2. TOD di Bandung
Di Wilayah Kota Bandung, suburbanisasi adalah konsekuensi dari pertumbuhan penduduk dan keterbatasan
tanah. Berdasarkan data Statistik Indonesia (BPS) 2000-2005, laju pertumbuhan penduduk di Bandung Wilayah
Kota menunjukkan bahwa di daerah pinggiran dalam (desa / kecamatan di pinggiran Kota Bandung atau masih
dalam wilayah administrasi Kota Bandung) dan pinggiran luar (desa / kecamatan di pinggiran Kabupaten
Bandung atau berbatasan langsung dengan Kota Bandung) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pusat
kota atau area transaksi.
Keterbatasan lahan terjadi sebagai penyebab persaingan yang kuat
dalam menggunakan lahan. Perkembangan kota elemen
(pertumbuhan penduduk, permukiman, infrastruktur, dan ruang
terbuka hijau) menciptakan paradoks di mana kota ini berada
diharapkan untuk membangun kekayaan, tetapi sering
menimbulkan masalah. Lahan yang terbatas juga telah mengangkat
masalah transportasi, selain itu Bandung Kota Area memiliki
struktur spasial monosentris, meskipun telah direncanakan menjadi
pola polisentrik1.
Daya tarik inti kota (Kota Bandung dan Kota Cimahi) sebagai tujuan
perjalanan, pusat kegiatan ekonomi, pemerintah, sosial dan
gerakan budaya, menyebabkan efek negatif pada pergerakan lalu
lintas karena kurangnya infrastruktur transportasi ketersediaan dan
efektivitas yang dapat mengakomodasi pergerakan orang-orang di
Gambar 1. Peta Kota Bandung Wilayah Kota Bandung.Oleh karena itu, perlu untuk mengurangi
beban lalu lintas dengan menciptakan sistem transportasi yang
lebih efisien untuk mendorongmobilitas dan aksesibilitas orang-orang. Ini dapat dilakukan dengan
mengintegrasikan konsep pembangunan perkotaan untuk mengatasi dengan gejala urban sprawl dan
ketergantungan kendaraan pribadi dengan menerapkan Transit-Oriented Development.
PTT menawarkan pola pengembangan di sekitar stasiun transit dengan fungsi terintegrasi (pengembangan
terpadu) di populasi kepadatan tinggi, prioritas pengembangan untuk pejalan kaki, dan kemudahan akses ke
stasiun transit. TOD telah diterapkan di beberapa negara dan dianggap mendorong mobilitas masyarakat,
penciptaan area kompak dan ramah lingkungan, gerakan tidak bermotor (berjalan dan bersepeda), penggunaan
pribadi kendaraan dan beralih ke angkutan umum, perbaikan ekonomi perkotaan, meningkatkan sumber
pendanaan pembiayaan sarana transportasi dan pemeliharaan infrastruktur, dan juga mengurangi pengeluaran
rumah tangga untuk biaya transportasi.2
Namun, penerapan TOD merupakan tantangan di Bandung Kota Area. Sejauh ini di Kota Bandung Daerah,
rencana pengembangan sistem transportasi difokuskan pada pengembangan jaringan transportasi tanpa
melihat potensi dan peluang pengembangan sistem transportasi terintegrasi.1
Implikasi pengembangan TOD di Wilayah Kota Bandung telah berdampak pada kebijakan saat ini dan
kondisi yang ada. Lokasi yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai TOD di Wilayah Kota Bandung memiliki
kesempatan untuk dikembangkan dengan beberapa persyaratan untuk memenuhi kriteria dan indikator yang
disebutkan di atas.
Salah satu lokasi potensial TOD dalam penelitian ini adalah Gedebage. Berdasarkan Rencana Tata Ruang
Kota Bandung 2011-2031, Gedebage memiliki pembangunan perumahan berkepadatan rendah. Untuk
mengembangkan lokasi sebagai Pusat Regional TOD, Gedebage harus dikembangkan menjadi daerah
pemukiman dengan kepadatan tinggi.
1
Calthorpe, Peter. The Next American Metropolis. Princeton: Princeton Architectural Press; 1993.
2
Ditmarr, Hank, and Gloria Ohland. The New Transit Town. Island Press; 2004.
27 November 2018 1