihasilkan suatu
daerah perkotaan. Salah satu solusi alternatif permasalahan ini adalah pengembangan area
jalur hijau (green belt area). Green belt adalah pemisah fisik daerah perkotaan dan pedesaan
yang berupa zona bebas bangunan atau ruang terbuka hijau yang berada di sekeliling luar
daerah perkotaan. Penulisan ini dilakukan pada Juni-Juli 2008 adalah studi literatur yang
membahas mengenai bagaimana area jalur hijau (green belt area) dapat menjadi kontrol
polusi dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat perkotaan, analisa penyebab kurangnya
area jalur hijau (green belt area) di perkotaan, bagaimana pengembangannya guna menekan
polusi udara sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat perkotaan dari sudut
pandang lingkungan.
Kata Kunci : Jalur Hijau, Jalur Hijau Perkotaan .

1. Pendahuluan pemukiman, tempat rekreasi, industri


Pembangunan kota sering lebih dan lain-lain (N. Dahlan, 2004)
banyak dicerminkan oleh adanya Hijaunya kota tidak hanya
perkembangan fisik kota yang lebih menjadikan kota itu indah dan sejuk
banyak ditentukan oleh sarana dan namun aspek kelestarian, keserasian,
prasarana yang ada. Gejala keselarasan dan keseimbangan
pembangunan kota pada saat ini sumberdaya alam, yang pada giliran
mempunyai kecenderungan untuk selanjutnya akan membaktikan jasa-
meminimalkan ruang terbuka hijau dan jasa berupa kenyamanan, kesegaran,
juga menghilangkan wajah alam. terbebasnya kota dari polusi dan
Lahan-lahan bertumbuhan banyak kebisingan serta sehat dan cerdasnya
dialihfungsikan menjadi pertokoan, warga kota.

* Staf Pengajar Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako, Palu
Jurnal SMARTek, Vol. 7, No. 2, Mei 2009: 113 - 120

Fenomena seperti uraian di atas Berdasarkan uraian di atas maka tujuan


mulai nampak di kota-kota kecil sampai penulisan ini adalah:
besar di Indonesia. Samsoedin et.al
a. Menemukenali dan menganalisis
(2006) menyebutkan diketahui
hubungan antara green belt area,
pembangunan infrastruktur perkotaan di
dengan kontrol polusi dan kualitas
Indonesia ini menunjukkan
hidup masyarakat perkotaan.
perencanaan yang kurang baik.
b. Mengetahui dan menganalisis
Pembangunan gedung perkantoran,
penyebab terjadinya gejala
perbelanjaan, sekolah, perumahan,
penurunan green belt area. Serta
pabrik, dan sebagainya kurang
menganalisis upaya green belt
memperhatikan aspek tata ruang kota.
sebagai usaha untuk menurunkan
Kebutuhan akan pembangunan
tingkat polusi dan meningkatkan
infrastruktur dan terbatasnya
kualitas hidup masyarakat
ketersediaan lahan nampaknya
perkotaan.
menjadi salah satu faktor terjadinya
disintegrasi dalam pembangunan di
perkotaan. Konsekuensi logis atas 2. Metode
keadaan tersebut adalah semakin Tulisan ini dilakukan pada Juni-
sempitnya lahan yang tersisa untuk Juli 2008 merupakan studi literatur yang
kawasan hijau. berusaha menjelaskan atau
Tekanan terhadap green belt menggambarkan dari berbagai sumber
area (jalur hijau) disebabkan oleh secara sistematik terkait tema tulisan
pertumbuhan penggunaan lahan yang jalur hijau (green belt) sebagai kontrol
meningkat cepat sehingga terjadi polusi udara dalam hubungannya
konversi lahan di green belt area dengan kualitas hidup di perkotaan.
menjadi kawasan terbangun. Hal ini Hasil dan pembahasan dimulai
disebabkan karena kebutuhan dengan hubungan antara green belt
masyarakat akan lahan meningkat area, kontrol polusi dan kualitas hidup
paralel dengan makin bertambahnya masyarakat perkotaan, kemudian
jumlah penduduk (urbanisasi) juga penyebab gejala kurangnya green belt
kebutuhan lahan untuk industrialisasi. area di kawasan Perkotaan. Berikutnya
Kurangnya green belt area akan adalah upaya green belt development
mempengaruhi kualitas hidup manusia sebagai usaha untuk menurunkan
diperkotaan khususnya yang tingkat polusi dan meningkatkan kualitas
berhubungan dengan peningkatan hidup masyarakat perkotaan, dan
polusi udara. Udara yang bersih sering terakhir menarik simpulan.
dicemari oleh debu, partikel timbal,
bising, gas CO2. Adanya green belt,
debu, partikel timbal, bising, gas CO2 3. Hasil dan Pembahasan
yang tersuspensi pada lapisan biosfer 3.1. Hubungan Antara Green Belt Area,
bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk Kontrol Polusi dan Kualitas Hidup
pohon melalui proses filtrasi dan Masyarakat Perkotaan
bahkan serapan.
Terkait dengan uraian di atas Perkotaan merupakan sebuah
tema tulisan ini adalah manfaat green pusat aktifitas manusia yang
belt dalam interaksinya dengan faktor kepadatannya cenderung tinggi dari
abiotik adalah; sebagai paru-paru wilayah lainnya yang fungsinya selain
kota, sebagai peneduh dan kontrol sebagai tempat hidup juga sebagai
suhu udara di perkotaan, penahan tempat untuk menghasilkan barang
aliran partikel debu, dan penurunan dan jasa (Anggraeni, 2005). Aktifitas
tingkat polusi suara, serta faktor manusia sekecil apapun akan
keindahan kota dan sebagai sarana menghasilkan dampak lingkungan.
rekreasi bagi penduduk perkotaan. Issue aktifitas perkotaan yang ada
dewasa ini adalah tingginya tingkat

114
Jalur Hijau (Green Belt) Sebagai Kontrol Polusi Udara
Hubungannya Dengan Kualitas Hidup Di Perkotaan
(Iwan Setiawan Basri)
urbanisasi, tingginya kebutuhan Species tanaman dengan
transportasi dan tingginya limbah yang sensitifitas tinggi berguna untuk
dihasilkan kota akibat kegiatan peringatan awal indikasi adanya
tersebut. Salah satu dampak bahan pencemar di udara, sedangkan
lingkungan yang paling kompleks dan untuk species tanaman dengan tingkat
berimplikasi luas untuk aktifitas toleransi tinggi akan mengurangi
perkotaan adalah polusi udara yang tingkat polusi di udara secara
dialami hampir di setiap kota besar. menyeluruh. Hal ini menjelaskan bahwa
Green belt atau jalur hijau green belt merupakan faktor
adalah pemisah fisik daerah perkotaan pengontrol tingkat polusi.
dan pedesaan yang berupa zona Kualitas hidup manusia
bebas bangunan atau ruang terbuka ditentukan dari segala aspek
hijau yang berada di sekeliling luar kehidupan, salah satu aspek terpenting
kawasan perkotaan atau daerah pusat adalah kesehatan masyarakat.
aktifitas/kegiatan yang menimbulkan Kesehatan masyarakat perkotaan
polusi (Anggraeni, 2005). Senada ditentukan oleh kondisi lingkungan
dengan itu dalam Pedoman yang bersih dan bebas pencemaran,
Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di baik pencemaran air, tanah, dan
Kawasan Perkotaan (2008) disebutkan udara.
bahwa Sabuk hijau merupakan RTH Manfaat dari adanya tajuk
yang berfungsi sebagai daerah vegetasi di green belt area adalah
penyangga dan untuk membatasi menjadikan udara yang lebih bersih
perkembangan suatu penggunaan dan sehat, jika dibandingkan dengan
lahan (batas kota, pemisah kawasan, kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk
dan lain-lain) atau membatasi aktivitas dari hutan kota. Disinilah peranan
satu dengan aktivitas lainnya agar tidak green belt untuk kesehatan masyarakat
saling mengganggu, serta pengamanan perkotaan, khususnya untuk atau
dari faktor lingkungan sekitarnya. sebagai pengendali pencemaran
Green belt unsur utamanya atau polusi udara. Selain kesehatan,
berupa vegetasi yang secara alamiah masyarakat juga berhak dan
berfungsi sebagai pembersih atmosfir memerlukan kehidupan sosial yang
dengan menyerap polutan yang baik yang dapat terpenuhi dengan
berupa gas dan partikel melalui adanya green belt yang berfungsi
daunnya. Vegetasi berfungsi sebagai sebagai tempat rekreasi bagi
filter hidup yang menurunkan tingkat masyarakat perkotaan.
polusi dengan mengabsorbsi, Green belt merupakan unsur
detoksifikasi, akumulasi dan atau signifikan bagi suatu sistem perkotaan
mengatur metabolisme di udara sebagai kontrol polusi dan menjaga
sehingga kualitas udara dapat kualitas hidup masyarakat perkotaan.
meningkat dengan pelepasan oksigen Jika luasan Green belt semakin besar
di udara (Shannigrahi et al. 2003). maka kontrol polusi meningkat
Lebih lanjut bahwa polusi udara sehingga kualitas hidup masyarakat
di daerah perkotaan dan daerah meningkat. Sedangkan penurunan
industri yang terserap dan terakumulasi luasan green belt menyebabkan polusi
oleh badan tanaman, jika polusi udara meningkat dan menurunkan
tersebut beracun, maka akan kualitas hidup masyarakat perkotaan.
mempengaruhi kesehatan tanaman
tersebut. Level kesehatan tanaman ini 3.2. Penyebab Gejala Kurangnya Green
terbagi menjadi spesies dengan tingkat Belt Area di Kawasan Perkotaan.
kesensitifan terhadap polutan tinggi Terdapat gejala kurangnya
dan spesies tanaman dengan tingkat green belt area di beberapa kota
toleransi tinggi. besar. Luasan minimal ruang terbuka
hijau yang dibutuhkan sebuah kota

115
Jurnal SMARTek, Vol. 7, No. 2, Mei 2009: 113 - 120

yang berkelanjutan dari aspek sehingga tingkat konversi lahan


lingkungan adalah 30% dari luasan cenderung meningkat dari tahun
total. Tekanan terhadap ruang terbuka ketahun karena kebutuhan masyarakat
hijau khususnya green belt area akan lahan yang semakin meningkat.
cenderung akan meningkat dari tahun Selain hal tersebut di atas, penurunan
ketahun karena peningkatan populasi daya dukung lingkungan makin
di perkotaan (Ramana et al. 1998). menambah tekanan yang dihadapi
Hal ini tersebut di atas green belt area di daerah perkotaan
merupakan hal yang perlu diwaspadai, dan industri. Penurunan green belt area
karena tanpa adanya perhatian akan mengakibatkan penurunan
terhadap gejala ini polusi akan semakin terhadap kontrol polusi seiring
meningkat, dampak lingkungan akan menurunnya daya dukung lingkungan.
semakin parah dan akan semakin jauh Hal ini akan berpengaruh pula pada
dari tujuan pembangunan yang kualitas hidup masyarakat perkotaan.
berkelanjutan. Penyebab kurangnya luasan
Tingkat pertumbuhan populasi green belt area di kota-kota besar
alamiah dan ditambah dengan arus secara general adalah (Bae et al.
urbanisasi ke perkotaan sangat tinggi 2003):
sehingga aktivitas manusia akan
1) industrialisasi,
semakin meningkat, limbah yang
2) urbanisasi
dihasilkan juga akan meningkat, dan
3) pembangunan ekonomi yang tidak
daya dukung lingkungan akan
terencana dengan baik;
menurun.
4) tidak adanya mekanisme kontrol
Aktivitas manusia tersebut
yang baik untuk mempertahankan
misalnya kebutuhan masyarakat untuk
green belt area, serta ;
transportasi, bekerja, membutuhkan
5) daya dukung lingkungan yang sudah
tempat tinggal yang kesemuanya akan
berkurang memperburuk kondisi
menimbulkan dampak lingkungan.
perkotaan.
Transportasi akan menimbulkan polusi
udara, dan kebutuhan permukiman Terkait dengan itu (Dep PU/RTH
masyarakat akan mengkonversi lahan Wilayah Perkotaan, LPL 2005) terdapat
terbuka hijau -dalam hal ini green belt tiga issues utama dari ketersediaan dan
sebagai kawasan terbangun. kelestarian RTH (termasuk jalur
Goldmisth et al, 1967 (dalam N. hijau/green belt area) adalah :
Dahlan, 2004) menyebutkan kendaraan 1) Dampak negatif dari sub optimalisasi
bermotor (transportasi) merupakan RTH dimana RTH kota tersebut tidak
sumber utama timbal yang mencemari memenuhi persyaratan jumlah dan
udara di daerah perkotaan. kualitas (RTH tidak tersedia, RTH tidak
Selanjutnya Krishnayya et al, 1986 fungsional, fragmentasi lahan yang
(dalam N. Dahlan, 2004) menyebutkan menurunkan kapasitas lahan dan
diperkirakan sekitar 60-70% dari partikel selanjutnya menurunkan kapasitas
timbal di udara perkotaan berasal dari lingkungan, alih guna dan fungsi
kendaraan bermotor. Kebutuhan lahan) terjadi terutama dalam
manusia untuk bekerja dipenuhi bentuk/kejadian:
dengan mekanisme industrialisasi yang a) menurunkan kenyamanan kota:
meningkatkan pertumbuhan ekonomi penurunan kapasitas dan daya
namun pada sisi lain jelas dukung wilayah (pencemaran
meningkatkan tingkat polusi. meningkat, ketersediaan air tanah
Sementara itu Shanigrahi et al. menurun, suhu kota meningkat, dll)
(2003) menyebutkan penyebab b) menurunkan keamanan kota
kurangnya green belt selain c) menurunkan keindahan alami kota
industrialisasi adalah tidak adanya (natural amenities) dan artefak
mekanisme kontrol yang baik untuk
mempertahankan green belt area,

116
Jalur Hijau (Green Belt) Sebagai Kontrol Polusi Udara
Hubungannya Dengan Kualitas Hidup Di Perkotaan
(Iwan Setiawan Basri)
alami sejarah yang bernilai kultural 30 jenis tanaman, dan 3 tanaman
tinggi. tersebut mempunyai nilai APTI (Air
d) menurunkan tingkat kesejahteraan Pollution Tolerance Index) paling tinggi
masyarakat atau menurunnya yaitu mempunyai nilai toleransi
kesehatan masyarakat secara fisik terhadap polusi udara tinggi sehingga
dan psikis tanaman tersebut dapat bertahan
2) Lemahnya lembaga pengelola RTH : pada tingkat polusi tinggi dan dapat
a) Belum terdapatnya aturan hukum mengurangi polutan dengan
dan perundangan yang tepat menyerapnya dan melepaskan oksigen
b) Belum optimalnya penegakan di udara.
aturan main pengelolaan RTH Selain itu terdapat indeks lain
c) Belum jelasnya bentuk untuk mengukur kesensitifan suatu
kelembagaan pengelola RTH spesies terhadap polusi udara, yaitu API
d) Belum terdapatnya tata kerja (Anticipated Performance Index), dan
pengelolaan RTH yang jelas sebagai tambahan untuk menentukan
jenis species tanaman untuk green belt,
3) Lemahnya peran stakeholders
faktor biofisik yang perlu diperhatikan
a) Lemahnya persepsi masyarakat
adalah kualitas tanah, curah hujan, dan
b) Lemahnya pengertian masyarakat
suhu. Sementara itu Dahlan, 1999 et al,
dan pemerintah
menyebutkan damar (Agathis alba),
(4) Keterbatasan lahan kota untuk
mahoni (Swietenia macrophylla), jamuju
peruntukan RTH, yaitu belum
(Podocarpus imbricatus) dan pala
optimalnya pemanfaatan lahan
(Mirystica fragrans), asam landi
terbuka yang ada di kota untuk RTH
(Pithecelobiumdulce), johar (Cassia
fungsional
siamea), mempunyai kemampuan yang
sedang sampai tinggi dalam
3.3. Upaya Green Belt Development
menurunkan kandungan timbal dari
sebagai Usaha untuk Menurunkan
udara.
Tingkat Polusi dan Meningkatkan
Untuk beberapa tanaman
Kualitas Hidup Masyarakat
berikut ini : glodogan (Polyalthea
Perkotaan
longifolia) keben (Barringtonia asiatica)
Usaha untuk menurunkan dan tanjung (Mimusops elengi),
tingkat polusi dan meningkatkan kualitas walaupun kemampuan serapannya
hidup masyarakat adalah dengan terhadap timbal rendah, namun
upaya green belt development. Green tanaman tersebut tidak peka terhadap
belt development merupakan solusi pencemar udara. Sedangkan untuk
yang tepat karena secara ekonomi dan tanaman daun kupu-kupu (Bauhinia
teknologi layak dikembangkan. Upaya purpurea) dan kesumba (Bixa orellana)
ini dibagi menjadi 2 solusi yaitu mempunyai kemampuan yang sangat
berdasarkan parameter biofisik dan rendah dan sangat tidak tahan
sosial ekonomi. Parameter biofisik yang terhadap pencemar yang dikeluarkan
dimaksud disini adalah bagaimana oleh kendaraan bermotor. (N. Dahlan,
pengembangan green belt yang ideal 2004)
dan bermanfaat optimum untuk suatu Pendapat di atas dipertegas
kota dari segi spesies tanaman, tinggi lagi oleh Samsoedin et.al (2006) bahwa
tanaman, lebar green belt dan jarak tanaman yang memiliki ketahanan
green belt dari pusat pencemar. yang tinggi terhadap pencemaran
Shannigrahi (2004) debu semen dan memiliki kemampuan
menyebutkan terdapat beberapa yang tinggi dalam menjerap (adsorbsi)
tanaman yang efektif dan efisien untuk dan menyerap (absorbsi) debu (debu
dikembangkan sebagai tanaman green semen) adalah mahoni, bisbul, kenari,
belt di kawasan perkotaan dan industri meranti merah, kere paying, dan kayu
yaitu Mangivera indica, Cassia renigera, hitam.
dan Ailanthus excelsea. Telah dievaluasi
117
Jurnal SMARTek, Vol. 7, No. 2, Mei 2009: 113 - 120

Green belt sebagai salah satu masyarakatnya dengan baik dengan


bentuk hutan kota memiliki fungsi tidak mengkonversi lahan di dalam
menjaga kelangsungan hidup bumi, kawasan green belt. Namun terdapat
yakni sebagai media yang memiliki implikasi negatif dari kebijakan ini, yaitu
kemampuan mengurangi zat pencemar tingginya tingkat kepadatan penduduk
udara termasuk Karbon Dioksida (CO2) di daerah inner green belt yang
yang melayang di udara dan penghasil merupakan pusat kota Seoul. Green belt
Oksigen (O2). Disamping itu hutan di kota Seoul berbentuk ring yang
memiliki fungsi dan peran sebagai mengelilingi pusat kota (inner green
penyerap panas sehingga dapat belt) dengan luasan sekitar 5.231 km2.
mendinginkan bumi dan hutan kota Selanjutnya disebutkan juga
yang di dalamnya terdapat berbagai bahwa kepadatan penduduk di daerah
macam vegetasi pada saat inner green belt pusat kota Seoul terlalu
berfotesitesis memerlukan sinar matahari tinggi, maka masyarakat mulai beralih
dan Karbon Dioksida (CO2) serta unsur- ke daerah outer green belt tanpa diikuti
unsur lainnya sehingga dengan usaha pemerintah untuk meningkatkan
demikian keberadaan hutan kota dapat lapangan kerja di daerah outer
mengurangi konsentrasi Karbon Dioksida sehingga terjadi commuting yang
(CO2) di udara dan dapat menurunkan tinggal di daerah outer green belt dan
suhu. (Rowan A. Rowntree, 1998). bekerja di daerah inner green belt,
Tinggi rendahnya kemampuan sehingga kebutuhan dan kepadatan
vegetasi atau tumbuhan untuk transportasi di Kota Seoul sangat tinggi.
menyerap udara atau menangkap zat- Pramukanto (2004) menyatakan
zat pencemar di udara sangat Seoul merupakan contoh keberhasilan
bervariasi termasuk yang terdapat di dalam implementasi sabuk hijau. Kota,
hutan kota. Scott et.al (1998) bahwa telah memulai pembangunan greenbelt
kemampuan vegetasi untuk menyerap pada tahun 1960. Sejak dikeluarkan
atau menangkap zat-zat pencemar undang-undang perencanaan kota
yang terdapat di udara dipengaruhi tahun 1971, pemerintah kota Seoul
oleh jenis, umur, lebar dan karakteristik secara serius memulai instalasi kawasan
daun vegetasi tersebut, vegetasi green belt dan menetapkan sebagai
menyerap zat pencemar di udara wilayah pembangunan terbatas. Tujuan
berupa gas buang melalui stomata dan pembangunan green belt Seoul adalah
akan mengikat butir-butir partikel di untuk pengendali pertumbuhan
daun. Tingkat kepadatan dan pembangunan kota, perlindungan
keteduhan vegetasi pada hutan kota lingkungan kota, fungsi keamanan
memberikan pengaruh langsung atau nasional, dan perlindungan fasilitas
tidak langsung terhadap keadaan suhu pertahanan.
dan iklim mikro kota tersebut.
Parameter berikutnya adalah
parameter sosial-ekonomi, yaitu
pertimbangan keefektifan biaya yang
dikeluarkan, kegunaan jangka panjang,
keberlanjutan, dan kelayakan teknologi
serta interaksi dan partisipasi masyarakat
dalam pengembangan green belt, hal
ini terangkum dalam manajemen
strategis greenbelt area (Ramana et al.
1998, Shannigrahi et al. 2003 dan
Shannigrahi et al. 2004).
Kasus green belt di Seoul (Bae et
Gambar 1. Green Belt di Seoul
al. 2003) adalah dengan pemberlakuan
Korea Selatan
peraturan dan perundangan Sumber : http://rachelkso.blogspot.com/2008archive.html,
mengenai green belt yang telah ditaati 25-07-2008

118
Jalur Hijau (Green Belt) Sebagai Kontrol Polusi Udara
Hubungannya Dengan Kualitas Hidup Di Perkotaan
(Iwan Setiawan Basri)
Setelah melalui empat fase menekan polusi udara adalah yang
pembangunan, secara bertahap mulai memperhatikan parameter biofisik dan
tahun 1971 sampai 1976, sabuk hijau sosial ekonominya. Disamping itu, perlu
Seoul Capital Region pada radius 15 km perlu juga adanya sebuah sistem
dari pusat kota berhasil dibangun. manajemen pasca pengembangan
Sabuk hijau seluas 153 000 ha atau 29 untuk menjaga agar kawasan green
persen dari total areal (540 000 ha) ini belt tetap berkelanjutan fungsi
merupakan buah kerjasama Seoul dan ekologinya, juga melibatkan
24 kota satelit sekitarnya yang berada di masyarakat untuk ikut serta memelihara
dua propinsi. Menyertai sukses dalam green belt sebagai asset ekologi kota
mendefinisikan sabuk hijau yang masif, untuk meningkatkan kualitas hidup
Seoul layak menuai predikat sebagai masyarakat.
satu-satunya kota di Asia yang berhasil
4. Simpulan
dalam membangun sabuk hijau kota
saat ini. Simpulan yang dapat ditarik dari
Pada bagian lain, hal ini pembahasan mengenai Jalur Hijau
merupakan sumber polutan udara baru, (Green Belt) Sebagai Kontrol Polusi
juga dari segi ekonomi akan terjadi Udara Hubungannya Dengan Kualitas
penambahan biaya yang dikeluarkan Hidup Di Perkotaan adalah:
sehingga tidak lagi efisien terutama a. Green belt merupakan unsur
dalam penggunaan bahan bakar signifikan bagi suatu sistem perkotaan
minyak. Sehingga tujuan sebagai kontrol polusi dan menjaga
pengembangan green belt area yang kualitas hidup masyarakat perkotaan.
tadinya mengurangi dampak b. Penyebab kurangnya luasan green
lingkungan menjadi tidak jelas karena belt area di kota-kota besar secara
masih menimbulkan permasalahan general adalah:
baru. Pengembangan green belt selain 1) industrialisasi
parameter biofisik, faktor sosial ekonomi 2) industrialisasi,
strategis dalam spasial harus juga 3) pembangunan ekonomi yang
diperhatikan. tidak terencana dengan baik;
4) tidak adanya mekanisme kontrol
yang baik untuk
mempertahankan green belt
area, serta ;
5) daya dukung lingkungan yang
sudah berkurang memperburuk
kondisi perkotaan.
c. Pengembangan Green belt
merupakan cara yang tepat untuk
mengontrol polusi. Pengembangan
Green belt yang optimal untuk
menekan polusi udara adalah yang
memperhatikan parameter biofisik
dan sosial ekonomi.
Gambar 2. Green Belt di Seoul
Korea Selatan
Sumber
:http://ianarticles.blogspot.com/2005/02/mengenca 5. Pustaka
ngkan-sabuk-hijau-jakarta.html, 25-07-2008
Anggraeni, Mustika. 2005. Green Belt
dan Hubungannya dengan
Pengembangan Green belt
Kualitas Hidup Masyarakat di
merupakan cara yang tepat untuk
Perkotaan, Makalah Biologi
mengontrol polusi, green belt
Lingkungan, Program Studi Ilmu
development yang optimal untuk

119
Jurnal SMARTek, Vol. 7, No. 2, Mei 2009: 113 - 120

Lingkungan, Prog. Pascasarjana green belt development in and


Univ. Gadjah Mada, Yogyakarta around an industrial/urban area
in India:. Journal Environment
Bae, Chang-Hee Christine and Jun,
Studies Vol. 61
Myung-Jin. 2003. Counterfactual
planning. What if there had
been no greenbelt in Seoul,
Journal of Planning Education
and Research

Dirjen Penataan Ruang Dept. PU. R.I.


Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka
Hijau di Kawasan Perkotaan,
2008, Jakarta
Dirjen Penataan Ruang Dep. PU, LPL IPB,
2005, Makalah Lokakarya Ruang
Terbuka Hijau (RTH) Wilayah
perkotaan, Jakarta
Endes N. Dahlan, 2004, Hutan Kota Untuk
Pengelolaan dan Peningkatan
Kualitas Lingkungan Hidup, Fak.
Kehutanan, IPB, Bogor

Qodarian, pramukanto, 2004,


Mengencangkan Sabuk Hijau
Jakarta: Belajar Dari Seoul,
Jakarat
Rawat, J.S., S.P. Banerjee, and P.V.
Ramana. 1998. Green belt for air
pollution abatement.
Environmental Pollution Control
Journal 2
Samsoedin, Subiandono, 2006,
Pembangunan Dan
Pengelolaan Hutan Kota,
Makalah Utama pada Ekspose
Hasil-hasil Penelitian Konservasi
dan Rehabilitasi Sumberdaya,
Padang
Shannigrahi, A.S., T. Fukushima, and R.C.
Sharma. 2003. Air pollution
control by optimal green belt
development around The
Victoria Memorial Monument,
Kolkata (India). Journal
Environment Studies Vol. 60,
Shannigrahi, A.S., T. Fukushima, and R.C.
Sharma. 2004. Anticipated air
pollution tolerance of some
plant species considered for

120

Anda mungkin juga menyukai