Kata
Pengantar
Salah satu informasi yang cukup signifikan untuk dimasukkan kedalam kajian penataan
ruang adalah informasi potensi bencana wilayah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Palu, dinilai masih minim dalam hal penyajian data dan informasi akan kebencanaan, berikut
dengan upaya mitigasi dan adaptasi. Kejadian bencana gempa bumi dan tsunami di Kota
Palu pada tanggal 28 november 2018 yang menimbulkan korban dan kerugian yang cukup
besar, mengingatkan kita kembali akan pentingnya perencanaan penataan ruang berbasis
mitigasi bencana.
Problematika penataan ruang dalam 3 Mengingat pentingnya kajian kebencanaan dalam muatan tata ruang dalam kajian
dekade terakhir menunjukkan bahwa produk kebencanaan termasuk pengurangan risiko bencana, maka selayaknya dokumen rencana
tata ruang di Kota palu mengkaji kembali muatan tata ruang dengan penguatan pada aspek
perencanaan kota masih jauh dari kondisi pengurangan risiko bencana, dengan memasukkan data potensi bahaya terkini.
“terintegrasi” baik dari sisi integrasi vertikal
Laporan akhir ini berisi tentang kajian potensi bencana Kota Palu dengan penyajian data
maupun horizontal (sektoral). Rencana tata dan informasi terkini dan lebih detail terutama dalam aspek kebencanaan. Laporan akhir ini
ruang merupakan suatu kebijakan publik juga menyajikan review atas RTRW Kota Palu terutama fokus pada aspek kebencanaannya.
Diharapkan laporan akhir ini dapat menjadi pegangan bagi para stakeholder dalam
yang terintegrasi dan berkelanjutan dalam pengambilan kebijakan dan dapat menjadi masukan teknis dalam peninjauan kembali RTRW
pemanfaatan ruang Kota. Ketidaksediaan dan dan penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi Kota Palu.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
4 5
Laporan Pendahuluan Laporan Pendahuluan
Daftar Isi
3.3.9. Kajian Kerentanan Kota Palu 67
Peran Penataan Ruang dalam Pengurangan Risiko 3.3.9.1. Kajian Awal Kerentanan Bencana Banjir 68
2.2.2.
Bencana
27
3.3.9.2. Kajian Awal Kerentanan Bencana Banjir
Bandang
69
2.2.2.1. Penataan Ruang Berbasiskan Mitigasi
Bencana
27
3.3.9.3. Kajian Awal Kerentanan Bencana Gempa
Bumi
69
2.2.2.2. Fungsi Perencanaan Tata Ruang 28
3.3.9.4. Kajian Awal Kerentanan Bencana Tanah
2.2.3. Konsep dan Best Practice Mitigasi Bencana 28 70
Longsor
2.2.3.1. Best Practice Mitigasi Bencana Gempabumi
5
28 3.3.9.5. Kajian Awal Kerentanan Bencana Tsunami 71
1
dan Tsunami di Indonesia
2
113
Potensi Kebencanaan Aktif
BAB Tinjauan Kebijakan dan Kota Palu 4.1. Isu Strategis Kota Palu 74
5.2.3. Penyusunan Peta Kawasan Rawan Bencana Tsunami 114
Literatur 4.2. Isu Strategis Bidang Kelembagaan 75
5.2.3.1. Metode Penyusunan Peta Kawasan Rawan
Bencana Tsunami
114
3.1. Lokasi Geografis dan Kondisi Fisik Kota Palu 36
4.3. Isu Strategis Bidang Sosial 76 5.2.3.2. Model Numerik Pembangkitan dan
2.1.
Tinjauan Kebijakan Pembangunan dan Penataan Ruang
22 3.1.1. Kondisi Fisik Dasar 36 Penjajalan Tsunami
115
Terkait Kota Palu 4.4. Isu Strategis Bidang Penataan Ruang 76
3.1.1.1. Iklim 36 5.2.3.3. Persamaan Pengatur Pembangkit Tsunami
2.1.1.
Tinjauan Kebijakan Nasional dan Provinsi terhadap
22 4.5. Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan 79 oleh Longsoran
115
Pengembangan Kota Palu 3.1.1.2. Geologi Dan Morfologi 40
4.6. Satuan Kemampuan Lahan Terhadap Bencana Alam 80 5.2.3.4. Kajian dan Penelitian Bukti Longsoran
2.1.1.1. PP No. 26 tahun 2008 “Rencana Tata Ruang
22 3.1.1.3. Topografi 43 Penyebab Tsunami Palu
117
Wilayah Nasional 4.7. Arahan Kemampuan Lahan 82
3.1.1.4. Hidrologi 47 5.2.3.5. Analisis Penyususnan Peta Kawasan Rawan
2.1.1.2. Perpres No. 88 tahun 2011 tentang RTRW
23 4.7.1. Arahan Rasio Tutupan Lahan 84 Bencana Tsunami
118
Pulau Sulawesi 3.1.2. Kondisi Penggunaan Lahan 51
Tinjauan Kebijakan Penataan Ruang Daerah
4.7.2. Arahan Ketinggian Bangunan 86 5.2.3.5.1 Hasil dan Analisis Model Tsunami
118
2.1.2. 23 3.2. Sejarah Kebecanaan Kota Palu 53 Akibat Gempa
Terhadap Pengembangan Kota Palu 4.7.3. Arahan Pemanfaatan Air Baku 88
3.3. Kajian Potensi Kebencanaan Kota Palu 55 5.2.3.5.2 Hasil dan Analisis Model Tsunami
2.1.2.1. Perda Kota Palu No. 16 tahun 2011 tentang
23 4.7.4. Perkiraan Daya Tampung 88 Akibat Longsoran
121
RTRW Kota Palu 3.3.1. Potensi Bencana Kota Palu 55
2.1.2.2. Draft Rencana Detail Tata Ruang Kota Palu 24
4.7.5. Arahan Tata Ruang Pertanian 89 5.2.4. Penyusunan Kawasan Rawan Bencana Likuifaksi 126
3.3.2. Kajian Kebencanaan Banjir Kota Palu 56
TInjauan Kebijakan Penanggulangan Bencana 4.7.6. Persyaratan dan Pembatasan Pengembangan 92 5.2.4.1. Metode Penyusunan Kawasan Rawan
126
2.1.3. 26 3.3.3. Kajian Kebencanaan Banjir Bandang Kota Palu 58 Bencana Likuifaksi
Terkait Kota Palu 4.8. Analisis Kesesuaian Lahan 94
3.3.4. Kajian Kebencanaan Gempa Bumi Kota Palu 60 5.2.3.2. Analisis Penyususnan Kawasan Rawan
2.1.3.1. RAN-PRB 2006-2009 26 Bencana Likuifaksi
126
3.3.5. Kajian Area Sempadan Aktif 62
2.1.3.2. RPJMN 2015-2019 26
3.3.6. Kajian Kebencanaan Tanah Longsor Kota Palu 63
2.2. Tinjauan Literatur Mitigasi 27
Peran Penataan Ruang dalam Penyelenggaraan
3.3.7. Kajian Kebencanaan Tsunami Kota Palu 64
2.2.1.
Penanggulangan Bencana
27
3.3.8. Kajian Kebencanaan Likuifaksi Kota Palu 66
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
6 7
Laporan Pendahuluan Laporan Pendahuluan
5.2.5. Penyusunan Kawasan Rawan Bencana Lonsor 128 7.4.3. Sistem Evakuasi Bencana Tsunami 203 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan
8.1.5.
Lindung dan Kawasan Budidaya di Kota Palu
238
5.2.5.1. Metode Penyusunan Kawasan Rawan Konsep Penataan Ruang Berbasis Pengurangan
Bencana Lonsor
128 7.4.4.
Rawan Bencana Likuifaksi
206
Rekomendasi Penyempurnaan RDTR Kota Palu dari Aspek
8.2.
Mitigasi Bencana (Skala 1:5.000)
248
5.2.5.2. Kawasan Rawan Bencana Lonsor 128 7.5. Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang 206
Rekomendasi Teknis Penyempurnaan RDTR di
5.2.6. Penyusunan Kawasan Rawan Bencana Banjir 131 7.5.1. Ketentuan Tata Bangunan 207 8.2.1.
Kawasan Prioritas
249
5.2.6.1. Analisis Kawasan Rawan Bencana Banjir
8
5.2.7.3. Kriteria 3 pemilihan area prioritas 142 Penerapan Building Code dan Peta Seismic 176
Design
9
7.1.4. Analisis Peningkatan Kapasitas
Penyempurnaan Rencana
7.2.
Analisis dan Konsep Mitigasi Kawasan Rawan Bencana
Tsunami
180 Tata Ruang Daerah dari Aspek
Analisis Penurunan Tingkat Bahaya Bencana Penataan KRB Berbasis PRB Penutup
7.2.1.
Tsunami
181
7.2.1.1. Sistem jalur Evakuasi Bencana Tsunami 182 Rekomendasi Penyempurnaan RTRW Kota Palu dari Aspek
8.1.
Pengurangan Risiko Bencana (1:25.000)
214
Analisis Mitigasi Dan Penataan Kawasan Pada KRB
7.3.
Likuifaksi
183
Rekomendasi Tujuan, Kebijakan dan Strategis
8.1.1. 214
6
Analisis Penurunan Tingkat Bahaya Bencana Penataan Ruang Kota
7.3.1. 183
BAB
Likuifaksi
8.1.2. Rekomendasi Rencana Struktur Ruang 215
7.3.2. Analisis Penurunan Kerentanan Bencana Likuifaksi 183
Evaluasi Kualitas 8.1.2.1. Rencana Sistem Pusat Pelayanan 215
Rencana Tata Ruang Daerah 7.3.2.1. Analisis Penurunan Kerentanan dengan
183 8.1.2.2. Rencana Sistem Jaringan Prasarana
Analisis Pemanfaatan Rencana Pola Ruang Terhadap 8.1.3.3. Rekomendasi Teknis Kawasan Lindung 225
6.2. Evaluasi Filosofi Struktur Ruang Kota Palu “Souraja” 155 7.4.1. 196
Kawasan Rawan Bencana Tsunami
8.1.3.4. Rekomendasi Teknis Kawasan Budidaya 225
6.3. Evaluasi Dokumen RDTR Kota Palu 156
7.4.2.
Analisis Pemanfaatan Rencana Pola Ruang Terhadap
Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi
198 8.1.4. Arahan Pemanfaatan Ruang 231 Lampiran
6.3.1. Evaluasi RDTR Palu Selatan 156
7.4.2.1. Perlindungan Berlapis Kawasan Mangrove, 8.1.4.1. Indikasi Program Mitigasi Struktural
6.3.2. Evaluasi RDTR Kota Palu Tengah Bagian Barat 156 Bencana
231
Hutan pantai dan Sea Dike sebagai 198
6.3.3. Evaluasi RDTR Kota Palu Tengah Bagian Teluk 161 pengurangan area rawan Tsunami
8.1.4.2. Indikasi Program Mitigasi Non Struktural
Bencana
232
6.3.4. Evaluasi RDTR Kawasan Industri Palu 163 7.4.2.2. Perlindungan Berlapis dengan Sea Dike 199
7.4.2.3. Penurunan Tingkat Kerentanan Tsunami 200
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
8 9
Laporan Pendahuluan Laporan Pendahuluan
Daftar Gambar
Gambar 2.1. Disaster Risk Area 30 Gambar 3.18. Peta Bahaya Gempa Bumi, 61 Gambar 4.11. Arahan Ketinggian Bangunan 87 Gambar 5.13. Diagram Alir Persamaan 116
Gambar 2.2. Perencanaan Relokasi Skala 1:50.000 Kota Palu Pengatur Pembangkitan
Permukiman Gambar 3.19. Peta Area Sesar Buffer 62 Gambar 4.12. Arahan Pemanfaatan Air Baku 89 Tsunami
Pada Lokasi Bencana 31 Gambar 3.20. Peta Bahaya Tanah Longsor 63 Kota Palu Gambar 5.15. Peta Bathimeri sebelum dan
Skala 1:50.000 Gambar 4.13. Arahan Tata Ruang Pertanian 90 sesudah terjadinya Gempa
Gambar 2.3. Peta Tingkat Kerawanan
dan Tsunami
Likuifaksi Gambar 3.21. Peta Bahaya Tsunami, Skala 65 Gambar 4.14. Skenario Daya Tampung 91
1:50.000 Ruang Kota Palu Kota Palu 117
Kota Chrischurch 33
Gambar 3.22. Peta Rawan likuifaski Kota 66 Gambar 4.15. Kemampuan Pengembangan 93 Gambar 5.16. Lokasi Sumber Tsunami 116
Gambar 3.1. Grafik kondisi suhu dan
Palu Lahan Kota Palu Akibat Gempabumi
kelembaban
Gambar 4.1. Penataan Kawasan Pantai 76 Gambar 4.16. Kemampuan Lahan Pola 95 Gambar 5.17. Pusat Gempa donggala 7.4 SR 121
Kota Palu 36
yang belum diarahkan untuk Ruang Kota Palu ( 28 september 2018).
Gambar 3.2. Grafik curah hujan Kota Palu 38
meminimalisir risiko bencana Gambar 5.1. Konsep Microzonasi Untuk 98 Gambar 5.18. Lokasi Sumber Tsunami
Gambar 3.3. Rata-rata hujan bulanan dan 38 tsunami. Akibat
Mendapatkan Pergerakan
koefisien variasi Rata-rata
Gambar 4.2. Pengembangan Kawasan Tanah Di permukaan Longsoran 122
periode 10 tahunan
Permukiman Gambar 5.2. Peta Mikrozonasi Gempa 100 Gambar 5.19. Hasil Pemodean Tsunami
Gambar 3.4 Rata-rata Curah Hujan 30 38
dan akifitas lain di area Bumi Kota Palu Tervalidasi Dari 3
Tahunan
sempadan dengan data survey kerusakan Skenario Lokasi 122
Gambar 3.5 Distribusi Frekuensi Curah Skala MMI BMKG
aktif 77 Gambar 5.20. Hasil Pemodelan Dari Tsunami 123
Hujan
Gambar 4.3. Beberapa area sempadan Gambar 5.3. Peta Klasifikasi Nilai Seismik 102 Palu Sumber Longsor E1
Harian 10 Tahunan 39 Design (SDS) Kota Palu
sungai yang masih belum Gambar 5.21. Peta Pemodelan Tsunami
Gambar 3.6. Peta Geologi dan sesar Kota 41 belum dimanfaatkan Gambar 5.4. Peta Klasifikasi Nilai Seismik 103 PVMBG,
Palu Design (Sds) Kota Palu
untuk aktifitas 77 2016 124
Gambar 3.7. Peta Geomorfologi Kota Palu 42 overlay Peta Sempadan
Gambar 4.4. Kualitas Bangunan yang Gambar 5.22. Peta Survey BMKG 124
patahan aktif
Gambar 3.8 Kondisi Kemiringan Wilayah 43 masih belum memenuhi
Kota Palu Gambar 5.23. Peta Terdampak Tsunami
standar Building Code
Gambar 3.9. Peta Topografi kota palu 44 Gambar 5.5. Logic Tree untuk sumber 105 (Copernicus) Kota Palu 124
tahan gempa 77
gempa patahan.
Gambar 3.10. Peta Kontur Kota Palu 45 Gambar 4.5. Akifitas Penambangan 78
yang merusak hutan akan Gambar 5.6. Logic Tree untuk sumber 105
Gambar 3.11. Peta Kemiringan Lereng kota 46
menambah potensi bencana gempa subduksi
palu
longsor Gambar 5.7. Logic Tree untuk sumber 105
Gambar 3.12. Peta Jaringan Sungai kota 48
Gambar 4.6. Akifitas dan pembangunan 78 gempa background.
palu
pemukiman di area yang Gambar 5.9. Peta Kedalaman Bed Rock 111
Gambar 3.13. Peta Hidrologi di ekungan air
berada pada daerah rawan Kota Palu
tanah
longsor Gambar 5.10. Peta Area Sesar Buffer 113
kota palu 50
Gambar 4.7. Diagram Alir Analisis Fisik & Gambar 5. 11. Diagram Alur Penyusunan 114
Gambar 3.14. Kondisi Penggunaan Lahan 52
Lingkungan 79 Peta Kerawanan Tsunami Kota
Gambar 3.15. Presentase Bencana Kota 54
Gambar 4.8. SKL Bencana Alam Kota Palu 81 palu
Palu Tahun 1815-2015
Gambar 4.9. Analisis Kemampuan Lahan 83 Gambar 5.12. Sketsa Aliran Longsor Yang 115
Gambar 3.16. Peta Bahaya Banjir, Skala 57
Kota Palu Diasumsikan Sebagai Fluida
1:50.000
Gambar 4.10. Arahan Rasio Penutupan Kota 85
Gambar 3.17. Peta Bahaya Banjir Bandang, 59
Palu
Skala 1:50.000
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
10 11
Laporan Pendahuluan Laporan Pendahuluan
Daftar Tabel
Tabel 2.1. Matriks Evaluasi Keterhubungan 24 Tabel 5.6 Klasifikasi Gempa Berdasarkan Perka 107 Tabel 7.1 Analisis Mitigasi Bencana Gempa 175 Tabel 8.6 Kriteria Dalam Penentuan Lokasi TES 225
Rencana Tata Ruang di Kota Palu BNPB No 2 Tahun 2012 Bumi Untuk Menurunkan Risiko dan TEA Berdasarkan Jenis Bencana
Tabel 3.1 Rata-Rata Jumlah Hari Hujan, Curah 37 Tabel 5.7 Klasifikasi Gemba Berdasarkan 107 Tabel 7.2 Penentuan Kelas Risiko Bangunan 177 Tabel 8.7 Lokasi Rekomendasi Lokasi 226
Hujan Dan Penyinaran Matahari Peraturan Mentri ESDM No 15 Tahun HUNTARA (Hunian Sementara) Kota
Setiap Bulan Di Kota Palu 2012
Tabel 7.3 Kategori Seismic Design (SDS) 177 Palu
berdasarkan Parameter Respon
Tabel 3.2 kondisi curah hujan harian 39 Tabel 5.8 Klasifikasi Gempa Berdasarkan Badan 108 Percepatan Pada Perioda Pendek Tabel 8.8 Tabel indikasi Program Mitigasi 231
Geologi Kementrian Energi dan Struktural
Tabel 3.3 Catatan Sejarah Kejadian Bencana di 53 Sumberdaya Mineral Tahun 2018
Gambar 7.4. Syarat minimum bangunan rumah 179
Kota Palu Tahun 1815-2015 tinggal sederhana tahan gempa Tabel 8.9 Tabel indikasi Program Mitigasi Non- 232
Tabel 5.9 Site Klasifikasi Berdasarkan 108 Struktural
Tabel 3.4 Kejadian Gempa Sekitar Kota Palu 54 Peraturan Gempa Indonesia (SNI 03-
Tabel 7.5 Analisis Mitigasi pada KRB Tsunami 180
Tabel 8.10 Indikasi Program Pengurangan Risiko 234
Tabel 3.5 Tabel Potensi Bencana dalam Kajian 55 1726, 2012) Tabel 7.6. Nilai Kekasaran Permukaan setiap 181 Bencana Kota Palu Tahun 2019 -
Risiko Bencana Kota Palu jenis penggunaan Lahan
Tabel 5.10 Parameter Gempa Yang 119 2039
Tabel 3.6 Potensi Penduduk Terpapar Bencana 67 Membangkitkan Tsunami Tabel 7.7 Analisis Mitigasi Bencana Likuifaksi 183 Tabel 8.11 Arahan Ketentuan Umum Peraturan 240
di Kota Palu Untuk Menurunkan Risiko
Tabel 5.11 Hasil Pemodelan Penjalaran Tsunami 119 Zonasi di Kota Palu
Tabel 3.7 Kelas Kerentanan Bencana di Kota 68 Dengan Sumber Gempa Tabel 7.8 Konsep Penataan Kawasan skala 1: 193 Tabel 8.12 Delineasi BWP di Kota Palu 249
Palu 25000
Tabel 5.12 Sejarah Terjadinya Tsnami Di 120
Sulawesi Tengah
Tabel 8.13 Potensi dan Permasalahan di 249
Table 3.8 Potensi Penduduk Terpapar Bencana 68 Tabel 7.9 Konsep Penataan Kawasan skala 1: 194 Kawasan Prioritas Kota Palu
Banjir di Kota Palu 5000
Tabel 5.13 Klasifikasi Kelas Rawan Tsunami 123
Tabel 8.14 Rekomendasi Penetapan Tujuan 249
Tabel 3.9 Potensi Penduduk Terpapar Bencana 69 Tabel 7.10 Konsep dan arahan Penerapan 196
Tabel 5.14 Potensi liquifaksi daerah penyelidikan 126 Kawasan Prioritas
Banjir Bandang di Kota Palu Building Code dan Seismic Design
secara kualitatif
untuk KRB Gempa Bumi Tabel 8.15 Rencana Sistem Prasarana Mitigasi 250
Tabel 3.10 Potensi Penduduk Terpapar Bencana 69 Tabel 5.15 Nilai LPI daerah penyelidikan 126 struktural di Kawasan Prioritas
Gempa Bumi di Kota Palu
berdasarkan klasifikasi Iwasaki (1986)
Tabel 7.11 Tipe Kawasan Penanganan Kawasan 198
Rawan Gelombang Tsunam Tabel 8. 16 Syarat Penyediaan Jalur Evakuasi 250
Table 3.11 Potensi Penduduk Terpapar Bencana 70 Tabel 5.16 Luas Kawasan Tanah Longsor Tinggi 130 Berdasarkan Jenis Ancaman Bencana
Tanah Longsor di Kota Palu
Kota Palu
Tabel 7.12 Kajian Kemampuan Mangrove untuk 198
mengurangi energi Tsunami Tabel 8.17 Arahan Kriteria Zona Lindung di 253
Tabel 3.12 Potensi Penduduk Terpapar Bencana 71 Tabel 5.17 Luas kawasan bahaya banjir 131 Kawasan Prioritas Kota Palu
Tsunami di Kota Palu Tabel 7.13 Desain perhitungan tinggi VEB 201
Tabel 5.18 Luas Kawasan Banjir Kota Palu 133 berdasarkan sejarah tsunami Tabel 8.18 Zona Budidaya di Kawasan Prioritas 254
Tabel 4.1 isu Strategis Fisik dan Lingkungan 75 BWP 1
dan Kaitanyaa Langsung Dengan Tabel 5.19 luas kawasan terbangun terdampak 134 Tabel 7. 13 Sistem Evakuasi Bencana Tsunami 203
Kebencanaan banjir tinggi kota palu Tabel 8.19 Arahan Rencana Pola Ruang BWP 2 264
Tabel 7.14 Intensitas Pemanfaatan Ruang 206
Tabel 4.2 Analisis sebaran SKL Bencana Alam 80 Tabel 5.20 Luas Kawasan Bahaya Banjir Bandang 135 Tabel 8.20 Arahan Rencana Pola Ruang BWP 3 280
Kota Palu Tabel 7.15 Ketentuan Tata Masa Bangunan 207
Tabel 5.21 Luas Kawasan Banjir Bandang Kota 138 Tabel 8.21 Program Mitigasi Struktural 292
Tabel 4.3 Nilai Pembobotan Analisis 82 Palu
Tabel 7.16 Ketentuan Prasarana dan Sarana 207 Berdasarkan Jenis Bencana
Kemampuan Lahan Minimal di Sistem Perkotaan Kota
Tabel 6.1 Review Substansi Kebencanaan 148 Palu Tabel 8.22 Program Mitigasi Non Struktural 292
Tabel 4.4 Prediksi Skenario Daya Tampung 88 Dalam RTRW Kota Palu 2010-2030 Berdasarkan Jenis Bencana
Kota Palu Tabel 8.1 Rekomendasi Penyempurnaan 214
Tabel 6.2 Penilaian Substansi Kebencanaan 150 Tujuan, Kebijakan dan Strategi TABEL 8.23 Ketentuan Kegiatan Dan Penggunaan 295
Tabel 4.5 Prediksi Skenario Daya Tampung per 88 dalam RTRW Kota Palu 2010-2030 Penataan Ruang Kota Palu Lahan (Matriks ITBX) - RDTR PZ BWP
Kecamatan di Kota Palu Kawasan Perkotaan Palu
Tabel 6.3 Struktur Ruang Kota Palu 155 Tabel 8.2 Analisis Sistem Pusat Pelayanan 216
Tabel 5.1 Fundamental Skala AHP untuk 99 berdasarkan Arahan Rasio Tabel 8.24 Intensitas Pemanfaatan Ruang 304
Perbandingan Pasangan-Bijaksana Tabel 6.4 Matriks Evaluasi RDTR Palu Selatan 157
Peruntukkan dari Analisis SKL
dari Indikator Tabel 8.25 Ketentuan Tata Masa Bangunan 305
Tabel 6.5 Matriks Evaluasi RDTR Kota Palu 157 Tabel 8.3 Rencana Sistem Jaringan Prasarana 218
Tabel 5.2 Penentuan Kelas Risiko Bangunan 101 Tengah Bagian Barat Tabel 8.26 Ketentuan Prasarana dan Sarana 305
Berdasarkan Jenis Ancaman Bahaya
Minimal di Sistem Perkotaan Kota
Tabel 5.3 Kategori desain seismik berdasarkan 102 Tabel 6.6 Administrasi RDTR Kawasan Teluk 161 di Kota Palu
Palu
parameter respons percepatan pada Palu
Tabel 8.4 Kriteria Penyusunan Kawasan Rawan 220
perioda pendek. Tabel 8.27 Ketentuan Khusus Peraturan Zonasi 306
Tabel 6.7 Matriks Evaluasi RDTR Teluk Palu 161 Bencana di Kota Palu
Dalam
Tabel 5.4 Skala Menurut Modified Mercalli 106 Tabel 6.8 Matriks Evaluasi Subtansi Kebenca- 164 Tabel 8.5 Kriteria Penentuan Rekomendasi 223
Intensity naan dalam RDTR Kawasan Industri Teknis Rencana Pola Ruang Kawasan
Tabel 5.5 Klasifikasi Gempa berdasarkan BMKG 106 Palu Lindung berbasiskan Pengurangan
Risiko Bencana di Kota Palu
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
12 13
Laporan Pendahuluan Laporan Pendahuluan
Daftar Istilah
1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa 11. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang 18. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan 26. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan semua aspek pelayanan public atau masyarakat ruang.
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, sampai tingkat yang memadai pada wilayah 27. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, pascabencana dengan sasaran utama untuk permukiman dan sistem jaringan prasarana dan
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan normalisasi atau berjalannya secara wajar semua sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta gangguan kegiatan masyarakat. aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis
benda, dan dampak psikologis. 12. Kawasan risiko bencana adalah kawasan yang pada wilayah pascabencana. memiliki hubungan fungsional.
2. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang memiliki potensi untuk mengalami kerugian yang 19. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua 28. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang
terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi ditimbulkan akibat bencana, baik berupa kematian, prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan
dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan ruanguntuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
gelombang seismik. mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh untuk fungsi budi daya.
3. Tsunami adalah gelombang laut yang terjadi akibat gangguan kegiatan masyarakat. dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial 29. Penataan ruang adalah sistem proses perencanaan
gempa, letusan gunung api, atau longsoran yang 13. Tingkat kerentanan adalah indikator tingkat dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
terjadi di dasar laut. kerawanan pada kawasan yang belum dimanfaatkan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala pemanfaatan ruang.
4. Banjir adalah kondisi dimana suatu daerah dalam sebagai kawasan budi daya, dengan hanya aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah 30. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk
keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang mempertimbangkan aspek kondisi alam, tanpa pascabencana. menentukan struktur ruang dan pola ruang yang
besar. memperhitungkan besarnya kerugian yang 20. Penanggulangan bencana adalah proses kegiatan meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata
5. Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di diakibatkan. yang meliputi pengenalan dan pemahaman bencana, ruang.
bawah dari kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, 14. Tingkat kerawanan adalah ukuran yang menyatakan risiko, jenis-jenis, lokasi dan keadaan darurat 31. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk
pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. besar-kecilnya/tinggi rendahnya kemungkinan bencana, dan penanganannya; mitigasi, kesiap- mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai
6. Longsor adalah suatu proses perpindahan massa suatu kawasan atau zona dapat mengalami bencana, siagaandan kewaspadaan masyarakat terhadap dengan rencana tata ruang, melalui penyusunan dan
tanah atau batuan dengan arah miring dari serta besarnya korban dan kerugian bila terjadi bencana; pencegahan; ekploitasi; pemulihan, dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa bencana yang diukur berdasarkan tingkat kerawanan rekonstruksi bencana. 32. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah adalah
yang mantap, karena pengaruh gravitasi; dengan fisik alamiah dan tingkat kerawanan karena aktivitas 21. Penyelenggaraan penanggulangan bencana upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.
jenis gerakan berbentuk rotasi dan translasi. manusia. adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan 33. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata
7. Letusan gunung api adalah proses meletusnya 15. Tingkat risiko adalah tingkat kerawanan karena kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya ruang.
gunung api disertai keluarnya material gunung aktivitas manusia yakni ukuran yang menyatakan bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap 34. Ruang evakuasi bencana adalah ruang yang
api seperti lahar, abu dan lepasnya gas-gas ke besar kecilnya kerugian manusia dari kejadian darurat, dan rehabilitasi. diperuntukkan untuk menampung penduduk yang
permukaan bumi. bencana atau kemungkinan kejadian bencana yang 22. Pengurangan risiko bencana adalah upaya-upaya sedang menghindari ancaman bencana terdiri atas
8. Likuifkasi atau pencairan tanah (soil liquefaction) diakibatkan oleh intensitas penggunaan lahan yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk alur evakuasi dan tempat evakuasi.
adalah fenomena yang terjadi ketika tanah yang yang melebihi daya dukung, serta dampak yang dari bencana yang mungkin timbul melalui upaya 35. Jalur evakuasi adalah jalur yang menghubungkan
jenuh atau agak jenuh kehilangan kekuatan dan ditimbulkan dari aktivitas manusia sesuai jenis memperkecil bahaya, mengurangi kerentanan hunian dengan tempat evakuasi sementara maupun
kekakuan akibat adanya tegangan, misalnya getaran usahanya, serta sarana dan prasarana. kawasan yang terancam, dan meningkatkan jalur yang menghubungkan tempat evakuasi
gempa bumi atau perubahan ketegangan lain secara 16. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kapasitas kawasan yang terancam, terutama sementara dengan tempat evakuasi akhir.
mendadak, sehingga tanah yang padat berubah kegiatan yang dilakukan dengan segera pada dilakukan dalam situasi tidak terjadi bencana. 36. Tempat Evakuasi Sementara yang selanjutnya
wujud menjadi cairan atau air berat. saat kejadian bencana untuk menangani dampak 23. Kajian risiko bencana adalah mekanisme terpadu disingkat (TES) adalah tempat singgah sementara
9. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan untuk memberikan gambaran menyeluruh terhadap yang dapat dijangkau oleh pengungsi dengan cepat
geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, risiko bencana suatu daerah dengan menganalisa untuk menyelamatkan diri dari ancaman bencana.
sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, tingkat ancaman, tingkat kerugian, dan tingkat 37. Tempat Evakuasi Akhir yang selanjutnya disingkat
suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta kapasitas. (TEA) adalah tempat singgah akhir di zona aman
mengurangi kemampuan mencegah, meredam, pemulihan prasarana dan sarana. 24. Evakuasi adalah upaya memindahkan pengungsi bencana bagi pengungsi karena tidak memungkinkan
mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan 17. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk dari zona rawan bencana ke zona aman bencana dan untuk kembali ke hunian masing-masing.
untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. mengurangi risiko bencana dan dampak yang upaya menyediakan tempat bernaung sementara. 38. Zona Rawan Bencana yang selanjutnya disingkat
10. Kawasan rawan bencana adalah kawasan yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat 25. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, (ZRB) adalah area yang memiliki karakteristik rawan
memiliki karakteristik rawan bencana. Kawasan yang berada pada kawasan rawan bencana, baik ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di bencana.
lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat 39. Zona Aman Bencana yang selanjutnya disingkat
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman manusia dan makhluk lain hidup, melakukan (ZAB) adalah area yang tidak memiliki karakteristik
hidup yang mencakup sumber daya alam dan bencana. kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. rawan bencana.
sumber daya buatan.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
01
Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang
Kota Palu dengan jumlah penduduk sebanyak 374.020 Sesar Koro (lempeng yang bergesekan antara lempeng
jiwa dan luas wilayah sebesar 395,06 km² (BPS Kota Palu, barat dan lempeng timur, berada di teluk Palu sampai ke
2016) merupakan salah satu Kawasan Ekonomi Khusus Luwu, Sulawesi Selatan).
(KEK) di Indonesia bagian Timur. Sebagai KEK, Kota Palu
membutuhkan perencanaan sarana prasarana pendukung Sehubungan dengan kondisi tersebut di Kota Palu,
agar dapat menyelenggarakan fungsinya dengan baik pada dasarnya Undang-Undang No. 26 Tahun 2007
untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan tentang Penataan Ruang (UUPR) disusun dan ditetapkan
kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dengan menimbang bahwa secara geografis Negara
dan daya saing internasional. Melihat kondisi Kota Palu Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berada pada
yang terletak di Provinsi Sulawesi Tengah yang rawan kawasan rawan bencana, sehingga diperlukan penataan
akan bencana, perlu adanya perencanaan berbasis rawan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya
Sumber : Dokumentasi Survey Sumber : Dokumentasi Survey bencana agar tidak menghambat perkembangan Kota meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan
Palu sebagai salah satu Kawasan Ekonomi Khusus di dan penghidupan (konsideran menimbang huruf e).
Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan akan bencana karena Indonesia Bagian Timur kedepannya. Kemudian dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007
letaknya yang berada di cincin api pasifik (ring of fire) yang memanjang dari tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
utara Pulau Sumatera – Jawa – Nusa Tenggara hingga ke Sulawesi Utara. Potensi rawan bencana yang ada di Kota Palu, menjadi (UUPPB), diatur bahwa mitigasi adalah serangkaian
Indonesia juga berada pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik aktif yaitu: fokus perhatian para stakeholders terkait, dan telah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
Lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik, sehingga diupayakan agar termuat dalam dokumen rencana tata pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
memiliki kerentanan tinggi dari bahaya bencana geologi seperti bencana ruang mulai dari tingkat pulau sampai kota. Dalam Perpres kemampuan menghadapi ancaman bencana, atau
gempa bumi, letusan gunung api, gerakan tanah/longsor, dan tsunami. No. 88 Tahun 2011 tentang RTRW Pulau Sulawesi, Kota dengan kata lain, baik melalui pengurangan ancaman
Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Palu termasuk dalam kawasan rawan bencana gempa bencana maupun kerentanan pihak yang terancam
Sumatra, Jawa dan Nusa Tenggara, sedangkan dengan Pasifik di utara Papua bumi, dan kawasan rawan bencana tsunami. Berdasarkan bencana. Dengan meninjau amanat kedua UU tersebut,
Barat dan Maluku Utara. kondisi tersebut PKN Palu dalam RTRW Pulau Sulawesi terlihat bahwa penataan ruang berbasis mitigasi
dikembangkan menjadi kawasan perkotaan berbasis bencana dapat dimaknai sebagai penataan ruang yang
Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah khususnya Kota Palu termasuk dalam daerah mitigasi dan adaptasi terhadap beberapa bencana. diposisikan sebagai salah satu upaya atau instrumen
rawan bencana gempa bumi, sebagai akibat keberadaan sesar aktif Palu - Koro. Sedangkan dalam Perda Provinsi Sulawesi Tengah No pengurangan risiko bencana (Disaster Risk Reduction/
Kejadian gempa bumi ini terjadi akibat pergerakan sesar Palu - Koro, yang 8 Tahun 2013 tentang RTRW Provinsi Sulawesi Tengah DRR) dimana tercakup didalamnya upaya pengurangan
tergolong sebagai sesar aktif dimana sesar (patahan) ini merupakan salah satu disebutkan bahwa Kota Palu termasuk dalam kawasan ancaman (hazard) dan kerentanan (vulnerability), serta
sesar yang aktif di daratan Sulawesi yang memanjang dengan arah barat laut– rawan tsunami, rawan gelombang pasang, rawan tanah peningkatan kapasitas (capacity).
tenggara. Di daratan Sulawesi, sesar ini terukur sepanjang 170 km mulai dari longsor, dan rawan banjir. Berdasarkan Peraturan Daerah
daerah pantai Bahodopi di Teluk Tolo, ke arah barat laut melewati sepanjang Kota Palu No 16 tahun 2011 tentang RTRW Kota Palu Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
lembah Sungai Larongsangi ke area di sebelah utara Desa Lampesue, Petea, Tahun 2010-2030 sudah dipetakan dan disebutkan Nasional (RPJMN) 2015-2019 juga telah menyebutkan
sepanjang pantai Danau Matano, Desa Matano dan menyambung di barat laut bahwa terdapat kawasan rawan bencana alam yang terdiri jelas arah kebijakan umum pembangunan nasional
dengan lembah Sungai Kalaena. Meski masih menjadi perdebatan, beberapa dari kawasan rawan bencana tanah longsor, gelombang 2015-2019, salah satunya yaitu peningkatan kualitas
ahli seperti Tjia dan Hamilton mempercayai bahwa sesar ini menyambung jauh pasang/tsunami dan banjir. lingkungan hidup, mitigasi bencana alam dan perubahan
ke timur dengan Sesar Sorong yang ada di Papua. iklim. Arah kebijakan peningkatan kualitas lingkungan
Selain itu, dalam kawasan lindung geologi terdapat hidup, mitigasi bencana dan perubahan iklim adalah
Kejadian gempa bumi pada tahun 2018 di Kota Palu pada tanggal 28 kawasan rawan bencana alam geologi karena Kota melalui peningkatan pemantauan kualitas lingkungan
September 2018 dengan kekuatan gempa 7,4 SR diikuti dengan tsunami Palu terletak pada zona patahan aktif. Data dari Badan dan penegakan hukum pencemaran lingkungan hidup;
dan bencana likuifaksi. Menurut BMKG gempa bumi berlangsung saat Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palu, mengurangi risiko bencana, meningkatkan ketangguhan
Patahan Palu Koro yang melintasi Kota Palu, bergeser sekitar 10 kilometer di Kota Palu masuk dalam rangking tujuh dalam potensi pemerintah dan masyarakat terhadap bencana, dan
bawah permukaan tanah. Pada tahun 2017 juga pernah terjadi di Palu yang rawan bencana alam di Indonesia. Terdapat sembilan memperkuat kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan
berkekuatan 5,1 SR, gempa dipicu penyesaran dengan mekanisme obligue potensi bencana alam yang dapat terjadi antara lain iklim.
normal yaitu penyesaran dengan kombinasi pergerakan mendatar dan turun. gempa bumi, angin puting beliung, banjir, tanah longsor,
Selain itu pada tahun 2005 terjadi gempa berkekuatan 6.2 SR berpusat tsunami, abrasi, dan lain-lain. Persoalan yang paling Selain dari aspek aturan kebijakan dimaksud sebagai
16-kilometer arah tenggara Kota Palu menimbulkan kepanikan warga akibat rawan dalam kebencanaan Kota Palu, karena adanya modal dasar untuk mengurangi risiko bencana, masih
trauma tsunami Aceh.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
18 19
BAB 1 Pendahuluan BAB 1 Pendahuluan
diperlukan juga integrasi aspek pengurangan risiko bencana ke dalam pengurangan risiko bencana. Dokumen rekomendasi teknis rencana penataan
perencanaan pembangunan, termasuk ke dalam rencana tata ruang wilayah. kawasan rawan bencana level mikro (kawasan prioritas di Kota Palu pada skala
Pengarusutamaan aspek pengurangan risiko bencana merupakan investasi 1:25.000-1:5.000 beserta usulan draft ketentuan umum peraturan zonasi
pembangunan yang akan sangat dirasakan pengaruhnya pada jangka panjang, dan/atau peraturan zonasi sebagai masukan penyusunan Rencana Detail Tata
untuk mengurangi kerugian di masa depan akibat bencana. Sehubungan Ruang dari aspek mitigasi/pengurangan risiko bencana pada kawasan yang
dengan hal tersebut, pada tahun 2018 Direktorat Jenderal Tata Ruang c.q. ditetapkan beserta legal draftnya.
Direktorat Penataan Kawasan melakukan kegiatan Peningkatan Kualitas
Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana di Kota Palu dengan fokus penataan Selain pada segi penataan ruang, beberapa dokumen yang dihasilkan dalam
kawasan rawan bencana untuk meningkatkan kualitas tata ruang sekaligus segi kebencanaan seperti dokumen sinkronisasi program penanggulangan
mengurangi risiko bencana di Kota Palu yang akan menjadi masukan bagi bencana yang berdimensi ruang pada KRB di Kota Palu, album peta kerawanan
peninjauan kembali Peraturan Daerah (Perda) Nomor 16 Tahun 2011 Tentang bencana dan peta risiko bencana pada kawasan rawan bencana di Kota Palu.
RTRW Kota Palu 2010-2030. Basis data spasial (SIG) penataan kawasan rawan bencana beserta seluruh
data, hasil analisis, maupun kelaran lain di dalam media penyimpanan digital.
Dalam penyusunan masterplan kawasan rawan bencana di Kota Palu bertujuan
untuk menghasilkan beberapa dokumen baik dari segi penataan ruang seperti Dokumentasi intisari keseluruhan kegiatan penataan ruang berbasis mitigasi
dokumen rencana penataan kawasan rawan bencana level makro pada skala bencana dijadikan dalam Buku executive summary sebagai showcase dan lesson
1:25.000 untuk semua jenis bencana dominan di Kota Palu, termasuk kajian learned yang menjadi referensi untuk replikasi pada lokasi yang lain dengan
peninjauan/review dan masukan bagi peninjauan kembali Rencana Tata Ruang tampilan visualisasi yang komunikatif, informatif dan artistik.
Wilayah (RTRW) Kota Palu dari perspektif penataan ruang berbasis mitigasi/
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
02
Tinjauan
Kebijakan dan
Literatur
RAN-PRB 2006-2009, yang dibuat berdasarkan
kesepakatan-kesepakatan Hyogo dan Beijing,
menjadi salah satu dokumen kebijakan di
tingkat nasional yang mengatur mengenai
partisipasi masyarakat dalam penanggulangan
bencana. Di samping RAN-PRB 2006-2009,
peraturan perundangan nasional yang paling
penting dalam penanggulangan bencana adalah
Undang-undang Nomor 24/2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Setelah ditetapkannya
UU Penanggulangan Bencana tersebut. Secara
garus besar hampir semua tinjaauan kebijakan
menuntun kearah mitigasi dengan pnenurunan
tingkat bahaya, penururan tingkat kerentanan
dan penignkatan tingakt kapasitas
2.1 Tinjauan Kebijakan Pembangunan dan 2.1.1.2 Perpres No. 88 tahun 2011 tentang RTRW Pulau Sulawesi
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
24 25
BAB 2 Tinjauan Kebijakan dan Literatur BAB 2 Tinjauan Kebijakan dan Literatur
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
26 27
BAB 2 Tinjauan Kebijakan dan Literatur BAB 2 Tinjauan Kebijakan dan Literatur
2.1.3 Tinjauan Kebijakan Penanggulangan Bencana Terkait Kota Palu C. Agenda Pembangunan Nasional
Agenda pembangunan nasional disusun sebagai penjabaran operasional dari Nawa Cita, didalam Nawa Cita ke-(7)
“mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik” terdapat
2.1.3.1 RAN-PRB 2006-2009
prioritas yang berkaitan langsung dengan pembangunan wilayah yang berwawasan kebencanaan, yaitu: prioritas
(iv) Melestarikan Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana.
Berdasarkan Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN-PRB) 2006-2009, diketahui bahwa
pelaksanaan pengurangan risiko bencana di Indonesia merupakan bagian dari upaya pengurangan bencana di tingkat
global dan regional. Pada kesepakatan-kesepakatan regional dan internasional ini dapat ditemui bahwa partisipasi
masyarakat untuk mengurangi kerentanan bencana adalah salah satu poin penting.
2.2 Tinjauan Literatur Mitigasi
RAN-PRB 2006-2009, yang dibuat berdasarkan kesepakatan-kesepakatan Hyogo dan Beijing, menjadi salah satu
dokumen kebijakan di tingkat nasional yang mengatur mengenai partisipasi masyarakat dalam penanggulangan 2.2 Tinjauan Literatur Mitigasi
bencana. RAN-PRB adalah penjabaran detil dari lima prioritas aksi HFA untuk skala Indonesia. 2.2.1 Peran Penataan Ruang dalam Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana
Di samping RAN-PRB 2006-2009, peraturan perundangan nasional yang paling penting dalam penanggulangan
bencana adalah Undang-undang Nomor 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. Setelah ditetapkannya UU Bencana dapat dibagi ke dalam tiga bagian: pra-bencana, tanggap darurat dan pasca bencana (pasal 33). Di dalam
Penanggulangan Bencana tersebut, setidaknya terdapat tiga perubahan paradigma dalam penanggulangan bencana: UU 24 tahun 2007 dan peraturan pendukungnya (PP 21/2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana),
- Penanggulangan bencana tidak lagi berfokus pada aspek tanggap darurat, tetapi lebih pada keseluruhan partisipasi masyarakat sangat ditekankan dalam kegiatan penanggulan bencana pada tahapan pra-bencana. Di mana
manajemen risiko; dalam situasi tidak terjadi bencana, peran serta masyarakat ditekankan dalam kegiatan: 1) pengurangan risiko bencana;
- Penanggulangan bencana bukan lagi menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi menjadi urusan bersama 2) pencegahan dan 3) pendidikan dan pelatihan (pasal 35 UU 24/2007). Partisipasi masyarakat dalam kegiatan
masyarakat. Pelibatan masyarakat sebagai subyek dalam kegiatan penanggulangan bencana menjadi faktor yang pengurangan risiko bencana dilakukan melalui perencanaan partisipatif penanggulangan bencana dan pengembangan
penting dalam keberhasilan kegiatan penanggulangan bencana; budaya sadar bencana (pasal 37 ayat 2 UU 24/2007). Partisipasi masyarakat juga diwajibkan dalam kegiatan
- Penanggulangan bencana sebagai bagian dari proses pembangunan sehingga mewujudkan ketahanan (resilience) pencegahan sebagaimana tertuang dalam pasal 9 ayat 4 PP 21/2008.
terhadap bencana
2.2.2 Peran Penataan Ruang dalam Pengurangan Risiko Bencana
2.1.3.2 RPJMN 2015-2019
Upaya menempatkan pengurangan resiko bencana sebagai investasi pembangunan dalam kerangka yang lebih luas,
Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 terdapat muatan-muatan
taat azas, mengikat dan berkelanjutan adalah menempatkan substansi pengurangan resiko bencana ke dalam kebijakan
pentingnya pembangunan wilayah dalam Republik Indonesia yang berwawasan kebencanaan. Muatan-muatan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Penataan Ruang Berbasis Bencana dimaksudkan sebagai penataan ruang yang
itu tersebar dan terinterpretasi dalam bagian Kondisi Umum, Kebijakan Pembangunan Nasional, serta Agenda
memuat pengurangan resiko bencana sebagai dasar dalam alokasi pemanfaatan ruang bagi pembangunan.
Pembangunan Nasional didalam dokumen RPJMN 2015-2019.
Penataan ruang tidak hanya berkaitan dengan perencanaan dan pemanfaatan ruang, tetapi juga pengendalian
A. Kondisi Umum
pemanfaatan ruang, termasuk pengendalian terhadap kemungkinan terjadinya bencana, sehingga mampu berkontribusi
Didalam kondisi umum ada misi pembangunan nasional pada poin ke-6 yang berbunyi:
dalam pengurangan resiko bencana. Hal ini dapat dilakukan melalui pengakomodasian kajian dan pemetaan zona
Mewujudkan Indonesia asri dan lestari dengan memperbaiki pengelolaan pembangunan untuk menjaga
kebencanaan sebagai salah satu dasar dalam merumuskan struktur dan pola ruang dalam RTRW. Tidak sekedar
keseimbangan antara pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan
menempatkan kawasan rawan bencana sebagai salah satu zona, tetapi juga menempatkan kawasan budidaya dengan
hidup dengan tetap menjaga fungsi, daya dukung, dan kenyamanan dalam kehidupan pada masa kini dan
mempertimbangkan kemungkinan terjadinya bencana pada kawasan tersebut. Seorang penulis Dennis S Mileti, Profesor
masa depan, melalui pemanfaatan ruang yang serasi antara penggunaan untuk permukiman, kegiatan sosial
Emiritus dari University of Colorado, mengemukakan bahwa ‘tidak ada pendekatan yang digunakan untuk mengurangi
ekonomi, dan upaya konservasi; meningkatkan pemanfaatan ekonomi sumber daya alam dan lingkungan yang
resiko bencana secara berkelanjutan selain manajemen penggunaan lahan (ruang) yang baik’. Pernyataan tersebut
berkesinambungan; memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk mendukung
mengisyaratkan bahwa pengurangan resiko bencana dapat dilakukan secara efektif melalui kebijakan penatagunaan
kualitas kehidupan, memberikan keindahan dan kenyamanan; serta meningkatkan pemeliharaan dan pemanfaatan
lahan dalam konteks ke-Indonesiaan adalah kebijakan penataan ruang.
keanekaragaman hayati sebagai modal pembangunan.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
28 29
BAB 2 Tinjauan Kebijakan dan Literatur BAB 2 Tinjauan Kebijakan dan Literatur
1. Memperkirakan kebutuhan yang harus dikembangkan untuk “keselamatan perkotaan” Bencana gempa bumi dan tsunami Samudera Hindia yang terjadi hampir 14 tahun yang lalu, menimbulkan kerusakan
2. Membentuk kerjasama antara berbagai pihak, baik dari pemerintah, swasta maupun masyarakat infrastruktur yang masif di hampir semua pesisir pantai di Provinsi Aceh, sehingga pada saat itu pemerintah Indonesia
3. Memformulasikan dan mengimplementasikan rencana tindak (action plan) kolaborasi antara berbagai pihak. membentuk suatu tim penanggulangan bencana khusus yang bernama Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR),
Rencana ini harus disusun berdasarkan prioritas, tujuan, indikator, kerangka waktu dan sistem pemantauan. yang bertugas untuk membangun kembali daerah yang rusak terkena gempabumi dan tsunami, dengan masa tugas
Menurut Koetter (2003), selama 5 tahun.
2.2.2.2 Fungsi Perencanaan Tata Ruang Kepala Badan Pelaksana BRR menyatakan lembaganya telah menyalurkan sebagian besar dana untuk program
rehabilitasi pasca bencana tsunami dan gempa bumi sebesar US$ 7,2 miliar 93 persen di antaranya sudah disalurkan.
Tabel 2.2. Berbagai Jenis Kegiatan Mitigasi dan Tujuan Penggunaanya Dana sebesar itu berasal dari pemerintah dan donor internasional, pemerintah sendiri mengalokasikan dana sebesar
US$ 2,1 miliar.
Jenis Kegiatan Mitigasi Tujuan Mitigasi
Perencanaan tata guna lahan Pengaturan pembangunan di lokasi yang aman Hal yang dapat dilakukan untuk penanggulangan bencana tersebut bisa terbagi dalam 2 jenis, yaitu penurunan tingkat
bahaya dan penurunan kerentanan bencana, dimana:
Building codes Penguatan terhadap tekanan bahaya
Pengaturan zonasi Pembatasan terhadap penggunaan area berbahaya A. Penurunan Tingkat Bahaya
Penurunan tingkat bahaya gempa bumi dan tsunami dapat diminimalisir dengan melakukan beberapa aktivitas
Pengaturan subdivisi Penguatan infrastruktur terhadap bahaya
seperti penanaman mangrove di sepanjang pesisir pantai dan pengembangan mitigasi struktural yang bersifat
Analisis Bahaya / Pemetaan Resiko Identifikasi area berbahaya pembangunan secara fisik untuk memprediksi, mencegah dan mengurangi risiko bencana.
Pengambilalihan lahan yang berbahaya Pengalihan fungsi menjadi ruang terbuka/rekreasi C. Peningkatan Tingkat Kapasitas
Peningkatan kapasitas lebih berfokus kedalam kesiapsiagaan masyarakat dan juga apartur pemerintahan dalam
Relokasi Pemindahan kondisi rentan ke lokasi yang aman
menghadapi bencana. Pada sisi tanggap darurat Kota palu sudah memiliki sistem koordinasi yang baik, namun
Insentif dan disinsentif pajak Penciptaan motivasi untuk pindah ke lokasi aman dalam sisi mitigasi sebelum terjadi bencana, masih banyak hal-hal yang harus dibenahi.
Dapat dilihat dalam penampang di bawah ini bahwa, lokasi permukiman di letakkan di tempat yang tinggi dan sedikit
2.2.3 Konsep dan Best Practice Mitigasi Bencana menjauh dari titik pantai. Sebagai faktor penurunan bahaya mereka membuat konsep pembangunan coastal breakwater,
coastal disaster prevention forest, canal dan membangun taman dengan elevasi yang lebih tinggi. Pemerintah Jepang
2.2.3.1 Best Practice Mitigasi Bencana Gempabumi dan Tsunami di Indonesia juga menyediakan ruang ruang evakuasi berupa bangunan tinggi dan tahan gempa dan jalur jalur evakuasi.
Salah satu kejadian bencana gempa bumi dan tsunami yang paling dahsyat terjadi di abad ini adalah gempabumi dan
tsunami Samudra Hindia yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004, episentrumnya terletak di lepas pantai barat
Sumatera, Indonesia. Guncangan gempa tersebut berskala 9,1–9,3 dalam skala kekuatan Moment dan IX (Violent) dalam
skala intensitas Mercalli. Gempa bumi megathrust bawah laut terjadi ketika Lempeng Hindia didorong ke bawah oleh
Lempeng Burma dan memicu serangkaian tsunami mematikan di sepanjang pesisir daratan yang berbatasan dengan
Samudra Hindia. Gelombang tsunami yang tingginya mencapai 30 meter (100 ft) menewaskan 230.000–280.000
jiwa di 14 negara dan menenggelamkan sejumlah permukiman pesisir. Gempa dan tsunami ini merupakan salah satu
bencana alam paling mematikan sepanjang sejarah. Indonesia adalah negara yang dampaknya paling parah selain Sri
Lanka, India, dan Thailand.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
30 31
BAB 2 Tinjauan Kebijakan dan Literatur BAB 2 Tinjauan Kebijakan dan Literatur
Di bawah ini merupakan konsep perencanaan relokasi permukiman di kawasan terkena bencana dan terdiri dari :
1. Kawasan 1 merupakan kawasan yang terkena dampak paling parah akibat tsunami dan permukiman yang ada di
pesisir pantai ini wajib di relokasi
2. Kawasan 2 merupakan kawasan yang diijinkan untuk pengembangan lebih lanjut namun dengan peraturan ketat.
Dari beberapa konsep yang diterapkan pada best practice di Sendal Jepang, beberapa hal yang dapat dipelajari yaitu:
Gambar 2.1. Disaster Risk Area 1. Simulasi evakuasi bencana dibuat lengkap, detail dan menyebar merata dalam radius yang ditentukan;
Sumber : Sendai City, earthquake disaster reconstruction plan, 2011
2. Jalan utama ditempatkan jauh dari sempadan pantai, meskipun ada jalan layang;
3. Jalur/jalan evakuasi dan pergerakan rekolasi dalam pencegahan bencana dibuat jelas dan menyebar dalam radius
tertentu.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
32 33
BAB 2 Tinjauan Kebijakan dan Literatur BAB 2 Tinjauan Kebijakan dan Literatur
Untuk memahami likuifaksi penting untuk mengenali kondisi yang ada di deposit tanah
sebelum gempa bumi. Deposit tanah terdiri dari satu himpunan partikel tanah individu. Jika
melihat secara dekat partikel-partikel ini, kita dapat melihat bahwa setiap partikel berada
dalam kontak dengan sejumlah partikel lainnya. Berat partikel tanah yang saling melapisi
menghasilkan kekuatan kontak antara partikel kekuatan ini menahan partikel individu di
tempatnya dan merupakan sumber perkuatan dari tanah.
Gempa bumi Christchurch terjadi pada Bulan 13 Juni 2011 dengan kekuatan 6.3 SR yang
mengguncang Kota Christchurch, Canterbury, Selandia Baru. Episentrum gempa berada di
13 km (8 mil) utara Christchurch, dengan kedalaman 6 km (4 mil).
Dampak dari gempabumi itu adalah munculnya fenomena likuifaksi, dan fenomena ini
menghancurkan sebagian besar area CBD (Central Bussiness District) Kota Christchurch dan
4.000 rumah di kawasan sekitarnya. Likuifaksi di kawasan ini mengeluarkan lumpur 200.000
tons, menyebabkan pergeseran muka tanah dan menyebabkan kerusakan infrastruktur dan
bangunan yang massif, 8 % sistem air bersih dan sistem jaringan pembuangan limbah rusak
berat.
Menanggulangi dampak dari gempabumi dan likuifaksi ini, pemerintah Kota Christchurch
mengeluarkan rencana penataan kota baru, diantaranya adalah penetapan daerah yang
terkena dampak likuifaksi paling parah sebagai Red Zone, dimana semua kegiatan yang
melibatkan orang banyak dilarang. Kemudian pemerintah Kota juga membeli rumah rumah
yang sebelumnya berada di kawasan permukiman dalam red zone, dan menjadikan kawasan
Gambar 2.3. Peta Tingkat Kerawanan Likuifaksi Kota Chrischurch
red zone ini sebagai ruang terbuka.
Secara umum konsep penataan Kota Chrischurch yang baru terdiri dari 5 elemen , yaitu :
1. Menerapkan Konsep Kota Hijau,
Beberapa hal yang dapat dipelajari dari knsep yang diterapkan di Kota Christchurch yaitu:
2. Membangun identitas kota yang baru dan lebih kuat
1. Menciptakan identitas kota yang merupakan dasar penting dalam pembangunan suatu kota. Selama ini, sebagian
3. Menciptakan CBD yang kompak
besar kota-kota di Indonesia hampir kehilangan identitas atau karakteristik kotanya. Aspek ini, karakteristik lokal
4. Tempat yang nyaman untuk hidup
jika dapat diterapkan secara tepat dapat menjadikan kotanya berkembang dengan baik, karena identitas kota
5. Menata jaringan transportasi yang ramah lingkungan
adalah roh pengembangan dan pembangunan suatu kota.
2. Penataan jaringan transportasi yang ramah lingkungan. Jaringan transportasi yang terkoneksi dan terintegrasi
masih menjadi kelemahan perencanaan sistem kota di Indonesia. Sistem transportasi yang terkoneksi dan
terintegrasi dapat menjadikan pengembangan kota menjadi lebih baik, karena peruntukan atau penggunakan
lahan mengikuti sistem transportasi.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
03
Potensi
Kebencanaan
Kota Palu
Dalam dokumen BNPB disebutkan bahwa
bencana yang di bkota palu adalah, banjir, banjir
bandang, tsunami, gempa dan longsor. Selain
itu terdapat kebakaran dll. Dari kejadian gempa
bumi tahun 2018, teridenfikasi bencana baru
yang mengancam kota palu, yaitu bencana
likuifaksi. Perlu di garis bawahi, khusus untuk
bencana tsunami di kota palu, mekanismenya
berbeda dengan mekanisme umum tsunami,
yang biasanya bersumber dari gempa, kota
palu potensi bencana tsunami bersumber dari
longsoran sedimen laut
36 37
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
38 39
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu
Berdasarkan kajian “Variablitisa Curah Hujan di Palu • rendah (0 – 100 mm), Selain data curah hujan bulanan, cata curah hujan harian dapat menjadi
Berdasarkan Data Pengamatan tahun 1981-2010” curah • menengah ( 100 – 300 mm), dan indikasi awal kontribusi ikim terhadap terjadinya bencana banjir. Untuk
hujan bulanan kota palu menunjukkan grafik sebagai • tinggi (300 – 500 mm) melihat kondisi curah hujan harian ditentukan dengan tabel di bawah ini
berikut ( sumber : Bmkg)
Tabel 3.2 kondisi curah hujan harian
Berdasarkan data rata2 bulanan, Kota Palu memiliki Tipe < 5 mm/24 Jam Sangat Ringan
daerah dengan curah hujan berkategori rendah (rata-
5 - 20 mm/24 Jam Ringan
rata bulanan di bawah 100 mm). Berdasarkan data rata2
bulanan, Kota Palu memiliki Tipe daerah dengan curah 21- 50 mm/24 Jam Sedang
hujan berkategori rendah (rata-rata bulanan di bawah 50 - 100 mm/24 Jam Lebat
100 mm )
> 100 mm24/Jam Sangat Lebat
Gambar 3.3 Rata-rata hujan bulanan dan koefisien
Klasifikasi Curah Hujan Harian terbagi ke dalam 5 kelas seperti di tunjukkan
variasi Rata-rata periode 10 tahunan
tabel tersebut, kota Palu memiliki frekuensi hujan lebat yang kecil, bahkan
sangat jarang terjadi Curah Hujan Yang berkategori sangat lebat. Hal ini
Rata-rata hujan bulanan pada periode 10 tahunan
dikonfirmasi dengan tabel kejadian curah hujan harian
umumnya menunjukkan puncak maksimum pada bulan
Juli kemudian menurun hingga mencapai minimum pada
bulan Desember.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
40 41
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu
Keadaan Geologi Kota Palu secara umum sama untuk semua kecamatan, terutama
yang terletak dekat dengan pesisir pantia yaitu jenis tanah Alluvial yang terdapat di
lembah Palu. Secara umum formasi geologi tanah di Kota Palu ini yang dilaporkan
SPRS menunjukkan bahwa formasi geologinya terdiri dari batuan gunung berapi
dan batuan terobosan yang tidak membeku (Inncous Intrusiverocks). Disamping
pula batuan-batuan metamorfosis dan sedimen. Dataran lembah Palu diperkirakan
cocok untuk pertanian intensif. Geologi tanah dataran lembah Palu ini terdiri dari
bahan-bahan alluvial dan colluvial yang berasal dari metamorfosis yang telah
membeku. Disamping itu tanahnya kemungkinan bertekstur sedang. Topografi
daerah ini adalah datar sampai berombak-ombak dengan beberapa daerah yang
berlembah
Di samping kondisi geologi tanah, kota palu di lewati beberapa sesar aktif, dimana
sesar yang terbesar adalah sesar palu koro.
Sumber : Dokumentasi Survey Gambar 3.6. Peta Geologi dan sesar Kota Palu
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
42 43
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu
3.1.1.3 Topografi
Berdasarkan topografinya, wilayah Kota Palu dapat diklasifikasikan ke dalam tiga
zona ketinggian permukaan bumi dari permukaan laut,yaitu :
1. Topografi dataran rendah/pantai dengan ketinggian antara 0–100 m di atas
permukaan laut yang memanjang dari arah Utara ke Selatan dan bagian Timur ke
arah Utara.
2. Topografi perbukitan dengan ketinggian antara 100–500 m di atas permukaan
laut yang terletak dibagian Barat sisi Barat dan Selatan, kawasan bagian Timur ke
arah Selatan dan bagian Utara kearah Timur.
3. Pegunungan dengan ketinggian lebih dari 500 m sampai dengan 700 m di atas
permukaan laut.
Wilayah dengan tingkat kemiringan tanah yaitu 0-5 % hingga 5–40 % merupakan
yang paling luas yaitu 376,68 Ha (95,34%), sedangkan ketinggian diatas 500 meter
dari permukaan laut yang paling luas yaitu 18,38 Ha (4,66%).
Kondisi topografi Kota Palu adalah datar sampai bergelombang dengan beberapa
daerah yang berlembah. Karakteristik kondisi topografi wilayah Kota Palu ditunjukkan
dalam Gambar 2.2 dan Tabel 2.4. Gambar 2.2 menunjukan bahwa sebagian besar
wilayah Kota Palu memiliki permukaan yang datar dengan persentase 4 amper 75
% dari total luas wilayah. Wilayah yang memiliki permukaan bergelombang dengan
kemiringan diantara 2-15 derajat sebesar 5%. Wilayah Kota Palu memiliki kemiringan
antara 15-40 derajat seluas 20 %. Terdapat 0,05% wilayah dengan kemiringan
> 40 derajat. Wilayah dengan kemiringan di atas 15 derajat termasuk dalam kategori
curam sehingga perumahan maupun aktivitas rumah tangga lainnya sulit untuk
dilakukan pada areal tersebut.
Dari sudut pandang topografi, palu memiliki potensi kecil untuk bencana longsor.
Namun Ppal memiliki area dengan kemiringan rendah sangat lah domininan, jika
area topografi ini berada pada bibir area pantai maka akan memperbesar dampak jika
terjadi bencana tsunami, dan jika berada di area pingir sungai, akan memperbesar
dampak jika terjadi bencana banjir.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
44 45
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu
Gambar 3.9. Peta Topografi kota palu Gambar 3.10. Peta Kontur Kota Palu
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
46 47
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu
3.1.1.4 Hidrologi
Berdasarkan tata letak wilayah DAS secara geografis, Kota Palu hanya dilalui
satu DAS yaitu Daerah Aliran Sungai Palu, dengan luas 301.495,68 Ha. Sungai ini
sepanjang tahun tidak pernah mengalami kekeringan karena pada sungai tersebut
bermuara16 anak sungai dan sungai sungai lainnya seperti sungai Paneki, Sungai
Miu dan Sungai Bambanua serta Sungai Wuno yang memiliki hulu pada Kabupaten
Donggala Sungai ini amat potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber air bersih,
pertanian, dan industri. Debit air sungai yang dapat dimanfaatkan diperkirakan 200
liter per detik.
Di Kota Palu secara hidrologis terdapat air tanah bebas yang tersimpan pada lapisan
akuifer yang tersusun dari kerakal, kerikil, pasir kasar sampai pasir halus. Air tanah
bebas ini terdiri dari air tanahdangkal dan air tanah dalam. Secara keseluruhan
ketersediaan air tanah di Kota Palu tidak merata karena sangat tergantung
padafaktor iklim, geologi, morfologi, vegetasi dan tata guna lahan.
Mata air di Kota Palu tersebar di beberapa lokasi dan sebagian besar telah
dimanfaatkan sebagai sumberair bersih, antara lain :
1. Mata air Pria dan Wanita, terdapat di Kelurahan Duyu pada ketinggian sekitar
40 meter daripermukaan laut dengan kapasitas aliran masing-masing 1,5 liter
per Detik dan saat ini sudah dimanfaatkan oleh PDAM.
2. Mata air Yoega, terdapat di Kelurahan Donggala Kodi pada ketinggian sekitar
98 meter daripermukaan laut dengan kapasitas 1 liter per Detik dan sudah
pernah dikelola oleh PDAM.
3. Mata air Koeloe, terdapat di Kelurahan Donggala Kodi pada ketinggian sekitar
32 meter daripermukaan laut dengan kapasitas 1 liter per Detik dan sudah
pernah dikelola oleh PDAM.
4. Mata air Watutela, terdapat di Kelurahan Tondo pada ketinggian sekitar 350
meter dari permukaanlaut dengan kapasitas 5 liter per Detik dan sudah pernah
dikelola oleh PDAM.
5. Mata air Owo, terdapat di Kelurahan Pantoloan dengan kapasitas 5 liter per
Detik dan sudahdimanfaatkan untukkebutuhan Pelabuhan Pantoloan.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
48 49
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu
Selain kondisi DAS, kondisi muka air tanah merupakan salah satu fakor penting
kondisi hidrologi. Air tanah merupakan komponen dari suatu daur hidrologi
(hydrologic cycle) yang melibatkan banyak aspek biogeofisik, bahkan aspek politik
dan sosial budaya yang sangat menentukan keterdapatan air tanah di suatu
daerah. Keberadaan CAT Palu erat kaitannya dengan struktur graben di Cekungan
Palu, yaitu Sesar Palu. Secara administratif CAT Palu berada di Provinsi Sulawesi
Tengah dan meliputi wilayah Kota Palu (sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Tengah),
Kabupaten Donggala, dan Sigi. Dengan demikian air tanah di CAT Palu merupakan
salah satu sumber pemasok air bersih bagi penduduk di Kota Palu serta di sebagian
Kabupaten Donggala dan Sigi. Peningkatan jumlah penduduk dan pengembangan
berbagai sektor seperti domestik, industri, jasa, pertanian dan sektor lainnya di
Kota Palu, secara langsung maupun tidak langsung menuntut penyediaan sumber
air bersih yang semakin meningkat. Di sisi lain dihadapkan ke fenomena air tanah
sebagai sumberdaya yang terbatas menurut ruang dan waktu. Jika hal ini tidak
diantisipasi maka degradasi kuantitas dan kualitas air tanah akan terus meningkat.
Kondisi ini akan semakin meningkat jika diiringi dengan pemahaman yang keliru
tentang fenomena air tanah, disamping karena dampak dari pembangunan serta
aktivitas manusia.
Berdasarkan bentuk lahan CAT Palu, maka secara umum terdiri atas satuan
hidromorfologi dataran aluvial. Agihan potensi air tanah berdasarkan karakteristik
air tanah (bebas, mata air dan tertekan) pada satuan hidromorfologi dataran aluvial
berada di seluruh bagian CAT Palu dengan tingkat potensi sedang – tinggi
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
50 51
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu
Rencana Pola Ruang Kota mencakup rencana pengembangan kawasan lindung dan
kawasan budidaya pada wilayah daratan seluas ±39.504 ha dan wilayah laut seluas ±
10.460 ha. Klasifikasi pola ruang wilayah Kota Palu terdiri atas kawasan lindung dan
kawasan budidaya. Guna Lahan Kota Palu di dominasi oleh kawasan budidaya dapat
dilihat pada Peta Guna Lahan di bawah ini.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
52 53
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu
Tabel 3.3 Catatan Sejarah Kejadian Bencana di Kota Palu Tahun 1815-2015
Rumah Rumah
Jumlah Luka- Kerusakan
Kejadian Meninggal Hilang Mengungsi Rusak Rusak
Kejadian Luka Lahan
Berat Ringan
Banjir 5 3 2.129 5 13.509 11 11 -
Banjir
1 - - - 7.544 - - -
Bandang
Gelombang
Ekstrim - - - 34 - -
dan Abrasi 1
Gempabumi 3 - 3 - 13.000 992 - -
Epidemi dan
Wabah - - - - -
Penyakit 1 3 220
Tanah Longsor 1 1 11 - - - - -
Total 12 7 2.363 5 34.053 1.037 11 -
Dari tabel di atas, terlihat bahwa dalam rentang tahun 1815–2015 telah terjadi
12 kali kejadian bencana di Kota Palu. Kejadian bencana tersebut meliputi 6
(enam) jenis bencana, dimana bencana yang dominan terjadi adalah bencana
banjir dengan 5 (lima) kali kejadian dan diikuti bencana gempa bumi dengan
3 (tiga) kali kejadian. Kejadian bencana banjir merupakan kejadian yang
berdampak signifikan di Kota Palu selain bencana lainnya.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
54 55
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
56 57
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu
Dari tabel di atas terlihat bahwa terdapat 9 (sembilan) jenis bencana yang
berpotensi mengancam di Kota Palu. Dimana 5 (lima) jenis bencana tersebut
pernah terjadi, yaitu bencana banjir, banjir bandang, gelombang ekstrim dan
abrasi, gempa bumi, serta tanah longsor. Sedangkan bencana kebakaran hutan
dan lahan, kegagalan teknologi, kekeringan, cuaca ekstrim serta tsunami belum
pernah terjadi di Kota Palu.
Dalam kajian terbaru, setelah tersusunnya dokumen rawan bencana Kota Palu
2016-2020, ternyata Kota Palu memiliki potensi bencana yang belum disebutkan
dalam dokumen KRB tersebut. Bencana yang di maksud adalah bencana likuifaksi
tanah. Kajian pertama kali terkait potensi likufiaksi di Kota Palu dilakukan pada
tahun 2012. Informasi dan pemetaan terbaru dilakukan 2018 pasca bencana gempa
likuifaksi dan tsunami terjadi. Pada dasarnya mekanisme terjadinya likuifkasi
adalah bencana tambahan akibat adanya gempa bumi, namun jenis bencana ini
harus di bedakan dari bencana gempa bumi, dikarenakan faktor penyebab, pola
kerusakan, dan type kerusakannya pun berbeda dengan gempa bumi. Potensi
bencana likuifaksi di kota Palu, dibuktikan dengan adanya bencana tersebut pada
tahun 20018, tepatnya pada saat gempa bumi palu yang di iringi tsunami, pada
September 2018.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
58 59
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
60 61
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
62 63
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
64 65
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
66 67
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu
3.3.8 Kajian Kebencanaan Likuifaksi Kota Palu 3.3.9 Kajian Kerentanan Kota Palu
Peta rawan bencana likuifaksi pada kajian ini bersumber dari kajian Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Pengkajian kerentanan berhubungan dengan kemampuan perorangan atau komunitas untuk menghadapi sebuah
daya Mineral tahun 2018, yang telah di sempurnakan beberapa kali. Penelitian terhadap potensi bencana Likuifaksi ini ancaman bencana. Penilaian terhadap kerentanan berupa proses pengukuran tingkat kerentanan baik individual
baru dilakukan oleh P3G Bandung dengan skala peta 1:50.000 namun hanya meliputi area kecil saja untuk Kota Palu. maupun kelompok. Pengkajian kerentanan dapat dilakukan berdasarkan aspek sosial budaya, fisik, ekonomi dan
Kajian ini berdasrkan dari data bore di beberapa lokasi di kota Palu, namun setelah terjadinya gempa bumi pada bulan lingkungan.
September 2018 silam maka penelitian lebih lanjut terhadap potensi likuifaksi terus dilaukan. Klasifikasi kelas Potensi
Likuifaksi dibuat berdsarakan Iwasaki (1986) dalam Taufiq (2011), klasifikasi LPI terhadap resiko potensi liquifaksi Pengkajian kerentanan bencana dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori indeks pendukung dalam penentuan
adalah sebagai berikut: kerentanan, yaitu indeks penduduk terpapar dan indeks kerugian.
• Indeks Penduduk Terpapar, didapatkan berdasarkan komponen sosial budaya. Parameter yang digunakan dalam
penentuan indeks ini yaitu kepadatan penduduk dan penduduk kelompok rentan. Kelompok masyarakat rentan
yang dimaksud adalah kelompok umur rentan (umur 0–4 tahun dan >65 tahun), rasio jenis kelamin, penduduk
miskin, dan penduduk cacat. Parameter ukur indeks penduduk terpapar tersebut berlaku sama untuk seluruh
potensi bencana, kecuali untuk bencana kebakaran hutan dan lahan. Bencana tersebut karena tidak berpengaruh
pada timbulnya korban jiwa/penduduk terpapar bencana.
• Indeks Kerugian, dihitung berdasarkan komponen ekonomi, fisik dan lingkungan. Indeks ini dikelompokkan menjadi
2 (dua) yaitu indeks kerugian rupiah (ekonomi dan fisik) dan indeks kerusakan lingkungan (lingkungan). Komponen
ekonomi dihitung berdasarkan parameter lahan produktif dan PDRB, parameter komponen ekonomi sama untuk
seluruh jenis bencana. Komponen fisik dihitung berdasarkan parameter rumah, fasilitas umum dan fasilitas kritis.
Parameter fisik berlaku sama untuk seluruh potensi bencana kecuali untuk bencana kebakaran hutan dan lahan
serta kekeringan. Bencana tersebut tidak merusak infrastruktur maupun bangunan yang ada.
Komponen lingkungan terdiri dari parameter penutupan lahan (hutan lindung, hutan alam, hutan bakau/mangrove,
rawa dan semak belukar). Parameter tersebut berbeda-beda untuk masing-masing jenis bahaya dan diperoleh dari
rata-rata bobot jenis tutupan lahan, namun untuk bencana gempa bumi, dan cuaca ekstrim tidak memiliki parameter
lingkungan dikarenakan jenis bencana tersebut tidak merusak fungsi lahan maupun lingkungan.
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa potensi penduduk terpapar di Kota Palu berbeda-beda tiap potensi bencana.
Hal tersebut dilihat berdasarkan kerentanan sosial budaya yang ada. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa
penduduk terpapar seluruh potensi bencana berada pada kelas tinggi.
Penggabungan kajian penduduk terpapar dan kerugian bencana menghasilkan indeks kerentanan. Nilai indeks
dikelompokkan kedalam kategori kelas. Adapun kelas kerentanan seluruh potensi bencana di Kota Palu dapat dilihat
Gambar 3.10. Peta Rawan likuifaski Kota Palu pada tabel berikut.
Sumber : Dokumen KRB Kota Palu, Peta Geologi
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
68 69
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
70 71
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu
Table 3.11 Potensi Penduduk Terpapar Bencana Tanah Longsor di Kota Palu Tabel 3.12 Potensi Penduduk Terpapar Bencana Tsunami di Kota Palu
Jumlah Kelompok Rentan (Jiwa) Jumlah Kelompok Rentan (Jiwa)
Penduduk Penduduk
Kecamatan Kelompok Umur Penduduk Penduduk Kelas Kecamatan Kelas
Terpapar Terpapar Kelompok Umur Penduduk Penduduk
(Jiwa) Rentan Miskin Cacat (Jiwa) Rentan Miskin Cacat
Mantikulero 696 90 202 1 Tinggi Mantikulero 5.086 656 709 5 Tinggi
Palu Barat 298 38 - - Tinggi Palu Barat 27.265 3.514 3.048 30 Tinggi
Palu Utara 105 13 33 - Tinggi Palu Selatan 414 53 45 - Tinggi
Tatangan 30 4 10 - Tinggi Palu Timur 24.188 3.117 2.426 22 Tinggi
Taweali 97 13 17 1 Tinggi Palu Utara 2.576 332 793 10 Tinggi
Ulujadi 1.803 232 611 5 Tinggi Tatangan 3.513 452 573 3 Tinggi
Kota Palu 3.027 390 874 8 Tinggi Taweali 4.735 610 779 - Tinggi
Sumber: Kajian Risiko Bencana Kota Palu, Sulawesi Tengah 2016-2020 Ulujadi 3.192 411 1.016 8 Tinggi
Kota Palu 70.970 9.147 9.389 78 Tinggi
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa secara keseluruhan penduduk terpapar untuk bencana tanah longsor di Kota
Sumber: Kajian Risiko Bencana Kota Palu, Sulawesi Tengah 2016-2020
Palu berada pada kelas tinggi dengan total 3.027 jiwa. Sedangkan Kecamatan Ulujadi merupakan kecamatan terbanyak
jumlah penduduk terpapar bencana tanah longsor di Kota Palu yaitu 1.802 jiwa.
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa secara keseluruhan penduduk terpapar untuk bencana tsunami di Kota Palu
berada pada kelas tinggi dengan total 70.970 jiwa. Sedangkan Kecamatan Palu Barat merupakan Kecamatan terbanyak
jumlah penduduk terpapar bencana tsunami di Kota Palu yaitu 27.265 jiwa.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
04
Isu Strategis
Analisis Daya
Dukung dan
Daya Tampung
Lingkungan Berbasis
Lahan
4
Penataan Kawasan Pantai yang belum diarahkan
untuk meminimalisir risiko bencana tsunami;
Pengembangan Kawasan Permukiman dan
akifitas lain di area sempadan aktif ; beberapa
area sempadan sungai yang masih dimanfaatkan
untuk aktifitas ; Kualitas Bangunan yang masih
belum memenuhi standar Buliding Code tahan
gempa
Akifitas Penambangan yang merusak hutan yang
akan menambah potensi bencana longsor
Juga Akifitas dan pembangunan pemukiman di
area yang berada pada daerah rawan longsor
74 75
BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan
4.1 Isu Strategis Kota Palu Tabel 4.1 isu Strategis Fisik dan Lingkungan dan Kaitanyaa Langsung Dengan Kebencanaan
No Jenis Bencana Isu Isu Strategis
1. Gempa bumi - Wilayah Kota Palu merupakan wilayah yang mempunyai potensi gempa bumi dengan skala
tinggi, hal ini dipengaruhi oleh dilaluinya Kota Palu oleh sesar Palu Koro yang merupakan
sesar aktif.
- Kondisi fisik alam dan lingkungan yang dinilai rentan jika terkena bencana gempa bumi dan
disertai oleh ketidaktahuan masyarakat akan kondisi ini, mengakibatkan jumlah kerusakan
bangunan cukup tinggi. Selain itu dipengaruhi juga oleh konstruksi struktur bangunan yang
belum memenuhi persyaratan bangunan tahan gempa.
- Banyaknya bangunan yg berdiri di lokasi sesar aktif, mengakibatkan bangunan yang dilalui
sesar mengalami kerusakan yang cukup parah.
2. Banjir Bandang - Letak Kota Palu di muara sungai,
- Buruknya sistem drainase kota,
- Banyaknya sampah di saluran drainase yang menghambat laju air sehingga air meluber ke
jalan dan mengakibatkan genangan,
- Adanya badan sungai yang dijadikan tempat tinggal
Sumber : Dokumentasi Survey
3. Tsunami - Bangunan bangunan banyak yang didirikan dekat dengan pesisir pantai, kegiatannya dian-
taranya perdagangan dan jasa (mall X8 Palu Grand Mall, Hotel Mercure Palu, Swiss Bell Hotel,
Berdasarkan kajian literatur dan sejarahnya, Kota Palu merupakan wilayah dll), kegiatan pariwisata (Monumen anjungan nusantara di Pantai Talise, patung kuda dll)
- Kurangnya vegetasi pantai yang dapat dijadikan sebagai penahan ombak seperti pohon
yang dulunya merupakan laut (muara sungai) dengan asal kata Topalu’e yang
bakau, cemara laut dll,
artinya tanah terangkat yang karena terjadi gempa dan pergeseran lempeng - Infrastruktur (jalan) banyak dibangun dekat pesisir pantai.
(palu koro) sehingga daerah yang tadinya lautan tersebut terangkat dan
membentuk daratan lembah yang sekarang menjadi Kota Palu. Dilihat dari
kondisi fisik alam seperti topografi, geologi dan seismologi wilayah Kota Palu 4. Liquifaksi - Wilayah terbangun di wilayah potensi tinggi dan sangat tinggi likuifaksi mencapai 1.103,79 ha
yang terdiri dari 1.049, 15 ha permukiman/bangunan/tempat aktivitas, bandara udara 10 ha
sangat potensial mengalami kerusakan akibat gempa termasuk bencana
dan infrastruktur jalan sebesar 40,8 ha
sekunder (tsunami, likuifaksi dan longsoran tebing) seperti pernah terjadi pada - Bandara udara, permukiman, Sekolah, hotel, kantor kantor dinas, rumah sakit terletak di po-
tanggal 20 Mei 1938 dan pada tanggal 27 September 2018. Salah satu sumber tensi likuifaksi sangat tinggi
utama gempa di Kota Palu adalah adanya Sesar Palu-Koro yang merupakan - Kantor Gubernur Sulawesi Tengah, Kantor Walikota Palu, pusat perdagangan dan jasa terletak
di potensi likuifaksi tinggi
sesar utama di Pulau Sulawesi dan tergolong sebagai sesar aktif. Zona sumber
gempa lainnya yang mempengaruhi peristiwa kegempaan di Kota Palu dan
sekitarnya adalah : Sesar Palu-Koro, Sesar Matano, subduksi Sulawesi Utara,
Sesar Majene-Bulukumba, Zona Difusi Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah dan
Kajian Risiko Bencana Tahun 2016-2020 yang disusun oleh BNPB Daerah
tahun 2015 menyatakan Kota Palu bahwa potensi bahaya bencana dengan
skala tinggi di Kota Palu adalah : bencana gempa bumi, banjir bandang, tsunami
Isu strategis kelembagaan di peroleh dengan melakukan sampai dengan tingkat Rukun Warga, agar dapat tercipta
dan tanah longsor. Namun tidak hanya empat bencana tersebut di atas saja
interview kepada intansi-intansi terkait dan juga aparatur sebuah masyarakat yang sadar bencana sehingga
yang mengancam Kota Palu, potensi bencana yang merupakan dampak dari
desa, melalui proses interview. Untuk kemudian data dampak bencana dapat diminimalisir. Lembaga Swadaya
gempa bumi lainnya adalah pencairan tanah (liquifaksi) seperti yang terjadi
tersebut di gabungkan dengan data sekunder Masyarakat yang bergerak di peduli bencana juga
pada bencana gempa bumi pada tanggal 28 September 2018 lalu. Di bawah ini
harus banyak didirikan, agar dapat membantu BNPB
akan diuraikan mengenai isu – isu strategis berdasarkan parameter fisik dan
Untuk isu strategis kelembagaan, berdasarkan hasil Daerah dalam memberikan edukasi kepada masyarakat
lingkungan dirinci tiap tiap bencana.
analisis kapasitas risiko bencana diketahui bahwa dalam memahami dan bersahabat dengan bencana.
kesiapsiagaan di level kelurahan dinilai masih rendah. Berdasarkan kejadian bencana gempabumi, tsunami dan
Saat ini untuk penanganan bencana di Kota Palu, baru likuifaksi yang terjadi tanggal 28 September 2018 lalu
dilakukan oleh BNPB selaku badan yang berwenang. , dapat diambil kesimpulan bahwa banyak masyarakat
Seharusnya dengan kondisi fisik alam dengan potensi yang belum mengerti tentang kondisi alam di Kota Palu
alam yang tinggi seharusnya banyak dibentuk kelompok yang memiliki tingkat kerawanan bencana tinggi.
kelompok masyarakat peduli bencana dari tingkat kota
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
76 77
BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan
4.4 Isu Strategis Bidang Penataan Ruang Gambar 4.3. Beberapa area sempadan sungai
yang masih belum belum dimanfaatkan untuk
aktifitas
Kota palu yang merupakan kota yang memiliki potensi 10 meter pada tahun 1972. Namun dalam pelaksanaan
bencana yang cukup besar, namun dalam dokumen penataan ruang, mitigasi untuk pengurangan resiko
penataan ruang perencanan dan pelaksanaan untuk bencana masih belum terwujud dengan optimal, Sumber : Dokumentasi Drone, 2018
mengurangi resiko bencana masih belum optimal. Penataan Kawasan yang masih minim dalam mengurangi
Sebagai salah satu contoh adalah, Palu memiliki sejarah risiko bencana ini menjadi salah satu issu strategis yang
terjadi tsunami yang cukup tinggi, yaitu sekitar ketinggian penting untuk diperhatikan.
Gambar 4.1. Penataan Kawasan Pantai yang belum diarahkan Gambar 4.4. Kualitas Bangunan yang masih belum memenuhi
untuk meminimalisir risiko bencana tsunami. standar Building Code tahan gempa
Sumber : Dokumentasi Drone, 2018 Sumber : Dokumentasi Drone, 2018
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
78 79
BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
80 81
BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
82 83
BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan
Adapun masukan untuk arahan kemampuan adalah peta peta SKL morfologi,
SKL kestabilan lereng, SKL kestabilan pondasi, SKL ketersediaan air, SKL untuk
drainase, SKL terhadap erosi, SKL pembuangan llimbah dan SKL bencana alam.
Semua peta tersebut di atas dilakukan superimpose dan diberi nilai melalui
pembobotan. Nilai pembobotan yang dipakai dalam analisis kemampuan lahan ini
adalah bisa dilihat pada tabel di samping ini. Men-superimpose-kan setiap satuan
kemampuan lahan yang telah diperoleh hasil pengalian nilai dengan bobotnya
secara satu persatu, sehingga kemudian diperoleh peta jumlah nilai dikalikan
bobot seluruh satuan secara kumulatif. Hasil dari analisis ini diketahui bahwa
kelas kemampuan lahan di Kota Palu terbagi menjadi 5 (lima) kelas, yaitu:
1. Kelas A: Kelas ini mengindikasikan kemampuan lahan sangat rendah.
2. Kelas B: Kelas ini mengindikasikan kemampuan lahan rendah
3. Kelas C: Kelas ini mengindikasikan kemampuan lahan sedang
4. Kelas D: Kelas ini mengindikasikan kemampuan lahan agak tinggi
5. Kelas E: Kelas ini mengindikasikan kemampuan lahan tinggi
Berdasarkan hasil analisis ini diketahui bahwa Kota Palu didominasi oleh
kemampuan lahan yang sangat rendah di mayoritas kelurahannya.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
84 85
BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
86 87
BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan
Berdasarkan hasil analisis untuk kelas kemampuan lahan sangat rendah (kelas A)
dan kemampuan lahan rendah (kelas B) diarahkan menjadi area non bangunan.
Sedangkan untuk kelas C dan D dengan tingkat kemampuan lahan sedang dan
agak tinggi diarahkan untuk bangunan dengan tinggi di bawah 4 lantai. Dan
untuk kelas E dengan kemampuan lahan tinggi diarahkan menjadi area dengan
ketinggian bnagunan lebih dari 4 lantai.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
88 89
BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan
Perhitungan perkiraan daya tampung Kota Palu dilakukan berdasarkan nilai dari kelas kemampuan lahan yang sudah
dianalisis. Nilai kemampuan lahan per kecamatan yang telah dianalisis lalu dibandingkan dengan jumlah penduduk
yang telah diproyeksikan hingga 20 tahun kedepan. Hasil yang didapatkan akan memperlihatkan kawasan yang masih
bisa didorong pembangunannya dan dibatasi pembangunannya karena jumlah penduduk.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa daya tampung ruang yang dominan berada pada kawasan insentif yang
sangat didorong dan dikendalikan. Untuk lebih jelasnya mengenai prediksi daya tampung lingkungan dapat dilihat di
tabel di bawah ini.
Tabel 4.5 Prediksi Skenario Daya Tampung per Kecamatan di Kota Palu
Kecamatan Skenario Daya Tampung Luas Ha
Kec. Palu Barat Kawasan Disinsentif Yang Sangat Dibatasi 11795,7
Kec. Tatanga
Kawasan Yang Dibatasi dan Dikendalikan 26883,3
Kec. Ulujadi
Kec. Palu Timur Kawasan Insentif yang Didorong Lambat dan Dikendalikan 16279,7
Kec. Mantikulore
Kawasan Insentif Yang Sangat Didorong Namun Dikendalikan 175556,8
Kec. Tawaeli Gambar 4.12. Arahan Pemanfaatan Air Baku Kota Palu
Sumber : Pengolahan data konsultan , 2018
Sumber: Hasil Analisis, 2018
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
90 91
BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
92 93
BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
94 95
BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan
Sumber : Dokumentasi Drone, 2018 Gambar 4.16. Kemampuan Lahan Pola Ruang Kota Palu
Sumber : Pengolahan data konsultan , 2018
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
05
Pemetaan Kawasan
Rawan Bencana
(Hazard Mapping) dan
Risiko Bencana
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
100 101
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana
Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan
dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila
terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk: (Pusat pembangkit listrik biasa, Fasilitas penanganan
air, Fasilitas penanganan limbah, Pusat telekomunikasi)
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk
fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar
berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung
bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh
instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.
Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi IV
untuk: (Bangunan-bangunan monumental, Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan, Rumah sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat, Fasilitas pemadam kebakaran,
ambulans, dan kantor polisi, serta garasi kendaraan darurat, Tempat perlindungan terhadap gempa bumi,
angin badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya, Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan
fasilitas lainnya untuk tanggap darurat, Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan
pada saat keadaan darurat, Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan
bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah
atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran ) yang disyaratkan untuk
beroperasi pada saat keadaan darurat.
Gambar 5.2. Peta Mikrozonasi Gempa Bumi Kota Palu Tervalidasi dengan data survey kerusakan Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang
Skala MMI BMKG masuk ke dalam kategori risiko IV.
Sumber : Pengolahan Data Konsultan berdasarkan data nilai PGA dari http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_
spektra_indonesia_2011/
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
102 103
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana
Penentuan PGA permukaan seperti yang digunakan dalam pembuatan peta mizrozonasi. Kemudian penentuaan kriteria
seismic design berdasarkan:
Tabel 5.3 Kategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan pada perioda pendek.
Kategori Risiko
NIlai SDS
I, II atau III IV
Dalam penyusunan dokumen ini tidak ditentkan nilai parameter respon pada percepatan dengan perioda 1 detik.
Sehingga penentuan kriteria seismic design hanya akan di tentukan berdasarkan parameter respon percepatan pada
perioda pendek. Peta klasifikasi seismic design kemudian di gabung peta sempadan patahan aktif, yang di tunjukkan
pada gambar di bawah.
Analisis rawan gempa bumi bertujuan untuk menentukan suatu batas intensitas gempa tertentu yang berlaku di daerah
kajian berdasarkan suatu nilai kemungkinan yang akan terjadi atau terlampaui pada suatu periode tertentu. Metoda
yang dipergunakan untuk menentukan batas tersebut adalah Metode Probabilistik- Probabilistic Seismic Hazard
Gambar 5.3. Peta Klasifikasi Nilai
Analysis (PSHA), sementara bahasan mengenai ground motion sintetik bertujuan untuk mendapatkan beban gempa
Seismik Design (SDS) Kota Palu
sintetik untuk keperluan desain bangunan tahan gempa.
Sumber : Pengolahan Data Konsultan, SNI-
03-1726-2010 (Gempa)
Percepatan maksimum di batuan dasar (PGA) menurut Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017 yang
disusun oleh Pusat Studi Gempa Nasional (PUSGEN) dan Pusat Litbang Perumahan dan Pemukiman Balitbang
Kementrian Pekerjaa Umum dan Perumahan Rakyat untuk Kota Palu untuk periode ulang 475 tahun adalah sebagai
berikut ini:
a. Indeks percepatan puncak di batuan dasar (Sb) di Kota Palu untuk kemungkinan terjadinya gempa 20% dalam 10
tahun termasuk kategori sedang ke tinggi yaitu berkisar antara 0,15g – 0,3g, sedangkan probability gempa 10%
dalam 10 tahun masuk kategori tinggi yaitu berkisar antara 0,3g – 0,4g
b. Sedangkan pada peta percepatan puncak di batuan dasar (Sb) di Kota Palu dengan kemungkinan terjadinya gempa
10% dalam 50 tahun termasuk kategori tinggi yaitu berkisar antara 0,3g – 0,7g
c. Untuk peta percepatan puncak di batuan dasar (Sb) di Kota Palu dengan kemungkinan terjadinya gempa 7% dalam
75 tahun termasuk kategori tinggi yaitu berkisar antara 0,4g – 0,8g
d. Untuk Analisa percepatan spektrum respon 0,2 detik SHA dapat dilakukan dengan dua metode perhitungan,
dengan nisbah redaman 5% untuk batuan dasar (Sb) yaitu deterministik (Deterministic Seismic Hazard
untuk berbagai probabilitas 2% dan 7% dalam 50 Analysis/DSHA) dan probabilistik (Probabilistic Seismic
tahun indeksnya di Kota Palu dalam kategori tinggi Hazard Analysis/PSHA). Pada tahap awal perkembangan
masing2 yaitu 1,2 g– 2,0 g ilmu rekayasa gempa dalam bidang geoteknik, analisis
e. berdasarkan peta percepatan puncak di batuan dasar resiko gempa umumnya dilakukan dengan menggunakan
(Sb) untuk probabilitas gempa terlampui 1% dan 2 metode DSHA. Metode ini didasarkan atas skenario
% dalam 100 tahun Maka Kota Palu masuk kategori seismik pada lokasi yang ditinjau. Skenario tersebut
tinggi 1,3g – 2,0g meliputi asumsi tentang kejadian gempa dengan besar
f. Untuk peta percepatan puncak di batuan dasar (Sb) tertentu yang akan terjadi pada suatu lokasi tertentu.
deterministic akibat gempa Sesar Dangkal dengan Metode DSHA ini umumnya diaplikasikan untuk
84-percentile (150% median) Maka Kota Palu masuk mengestimasi percepatan gempa pada bangunan-
kategori sedang 0,4g – 0,7g bangunan yang sangat membahayakan jika terjadi Gambar 5.6 Logic Tree untuk sumber gempa patahan.
g. Berdasarkan peta percepatan puncak di batuan dasar kerusakan, seperti bangunan Pembangkit Listrik Tenaga
(Sb) deterministic akibat gempa subduksi dengan Nuklir (PLTN) dan bendungan-bendungan besar.
84-percentile (150% median) Maka Kota Palu masuk Kelebihan metoda ini adalah mudah digunakan untuk
kategori rendah 0,05g – 0,1g mengestimasi percepatan gempa yang mungkin terjadi.
Kelemahan metoda ini adalah tidak memperhitungkan
tingkat guncangan gempa yang mungkin terjadi dalam
5.2 Metodologi Penyusunan Peta suatu periode waktu tertentu (seperti hubungannya
Rawan Gembpa Bumi dengan masa layan bangunan) atau pengaruh faktor-
faktor ketidakpastian yang banyak terlibat dalam analisis
5.2.1 Probabilistic Seismic Hazard seperti waktu dan jarak (Kramer, 1996). Memperhatikan
Analysis (PSHA) kesamaan kondisi geologi dan tektonik dari wilayah
dimana fungsi atenuasi itu dibuat. Pada penelitian ini,
Analisis bencana kegempaan (seismic hazard analysis/ fungsi atenuasi yang digunakan sebagian besar sudah
SHA) adalah analisis untuk mengestimasi besaran menggunakan fungsi atenuasi NGA (Next Generation Gambar 5.7 . Logic Tree untuk sumber gempa subduksi.
kuantitatif dari guncangan gempa pada suatu lokasi Attenuation) dimana atenuasi ini dalam pembuatannya
tertentu. Hasil analisis bencana gempa ini dapat sudah menggunakan data gempa global.
digunakan untuk pembuatan peta makrozonasi dalam
skala regional. Pembuatan peta ini dilakukan dengan cara Fungsi atenuasi yang dipergunakan dibedakan
berdasarkan sumber gempa. Untuk sumber gempa Gambar 5.5 Diagram Alir Analisis Penyusunan PSHA
membagi kawasan yang akan dianalisis dalam bentuk
grid-grid dengan spasi tertentu. Kemudian amplitudo dari shallow crustal dan shallow background dipergunakan
parameter-parameter pergerakan tanah (ground motion) fungsi atenuasi Boore-Atkinson NGA, Campbell-
akibat aktifitas seismik untuk setiap grid diestimasi. Bozorgnia NGA, serta Chiou-Youngs NGA. Untuk sumber
Umumnya parameter pergerakan tanah yang dihitung gempa subduksi (megathrust) digunakan fungsi atenuasi
adalah percepatan gempa di batuan dasar (bedrock). Youngs dkk, SRL, Atkinson-Boore BC rock and global
Berdasarkan amplituda percepatan gempa di setiap grid source subduction dan Zhao dkk. Untuk sumber gempa
tersebut dapat dibentuk kontur percepatan gempa di deep background digunakan fungsi atenuasi Atkinson-
batuan dasar untuk kawasan tersebut. Peta makrozonasi Boore, Cascadia, Youngs dkk, dan Atkinson-Boore,
Wordwide. Gambar 5.8 Logic Tree untuk sumber gempa background.
tersebut sangat berguna untuk perencanaan mitigasi
gempa dan untuk estimasi kerugian secara ekonomi
akibat gempa pada masa yang akan datang. (Trifunac, 5.2.2 Klasifikasi Gempa
1989; Trifunac and Todorovska, 1998). Klasifikasi gempa pada dasarnya adalah mengelompokan berdasarkan parameter besaran gempa (biasanya adalah
PGA, s-wave, perioda) kedalam tingkat kerawanan rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Beberapa klasifikasi
gempa yang telah berkembang di Indonesia antara lain :
1. Klasifikasi berdasarkan MMI
2. Klasifikasi Gempa berdasarkan BMKG
3. Klasifikasi Gempa berdasarkan Perka BNPB no 02 tahun 2012
4. Klasifikasi berdasarkan Peratutan Mentri Energi dan Sumberdaya Mineral Tahun 2018 No 15 Tahun 2011
5. Klasifikasi berdasarkan Badan Geologi Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral Tahun 2018 Tahun 2018
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
106 107
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana
II Hijau DIRASAKAN (Felt) Dirasakan oleh orang banyak tetapi tidak III-V 2.9-88
menimbulkan kerusakan. Benda-benda ringan yang
digantung bergoyang dan jendela kaca bergetar.
III Kuning KERUSAKAN Bagian non struktur bangunan mengalami kerusakan VI 89-167
RINGAN (Slight ringan, seperti retak rambut pada dinding, atap
Damage) bergeser ke bawah dan sebagian berjatuhan.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
108 109
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana
Tabel 5.8 Klasifikasi Gempa Berdasarkan Badan Geologi Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral Tahun 2018 Berdasarkan tabel site klasifikasi SNI 03-1726, tahun melihat pada site classification yang dilakukan oleh Zhao
KELAS KETERANGAN 2012 diatas maka pembagian jenis tanah berdasarkan et al, dengan mengacu pada site classification NEHRP
kelas V30S yaitu: maka tampak pada peta yang dihasilkan (gambar 2),
Sangat · Dataran dan lereng punggungan perbukitan akibat struktur geologi terbanan.
Tinggi · Endapan Kipas Aluvium Barat dan Timur, serta teras dan alluvium sungai Palu Kelas Batuan SE (tanah lunak) · < 175 merupakan area dominan berada di lapisan hampir semua area penelitian berada pada area dengan
· Perioda dominan Ts >= 0,75 dt ; Vs30 <175 m/dt; Basement Geotektik (Vs30=300) bervariasi antara 25 sampai > geologi sedimen alluivial dan termasuk tanah lunak periode dominan yang tinggi yakni periode dominan
125 m ; PGA (MCEg) =0.8 g , Amp 2.2 x ; PGA Permukaan 1.76 g · 175 <= vs <= 350 berupa area yang berada di berkisar antara 0,4 - 0,6 detik yang mengindikasikan
Tinggi · Dataran dan lereng punggungan perbukitan kipas struktur dan endapan sungai Palu beberapa lokasi seperti bagian barat, barat laut, adanya lapisan tanah medium soil terutama di sebagian
· Endapan Kipas Aluvium patahan gawir Barat dan Timur, serta teras dan alluvium sungai Palu Kelas Batuan SD tenggara dan utara Kota Palu merupakan klasifikasi besar desa Silae, Kawatuna, Las Oani, Poboya, Tondo,
(Tanah Sedang)
· Perioda dominan 0.50 < =Ts >= 0,75 dt ; Vs30 175-360 m/dt; Basement Geotektik (Vs30=300) bervariasi antara tanah sedang Layana Indah, Taipa, Baiya dan Pantoloan. Area ini terdiri
25 sampai 100 m ; PGA (MCEg) =0.8 g , Amp 1.6 x ; PGA Permukaan 1.28 g · Nilai VS30 diatas 350 kedalam klasifikasi tanah dari lapisan medium soil dengan resiko kerusakan yang
Sedang · Punggungan Punggungan perbukitan dan lembah gawir struktur patahan. keras. cukup tinggi pada saat terjadinya gempa bumi.
· Granit, diorite, batuan metamorfik, sediment laut dan batuan gunung api, SC-CB (Tanah Keras-batuan)
· Perioda dominan 0.25 < =Ts >= 0,50 dt ; Vs30 36- hingga 750 m/dt; Basement Geotektik (Vs30=300) < 25 m ; Dan perkiraan hasil test SPT dan Perhitungan kuat geser Sedangkan untuk lapisan sedimen yang tebal dan resiko
PGA (MCEg) =0.8 g , Amp 1.6 x ; PGA Permukaan 1.28 g
nilai rata-rata dapat di hitung berdasarkan pengkelasan kerusakan yang tinggi pada saat terjadi gempa bumi berada
ini. pada kelas periode dominan > 0,6 detik atau pada gambar
Pada dasarnya konseptual diatas menggunakan prinsip Analytic Hierarchi Process (AHP), dan secara teknis dilakukan dibawah beriupa area berwarna biru terutama di Desa Silae,
dengan cara overlay dan pembobotan untuk mendapatka peta hazard gempa bumi. Pemetaan Hazard Microzonasi Periode dominan dapat menunjukan karakteristik Talise, Kawatuna, Tondo, Layana Indah dan Baiya.
gempa bumi pada kajian ini, di hitung berdasarkan klasifikasi Badan Geologi, kementerian Energi dan Sumber Daya material penyusun lapisan tanah (Wibowo. dkk, 2014),
Mineral, tahun 2018 tersebut. serta memiliki kaitan erat dengan kedalaman lapisan Sementara area dengan periode dominan kurang 0,4
Untuk parameter Vs30 yaitu 120/T maka dalam 3 kelas pembagian area nya adalah sebagai berikut: sedimen (Nakamura, 1989). Periode dominan yang detik merupakan indikasi terdapat lapisan hard soil
· < 175 merupakan area dominan berada di lapisan geologi sedimen alluivial tinggi dapat mengindikasikan adanya lapisan sedimen dengan resiko kerusakan yang cukup rendah pada saat
· 175 <= vs <= 350 berupa area yang berada di beberapa lokasi seperti bagian barat, barat laut, tenggara dan utara lunak yang tebal, periode dominan yang rendah terjadinya gempa bumi terutama di area Palu Selatan,
Kota Palu mengindikasikan adanya lapisan sedimen lunak yang Palu Barat, Taipa dan Ulujadi.
· 350 juga berada di area sekitar daerah dengan V30s 175 – 350. tipis. Periode dominan berbanding lurus dengan faktor
penguatan goncangan, sehingga daerah dengan periode Dengan adanya periode dominan yang tinggi yang luas,
Tabel 5.9 Site Klasifikasi Berdasarkan Peraturan Gempa Indonesia dominan tinggi umumnya memiliki kerentanan untuk maka daerah penelitian memiliki area dengan ketebalan
(SNI 03-1726, 2012) mengalami kerusakan yang cukup tinggi ketika terjadi sedimen lunak yang tebal dengan cakupan area yang luas,
Kelas situs/Jenis tanah (m/detik) atau (kPa) gempa bumi. serta memiliki resiko kerusakan yang cukup tinggi pada
saat terjadinya gempa bumi dikarenakan nilai periode
SA (batuan keras) >1500 N/A N/A
Dengan mengacu pada site classification dari NEHRP domianan berbading lurus dengan faktor penguatan
SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A (National Earthquake Hazard Reduction Program), Zhao. guncangan (amplifikasi).
SC (tanah keras, sangat 350 sampai 750 >50 ≥100 et al (2004) membagi site class menjadi empat kelas
padat dan batuan
lunak)
berdasarkan nilai periode dominannya. Berdasarkan nilai periode dominan pula, Kanai (dalam
· Pertama adalah site class I atau kelas a dan b, yaitu Arifin. dkk, 2013) mengklasifikasi struktur lapisan tanah
SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100
klasifikasi lapisan tanah dengan periode dominan menjadi empat jenis.
SE (tanah lunak) < 175 <15 < 50 kurang dari 0,2 detik (T0 ≤ 0,2 S), Berupa Rock atau · Jenis I, merupakan batuan tersier atau lebih tua yang
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karateristik sebagai stiff soil. terdiri dari batuan hard sandy, gravel, dll. Tanah jenis
berikut :
1. Indeks plastisitas, PI >20,
· Kedua adalah site class II atau kelas c, yaitu klasifikasi I memiliki periode dominan kurang dari 0,25 detik
2. Kadar air, w ≥ 40%, lapisan tanah dengan periode dominan antara 0,2 (T0<0,25).
3. Kuat geser niralir < < 25 kPa detik sampai dengan 0,4 detik (0,2 S ≤ T0 < 0,4 S), · Jenis II, merupakan batuan alluvial dengan ketebalan
SF Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik Berupa hard soil. 5 meter, terdiri dari sandy- gravel, sandy hard clay,
(tanah khusus,yang berikut:
membutuhkan investi- - Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti · Ketiga adalah site class III atau kelas d, yaitu Site loam, dll. Tanah jenis II memiliki periode dominan
gasi geoteknik spesifik mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah class III, dengan periode dominan antara 0,4 detik antara 0,25 sampai 0,5 detik (0,25<T0<0,5).
dan analisis respons - Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H > 3 m)
spesifik- site) - Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H >7,5 m dengan Indeks
sampai dengan 0,6 detik (0,4 S ≤ T0 < 0,6 S), Berupa · Jenis III, merupakan batuan alluvial, hampir sama
Plasitisitas PI>75) medium soil. dengan jenis II, hanya dibedakan oleh adanya formasi
- Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H>35m dengan < 50 kPa · Keempat adalah site class IV atau kelas e, yaitu Site bluff. Tanah jenis III memiliki periode dominan antara
CATATAN: N/A = tidak dapat dipakai
class IV, dengan periode dominan diatas 0,6 detik (T0 0,5 sampai 0,75 detik (0,5<T0<0,75).
> 0,6 S), Berupa soft soil. · Jenis IV, merupakan batuan alluvial yang terbentuk
dari sedimentasi delta, top soil, lumpur, dll. Tanah
Dari hasil pengolahan data, diperoleh nilai periode jenis IV memiliki kedalaman sedimen 30-meter atau
dominan untuk Kota Palu dengan nilai periode dominan lebih. Tanah jenis IV memiliki periode dominan lebih
tertinggi 1,83 detik dan untuk nilai terkecil 0,18 detik. Jika besar dari 0,75 detik (T0>0,75).
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
110 111
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana
Bila mengacu pada klasifikasi jenis tanah Kanai dengan memanfaatkan periode
dominan maka pada daerah penelitian terdapat tanah jenis IV yang mencakup area
yang luas, dimana tanah jenis IV ini memiliki periode domian diatas 0,75 detik (T0 >
0,75) dan kedalaman sedimen 30-meter atau lebih yang terdiri dari lapisan alluvial
yang terbentuk dari sedimentasi delta, top soil, lumpur, dll.
Pada umumnya, nilai penguatan goncangan akan bebanding terbalik dengan nilai
kecepatan gelombang S. Semakin kuat penguatan goncangan, maka nilai kecepatan
gelombang S semakin kecil dan formasi penyusun material tanah semakin lunak.
Tanah yang semakin keras maka kecepatan gelombang gesernya semakin besar dan
faktor penguatan goncangan akan semakin kecil. Tanah yang semakin lunak maka
kecepatan gelombang gesernya semakin kecil dan faktor penguatan goncangan akan
semakin besar. Zhao. et al (2004) membagi kecepatan gelombang S menjadi empat
bagian.
· Site class I, dengan kecepatan gelombang S lebih besar dari 600 m/s (VS>600
m/s), Berupa Rock atau stiff soil.
· Site class II, dengan kecepatan gelombang S antara 600 m/s sampai dengan 300
m/s (300 m/s < VS ≤ 600 m/s), Berupa hard soil.
· Site class III, dengan kecepatan gelombang S antara 200 m/s sampai dengan
300 m/s (200 m/s < VS ≤ 300 m/s), Berupa medium soil.
· Site class IV, dengan kecepatan gelombang S di bawah 200 m/s (VS ≤ 200 m/s),
berupa soft soil.
Nilai VS30 yang didapatkan beragam, dengan nilai tertinggi 667.1 m/s dan nilai
paling kecil 65,73 m/s. Gambar 4 menunjukan Kota Palu dengan zonasi yang dibagi
berdasarkan pembagian VS30 yang dilakukan oleh Zhao. et al dengan didominasi
oleh area yang berwarna biru atau area dengan VS30 dibawah atau sama dengan 200
m/s yang merepresentasikan lapisan soft soil. Hanya dibeberapa lokasi saja seperti
di Silae, Pengawu, Petobo, Mamboro dan Baiya bagian timur yang menunjukkan
medium soil, hard soil hingga Stiff Soil.
Salah satu kajian yang dianggap cocok dan mendekati kondisi Kota Palu pasca bencana
gempa bumi dan tsunami September tahun 2018 adalah kajian dari International
Jorunal of Innovation in Science and Mathematics (IJISM) Volume 2 Isuue 5 ISSN
(Online): 2347-9051 yaitu karya ilmiah dengna judul Microtremors HVSR Correlation
With Sub Surface Geology and Ground Shear Strain at Palu City, Central Sulawesi
Province, Indonesia yang ditulis oleh PyiSoe Thein, Subagyo Pramumijoyo, Kirbani
Sri Brotopuspito, Junji Kiyono, Wahyu Wilopo dan Agung Setianto.
Dalam makalah ini disajikan data hasil survey Mikrotremor AVHSR yang dimodelkan
untuk mengetahui ketebalan dan pelapisan bawah permukaan di Kota Palu. Ada 3
model yang diperoleh dari hasil pengukuran microtremor AVHSR ini yaitu permodelan
kecepatan gelombang geser, densitas dan ketebalan sedimen.
Gambar 5.10. Peta Shear Wave Velocity Gambar 5.11. Peta Area Sesar Buffer
Sumber : IJISM Volume 2 Isuue 5 ISSN (Online): 2347-9051 Sumber : Pengolahan Data Konsutan, sumber data dari ZRB Palu dan sekitarnya, kementrian ATR tahun 2018, PUSGEN tahun 2018
114 115
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana
5.2.3 Penyusunan Peta Kawasan Rawan Bencana Tsunami 5.2.3.2 Model Numerik Pembangkitan dan Penjalaran
5.2.3.1 Metode Penyusunan Peta Kawasan Rawan Bencana Tsunami Tsunami
Sampai dengan dokumen ini disusun, belum terdapat penelitian yang dapat menunjukkan dengan jelas dimana lokasi Dalam mensimulasikan gelombang tsunami secara
longsoran terjadi, berapa dimensi longsoran. Beberapa informasi menjelaskan bahwa tsunami yang terjadi di palu numerik terdapat dua tahap proses, yaitu pembangkitan
bersumber dari beberapa lokasi longsoran. Proses terjadinya Tsunami di Kota palu, berbeda dengan proses terjadi nya dan penjalaran.
tsunami pada umumnya. Dengan kondisi seperti ini, maka peta kerawanan tsunami kota palu dibuat dengan diagram · Model pembangkitan tsunami
seperti di tunjukkan dibawah ini. Model ini bertujuan untuk menghasilkan elevasi
inisial muka air akibat deformasi dasar laut.
· Model penjalaran tsunami
Model ini bertujuan untuk menampilkan penjalaran
Gambar 5.13 Sketsa Aliran Longsor Yang Diasumsikan
gelombang tsunami dari lokasi sumbernya hingga
Sebagai Fluida
mencapai lokasi pengamatan.
Sumber: Heizardeh dkk, 2014
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
116 117
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana
kejadian tsunami Mediterania 1995. Hasil simulasi 5.2.3.4 Kajian dan Penelitian Bukti Longsoran Penyebab Tsunami palu
tsunami menunjukkan dipol dengan elevasi tinggi pada Tulisan terkait bukti longsoran yang menjadi penyebab di palu dari (https://www.bbc.com/news/science-
daerah yang menjadi tempat deposisi dan depresi muka environment-46515833, di akses desember 2018.) artikel tersebut berdasarkan pada hasil awal dari berbagai
air pada daerah sumber longsoran. Karakteristik tersebut investigasi yang dikumpulkan di pertemuan Persatuan Geofisika Amerika di Washington DC pada 10-14 Desember
mirip dengan mekanisme tsunami yang dibangkitkan perlahan mengungkap fenomena tsunami di Kota Palu. Gempa yang terjadi di palu merupakan gempa yang terjadi
oleh longsoran bawah laut. akibat patahan geser (strike slipe). Gempa yang terjadi pada patahan sesar geser (strike-slip fault), terjadi jika dua
lempengan bumi berbenturan dan salah satu lempeng terus bergeser secara horisontal. Konfigurasi ini umumnya tidak
akan menyebabkan tsunami besar. Namun fakta berkata lain. Gempa di palu yang jelas terjadi karena strike slipe ini,
menyebabkan tsunami.
Pakar geologi Australia coba menjelaskan secara ilmiah bagaimana proses terjadinya bencana tsunami di Kota Palu.
Prof Adam Switzer dari Asian School of the Environment menjelaskan gempa pada jenis patahan sesar geser di palu
menimbulkan getaran luar biasa dan kedua sisinya bergerak secara signifikan.Tsunami di kota palu secara sederhana
dapat dikatakan sebagai peristiwa geologis berantai. Yaitu gempa bumi skala besar yang mencairkan tanah gembur
dan kemungkinan menyebabkan tanah longsor di bawah laut.Kemudian, tanah longsor itu memicu gelombang tsunami
yang intensivitasnya tinggi karena terjadi di perairan berbentuk teluk.
Beberapa bukti di tunjukkan dengan membandingkan batrhimteri sebelum dan setelah terjdi gempa (Udrekh Al Hanif.
BPPT). Data batimetri dari sebelum dan sesudahnya gempa di overlay, dapat melihat bahwa hampir semua area dasar
laut di dalam teluk surut. Dan dari data dari data tersebut dapat diamati pergerdakan dari utara. Jadi, sebenarnya, kami
memiliki perpindahan vertikal dan horizontal,
Gambar 5.16 Peta Bathimeri sebelum dan sesudah terjadinya Gempa dan Tsunami Kota Palu
Sumber: https://www.bbc.com/news/science-environment-46515833
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
118 119
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
120 121
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana
Kejadian Tsunami 1969 dan 1996 (terpotong) telah diperkuat dengan bentuk dasar laut di Teluk Palu
Sumber Gempa Hasil Model Penjalaran Tsunami
disimulasikan oleh Hamzah Latief, Haris Sunendar, dkk yang curam sehingga berpotensi deposit sedimen
Sumber di area E3
(PPK-ITB), tidak menunjukkan bahwa tsunami mencapai yang rawan runtuh bila terjadi gempa.
Pola penjalaran Tsunami dengan
sumber gempa E3(Hipothetical case Teluk Palu, baik akibat posisi Palu yang mempunyai mulut • Mengingat pada kejadian tsunami 1927 tidak ada
di segment North Makasar Strait teluk yang sempit, juga diakibatkan kekuatan dan orietasi data yang menunjukkan lokasi gempa dasar laut
Mw 7.3) sumber gempa yang terjadi. Dari 6 kejadian Tsunami maupun data perubahan batimetri akibat longsoran
di Selat Makasar, hanya kejadian 1927 yang tercatat bawah laut
mencapai Palu dengan ketinggian 15 m. Dengan kekuatan
gempa 6.3, diduga ada sebab lain yang membangkitkan Hasil pemodelan tinggi tsunami akibat longsoran
tsunami demikian besar yaitu longsoran bawah air di mencapai sekitar 14 meter di Desa Talise dengan jarak
Teluk Palu. rendaman mencapai 2km. Beberapa Desa yang terendam
antara lain Desa Talise, Besusu Barat, Besusu Tengah,
5.2.3.5.2 Hasil dan Analisis Model Tsunami Akibat Lolu Utara, Ujuna Baru dan Lere.
Longsoran
Kasus gempa yang dibangkitkan oleh longsoran bawah Sebagai catatan, model penjalaran tsunami dengan
laut pada dasarnya merupakan simulasi untuk kejadian sumber pembangkit tsunami berupa gempa, maka
tsunami tahun 1927, dengan pertimbangan sebagai parameter yang akan mempengaruhi luasan area
berikut: terdampak tsunami dan juga perbedaan tinggi tsunami
• Gempa yang terjadi hanya berkekuatan Mw 6.1 adalah factor lokasi dan magnetudo gempa itu sendiri.
Sumber : Pengolahan 2018 dimana kecil kemungkinannya dapat membangkitkan Sedangkan parameter yang akan mempengaruhi hasil
tsunami (threshold untuk peringatan dini tsunami pemodelan tsunami dengan sumber pembangkitnya
Dari hasil tiga kali pemodelan penjalaran tsunami dan rendalam di model menunjukkan bahwa tinggi tsunami akibat yang digunakan BMKG pada saat ini adalah gempa longsoran adalah lokasi longsoran, dan juga dimensi
gempa maksimum hanya mencapai 1.5 m dan gelombang tsunami pecah ketika mencapai bibir pantai. Hal ini masih dengan kekuatan Mw 6.5). longsoran. Model penjalaran dan rendama tsunami akibat
belum menjawab data history kejadian tsunami dimana pernah tercatat di tahun 1927 mencapai 12 meter dan pada • Akan tetapi pada kenyataannya di lapangan longsoran ini, dilakukan sebelum terjadinya tsunami pada
tahun 1968 mencapai 2 sampai 3 meter. Data kejadia tsunami di tunjukan pada tabel dibawah ini ditemukan tinggi tsunami mencapai 15 m di Talise tanggal 28 september 2018. Pada tanggal 28 september
Palu, 2018 terjadi gempa dengan kekuatan 7.4 Skala Richter
Tabel 5.12 Sejarah Terjadinya Tsnami Di Sulawesi Tengah • Menunjukkan adanya kemungkinan besar akibat aktifitas sesar palu koro, dengan pusat gempa di
pembangkitan tsunami akibat longsor, dan hal ini sekitar donggala.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
122 123
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana
Pusat gempat yang terjadi pada tanggal 28 September 2018, mirip dengan lokasi gempa pada tahun 1968 dengan peta bahaya tsunami yang telah dikelaskan menjadi 3 kategori, yaitu tinggi, sedang dan rendah. Dimana kategori
kekuatan 7.4 Skala Richter (lokasi E1, sub bab “Model Tsunami akibat gempa”) seperti yang telah di simulasikan tersebut berdasarkan tabel dibawah ini.
sebelumnya dengan sumber gempa tersebut, berdasarkan model penjalaran tsunami dengan sumber gempa,
seharusnya tidak terjadi tsunami. Hypothesis bahwa tsunami yang terjadi di Kota Palu akibat adanya longsoran Tabel 5.13 Klasifikasi Kelas Rawan Tsunami
dibuktikan dengan beberapa pakar tsunami yang menyebutkan hal yang senada. Adapun skenario Lokasi longsoran No Ketinggian tsunami Kategori
dalam pemodelan ini terdapat 3 skenario.
1 0m -0.5 m Rendah
2 0.5 m – 3 m Sedang
3 >3m Tinggi
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
124 125
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
126 127
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana
Beberapa metode mikrozonasi potensi likuifaksi antara lain metode Iwasaki; Youd & perkins; Keith drr; UNDP,dsb.
Data yang tersedia untuk daerah penyelidikan adalah data geologi dan kedudukan muka air tanah sehingga pemilihan
metode dalam kasus ini menggunakan sumber dari Keith, drr., 1999 dalam Piya, B.K, 2004. Menurut Keith, potensi
liquifaksi secara kualitatif dipengaruhi oleh tiga faktor antara lain :
1. Ketebalan tanah pasiran kurang dari 12 m di bawah permukaan tanah.
2. Kedalaman muka air tanah < 10 m
3 . Estimasi batas kritis percepatan gempa permukaan yang memicu liquifaksi jika terdapat data bor dengan
estimasi metode seed dan idriss, 1971.
Berdasarkan Peta Geologi Teknik (dan Peta Muka Air Tanah) , karakteristik potensi likuifaksi tiap Formasi disajikan pada
tabel dibawah ini.
Peta rawan bencana likuifaksi pada kajian ini bersumber dari kajian Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber daya
Mineral tahun 2018, yang telah di sempurnakan beberapa kali. Klasifikasi kelas Potensi Likuifaksi dibuat berdsarakan Iwasaki
(1986) dalam Taufiq (2011), klasifikasi LPI terhadap resiko potensi liquifaksi adalah sebagai berikut:
Tabel 5.15 Nilai LPI daerah penyelidikan berdasarkan klasifikasi Iwasaki (1986)
Hasil Akhir peta kerawanan Likuifaksi kota palu di tunjukkan pada gambar di bawah Gambar 5.26. Peta Rawan likuifaski Kota Palu
Sumber : Peta Potensi Likuifaksi, badan Geologi, Kementerian ESDM, 2018
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
128 129
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana
Gambar 5.27 Alur proses pembuatan peta bahaya tanah longsor berdasarkan metode deterministic
Sumber: Perka BNPB no 2 tahun 2012
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
130 131
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana
Berdasarkan hasil digitasi ulang dengan basis data peta bahaya tanah longsor Kota Palu (INARISK BNPB) diperoleh 5.2.6 Penyusunan Kawasan Rawan
data sebagai berikut. Bencana Banjir
Tabel 5.16 Luas Kawasan Tanah Longsor Tinggi Kota Palu Kota palu merupakan kota yang dibelah oleh sungai
Luas Kawasan Tanah Longsor Tinggi Kota Palu besar yang bernama Sungai Palu, dan beberapa anak
sungai bukit di bagian kiri-kanan nya. Untuk memahami
Desa Kecamatan Luas (Ha) Luas (Km2)
kondisi bencana banjir kota palu, maka konseptual yang
KAWATUNA 1006,43 10,064 akan di ambil adalah pemahaman terhadap unit analisis
LASOANI 1359,15 13,592 yang menjadi sumber bencana banjir. Dalam hal ini unit
LAYANA INDAH MANTIKULORE 124,781 1,248 analisis yang akan menjadi fokus adalah Daerah Aliran
Sungai (DAS) atau Sub DAS.
POBOYA 1806,42 18,064
TONDO 500,228 5,002
5.2.6.1 Analisis Kawasan Rawan Bencana Banjir
Total 4797,009 47,97 Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan karena
MAMBORO PALU UTARA 1,125 0,011 peningkatan volume air akibat hujan deras, luapan air
sungai atau pecahnya bendungan. Banjir juga dapat
Total 1,125 0,011
terjadi di daerah yang gersang dengan daya serap
BAIYA 293,051 2,931
TAWAELI tanah terhadap air yang rendah dan jumlah curah hujan
PANTOLOAN BOYA 227,359 2,274 melebihi kapasitas serapan air.
Total 520,41 5,205
Sumber : Dokumen Kajian Risiko Bencana Kota Palu, Sulawesi
BULURI 660,326 6,603 Pengkajian bahaya banjir dilakukan untuk mengetahui
Tengah 2016-2020
luasan daerah terdampak serta indeks dan kelas bahaya
TIPO ULUJADI 1019,15 10,192
banjir. Parameter yang digunakan dalam menentukan
WATUSAMPU 418,75 4,188 Berdasarkan tabel di bawah ini, terlihat bahwa total luas
indeks bahaya banjir, yaitu daerah rawan banjir,
Total 2098,226 20,983
bahaya untuk bencana banjir di Kota Palu yaitu 10.797 Ha
kemiringan lereng, jarak dari sungai dan curah hujan.
dengan kelas tinggi. Kecamatan Mantikulore merupakan
Total 7416,77 74,169
wilayah terluas terdampak bencana banjir di Kota Palu
Sumber: Hasil Digitasi Konsultan (basis data peta bahaya tanah longsor Kota Palu INARISK BNPB) Berdasarkan parameter bahaya banjir tersebut, maka
yaitu 2.772 Ha. Komponen struktur ruang yang tidak
dapat ditentukan kelas bahaya dan luasan daerah
layak dibangun di kawasan rawan bencana banjir adalah:
Berdasarkan hasil pengolahan di atas wilayah yang paling tinggi terkena bencana tanah longsor adalah Kec. Mantikulore terdampak bencana banjir di Kota Palu. Adapun
· Pusat Permukiman tidak layak di bangun pada zona
seluas 4797,009 Hektar dan untuk wilayah terendah adalah Kec. Palu Utara seluas 1,125 Hektar. Untuk lebih jelasnya rekapitulasi pengkajian bahaya banjir di masing-masing
kawasan dengan tingkat kerawanan tinggi.
dapat di lihat pada gambar di bawah berikut ini. kecamatan adalah sebagai berikut.
· Jaringan prasarana transportasi, seperti jaringan
jalan, rel kereta api, terminal/stasiun, pelabuhan dan
Tabel 5.17 Luas kawasan bahaya banjir
bandara tidak layak di bangun di kawasan dengan
Bahaya tingkat kerawanan tinggi.
Kecamatan
Luas (Ha) Kelas · Jaringan prasarana energi tidak layak di bangun pada
Mantikulore 2,772 Tinggi zona kawasan dengan tingkat kerawanan tinggi.
· Jaringan prasarana SDA tidak layak di bangun pada
Palu Barat 627 Tinggi
zona kawasan dengan tingkat kerawanan tinggi.
Tatangan 1.127 Tinggi
Palu Selatan 1,938 Sedang 5.2.6.2 Peta Kawasan Rawan Bencana Banjir
Palu Timur 590 Sedang Peta kawasan rawan bencana banjir untuk Kota palu,
Palu Utara 1,541 Sedang murni di dambil dari kajian KRB kota palu, yang telah
dilakukan oleh BNPB tahun 2012, tanpa dilakukan
Taweali 1,657 Sedang
adjusting tambahan.
Ulujadi 544 Sedang
Kota Palu 10,797 Tinggi
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
132 133
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
134 135
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
136 137
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
138 139
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana
Duyu 28 0,285
Gambar 5.37. Luas Keterpaparan KRB Multirawan per kecamatan
Nunu 29 0,292 Sumber : Pengolahan 2018
Tatanga
Palupi 41 0,408
Pengawu 32 0,323
Tavanjuka 26 0,257
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
Total 26 1,622
140 141
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana
Mengacu pada Perka BNPB No. 2 Tahun 12 maka kawasan budidaya untuk
tingkat keterpaparan tinggi meliputi pemukiman, bangunan, fasum dan
fasos sedangkan pertanian, perkebunan dan ladang untuk skor menengah
dan skor rendah adalah hutan lindung.
fokus untuk skor tinggi saja dan diturunkan kembali tingkat keterpaparan
berdasarkan tingkat ancaman terhadap jenis bencana. Misalnya bangunan
dan pemukiman semi permanen lebih rentan dibandingkan bangunan
permanen sehingga skor nya berbeda.
Gambar 5.37. Presentase luas keterpaparan KRB multirawan tinggi terhadap rencana
pola ruang RTRW
Sumber : Pengolahan 2018
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
142 143
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana
Sehingga area yang akan diprioritaskan adalah RDTR bagian selatan dan RDTR bagian timur serta secara otomatis
adalah bagian teluk.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
06
Evaluasi Kualitas
Rencana Tata Ruang
Daerah dalam
Aspek Mitigasi atau
Pengurangan Risiko
Bencana
Dokumen RTRW kota palu, pada dasarnya sudah
mencakup informasi kebencanaan, hanya saja belum
mendetail, terutama di bagian pemetaan hazardnya.
Begitupun dengan dokumen RDTR. Filosofi kota Palu
, souraja memiliki beberapa konsep ruang “Ruang
gandaria, Ruang tatangan dan ruan goavua”. Salah
satu hal yang harus diperhatikan pada konsep
“souraja” ini adalah ruang gandaria atau beranda
kota dengan ciri water front city. Dengan sejarah
kota palu yang memiliki potensi tsunami yang
cukup besar, ditambah dengan kejadian bencana
tsunami pada November 2018, konsep gandaria yang
mengedepankan waterfront city sebaiknya di telaah
ulang.
146 147
BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana
6.1 Evaluasi Dokumen Beberapa review dan evaluasi yang perlu diperhatikan untuk kedalaman
RTRW Kota Palu dari subtansi dalam mitigasi bencana alam pada muatan rencana pola ruang Kota
Palu
Aspek Kebencanaan 1. Titik-titik lokasi banjir dan kawasan yang rawan banjir sudah teridentifikasi.
Namun titk ini bukan berdasarkan kajian potensi, namun dari sejarah
Dalam dokuman RTRW Kota Palu, pertimbangan kebencanaan yang kejadian bencana banjir yang prnah terjadi saja.
sudah dimasukkan ke dalam dokumen adalah bencana banjir, gempa 2. Kawasan rawan bencana longsor sudah dijabarkan dengan jelas berikut
bumi, tsunami dan longsor. Salah satu potensi kebencaan yang berada titik-titik lokasinya.
di Kota palu yang belum tercantum dalam RTRW adalah bencana 3. Kawasan rawan bencana tsunami sudah ada dan teridentifikasi sampai
likuifaksi. Hal ini sangat wajar, mengingat kajian kebencanaan likufikasi tingkat kelurahan. Namun jenis zona-zona terdampak belum dijelaskan
masih sangat jarang di lakukan. Dan di Indonesia, bencana likuifaksi secara terperinci dan lengkap. Peta kerawanan bencana tsumami
yang pernah terjadi dalam skala besar baru pertama kali terjadi di sebaiknya di perbaharui dan mempertimbangkan kejadian tsunami 2018.
Kota Palu. Seperti halnya tsunami yang terjadi akibat longsoran 4. Penjelasan mengenai keberadaan patahan/sesar Palu-Koro aktif dinilai
dasar laut dimana longsoran ini terpicu akibat adanya gempa bumi, cukup menjelaskan, namun untuk peta kerawanan Gempa sebaiknya
begitupun dengan bencana likuifaksi. Likufikasi di Kota Palu terjadi mempergunakan peta terbaru. Perkembangan kajian Pengurangan risiko
akibat adanya gempa bumi. Berdasarkan informasi kebencanaan bencana untuk gempa bumi salah satunya adalah dengan menerapkan
terbaru ini, maka sudah selayaknya RTRW Kota Palu perlu di telaah Building Code. Dalam dokumen RTRW masih belum menerapkan konsep
kembali, sehingga perencanaan tata ruang Kota Palu di masa depan building code
telah mempertimbangkan aspek mitigasi bencana dan pengurangan 5. Belum terdapat peta kerawanan Likuifaksi
risiko bencana. Penilaian substansi mitigasi dalam RTRW Kota Palu 6. Pada kawasan ruang evakuasi bencana, belum tercantum dalam peta titik-
ini terfocus pada aspek kebencanaan saja yaitu bencana banjir, tanah titik ruang evakuasi bencana dalam rencana pola ruang.
longsor, tsunami dan gempa bumi dan likufikasi dan diuraikan dari
kebijakan &strategi, rencana struktur ruang, rencana pola ruang,
indikasi program dan ketentuan umum peraturan zonasi
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
148 149
BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana
Tabel 6.1 Review Substansi Kebencanaan Dalam RTRW Kota Palu 2010-2030
RENCANA
JENIS KEBIJAKAN & RENCANA STRUKTUR
POLA LOKASI INDIKASI PROGRAM KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
BENCANA STRATEGI RUANG
RUANG
BANJIR Mengembangkan a. Jaringan makro Kawasan a. Sungai Tawaeli (Kelurahan Lambara dan Kelurahan Indikasi program rencana struktur ruang kota : Ketentuan Umum :
sistem jaringan merupakan Lindung : Panau), Sungai Taipa (Kelurahan Taipa), Sungai a. program peningkatan efektifitas pengelolaan
drainase kota bagian dari sistem kawasan Layana (Kelurahan Mamboro dan Kelurahan Layana Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai upaya Menyediakan lahan untuk kegiatan penghijauan, pembangunan prasarana
secara berjenjang pengendalian banjir rawan Indah), Sungai Watutela (Kelurahan Tondo) dan terintegrasi pengendalian banjir; dan sarana pemantauan ancaman dan pencegahan bencana banjir Membatasi
dan menerus pada DAS/sub DAS, bencana alam Sungai Pondo (Keluraha Poboya, Kelurahan Lasoani, b. review masterplan drainase kota dan pembangunan hanya untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana banjir
serta terintegrasi dan perlindungan kepentingan umum
dengan sistem yang terintegasi Kelurahan Tanamodindi dan Kelurahan Talise) pengembangan sistem jaringan drainase
drainase alamiah dengan sistim alur b. Sungai Uwenumpu, Sungai Kalora (Kelurahan kota secara berjenjang dan menerus serta
kota normalisasi alam kota Palu. Donggala Kodi, Kelurahan Kabonena, Kelurahan terintegrasi dengan sistem drainase alamiah
sungai dan alur b. Jaringan drainase Silae dan Kelurahan Tipo), Sungai Buluri (Kelurahan kota
alam mikro terdiri dari Tipo dan Kelurahan Buluri)
drainase primer, c. Kawasan tersebut terdapat di kecamatan Palu
sekunder, dan Barat (Kelurahan Nunu, Kelurahan Ujuna, Kelurahan
menetapkan tersier yang Baru dan Kelurahan Lere), Kecamatan Palu Selatan
kawasan budidaya ditetapkan dengan (Kelurahan Pengawu, Kelurahan Palupi, Kelurahan
yang mempunyai
fungsi sebagai menggunakan Tavanjuka, Kelurahan Birobuli Selatan, Kelurahan
kawasan evakuasi pendekatan Sub- Tatura Selatan, Kelurahan Lolu Utara dan Kelurahan
bencana alam. DAS Lolu Selatan), Kecamatan Palu Timur (Kelurahan
Besusu Barat).
TANAH membatasi Jalur evakuasi bencana Wilayah sebelah barat Silae, Kabonena dan Donggala Ketentuan umum
LONGSOR perkembangan di Kota Palu : Kodi, hulu sungai Watutela, dan tebing bukit di Poboya.
kegiatan budi a. Kecamatan Palu a. Menyediakan lahan untuk kegiatan penghijauan, pembangunan prasarana dan
daya terbangun Utara meliputi ruas Bantaran sungai menunjukkan kondisi rawan gerusan sarana penanggulangan tanah longsor
di kawasan rawan jl. Jaelangkara tebing sungai di S. Taipa, S. Watutela dan S. Poboya. b. Membatasi pembangunan hanya untuk kepentingan pemantauan ancaman
bencana untuk (Palu – kebun Kopi) bencana dan perlindungan kepentingan umum
meminimalkan Gerusan pada tebing sungai Poboya ke arah Talise
dengan tujuan akhir bahkan mengancam struktur jalan dan jembatan dan Peraturan Zonasi untuk kawasan rawan bencana alam:
potensi kejadian Kawasan Industri
bencana dan kawasan perumahan pada bantaran sungai. a. zona kawasan rawan bencana alam tanah longsor terdiri dari zona tingkat
Palu. kerawanan tinggi, zona tingkat kerawanan menengah/sedang, dan zona tingkat
potensi kerugian
akibat bencana b. Kecamatan Palu kerawanan rendah;
Timur, meliputi ruas b. zona tingkat kerawanan tinggi untuk tipologi A (lereng bukit dan gunung)
jl. Soekarno Hatta adalah untuk kawasan lindung, untuk tipologi B dan C (kaki bukit dan gunung,
dengan tujuan akhir tebing/lembah sungai) adalah untuk kegiatan pertanian lahan kering terbatas,
Lokasi Eks MTQ di peternakan terbatas, kegiatan pariwisata terbatas; dilarang untuk budidaya dan
bukit Jabal Nur. kegiatan yang dapat mengurangi gaya penahan gerakan tanah;
c. Kecamatan Palu c. zona tingkat kerawanan menengah untuk tipologi A, B, C adalah untuk kegiatan
Selatan, meliputi perumahan, transportasi, pariwisata, pertanian terbatas, peternakan, hutan
ruas jl. Muhammad kota, dan dilarang untuk kegiatan industri;
Yamin dengan d. zona tingkat kerawanan rendah tipologi A, B, dan C adalah untuk kegiatan
tujuan Lapangan budidaya.;
Watulemo.
TSUNAMI d. Kecamatan Palu a. wilayah Kecamatan Palu Utara mencakup Kelurahan program pengembangan sistem peringatan dini Ketentuan Umum :
Barat, meliputi ruas Panau, Kelurahan Kayumalue, Kelurahan Baiya, jarak jauh dan jalur evakuasi bencana tsunami
jl. Munif Rahman, Jl. Kelurahan Lambara, Kelurahan Mamboro, Kelurahan a. Menyediakan lahan untuk kegiatan penghijauan, pembangunan prasarana dan
Gawalise, dengan Taipa dan Kelurahan Pantoloan; sarana perlindungan dampak bencana tsunami;
tujuan akhir Stadion b. wilayah Kecamatan Palu Timur mencakup Kelurahan
b. Membatasi pembangunan hanya untuk kepentingan pemantauan ancaman
Gawalise Talise, Kelurahan Tondo, Kelurahan Layana Indah, bencana tsunami dan perlindungan kepentingan umum
Kelurahan Besusu Barat;
c. wilayah Kecamatan Palu Selatan mencakup Kelurahan
Lolu Utara dan Kelurahan Lolu Selatan.
GEMPA a. Patahan vertikal di sebelah timur melewati jalur program pengendalian keandalan bangunan
BUMI perbukitan gedung di seluruh wilayah kota
b. Patahan vertikal di bagian tengah Kota Palu, melewati
Tondo, Talise, Biromaru, Bora dan memanjang ke arah
Palolo.
c. Patahan vertikal di sebelah barat. Jalur patahan
secara relatif terdapat memanjang dari tepi pantai
Kabonga melewati Loli, Buluri, Watusampu, Balane
dan selanjutnya memanjang ke selatan yang
kemudian akan bersambung dengan patahan Matano.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
150 151
BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana
RENCANA
JENIS KEBIJAKAN & RENCANA STRUKTUR
POLA LOKASI INDIKASI PROGRAM KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
BENCANA STRATEGI RUANG
RUANG
Kawasan Ruang evakuasi bencana diperuntukkan untuk semua Program yang diperuntukkan untuk semua a. Ketentuan dan peraturan zonasi untuk kawasan ruang evakuasi bencana
Budidaya : kejadian bencana, diantaranya adalah : kejadian bencana : meliputi kawasan yang diperuntukkan untuk mengamankan penduduk dari
Ruang a. Kawasan Stadion Gawalise, Kelurahan Duyu a. program peningkatan sosialisasi sistem kawasan yang mengalami bencana alam, dengan ketentuan jarak kawasan
evakuasi Kecamatan Palu Barat evakuasi dan mitigasi bencana evakuasi tidak jauh dari kawasan bencana.
bencana b. Kawasan Lokasi Eks MTQ Bukit Jabal Nur, Kelurahan b. program peningkatan infrastruktur kawasan
Talise Kecamatan Palu Timur yang mempunyai fungsi sebagai lokasi evakuasi b. Ketentuan peraturan zonasi untuk kawasan peruntukkan ruang evakuasi
c. Kawasan sebelah Timur Kelurahan Mamboro dan bencana alam bencana akan diatur dalam rencana rinci.
Kawasan Industri Liku Kecamatan Palu Utara c. program pemantapan sistem dan prosedur
d. Lapangan Watulemo, di Kelurahan Tanamodindi evakuasi dan mitigasi bencana di semua wilayah
Kecamatan Palu Selatan. Kota Palu
d. Program peningkatan dan pengembangan
infrastruktur kawasan ruang evakuasi bencana di
wilayah Kota Palu
Setelah dilakukan proses review substansi mitigasi kebencanaan dalam RTRW Kota Palu, selanjutnya adalah penilaian
substansi kebencanaannya, adapun yang dievaluasi adalah kedalaman muatan mitigasi bencana alam dalam setiap
substansi RTRW dan review rencana dalam peta. Penilaian ini akan disajikan dalam (Tabel 3.2)
Tabel 6.2 Penilaian Substansi Kebencanaan dalam RTRW Kota Palu 2010-2030
Substansi dalam RTRW Kota Palu 2010 – 2030 Evaluasi Kedalaman substansi Review Peta Substansi dalam RTRW Kota Palu 2010 – 2030 Evaluasi Kedalaman substansi Review Peta
dalam mitigasi bencana alam dalam mitigasi bencana alam
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
152 153
BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana
Substansi dalam RTRW Kota Palu 2010 – 2030 Evaluasi Kedalaman substansi Review Peta Substansi dalam RTRW Kota Palu 2010 – 2030 Evaluasi Kedalaman substansi Review Peta
dalam mitigasi bencana alam dalam mitigasi bencana alam
c. Gelombang pasang / Tsunami kawasan rawan bencana tsunami Kawasan rawan bencana 2. Indikasi Program Perwujudan Rencana Pola Ruang
· wilayah Kecamatan Palu Utara mencakup Kelurahan sudah ada dan teridentifikasi sudah terpetakan namun
Panau, Kelurahan Kayumalue, Kelurahan Baiya, sampai tingkat kelurahan. Namun delineasi kawasan rawan a. Indikasi program perwujudan rencana pola ruang kawasan Program untuk mitigasi bencana -
Kelurahan Lambara, Kelurahan Mamboro, Kelurahan jenis zona zona terdampak bencana tsunami masih lindung bencana alam untuk masing masing potensi
Taipa dan Kelurahan Pantoloan; belum dijelaskan secara perlu ditinjau ulang karena - Program pengembangan tanaman penghijauan pada bencana sudah tersusun, perlu
· wilayah Kecamatan Palu Timur mencakup Kelurahan terperinci dan lengkap dalam rencana pola ruang kawasan rawan bencana longsor; penambahan sedikit untuk
masih terdapat pola ruang - program pembangunan konstruksi pencegah dan program mitigasi bencana
Talise, Kelurahan Tondo, Kelurahan Layana Indah,
permukiman di sekitar tsunami, misalnya reforestrasi
Kelurahan Besusu Barat; penanggulangan bencana banjir dan longsor; mangrove di kawasan pesisir
· wilayah Kecamatan Palu Selatan mencakup Kelurahan pantai, padahal kawasan - program normalisasi dan pemeliharaan saluran sungai
pesisir pantai merupakan pantai dan pembangunan tanggul
Lolu Utara dan Kelurahan Lolu Selatan. kawasan yang berpotensi di Kota Palu; tanggul pemecah ombak.
terkena tsunami. - program penyusunan masterplan DAS Palu;
- program pengembangan sistem peringatan dini dan
2. Kawasan Lindung : Geologi jalur evakuasi bencana tsunami;
- program pengendalian keandalan bangunan gedung di
Kawasan bencana alam geologi Gempa bumi
seluruh wilayah Kota Palu; dan
· patahan vertikal di sebelah timur kota melewati jalur Penjelasan mengenai keberadaan Ada ketidak konsisten - program peningkatan sistem evakuasi dan mitigasi
perbukitan di Kecamatan Palu Timur; patahan/sesar Palu-Koro aktif dalam pencantuman jenis bencana.
· patahan vertikal di bagian tengah kota, melewati dinilai cukup menjelaskan, agar kawasan lindung geologi
semua kegiatan dan fungsi antara peta dan uraian, b. program perwujudan kawasan lindung geologi Program masih bersifat umum -
Kelurahan Tondo dan Kelurahan Talise di Kecamatan Palu
kawasan/ jalur yang dilalui kawasan lindung geologi - program pengendalian pemanfaatan lahan di kawasan dan belum spesifik membahas
Timur; dan mengenai pengembangan sistem
patahan ini dapat diatur secara tidak terpetakan bahkan rawan bencana alam geologi sebagai upaya untuk
· patahan vertikal di sebelah barat kota melewati Kelurahan rinci dalam ketentuan umum dan patahan/sesar Palu-Koro mitigasinya.
mitigasi bencana
Buluri dan Kelurahan Watusampu di Kecamatan Palu peraturan zonasi. yang melalui Kota Palu
Barat. belum tergambarkan c. program perwujudan kawasan budidaya : ruang evakuasi
Belum menakomodir building dengan jelas. bencana
code untuk kegempaan. Pencantuman kawasan
lindung geologi ini dinilai - program Sudah cukup jelas -
penting karena patahan/ peningkatan dan pengembangan infrastruktur kawasan
sesar Palu-Koro ini ruang evakuasi bencana di wilayah Kota Palu.
merupakan sesar aktif
yang dinilai mempunyai KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
kerentanan tinggi
1. Rencana Struktur Ruang -> jalur evakuasi bencana Substansi sudah ada namun -
terjadinya gempa bumi
ketentuan ketentuan umum
dan harus menjadi dasar
mengenai jalur evakuasi bencana
pertimbangan dalam
belum dijabarkan.
penyusunan rencana
ruang kota beserta sistem 2. Rencana Pola Ruang
mitigasi bencananya.
- Kawasan Lindung Rawan Bencana Ketentuan umum dan peraturan -
3. Kawasan Budidaya : Kawasan ruang evakuasi bencana a. Kawasan Longsor zonasinya dinilai masih sangat
· kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan umum, ada kesamaan kegiatan
a. Kawasan Stadion Gawalise, Kelurahan Duyu Kecamatan Penyusunan kawasan ruang Belum tercantum dalam
penghijauan, pembangunan prasarana dan sarana dalam jenis bencana yang
Palu Barat. evakuasi bencana dibagi peta titik titik ruang
penanggulangan tanah longsor; berbeda. Sebaiknya disusun
b. Kawasan Lokasi Eks MTQ Bukit Jabal Nur, Kelurahan Talise berdasarkan Kecamatan, hal ini evakuasi bencana dalam
ketentuan ketentuan yang lebih
Kecamatan Palu Timur cukup jelas dan mengakomodir rencana pola ruang. · kegiatan selain yang dimaksud pada angka 1 jelas untuk setiap kegiatan yang
c. Kawasan sebelah Timur Kelurahan Mamboro dan Kawasan kebutuhan ruang evakuasi diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan diizinkan, tidak diiziinkan dan
bencana di setiap kecamatan. pembangunan secara terbatas untuk kepentingan
Industri Liku Kecamatan Palu Utara diizinkan terbatas dalam kawasan
d. Lapangan Watulemo, di Kelurahan Tanamodindi pemantauan ancaman bencana dan perlindungan rawan bencana.
Kecamatan Palu Selatan. kepentingan umum; dan
· kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
INDIKASI PROGRAM selain sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2.
1. Indikasi Program Perwujudan rencana struktur ruang b. Kawasan rawan tsunami
· kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
a. indikasi program perwujudan sistem jaringan prasarana Sudah dijabarkan dengan jelas. - penghijauan, pembangunan prasarana dan sarana
wilayah kota : perlindungan dampak bencana tsunami;
- program peningkatan efektifitas pengelolaan DAS · kegiatan selain yang dimaksud pada angka 1
sebagai upaya terintegrasi pengendalian banjir diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
- program pengembangan sarana penunjang jalur-jalur pembangunan secara terbatas untuk kepentingan
evakuasi bencana pemantauan ancaman bencana tsunami dan
perlindungan kepentingan umum; dan
· kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
selain sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
154 155
BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana
Substansi dalam RTRW Kota Palu 2010 – 2030 Evaluasi Kedalaman substansi
dalam mitigasi bencana alam
Review Peta
6.2 Evaluasi Filosofi Struktur Ruang Kota
c. Kawasan rawan banjir
· kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
Palu “Souraja”
penghijauan, pembangunan prasarana dan sarana
pemantauan ancaman dan pencegahan bencana
banjir;
Struktur ruang Kota Palu memiliki filosofi souraja. Secara spatial filosofi ini dapat diuraikan pada Tabel berikut
· kegiatan selain yang dimaksud pada angka 1
diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pembangunan secara terbatas untuk kepentingan Tabel 6.3 Struktur Ruang Kota Palu
pemantauan ancaman dan pencegahan bencana
banjir, dan perlindungan kepentingan umum; dan
· kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
selain sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan
2, kegiatan pemanfaatan ruang bagi kegiatan
permukiman dan fasilitas umum penting lainnya
Ruang “Gandaria” atau beranda kota dengan
- Kawasan Lindung Geologi Ketentuan umumnya tidak - ciri “waterfront city”, yang merupakan wajah
· kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan menjelaskan sama sekali Kota Palu terdepan yang terletak pada kawa-
penghijauan, penyediaan sumur resapan dan/atau mengenai kegiatan kegiatan
yang sesuai atau tidak sesuai di
san pesisir Teluk Palu.
waduk pada lahan terbangun yang sudah ada;
· kegiatan selain yang dimaksud pada angka 1 kawasan rawan bencana geologi –
gempa bumi.
diperbolehkan dengan syarat meliputi pemanfaatan
ruang secara terbatas untuk kegiatan budidaya tidak
terbangun yang memiliki kemampuan tinggi dalam
menahan limpasan air hujan, kegiatan budidaya
terbangun dengan penerapan prinsip zero delta Q
policy; dan
· kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
selain sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2. Ruang “tatangana” atau ruang tengah atau
- Kawasan Budidaya ruang evakuasi bencana Subtansi sudah cukup jelas - ruang tamu kota yang merupakan ruang utama
· kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan aktifitas perkotaan mencakup lapisan meleng-
pemanfaatan ruang untuk kegiatan pembangunan kung setelah ruang gandaria. Pada lapisan ini
prasarana dan sarana evakuasi bencana, terakumulasi aktifitas berciri perkotaan
penghijauan, dan pembangunan fasilitas penunjang
operasionalisasi evakuasi bencana;
· kegiatan yang diperbolehkan bersyarat meliputi
kegiatan pemanfaatan ruang secara terbatas untuk
menunjang kegiatan evakuasi bencana sesuai
dengan KDB yang ditetapkan; dan
· Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b
Ruang “poavua” atau ruang belakang yang
merupakan ruang kegiatan dominan budidaya
non perkotaan dan kawasan lindung
Yang harus diperhatikan pada konsep “souraja” ini adalah ruang gandaria atau beranda kota dengan ciri water front
city. Dengan sejarah Kota Palu yang memiliki potensi tsunami yang cukup besar, ditambah dengan kejadian bencana
tsunami pada November 2018, konsep gandaria yang mengedepankan waterfront city harus di telaah ulang. Esensi
souraja yang menjadikan beranda depan menjadi wajah Kota Palu masih dapat dipertahankan. Namun konsep beranda
ini diarahkan terhadap konsep beranda yang dapat menjadi proteksi bencana tsunami tetapi tidak mengurangi fungsi
wajah Kota Palu yang terdepan. Konsep kawasan pesisir sebaran halaman depan tetap dapat dipertahankan, namun
akan lebih bijaksana jika mengadopsi konsep mitigasi.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
156 157
BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana
Tujuan penataan Menciptakan kawasan Palu Selatan Mitigasi bencana alam tidak ada
Ruang sebagai pusat perdagangan dan jasa, dalam rumusan tujuan penataan
permukiman, perkantoran, serta pemicu ruang, padahal dalam peta rawan
perkembangan aktivitas ekonomi Kota bencana RTRW sebagian daerah di
Palu dengan tetap mempertahankan kawasan ini merupakan kawasan
pembangunan berwawasan lingkungan. rawan bencana alam rawan genangan
dan tanah longsor
Rencana Pola - Tidak ada pembahasan mengenai Tidak terdapat
Ruang kawasan rawan bencana alam serta kawasan rawan
ruang evakuasi bencana bencana alam.
Rencana Sistem - Tidak ada pembahasan mengenai Tidak terdapat jalur
Jaringan jalur evakuasi bencana jalur evakuasi
Indikasi Program - Tidak ada pembahasan mengenai
program program mitigasi bencana
Peraturan Zonasi - Tidak ada pembahasan mengenai
peraturan zonasi dan ketentuan
ketentuan khusus dalam mitigasi
bencana alam.
Sumber : Dokumen Laporan Akhir RDTR Palu Selatan dan Analisis Konsultan 2018
Gambar 6.1 Konsep Mitigasi
Sumber: Dokumen RTRW Kota Palu
Sama halnya dengan konsep ruang gandaria, Konsep Ruang Tatangana harus memperhatikan dan mempertimbangkan 6.3.2 Evaluasi Dokumen RDTR Kota Palu Tengah Bagian Barat
bencana gempa dan likufaksi. Khusus bencana gempa bumi, selain efek akibat guncangan gempa, perhatikan efek
akibat keberadaan sesar aktif. Kawasan yang menjadi ruang lingkup kajian RDTR Kota Palu Tengah Bagian Barat meliputi :
1. Kecamatan Ulujadi mencakup Kelurahan Watusampu, Buluri, Silae, Donggala Kodi, Tipo dan Kabonena;
2. Kecamatan Palu Barat mencakup Keluarahan Kamonji, Siranindi, Ujuna, Lere, Baru, Balaroa;
3. Kecamatan Tatanga mencakup Kelurahan Duyu, Bayaoge dan Nunu
6.3 Evaluasi Dokumen RDTR Kota Palu Di bawah (Tabel 6.5) ini akan disajikan matriks evaluasi RDTR Kota Palu Tengah Bagian Barat
Tabel 6.5 Matriks Evaluasi RDTR Kota Palu Tengah Bagian Barat
Dokumen RTDR Kota Palu, dibagi kedalam beberapa dokumen RDTR. Walaupun saat ini dokumen RDTR tersebut
akan di gabungkan kembali. Terdapat 4 RDTR yang yang di evaluasi hanya RDTR Kawasan Tengah bagian Barat yang Materi RDTR Substansi Analisis kedalaman Review Peta
sudah memasukkan substansi kebencanaan dalam setiap aspeknya, walaupun belum lengkap dan detail. Kawasan substansi RDTR
rawan bencana teridentifikasi, dan aspek penting dalam mitigasi bencana berupa jalur evakuasi dan ruang evakuasi Tujuan penataan Ruang “ECO – INTEGRATED DISTRICT” Tujuan penataan ruang sudah
juga sudah teridentifikasi walaupun belum detail. Untuk RDTR lainnya aspek kebencanaan masih belum terakomodir. Mewujudkan Kawasan Terpadu Dan memasukkan unsur konservasi
Berkelanjutan Yang Mengakomodasi Aspek dan mitigasi bencana alam
Padahal aspek kebencanaan sangat penting mengingat ancaman bencana yang mungkin terjadi di Kota Palu termasuk Ekonomi, Sosial, Konservasi (Mitigasi
dalam kategori tinggi. Bencana), Edukasi Dan Kultural Kota Palu
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
158 159
BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana
Materi RDTR Substansi Analisis kedalaman Review Peta Materi RDTR Substansi Analisis kedalaman Review Peta
substansi RDTR substansi RDTR
Rencana Pola Ruang Peraturan Zonasi
a. Rencana Pola Ruang Kawasan rawan bencana alam di Kawasan Sudah memasukkan unsur Ada peta rawan Materi wajib :
Kawasan Lindung Tengah Bagian Barat Kota Palu meliputi : kebencanaan, dan sesuai bencana alam, tapi
a. Kawasan rawan bencana banjir berupa dengan data RTRW Kota Palu. hanya memasukkan a. Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan lahan kawasan lindung rawan Dalam ketentuan kegiatan dan
genangan di beberapa titik selurub Sub kawasan rawan Penggunaan Lahan bencana alam (RB) sudah ada dalam penggunaan lahan, kriteria
BWP. bencana tanah matriks ITBx terbatas dan bersyarat belum
b. Kawasan rawan bencana longsor yang longsor. Untuk secara detail dijelaskan terlebih
berada di sepanjang tebing tinggi yang rawan gempa bumi, di kawasan lindung rawan
berada di Sub BWP 2 dan 3. tsunami dan banjir bencana alam.
tidak dipetakan,
namun diatur dalam Melihat kondisi seluruh
peraturan zonasi kawasan di Kota Palu yg rawan
materi ketentuan bencana terutama gempa bumi
khusus. maka seharusnya lebih detail
mengenai kriteria terbatas dan
b. Rencana Pola Ruang besyarat untuk setiap jenis
kawasan budidaya kegiatan di kawasan rawan
bencana.
Rencana Jaringan 1. Jalur evakuasi bencana yang ditetapkan Jalur evakuasi bencana sudah Sudah ada peta
Prasarana adalah melalui ruas jalan utama ada dan dilengkapi dengan titik jaringan jalur b. Ketentuan Intensitas 1. Pada setiap kawasan terbangun untuk Ketentuan intensitas
(Duyu-Kabonena-Silae-Tipo-Buluri- titik evakuasi, namun titik titik evakuasi bencana Pemanfaatan Ruang berbagai fungsi terutama perumahan pemanfaatan ruang belum detail
Watusampu) mengingat ruas jalan ini evakuasi ini tidak dijelaskan beserta titik titik padat harus menyediakan ruang dalam memitigasi bencana.
adalah ruas jalan kolektor primer yang secara detail, apa dan dimana, evakuasi. evakuasi bencana seperti hydrant Seharusnya dimasukkan juga
hanya diarahkan pada spot sesuai dengan kemungkinan timbulnya mengenai ketentuan khusus
terdapat di wilayah perencanaan. evakuasi bencana dan ruang bencana yang dapat muncul; mengenai struktur bangunan
2. Jalur evakuasi bencana berupa jalan terbuka. Sebaiknya ditunjukkan 2. Pada kawasan lindung yang ada di tahan gempa, jenis bangunan
yang diarahkan menuju pada spot langsung ruang ruang terbuka perkotaan baik kawasan lindung tanah gempa dll.
evakuasi bencana seperti stadion dan yg difungsikan sebagai ruang berupa ruang terbuka, misalnya
ruang terbuka lainnya yang dapat evakuasi. lindung geologi, diarahkan untuk tidak
menjadi alternative untuk spot evakuasi dilakukan alih fungsi lindung tetapi
bencana. dapat digunakan untuk kepentingan
lain selama masih menunjang fungsi
Indikasi Program lindung seperti wisata alam, jogging
trakc tepi sungai dengan ditata secara
a. Perwujudan Rencana Tidak ada program mengenai jalur Program yang bersifat mitigasi menarik;
Sistem Jaringan evakuasi untuk bencana longsor dan
banjir tidak ada, hanya berupa c. Ketentuan Tata - Ketentuan tata massa bangunan
arahan dalam kebijakan dan Bangunan belum memperhatikan aspek
strategi. kerawanan bencana
b. Perwujudan Rencana Penetapan Kawasan Rawan Bencana Pewujudan rencana pola ruang d. Ketentuan Prasarana -
Pola Ruang Alam longsor di daerah perbukitan di masih berupa arahan, belum dan Sarana Minimal
- M e m p e r t a h a n k a n kecamatan Ulujadi berupa program program
eksistensi kawasan mitigasi bencana alam. e. Ketentuan Pelaksanaan -
konservasi yang Materi Pilihan :
menjadi rawan
bencana longsor pada
lokasi-lokasi yang
memiliki kelerengan
curam.
- Meningkatkan fungsi
lindung di kawasan
rawan bencana agar
tidak berubah fungsi
dengan kegiatan lain.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
160 161
BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana
Materi RDTR Substansi Analisis kedalaman Review Peta 6.3.3 Evaluasi RDTR Kota Palu Bagian Teluk
substansi RDTR
a. Ketentuan Khusus 1. Sistem Peringatan Dini Sistem mitigasi bencana alam RDTR Kawasan Teluk Palu mencakup kawasan daratan yang berbatasan langsung pesisir laut Teluk Palu yang secara
• Pemanfaatan teknologi yang mampu sudah ada diantaranya sistem administrasi berada pada beberapa bagian wilayah Kecamatan di Kota Palu. RDTR Kawasan Teluk Palu terdiri dari 6
mendeteksi dan memberikan respon peringatan dini, bangunan
atas kondisi alam yang terjadi penyelamatan dan jalur Kecamatan yang meliputi 21 kelurahan yang membentang sepanjang Teluk Palu antara lain;
terutama saat terjadinya bencana. evakuasi.
• Adanya integrasi yang menyeluruh
berkaitan dengan pengelolaan
Tabel 6.6 Administrasi RDTR Kawasan Teluk Palu
sistem ini, baik regional (Asia), Kecamatan Kelurahan
nasional, dan lokal.
• Adanya pendukung pengoperasian Kecamatan Ulujadi a. Kelurahan Silae
sistem yang bukan hanya perangkat b. Kelurahan Tipo
teknologi, namun juga kehandalan c. Kelurahan Buluri
pengoperasian. d. Kelurahan Watusampu
• Adanya pemahaman yang sama
mengenai urgensi sistem ini Kecamatan Palu Barat a. Kelurahan Ujuna
terutama agar pemanfaatannya b. Kelurahan Baru
menjadi efisien. c. Kelurahan Lere
2. Bangunan Penyelamatan 3. Kecamatan Palu Timur a. Kelurahan Besusu Barat
• Bangunan penyelamatan dapat b. Kelurahan Besusu Tengah
berupa bukit penyelamatan c. Kelurahan Lolu Utara
(escape hill dengan memanfaatkan
bukit-bukit yang ada di sekitar 4. Kecamatan Mantikulore a. Kelurahan Talise
kawasan), Masjid, sekolah, gedung b. Kelurahan Tondo
pertemuan, gedung perkantoran c. Kelurahan Layana Indah
atau perbelanjaan, dan bangunan
5. Kecamatan Palu Utara a. Kelurahan Mamboro
fisik lainnya yang tahan gempa dan
b. Kelurahan Mamboro Barat
tsunami (persyaratan khusus).
c. Kelurahan Taipa
• Bangunan penyelamatan harus
d. Kelurahan Kayumalue Ngapa
bisa dicapai warga dalam waktu
e. Kelurahan Kayumalue Pajeko
sependek mungkin, misal 5-20
menit (dengan radius pelayanan Kecamatan Taweli a. Kelurahan Panau
berturut-turut 300-400 m) oleh b. Kelurahan Lambara
orang tua, perempuan dan anak- c. Kelurahan Baiya.
anak. Semakin mendekati pantai,
semakin pendek jarak waktu
yang dirancang bagi warga untuk
mencapai bangunan penyelamatan. Tabel 6.7 Matriks Evaluasi RDTR Teluk Palu
Semakin jauh dari pantai, semakin
sedikit bangunan yang perlu
disediakan.
• Bangunan penyelamatan dapat Materi RDTR Substansi Analisis kedalaman substansi RDTR Review Peta
mengolah bukit yang sudah ada
atau membuat bukit dari sisa Tujuan penataan “Mewujudkan Kawasan Teluk Palu RDTR kawasan Teluk Palu ini tidak
puing-puing, dan/atau bentuk Ruang sebagai pilar (beranda) utama memasukkan mitigasi bencana alam
bangunan (bila tanah tidak tersedia), pengembangan Kota Palu dengan dalam tujuan penataan ruangnya. Dengan
atau berbentuk kawasan-kawasan Infrastruktur yang andal dalam rangka letak yang berada di pesisir pantai,
penyelamatan (hutan kota, taman pengembangan pariwisata bahari, kawasan teluk ini terutama kawasan yg
kota, lapangan sepak bola), permukiman perkotaan, berbasis termasuk dalam Sub BWP I merupakan
dimana gempa bumi dan/atau perdagangan jasa yang berkelanjutan” kawasan rawan bencana alam tsunami.
gelombang tsunami tidak mampu Substansi dari RDTR Teluk Palu ini hanya
menjangkaunya. berorientasi pada kegiatan eksisting
• Bentuk bangunan penyelamatan dan mengabaikan potensi kerawanan
ramah lingkungan, murah, dan bencana.
bisa dibangun dengan mudah
dan melibatkan partisipasi aktif Rencana Pola Dalam rencana pola ruang sama sekali Tidak ada plotting
masyarakat. Kawasan Penyelamatan Ruang tidak ada pembahasan mengenai kawasan rawan
dapat dijadikan tempat rekreasi kawasan rawan bencana alam. Hal ini bencana alam
warga, olahraga, dan lain-lain. bisa jadi karena di kawasan Teluk ini
sudah banyak kegiatan di kawasan rawan
3. Jalur Penyelamatan bencana alam.
• Memperbaiki hierarki jalan kota Selain itu tidak ada penetapan kawasan
baik pola maupun lebarnya untuk rawan bencana alam menjadi kawasan
kepentingan jalur penyelamatan. lindung, padahal apabila dilihat dari
• Penataan jaringan jalan berpedoman kajian penataan ruang RTRW Kota Palu,
pada arah evakuasi. kawasan Teluk ini termasuk kedalam
• Pembangunan jalan baru ke bukit kawasan yang mempunyai ancaman
penyelamatan dan ke kawasan bencana tinggi, terutama tsunami.
aman.
• Disertai dengan penyadaran
publik (pendidikan dan pelatihan,
sosialisasi, simulasi evakuasi, dan
sebagainya).
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
162 163
BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana
Materi RDTR Substansi Analisis kedalaman substansi RDTR Review Peta Materi RDTR Substansi Analisis kedalaman substansi RDTR Review Peta
Rencana Sistem Rencana Jalur Evakuasi Bencana Rencana jalur evakuasi bencana sudah Ada peta jalur Indikasi Program
Jaringan a. Rencana Jalur Evakuasi Bencana ada di setiap BWP, termasuk lokasi lokasi evakuasi bencana
ruang evakuasi bencana. namun belum a. Perwujudan Pembangunan jalur evakuasi bencana di Apabila dilihat dari skala kedalaman
ditetapkan di seluruh Sub BWP
dilengkapi arah Rencana sistem seluruh BWP RDTR yaitu 1:5.000 seharusnya sudah
dengan memanfatkan Jalan Arteri jaringan ditentukan program program dan jalur
Primer dan Jalan Kolektor Sekunder arah
jalur mana saja yang akan dijadikan jalur
yang meliputi: Rencana Jalur evakuasi bencana beserta kelengkapan
Evakuasi Bencana Sub BWP I di sign board, early warning system dll. Hal
Kelurahan Lere, Kelurahan Ujuna ini bertujuan untuk membantu mitigasi
dan Kelurahan Baru diarahkan untuk bencana alam.
melewati Jalan Diponegoro, Jalan
b. Perwujudan Tidak ada pembahasan mengenai
Cumi-cumi dan Jalan K.H. Wahid Rencana Pola program program mitigasi bencana alam
Hasyim yang terhubung dengan jalan Ruang di kawasan rawan bencana alam
Munif Rahman yang telah ditetapkan
sebagai jalur evakuasi bencana Kota Peraturan Zonasi - PZ tidak mengatur ketentuan kegiatan,
Palu dengan tujuan akhir Stadion intensitas dan tata masa bangunan di
Gawalise. Kelurahan Besusu Tengah kawasan rawan bencana alam, kemudian
tidak aturan di ketentuan khusus padahal
dan Kelurahan Lolu Utara jalur
apabila kita lihat berdasarkan kajian
evakuasi bencana direncanakan untuk RTRW Kota Palu tahun 2011, pesisir
melewati Jalan Kimaja, Jalan Jenderal laut Teluk Palu merupakan kawasan
Sudirman yang terhubung dengan yang rentan akan ancaman bencana
Jalan Muhammad Hatta dengan tsunami, bahkan beberapa literature
tujuan akhir Lapangan Watulemo. juga menyatakan bahwa Teluk Palu ini
Kemudian untuk Kelurahan Besusu mempunyai histori mengenai bencana
Barat direncanakan untuk melewati gempabumi maupun tsunami.
Jalan Raden Saleh, Jalan Cut Mutia
RDTR Teluk Palu ini harus dievaluasi dan
dan Jalan Yos Sudarso jalan Soekarno direvisi mengingat tingginya ancaman
Hatta yang telah ditetapkan sebagai bencana di daerah kajian RDTR ini.
jalur evakuasi bencana Kota Palu
dengan tujuan akhir Lokasi Eks MTQ
di Bukit Jabal Nur
b. Rencana Jalur Evakuasi Bencana
Sub BWP II di Kelurahan Talise, 6.3.4 Evaluasi Dokumen RDTR Kawasan Industri Palu
Kelurahan Tondo dan Kelurahan
Layana Indah diarahkan untuk
melewati Jalan Yos Sudarso dan Evaluasi RDTR Kawasan Industri Palu mencakup daerah khusus kawasan industri Palu dan kawasan penunjangnya.
Jalan Ruas Palu – Mamboro yang Lokasinya berada di sebelah utara Kota Palu.
terhubung dengan jalan Soekarno
Hatta yang telah ditetapkan sebagai
jalur evakuasi bencana Kota Palu Kesimpulan dari 4 RDTR yang di evaluasi hanya RDTR Kawasan Tengah bagian Barat yang sudah memasukkan substansi
dengan tujuan akhir Lokasi Eks MTQ kebencanaan dalam setiap aspeknya, walaupun belum lengkap dan detail. Kawasan rawan bencana teridentifikasi, dan
di Bukit Jabal Nur. Sedangkan untuk aspek penting dalam mitigasi bencana berupa jalur evakuasi dan ruang evakuasi juga sudah teridentifikasi walaupun
Kelurahan Mamboro, Kelurahan
Mamboro Barat, Kelurahan Taipa,
belum detail. Untuk RDTR lainnya aspek kebencanaan masih belum terakomodir. Padahal aspek kebencanaan sangat
Kelurahan Kayumalue Ngapa dan penting mengingat ancaman bencana yang mungkin terjadi di Kota Palu termasuk dalam kategori tinggi.
Kelurahan Kayumalue Pajeko jalur
evakuasi bencana direncanakan
untuk melewati Ruas Mamboro –
Tawaeli yang terhubung dengan Jalan
Jaelangkara dengan tujuan akhir
Kawasan Industri Palu
c. Rencana Jalur Evakuasi Bencana
Sub BWP III di Kelurahan Panau,
Kelurahan Lambara dan Kelurahan
Baiya diarahkan untuk melewati
Jalan Ruas Tawaeli – Pantoloan yang
terhubung dengan Jalan Jaelangkara
dengan tujuan akhir Kawasan Industri
Palu.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
164 165
BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana
Tabel 6.8 Matriks Evaluasi Subtansi Kebencanaan Dalam Rdtr Kawasan Industri Palu Kesimpulan dari 4 RDTR yang yang di evaluasi hanya RDTR Kawasan Tengah bagian Barat yang sudah memasukkan
substansi kebencanaan dalam setiap aspeknya, walaupun belum lengkap dan detail. Kawasan rawan bencana
Analisis kedalaman teridentifikasi, dan aspek penting dalam mitigasi bencana berupa jalur evakuasi dan ruang evakuasi juga sudah
Materi RDTR Substansi Review Peta
substansi RDTR teridentifikasi walaupun belum detail. Untuk RDTR lainnya aspek kebencanaan masih belum terakomodir. Padahal
aspek kebencanaan sangat penting mengingat ancaman bencana yang mungkin terjadi di Kota Palu termasuk dalam
Tujuan penataan “Mewujudkan ruang yang optimal dan Mitigasi bencana alam tidak
Ruang seimbang guna mendukung Kawasan Industri ada dalam rumusan tujuan kategori tinggi.
melalui penataan dan pengembangan penataan ruang.
industri, pariwisata, pusat permukiman,
pusat pengolahan pertanian, perkebunan dan
perikanan pesisir, pusat koleksi dan distribusi,
jasa dan pelayanan sosial ekonomi yang
berdaya saing dan berkelanjutan”
Rencana Pola Ruang Rencana Pola Ruang belum memuat aspek Belum ada penentuan Dalam peta rencana pola
kawasan rawan bnecana alam menjadi kawasan rawan bencana ruang belum terdapat
kawasan lindung. Kawasan lindung yang alam. kawasan rawan bencana
ada di kawasan ini adalah sempadan sungai, alam.
sempadan pantai dan Ruang Terbuka Hijau.
Rencana Sistem 1. Penetapan Jalur evakuasi bencana berupa Jalur evakuasi bencana Sudah ada peta jalur
Jaringan escape way; Penetapan Jalur evakuasi sudah ada evakuasi bencana.
bencana berupa escape way meliputi
a. Jalur Evakuasi I Sub BWP A: Jalan
Limran dengan tujuan pusat
perdagangan baru di Sub BWP A
b. Jalur Evakuasi II : Jalan Trans Sulawesi
dengan tujuan Kawasan Industri Palu
c. Jalur Eavakuasi III di Sub BWP D: Jalan
Trans Sulawesi dengan tujuan Kawasan
Industri
2. Pengembangan Sistem Proteksi Kebakaran
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
07
Analisis Mitigasi dan
Konsep Penataan
Kawasan Rawan
Bencana (KRB) Berbasis
Pengurangan Risiko
Bencana (PRB)
Konsep mitigasi dan konsep penataan kawasan rawan
Bencana (KRB) berbasis pengurangan risiko bencana pada
dasarnya adalah sebuah konsep mitigasi yang disusun
dengan tujuan untuk mengurangi risiko bencana. Mitigasi
bencana secara definisi merupakan sebuah rangkaian
kegiatan, sebelum, pada saat dan setelah terjadi bencana
dengan tujuan untuk mengurangi risiko bencana. Sehingga
pada dasarnya konsep mitigasi dan konsep penataan
kawasan rawan bencana berbasis pengurangan risiko
bencana akan lebih difokuskan pada konsep penurunan
tingkat kerawanan, penurunan tingkat kerentanan dan
peningkatan kapasitas
168 169
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)
Konsep mitigasi dan konsep penataan kawasan rawan Bencana (KRB) berbasis
pengurangan risiko bencana pada dasarnya adalah sebuah konsep mitigasi yang
disusun dengan tujuan untuk mengurangi risiko bencana. Mitigasi bencana secara
definisi merupakan sebuah rangkaian kegiatan, sebelum, pada saat dan setelah
terjadi bencana dengan tujuan untuk mengurangi risiko bencana.
Dalam kajian ini, mitigasi difokuskan pada rencana tau aktifitas sebelum
terjadinya bencana, dengan mengedepankan penataan kawasan sebagai alat
untuk mengurangi risiko bencana. Penataan kawasan sendiri dibagi kedalam dua
kategori, yaitu secara strukturan dan non-struktural. Risiko bencana dipengaruhi
oleh tiga faktor utama, yaitu tingkat kerawanan bencana, tingkat kerentanan, dan
tingkat kapasitas. Tingkat kerawanan dan tingkat kerentanan berbanding lurus
dengan tingkat risiko bencana. Semakin besar tingkat kerawanan dan tingkat
kerentanan, maka semakin tinggi tingkat risiko bencana, sebaliknya, tingkat
kapasitas memiliki hubungan berbanding terbalik dengan tingkat risiko. Semakin
tinggi tingkat kapasitas, maka semakin rendah tingkat risiko bencana.
Sehingga pada dasarnya konsep mitigasi dan konsep penataan kawasan rawan
bencana berbasis pengurangan risiko bencana akan lebih difokuskan pada konsep
penurunan tingkat kerawanan, penurunan tingkat kerentanan dan peningkatan
kapasitas.
Salah satu yang mendasari bidang tata ruang perlu untuk melakukan penataan
kawasan adalah kondisi kerentanan fisik dan sebaran fasilitas umum dan fasilitas
krisis di area rawan bencana. Kota Palu dengan sebaran kerentanan fisik, dan
juga sebaran fasilitas umum dan kritis yang luas, harus menjadi sebuah highlight
bagi sektor penataan ruang. Tujuan pengurangan risiko bencana dengan cara
pengelolaan kawasan menjadi permasalah yang tidak sederhana mengingat
perkembangan Kota Palu eksiting sudah semakin padat. Namun setidaknya
kriteria umum arahan peraturan zonasi yang menjadi salah satu alat yang dapat
digunakan oleh bidang penataan ruang, dapat berkontribusi dalam pengurangan
risiko bencana di masa depan.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
170 171
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)
Gambar 5.35. Peta Sebaran Fasilitas Umum dan Fasilitas Kritis Kota Palu
Sumber : Pengolahan Data Konsultan
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
172 173
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)
Gambar 7.3. Peta Risiko Bencana Gempa Bumi Kota Palu Gambar 7.4. Peta Risiko BencanaTsunami Kota Palu
Sumber : Pengolahan Data Konsultan Sumber : Pengolahan Data Konsultan
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
174 175
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)
Konsep mitigasi bencana gempa bumi dapat di sajikan dalam tabel berikut :
Tabel 7.1 Analisis Mitigasi Bencana Gempa Bumi Untuk Menurunkan Risiko
NO Parameter Penuruan Konsep Mitigasi Bencana
Risiko Strutural Non Struktural
Risiko Gempa Bumi Akibat Guncangan (PGA)
1 Penurunan Tingkat Bahaya Belum Terdapat Teknologi. --
(Penurunan Faktor H)
2 Penurutan Tingkat Penerapan Building Code sesuai SNI Peraturan zonasi sebagai Pengendalian Pemanfaatan
Kerentanan 03-1726-2012. Ruang.
Penyusunan jalur Evakuasi Pembangunan Rumah tahan gempa
3 Peningkatan Kapasitas Penyusunan Peta Rawan Gempa Early warning System
dalam skala detail.
Ruang Evakuas TES dan TEA Penyiapan Desa tangguh Bencana
Penyusunan peta Seismic Design. Penyusunan Rencana Kontinjensi Bencana Gempa
Rekomendasi RTH sebagai Distribusi Peta Evakuasi Darurat
Multifungsi tempat evakuasi Bencana
Program sertifikasi dan lisensi untuk pembangun dan
kontraktor.
Membuat pedoman konstruksi bangunan baru
yang tahan gempa khusus untuk non-engeneered
buildings yang sesuai untuk tiap-tiap wilayah
Membuat pedoman cara pengkuatan dan retrofitting
bangunan yang sudah ada agar tahan gempa.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
176 177
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)
2 Penurutan Tingkat Penetapan Kawasan Lindung pada Penyediaan layanan evaluasi gratis ( oleh instansi yang Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, I
Kerentanan zona sempada sesar akitf ( 20m) berwenang ) tapi tidak dibatasi untuk, antara lain:
- Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan
Relokasi aktifias pada zonas Peraturan zonasi sebagai Pengendalian Pemanfaatan - Fasilitas sementara
sempadan akitf untuk jika sudah ada Ruang. - Gudang penyimpanan
aktifitas atau kegiatan pada zona - Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
tersebut.
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko II
Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk: Perumahan ; rumah toko dan rumah kantor; Pasar; Gedung perkantoran;
3 Peningkatan Kapasitas Penyusunan Peta detail zona Pengendalian Pemanfaatan Ruang Gedung apartemen/ rumah susun; Pusat perbelanjaan/ mall; Bangunan industry; Fasilitas manufaktur; Pabrik
sempada aktif Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, III
Distribusi Peta Evakuasi Darurat tapi tidak dibatasi untuk: ( Bioskop, Gedung pertemuan , - Stadion , Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah
dan unit gawat darurat, Fasilitas penitipan anak , Penjara, Bangunan untuk orang jompo)
7.1.2 Analisis Penurunan Tingkat Bahaya Bencana Gempa bumi Gedung dan non-gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan
dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi
kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk: (Pusat pembangkit listrik biasa, Fasilitas penanganan air, Fasilitas
Filosofi dari menurunkan tingkat bahaya gumi artinya adalah mengurangi magnetudo atau tingkat energi yang sampai penanganan limbah, Pusat telekomunikasi).
di area rawan bencana. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya sampai saat ini belum terdapat teknologi untuk Gedung dan non-gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas
mengurangi magnetudo gempa. Hal yang dapat dilukan untuk mengurangi risiko bencana gempa bumi adalah dengan manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya,
menurunkan faktor kerentanan dan meningkatkan faktor kapasitas bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun
atau peledak dimana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang
7.1.3 Analisis Penurunan Kerentanan Bencana Gempa Bumi berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.
Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk IV
7.1.3.1 Penurunan Tingkat Bahaya dengan Penerapan Building Code dan Peta Seismic : rangunan-bangunan monumental, gedung sekolah dan fasilitas pendidikan, rumah sakit dan fasilitas kesehatan
Design lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat, fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan
kantor polisi, serta garasi kendaraan darurat, tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat
perlindungan darurat lainnya, fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap
Penerapan building code untuk bangunan tahan gempa mengacu SNI 03-1726-2012. Dengan karakteristik bencana
darurat, pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat,struktur
Gempa bumi yang merupakan salah satu bencana alam yang tidak dapat di kurangi magnetudonya, maka hal yang tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun
bisa dilakukan untuk mengurangi risiko akibat bencana gempa bumi adalah mengurangi tingkat kerentanan, atau listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan
meningkatkan kapasitas. Bulding code yang telah di susun dalam SNI no 1726 – 2012 (Pembaharuan dari SNI no 1726 pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat.
tahun 2002) pada dasarnya dibuat untuk mengurangi tingkat kerentanan terhadap bangunan, jika terjadi bencana
gempa bumi. Building code pada dasarnya adalah bagaimana mengaplikasian perysaratan perancangan struktur Gedung dan non-gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke
bangunan pada daerah dengan karakteristik gempa tertentu. dalam kategori risiko IV.
Penerapan bulding code adalah salah satu tindakan untuk mengurangi tingkat kerentanan. Untuk memahami penerapan Tabel 7.3 Kategori Seismic Design (SDS) berdasarkan Parameter Respon Percepatan
building code, dibutuhkan informasi penting, yaitu: Pada Perioda Pendek
1. Menentukan kelas risiko bangunan gedung dan non-gedung untuk beban gempa. KELAS Kategori Risiko
2. Menentukan parameter pecepatan gempa. Pada bagian ini adalah peta PGA permukaan. Dimana peta PGA perukaan SDS NIlai SDS
I, II atau III IV
ini dihasilkan dari peta PGA batuan dasar dan di kalikan dengan factor amplifikasi. Metodologi untuk mendapatakan
nilai PGA permukaan dan amplifikasi telah di jelaskan pada sub bab sebelumnya. 1 SDS < 0.167 A A
3. Menentukan Nilai seismic design (SDS). 2 0,167 ≤ SDS < 0,33 B C
3 0,33 ≤ SDS < 0,50 C D
Acuan kelas resiko bangunan mengacu pada SNI no 1726-2012. Penentuan parameter percepatan gempa dan klasifikasi
4 0,50 ≤ SDS D D
kerawaan bencana gempa bumi diperoleh dari pembuatan peta kerawanan gempa bumi. Penentuan nilai seismic Design
ditentukan dari peta kerawanan gempa bumi.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
178 179
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)
Penerapan bangungan tahan gempa pada dasarnya adalah mengaplikasikan building code and Seismic design sesuai
dengan arahan SNI no 1726-2012 pada setiap jenis bangunan dan disesuaikan dengan lokasi yang memiliki kelas
seismic design tertentu. Analisis penerapan bangunan tahan gempa ini telah di jelaskan pada sub bab sebelumnya.
Penerapan building code mutlak diterapkan untuk bangunan gedung perkantoran, bangunan pemerintahan dan
bangunan yang berfungsi sebagai pusat aktifitas. Untuk masyarakat umum, minimal menerapkan syarat minimum
rumah tinggal sederhana tahan gempa
Gambar 7.4. Syarat minimum bangunan rumah tinggal sederhana tahan gempa
No Bagian Rumah Syarat Minimum
1 Atap · Penutup atap harus diikat pada dudukannya
· Rangka kuda-kuda harus kuat menahan beban atap
· Rangka kuda-kuda perlu diangkerkan pada pendukungnya
· yaitu pada kolom atau ring balok agar kokoh dan
· kuat menahan pengaruh angin/getaran akibat gempa
· Pada arah memanjang atap harus diperkuat dengan ikatan antara rangka kuda- kuda.
2 Struktur Rangka · Bangunan sebaiknya menggunakan kolom beton bertulang
Balok · Kolom diangker pada sloof atau diteruskan pada pondasi
· Setiap bagian ujung atas kolomg diikat/disatukan dengan ring balok
· Sloof, balok dan kolom disarankan memiliki hubungan kuat dan kokoh
3 Struktur Rangka · Balok terdiri dari ring Balk dan Balol latei sebagia penguat horsiontal
Kolom · Ring balk perlu diikat pad akolom sehingga dinding kuat
4 Dinding · Disetiap pertemuan dinding diberi perkatan kolom prkatis
· Dinding di angkerkan pada kolom
· Dinding ampig memerlukan perkuatan rangka betol bertulang
· Dinding diberi kolom dan balok pengikat
· Jumlah lebar bukaan dalam satu bidang sebaiknya tidak lebih dari setengah panjang dinding.
Gambar 7.6. Peta Klasifikasi Nilai Seismik Design (SDS) Kota Palu Bila terjadi sebaikanya diberi penguat dinding seperti balik latei
Sumber : Pengolahan Data, 2018, berdasarkan SNI no 1726-2012
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
180 181
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)
No Bagian Rumah Syarat Minimum NO Parameter Penuruan Risiko Konsep Penataan Kawasan
5 Pondasi · Dasar pondasi terletak > 50 cm dibawah permukaan tanah sampai mencapai tanah asli yang Strutural Non Struktural
keras
3 Peningkatan Kapasitas Penyusunan Peta Rawan tsunami. Early warning System
· Pondasi dibuat menerus keliling bangunan tanpa terputus
· Pondasi perlu dipasang balok pengikat/sloof disepanjang pondasi Ruang Evakuas TES dan TEA Penyiapan Desa tangguh Bencana
· Sloof dari beton bertulang diangkerkan dengan diameter minimum 12 mm ke pondasi pada
jarak setiap 1,5 m Rekomendasi RTH sebagai Multifungsi Penyusunan Rencana Kontinjensi Bencana
tempat evakuasi Bencana tsunami
Sumber: (evaluasi system mitigasi penanganan bencana gempa bumi aceh tahun 2013)
Distribusi Peta Evakuasi Darurat
Membuat pedoman cara pengkuatan dan
retrofitting bangunan yang sudah ada agar
7.1.4 Analisis Peningkatan Kapasitas adaptasi terhap Tsunami
Meningkatkan kapasitas merupakan salah satu cara mitigasi untuk mengurangi Risiko bencana. Berdasrkan karakteristik
bencana Gempa Bumi di kota palu peningkatan kapasitas dapat dilakukan dengan
1. Pembuatan peta jalur evakuasi gempa 7.2.1 Analisis Penurunan Tingkat Bahaya Bencana Tsunami
2. Penentuan lokasi Evakuasi Akhir
3. Pembangunan Early warning system Gempa pada gedung pusat aktifitas atau perkantoran. Penurunan tingkat bahaya tsunami di Kota Palu diarahkan pada beberapa konsep yang bertujuan untuk menurunkkan
4. Pembuatan early warning system gempa untuk masyarakat luas. tingkat bahaya (rawan) tsunami. Terdapat dua informasi terpenting dalam peta rawan tsunami. Pertama adalah luasan
5. Penetapan prasyarat gedung untuk memiliki titik Kumpul sebagai Titik Evakuasi Sementara area terkena limpasan tsunami dan kedua tinggi limpasan tsunami, Untuk mengurangi 2 hal tersebut dibtuuhkan
system proteksi berlapis. Konsep system proteksi berlapis untuk menurunkan tingkat bahaya tsunami adalah dengan
meningkatkan kekasaarn permukaan area pada jalur inundation tsunami, dan membenturka sekaligus menahan
gelombang tsunami.
7.2 Analisis dan Konsep Mitigasi Kawasan Konsep pertama adalah dengan mengurangi luasan area berpotensi terjangkau tsunami, dengan meningkatkan
kekasaran permukaan pantai. Semakin kasar permukaan pantai, maka energy tsunami akan semakin tereduksi. Aplikasi
Rawan Bencana Tsunami meningkatkan kekasaran area pantai ini dengan menerapkan kawasan mangrove dan hutan pantai. Hutang mangrove
memiliki kekasaran 0,023 sedangkan lahan terbuka memiliki kekasaran 0.015
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
182 183
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)
Adalah penting bahwa semua elemen pondasi dalam pondasi dangkal diikat bersama untuk membuat pondasi bergerak
atau menetap secara seragam, sehingga mengurangi jumlah gaya geser yang diinduksi dalam elemen struktural yang
bersandar pada pondasi. Foto di sebelah kanan menunjukkan dinding rumah yang sedang dibangun di Kobe, Jepang.
Perimeter yang diperkuat dengan baik dan pondasi dinding interior (KG) diikat bersama untuk memungkinkan mereka
menjembatani area pemukiman lokal dan memberikan ketahanan yang lebih baik terhadap pergerakan tanah. Matras
pondasi kaku (bawah) adalah jenis pondasi dangkal yang baik, yang dapat memindahkan beban dari zona cair lokal ke
tanah kuat yang berdekatan.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
184 185
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)
Meningkatkan kapasitas merupakan salah satu cara mitigasi untuk mengurangi Risiko bencana. Berdasrkan karakteristik
bencana Gempa Bumi di kota palu peningkatan kapasitas dapat dilakukan dengan
1. Pemetaan detail jenis tanah dan Muka Air tanah Detail, untuk lebih
2. Pembuatan peta jalur evakuasi Likuifaksi
3. Penentuan lokasi Evakuasi Akhir
4. Pembuatan jalur lalulintas dengan system grid atau atau spinal.
5. Pembangunan Early warning system Gempa berbasis komunitas masyarakat
6. Penetapan prasyarat gedung untuk memiliki titik Kumpul sebagai Titik Evakuasi Sementara
Gambar 5.17. Konsep Mitigasi Penurunan Kerentanan Untuk Pembuatan early warning system dapat disinkronkan dengan sistem informasi BMKG, sehingga masyarakat dapat lebih
Pondasi Dangkal sigap keika terjadi gempa. System jaringan jalan dan spinal dapat mempercepat evakuasi menuju area TEA saat terjadi
likuifkasi.
Pencairan dapat menyebabkan beban lateral yang besar pada pondasi tiang pancang. Tumpukan yang didorong melalui
lapisan tanah yang lemah dan berpotensi dicairkan ke lapisan yang lebih kuat tidak hanya harus membawa beban
vertikal dari bangunan atas, tetapi juga harus mampu menahan beban horizontal dan momen lentur yang diinduksi
fondasi dalam oleh gerakan lateral jika lapisan yang lemah mencair.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
186 187
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)
7.4 Analisis Pemanfaatan Rencana Pola 7.4.2 Analisis Pemanfaatan Rencana Pola Ruang Terhadap Kawasan Rawan
Bencana Gempa Bumi
Ruang Terhadap Kawasan Rawan
Bencana
Pada rencana pola runag RTRW, Kawasan perumahan sebagian besar berada pada kawasan rawan bencana bumi tinggi
dan sedang, di susul dengna kawasan peruntukan lainnya dan kawasan industri. Pemilihan area kawasan perkantoran
sudah tepat, karena kecil terhdap rawan bencana gema bumi tinggi.
Gambar: Diagram Luas Rencana Pola Ruang pada Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi
Sumber: Pengolahan 2018
Sedangkan untuk tingkat kecamatan, hampir seluruh kecamatan berada pada kawasan gempa bumi tinggi. Kecamatan
Gambar: Diagram Luas Rencana Pola Ruang pada Kawasan Rawan Bencana Tsunami mantikulere , kecamatan tawaeli dankecamatan ulu jadi harus menjadi perhatian khusus.
Sumber: Pengolahan 2018
Sedangkan untuk tingkat kecamatan, terdapat lima kecamatan yang perlu di peratikan karena berada dalam kawasan
tsunami tinggi, Kecamatan Palu selatan dan Kecamatan tatanga adalah kecamatan yang kemungkinan kecil terdampak
tsunami.
Gambar: Diagram Luas Kecamatan pada Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi
Sumber: Pengolahan 2018
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
188 189
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)
7.4.3 Analisis Pemanfaatan Rencana Pola Ruang Terhadap Kawasan Rawan 7.4.4 Analisis Pemanfaatan Rencana Pola Ruang Terhadap Kawasan Rawan
Bencana Likuifaksi Bencana Banjir
Pada rencana pola runag RTRW, Kawasan perumahan sebagian besar berada pada kawasan rawan bencana likiufikasi Hampir sebagian besar area rawan banjir berada padaa kawasan yang direncanakn untuk pemukiman. Sistem jaringan
drainsae yang baik perlu diperhatikan pada setiap kawasan permukiman, begitupun dengna kawsan peruntukan lain
tinggi, Kawasan perkantordan dan perdagangan memilki luasan kecil terhdap likuifaksi. Namun kawasan tersebut tetap nya.
perlu perhatian khusus.
Sedangkan untuk tingkat kecamatan, hampir seluruh kecamatan berada pada kawasan likuifkasi sangat tinggi dan
tinggi, kecuali kecamatan tawaeli. Namun sebaiknya kecamatan tawaeli tetap perlu mewaspadai likufaiksi Menggingat
kecamatan tawaeli berad apada kawasan gempa tinggi dan sedang, dimana gempa merupakan salah satu parameter
pemicu terjaidnya likuifaksi.
Gambar: Diagram Luas Kecamatan pada Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi
Sumber: Pengolahan 2018
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
190 191
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)
7.4.5 Analisis Pemanfaatan Rencana Pola Ruang Terhadap Kawasan Rawan 7.4.5 Analisis Pemanfaatan Rencana Pola Ruang Terhadap Kawasan Rawan
Bencana Banjir Bandang Bencana Longsor
Hampir sebagian besar area rawan banjir bandang berada pada kawasan yang direncanakn untuk pemukiman. Kawasan Pemilihan kawasan pemukiman, perkantordan dan perdagangan dan jasa sudah tepat. Ketiga kawasan penting ini.
perdagangan dan jasa juga perkantoran sedikti lebih aman, namun jaringan darinase pada kawasan ini tetap harus Telah berada pada kawasan aman dari bencana longsor.
diperhatikan.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
192 193
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)
Gambar: Konsep Penataan ruang Berbasik Pengurangan Risiko Bencana Skala Makro (1:5.000)
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
194 195
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)
ZONA & DEFINISI/KRITERIA ARAHAN SPASIAL PASCA BENCANA RENCANA POLA RUANG Konsep Penataan Kawasan
TIPOLOGI (KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG)
a. Kawasan Rawan bencana Pada daerah yang belum terbangun :
KRB 3 1. Kawasan rawan sesar aktif sedang (mulai dari 30-30 1. Pembangunan baru pada kawasan pesisir rawan gerakan tanah dan banjir a. Pembatasan pengembangan kawasan perkotaan dan pusat-pusat pengembangan di daerah
meter ke kanan dan ke kiri posisi sesar) tinggi tsunami dibatasi pada bangunan tinggi (> yang memiliki tingkat kerawanan tanah longsor (gerakan tanah) tinggi;
2. Kawasan rawan tsunamisedang 3 lantai) yang dapat berperan multifungsi sebagai b. Pengembangan kebijakan disinsentif pada kawasan rawan gerakan tanah tinggi untuk
3. Kawasan potensi likuifaksi tinggi Tempat Evakuasi Vertikal Tsunami (shelter) dengan pembatasi pengembangan;
4. Kawasan rawan tanah bahaya longsor tinggi orientasi bangunan tegak lurus garus pantai. c. Mengembangkan wilayah penyangga (bufferzone) antara wilayah rawan longsor dengan
5. Kawasan rawan bahaya banjir dan banjir bandang 2. Pengembangan jalur dan tempat evakuasi bencana wilayah yang akan dikembangkan sebagai kawasan peruntukan pertanian dengan komoditi
tinggi dan RTH kota. yang mampu menjaga stabilitas lereng;
3. Pembangunan baru terbatas pada bangunan tahan
gempa, tsunami dan likuifaksi (rekayasa geoteknik Pada kawasan yang sudah terbangun
dan struktural) dengan memperhatikan mikrozonasi
a. Pembatasan intensitas ruang dan pengendalian pembangunan baru di kawasan permukiman/
level III dan Kajian Detail jenis tanah)
terbangun yang berada di daerah rawan gerakan tanah tinggi;
4. Membatasi fungsi hunian dan intensitas pemnafaatan
b. Pelarangan pembangunan jalan yang memotong bukit secara tegak lurus
ruang pada jenis kepadatan rendah dan dilakukan
c. Rehabilitasi dan reboisasi lahan kritis;
pemantauan berkala kejenuhan air tanah.
d. Rekayasa konstruksi (physical engineering) melalui pembuatan lereng menjadi landai melalui
5. Pengendalian sangat ketat pemnafaatan ruang
penyesuaian kelerengan agar aliran drainase lebih lancar;
pemukiman yang sudah ada dan menghindari
e. Pengembangan bio engineering (pengaturan tutupan lahan atau vegetasi)
pembanunan baru obyek vital/ fasilitas kritis
f. Mengembangkan sistem peringatan dini pada daerah rawan gerakan tanah tinggi dan
berisiko tinggi.
menengah
6. Pada kawasan yang belum terbangun dan berada
pada zona rawan sangat tinggi likuifaksi maupun Pada kawasan yang tidak layak huni
rawan tinggi gerakan tanah, diprioritaskan fungsi
kawasan lindung atau budidaya non-terbangun a. Relokasi dan pemukiman kembali (resettlement) kawasan permukiman (kawasan terbangun)
seperti pemanfaatan ruang kehutaan, pertanian, ke tempat yang aman terhadap bahaya longsor dan mengikuti kaidah penentuan lokasi pada
dan perkebunan untuk jenis tanaman yang tidak kawasan permukiman/terbangun baru.
memerlukan banyak air. b. Pemindahan lokasi fasilitas umum dan publik yang berada di kawasan rawan longsor ke
wilayah yang aman;
KRB 4 1. Kawasan lindung (termasuk kawasasn terkena 1. Dilarang membangun kembali fungsi hunian pasca
dampak likuifaksi Balaroa dan Petebo) bencana. Unit hunian pada zona ini direkomendasikan b. Kawasan rawan bencana Pada daerah yang belum terbangun :
2. Kawasan rawan bahaya tsunami tinggi untuk direlokasikan Tsunami
a. Tidak diijinkan untuk kegiatan budidaya, seperti permukiman, perdagangan dan jasa dan
3. Kawasan rawan sesar aktif tinggi (30 meter ke kanan 2. Diprioritaskan pemanfaatan ruang sebagai kawasan industry
dan ke kiri dari posisi sesar) lindung yang dapat mengurangi risiko bencana b. Tidak diijinkan untuk kegiatan budidaya, seperti permukiman, perdagangan dan jasa dan
4. Kawasan rawan bahaya tanah longsor tinggi (di pusat (misalnya sabuk hijau tsunami, Ruang terbuka hijau/ industry
kawasan kegiatan penduduk/kawasan pemukiman) RTH Kota) c. Mengembangkan kawasan sempadan pantai sebagai kawasan penyangga dan penurunan
5. Kawasan rawan bahaya banjir dan banjir bandang 3. Dapat dibangun monumen peringatan bencana. bahaya ancaman bencana, contohnya dengan membangun wisata hutan mangrove
tinggi (di pusat kawasan kegiatan penduduk/ 4. Di ijinkan terbatas untuk kegiatan wisata dengan d. Diijinkan terbatas untuk kegiatan wisata alam tanpa merubah bentang alamnya
kawasan pemukiman) peraturan sangat ketat dan tidak merubah bentang e. Diijinkan untuk pembangunan sarana dan prasarana penunjang sistem evakuasi bencana.
alam
Pada daerah yang sudah terbangun :
Konsep Penataan Kawasan berdasarakan rencana Pola ruang Menetapkan kawasan rawan bencana tsunami tinggi sebagai kawasan sempadan pantai yang
kegiatannya diatur dalam KUPZ.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
196 197
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)
7.4.1 Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana Gempa Administrasi Luas Kelas Seismic Design (Ha)
Arahan Seismik
Kecamatan Kelurahan Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Design
Berdasarkan uraian di atas, maka konsep penataan ruang dalam rangka mengurangi risiko bencana gempa bumi adalah
sebagai berikut: Birobuli Selatan 0.00 254.90 39.57 C dan D
1. Pemilihan lokasi kawasan permukiman & kawasan terbangun lainnya dg pertimbangan:
Birobuli Utara 0.00 532.67 0.00 B dan C
- Tidak berada pada daerah rawan bahaya gempa bumi tinggi, seperti pada jalur patahan, sesar, daerah dengan
potensi likuifaksi, dan lain sebagainya. Petobo 0.00 753.69 0.00 B dan C
- Tidak membangun kawasan permukiman dan aktifitas penduduk di atas, pada atau di bawah tebing yang Tatura Selatan 0.00 75.07 48.61 C dan D
curam.
Tatura Utara 0.00 260.98 3.11 C dan D
- Tidak mendirikan bangunan di atas tanah timbunan yang tidak memenuhi tingkat kepadatan yg sesuai dengan
Kecamatan Palu
daya dukung tanah terhadap konstruksi bangunan diatasnya. Kec. Palu Timur 0.00 319.40 282.09 C dan D
Selatan
2. Pendirian bangunan dan struktur fisik mengacu pada ketentuan building codes dan ketentuan SNI 03-1726-2012 Besusu Barat 0.00 0.00 132.79 B dan C
3. Pengaturan intensitas ruang yang meliputi: pengaturan kepadatan bangunan, KDB, KLB, sempadan jalan, sempadan
Besusu Tengah 0.00 7.84 97.05 C dan D
bangunan, pengaturan setback, dll
4. Penataan bangunan atau fasilitas yang penting bagi publik, yaitu harus diletakkan di daerah yang aman dan Besusu Timur 0.00 48.25 23.31 C dan D
terdesentralisasi; serta dibangun sesuai SNI 03-1726-2012. Lolu Selatan 0.00 152.43 0.00 B dan C
5. Penataan jaringan jalan dan prasarana lainnya yang aman terhadap bahaya gempa bumi, pertimbangan thd
pembangunan jaringan jalan sebagai jalur untuk menuju tempat evakuasi. Jalan yang ditentukan sebagai jalur Lolu Utara 0.00 110.88 28.94 C dan D
evakuasi harus memperhatikan rute tempuh serta lebar jalan untuk menampung pengungsi, serta aman dari Sub Total 0.00 1,877.31 91.29
runtuhan-runtuhan, baik bangunan tinggi maupun jaringan lainnya seperti jaringan listrik, dsb.
Kayumalue Pajeko 0.00 206.52 0.00 B dan C
Arahan pengunaan bulding code (seismic design) untuk setiap adminsitrasi di kota palu adalah sebagai berikut. Kayumaluengapa 0.00 739.72 0.00 B dan C
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
198 199
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)
7.4.2 Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana Tsunami NO Point dan Informasi Penting Sumber
3 peredaman energi gelombang tsunami tergantung pada struktur hutan Quartel dkk. (2007) dan Alongi (2008)
Alternatif penanganan tata ruang kawasan pesisir yang rawan gelombang tsunami berdasarkan tipe kawasan mangrove, seperti konfigurasi batang, perakaran dan diameter cabang
penanganan. 4 hutan mangrove yang lebat lebih efektif dalam mengurangi gelombang Hiraishi dan Harada (2003), Quartel dkk.
tsunami dibandingkan hutan mangrove yang memiliki kerapatan jarang. (2007), Tanaka dkk. (2007, 2009, 2011), Onrizal
dkk (2009), Teh dkk. (2009), Yanagisawa dkk.
Tabel 7.11 Tipe Kawasan Penanganan Kawasan Rawan Gelombang Tsunami (2009a, 2009b, 2010), Bao (2011) dan Onrizal
dan Mansor (2016)
Pilihan Kota besar Kota Kecil Perdesaan
5 Hutan mangrove pada zonasi Sonneratia spp. lebih besar kemampuannya Mazda dkk. (2006)
Menghindari pengembangan daerah terpaan xx xx
dalam mengurangi gelombang tsunami dibandingkan pada
zonasi Kandelia candel dengan perbandingan kemampuan 3:1.
x
Pemanfaatan secara selektif ruang di kawasan √√ √√ x kemampuan mengurangi gelombang tsunami K. candel juga lebih
terpaan rendah dibandingkan dengan Bruguiera spp. dan Rhizophora spp.
karena K. candel tidak memiliki akar di atas permukaan tanah yakni
Konstruksi bangunan ideal anti gempa dan √√ x x pneumatophora berupa akar lutut pada Bruguiera spp. dan akar tunjang
tsunami pada Rhizophora spp
Pembelokan arus tsunami xx x √√ pengurangan ketinggian tsunami oleh hutan mangrove yang memiliki Quartel dkk. (2007)
tegakan campuran (umur dan spesies) lebih besar antara 5,0-7,5 kali lebih
Buffer zone x x √√ besar dari pantai berpasir saj
Tanggul penahan tsunami √√ √√ √√ 6 model numerik menunjukkan dimana sekitar 80% dari hutan mangrove Berdasarkan hasil penelitian lapang di banda
berumur 30 tahun dengan diameter 20 cm akan survive dari tsunami Aceh, Yanagisawa dkk. (2010)
Bangunan penyelamat √√ √√ √√ dengan tinggi gelombang 5 m dan mengurangi sekitar 50% energi
Catatan: hidrodinamika tsunami.
xx : kecil kemungkinan untuk diterapkan 7 Rhizophora apiculata dan Rhizophora mucronata secara khusus efektif Tanaka dkk. (2007)
x : kemungkinan masih dapat diterapkan dalam menyediakan perlindungan dari tsunami sebagai akibat dari
ketersedian struktur perakarannya yang kompleks
√√ : besar peluang untuk diterapkan
Sistem evakuasi bencana di kawasan rawan tsunami tinggi mempunyai kriteria sebagai berikut :
7.4.2.2 Perlindungan Berlapis dengan Sea Dike
7.4.2.1 Perlindungan Berlapis Kawasan Mangrove, Hutan pantai dan Sea Dike sebagai Prinsip dasar seadike hampir mirip dengan sea wall. Perbedaanya adalah, sea wall membangung penahan secara
pengurangan area rawan Tsunami langsung dan fungsinya langsung menahan gelombang tsunami. Sea dike lebih keaarah merekaya topografi, sehingga
energy tsunami tereduksi akibat kenaikan topografi dan sekaligus menahan nya. Area pada seadike dapat dmanfaatkan
Hasil analisis spasial pantai Aceh oleh Iverson dan Prasad (2007) diketahui bahwa kerusakan pada kawasan terbangun untuk aktifias lain, dan tidak mengurangi estetika.
2,5 kali lebih besar dibandingkan dengan kawasan berhutan. Danielsen dkk. (2005) juga melaporkan bahwa kawasan
pantai berhutan di Tamil Nadu, India tidak mengalami kerusakan atau hanya mengalami kerusakan ringan, sementara
kerusakan berat terjadi pada pantai tak berhutan. Hal ini menunjukan bahwa hutan mampu meredam atau mengurangi
dampak tsunami.
Tsunami dengan ketinggian gelombang sampai 5 m tidak menyebabkan kerusakan yang berarti pada kawasan yang
terlindung oleh hutan mangrove yang lebat. Namun, tsunami dengan ketinggian yang sama menyebabkan kerusakan
berat pada kawasan yang tidak memiliki hutan mangrove atau hutan mangrovenya telah rusak sebelum tsunami
menerjang, seperti di Sirombu (Nias), Kuala Pekanbaro (Aceh Pidie) dan Kuala Keureutou (Aceh Utara).
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
200 201
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)
Dengan menerapkan konsep perlindungan berlapis ini, dapat mengurangi luasan area rawan tsunami dan mengurangi Ketinggian VEB harus diperhatikan agar dapat optimal untuk mengurangi dampak Tsunami .
ketinggian tsunami. Ilustrasi perlindungan berlapis dengan menerapkan kawasan mangrove hutan pantai dan seadike
di perlihatkan dalam gambar dibawah ini. Tabel 7.13 Desain perhitungan tinggi VEB berdasarkan sejarah tsunami
Sumber: FEMA
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
202 203
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)
Gambar 7.13 Contoh Konsep Rumah adaptasi Tsunami Gambar 7.13 Aplikasi Rumah/bangunan Adaptasi
Tsunami
Sumber: Urban and Architectural Approaches To Design against
Tsunami, Ardekani. Amirreza.2012
Gambar 7.12. Penerapan VEN di Numasucity, Jepang 3 Aksessibilitas Faktor yang mempengaruhi tingkat aksebilitas antara lain:
- Waktu tempuh
- Jarak
- Biaya perjalanan
- Intensitas (kepadatan) guna lahan
4 Penyesuian dengan Jalur evakuasi untuk mitigasi perlu disesuaikan dengan struktur bangunan yang ada sehingga
Struktur Bangunan masyarakat dapat mengamankan diri menuju tempat-tempat penyelamatan sementara atau
permanen dengan cepat.
NO KRITERIA PENJELASAN
5 Penentuan Jalur Evakuasi Untuk melakukan proses pembuatan jalur evakuasi ini diperlukan beberapa data dan
informasi, antara lain:
- informasi pemodelan bencana,
- data tempat evakuasi
- data jaringan jalan
- kapasitas jalan
- kondisi eksisiting jaringan jalan
- informasi penggunaan lahan,
- pola pergerakan penduduk pada saat bencana
- matriks asal dan tujuan evakuasi
- waktu tempuh evakuasi,
- moda angkutan yang dipergunakan,
- rute pergerakan
Data-data tersebut kemudian dioverlay dengan kombinasi proses network analyst pada
perangkat lunak aplikasi GIS sehingga dapat dihasilkan rute jalur evakuasi.
Model Pengembangan Pengembangan jaringan jalan pada kota bencana adalah untuk meminimalkan waktu yang
Jaringan Jalan Pada ditempuh masyarakat dari zona asal pada saat bencana menuju zona yang tujuan yang
Kawasan Rawan Bencana aman dari bencana. Jaringan jalan eksisting akan tetap dipergunakan, namun perlu adanya
pengembangan untuk mengakomodir upaya mitigasi bencana, antara lain:
- Pelebaran ruas jalan dan radius persimpangan di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan
tinggi.
- Pengembangan jalan koridor dari pusat kota dan pusat permukiman sebagai jalur alternatif.
- Peningkatan/pelebaran jalan lingkungan di kawasan permukiman pesisir pantai dan jalan-
jalan di pegunungan.
- Pelebaran jalan trotoar untuk pejalan kaki.
- Kombinasi.
Gambar 7.14. Peta Sebaran TES dan Jalur Evakuasi (RDTR Teluk – Sub BWP I)
Sumber : Pengolahan Data Konsultan
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
206 207
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)
7.4.4 Konsep Penataan Ruang Berbasis Pengurangan Rawan Bencana 7.5.1. Ketentuan Tata Bangunan
Likuifaksi
Ketentuan tata bangunan adalah ketentuan yang mengatur bentuk, besaran, peletakan, dan tampilan bangunan pada
Konsep penataan ruang pada kawasan rawan likuifaksi adalah sebagai berikut suatu zona untuk menjaga keselamatan dan keamanan bangunan. Komponen ketentuan tata bangunan minimal terdiri
1. Menetapkan kawasan KRB likuifaksi sangat sebagai kawasan lindung ruang terbuka hijau perkotaan atas:
2. Melarang semua kegiatan yang bersifat budidaya kecuali untuk kegiatan pariwisata/monument peringatan dengan 1) Ketinggian bangunan (TB) maksimum Ketinggian bangunan adalah tinggi maksimum bangunan gedung yang
intensitas sangat rendah. diizinkan pada lokasi tertentu dan diukur dari jarak maksimum puncak atap bangunan terhadap (permukaan) tanah
3. Relokasi permukiman dan resettlement permukiman yang terkena dampak dipindahkan ke tempat yang dinilai yang dinyatakan dalam satuan meter.
aman dari bencana likuifaksi 2) Garis sempadan bangunan (GSB) minimum GSB adalah jarak minimum antara garis pagar terhadap dinding
4. Pembangunan sarana prasarana penunjang kegiatan permukiman di lokasi relokasi bangunan terdepan. GSB ditetapkan dengan mempertimbangkan keselamatan, resiko kebakaran, kesehatan,
kenyamanan, dan estetika.
3) Jarak bebas antar bangunan minimal yang harus memenuhi ketentuan tentang jarak bebas yang ditentukan oleh
jenis peruntukan dan ketinggian bangunan.
4) Jarak bebas samping (JBS) dan jarak bebas belakang (JBB) , JBB adalah jarak minimum antara garis batas petak
7.5 Ketentuan Intensitas Pemanfaatan belakang terhadap dinding bangunan terbelakang. Jarak Bebas Samping (JBS) merupakan jarak minimum antara
batas petak samping terhadap dinding bangunan terdekat.
Ruang Tabel 7.15 Ketentuan Tata Masa Bangunan
2) Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Minimum dan Maksimum KLB adalah koefisien perbandingan antara luas Patahan Aktif RB-1 ½ RMJ 4 4 5
4 Rawan bencana alam
seluruh lantai bangunan gedung dan luas persil/kavling. KLB minimum dan maksimum ditetapkan dengan Gerakan tanah RB-3 ½ RMJ 4 4 5
mempertimbangkan harga lahan, ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana, dampak atau kebutuhan terhadap
Sumber : Hasil rencana, 2018
prasarana tambahan, serta ekonomi, sosial dan pembiayaan.
3) Koefisien Dasar Hijau Minimal 7.5.2. Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
KDH adalah angka prosentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung
yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dengan luas persil/kavling. KDH minimal digunakan Ketentuan prasarana dan sarana pendukung minimal mengatur jenis prasarana dan sarana pendukung minimal apa
untuk mewujudkan RTH dan diberlakukan secara umum pada suatu zona. KDH minimal ditetapkan dengan saja yang harus ada pada setiap zona peruntukan. Jenis prasarana dan sarana minimal ditentukan berdasarkan sifat
mempertimbangkan tingkat pengisian atau peresapan air dan kapasitas drainase. dan tuntutan kegiatan utama pada zona peruntukannya. Sedangkan volume atau kapasitasnya ditentukan berdasarkan
pada perkiraan jumlah orang yang menghuni zona peruntukan tersebut.
Tabel 7.14 Intensitas Pemanfaatan Ruang
Kode Sub Tabel 7.16 Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal di Sistem Perkotaan Kota Palu
No Zona Sub Zona KDB maks KLB maks KDH min
Zona Kode Sub
No Zona Sub Zona Prasarana dan Sarana Minimum
1 Hutan lindung HL 0% 0,02 90% Zona
Sempadan Pantai PS-1 0% 0,02 90% 1 Hutan lindung HL gardu pandang, Ruang Evakuasi
2 Perlindungan Setempat
Sempadan Sungai PS-2 0% 0,02 90% 2 Perlindungan Sempadan Pantai PS-1 tanggul pantai, bangunan bertingkat yang sudah ada
Setempat wajib menyediakan jalur dan ruang evakuasi vertikal
4 Ruang Terbuka Hijau Taman Kota RTH-2 5-10% 0,2 90% dengan struktur bangunan yang mampu menahan gaya
tsunami dan goncangan gempa, early warning system
5 Rawan bencana alam Sempadan Patahan Aktif RB-1 2% 0,2 90%
Sempadan Sungai PS-2 Tanggul pada daerah rawan banjir.
Gerakan Tanah RB-2 20 % 0,2 90% 3 Ruang Terbuka Hijau Taman Kota RTH-1 Kursi taman, Sirkulasi pejalan kaki menggunakan
perkerasan yang ramah lingkungan, Lampu taman,
Sumber : Hasil rencana, 2018 Ruang Evakuasi, monumen peringatan bencana
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
208 209
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)
• Insentif
Kode Sub
No Zona Sub Zona Prasarana dan Sarana Minimum Tujuan diberikan insentif sebagai berikut:
Zona
• mendorong perwujudan rencana struktur ruang, rencana pola ruang dan kawasan strategis yang telah
4 Rawan bencana Patahan Aktif RB-1 ditetapkan
alam
Gerakan tanah RB-2 Penerapan sistem drainase lereng • meningkatkan upaya pengendalian perubahan pemanfaatan ruang di kecamatan
Jaringan air bersih • memberikan kepastian hak atas pemanfaatan ruang bagi masyarakat
• meningkatkan kemitraan pemangku kepentingan dalam rangka pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan
Jaringan sewerage
ruang, dan pengawasan penataan ruang.
Jaringan Listrik
Sistem Pembuangan Sampah Obyek pemberian insentif meliputi:
Jaringan Telekomunikasi • pembangunan pada kawasan yang didorong pengembangannya
Dinding Penahan Tanah • penyediaan ruang untuk fasilitas umum, berupa:
• ruang privat bangunan yang dapat diakses oleh umum
Sumber : Hasil Rencana, 2018
• penyerahan lahan privat untuk jalan dan saluran.
• pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum.
7.5.3 Ketentuan Khusus
Jenis dan kategori pengenaan Insentif dapat berupa :
Ketentuan khusus adalah ketentuan yang mengatur pemanfaatan zona yang memiliki fungsi khusus dan diberlakukan • keringanan, pengurangan dan pembebasan pajak
ketentuan khusus sesuai dengan karakteristik zona dan kegiatannya. Selain itu, ketentuan pada zona-zona yang • pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham
digambarkan di peta khusus yang memiliki pertampalan (overlay) dengan zona lainnya dapat pula dijelaskan disini. • pembangunan serta pengadaan infrastruktur
Ketentuan khusus merupakan aturan tambahan yang ditampalkan (overlay) di atas aturan dasar karena adanya hal-hal • pemberian keluwesan dalam batasan dan perhitungan KDB, KLB, dan ketinggian bangunan
khusus yang memerlukan aturan tersendiri karena belum diatur di dalam aturan dasar. • pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
210
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)
7.5.5 Ketentuan Penggunaan Lahan lain yang sudah ada dan tidak sesuai d. Larangan kegiatan yang merusak kualitas air, kondisi fisik tepi sungai, mata air, serta mengganggu aliran air;
e. pengecualian untuk kegiatan yang mendukung fungsi kawasan, kepentingan khusus atau strategis negara,
Untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk menerapkan rekayasa teknis sarana dan prasarana vital pemerintah, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang
sesuai dengan fungsi kawasan dalam rencana tata ruang dan peraturan zonasi yang ditetapkan, atas izin yang telah kawasan lindung atau kawasan konservasi atau kehutanan yang diperbolehkan;
diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat
diberikan penggantian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Ketentuan Tambahan di Zona Taman (RTH-2)
• Untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin terkait disesuaikan dengan fungsi kawasan dalam rencana a. terdapat minimal 3 (tiga) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang.
tata ruang yang ditetapkan b. pemanfaatan ruang dibatasi pada kegiatan yang menjamin tidak terganggunya fungsi lindung, keutuhan
• Untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan ruang dilakukan sampai izin terkait habis masa kawasan, dan ekosistemnya;
berlakunya dan dilakukan dengan menerapkan rekayasa teknis sesuai dengan fungsi kawasan dalam rencana tata c. bangunan gedung untuk tujuan penyediaan sarana prasarana kegiatan dilakukan secara terbatas dan ketat;
ruang dan peraturan zonasi yang ditetapkan d. setiap pembangunan terutama yang berdampak penting harus memiliki dokumen kajian lingkungan dan
dilaksanakan berdasarkan kajian mendalam dan komprehensif;
Ketentuan tambahan mengenai pengaturan zona /subzona di Kawasan Perkotaan Palu adalah sebagai berikut :
1. Ketentuan Tambahan di Zona Perlindungan Setempat (PS-1, PS-2, PS-3)
a. Tidak boleh menebang pohon di tepi sungai, sempadan mata air, da sempadan situ/danau;
b. Kegiatan diarahkan untuk mendukung pemulihan dan peningkatan fungsi lindung, atau kegiatan lain seperti
ekowisata, wanawisata, atau sejenis yang tidak mengganggu fungsi lindung kawasan;
c. Larangan melakukan kegiatan-kegiatan yang berdampak perusakan dan pencemaran lingkungan yang
mengakibatkan terganggunya ekosistem dan fungsi lindung kawasan;
Tabel 8.1 Rekomendasi Penyempurnaan Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Kota Palu 5. Membatasi perkembangan kegiatan 5. Membentuk komunitas komunitas
budidaya terbangun di kawasan penanggulangan bencana di
KOMPONEN RTRW KOTA PALU REKOMENDASI PENYEMPURNAAN KETERANGAN rawan bencana untuk meminimalkan masyarakat
RENCANA potensi kejadian bencana dan potensi
TATA RUANG kerugian akibat bencana
Tujuan Mewujudkan ruang Kota Palu sebagai Mewujudkan tata ruang Kota Palu menjadi Kota Palu 6. Menetapkan kawasan strategis kota 6. Meningkatkan edukasi
Penataan kota teluk berwawasan lingkungan sebagai Kota Teluk yang tangguh sebagai Kota yang yang berfungsi lindung penanggulangan bencana ke
Ruang yang berbasis pada jasa, perdagangan menghadapi bencana dan unggul di tangguh menghadapi semua lapisan masyarakat untuk
dan, industri yang didasari kearifan dan bidang jasa, perdagangan dan dan bencana (resilence city) mewujudkan masyarakat tangguh
keunggulan lokal bagi pembangunan industry yang didasari oleh kearifan bencana
berkelanjutan. dan keunggulan budaya lokal bagi
7. Membatasi pengembangan prasarana 7. Menyusun rencana pembangunan
pembangunan yang berkelanjutan
dan sarana di dalam dan di sekitar sarana dan prasarana tanggap darurat
Kebijakan KEBIJAKAN YANG TERKAIT KEBIJAKAN kawasan strategis kota yang dapat
dan Strategi KEBENCANAAN memicu perkembangan kegiatan
Penataan budidaya
a. Peningkatan kualitas dan jangkauan a. Peningkatan pembangunan mitigasi dalam kebijakan hanya
Ruang
pelayanan sistem prasarana guna bencana di kawasan rawan bencana memuat kebijakan terkait Sumber : Analisis, 2018
mendukung wujud Kota Palu sebagai pembangunan fisik,
Kota Teluk yang berwawasan maka direkomendasikan
lingkungan untuk membangun 8.1.2 RENCANA STRUKTUR RUANG
di wilayah non fisik,
b. Pemeliharaan dan perwujudan b. Peningkatan kapasitas warga Kota
seperti peningkatan
kelestarian fungsi lingkungan hidup Palu terhadap bencana
kapasitas awareness dan 8.1.2.1 RENCANA SISTEM PUSAT PELAYANAN
preparedness terhadap
c. Pencegahan dampak egative kegiatan c. Penyusunan rencana penanggulangan bencana
manusia yang dapat menimbulkan risiko bencana utk skala kota (city’s Sub bab ini akan menjelaskan mengenai adanya penyesuaian rencana sistem pusat pelayanan di Kota Palu. Berdasarkan
kerusakan lingkungan hidup. preparedness for natural disaster) Perda RTRW Kota Palu, Sistem Pusat Pelayanan di Kota Palu adalah sebagai berikut :
jangka menengah dan panjang (1) Rencana pengembangan sistem Pusat Pelayanan Kota (PPK) Palu ditetapkan pada kawasan pusat pengembangan
d. Pengendalian perkembangan kegiatan kegiatan perdagangan regional, jasa, transportasi dan pemerintahan yang mencakup pada wilayah Kecamatan Palu
budidaya agar tidak melampaui daya Barat, Kecamatan Palu Selatan, dan Kecamatan Palu Timur.
dukung dan daya tampung lingkungan
(2) Rencana pengembangan sistem sub pusat pelayanan Kota (SPK) Palu meliputi kawasan dengan fungsi perkantoran
e. Pelestarian dan peningkatan fungsi
pemerintahan, perdagangan jasa, serta pelayanan sosial dan budaya yang tersebar di 4 (empat) kecamatan, yaitu
dan daya dukung lingkungan
hidup untuk mempertahankan Kecamatan Palu Utara, Kecamatan Palu Timur, Kecamatan Palu Selatan, dan Kecamatan Palu Barat.
dan meningkatkan keseimbangan (3) Pusat lingkungan (PL) meliputi kawasan dengan fungsi perkantoran pemerintahan, pendidikan, perdagangan jasa
ekosistem, melestarikan dengan skala lingkungan, pelayanan sosial dan budaya, serta perumahan yang tersebar di setiap kelurahan.
keanekaragaman hayati,
mempertahankan dan meningkatkan
fungsi perlindungan kawasan
,melestarikan keunikan bentang alam
dan melestarikan warisan budaya lokal
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
216 217
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
Pusat-pusat pelayanan adalah areal yang akan dikembangkan menjadi pusat kegiatan di Kota Palu. Pada penyusunan Dari hasil analisis didapatkan bahwa PPK dan SPPK 1 memiliki luas terbangun eksisting yang melebihi luasan ARP.
masterplan ini, pengembangan sistem pusat kegiatan akan dievaluasi untuk melihat kelayakan pengembangan dari segi Artinya lokasi pengembangan sudah melewati batas kemampuan lahan, dan tidak layak lagi dikembangkan menjadi
potensi bencana yang ada di daerah tersebut. pusat pelayanan di masa dating. Sedangkan untuk SPPK 2 dan PL masih layak untuk dikembangkan karena masih
memiliki lahan yang layak untuk pengembangan ke depan.
Evaluasi yang dilakukan adalah dengan menganalisis kemampuan lahan pada area yang ditetapkan sebagai pusat
pelayanan dengan analisis SKL. Analisis SKL pada kegiatan ini juga telah memasukkan variable potensi ancaman multi- Berdasarkan hal tersebut maka rekomendasi teknis mengenai pengembangan sistem pusat-pusat pelayanan di Kota
bencana menjadi salah satu parameter. Hasil analisis SKL pada pusat-pusat pelayanan yang ditetapkan dalam RTRW Palu adalah sebagai berikut :
adalah sebagai berikut : 1. Membatasi pengembangan horizontal kegiatan pelayanan sosial ekonomi dan permukiman di PPK dan SPPK 1.
2. Menjadikan PPK dan SPPK1 sebagai fokus penanganan kawasan permukiman yang tangguh bencana dengan
Tabel 8.2 Analisis Sistem Pusat Pelayanan berdasarkan Arahan Rasio Peruntukkan dari Analisis SKL upaya-upaya proteksi, relokasi, maupun adaptasi.
NO SISTEM PUSAT LOKASI LUAS ARP LUAS TERBANGUN HASIL ANALISIS 3. Mengembangkan pusat pelayanan baru di Kota Palu sebagai counter magnet dan pusat pertumbuhan baru untuk
PELAYANAN (ha) EKSISTING (ha) mengalihkan orientasi perkembangan dari pusat kota lama.
4. Pusat pelayanan baru dapat berlokasi di wilayah yang memiliki potensi kemampuan lahan yang tinggi di Kota Palu
1 PPK Kel. Ujuna 11.48541846 39.4892 Tidak mencukupi
seperti di Kel. Tondo, Kec. Mantrikulore atau Kel. Mamboro, Kec. Palu Utara
Kel. Lolu utara 55.10700172 62.1680 Tidak mencukupi
5. SPPK 2 dan PL masih dapat dikembangkan sesuai dengan RTRW lama, hanya saja ada beberapa PL seperti PL di
Kel. Besusu Tengah 37.81787132 43.9357 Tidak mencukupi Kel. Tondo, dan PL di Kec. Mamboro yang berpotensi untuk menjadi pusat pelayanan baru dan dapat dinaikkan
Kel. Tanomadindi 57.10838449 55.4229 Mencukupi peran dalam sistem pusat-pelayanannya menjadi PPK baru atau SPPK baru.
Kel. Lolu Selatan 58.61084037 59.3594 Tidak mencukupi
PPK 220.1295164 260.3752 Tidak mencukupi 8.1.2.2 RENCANA SISTEM JARINGAN PRASARANA MITIGASI BENCANA
2 SPPK (1) Kel. Siranindi 30.87288327 35.7168 Tidak mencukupi
Sebelum menyusun Rencana sistem Jaringan Prasarana mitigasi bencana di Kota Palu, yang harus diidentifikasi adalah
Kel. Kamonji 25.51466796 24.2620 Mencukupi jenis bencana yang sering terjadi di Kota Palu. Berdasarkan jenis bencana yang teridentifikasi maka akan diketahui
SPPK 1 56.38755123 59.9788 Tidak mencukupi sistem jaringan apa saja yang harus dibangun dalam rangka pengurangan risiko bencana.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
218 219
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
Berdasarkan analis, maka rekomendasi struktur pola ruang Kota Palu ditunjukkan
pada gambar berikut
Gambar 8.1. Peta Rekomendasi Struktur Ruang Kota Palu (Skala 1:25.000)
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
220 221
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
Seperti yang sudah dijelaskan pada bab bab sebelumnya diketahui bahwa Kota Palu berada dalam kawasan rawan
bencana alam, yaitu rawan bencana alam gerakan tanah (longsor), Gempa bumi (baik garis sesar aktif maupun
mikrozonasi), banjir / banjir bandang, gelombang tsunami dan pencairan tanah (likuifaksi) dengan intensitas rendah
sampai dengan tinggi. Berdasarkan hasil analisis risiko dan kerawanan ke – 5 (lima) jenis kawasan rawan bencana
tersebut maka kawasan rawan bencana di Kota Palu dikategorikan menjadi 4 kategori melalui peta multi rawan bencana
(multi hazard map) yaitu : (Adapun kriteria dalam penyusunan Kawasan Rawan Bencana akan disajikan dalam tabel)
1. KRB 1 – Kawasan Rawan Bencana Rendah
2. KRB 2 – Kawasan Rawan Bencana Sedang
3. KRB 3 – Kawasan Rawan Bencana Tinggi
4. KRB 4 – Kawasan Lindung
Penyusunan Kawasan Rawan Bencana ini menjadi dasar bagi disusunnya Rekomendasi Rencana Pola Ruang Kota Palu.
Penjelasan mengenai kriteria kriteria penentuan kawasan lindung dan kawasan budidaya di Kota Palu akan dijabarkan
di bawah ini.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
222 223
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
A. KAWASAN LINDUNG
Rencana Kawasan Lindung yang dapat diidentifikasi terdiri dari Kawasan Perlindungan terhadap kawasan bawahannya
melalui penetapan Kawasan Hutan Lindung dan Penetapan Kawasan resapan air sebagai implikasi dari Pengurangan
Risiko Bencana Longsor dan Banjir. Adapun kriteria yang dirumuskan untuk penetapan kawasan hutan lindung adalah
SK Menhut Tahun 2014 (lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel).
Selanjutnya adalah Kawasan lindung perlindungan setempat melalui penetapan sempadan pantai dan penetapan
sempadan sungai. Kriteria penetapan sempadan pantai adalah areal hazard tsunami dengan kelas tinggi berdasarkan
analisis pemodelan yang sudah dilakukan oleh tim konsultan dan lebar daratan sepanjang 100 meter dari titik pasang
air laut tertinggi (dasar kriteria penetapan bisa dilihat di tabel). Sedangkan kriteria untuk sempadan sungai adalah
aturan PP No 38 Tahun 2011 tentang sungai, parameter sungai bertanggul dengan panjang sempadan sungai sebesar
3 meter sedangkan sungai tidak bertanggul sepanjang 10 meter.
Kawasan lindung yang ketiga adalah kawasan konservasi melalui penetapan KPA Tahura sebagai implikasi dari PRB
longsor dan banjir, kriterianya berpedoman pada SK. Menhut Tahun 2013. Kawasan lindung keempat adalah Kawasan
Rawan Bencana melalui penetapan Kawasan Rawan bencana gerakan tanah (longsor) sebagai implikasi dari PRB
longsor dan banjir dan penetapan sempadan patahan aktif sebagai implikasi dari PRB gempa bumi. Kriteria dari
kawasan lindung rawan bencana gerakan tanah ini merupakan KRB longsor di luar kawasan hutan lindung.
Kawasan lindung yang kelima adalah Kawasan Lindung Ruang Terbuka Hijau (RTH) Perkotaan, kawasan lindung RTH
perkotaan ini salah satunya merupakan implikasi dari PRB likuifaksi terutama untuk kawasan kawasan yang terkena
dampak seperti Petobo dan Balaroa. Selain itu RTH Perkotaan lainnya juga mempunyai fungsi sebagai PRB longsor
dan PRB Banjir diantaranya adalah hutan kota, penyangga hutan lindung, penyangga tahura, penyangga industry dan
penyangga peternakan atau perkandangan hewan (data mengenai RTH perkotaan lainnya diperoleh dari Perda RTRW
Kota Palu No 16 Tahun 2011).
Tabel 8.5 Kriteria Penentuan Rekomendasi Teknis Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung berbasiskan
Pengurangan Risiko Bencana di Kota Palu
NO KLASIFIKASI POLA RUANG DASAR PENENTUAN KRITERIA IMPLIKASI PRB
KAWASAN LINDUNG
A KAWASAN YANG MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP KAWASAN BAWAHANNYA
1 Penetapan Kawasan Hutan Lindung SK.869/Menhut-II/2014 PRB Longsor dan PRB Banjir
2 Penetapan Kawasan Resapan Air Keppres No 32 Tahun 1990 tentang pengelolaan PRB Longsor dan PRB Banjir
kawasan lindung
B KAWASAN PERLINDUNGAN SETEMPAT
1 penetapan sempadan pantai hazard tsunami tinggi dan buffer 100 meter PRB Tsunami
- Keppres No 32 Tahun 1990 tentang Pengelo-
laan Kawasan Lindung
- UU No 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau pulau kecil
- PP No 26 Tahun 2008 tentang RTRWN
2 Penetapan sempadan sungai Aturan PP sungai no 38 tahun 2011 PRB Banjir
- sungai bertanggul 3 m
- sungai tidak bertanggul 10 m
C KAWASAN KONSERVASI
1 Penetapan KPA Tahura SK. Menhut PRB Longsor dan PRB Banjir
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
224 225
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
226 227
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
analisis wilayah pelayanan dalam radius 200 meter, penentuan titik titik TES terbagi menjadi beberapa bentuk 17 Palupi Tatanga 100 keluarga
dan kriteria yaitu : 18 Duyu Tatanga 300 keluarga
a. Eksisting bangunan – kriteria pertama dalam menentukan titik TES adalah bangunan bangunan eksisting 19 Balaroa Palu Barat 300 keluarga
yang masih berdiri (walaupun dalam keadaan rusak dan membutuhkan rehabilitasi) dan memiliki lebih
20 Kabonena Ulu Jadi 100 keluarga
minimal 2 lantai. Dalam analisis teridentifikasi jumlah TES berdasarkan kriteria ini berjumlah 18 unit
b. Rencana vertical shelter – kriteria kedua dalam menentukan titik TES adalah rencana pembangunan vertical 21 Silae Ulu Jadi 200 keluarga
shelter. Vertical Shelter ini direncanakan apabila dalam kawasan rawan tsunami tidak terdapat bangunan 22 Tipo Ulu Jadi 100 keluarga
eksisting yang dapat berfungsi sebagai tempat evakuasi dalam radius 200 meter. Penentuan titik vertical 23 Buluri Ulu Jadi 100 keluarga
shelter juga direncanakan pada ruang ruang yang belum terbangun (tanah kosong) berdasarkan analisis 24 Watusampu Ulu Jadi 100 keluarga
citra. Untuk mendapatkan posisi yang presisi sebaiknya dilengkapi dalam penyusunan Revisi RTRW Kota
Palu dikarenakan dalam masa penyusunan kondisi Kota Palu masih dalam masa tanggap darurat bencana.
3. Lokasi Permukiman Kembali – Resettlement
Berdasarkan hasil analisis jumlah rencana vertical shelter adalah sebanyak 23 unit.
Pemukiman Kembali (resettlement) dalam penanggulangan bencana merupakan upaya relokasi penduduk
c. Escape Hill – Kota Palu secara geografis merupakan sebuah teluk, dengan posisi perbukitan di sebelah
korban bencana alam karena lokasi permukiman eksiting tidak layak dan menimbulkan risiko yang tinggi untuk
timur dan barat. Dikarenakan kondisi geografis di sebelah timur dan barat Kota Palu adalah perbukitan
dijadikan sebagai lokasi permukiman. Pemukiman kembali atau relokasi permukiman dapat dilakukan sebelum
maka arah penyelamatan menuju arah perbukitan (escape hill). Titik titik lokasi escape hill di sebelah barat
terjadi bencana, sesuai dengan kebijakan pengurangan risiko bencana, atau dilakukan pasca bencana karena
ada 6 titik dan sebelah timur ada 1 titik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta rencana pola ruang.
masyarakat tidak dimungkinkan kembali ke permukiman semula.
2. TEA / HUNTARA
Standar lokasi permukiman kembali (resettlement) untuk setiap jenis bencana secara umum memiliki kriteria
TEA (Tempat Evakuasi Akhir) merupakan tempat singgah akhir di zona aman bencana bagi pengungsi karena
yang sama. Dalam penentuan lokasi untuk resettlement tidak hanya mempertimbangkan mempertimbangkan
tidak memungkinkan untuk kembali ke hunian masing-masing. Lokasi TEA dipastikan harus berada diluar
dari kondisi keamanan bencana, namun juga dari analisis kemampuan lahan.
wilayah rawan bencana atau minimal tidak berada di KRB 4 dan KRB 3. Rekomendasi lokasi TEA (HUNTARA) di
Kota Palu adalah sebagai berikut
Setelah kejadian bencana gempa bumi, likuifaksi dan tsunami pada tanggal 29 September 2018, maka prioritas
kawasan untuk dimukimkan kembali adalah :
Tabel 8.7 Lokasi Rekomendasi Lokasi HUNTARA (Hunian Sementara) Kota Palu
1. Permukiman permukiman yang terdampak bencana tsunami yaitu permukiman di sepanjang pantai Teluk
No Lokasi Kecamatan Keterangan Daya Tampung Palu,
1 Pantoloan Boya Tawali 150 keluarga 2. Permukiman yang terdampak bencana likuifaksi yaitu di Petobo dan Balaroa
2 Lambara Tawali 200 keluarga
3 Baiya Tawali 150 keluarga di Stadion Mini Pasar
Baiya dan 300 keluarga di jalan masuk
KEK Palu
4 Panau Tawali 150 keluarga di Lapangan Bina Surya
dan 100 keluargadi Lapangan Pacuan
Kuda Bamba
5 Kayamalue Ngapa Palu Utara 300 keluarga
6 Kayamalue Pajeko Palu Utara 100 keluarga
7 Mamboro Palu Utara 100 keluarga
8 Layan Indah Mantikulore 100 keluarga di depan kantor Lurah
Layana Indah dan 2.000 keluarga di
pertigaan Layana Mamboro
9 Tondo Mantikulore 150 keluarga
10 Talise Mantikulore 550 keluarga
11 Talise Valangguni Mantikulore 150 keluarga
12 Kawatuna Mantikulore 150 keluarga
13 Petobo Palu Selatan 500 keluarga
14 Birobuli Selatan Palu Selatan 150 keluarga
15 Besusu Barat Palu Utara 200 keluarga
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
228 229
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
Gambar 8.5 : Diagram Batang informasi Kepemilikian Lahan Untuk rekomendasi Lokasi
Relokasi
Berdasarkan analisis maka rekomendasi Pola ruang kota palu di tunjukkan pada gambar
di bawah
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
230 231
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
Dalam indikasi program mitigasi struktural bencana akan dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan jenis bencana
yang terdapat di Kota Palu, yaitu :
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
232 233
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
8.1.4.2 INDIKASI PROGRAM MITIGASI NON STRUKTURAL BENCANA No Jenis Bencana Mitigasi Non Struktural
4. Likuifaksi Penurunan Bahaya : -
Program program dalam indikasi program dalam pengurangan risiko bencana Non struktural diantaranya adalah
sebagai berikut : Penurunan Vulnerability : -
Peningkatan Kapasitas :
Tabel 8.9 Tabel indikasi Program Mitigasi Non-Struktural a. Pemasukan kurikulum PRB ke tingkat sekolah mulai dari Sekolah Dasar.
b. Penyebarluasan/sosialisasi Informasi Kebencanaan.
No Jenis Bencana Mitigasi Non Struktural c. Penyusunan Rencana Kontinjensi Bencana Likuifaksi
1. Gempa Bumi PGA Penurunan Bahaya (Belum ada teknologi peredam gempa) 5. Banjir & Banjir Bandnag Penurunan Bahaya : Reboisasi dan penghijauan area Hulu
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
234 235
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
Tabel 8.10 Indikasi Program Pengurangan Risiko Bencana Kota Palu Tahun 2019 - 2039
WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI BESARAN I II III IV
PENDANAAN PELAKSANA
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
A PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG
1 Perwujudan Pusat Pusat Kegiatan Dinas Penataan Ruang
dan Pertanahan
1.1 PPK II di kawasan aman bencana
1.2 SPPK I
2 Perwujudan Sistem Prasarana Mitigasi APBD Kota, APBD Dinas Penataan Ruang
Provinsi, APBN dan Pertanahan, Dinas
2.1 Pembangunan jalur evakuasi dan
Pekerjaan umum,
ruang evakuasi
Badan Penanggulangan
- Penyediaan signage arah evakuasi di sempadan Bencana Daerah
pantai
- Penyusunan Building Code
2.2 Penyediaan EWS semua lokasi KRB
3 Infrastruktur sumberdaya air APBD Provisi, Dinas Penataan Ruang
APBN dan Pertanahan, Dinas
2.1 Pembuatan tanggul pantai (PRB sempadan pantai
Pekerjaan umum
Tsunami)
2.2 Pembangunan tanggul sungai sempadan sungai
(PRB Banjir)
2.3 Talud Penahan Tebing (PRB
Longsor)
2.4 Pembangunan cekdam sebagai
penahan sedimen (PRB Banjir)
B PERWUJUDAN POLA RUANG
1 Kawasan Lindung
1.1 Kawasan Perlindungan Terhadap Mantikulore, Palu APBD Kota Dinas Penataan Ruang
Kawasan Bawahannya Utara, Tawaeli dan dan pertanahan, Dinas
Ulujadi Lingkungan Hidup
1. Penetapan Kawasan Hutan
Lindung
2. Penetapan Kawasan Resapan Air
1.2 Kawasan Pelindungan Setempat APBD Kota, APBD Dinas Penataan Ruang
Provinsi, APBN, dan Pertanahan,
1. Penetapan sempadan pantai Mantikulore, Palu
Dana LSM Dinas Perumahan dan
Utara, Palu Barat,
Permukiman, Dinas
- Penanaman Mangrove Tawaeli, Ulujadi,
Lingkungan Hidup,
Palu Timur
- Penanaman vegetasi pantai Dinas Pekerjaan umum
penahan ombak, cemara laut,
pandan laut
- Relokasi permukiman di
sempadan pantai
- Penanaman tata batas
sempadan pantai
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
236 237
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI BESARAN I II III IV
PENDANAAN PELAKSANA
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
2. Penetapan Sempadan Sungai Mantikulore, Palu APBD Kota, APBD Dinas Penataan Ruang
Utara, Palu Barat, Provinsi, Dana dan Pertanahan,
- Penetapan tata batas Palu Timur, Palu LSM Dinas Perumahan dan
sempadan sungai Selatan, Tawaeli, Permukiman, Dinas
Ulujadi, Tatanga Lingkungan Hidup,
- Relokasi permukiman di
Dinas Pekerjaan umum
sempadan sungai
- Penanaman vegetasi sekitar
sempadan sungai
1.3 Kawasan Konservasi Dinas Penataan Ruang
Penetapan KPA Tahura Mantikulore
1.4 Kawasan Rawan Bencana APBD Kota, APBD Dinas Penataan Ruang
Provinsi dan Pertanahan,
1. Kawasan Rawan Bencana Longsor Mantikulore, Palu
Dinas Perumahan dan
Utara, Tawaeli,
Permukiman, Dinas
Ulujadi
Pekerjaan Umum, Dinas
- Reboisasi dan penanaman Sosial
vegetasi di area hulu
- Relokasi permukiman di
kawasan lindung KRB Longsor
2. Kawasan Sempadan Patahan Mantikulore, Palu APBD Provinsi, Dinas Petanaan Ruang
Aktif Utara, Palu Barat, APBN dan Pertanahan,
Palu Selatan, Dinas Perumahan dan
Ulujadi , Tatanga Permukiman, Dinas
- Relokasi permukiman yang Sosial
berada dalam radius 30 meter
garis patahan aktif
1.5 Kawasan Ruang Terbuka Hijau APBD Kota, APBD
Perkotaan Provinsi dan APBN
1. Penetapan kawasan ruang petobo balaroa
terbuka hijau di area terdampak
likuifaksi Dinas Penataan Ruang
dan pertanahan,
2. Relokasi permukiman pada lokasi Petobo, Balaroa
Dinas Perumahan dan
terkena dampak likuifaksi
Permukiman, Dinas
3. Pembangunan museum ruang Petobo, Balaroa Pekerjaan Umum,
pengingat bencana likuifaksi Dinas Sosial, Dinas
Lingkungan Hidup
2 Kawasan Budidaya
2.1 Kawasan Hutan Produksi
Kawasan Hutan Produksi Terbatas
2.2 Kawasan Permukiman
1. Tempat Evakuasi Bencana Area KRB APBD Kota , APBD Badan Penanggulangan
Provinsi Bencana Daerah, Dinas
- Penetapan kawasan TES
Pekerjaan Umum
- Penetapan Kawasan TEA
2. Kawasan Rawan Bencana Kawasan Rawan APBD Kota Dinas Perumahan dan
Tsunami yang tidak berada di tsunami sedang Permukiman
area lindung dan rendah
- Penguatan struktur bangunan
(bangunan dua lantai)
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
238 239
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI BESARAN I II III IV
PENDANAAN PELAKSANA
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
3. Kawasan Rawan Bencana Gempa KRB Gempa Tinggi APBD Kota Dinas Perumahan dan
Tinggi Permukiman
- Penguatan struktur bangunan
4. Kawasan Rawan Bencana Gempa KRB Gempa APBD Kota Dinas Perumahan dan
sedang Sedang Permukiman
- Penguatan struktur bangunan
5. Kawasan Rawan Bencana KRB Likuifaksi APBD Kota Dinas Perumahan dan
Likuifaksi Tinggi Tinggi Permukiman
- Pembebasan lahan di lokasi
likuifaksi tinggi
6. Kawasan Rawan Bencana KRB Likuifaksi APBD Kota Dinas Perumahan dan
Likuifaksi sedang sedang Permukiman
- Pengutan struktur bangunan
7. Kawasan Rawan Banjir KRB Bnajir APBD Kota Dinas Perumahan dan
Permukiman
- Penguatan struktur bangunan
(bangunan 2 lantai)
8. Kawasan Perumahan
2.3 Kawasan Peruntukkan Lainnya
8.1.5 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KAWASAN LINDUNG DAN c. Pembatasan jumlah pemanfaatan. Jika pemanfaatan yang diusulkan telah ada, masih mampu melayani, dan
belum memerlukan tambahan (contoh, dalam sebuah kawasan perumahan yang telah cukup jumlah masjidnya
KAWASAN BUDIDAYA DI KOTA PALU tidak diperkenankan membangun masjid baru), maka pemanfaatan tersebut tidak boleh diizinkan, atau
diizinkan dengan pertimbangan-pertimbangan khusus.
Ketentuan umum peraturan zonasi adalah penjabaran secara umum ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang d. Pengenaan aturan-aturan tambahan seperti disinsentif, keharusan menyediakan analisis dampak lalulintas,
persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya. Ketentuan umum peraturan zonasi berfungsi sebagai dan sebagainya.
dasar pemberian izin pemanfaatan ruang dan dasar pelaksanaan pengawasan pemanfaatan ruang. Peraturan zonasi
(Zoning Regulation) merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang 2. Pemanfaatan Bersyarat (B)
disusun untuk setiap pola pemanfaatan ruang sesuai rencana tata ruang. Peraturan zonasi berisi ketentuan yang boleh, Jika sebuah pemanfaatan ruang memiliki tanda “B” atau merupakan pemanfaatan bersyarat, berarti untuk
boleh dengan syarat, dan tidak boleh dilaksanakan dalam sebuah klasifikasi penggunaan lahan. mendapatkan ijin diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Persyaratan ini diperlukan mengingat pemanfaatan
tersebut memiliki dampak yang besar bagi lingkungan sekitarnya. Persyaratan ini antara lain :
Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan menunjukkan boleh tidaknya suatu sistem kegiatan dikembangkan dalam a. Penyusunan dokumen AMDAL.
sebuah klasifikasi penggunaan lahan. Jika terdapat sebuah penggunaan yang belum tercantum dalam kategori maupun b. Penyusunan Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL).
sub kategori penggunaan ruang, maka izin untuk penggunaan tersebut ditentukan menggunakan ketentuan yang c. Penyusunan Analisis Dampak Lalu Lintas (ANDALIN).
berlaku. Jika penggunaan tersebut diperbolehkan, maka penggunaan baru tersebut dapat ditambahkan pada kategori d. Mengenakan biaya dampak pembangunan (development impact fee), dan atau aturan disinsentif lainnya.
dan atau sub kategori melalui ketentuan yang berlaku. Aturan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Penentuan klasifikasi (I, T, B, atau X) untuk aturan kegiatan dan penggunaan lahan pada suatu zonasi didasarkan pada
1. Pemanfaatan Terbatas (T) pertimbangan, sebagai berikut:
Pemanfaatan ruang ditetapkan dengan tanda “T” atau merupakan pemanfaatan yang terbatas, berarti penggunaan 1. Umum, berlaku untuk semua jenis penggunaan lahan
ruang tersebut dapat diijinkan namun dengan diberlakukan pembatasan-pembatasan, seperti : a. Kesesuaian dengan arahan dalam rencana tata ruang kabupaten/kota.
a. Pembatasan pengoperasian. Baik dalam bentuk pembatasan waktu pengoperasian suatu pemanfaatan ataupun b. Keseimbangan antara kawasan lindung dan budidaya dalam suatu wilayah.
pembatasan jangka waktu pemanfaatan ruang tersebut untuk kegiatan yang diusulkan. c. Kelestarian lingkungan (perlindungan dan pengawasan terhadap pemanfaatan air, udara dan ruang bawah
b. Pembatasan intensitas ruang. Baik KDB, KLB, KDH, jarak bebas, ataupun ketinggian bangunan. Pembatasan ini tanah).
dilakukan oleh pemerintah kabupaten dengan menurunkan nilai maksimum atau meninggikan nilai minimum d. Toleransi terhadap tingkat gangguan dan dampak terhadap peruntukkan yang ditetapkan.
dari intensitas ruang. e. Kesesuaian dengan kebijakan pemerintah kabupaten di luar rencana tata ruang yang ada.
f. Tidak merugikan golongan masyarakat, terutama golongan sosial-ekonomi lemah, dsb.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
240 241
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
2. Khusus, berlaku untuk masing-masing karakteristik guna lahan, kegiatan, atau komponen yang akan dibangun, REKOMENDASI TEKNIS KAWASAN RAWAN BENCANA
dapat disusun berdasarkan: RENCANA POLA RUANG
KRB 4 KRB 3 KRB 2 KRB 1
a. Rujukan terhadap ketentuan-ketentuan maupun standar-standar yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang.
b. Rujukan terhadap ketentuan dalam peraturan bangunan setempat. e. Membangun hutan,
parit, lereng dan
c. Rujukan terhadap ketentuan khusus bagi unsur bangunan/komponen yang dikembangkan (misalnya: pompa
berm yang didesain
bensin, Base Transceiver Station (BTS), dan lain-lain). secara khusus dapat
memperlambat dan
Ketentuan peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana di Kota Palu adalah sebagai berikut : menahan debris
akibat gelombang
f. Intensitas
Tabel 8.11 Arahan Ketentuan Umum Peraturan Zonasi di Kota Palu
pemanfaatan ruang
REKOMENDASI TEKNIS KAWASAN RAWAN BENCANA untuk luas kawasan
RENCANA POLA RUANG yang ditanami
KRB 4 KRB 3 KRB 2 KRB 1 tanaman adalah 90
KAWASAN LINDUNG – 100 %
Pada daerah yang
1. Kawasan Perlindungan sudah terbangun :
Kawasan Bawahannya
a. Menetapkan
a. Kawasan Hutan Dilarang untuk semua kawasan rawan
Lindung jenis kegiatan bencana tsunami
b. Kawasan Resapan Air Dilarang utuk semua tinggi sebagai
jenis kegiatan kawasan sempadan
pantai yang
2. Kawasan Perlindungan kegiatannya diatur
Setempat dalam KUPZ ini.
a. Kawasan Sempadan Pada daerah yang b. Bangunan yang
Pantai belum terbangun : sudah ada harus
a. Dilarang untuk direkonstruksi
kegiatan budidaya, dengan tiang atau
seperti permukiman, panggung yang
perdagangan dan diperkuat (*) di atas
jasa dan industry elevasi genangan
tsunami;
b. Mengembangkan
kawasan sempadan b. Kawasan Sempadan a. dilarang untuk
pantai sebagai Sungai kegiatan budidaya,
kawasan penyangga seperti permukiman,
dan penurunan fasilitas umum
bahaya ancaman dan fasilitas sosial,
bencana tsunami, perdagangan dan
contohnya dengan jasa dan industry
membangun wisata b. diijinkan terbatas
hutan mangrove, untuk kegiatan
RTH atau sabuk wisata dengan
hijau perlindungan peraturan sangat
tsunami ketat dan tidak
c. Diijinkan terbatas merubah bentang
untuk kegiatan alam.
wisata alam tanpa 3. Kawasan Konservasi
merubah bentang
alamnya KPA Tahura Diizinkan terbatas
untuk kegiatan wisata
d. Diijinkan untuk
dengan peratturan
pembangunan
sangat ketat dan tidak
sarana dan
merubah bentang alam
prasarana
penunjang sistem
evakuasi bencana.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
242 243
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
REKOMENDASI TEKNIS KAWASAN RAWAN BENCANA REKOMENDASI TEKNIS KAWASAN RAWAN BENCANA
RENCANA POLA RUANG RENCANA POLA RUANG
KRB 4 KRB 3 KRB 2 KRB 1 KRB 4 KRB 3 KRB 2 KRB 1
4. Kawasan Rawan d. Rekayasa
Bencana konstruksi (physical
engineering) melalui
a. Kawasan rawan Pada daerah yang
pembuatan lereng
gerakan tanah belum terbangun :
menjadi landai
a. Pembatasan melalui penyesuaian
pengembangan kelerengan agar
kawasan perkotaan aliran drainase lebih
dan pusat-pusat lancar;
pengembangan
e. Pengembangan
di daerah yang
bio engineering
memiliki tingkat
(pengaturan
kerawanan tanah
tutupan lahan atau
longsor (gerakan
vegetasi)
tanah) tinggi;
f. Mengembangkan
b. Pengembangan
sistem peringatan
kebijakan disinsentif
dini pada daerah
pada kawasan rawan
rawan gerakan
gerakan tanah tinggi
tanah tinggi dan
untuk pembatasi
menengah
pengembangan;
Pada kawasan yang
c. Mengembangkan
tidak layak/berbahaya
wilayah penyangga
untuk dihuni :
(bufferzone) antara
wilayah rawan a. Relokasi dan
longsor dengan pemukiman kembali
wilayah yang akan (resettlement)
dikembangkan kawasan
sebagai kawasan permukiman
peruntukan (kawasan
pertanian dengan terbangun) ke
komoditi yang tempat yang
mampu menjaga aman terhadap
stabilitas lereng; bahaya longsor dan
mengikuti kaidah
Pada kawasan yang
penentuan lokasi
sudah terbangun
pada kawasan
a. Pembatasan permukiman/
intensitas ruang terbangun baru.
dan pengendalian
b. Pemindahan lokasi
pembangunan
fasilitas umum dan
baru di kawasan
publik yang berada
permukiman/
di kawasan rawan
terbangun yang
longsor ke wilayah
berada di daerah
yang aman;
rawan gerakan
tanah tinggi;
b. Pelarangan
pembangunan jalan
yang memotong
bukit secara tegak
lurus
c. Rehabilitasi dan
reboisasi lahan
kritis;
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
244 245
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
REKOMENDASI TEKNIS KAWASAN RAWAN BENCANA REKOMENDASI TEKNIS KAWASAN RAWAN BENCANA
RENCANA POLA RUANG RENCANA POLA RUANG
KRB 4 KRB 3 KRB 2 KRB 1 KRB 4 KRB 3 KRB 2 KRB 1
b. Kawasan sempadan Pada Kawasan yang c. Relokasi
patahan aktif belum terbangun permukiman dan
resettlement
a. Menetapkan wilayah
permukiman yang
yang dilalui sesar
terkena dampak
aktif menjadi
dipindahkan ke
kawasan lindung
tempat yang dinilai
sempadan sesar
aman dari bencana
dengan lebar 0 –
likuifaksi
30 meter.
d. Pembangunan
b. Dilarang untuk
sarana prasarana
kegiatan budidaya
penunjang kegiatan
seperti permukiman,
permukiman di
fasilitas umum
lokasi relokasi.
dan fasilitas sosial,
perdagangan dan KAWASAN BUDIDAYA
jasa, industry,
dan kantor 1. Kawasan Pertanian a. Diizinkan terbatas a. Diizinkan terbatas a. Diizinkan terbatas
pemerintahan di untuk bangunan untuk bangunan untuk bangunan
wilayah yang dilalui pendukung kegiatan pendukung kegiatan pendukung kegiatan
sesar aktif pertanian pertanian pertanian
b. Melarang semua 4. Kawasan Peruntukkan Dilarang untuk Dilarang untuk Diizinkan terbatas
kegiatan yang Industri mengembangkan mengembangkan untuk kegiatan
bersifat budidaya kawasan industry kawasan industry industry namun
kecuali untuk berat, kimia, nuklir berat, kimia, nuklir dengan syarat industry
kegiatan pariwisata/ dan industry lainnya dan industry lainnya sedang dan kecil dan
monument yang akan memberikan yang akan memberikan bukan industry berat
peringatan dengan dampak buruk bagi dampak buruk bagi berdampak buruk bagi
intensitas sangat lingkungan. lingkungan. lingkunganlingkungan
rendah.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
246 247
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
REKOMENDASI TEKNIS KAWASAN RAWAN BENCANA REKOMENDASI TEKNIS KAWASAN RAWAN BENCANA
RENCANA POLA RUANG RENCANA POLA RUANG
KRB 4 KRB 3 KRB 2 KRB 1 KRB 4 KRB 3 KRB 2 KRB 1
5. Kawasan Pariwisata Diizinkan dengan Diizinkan dengan Diizinkan untuk e. Pengendalian
syarat dan ketentuan syarat dan ketentuan kegiatan pariwisata sangat ketat untuk
yang ketat, jenis yang ketat, jenis pemanfaatan ruang
pariwisata yang pariwisata yang perumahan yang
dikembangkan adalah dikembangkan adalah sudah terbangun
pariwisata sosio pariwisata sosio dan melarang untuk
kultural dan pariwisata kultural dan pariwisata kegiatan baru yang
dengan intensitas dengan intensitas sifatnya vital
pemanfaatan ruang pemanfaatan ruang
b. kawasan perdagangan & Tidak diprioritaskan a. Untuk Kegiatan perdagangan
rendah rendah
jasa dan perkantoran; mengembangkan pembangunan baru dan perkantoran
6. Kawasan Permukiman kawasan di kawasan rawan dengan syarat
perdagangan, tsunami dan banjir kepadatan
a. kawasan perumahan; jasa dan disyaratkan jumlah bangunan
perkantoran di lantai minimal 2 sedang (KDB
a. Pembangunan a. Untuk Diizinkan untuk
KRB ini lantai 50-60; KLB 100-
baru pada kawasan pembangunan pembangunan baru
150).
rawan tsunami infrastrukttur vital di dengan intensitas a.
sedang dibatasi kawasan perumahan sedang. Pembangunan
untuk bangunan > 3 kepadatan rendah baru harus
lantai yang bisa juga maupun sedang disertai
berfugsi sebagai dapat dibangun persyaratan
vertical shelter secara setempat konstruksi tahan
dengan orientasi setempat pada gempa dan
bangunan tegak tapak lokasi terpilih memperhatikan
lurus pantai. yang mengacu pada peta mikrozonasi
hasil penyelidikan
e. kawasan pendidikan; Tidak diprioritaskan a. Untuk pembangunan a. Untuk pembangunan
rinci amplifikasi,
geologi teknik dan untuk pembangunan baru di kawasan rawan baru di kawasan rawan
ruang pendidikan di tsunami dan banjir tsunami dan banjir
likuifaksi serta
KRB ini disyaratkan jumlah disyaratkan jumlah
memenuhi syarat
lantai minimal 2 lantai lantai minimal 2 lantai
bangunan gempa
b. di kawasan tsunami b. Untuk b. Pembangunan b. Pembangunan
sedang dapat pembangunan baru baru harus disertai baru harus disertai
dikembangkan di kawasan rawan persyaratan konstruksi persyaratan konstruksi
tempat evakuasi tsunami dan banjir tahan gempa dan tahan gempa dan
sementara (TES) disyaratkan jumlah memperhatikan peta memperhatikan peta
berikut jalur jalur lantai minimal 2 mikrozonasi mikrozonasi
evakuasi lantai f. kawasan kesehatan; Tidak di prioritaskan a. Untuk pembangunan
c. Pembatasan c. Pembangunan untuk pembangunan baru di kawasan rawan
perumahan dengan baru harus disertai ruang kesehatan di tsunami dan banjir
arahan intensitas persyaratan KRB ini disyaratkan jumlah
kepadatan rendah konstruksi tahan lantai minimal 2 lantai
pada kawasan gempa dan b. Pembangunan
tsunami sedang dan memperhatikan baru harus disertai
likuifaksi tinggi peta mikrozonasi persyaratan konstruksi
tahan gempa dan
d. Untuk kawasan yang
belum terbangun memperhatikan peta
dan terletak dalam mikrozonasi
kawasan rawan g. kawasan olahraga; Diizinkan terbatas Diizinkan terbatas diizinkan
likuifaksi inggi,
kawasan rawan h. kawasan transportasi; Tidak diprioritaskan Diizinkan dengan Diizinkan
gerakan tanah untuk membangunan persyaratan sangat
sedang diarahkan sarana dan prasarana ketat
untuk kegiatan transportasi vital di
budidaya non KRB ini
lindung seperti
kehutanan,
pertanian dan
perkebunan dengan
jenis tanaman yang
tidak membutuhkan
banyak air.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
248 249
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
REKOMENDASI TEKNIS KAWASAN RAWAN BENCANA dijadikan acuan dan dokumen RDTR penggantinya belum ditimbulkan. Sebagai dasar perumusan tujuan lainnya,
RENCANA POLA RUANG disusun, maka untuk rekomendasi teknis dalam skala 1 : di bawah ini akan diuraikan mengenai potensi dan
KRB 4 KRB 3 KRB 2 KRB 1
5.000 tetap menggunakan kawasan prioritas yang sudah permasalahan yang ada di kawasan prioritas, yaitu :
k. tempat evakuasi Diizinkan dan dibatasi Diizinkan dan dibatasi Dapat dipergunakan ditetapkan. Kawasan prioritas masuk dalam 3 BWP yaitu :
bencana; untuk bangunan tinggi untuk bangunan tinggi untuk tempat evakuasi
1. BWP 1 Kecamatan Palu Barat dan Kecamatan Ulujadi Tabel 8.13 Potensi dan Permasalahan di Kawasan
(> 3 lantai) yang (> 3 lantai) yang akhir (TEA) / HUNTAP
dapat berperan multi dapat berperan multi 2. BWP 2 Kecamatan Palu Selatan dan Kecamatan Prioritas Kota Palu
fungsi sebagai Tempat fungsi sebagai Tempat Tatanga Potensi Permasalahan
Evakuasi Vertikal Evakuasi Vertikal 3. BWP 3 Kecamatan Palu Timur dan Kecamatan
Tsunami dengan Tsunami dengan 1. Terdapat 4 sungai besar Bidang Konservasi alam :
orientasi tegak lurus orientasi tegak lurus Mantikulore yang harus diperhatikan 1. Perlu adanya pembatasan
terhadap garis pantai. terhadap garis pantai. untuk menjaga kelestarian wilayah pertambangan
Tabel 8.12 Delineasi BWP di Kota Palu lingkungan yaitu Sungai untuk mengendalikan
Mengembangkan Mengembangkan
Uenumpu, Sungai Amalak, perkembangan kegiatan
kawasan evakuasi kawasan evakuasi
No BWP Wilayah Cakupan Sungai Wera,dan Sungai pertambangan yang masif.
pada ruang terbuka pada ruang terbuka
Ngolo. 2. Daerah Bantaran sungai
hijau maupun non hijau maupun non 1 BWP 1 Kecamatan Palu Barat dan Kecamatan
2. Terdapat Spot wisata di perlu mendapatkan
hijau sebagai tempat hijau sebagai tempat Ulujadi
watusampu. Terdapat perhatian khusus untuk
berkumpul masyarakat berkumpul masyarakat
2 BWP 2 Kecamatan Palu Selatan dan Kecamatan kubur keramat di pinggir perencanaan.
ketika ada bencana ketika ada bencana
Ulujadi laut (zona perlindungan 3. Maraknya pembangunan
(melting point) (melting point)
setempat) Ruko di Kawasan Pesisir.
3 BWP 3 Kecamatan Palu Timur dan Kecamatan
l. kawasan sektor informal. Dilarang Dilarang Diizinkan dengan Diziinkan terbatas Mantikulore 3. Terdapat 11 sumber mata 4. Sepanjang pesisir pantai
mengembangkan mengembangkan persyaratak ketat, dan air yang bisa dikelola merupakan daerah rawan
segala bentuk kegiatan segala bentuk kegiatan harus mendapat izin pemerintah Kota Palu bencana tsunami tinggi.
sector informal sector informal dari dinas terkait agar tidak dikuasi oleh 5. Masalah yang paling
Sumber : Hasil Rencana 2018 perorangan atau swasta. dominan adalah banjir
4. Pemandangan Teluk Palu akibat dari tersumbatnya
8.2.1 REKOMENDASI TEKNIS yang spektakuler. drainase oleh sampah.
PENYEMPURNAAN RDTR DI 6. Sebagian besar wilayah
merupakan kawasan
KAWASAN PRIORITAS
8.2 Rekomendasi Penyempurnaan RDTR yang mempunyai tingkat
kerawanan likuifaksi tinggi
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
250 251
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
Substansi yang harus dimuat dalam penyusunan rencana struktur ruang adalah :
1. Rencana Sistem Jaringan Prasarana Pengurangan Risiko Bencana
2. Rencana jalur evakuasi bencana
Peta rekomendasi stukktur ruang dengan informasi jaringan prasarana mitigasi di kawasan prioritas, seperti jalur
evakuasi, tanggul pantai, titik titik penempatan Early Warning Sistem, ditunjukkan pada gambar di bawah. Gambar 8.7. Peta Rekomendasi Struktur Ruang RDTR Kota Palu
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
252 253
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
8.2.1.3 RENCANA POLA RUANG - Tempat Evakuasi Akhir (TEA) adalah tempat A. Penetapan Kawasan Lindung Rawan Bencana
singgah akhir di zona aman bencana bagi Jenis ancaman yang terdapat di kawasan prioritas adalah gempa bumi sesar, banjir dan banjir bandang, gerakan tanah/
Rumusan substansi pengurangan risiko bencana pada pengungsi karena tidak memungkinkan longsor, likuifaksi dan tsunami. Kawasan rawan bencana gempa bumi, dibagi menjadi dua yaitu kawasan rawan bencana
muatan rencana pola ruang, diwujudkan melalui: untuk kembali ke hunian masing-masing. gempa bumi berdasarkan garis sesar dan gempa bumi berdasarkan PGA. Untuk kawasan rawan bencana gempa bumi
1. Penetapan kawasan lindung rawan bencana; Lokasi TEA dipastikan harus berada diluar berdasarkan garis sesar dijadikan kawasan lindung dengan lebar kiri kanan 30 meter, dan dilarang untuk semua
Kawasan lindung rawan bencana yang dimaksud wilayah rawan bencana. TEA biasanya lebih kegiatan budidaya. Sedangkan untuk kawasan rawan gempa bumi berdasarkan PGA dengan skala tinggi tidak termasuk
adalah kawasan rawan bencana yang mempunyai luas untuk menampung pengungsi dalam dalam kawasan lindung, kawasan ini masuk dalam kawasan pertampalan dengan kawasan budidaya dan diatur dengan
tingkat kerawanan dan probabilitas ancaman bahaya jumlah yang lebih banyak dan memiliki ketat pengaturan ruang di dalamnya.
atau dampak akibat bencana paling tinggi sehingga fasilitas lebih baik dari TES. TEA harus dapat
perlu ditetapkan menjadi kawasan lindung. Kawasan digunakan untuk semua jenis ancaman Kawasan lindung yang merupakan implikasi dari PRB likuifaksi adalah Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan. Kawasan
lindung rawan bencana prinsipnya overlay zone tidak bencana. yang terkena dampak likuifaksi adalah Balaroa dan Petobo. Kawasan yang terkena dampak bencana likuifaksi ini
diperbolehkan untuk hunian diarahkan menjadi ruang terbuka hijau perkotaan, dan dilarang untuk kegiatan budidaya. Permukiman masyarakat yang
b. Hunian Sementara (Huntara) terkena dampak akan di relokasi ke tempat yang lebih aman. Syarat dan proses relokasi akan diatur oleh pemerintah
2. Penetapan kawasan budidaya; Hunian sementara merupakan tempat yang kemudian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Penetapan kawasan budidaya yang dimaksud adalah ditetapkan sebagai tempat bermukim sementara
arahan pengembangan peruntukan ruang dengan (tempat pengungsian) masyarakat/ warga atau Tabel 8.17 Arahan Kriteria Zona Lindung di Kawasan Prioritas Kota Palu
fungsi budidaya pada kawasan rawan bencana yang tempat menunggu sampai tahap rekonstruksi
tidak mempunyai fungsi lindung dan masih dapat dan rehabilitasi selesai. Kriteria dalam No Jenis Ancaman Bencana Zona Lindung Kode
dibudidayakan dengan kriteria tertentu dengan membangun hunian sementara yang sesuai
yaitu Jumlah Pengungsi; Kemampuan Lahan; 1 Gempa Bumi sesar sempadan patahan aktif; lebar sempadan patahan aktif 30 SPA*
tetap memberi peluang bagi masyarakat dalam meter kiri kanan
memanfaatkan kawasan tersebut untuk kegiatan Ketersediaan Infrastruktur di Lahan yang akan
budidaya yang sesuai ketentuan. Dibangun Hunian; Bentuk Lokasi; Aksesibilitas; 2 Likuifaksi Ruang Terbuka Hijau (RTH Perkotaan) RTH
Sistem Hunian Sementara (temporary shelters) 3 Tsunami Sempadan Pantai SP
3. Penetapan alokasi ruang evakuasi, hunian sementara dibagi kedalam 3 subsistem yaitu: perumahan 4 Banjir Sempadan sungai SS
(huntara), dan lokasi permukiman kembali (relokasi) sementara, elemen sosial sementara, fasilitas/
Sumber : Hasil Rencana, 2018
a. Ruang Evakuasi Bencana sarana prasarana pendukung pelayanan
*) : kodifikasi untuk sempadan patahan aktif belum ada nomenklaturnya dalam Permen ATR No 16 Tahun 2018, untuk sementara
Penetapan alokasi ruang evakuasi, hunian sementara
menggunakan SPA
sementara (huntara), dan lokasi permukiman
kembali (relokasi) yang dimaksud adalah upaya Kriteria penyediaan hunian sementara harus
mengurangi risiko bencana, khusus dari segi memenuhi faktor faktor di bawah ini :
B. Penetapan Kawasan Budidaya
peningkatan komponen kapasitas. Berdasarkan - berada pada zona aman bencana dan dalam
Seperti yang tercantum dalam buku draft pedoman penataan ruang berbasiskan mitigasi bencana alam bahwa
kegunaan dan jenis bencana yang dihadapi, zona yang diperuntukkan bagi permukiman,
penetapan kawasan budidaya dimaksudkan sebagai arahan pengembangan peruntukan ruang dengan fungsi budidaya
ruang evakuasi dalam hal ini juga terdiri dari 2 - memenuhi standar pelayanan minimal dan
pada kawasan rawan bencana yang tidak mempunyai fungsi lindung dan masih dapat dibudidayakan dengan kriteria
jenis, yaitu: kenyamanan bagi pengungsi,
tertentu dengan tetap memberi peluang bagi masyarakat dalam memanfaatkan kawasan tersebut untuk kegiatan
- TES (Tempat Evakuasi Sementara) ini - memenuhi kebutuhan dukungan mental bagi
budidaya yang sesuai ketentuan. Dasar yang dijadikan sebagai kawasan budidaya yang dimaksud adalah peta multi
merupakan tempat singgah sementara yang pengungsi,
rawan bencana yang sudah disepakati.
dapat dijangkau oleh pengungsi dengan cepat - memenuhi standar dari berbagai fungsi
untuk menyelamatkan diri dari ancaman fasilitas/ruang yang diperlukan,
bencana. Lokasi TES terletak di kawasan - pengelolaan ruang berdasarkan fungsi
rawan bencana. TES berfungsi ruang evakuasi sebelum direncanakan (preplanned
bencana berfungsi sebagai ruang yang functions),
diperuntukkan untuk menampung penduduk - mempertimbangkan faktor lokal dan
yang sedang menghindari ancaman bencana. lingkungan,
Sebagai ruang penyelamatan diri (escape - mempertimbangkan ruang yang jika
builiding) dan titik kumpul (meeting point) memungkinkan bersifat multifungsi,
untuk mempermudah proses evakuasi ke - menciptakan kecenderungan untuk kembali
Tempat Evakuasi Akhir (TEA) ke hunian permanen, dan
- mempertimbangkan prinsip pembangunan
berkelanjutan.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
254 255
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
I-A-1 32,796.33 603,644.96 605,698.29 70,124.88 1,312,264.46 3.28 60.36 60.57 7.01 131.23
Badan Jalan Lokal 1,772.52 15,237.83 22,353.56 12,903.49 52,267.40 0.18 1.52 2.24 1.29 5.23
Perdagangan dan Jasa (Deret) 859.84 66,287.99 3,223.90 70,371.74 0.09 6.63 0.32 7.04
Perdagangan dan Jasa (Kopel) 27,656.60 140,004.74 89,598.05 257,259.39 2.77 14.00 8.96 25.73
Rumah Kepadatan Rendah 12,070.55 2,845.44 14,916.00 1.21 0.28 1.49
Rumah Kepadatan Sedang 0.45 138,821.04 88,676.86 227,498.35 0.00 13.88 8.87 22.75
Rumah Kepadatan Tinggi 143,522.93 328,340.84 471,863.77 14.35 32.83 47.19
Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan) 2,432.52 61,119.53 5,985.39 69,537.44 0.24 6.11 0.60 6.95
Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan) 2,630.48 3,416.77 6,047.25 0.26 0.34 0.60
Sarana Pelayanan Umum (Sosial Budaya) 330.14 24,727.69 25,057.83 0.03 2.47 2.51
I-A-2 767,600.73 531,027.16 287,171.68 10,703.74 1,596,503.31 76.76 53.10 28.72 1.07 159.65
Badan Jalan Lain 17,781.54 11,504.68 4,813.41 6,532.77 40,632.40 1.78 1.15 0.48 0.65 4.06
Badan Jalan Lokal 15,381.49 20,753.33 5,581.33 4,170.97 45,887.13 1.54 2.08 0.56 0.42 4.59
Perdagangan dan Jasa (Deret) 1,882.48 208,407.54 10,407.41 220,697.43 0.19 20.84 1.04 22.07
Perdagangan dan Jasa (Kopel) 73,357.81 80,177.36 66,316.79 219,851.96 7.34 8.02 6.63 21.99
Rumah Kepadatan Sedang 613,025.54 165,097.13 115,650.27 893,772.95 61.30 16.51 11.57 89.38
Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan) 39,683.16 20,515.16 6,133.03 66,331.35 3.97 2.05 0.61 6.63
I-B 100,038.11 1,281,977.26 1,849,152.37 14,064.20 3,245,231.94 10.00 128.20 184.92 1.41 324.52
I-B-1 72,530.51 604,772.09 688,657.59 12,439.37 1,378,399.56 7.25 60.48 68.87 1.24 137.84
Badan Jalan Lain 327.95 8,166.87 25,367.08 3,504.46 37,366.36 0.03 0.82 2.54 0.35 3.74
Badan Jalan Lokal 3,339.15 4,597.87 25,965.05 8,934.92 42,836.99 0.33 0.46 2.60 0.89 4.28
Perdagangan dan Jasa (Deret) 44,878.44 16,046.50 191,419.62 252,344.55 4.49 1.60 19.14 25.23
Perdagangan dan Jasa (Kopel) 92,886.90 61,268.28 154,155.18 9.29 6.13 15.42
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
256 257
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
Rumah Kepadatan Sedang 23,271.35 349,841.27 184,378.09 557,490.71 2.33 34.98 18.44 55.75
Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan) 713.62 344.06 987.09 2,044.77 0.07 0.03 0.10 0.20
Sarana Pelayanan Umum (Tempat Olahraga) 56,803.94 695.88 57,499.82 5.68 0.07 5.75
I-B-2 27,507.60 480,033.40 764,556.05 1,624.83 1,273,721.88 2.75 48.00 76.46 0.16 127.37
Badan Jalan Lain 29.81 4,464.51 3,727.15 8,221.47 0.00 0.45 0.37 0.82
Badan Jalan Lokal 2,277.81 16,356.73 30,103.11 1,624.83 50,362.48 0.23 1.64 3.01 0.16 5.04
Perdagangan dan Jasa (Deret) 126,622.20 452,053.63 578,675.83 12.66 45.21 57.87
Perdagangan dan Jasa (Kopel) 511.23 8,036.41 14,860.37 23,408.02 0.05 0.80 1.49 2.34
Ruang Terbuka Non Hijau 64,178.10 34,259.24 98,437.34 6.42 3.43 9.84
Rumah Kepadatan Tinggi 20,778.34 243,827.18 60,714.11 325,319.63 2.08 24.38 6.07 32.53
Sarana Pelayanan Umum (Kesehatan) 1,358.12 56,021.78 57,379.90 0.14 5.60 5.74
Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan) 3,910.41 6,217.27 26,597.54 36,725.21 0.39 0.62 2.66 3.67
Perdagangan dan Jasa (Deret) 145,065.51 173,274.47 318,339.97 14.51 17.33 31.83
Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan) 8,598.77 2,491.20 11,089.98 0.86 0.25 1.11
I-C 2,495,330.57 1,811,684.64 2,861,978.47 9,806.19 7,178,799.87 249.53 181.17 286.20 0.98 717.88
I-C-1 1,095,821.24 230,823.24 303,729.07 824.39 1,631,197.94 109.58 23.08 30.37 0.08 163.12
Badan Jalan Lain 36,871.48 6,151.78 3,955.74 824.39 47,803.39 3.69 0.62 0.40 0.08 4.78
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
258 259
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
Kawasan Khusus (Pertahanan dan Kea- 32,559.90 8,685.38 2,486.53 43,731.81 3.26 0.87 0.25 4.37
manan)
Perdagangan dan Jasa (Kopel) 74,146.88 601.81 13,386.88 88,135.57 7.41 0.06 1.34 8.81
Rumah Kepadatan Rendah 240,439.37 8,362.96 39,910.49 288,712.82 24.04 0.84 3.99 28.87
Rumah Kepadatan Sedang 544,784.34 198,019.37 237,343.61 980,147.33 54.48 19.80 23.73 98.01
I-C-2 214,574.16 739,179.52 2,138,193.93 8,981.79 3,100,929.40 21.46 73.92 213.82 0.90 310.09
Badan Jalan Lain 4,136.72 10,713.14 14,286.10 8,981.79 38,117.76 0.41 1.07 1.43 0.90 3.81
Perdagangan dan Jasa (Kopel) 48,116.38 86,083.61 29,409.52 163,609.51 4.81 8.61 2.94 16.36
Rumah Kepadatan Sedang 9,008.38 93,834.04 52,120.08 154,962.49 0.90 9.38 5.21 15.50
Badan Jalan Lain 49,960.41 29,864.97 15,599.12 95,424.50 5.00 2.99 1.56 9.54
Badan Jalan Lokal 6,326.07 3,437.74 3,129.88 12,893.69 0.63 0.34 0.31 1.29
Perdagangan dan Jasa (Kopel) 281,998.03 78,530.27 10,771.62 371,299.93 28.20 7.85 1.08 37.13
Rumah Kepadatan Rendah 401,408.86 252,973.50 229,652.33 884,034.69 40.14 25.30 22.97 88.40
Rumah Kepadatan Sedang 445,241.80 476,875.40 160,902.51 1,083,019.72 44.52 47.69 16.09 108.30
I-D 2,550,770.15 4,725,829.90 4,628,249.38 8,073.92 11,912,923.35 255.08 472.58 462.82 0.81 1,191.29
Badan Jalan Lain 3,009.46 7,110.82 755.21 10,875.49 0.30 0.71 0.08 1.09
Badan Jalan Arteri 186.00 6,217.60 7,282.36 13,685.96 0.02 0.62 0.73 1.37
Badan Jalan Lain 523.18 11,351.88 10,479.94 22,355.01 0.05 1.14 1.05 2.24
Perdagangan dan Jasa (Kopel) 7,062.83 414,907.04 117,968.80 539,938.67 0.71 41.49 11.80 53.99
Rumah Kepadatan Rendah 17,379.59 520,390.46 247,838.35 785,608.41 1.74 52.04 24.78 78.56
I-D-3 399,207.90 1,913,415.42 1,894,703.26 366.35 4,207,692.92 39.92 191.34 189.47 0.04 420.77
Badan Jalan Lain 1,226.69 1,123.95 6,197.80 366.35 8,914.79 0.12 0.11 0.62 0.04 0.89
I-D-4 937,928.86 556,506.14 309,789.93 3,330.65 1,807,555.57 93.79 55.65 30.98 0.33 180.76
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
260 261
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
Badan Jalan Lain 12,420.24 6,298.00 6,453.74 750.79 25,922.78 1.24 0.63 0.65 0.08 2.59
Perdagangan dan Jasa (Kopel) 256,674.76 265,219.78 148,060.89 669,955.42 25.67 26.52 14.81 67.00
Rumah Kepadatan Rendah 664,988.38 263,520.22 148,280.51 1,076,789.11 66.50 26.35 14.83 107.68
Badan Jalan Lain 209.57 2,175.01 1,436.02 3,820.60 0.02 0.22 0.14 0.38
I-D-6 1,188,481.79 514,540.86 790,091.57 2,185.69 2,495,299.92 118.85 51.45 79.01 0.22 249.53
Badan Jalan Arteri 913.78 766.55 7,453.17 868.68 10,002.18 0.09 0.08 0.75 0.09 1.00
Badan Jalan Lain 11,982.13 5,623.82 7,175.94 1,317.01 26,098.90 1.20 0.56 0.72 0.13 2.61
Perdagangan dan Jasa (Kopel) 87,561.51 37,275.87 22,800.30 147,637.68 8.76 3.73 2.28 14.76
Perdagangan dan Jasa (Tunggal) 55,513.33 17,678.11 73,191.44 5.55 1.77 7.32
Rumah Kepadatan Rendah 921,353.73 450,582.80 693,434.91 2,065,371.44 92.14 45.06 69.34 206.54
Rumah Kepadatan Sedang 96,224.77 2,531.45 55,423.94 154,180.16 9.62 0.25 5.54 15.42
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
262 263
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
264 265
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
II-A 1,628,699.34 4,503,056.97 7,547,532.18 44,241.11 13,723,529.59 162.87 450.31 754.75 4.42 1,372.35
II-A-1 324,533.01 532,479.42 992,218.26 1,033.52 1,850,264.22 32.45 53.25 99.22 0.10 185.03
Badan Jalan Lain 1,033.60 1,068.06 1,793.13 1,033.52 4,928.31 0.10 0.11 0.18 0.10 0.49
Badan Jalan Lokal 1,737.71 255.72 114.21 2,107.64 0.17 0.03 0.01 0.21
Perdagangan dan Jasa (Deret) 78,467.50 116,365.70 194,833.20 7.85 11.64 19.48
Perdagangan dan Jasa (Kopel) 4,886.91 1,376.08 6,262.99 0.49 0.14 0.63
Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan) 744.40 29,365.72 30,110.12 0.07 2.94 3.01
Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan) 3,863.50 471.46 4,334.96 0.39 0.05 0.43
Perdagangan dan Jasa (Deret) 84,652.73 169,497.95 254,150.69 8.47 16.95 25.42
II-A-12 179,567.56 332,923.23 435,155.37 5,188.28 952,834.44 17.96 33.29 43.52 0.52 95.28
Badan Jalan Kolektor 1,125.58 1,894.14 2,588.21 319.53 5,927.45 0.11 0.19 0.26 0.03 0.59
Badan Jalan Lain 4,591.69 4,853.11 8,880.14 2,523.55 20,848.49 0.46 0.49 0.89 0.25 2.08
Badan Jalan Lokal 3,804.72 5,034.62 2,345.20 11,184.54 0.38 0.50 0.23 1.12
Perdagangan dan Jasa (Deret) 33,265.34 57,373.95 47,923.73 138,563.02 3.33 5.74 4.79 13.86
Rumah Kepadatan Sedang 140,584.96 264,997.31 370,728.67 776,310.93 14.06 26.50 37.07 77.63
Badan Jalan Kolektor 112.94 3,899.75 304.53 4,317.21 0.01 0.39 0.03 0.43
Badan Jalan Lokal 58.51 10,260.92 1,853.93 12,173.35 0.01 1.03 0.19 1.22
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
266 267
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
BWP Luas (m2) Total Luas m2 Luas (ha) Total Luas (ha)
Sub BWP KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Blok
Pola Ruang
Rumah Kepadatan Sedang 383,150.94 383,150.94 38.32 38.32
Badan Jalan Lain 6,566.92 9,334.04 475.34 16,376.31 0.66 0.93 0.05 1.64
Badan Jalan Lokal 1,219.54 951.76 2,372.23 4,543.54 0.12 0.10 0.24 0.45
Perdagangan dan Jasa (Kopel) 133,328.25 159,637.40 292,965.64 13.33 15.96 29.30
Rumah Kepadatan Rendah 132,921.57 117,600.81 2,157.13 252,679.51 13.29 11.76 0.22 25.27
II-A-3 298,315.07 529,166.45 670,443.81 1,453.95 1,499,379.29 29.83 52.92 67.04 0.15 149.94
Badan Jalan Lain 3,083.74 8,718.58 7,307.10 1,453.95 20,563.38 0.31 0.87 0.73 0.15 2.06
Badan Jalan Lokal 3,257.68 4,377.18 4,133.82 11,768.68 0.33 0.44 0.41 1.18
Perdagangan dan Jasa (Kopel) 87,259.06 29,297.89 116,556.95 8.73 2.93 11.66
Rumah Kepadatan Rendah 198,505.61 432,816.88 632,496.49 1,263,818.98 19.85 43.28 63.25 126.38
Sarana Pelayanan Umum (Tempat Olahraga) 6,208.97 53,873.80 24,785.28 84,868.06 0.62 5.39 2.48 8.49
II-A-4 64,669.52 225,975.75 1,172,876.20 8,575.03 1,472,096.50 6.47 22.60 117.29 0.86 147.21
Badan Jalan Lain 1,508.49 3,031.37 42,936.12 7,951.65 55,427.64 0.15 0.30 4.29 0.80 5.54
Badan Jalan Lokal 357.65 4,963.51 9,459.83 14,781.00 0.04 0.50 0.95 1.48
Rumah Kepadatan Sedang 62,803.37 215,329.58 643,736.16 921,869.11 6.28 21.53 64.37 92.19
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
268 269
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
BWP Luas (m2) Total Luas m2 Luas (ha) Total Luas (ha)
Sub BWP KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Blok
Pola Ruang
Sarana Pelayanan Umum (Kesehatan) 1,978.11 1,978.11 0.20 0.20
Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan) 3,505.87 3,505.87 0.35 0.35
II-A-5 103.57 222,819.43 548,557.69 23,392.43 794,873.12 0.01 22.28 54.86 2.34 79.49
Badan Jalan Kolektor 1,847.10 2,856.76 398.87 5,102.74 0.18 0.29 0.04 0.51
Badan Jalan Lain 7,604.62 22,066.93 22,993.56 52,665.11 0.76 2.21 2.30 5.27
Rumah Kepadatan Sedang 103.57 197,389.13 419,713.97 617,206.67 0.01 19.74 41.97 61.72
II-A-6 399,957.28 511,465.74 71,192.40 834.34 983,449.75 40.00 51.15 7.12 0.08 98.34
Badan Jalan Kolektor 315.25 5,279.34 2,551.75 725.11 8,871.45 0.03 0.53 0.26 0.07 0.89
Badan Jalan Lain 28,497.00 27,294.81 2,799.57 109.23 58,700.62 2.85 2.73 0.28 0.01 5.87
Badan Jalan Lokal 4,724.85 4,885.51 826.14 10,436.49 0.47 0.49 0.08 1.04
Perdagangan dan Jasa (Deret) 16,672.15 100,840.90 17,723.83 135,236.88 1.67 10.08 1.77 13.52
Rumah Kepadatan Tinggi 349,720.57 371,120.76 47,291.11 768,132.44 34.97 37.11 4.73 76.81
Sarana Pelayanan Umum (Kesehatan) 27.45 2,044.42 2,071.87 0.00 0.20 0.21
Badan Jalan Lain 25.55 6,874.61 4,310.81 11,210.97 0.00 0.69 0.43 1.12
Perdagangan dan Jasa (Deret) 10,990.09 6,967.24 17,957.33 1.10 0.70 1.80
Rumah Kepadatan Rendah 387.10 13,558.54 55,331.74 69,277.39 0.04 1.36 5.53 6.93
Rumah Kepadatan Tinggi 1,743.14 102,324.90 23,673.52 127,741.56 0.17 10.23 2.37 12.77
II-A-8 2,729.94 535,855.85 399,825.77 938,411.55 0.27 53.59 39.98 93.84
Badan Jalan Kolektor 298.21 3,942.09 1,827.87 6,068.16 0.03 0.39 0.18 0.61
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
270 271
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
BWP Luas (m2) Total Luas m2 Luas (ha) Total Luas (ha)
Sub BWP KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Blok
Pola Ruang
Rumah Kepadatan Sedang 136,792.60 170,452.55 307,245.15 13.68 17.05 30.72
Badan Jalan Kolektor 1,111.58 1,924.11 1,579.22 4,614.91 0.11 0.19 0.16 0.46
Badan Jalan Lain 44.35 10,609.47 9,698.94 20,352.75 0.00 1.06 0.97 2.04
Badan Jalan Lokal 547.97 8,128.72 11,637.50 20,314.19 0.05 0.81 1.16 2.03
Perdagangan dan Jasa (Deret) 13,203.57 122,378.61 63,123.87 198,706.05 1.32 12.24 6.31 19.87
Rumah Kepadatan Sedang 9,632.92 429,016.67 633,866.52 1,072,516.11 0.96 42.90 63.39 107.25
Kawasan Khusus (Pertahanan dan Kea- 96,007.61 4,233.22 100,240.83 9.60 0.42 10.02
manan)
Perdagangan dan Jasa (Deret) 14,717.59 12,343.32 27,060.91 1.47 1.23 2.71
Badan Jalan Lain 0.69 12,152.35 8,352.78 20,505.82 0.00 1.22 0.84 2.05
Perdagangan dan Jasa (Deret) 79,276.43 2,873.22 82,149.65 7.93 0.29 .21
Rumah Kepadatan Sedang 37.12 232,163.39 157,291.26 389,491.78 0.00 23.22 15.73 38.95
Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan) 33,587.67 1,810.17 35,397.84 3.36 0.18 3.54
Badan Jalan Lain 0.76 41,880.17 36.92 41,917.86 0.00 4.19 0.00 4.19
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
272 273
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
BWP Luas (m2) Total Luas m2 Luas (ha) Total Luas (ha)
Sub BWP KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Blok
Pola Ruang
Kawasan Khusus (Pertahanan dan Kea- 8,453.19 8,453.19 0.85 0.85
manan)
Perdagangan dan Jasa (Deret) 137,071.29 4,535.74 141,607.04 13.71 0.45 14.16
Perdagangan dan Jasa (Deret) 131,064.24 20,479.55 151,543.78 13.11 2.05 15.15
Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan) 18,197.20 4,599.93 22,797.13 1.82 0.46 2.28
Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan) 1,702.95 2,372.57 4,075.52 0.17 0.24 0.41
Sarana Pelayanan Umum (Sosial Budaya) 2,958.96 2,306.21 5,265.17 0.30 0.23 0.53
II-C 192,460.13 6,895,994.58 6,076,324.23 10,630.64 13,175,409.57 19.25 689.60 607.63 1.06 1,317.54
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
274 275
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
BWP Luas (m2) Total Luas m2 Luas (ha) Total Luas (ha)
Sub BWP KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Blok
Pola Ruang
II-C-1 889,694.89 817,949.49 1,707,644.38 88.97 81.79 170.76
Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan) 104.13 4,563.79 4,667.92 0.01 0.46 0.47
Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan) 2,561.39 9,671.56 12,232.95 0.26 0.97 1.22
Perdagangan dan Jasa (Deret) 45,370.98 11,392.25 56,763.23 4.54 1.14 5.68
Sarana Pelayanan Umum (Kesehatan) 123,490.59 62,010.97 185,501.56 12.35 6.20 18.55
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
276 277
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
BWP Luas (m2) Total Luas m2 Luas (ha) Total Luas (ha)
Sub BWP KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Blok
Pola Ruang
Badan Jalan Lokal 1,126.28 1,126.28 0.11 0.11
Sarana Pelayanan Umum (Transportasi) 3,688,950.64 1,535,562.53 5,224,513.17 368.90 153.56 522.45
II-C-6 73,605.27 618,219.06 7,478.71 1,194,771.45 7.36 49.55 61.82 0.75 119.48
495,468.41
Badan Jalan Kolektor 686.56 639.39 1,982.82 600.03 3,908.79 0.07 0.06 0.20 0.06 0.39
Badan Jalan Lain 4,118.66 5,833.33 6,878.68 16,830.68 0.41 0.58 0.69 1.68
Rumah Kepadatan Sedang 72,918.71 276,978.83 192,618.30 542,515.83 7.29 27.70 19.26 54.25
II-C-7 118,854.86 477,929.94 1,033,468.01 976.48 1,631,229.29 11.89 47.79 103.35 0.10 163.12
Badan Jalan Kolektor 686.99 1,485.03 2,646.19 307.42 5,125.63 0.07 0.15 0.26 0.03 0.51
Badan Jalan Lain 478.48 2,562.95 1,439.10 299.06 4,779.60 0.05 0.26 0.14 0.03 0.48
Badan Jalan Lokal 868.45 435.24 370.00 1,673.68 0.09 0.04 0.04 0.17
Rumah Kepadatan Sedang 117,689.39 471,614.86 1,028,947.49 1,618,251.74 11.77 47.16 102.89 161.83
Badan Jalan Kolektor 332.42 2,466.17 292.74 3,091.33 0.03 0.25 0.03 0.31
Badan Jalan Lain 527.24 1,293.84 668.06 2,489.14 0.05 0.13 0.07 0.25
Badan Jalan Lokal 1,883.82 6,259.33 1,214.66 9,357.81 0.19 0.63 0.12 0.94
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
278 279
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
280 281
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
Badan Jalan Lain 20,346.62 20,324.92 3,385.71 44,057.25 2.03 2.03 0.34 4.41
Badan Jalan Lokal 26,204.28 23,394.14 2,327.38 51,925.79 2.62 2.34 0.23 5.19
Kawasan Khusus (Pertahanan dan Kea- 117,645.17 33.62 117,678.79 11.76 0.00 11.77
manan)
Perdagangan dan Jasa (Deret) 55,339.97 50,699.90 106,039.87 5.53 5.07 10.60
Perdagangan dan Jasa (Kopel) 92,692.71 74,776.62 167,469.33 9.27 7.48 16.75
Perdagangan dan Jasa (Tunggal) 92,839.37 20,095.13 112,934.50 9.28 2.01 11.29
Kawasan Khusus (Pertahanan dan Kea- 5,045.08 9,027.85 14,072.93 0.50 0.90 1.41
manan)
Perdagangan dan Jasa (Deret) 130,980.85 65,434.75 196,415.60 13.10 6.54 19.64
Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan) 23,351.72 1,467.87 24,819.59 2.34 0.15 2.48
Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan) 19,713.02 11,596.10 31,309.12 1.97 1.16 3.13
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
282 283
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
BWP Luas (m2) Total Luas m2 Luas (ha) Total Luas (ha)
Sub BWP KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Blok
Pola Ruang
Badan Jalan Lain 97,279.36 22,958.91 120,238.27 9.73 2.30 12.02
Perdagangan dan Jasa (Deret) 469,354.72 108,502.62 577,857.34 46.94 10.85 57.79
Perdagangan dan Jasa (Tunggal) 66,811.47 10,075.93 76,887.40 6.68 1.01 7.69
Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan) 189,040.30 9,306.89 198,347.19 18.90 0.93 19.83
Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan) 25,971.75 13,570.25 39,542.00 2.60 1.36 3.95
Sarana Pelayanan Umum (Sosial Budaya) 4,659.11 2,791.71 7,450.82 0.47 0.28 0.75
Badan Jalan Arteri 634.51 1,741.64 2,632.84 5,008.99 0.06 0.17 0.26 0.50
Badan Jalan Kolektor 2,059.26 10,348.29 830.81 13,238.36 0.21 1.03 0.08 1.32
Badan Jalan Lain 18,050.73 51,934.20 6,631.05 76,615.97 1.81 5.19 0.66 7.66
Perdagangan dan Jasa (Kopel) 1,605.40 3,959.31 5,564.70 0.16 0.40 0.56
Perdagangan dan Jasa (Tunggal) 21,023.69 112,880.99 133,904.68 2.10 11.29 13.39
Ruang Terbuka Non Hijau 98,883.91 32,892.07 131,775.98 9.89 3.29 13.18
III-A-5 107,868.66 447,581.44 952,868.59 16,593.04 1,524,911.73 10.79 44.76 95.29 1.66 152.49
Badan Jalan Arteri 3,599.41 7,947.51 2,386.12 13,933.04 0.36 0.79 0.24 1.39
Badan Jalan Kolektor 3,437.63 3,903.13 3,722.40 4,519.88 15,583.04 0.34 0.39 0.37 0.45 1.56
Badan Jalan Lain 1,360.54 11,746.88 29,086.91 9,687.04 51,881.37 0.14 1.17 2.91 0.97 5.19
Perdagangan dan Jasa (Deret) 5,611.63 54,614.63 189,766.89 249,993.15 0.56 5.46 18.98 25.00
Perdagangan dan Jasa (Tunggal) 53,799.59 9,172.30 105,324.13 168,296.02 5.38 0.92 10.53 16.83
Rumah Kepadatan Sedang 5,032.33 33,775.33 174,584.80 213,392.46 0.50 3.38 17.46 21.34
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
284 285
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
BWP Luas (m2) Total Luas m2 Luas (ha) Total Luas (ha)
Sub BWP KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Blok
Pola Ruang
Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan) 5,795.96 150,009.73 145,959.20 301,764.88 0.58 15.00 14.60 30.18
Sarana Pelayanan Umum (Sosial Budaya) 30,184.10 5,457.27 35,641.38 3.02 0.55 3.56
Sarana Pelayanan Umum (Tempat Olahraga) 32,830.98 123,474.74 146,341.95 302,647.67 3.28 12.35 14.63 30.26
III-B 1,774,725.36 4,597,158.45 4,247,976.83 52,151.56 10,672,012.21 177.47 459.72 424.80 5.22 1,067.20
III-B-1 1,171,717.49 1,081,133.03 527,598.15 9,357.99 2,789,806.65 117.17 108.11 52.76 0.94 278.98
Badan Jalan Kolektor 3,555.91 4,555.33 2,772.77 4,462.11 15,346.12 0.36 0.46 0.28 0.45 1.53
Badan Jalan Lain 23,655.44 29,120.11 5,496.41 4,895.89 63,167.84 2.37 2.91 0.55 0.49 6.32
Perdagangan dan Jasa (Deret) 542,534.80 338,000.31 63,606.64 944,141.75 54.25 33.80 6.36 94.41
Perdagangan dan Jasa (Tunggal) 134,859.96 47,891.48 182,751.44 13.49 4.79 18.28
Rumah Kepadatan Rendah 235,874.61 290,033.40 208,550.90 734,458.91 23.59 29.00 20.86 73.45
Rumah Kepadatan Sedang 305,303.20 151,432.54 199,279.94 656,015.69 30.53 15.14 19.93 65.60
Sarana Pelayanan Umum (Tempat Olahraga) 42,724.52 76,378.40 119,102.92 4.27 7.64 11.91
III-B-2 603,007.87 1,787,646.13 2,401,245.64 26,975.68 4,818,875.32 60.30 178.76 240.12 2.70 481.89
Badan Jalan Kolektor 1,802.17 6,938.19 829.04 9,569.40 0.18 0.69 0.08 0.96
Badan Jalan Lain 20,697.84 47,907.46 52,060.83 24,074.69 144,740.81 2.07 4.79 5.21 2.41 14.47
Badan Jalan Lokal 11,476.55 6,036.66 2,071.96 19,585.17 1.15 0.60 0.21 1.96
Cadangan Permukiman 412,094.62 260,936.82 514,962.02 1,187,993.46 41.21 26.09 51.50 118.80
Rumah Kepadatan Sangat Rendah 42,005.57 27,337.80 69,343.38 4.20 2.73 6.93
Rumah Kepadatan Sedang 134,441.85 701,501.15 753,782.13 1,589,725.13 13.44 70.15 75.38 158.97
Rumah Kepadatan Tinggi 35,773.57 586,030.34 536,539.82 1,158,343.72 3.58 58.60 53.65 115.83
Sarana Pelayanan Umum (Kesehatan) 183.33 502.05 685.39 0.02 0.05 0.07
Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan) 4,354.73 629.36 4,984.09 0.44 0.06 0.50
Sarana Pelayanan Umum (Sosial Budaya) 380.28 1,777.56 2,157.85 0.04 0.18 0.22
Badan Jalan Kolektor 19,298.10 9,663.55 1,596.51 30,558.16 1.93 0.97 0.16 3.06
Badan Jalan Lain 42,609.26 27,470.65 12,379.04 82,458.95 4.26 2.75 1.24 8.25
Badan Jalan Lokal 20,330.43 10,342.55 1,842.35 32,515.33 2.03 1.03 0.18 3.25
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
286 287
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
BWP Luas (m2) Total Luas m2 Luas (ha) Total Luas (ha)
Sub BWP KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Blok
Pola Ruang
Perdagangan dan Jasa (Deret) 72,611.82 48,028.20 120,640.02 7.26 4.80 12.06
Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan) 8,001.22 4,744.73 12,745.95 0.80 0.47 1.27
Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan) 956.16 1,106.72 2,062.88 0.10 0.11 0.21
Sarana Pelayanan Umum (Transportasi) 101,465.14 204,900.45 306,365.60 10.15 20.49 30.64
III-C 7,302,794.48 3,457,473.00 4,536,583.20 25,309.58 15,322,160.26 730.28 345.75 453.66 2.53 1,532.22
III-C-1 3,791,636.94 811,633.26 949,318.62 2,321.53 5,554,910.35 379.16 81.16 94.93 0.23 555.49
Badan Jalan Lain 28,052.09 6,023.76 3,065.18 2,321.53 39,462.56 2.81 0.60 0.31 0.23 3.95
Cadangan Permukiman 451,872.40 422,614.74 420,348.85 1,294,835.99 45.19 42.26 42.03 129.48
III-C-2 2,096,975.73 1,141,378.95 2,079,345.30 22,515.69 5,340,215.66 209.70 114.14 207.93 2.25 534.02
Badan Jalan Kolektor 2,197.51 4,426.42 1,591.16 8,215.09 0.22 0.44 0.16 0.82
Badan Jalan Lain 360.22 5,103.54 11,000.69 13,824.97 30,289.42 0.04 0.51 1.10 1.38 3.03
Badan Jalan Lokal 685.27 5,633.43 5,413.74 7,099.55 18,832.00 0.07 0.56 0.54 0.71 1.88
Cadangan Permukiman 1,053,883.73 352,727.28 486,389.28 1,893,000.29 105.39 35.27 48.64 189.30
Perdagangan dan Jasa (Tunggal) 22,444.96 41.31 22,486.28 2.24 0.00 2.25
Rumah Kepadatan Rendah 14,327.34 102,331.51 632,111.23 748,770.08 1.43 10.23 63.21 74.88
Rumah Kepadatan Sedang 536,540.37 644,548.56 921,570.87 2,102,659.80 53.65 64.45 92.16 210.27
Rumah Kepadatan Tinggi 406,471.99 19,722.62 9,579.82 435,774.43 40.65 1.97 0.96 43.58
Sarana Pelayanan Umum (Penddkn) 8,476.89 8,811.93 17,288.82 0.85 0.88 1.73
Sarana Pelayanan Umum(Peibdtn) 637.61 637.61 0.06 0.06
III-C-3 1,414,181.82 1,504,162.66 1,507,346.39 42.11 4,425,732.97 141.42 150.42 150.73 0.00 442.57
Badan Jalan Lain 924.45 596.30 309.89 1,830.64 0.09 0.06 0.03 0.18
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
288 289
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
BWP Luas (m2) Total Luas m2 Luas (ha) Total Luas (ha)
Sub BWP KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Blok
Pola Ruang
Badan Jalan Lokal 6,201.71 5,471.75 8,959.15 42.11 20,674.71 0.62 0.55 0.90 0.00 2.07
Cadangan Permukiman 18,211.10 18,563.37 100,488.95 137,263.42 1.82 1.86 10.05 13.73
Rumah Kepadatan Sedang 62,939.22 173,200.70 150,607.05 386,746.97 6.29 17.32 15.06 38.67
Sarana Pelayanan Umum (Penddkn) 3,981.08 3,981.08 0.40 0.40
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) 152,214.49 115,929.39 16,908.53 285,052.41 15.22 11.59 1.69 28.51
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
290 291
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
Salah satu fungsi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) adalah sebagai acuan bagi pemerintah dalam menyusun dan
melaksanakan program tahunan dalam jangka waktu 20 tahun sesuai dengan masa berlaku perencanaan. Indikasi
program pembangunan tersebut merupakan penjabaran kebijakan dan rencana pengendalian tata ruang yang telah
ditetapkan kedalam program-program pembangunan. Dalam kurun waktu tersebut diharapkan seluruh rencana yang
telah disusun dapat dilaksanakan sehingga tujuan penataan/pengendalian ruang di Kawasan perencanaan dapat
dicapai pada akhir tahun perencanaan.
Indikasi program adalah bagian yang memuat rincian tahapan dan program-program pembangunan yang akan
ditetapkan di wilayah perencanaan berkenaan dengan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Pelaksanaan
program pembangunan ditentukan sesuai dengan prioritas pembangunan yang berkaitan dengan pengurangan risiko
bencana dalam kurun waktu yang telah ditetapkan, baik dari pembangunan mitigasi secara struktural maupun non
struktural. Adapun kriteria yang digunakan menentukan prioritas pembangunan pengurangan risiko bencana adalah
sebagai berikut:
· Berdasarkan tingkat kepentingan/kebutuhan yang mendesak untuk segera dilakukan dalam tahap rekonstruksi
dan rehabilitasi;
· Memperhatikan pengurangan risiko bencana pada kawasan kawasan yang mempunyai kerentanan terhadap
bencana tinggi;
· Memperhatikan jumlah kerugian yang ditimbulkan dari dampak bencana yang terjadi;
· Memperhatikan kebutuhan tempat tinggal baru sebagai tempat relokasi dari kawasan yang terkena dampak
bencana cukup parah;
· Mempertimbangkan partisipasi dan aspirasi masyarakat serta keterkaitan pengusaha swasta/investor untuk
pengembangan kegiatan tanpa bantuan atau dengan bantuan.
· Mempertimbangkan aspek efisiensi dan efektivitas pembangunan.
Untuk masing-masing tahapan pembangunan disusun indikasi programnya dengan komponen program sebagai
berikut:
· Realisasi rencana pengendalian kawasan lindung
· Pembangunan fasilitas yang mendukung terbentuknya struktur pelayanan
· Pembangunan dan peningkatan jalur evakuasi bencana
· Pembangunan ruang ruang evakuasi beserta pembangunan fasilitas pendukungnya
Pertimbangan-pertimbangan dalam penentuan program yang akan dilaksanakan pada setiap tahapan tersebut adalah
sebagai berikut:
· Program yang diprioritaskan adalah program yang dapat mengurangi dampak buruk dari bencana yang ada
diantaranya melalui mitigasi struktural;
· Program selanjutnya yang harus dilakukan adalah program mitigasi non struktural sebagai upaya dalam
meningkatkan kapasitas kawasan dalam menghadapi bencana yang ada.
Pelaksanaan pembangunan pengurangan risiko bencana akan menjadi lebih terarah bila rencana pembangunan
ditunjang oleh dasar hukum yang kuat. Dalam implementasi pelaksanaan program-program pembangunan dapat
dilakukan oleh:
· Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kepentingan dan skala pelayanannya;
· Pemerintah Daerah bekerjasama dengan pihak swasta dan masyarakat;
· Investasi swasta murni;
· Swadaya/swadana/swakelola masyarakat.
Tabel 8.21 Program Mitigasi Struktural Berdasarkan Jenis Bencana No Jenis Bencana Mitigasi Non Struktural
No Jenis Bencana Mitigasi Struktural 2. Gempa Bumi Sesar Penurunan Bahaya : Belum ada teknologi peredam bencana gempa
1. Gempa Bumi PGA Penurunan Bahaya (Belum ada teknologi peredam gempa) Penurunan Vulnerability : Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Penurunan Vulnerability : Peningkatan Kapasitas :
a. Penerapan Building Code a. Edukasi masyarakaat
b. Penguatan struktur berdasarkan bulding code dan nilai PGA dimana bangunan akan di diri- b. Kelurahan tangguh bencana
kan. ( contoh : penggunaan rangka baja rigid untuk bangunan bertingkat ) c. Peningkatan kapasitas pemerintah dalam manajemen penanggulangan bencana (arahan ke
c. Pembangunan rumah tahan Gempa (Rumah instan sederhana sehat /risha dan rumah bera- masyarakat)
sitektur lokal souraja ) d. Pemasukan kurikulum PRB ke tingkat sekolah mulai dari Sekolah Dasar hingga ke jenjang
perguruan tinggi.
Peningkatan Kapasitas :
e. Penyebarluasan/sosialisasi Informasi Kebencanaan ke seluruh lapisan masyarakat
a. bangunan vital, strategis dan mengundang konsentrasi banyak orang, seperti sekolah, pasar,
f. Penyusunan Rencana Kontinjensi Bencana Gempa
perkantoran wajib dibangun dengan mengikuti kaidah-kaidah bangunan tahan gempa bumi
dan memiliki TES (tempat Evakuasi Sementara) dan Jalur evakuasi 3 Tsunami Penurunan Bahaya : -
b. TEA – tempat bertahan setelah pasca bencana area tempat pengungsian. Dilengkapi Shelter
tempat tinggal, fasilitas logistik dan jaringan air bersih, sarana sanitasi, jaringan listrik dan Penurunan Vulnerability : Pengendalian Pemanfaatan Ruang, penetapan aturan sempadan
sarana medis. pantai
2. Gempa Bumi Sesar Penurunan Bahaya : Belum ada teknologi peredam bencana gempa Peningkatan Kapasitas :
a. Pencerdasan masyarakat
Penurunan Vulnerability : b. Pemetaan rawan bencana tsunami
a. Relokasi masyarakat yang berada pada zona lindung sempadan patahan aktif c. Sosilisasi rute dan arah evakuasi.
b. Penerapan Building Code d. Melakukan simulasi dan pelatihan dalam menghadapi bencana tsunami secara berkala ke
semua masyarakat yang berada dalam zona rawan bencana
Peningkatan Kapasitas :
e. Pemasukan kurikulum PRB ke tingkat sekolah mulai dari Sekolah Dasar ke jenjang perguru-
a. Jalur Evakuasi
an tinggi
b. Ruang Evakuasi (TES - TEA)
f. Penyebarluasan/sosialisasi Informasi Kebencanaan
3 Tsunami Penurunan Bahaya : Belum ada teknologi peredam bencana tsunami g. Penyusunan Rencana Kontinjensi Bencana Tsunami
Penurunan Vulnerability : 4. Likuifaksi Penurunan Bahaya : -
a. Breakwater – bangunan penahan dan pemecah ombak
Penurunan Vulnerability : -
b. Penanaman vegetasi di area sempadan pantai seperti cemara laut, pandan laut, pohon
kelapa Peningkatan Kapasitas :
c. Menaikkan bangunan (rumah) jadi 2 tingkat di kategori kawasan tsunami skala sedang dan a. Pemasukan kurikulum PRB ke tingkat sekolah mulai dari Sekolah Dasar.
rendah b. Penyebarluasan/sosialisasi Informasi Kebencanaan.
c. Penyusunan Rencana Kontinjensi Bencana Likuifaksi
Peningkatan Kapasitas :
a. EWS – Early Warning Sistem Sumber : Hasil Rencana, 2018
b. Rambu dan jalur evakuasi tsunami
c. Pembangunan TES (Escape Building, Escape Hills) yang memakai kaidah kaidah bangunan
tahan gempa. TES dapat juga dimanfaatkan sebagai fungsi lainnya seperti sekolah ataupun
community center
4. Likuifaksi
d. Pengelolaan ekosistem pesisir
Penurunan Bahaya : Belum ada teknologi peredam bencana
8.3 Peraturan Zonasi
Penurunan Vulnerability :
a. Kawasan Tinggi : Relokasi.
b. Kawasan Likuifaksi di jadikan kawasan RTH Peraturan Zonasi disusun untuk setiap zona peruntukan c. acuan dalam pemberian insentif dan disinsentif;
c. Kawasaan sedang : adaptasi ( struktur di perkuat) baik zona budidaya maupun zona lindung dengan d. acuan dalam pengenaan sanksi; dan
Peningkatan Kapasitas : - memperhatikan esensi fungsinya yang ditetapkan e. rujukan teknis dalam pengembangan atau
Sumber : Hasil Rencana, 2018 dalam rencana rinci tata ruang dan bersifat mengikat/ pemanfaatan lahan dan penetapan lokasi investasi.
regulatory. Dalam sistem regulatory, seluruh kawasan
perkotaan terbagi habis ke dalam zona peruntukan ruang Peraturan zonasi bermanfaat untuk:
Tabel 8.22 Program Mitigasi Non Struktural Berdasarkan Jenis Bencana yang tergambarkan dalam peta rencana pola ruang. Pada a. menjamin dan menjaga kualitas ruang BWP minimal
No Jenis Bencana Mitigasi Non Struktural setiap zona peruntukan akan berlaku satu aturan dasar yang ditetapkan;
tertentu yang mengatur perpetakan, kegiatan, intensitas b. menjaga kualitas dan karakteristik zona dengan
1. Gempa Bumi PGA Penurunan Bahaya (Belum ada teknologi peredam gempa)
ruang dan tata bangunan. Peraturan zonasi merupakan meminimalkan
Penurunan Vulnerability : Pengendalian Pemanfaatan Ruang ketentuan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari c. penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan
Peningkatan Kapasitas : RDTR Peraturan zonasi dan berfungsi sebagai: karakteristik zona; dan
a. Memasukan kurikulum PRB ke tingkat sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai ke jenjang a. perangkat operasional pengendalian pemanfaatan d. meminimalkan gangguan atau dampak negatif
perguruan tinggi.
b. Penyebarluasan/sosialisasi Informasi Kebencanaan ke seluruh lapisan masyarakat
ruang; terhadap zona.
c. Penyusunan Rencana Kontinjensi Bencana Gempa b. acuan dalam pemberian izin pemanfaatan ruang,
termasuk di dalamnya air right development dan
pemanfaatan ruang di bawah tanah;
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
294 295
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
Peraturan zonasi memuat aturan dasar dan teknik tertentu yang diusulkan; antara kawasan lindung dan kawasan budi daya dalam suatu wilayah, kelestarian lingkungan (perlindungan dan
pengaturan zonasi. Aturan dasar merupakan persyaratan 2) pembatasan luas, baik dalam bentuk pembatasan pengawasan terhadap pemanfaatan air, udara, dan ruang bawah tanah), perbedaan sifat kegiatan bersangkutan
pemanfaatan ruang meliputi, ketentuan kegiatan dan luas maksimum suatu kegiatan di dalam subzona terhadap fungsi zona terkait, definisi zona, kualitas lokal minimum, toleransi terhadap tingkat gangguan dan
penggunaan lahan, ketentuan intensitas pemanfaatan maupun di dalam persil, dengan tujuan untuk dampak terhadap peruntukan yang ditetapkan (misalnya penurunan estetika lingkungan, penurunan kapasitas
ruang, ketentuan tata bangunan, ketentuan prasarana dan tidak mengurangi dominansi pemanfaatan ruang jalan/lalu-lintas, kebisingan, polusi limbah, dan restriksi sosial), serta kesesuaian dengan kebijakan lainnya yang
sarana minimal, ketentuan khusus, dan standar teknis, di sekitarnya; dan dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
dan/atau ketentuan pelaksanaan. Teknik pengaturan 3) pembatasan jumlah pemanfaatan, jika
zonasi adalah ketentuan lain dari zonasi konvensional pemanfaatan yang diusulkan telah ada mampu 2) Pertimbangan Khusus Pertimbangan khusus berlaku untuk masing-masing karakteristik guna lahan, kegiatan atau
yang dikembangkan untuk memberikan fleksibilitas melayani kebutuhan, dan belum memerlukan komponen yang akan dibangun. Pertimbangan khusus dapat disusun berdasarkan rujukan mengenai ketentuan
dalam penerapan aturan zonasi dan ditujukan untuk tambahan, maka pemanfaatan tersebut tidak atau standar yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang, rujukan mengenai ketentuan dalam peraturan bangunan
mengatasi berbagai permasalahan dalam penerapan boleh diizinkan atau diizinkan terbatas dengan setempat, dan rujukan mengenai ketentuan khusus bagi unsur bangunan atau komponen yang dikembangkan.
peraturan zonasi dasar, mempertimbangkan kondisi pertimbangan-pertimbangan khusus. Selain itu perlu dipertimbangkan kondisi yang harus dipenuhi agar kegiatan dapat berlangsung pada zona terkait
kontekstual kawasan dan arah penataan ruang. Teknik yang antara lain meliputi:
pengaturan zonasi dapat berupa: - Klasifikasi B = pemanfaatan bersyarat tertentu a. prosedur administrasi yang harus diikuti;
a. transfer development right; Pemanfaatan bersyarat tertentu bermakna bahwa b. kajian kelayakan lingkungan yang harus dipenuhi;
b. bonus zoning; dan untuk mendapatkan izin atas suatu kegiatan c. prasarana dan/atau sarana tambahan yang harus diadakan untuk menunjang jegiatan tersebut;
c. conditional uses. atau penggunaan lahan diperlukan persyaratan- d. pembatasan yang harus diberlakukan, terkait: luas fisik pemanfaatan ruang; kaian dengan kegiatan lain di
persyaratan tertentu yang dapat berupa persyaratan sekitarnya; jumlah tenaga kerja; waktu operasional; masa usaha; arahan lokasi spesifik; jumlah kegiatan serupa;
umum dan persyaratan khusus, dapat dipenuhi dalam pengembangan usaha kegiatan lebih lanjut; dan penggunaan utilitas untuk kegiatan tersebut harus terukur
bentuk inovasi atau rekayasa teknologi. Persyaratan dan tidak menimbulkan gangguan pada zona tersebut.
8.3.1 Aturan Dasar (Materi Wajib) dimaksud diperlukan mengingat pemanfaatan e. persyaratan terkait estetika lingkungan; dan
ruang tersebut memiliki dampak yang besar bagi f. persyaratan lain yag perlu ditambahkan.
Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan
lingkungan sekitarnya. Contoh persyaratan umum
Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan adalah
antara lain: TABEL 8.23 Ketentuan Kegiatan Dan Penggunaan Lahan (Matriks ITBX) - RDTR PZ BWP Kawasan Perkotaan Palu
ketentuan yang berisi kegiatan dan penggunaan lahan
1) dokumen AMDAL; NO ZONA KEGIATAN ZONA LINDUNG
yang diperbolehkan, kegiatan dan penggunaan lahan
2) dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)
yang bersyarat secara terbatas, kegiatan dan penggunaan HUTAN ZONA PERLINDUNGAN ZONA RAWAN BENCANA ZONA RTH
dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL);
lahan yang bersyarat tertentu, dan kegiatan dan LINDUNG SETEMPAT
3) dokumen Analisis Dampak Lalu-lintas (ANDALIN);
penggunaan lahan yang tidak diperbolehkan pada zona Rawan
dan
lindung maupun zona budidaya. Ketentuan kegiatan dan Sempadan Sempadan Sempadan Gerakan
4) pengenaan disinsentif misalnya biaya dampak SUBZONA
Pantai Sungai Patahan Aktif Tanah/
Taman Kota
penggunaan lahan dirumuskan berdasarkan ketentuan
pembangunan (development impact fee). Longsor
maupun standar yang terkait dengan pemanfaatan ruang,
KEGIATAN HL SP SS SPA GT RTH - 2
ketentuan dalam peraturan bangunan setempat, dan
Contoh persyaratan khusus misalnya diwajibkan
ketentuan khusus bagi unsur bangunan atau komponen 1 Perumahan
menyediakan tempat parkir, menambah luas RTH,
yang dikembangkan. Ketentuan teknis zonasi terdiri atas : 2 Rumah Tunggal X X X X X X
dan memperlebar pedestrian.
- Klasifikasi I = pemanfaatan diperbolehkan/diizinkan
3 Rumah Kopel X X X X X X
: Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk
- Klasifikasi X = pemanfaatan yang tidak diperbolehkan 4 Rumah Deret X X X X X X
dalam klasifikasi I memiliki sifat sesuai dengan
Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk
peruntukan ruang yang direncanakan. Pemerintah 5 Townhouse X X X X X X
dalam klasifikasi X memiliki sifat tidak sesuai
kabupaten/kota tidak dapat melakukan peninjauan 6 Rusun Rendah (maks X X X X X X
dengan peruntukan lahan yang direncanakan dan 4 lantai)
atau pembahasan atau tindakan lain terhadap
dapat menimbulkan dampak yang cukup besar bagi
kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk 7 Rusun Sedang (5-8 X X X X X X
lingkungan di sekitarnya. Kegiatan dan penggunaan lantai)
dalam klasifikasi I.
lahan yang termasuk dalam klasifikasi X tidak boleh
8 Asrama X X X X X X
diizinkan pada zona yang bersangkutan.
- Klasifikasi T = pemanfaatan bersyarat secara 9 Rumah Kost X X X X X X
terbatas. Pemanfaatan bersyarat secara terbatas
Penentuan I, T, B dan X untuk kegiatan dan penggunaan 10 Panti jompo X X X X X X
bermakna bahwa kegiatan dan penggunaan lahan
lahan pada suatu zonasi didasarkan pada : 11 Panti asuhan dan X X X X X X
dibatasi dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Pertimbangan Umum Pertimbangan umum berlaku Yatim Piatu
1) pembatasan pengoperasian, baik dalam bentuk
untuk semua jenis penggunaan lahan, antara lain 12 Rumah Villa X X X X X X
pembatasan waktu beroperasinya suatu kegiatan
kesesuaian dengan arahan pemanfaatan ruang 13 Rumah Dinas X X X X X X
di dalam subzona maupun pembatasan jangka
dalam RTRW kabupaten/kota, keseimbangan
waktu pemanfaatan lahan untuk kegiatan 14 Pusat Rehabilitasi X X X X X X
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
296 297
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
HUTAN ZONA PERLINDUNGAN ZONA RAWAN BENCANA ZONA RTH HUTAN ZONA PERLINDUNGAN ZONA RAWAN BENCANA ZONA RTH
LINDUNG SETEMPAT LINDUNG SETEMPAT
Rawan Rawan
Sempadan Sempadan Sempadan Gerakan Sempadan Sempadan Sempadan Gerakan
SUBZONA Taman Kota SUBZONA Taman Kota
Pantai Sungai Patahan Aktif Tanah/ Pantai Sungai Patahan Aktif Tanah/
Longsor Longsor
KEGIATAN HL SP SS SPA GT RTH - 2 KEGIATAN HL SP SS SPA GT RTH - 2
Perdagangan dan 30 Pemasaran Properti X X X X X X
Jasa
31 Biro Perjalanan Wisata X X X X X X
1 Warung X X X X X X
32 Warnet dan Game X X X X X X
2 Toko X X X X X X Center
3 Pertokoan X X X X X X 33 Penginapan Hotel X X X X X X
4 Pasar Tradisional X X X X X X 34 Penginapan losmen / X X X X X X
guest house
5 Pasar Lingkungan X X X X X X
35 Penginapan X X X X X X
6 Penyaluran Grosir X X X X X X
“Homestay”
7 Pusat Perbelanjaan/ X X X X X X
36 Pangkas Rambut/ X X X X X X
Mall/Plaza
Salon
8 Hypermarket X X X X X X
37 Laundry X X X X X X
9 Minimarket X X X X X X
38 Tukang Jahit X X X X X X
10 Toserba X X X X X X
39 Penitipan Hewan X X X X X X
11 Supermarket X X X X X X
40 Penitipan Anak X X X X X X
12 Ruko X X X X X X
41 Pencucian Kendaraan X X X X X X
13 Rukan X X X X X X Bermotor
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
298 299
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
HUTAN ZONA PERLINDUNGAN ZONA RAWAN BENCANA ZONA RTH HUTAN ZONA PERLINDUNGAN ZONA RAWAN BENCANA ZONA RTH
LINDUNG SETEMPAT LINDUNG SETEMPAT
Rawan Rawan
Sempadan Sempadan Sempadan Gerakan Sempadan Sempadan Sempadan Gerakan
SUBZONA Taman Kota SUBZONA Taman Kota
Pantai Sungai Patahan Aktif Tanah/ Pantai Sungai Patahan Aktif Tanah/
Longsor Longsor
KEGIATAN HL SP SS SPA GT RTH - 2 KEGIATAN HL SP SS SPA GT RTH - 2
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
300 301
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
HUTAN ZONA PERLINDUNGAN ZONA RAWAN BENCANA ZONA RTH HUTAN ZONA PERLINDUNGAN ZONA RAWAN BENCANA ZONA RTH
LINDUNG SETEMPAT LINDUNG SETEMPAT
Rawan Rawan
Sempadan Sempadan Sempadan Gerakan Sempadan Sempadan Sempadan Gerakan
SUBZONA Taman Kota SUBZONA Taman Kota
Pantai Sungai Patahan Aktif Tanah/ Pantai Sungai Patahan Aktif Tanah/
Longsor Longsor
KEGIATAN HL SP SS SPA GT RTH - 2 KEGIATAN HL SP SS SPA GT RTH - 2
9 Tempat bermain X X T,B T,B X I 3 Rumah Kaca T,B T,B T,B T,B T,B T,B
lingkungan (Greenhouse)
10 Taman X I I X X I 4 Pembibitan I I I I I I
16 Bioskop X X X X X X Perikanan
17 Teater X X X X X X 1 Kolam X X X X X X
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
302 303
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
HUTAN ZONA PERLINDUNGAN ZONA RAWAN BENCANA ZONA RTH HUTAN ZONA PERLINDUNGAN ZONA RAWAN BENCANA ZONA RTH
LINDUNG SETEMPAT LINDUNG SETEMPAT
Rawan Rawan
Sempadan Sempadan Sempadan Gerakan Sempadan Sempadan Sempadan Gerakan
SUBZONA Taman Kota SUBZONA Taman Kota
Pantai Sungai Patahan Aktif Tanah/ Pantai Sungai Patahan Aktif Tanah/
Longsor Longsor
KEGIATAN HL SP SS SPA GT RTH - 2 KEGIATAN HL SP SS SPA GT RTH - 2
Persampahan 4 Iklan/Reklame X X X X X X
di Halaman
1 TPS+3R/ITF(Tempat X X X X X X
Berkonstruksi
Pengolahan Antara)
5 Iklan/Reklame X X X X X X
2 TPA X X X X X X
Menempel Bangunan
3 Daur ulang/ X X X X X X
6 Iklan/Reklame Diatas X X X X X X
Penimbunan barang
Bangunan
rongsokan/
Utilitas Lainnya
4 Pembongkaran X X X X X X
kendaraan bermotor 1 Pengambilan Air X X X X X X
Bersih Sumber Air
Energi
Permukaan
1 Pembangkit Listrik X X X X X X
2 Pengambilan Air X X X X X X
2 Pusat transmisi / X X X X X X Bersih Sumber Air
Gardu Induk Bawah Tanah
3 Stasiun Radio/TV X X X X X X
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
304 305
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
8.3.2 Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang Tabel 8.25 Ketentuan Tata Masa Bangunan
seluruh lantai bangunan gedung dan luas persil/kavling. KLB minimum dan maksimum ditetapkan dengan Patahan Aktif RB-1 ½ RMJ 4 4 5
mempertimbangkan harga lahan, ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana, dampak atau kebutuhan terhadap 4 Rawan bencana alam
Gerakan tanah RB-3 ½ RMJ 4 4 5
prasarana tambahan, serta ekonomi, sosial dan pembiayaan.
3) Koefisien Dasar Hijau Minimal Sumber : Hasil rencana, 2018
KDH adalah angka prosentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung
yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dengan luas persil/kavling. KDH minimal digunakan B. Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
untuk mewujudkan RTH dan diberlakukan secara umum pada suatu zona. KDH minimal ditetapkan dengan Ketentuan prasarana dan sarana pendukung minimal mengatur jenis prasarana dan sarana pendukung minimal apa
mempertimbangkan tingkat pengisian atau peresapan air dan kapasitas drainase. saja yang harus ada pada setiap zona peruntukan. Jenis prasarana dan sarana minimal ditentukan berdasarkan sifat
dan tuntutan kegiatan utama pada zona peruntukannya. Sedangkan volume atau kapasitasnya ditentukan berdasarkan
Tabel 8.24 Intensitas Pemanfaatan Ruang pada perkiraan jumlah orang yang menghuni zona peruntukan tersebut.
Kode Sub
No Zona Sub Zona KDB maks KLB maks KDH min Tabel 8.26 Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal di Sistem Perkotaan Kota Palu
Zona
1 Hutan lindung HL 0% 0,02 90% No Zona Sub Zona Kode Sub Zona Prasarana dan Sarana Minimum
Sempadan Pantai SP 0% 0,02 90% 1 Hutan lindung HL gardu pandang, Ruang Evakuasi
2 Perlindungan Setempat
Sempadan Sungai SS 0% 0,02 90% 2 Perlindungan Sempadan Pantai SP tanggul pantai, bangunan bertingkat yang sudah ada
Setempat wajib menyediakan jalur dan ruang evakuasi vertikal
3 Ruang Terbuka Hijau Taman Kota RTH-2 5-10% 0,2 90% dengan struktur bangunan yang mampu menahan gaya
4 Rawan bencana alam Sempadan Patahan Aktif SPA 2% 0,2 90% tsunami dan goncangan gempa, Early Warning Sistem
Gerakan Tanah GT 20 % 0,2 90% Sempadan Sungai SS Tanggul pada daerah rawan banjir.
3 Ruang Terbuka Hijau Taman Kota RTH-1 Kursi taman, Sirkulasi pejalan kaki menggunakan
Sumber : Hasil rencana, 2018
perkerasan yang ramah lingkungan, Lampu taman,
Ruang Evakuasi, monumen peringatan bencana
4 Rawan bencana Sempadan Patahan SPA Rambu informasi kawasan ruang sempadan aktif
A. Ketentuan Tata Bangunan alam Aktif
Ketentuan tata bangunan adalah ketentuan yang mengatur bentuk, besaran, peletakan, dan tampilan bangunan pada
Gerakan tanah RB-2 Penerapan sistem drainase lereng
suatu zona untuk menjaga keselamatan dan keamanan bangunan. Komponen ketentuan tata bangunan minimal terdiri
atas: Jaringan air bersih
1) Ketinggian bangunan (TB) maksimum Ketinggian bangunan adalah tinggi maksimum bangunan gedung yang Jaringan sewerage
diizinkan pada lokasi tertentu dan diukur dari jarak maksimum puncak atap bangunan terhadap (permukaan) tanah Jaringan Listrik
yang dinyatakan dalam satuan meter. Sistem Pembuangan Sampah
2) Garis sempadan bangunan (GSB) minimum GSB adalah jarak minimum antara garis pagar terhadap dinding
Jaringan Telekomunikasi
bangunan terdepan. GSB ditetapkan dengan mempertimbangkan keselamatan, resiko kebakaran, kesehatan,
kenyamanan, dan estetika. Dinding Penahan Tanah
3) Jarak bebas antar bangunan minimal yang harus memenuhi ketentuan tentang jarak bebas yang ditentukan oleh Sumber : Hasil Rencana, 2018
jenis peruntukan dan ketinggian bangunan.
4) Jarak bebas samping (JBS) dan jarak bebas belakang (JBB) , JBB adalah jarak minimum antara garis batas petak
belakang terhadap dinding bangunan terbelakang. Jarak Bebas Samping (JBS) merupakan jarak minimum antara C. Ketentuan Khusus
batas petak samping terhadap dinding bangunan terdekat. Ketentuan khusus adalah ketentuan yang mengatur pemanfaatan zona yang memiliki fungsi khusus dan diberlakukan
ketentuan khusus sesuai dengan karakteristik zona dan kegiatannya. Selain itu, ketentuan pada zona-zona yang
digambarkan di peta khusus yang memiliki pertampalan (overlay) dengan zona lainnya dapat pula dijelaskan disini.
Ketentuan khusus merupakan aturan tambahan yang ditampalkan (overlay) di atas aturan dasar karena adanya hal-hal
khusus yang memerlukan aturan tersendiri karena belum diatur di dalam aturan dasar.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
306 307
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
Kawasan Rawan Gempa PGA rendah Permukiman Konstruksi bangunan beton Fasilitas penunjang semua Vegetasi yang mendukung
Bencana (KRB - 1) (G -1) bertulang maupun tidak kawasan budidaya yang konsep kelestarian lingkungan
bertulang dan konstruksi dikembangkan
bangunan tahan gempa
Gempa PGA sedang o Kepadatan bangunan
(G-2)
• Tinggi (>60 unit/Ha)
• Sedang (30-60 Unit/Ha)
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
308 309
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
ZONA RAWAN JENIS TIPOLOGI ZONA INTENSITAS PEMANFAATAN KONSTRUKSI REKAYASA SARANA/PRASARANA JENIS KEGIATAN YANG TIDAK
VEGETASI PERSYARATAN PERIZINAN
BENCANA KERAWANAN KERAWANAN RUANG TEKNIS MINIMAL DIPERBOLEHKAN
Banjir / banjir Daerah Pesisir Permukiman Mendirikan bangunan Membangun sistem drainase Menanam vegetasi yang
bandang rendah Pantai (A1) perumahan dengan konstruksi dengan sistem polder (tanggul berfungsi menahan pasang
panggung, batas minimal 200 keliling, reservoir dan sistem surut air laut (nipah, kelapa,
Kepadatan nyata antara 250-
meter dari batas titik pasang pompa/pintu) mangrove)
750 jiwa/ha
air laut.
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
310 311
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
ZONA RAWAN JENIS TIPOLOGI ZONA INTENSITAS PEMANFAATAN KONSTRUKSI REKAYASA SARANA/PRASARANA JENIS KEGIATAN YANG TIDAK
VEGETASI PERSYARATAN PERIZINAN
BENCANA KERAWANAN KERAWANAN RUANG TEKNIS MINIMAL DIPERBOLEHKAN
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
312 313
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
ZONA RAWAN JENIS TIPOLOGI ZONA INTENSITAS PEMANFAATAN KONSTRUKSI REKAYASA SARANA/PRASARANA JENIS KEGIATAN YANG TIDAK
VEGETASI PERSYARATAN PERIZINAN
BENCANA KERAWANAN KERAWANAN RUANG TEKNIS MINIMAL DIPERBOLEHKAN
Rawan tsunami Lebar RTH sempadan pantai Bangunan di atas elevasi Tanaman yang hidup di
rendah minimal 100 m dari batas genangan tsunami dengan wilayah pesisir antara lain
air pasang tertinggi ke arah tiang atau punggung yang seperti mangrove, cemara
darat. Luas area yang ditanami diperkuat (*) laut, ketapang, waru laut, dan
tanaman (ruang hijau) seluas butun;
90%-100%; Blok perumahan
Vegetasi diutamakan vegetasi
dan fasilitas umum dengan
setempat yang sudah teruji
kepadatan rendah (5-20%)
ketahanan dan kesesuaiannya
terhadap kondisi pantai
banjir dan banjir Permukiman Memperhatikan konstruksi Membangun sistem drainase Menanam vegetasi berupa
bandang sedang bangunan yang disesuaikan yang dapat menampung air tanaman tahunan dataran
Pengendalian dengan dengan kondisi fisik lahan, hujan dan air limbah rumah rendah dan tanaman semusim
menggunakan standar dilengkapi dengan sumur tangga; ataupun dengan yang mampu meresapkan air
perumahan terutama untuk resapan dan tanggul dengan menggunakan sistem polder dan memiliki nilai estetika
hunian padat elevasi 60 cm lebih tinggi dari dan waduk, serta saluran
MAB pengelak
Perkotaan: KDB 30-50%
Penyediaan infrastruktur
yang memadai sesuai
dengan kepadatan penduduk
menggunakan konstruksi
yang sesuai dengan rona
lingkungan menggunakan
konstruksi yang sesuai dengan
rona lingkungan
Industri
Pengendalian dengan Memperhatikan konstruksi Penyediaan sarana dan Menanam vegetasi yang
menggunakan standar bangunan yang disesuaikan prasarana pengelolaan limbah, mampu mengikat air,
kebutuhan kegiatan industri dengan kondisi fisik lahan, sebelum dibuang ke sistem mengurangi kebisingan,
dalam ruang dan fasilitas dilengkapi introduksi teknologi drainase mereduksi polusi udara
penunjangnya dalam penyerapan air dan
area penyangga (buffer zone),
Untuk kawasan kritis, kawasan Membangun sistem drainase
pengambilan air untuk industri
dikembangkan dengan sistem yang dapat menampung air
dari air tanah dalam.
polder, waduk, dan saluran hujan dan limbah industri
pengelak
Menyediakan fasilitas
infrastruktur yang menunjang
kegiatan industri
Perdagangan
Pengendalian dengan Memperhatikan konstruksi Membangun sistem drainase Menanam vegetasi yang
menggunakan standar bangunan yang disesuaikan yang dapat menampung air mampu mengikat air
kebutuhan kegiatan industri dengan kondisi fisik lahan, hujan dan air limbah aktivitas
dalam ruang dan fasilitas dilengkapi dengan sumur manusia/perdaga ngan
penunjangnya resapan
Untuk kawasan kritis, kawasan Menyediakan fasilitas
dikembangkan dengan sistem infrastruktur yang menunjang
polder, waduk, dan saluran aliran barang dan orang
pengelak
Likuifaksi sedang Permukiman
- Kepadatan sedang
- KDB 50 %
Perdagangan
- skala lingkungan
Indusri
skala rumah tangga
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
314 315
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
ZONA RAWAN JENIS TIPOLOGI ZONA INTENSITAS PEMANFAATAN KONSTRUKSI REKAYASA SARANA/PRASARANA JENIS KEGIATAN YANG TIDAK
VEGETASI PERSYARATAN PERIZINAN
BENCANA KERAWANAN KERAWANAN RUANG TEKNIS MINIMAL DIPERBOLEHKAN
Tanah Longsor a. Diprioritaskan untuk fungsi Rekayasa teknis untuk Jaringan air bersih, jaringan Vegetasi yang mendukung Dilengkapi antara lain:
rendah lindung. Bila terpaksa harus kegiatan peternakan, drainase konsep kelestarian lingkungan dokumen AMDAl, laporan hasil
dibangun, diarahkan pada pertambangan, dan penyelidikan geologi teknik/
kawasan budi daya terbatas transportasi analisa kestabilan lereng,
rencana perkuatan lereng,
sistem drainase, rencana
pejalan kaki mengikuti kontur.
b. Tidak layak untuk industri Rekayasa teknis/rumah Untuk kegiatan pertambangan
panggung pemilihan tipe ditambah dengan upaya
bangunan rendah hingga reklamasi lereng dan rencana
sedang untuk krgiatan revitalisasi kawasan
permukiman
c. Kawasan budidaya dizinkan
secara terbatas dan bersyarat
antara lain:
• Kegiatan perternakan
dengan syarat: rekayasa teknis
dan menjaga kelestarian
lingkungan
Kegiatan pertambangan
dengan syarat; rekayasa
teknis menjaga kelestarian
lingkungan pengendalian
kegiatan tambang sesuai
dengan peraturan yang ada
kegiatan permukiman dengan
syarat:rekayasa teknis/rumah
panggung, pemilihan tipe
bangunan rendah hingga
sedang, menjaga kelestarian
lingkungan
Transportasi dengan syarat:
rekayasa teknis mengikuti pola
kontur
d. Untuk kawasan yang tidak
konsisten dalam pemanfaatan
dikembalikan pada kondisi dan
fungsi semula secara bertahap
KAWASAN Sesar aktif sedang
RAWAN BENCANA
(KRB-3)
Tsunami sedang Lebar RTH sempadan pantai Bangunan di atas elevasi Bangunan bertingkat Tanaman yang hidup di Perizinan bangunan Sarana dan prasarana vital
minimal 100 m dari batas genangan tsunami dengan menyediakan jalur dan ruang wilayah pesisir antara lain melalui rekomendasi teknik seperti Rumah Sakit, Kantor
air pasang tertinggi kea rah tiang atau panggung yang evaluasi vertikal seperti mangrove, cemara dari tenaga ahli yang Pemerintahan, Kantor Polisi ,
darat. Luas area yang ditanami diperkuat (*) laut, ketapang, waru laut, dan berpengalaman dalam bidang instalasi listrik/gas dll;
tanaman (ruang hijau) seluas butun; teknik
90%-100%
Bangunan baru yang dideasain Membangun hutan, parit, Vegetasi diutamakan vegetasi Fasilitas berbahaya yang
untuk dapat berfungsi sebagai lereng dan berm yang setempat yang sudah teruji memuat bahan beracun Keras
ruang evakuasi vertikal harus didesain secara khusus dapat ketahanan dan kesesuaiannya dan kronik (Menahun), bahan
memiliki struktur yang mampu memperlambat dan menahan terhadap kondisi pantai peledakan atau kimiawi yang
menahan gaya tsunami dan debris akibat gelombang mudah
goncangan gempa;
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
316 317
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
ZONA RAWAN JENIS TIPOLOGI ZONA INTENSITAS PEMANFAATAN KONSTRUKSI REKAYASA SARANA/PRASARANA JENIS KEGIATAN YANG TIDAK
VEGETASI PERSYARATAN PERIZINAN
BENCANA KERAWANAN KERAWANAN RUANG TEKNIS MINIMAL DIPERBOLEHKAN
Sumber : draft Pedoman Penataan Ruang Berbasiskan Mitigasi bencana Alam dan analisis konsultan , 2018
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
318 319
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB
D. Ketentuan Insentif dan Disinsentif sewa ruang, dan urun saham telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat
UU No. 26 Tahun 2007 Pasal 35 mengamanatkan · pembangunan serta pengadaan infrastruktur diberikan penggantian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
pemberian insentif dan disinsentif oleh Pemerintah Pusat · pemberian keluwesan dalam batasan dan
dan Pemerintah Daerah, dimana : perhitungan KDB, KLB, dan ketinggian bangunan Ketentuan tambahan mengenai pengaturan zona /subzona di Kawasan Perkotaan Palu adalah sebagai berikut :
· Perangkat Insentif adalah: merupakan perangkat · pemberian penghargaan kepada masyarakat, 1. Ketentuan Tambahan di Zona Perlindungan Setempat (SP, SS)
atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap swasta dan/atau pemerintah daerah. a. Tidak boleh menebang pohon di tepi sungai dan pesisir pantai;
pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana b. Kegiatan diarahkan untuk mendukung pemulihan dan peningkatan fungsi lindung, atau kegiatan lain seperti
tata ruang. - Disinsentif ekowisata, wanawisata, atau sejenis yang tidak mengganggu fungsi lindung kawasan;
· Perangkat disinsentif didefinisikan sebagai perangkat Penetapan disinsentif didasarkan atas pertimbangan: c. Larangan melakukan kegiatan-kegiatan yang berdampak perusakan dan pencemaran lingkungan yang
untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau · pembangunan dan pemanfaatan ruang perlu mengakibatkan terganggunya ekosistem dan fungsi lindung kawasan;
mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan dibatasi dan dikendalikan untuk menjaga d. Larangan kegiatan yang merusak kualitas air, kondisi fisik tepi sungai, mata air, serta mengganggu aliran air;
rencana tata ruang. kesesuaian dengan fungsi ruang yang ditetapkan e. pengecualian untuk kegiatan yang mendukung fungsi kawasan, kepentingan khusus atau strategis negara,
dalam rencana tata ruang; sarana dan prasarana vital pemerintah, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang
Kriteria penetapan insentif dan disinsentif didasarkan · pemanfaatan ruang/guna lahan yang sesuai kawasan lindung atau kawasan konservasi atau kehutanan yang diperbolehkan;
pertimbangan sebagai berikut: dengan zona serta ketentuannya yang ditetapkan
· mekanisme insentif dan disinsentif mengandung oleh Peraturan Zonasi; dan 2. Ketentuan Tambahan di Zona Taman (RTH-2)
suatu pengaturan dan pengendalian pembangunan · kegiatan yang sesuai dengan jenis zona yang a. terdapat minimal 3 (tiga) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang.
kota yang bersifat akomodatif terhadap setiap ditetapkan dalam Peraturan Zonasi. b. pemanfaatan ruang dibatasi pada kegiatan yang menjamin tidak terganggunya fungsi lindung, keutuhan
perubahan yang menunjang pembangunan dan Obyek pengenaan disinsentif diberikan apabila kawasan, dan ekosistemnya;
perkembangan kota pembangunan dilakukan pada kawasan yang dibatasi c. bangunan gedung untuk tujuan penyediaan sarana prasarana kegiatan dilakukan secara terbatas dan ketat;
· mekanisme insentif dan disinsentif tidak boleh perkembangannya. d. setiap pembangunan terutama yang berdampak penting harus memiliki dokumen kajian lingkungan dan
mengurangi hak masyarakat sebagai warga negara Jenis dan Kategori Pengenaan Disinsentif dapat dilaksanakan berdasarkan kajian mendalam dan komprehensif;
yang memiliki martabat dan hak yang sama untuk berupa:
memperoleh dan mempertahankan hidupnya. · pengenaan denda secara progresif
· membatasi penyediaan infrastruktur, pengenaan
- Insentif kompensasi, dan penalti
Tujuan diberikan insentif sebagai berikut: · pelarangan izin pengembangan lebih lanjut
· mendorong perwujudan rencana struktur ruang, untuk pemanfaatan ruang yang telah terbangun
rencana pola ruang dan kawasan strategis yang sebelum ketentuan ini disahkan
telah ditetapkan · pengenaan pajak/retribusi yang lebih tinggi
· meningkatkan upaya pengendalian perubahan disesuaikan dengan besarnya biaya yang
pemanfaatan ruang di kecamatan dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang
· memberikan kepastian hak atas pemanfaatan ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang
ruang bagi masyarakat
· meningkatkan kemitraan pemangku kepentingan
dalam rangka pemanfaatan ruang, pengendalian E. Ketentuan Penggunaan Lahan lain yang sudah ada
pemanfaatan ruang, dan pengawasan penataan dan tidak sesuai
ruang. · Untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya,
izin terkait disesuaikan dengan fungsi kawasan dalam
Obyek pemberian insentif meliputi: rencana tata ruang yang ditetapkan
· pembangunan pada kawasan yang didorong · Untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya,
pengembangannya pemanfaatan ruang dilakukan sampai izin terkait
· penyediaan ruang untuk fasilitas umum, berupa: habis masa berlakunya dan dilakukan dengan
· ruang privat bangunan yang dapat diakses oleh menerapkan rekayasa teknis sesuai dengan fungsi
umum kawasan dalam rencana tata ruang dan peraturan
· penyerahan lahan privat untuk jalan dan saluran. zonasi yang ditetapkan
· pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum.
Untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan
Jenis dan kategori pengenaan Insentif dapat berupa : tidak memungkinkan untuk menerapkan rekayasa teknis
· keringanan, pengurangan dan pembebasan pajak sesuai dengan fungsi kawasan dalam rencana tata ruang
· pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, dan peraturan zonasi yang ditetapkan, atas izin yang
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
9
Penutup
Indonesia merupakan negara yang di anugerahi
sebuah tatanan lingkungan yang sangat dengan
potensi bencana. Masing-masing kota di Indonesi
amemiliki potensi dan risiko bencana yang berbeda.
Kota Palu, sudah sangat memiliki potensi bencana
yang begitu besar. Bukti yang tidak bisa dipungkiri lagi
adalah bencana Gempa Bumi di bulan September 2018,
yang disertai dengan bencana tsunami dan bencana
likuifaksi.