Anda di halaman 1dari 170

II 1

Laporan Pendahuluan Laporan Pendahuluan

KATALOG DALAM TERBITAN (KDT)

Penyusunan Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di


Kota Palu 2018
Kata Sambutan
Kota Palu merupakan wilayah dengan tingkat ancaman bencana yang relatif
Pengarah tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya, selain kejadian bencana terbaru
Menteri ATR/Kepala BPN tahun 2018, sekitar tahun 2005 - 2007 tercatat telah terjadi beberapa kali
Direktur Jenderal Penataan Ruang gempa. Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah khususnya Kota Palu termasuk
Direktur Penataan Kawasan daerah rawan bencana gempa bumi, sebagai akibat keberadaan sesar aktif Palu
- Koro. Kejadian gempa bumi ini terjadi akibat pergerakan Sesar Palu - Koro, yang
merupakan salah satu sesar yang aktif di daratan Sulawesi memanjang dari arah
Tim Penulis Kontributor barat laut–tenggara. Selain itu, pada tahun 1927 dalam catatan sejarah, Kota Palu
Win Elas Yekti Dodi Julkarnaen pernah mengalami bencana tsunami hingga ketinggian melebihi 10 meter.
Lidya Paramita Kusmanto Eriko Utama
Rif Abrar Raflis Haris Sunendar Kejadian bencana terbaru di wilayah sekitar Kota Palu terjadi pada September 2018,
Selain gempa bumi, pada tahun ini Kota Palu mengalami bencana lainnya seperti bencana
Septiadi Ari Nugroho Nina Puji Handayani
tsunami dan bencana likuifaksi, dimana sebelumnya potensi terjadinya bencana likuifaksi
Larasati Pratiwi Andi Juandi Manaf belum dikaji secara mendalam, terlebih lagi tidak pernah tersentuh dalam dokumen
Hendra Saputra Tim Andalan Rereca Consultindo penataan sehingga tidak masuk kedalam pertimbangan perencanaan tata ruang.
Dyah AYu Diandini
Nur Amalia Instansi Dalam kebijakan pembangunan nasional, Kota Palu termasuk dalam Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK) di Indonesia bagian timur. Sementara dalam rencana kebijakan penataan ruang, Kota Palu
Istiqomah Tya Dewi P Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan
ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Dengan peran Kota Palu yang strategis, namun
Mertiara Ratih Terry L Pemerintah Kota Palu diiringi potensi kebencanaan, rencana tata ruang wilayah Kota Palu harus lebih memperhatikan
Rendra Miftadira Badan Geologi, Kementerian Energi dan aspek-aspek kebencanaan.
Nana Sebastian Sumber daya Mineral
Sehubungan dengan hal tersebut, pada tahun 2018 Direktorat Jenderal Tata Ruang. Direktorat
Penataan Kawasan melakukan kegiatan Peningkatan Kualitas Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana
Desain Grafis
di Kota Palu fokus pada penataan kawasan rawan bencana dalam rangka meningkatkan kualitas tata
Septiadi Adi Nugroho ruang sekaligus mengurangi risiko bencana di Kota Palu. Hal ini akan menjadi masukan bagi peninjauan
Dasiman kembali Peraturan Daerah (Perda) Nomor 16 Tahun 2011 Tentang RTRW Kota Palu 2010-2030, serta
masukan bagi peyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kota Palu.
Dokumentasi Photo
Tim Penulis Jakarta, Desember 2018

Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak


karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin
tertulis dari penerbit.
Dr. Ir. Abdul Kamarzuki, MPM
(Direktur Jendral Tata Ruang, Kementerian ATR/BPN)
2 3
Laporan Pendahuluan Laporan Pendahuluan

Kata
Pengantar
Salah satu informasi yang cukup signifikan untuk dimasukkan kedalam kajian penataan
ruang adalah informasi potensi bencana wilayah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Palu, dinilai masih minim dalam hal penyajian data dan informasi akan kebencanaan, berikut
dengan upaya mitigasi dan adaptasi. Kejadian bencana gempa bumi dan tsunami di Kota
Palu pada tanggal 28 november 2018 yang menimbulkan korban dan kerugian yang cukup
besar, mengingatkan kita kembali akan pentingnya perencanaan penataan ruang berbasis
mitigasi bencana.

Problematika penataan ruang dalam 3 Mengingat pentingnya kajian kebencanaan dalam muatan tata ruang dalam kajian
dekade terakhir menunjukkan bahwa produk kebencanaan termasuk pengurangan risiko bencana, maka selayaknya dokumen rencana
tata ruang di Kota palu mengkaji kembali muatan tata ruang dengan penguatan pada aspek
perencanaan kota masih jauh dari kondisi pengurangan risiko bencana, dengan memasukkan data potensi bahaya terkini.
“terintegrasi” baik dari sisi integrasi vertikal
Laporan akhir ini berisi tentang kajian potensi bencana Kota Palu dengan penyajian data
maupun horizontal (sektoral). Rencana tata dan informasi terkini dan lebih detail terutama dalam aspek kebencanaan. Laporan akhir ini
ruang merupakan suatu kebijakan publik juga menyajikan review atas RTRW Kota Palu terutama fokus pada aspek kebencanaannya.
Diharapkan laporan akhir ini dapat menjadi pegangan bagi para stakeholder dalam
yang terintegrasi dan berkelanjutan dalam pengambilan kebijakan dan dapat menjadi masukan teknis dalam peninjauan kembali RTRW
pemanfaatan ruang Kota. Ketidaksediaan dan dan penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi Kota Palu.

minimnya data dan informasi, serta interpretasi Jakarta, Desember 2018


data yang kurang tepat menjadi parameter
ukuran kualitas substansi rencana tata ruang.
Ir. Sufrijadi, MA
(Direktur Penataan Kawasan)

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
4 5
Laporan Pendahuluan Laporan Pendahuluan

Daftar Isi
3.3.9. Kajian Kerentanan Kota Palu 67
Peran Penataan Ruang dalam Pengurangan Risiko 3.3.9.1. Kajian Awal Kerentanan Bencana Banjir 68
2.2.2.
Bencana
27
3.3.9.2. Kajian Awal Kerentanan Bencana Banjir
Bandang
69
2.2.2.1. Penataan Ruang Berbasiskan Mitigasi
Bencana
27
3.3.9.3. Kajian Awal Kerentanan Bencana Gempa
Bumi
69
2.2.2.2. Fungsi Perencanaan Tata Ruang 28
3.3.9.4. Kajian Awal Kerentanan Bencana Tanah
2.2.3. Konsep dan Best Practice Mitigasi Bencana 28 70
Longsor
2.2.3.1. Best Practice Mitigasi Bencana Gempabumi

5
28 3.3.9.5. Kajian Awal Kerentanan Bencana Tsunami 71

1
dan Tsunami di Indonesia

BAB 2.2.3.2. Best Practice Mitigasi Bencana Gempabumi


dan Tsunami di Sendal Jepang
29 BAB
Pendahuluan Konsep dan Best Practice Mitigasi Bencana
Pemetaan Kawasan
2.2.4.
Likuifaksi
32 Rawan Bencana (Hazard Mapping)
1.1. Latar Belakang 16
5.1. Penyusunan Peta Kawasan Rawan Bencana Kota Palu 98
Penyusunan Peta Kawasan Rawan Bencana
5.1.1.
Gempabumi
98

5.1.2. Peta Arahan Building Code 101


5.2. Metodologi Penyusunan Peta Rawan Gempa Bumi 104

BAB 4 5.2.1. Probabilistic Seismic Hazard Analysisi (PSHA)

5.2.2. Klasifikasi Gempa


104
105
Isu Strategis Analisis 5.2.2.1. Hasil Data Mikrotremor Sekunder Data
Daya Dukung dan Daya Tampung
3
Kajian Lain
110

BAB Lingkungan Berbasis Lahan 5.2.2.2. Hasil Pengolahan Sempadan Patahan/Sear

2
113
Potensi Kebencanaan Aktif

BAB Tinjauan Kebijakan dan Kota Palu 4.1. Isu Strategis Kota Palu 74
5.2.3. Penyusunan Peta Kawasan Rawan Bencana Tsunami 114
Literatur 4.2. Isu Strategis Bidang Kelembagaan 75
5.2.3.1. Metode Penyusunan Peta Kawasan Rawan
Bencana Tsunami
114
3.1. Lokasi Geografis dan Kondisi Fisik Kota Palu 36
4.3. Isu Strategis Bidang Sosial 76 5.2.3.2. Model Numerik Pembangkitan dan
2.1.
Tinjauan Kebijakan Pembangunan dan Penataan Ruang
22 3.1.1. Kondisi Fisik Dasar 36 Penjajalan Tsunami
115
Terkait Kota Palu 4.4. Isu Strategis Bidang Penataan Ruang 76
3.1.1.1. Iklim 36 5.2.3.3. Persamaan Pengatur Pembangkit Tsunami
2.1.1.
Tinjauan Kebijakan Nasional dan Provinsi terhadap
22 4.5. Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan 79 oleh Longsoran
115
Pengembangan Kota Palu 3.1.1.2. Geologi Dan Morfologi 40
4.6. Satuan Kemampuan Lahan Terhadap Bencana Alam 80 5.2.3.4. Kajian dan Penelitian Bukti Longsoran
2.1.1.1. PP No. 26 tahun 2008 “Rencana Tata Ruang
22 3.1.1.3. Topografi 43 Penyebab Tsunami Palu
117
Wilayah Nasional 4.7. Arahan Kemampuan Lahan 82
3.1.1.4. Hidrologi 47 5.2.3.5. Analisis Penyususnan Peta Kawasan Rawan
2.1.1.2. Perpres No. 88 tahun 2011 tentang RTRW
23 4.7.1. Arahan Rasio Tutupan Lahan 84 Bencana Tsunami
118
Pulau Sulawesi 3.1.2. Kondisi Penggunaan Lahan 51
Tinjauan Kebijakan Penataan Ruang Daerah
4.7.2. Arahan Ketinggian Bangunan 86 5.2.3.5.1 Hasil dan Analisis Model Tsunami
118
2.1.2. 23 3.2. Sejarah Kebecanaan Kota Palu 53 Akibat Gempa
Terhadap Pengembangan Kota Palu 4.7.3. Arahan Pemanfaatan Air Baku 88
3.3. Kajian Potensi Kebencanaan Kota Palu 55 5.2.3.5.2 Hasil dan Analisis Model Tsunami
2.1.2.1. Perda Kota Palu No. 16 tahun 2011 tentang
23 4.7.4. Perkiraan Daya Tampung 88 Akibat Longsoran
121
RTRW Kota Palu 3.3.1. Potensi Bencana Kota Palu 55
2.1.2.2. Draft Rencana Detail Tata Ruang Kota Palu 24
4.7.5. Arahan Tata Ruang Pertanian 89 5.2.4. Penyusunan Kawasan Rawan Bencana Likuifaksi 126
3.3.2. Kajian Kebencanaan Banjir Kota Palu 56
TInjauan Kebijakan Penanggulangan Bencana 4.7.6. Persyaratan dan Pembatasan Pengembangan 92 5.2.4.1. Metode Penyusunan Kawasan Rawan
126
2.1.3. 26 3.3.3. Kajian Kebencanaan Banjir Bandang Kota Palu 58 Bencana Likuifaksi
Terkait Kota Palu 4.8. Analisis Kesesuaian Lahan 94
3.3.4. Kajian Kebencanaan Gempa Bumi Kota Palu 60 5.2.3.2. Analisis Penyususnan Kawasan Rawan
2.1.3.1. RAN-PRB 2006-2009 26 Bencana Likuifaksi
126
3.3.5. Kajian Area Sempadan Aktif 62
2.1.3.2. RPJMN 2015-2019 26
3.3.6. Kajian Kebencanaan Tanah Longsor Kota Palu 63
2.2. Tinjauan Literatur Mitigasi 27
Peran Penataan Ruang dalam Penyelenggaraan
3.3.7. Kajian Kebencanaan Tsunami Kota Palu 64
2.2.1.
Penanggulangan Bencana
27
3.3.8. Kajian Kebencanaan Likuifaksi Kota Palu 66

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
6 7
Laporan Pendahuluan Laporan Pendahuluan

5.2.5. Penyusunan Kawasan Rawan Bencana Lonsor 128 7.4.3. Sistem Evakuasi Bencana Tsunami 203 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan
8.1.5.
Lindung dan Kawasan Budidaya di Kota Palu
238
5.2.5.1. Metode Penyusunan Kawasan Rawan Konsep Penataan Ruang Berbasis Pengurangan
Bencana Lonsor
128 7.4.4.
Rawan Bencana Likuifaksi
206
Rekomendasi Penyempurnaan RDTR Kota Palu dari Aspek
8.2.
Mitigasi Bencana (Skala 1:5.000)
248
5.2.5.2. Kawasan Rawan Bencana Lonsor 128 7.5. Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang 206
Rekomendasi Teknis Penyempurnaan RDTR di
5.2.6. Penyusunan Kawasan Rawan Bencana Banjir 131 7.5.1. Ketentuan Tata Bangunan 207 8.2.1.
Kawasan Prioritas
249
5.2.6.1. Analisis Kawasan Rawan Bencana Banjir

5.2.6.2. Peta Kawasan Rawan Bencana Banjir


131
131 BAB 7
Konsep Mitigasi dan
7.5.2. Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal

7.5.3. Ketentuan Khusus


207
208
8.2.1.1. Tujuan Penataan Kawasan Prioritas

8.2.1.2. Rencana Struktur Ruang


249
250
Penyusunan Kawasan Rawan Bencana Banjir 7.5.4. Ketentuan Insentif dan Disinsentif 208
5.2.7.
Bandang
135 Konsep Penataan Kawasan Ketentuan Penggunaan Lahan lain yang sudah ada
8.2.1.3. Rencana Pola Ruang 252
5.2.7.1. Metode Penyusunan Kawasan Rawan
135
Rawan Bencana (KRB) Berbasis 7.5.5.
dan tidak sesuai
208 8.2.1.4. Ketentuan Pemanfaatan Ruang 252
Bencana Banjir Bandang
Pengurangan Risiko Pencana 8.3. Peraturan Zonasi 293
5.2.7.2. Analisis Penyusunan Kawasan Rawan
Bencana Banjir Bandang
135 (PRB) 8.3.1. Aturan Dasar (Materi Wajib) 294
5.2.7.3. Peta Kawasan Rawan Bencana Banjir 8.3.2. Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang 304
Bandang Kota Palu
136 Konsep Mitigasi Bencana Berbasis Pengurangan Risiko
7.1.
Bencana
171
5.2.8. Penentuan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Prioritas 139
7.1.1. Konsep Mitigasi Bencana Gempa Bumi 175
5.2.8.1. Kriteria 1 Keterpaparan Rawan Bencana
terhadap Kondisi Saat Ini
139 7.1.2. Penurunan Tingkat Bahaya Bencana Gempa Bumi 176
5.2.8.2. AKriteria 2 keterpaparan berdasarkan pada Analisis Penurunan Kerentanan Bencana Gempa
7.1.3. 176
peta rawan bencana terhadap peta rencana 141 bumi
pola ruang RTRW Kota Palu
7.1.3.1. Penurunan Tingkat Bahaya dengan

8
5.2.7.3. Kriteria 3 pemilihan area prioritas 142 Penerapan Building Code dan Peta Seismic 176
Design

7.1.3.2. Penerapan Bangunan Tahan Gempa 179


BAB
180
Rekomendasi Teknis

9
7.1.4. Analisis Peningkatan Kapasitas
Penyempurnaan Rencana
7.2.
Analisis dan Konsep Mitigasi Kawasan Rawan Bencana
Tsunami
180 Tata Ruang Daerah dari Aspek
Analisis Penurunan Tingkat Bahaya Bencana Penataan KRB Berbasis PRB Penutup
7.2.1.
Tsunami
181

7.2.1.1. Sistem jalur Evakuasi Bencana Tsunami 182 Rekomendasi Penyempurnaan RTRW Kota Palu dari Aspek
8.1.
Pengurangan Risiko Bencana (1:25.000)
214
Analisis Mitigasi Dan Penataan Kawasan Pada KRB
7.3.
Likuifaksi
183
Rekomendasi Tujuan, Kebijakan dan Strategis
8.1.1. 214

6
Analisis Penurunan Tingkat Bahaya Bencana Penataan Ruang Kota
7.3.1. 183
BAB
Likuifaksi
8.1.2. Rekomendasi Rencana Struktur Ruang 215
7.3.2. Analisis Penurunan Kerentanan Bencana Likuifaksi 183
Evaluasi Kualitas 8.1.2.1. Rencana Sistem Pusat Pelayanan 215
Rencana Tata Ruang Daerah 7.3.2.1. Analisis Penurunan Kerentanan dengan
183 8.1.2.2. Rencana Sistem Jaringan Prasarana

dalam Aspek Mitigasi atau


Struktur Tahan Likuifaksi
7.3.2.2. Analisis Penurunan Kerentanan dengan
Mitigasi Bencana
217
BAB
184
Pengurangan Risiko Bencana Rekayasa Batuan dan Geoteknik 8.1.3. Rekomendasi Teknis Rencana Pola Ruang 220
7.3.3. Analisis Peningkatan Kapasitas 185 8.1.3.1. Kawasan Rawan Bencana 220
Analisis Pemanfaatan Rencana Pola Ruang Terhadap 8.1.3.2. Kriteria Kawasan Lindung dan Kawasan
Evaluasi Dokumen RTRW Kota Palu dari Aspek 7.4. 186 223
6.1.
Kebencanaan
146 Kawasan Rawan Bencana Budidaya

Analisis Pemanfaatan Rencana Pola Ruang Terhadap 8.1.3.3. Rekomendasi Teknis Kawasan Lindung 225
6.2. Evaluasi Filosofi Struktur Ruang Kota Palu “Souraja” 155 7.4.1. 196
Kawasan Rawan Bencana Tsunami
8.1.3.4. Rekomendasi Teknis Kawasan Budidaya 225
6.3. Evaluasi Dokumen RDTR Kota Palu 156
7.4.2.
Analisis Pemanfaatan Rencana Pola Ruang Terhadap
Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi
198 8.1.4. Arahan Pemanfaatan Ruang 231 Lampiran
6.3.1. Evaluasi RDTR Palu Selatan 156
7.4.2.1. Perlindungan Berlapis Kawasan Mangrove, 8.1.4.1. Indikasi Program Mitigasi Struktural
6.3.2. Evaluasi RDTR Kota Palu Tengah Bagian Barat 156 Bencana
231
Hutan pantai dan Sea Dike sebagai 198
6.3.3. Evaluasi RDTR Kota Palu Tengah Bagian Teluk 161 pengurangan area rawan Tsunami
8.1.4.2. Indikasi Program Mitigasi Non Struktural
Bencana
232
6.3.4. Evaluasi RDTR Kawasan Industri Palu 163 7.4.2.2. Perlindungan Berlapis dengan Sea Dike 199
7.4.2.3. Penurunan Tingkat Kerentanan Tsunami 200

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
8 9
Laporan Pendahuluan Laporan Pendahuluan

Daftar Gambar
Gambar 2.1. Disaster Risk Area 30 Gambar 3.18. Peta Bahaya Gempa Bumi, 61 Gambar 4.11. Arahan Ketinggian Bangunan 87 Gambar 5.13. Diagram Alir Persamaan 116
Gambar 2.2. Perencanaan Relokasi Skala 1:50.000 Kota Palu Pengatur Pembangkitan
Permukiman Gambar 3.19. Peta Area Sesar Buffer 62 Gambar 4.12. Arahan Pemanfaatan Air Baku 89 Tsunami

Pada Lokasi Bencana 31 Gambar 3.20. Peta Bahaya Tanah Longsor 63 Kota Palu Gambar 5.15. Peta Bathimeri sebelum dan
Skala 1:50.000 Gambar 4.13. Arahan Tata Ruang Pertanian 90 sesudah terjadinya Gempa
Gambar 2.3. Peta Tingkat Kerawanan
dan Tsunami
Likuifaksi Gambar 3.21. Peta Bahaya Tsunami, Skala 65 Gambar 4.14. Skenario Daya Tampung 91
1:50.000 Ruang Kota Palu Kota Palu 117
Kota Chrischurch 33
Gambar 3.22. Peta Rawan likuifaski Kota 66 Gambar 4.15. Kemampuan Pengembangan 93 Gambar 5.16. Lokasi Sumber Tsunami 116
Gambar 3.1. Grafik kondisi suhu dan
Palu Lahan Kota Palu Akibat Gempabumi
kelembaban
Gambar 4.1. Penataan Kawasan Pantai 76 Gambar 4.16. Kemampuan Lahan Pola 95 Gambar 5.17. Pusat Gempa donggala 7.4 SR 121
Kota Palu 36
yang belum diarahkan untuk Ruang Kota Palu ( 28 september 2018).
Gambar 3.2. Grafik curah hujan Kota Palu 38
meminimalisir risiko bencana Gambar 5.1. Konsep Microzonasi Untuk 98 Gambar 5.18. Lokasi Sumber Tsunami
Gambar 3.3. Rata-rata hujan bulanan dan 38 tsunami. Akibat
Mendapatkan Pergerakan
koefisien variasi Rata-rata
Gambar 4.2. Pengembangan Kawasan Tanah Di permukaan Longsoran 122
periode 10 tahunan
Permukiman Gambar 5.2. Peta Mikrozonasi Gempa 100 Gambar 5.19. Hasil Pemodean Tsunami
Gambar 3.4 Rata-rata Curah Hujan 30 38
dan akifitas lain di area Bumi Kota Palu Tervalidasi Dari 3
Tahunan
sempadan dengan data survey kerusakan Skenario Lokasi 122
Gambar 3.5 Distribusi Frekuensi Curah Skala MMI BMKG
aktif 77 Gambar 5.20. Hasil Pemodelan Dari Tsunami 123
Hujan
Gambar 4.3. Beberapa area sempadan Gambar 5.3. Peta Klasifikasi Nilai Seismik 102 Palu Sumber Longsor E1
Harian 10 Tahunan 39 Design (SDS) Kota Palu
sungai yang masih belum Gambar 5.21. Peta Pemodelan Tsunami
Gambar 3.6. Peta Geologi dan sesar Kota 41 belum dimanfaatkan Gambar 5.4. Peta Klasifikasi Nilai Seismik 103 PVMBG,
Palu Design (Sds) Kota Palu
untuk aktifitas 77 2016 124
Gambar 3.7. Peta Geomorfologi Kota Palu 42 overlay Peta Sempadan
Gambar 4.4. Kualitas Bangunan yang Gambar 5.22. Peta Survey BMKG 124
patahan aktif
Gambar 3.8 Kondisi Kemiringan Wilayah 43 masih belum memenuhi
Kota Palu Gambar 5.23. Peta Terdampak Tsunami
standar Building Code
Gambar 3.9. Peta Topografi kota palu 44 Gambar 5.5. Logic Tree untuk sumber 105 (Copernicus) Kota Palu 124
tahan gempa 77
gempa patahan.
Gambar 3.10. Peta Kontur Kota Palu 45 Gambar 4.5. Akifitas Penambangan 78
yang merusak hutan akan Gambar 5.6. Logic Tree untuk sumber 105
Gambar 3.11. Peta Kemiringan Lereng kota 46
menambah potensi bencana gempa subduksi
palu
longsor Gambar 5.7. Logic Tree untuk sumber 105
Gambar 3.12. Peta Jaringan Sungai kota 48
Gambar 4.6. Akifitas dan pembangunan 78 gempa background.
palu
pemukiman di area yang Gambar 5.9. Peta Kedalaman Bed Rock 111
Gambar 3.13. Peta Hidrologi di ekungan air
berada pada daerah rawan Kota Palu
tanah
longsor Gambar 5.10. Peta Area Sesar Buffer 113
kota palu 50
Gambar 4.7. Diagram Alir Analisis Fisik & Gambar 5. 11. Diagram Alur Penyusunan 114
Gambar 3.14. Kondisi Penggunaan Lahan 52
Lingkungan 79 Peta Kerawanan Tsunami Kota
Gambar 3.15. Presentase Bencana Kota 54
Gambar 4.8. SKL Bencana Alam Kota Palu 81 palu
Palu Tahun 1815-2015
Gambar 4.9. Analisis Kemampuan Lahan 83 Gambar 5.12. Sketsa Aliran Longsor Yang 115
Gambar 3.16. Peta Bahaya Banjir, Skala 57
Kota Palu Diasumsikan Sebagai Fluida
1:50.000
Gambar 4.10. Arahan Rasio Penutupan Kota 85
Gambar 3.17. Peta Bahaya Banjir Bandang, 59
Palu
Skala 1:50.000

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
10 11
Laporan Pendahuluan Laporan Pendahuluan

Daftar Tabel
Tabel 2.1. Matriks Evaluasi Keterhubungan 24 Tabel 5.6 Klasifikasi Gempa Berdasarkan Perka 107 Tabel 7.1 Analisis Mitigasi Bencana Gempa 175 Tabel 8.6 Kriteria Dalam Penentuan Lokasi TES 225
Rencana Tata Ruang di Kota Palu BNPB No 2 Tahun 2012 Bumi Untuk Menurunkan Risiko dan TEA Berdasarkan Jenis Bencana
Tabel 3.1 Rata-Rata Jumlah Hari Hujan, Curah 37 Tabel 5.7 Klasifikasi Gemba Berdasarkan 107 Tabel 7.2 Penentuan Kelas Risiko Bangunan 177 Tabel 8.7 Lokasi Rekomendasi Lokasi 226
Hujan Dan Penyinaran Matahari Peraturan Mentri ESDM No 15 Tahun HUNTARA (Hunian Sementara) Kota
Setiap Bulan Di Kota Palu 2012
Tabel 7.3 Kategori Seismic Design (SDS) 177 Palu
berdasarkan Parameter Respon
Tabel 3.2 kondisi curah hujan harian 39 Tabel 5.8 Klasifikasi Gempa Berdasarkan Badan 108 Percepatan Pada Perioda Pendek Tabel 8.8 Tabel indikasi Program Mitigasi 231
Geologi Kementrian Energi dan Struktural
Tabel 3.3 Catatan Sejarah Kejadian Bencana di 53 Sumberdaya Mineral Tahun 2018
Gambar 7.4. Syarat minimum bangunan rumah 179
Kota Palu Tahun 1815-2015 tinggal sederhana tahan gempa Tabel 8.9 Tabel indikasi Program Mitigasi Non- 232
Tabel 5.9 Site Klasifikasi Berdasarkan 108 Struktural
Tabel 3.4 Kejadian Gempa Sekitar Kota Palu 54 Peraturan Gempa Indonesia (SNI 03-
Tabel 7.5 Analisis Mitigasi pada KRB Tsunami 180
Tabel 8.10 Indikasi Program Pengurangan Risiko 234
Tabel 3.5 Tabel Potensi Bencana dalam Kajian 55 1726, 2012) Tabel 7.6. Nilai Kekasaran Permukaan setiap 181 Bencana Kota Palu Tahun 2019 -
Risiko Bencana Kota Palu jenis penggunaan Lahan
Tabel 5.10 Parameter Gempa Yang 119 2039
Tabel 3.6 Potensi Penduduk Terpapar Bencana 67 Membangkitkan Tsunami Tabel 7.7 Analisis Mitigasi Bencana Likuifaksi 183 Tabel 8.11 Arahan Ketentuan Umum Peraturan 240
di Kota Palu Untuk Menurunkan Risiko
Tabel 5.11 Hasil Pemodelan Penjalaran Tsunami 119 Zonasi di Kota Palu
Tabel 3.7 Kelas Kerentanan Bencana di Kota 68 Dengan Sumber Gempa Tabel 7.8 Konsep Penataan Kawasan skala 1: 193 Tabel 8.12 Delineasi BWP di Kota Palu 249
Palu 25000
Tabel 5.12 Sejarah Terjadinya Tsnami Di 120
Sulawesi Tengah
Tabel 8.13 Potensi dan Permasalahan di 249
Table 3.8 Potensi Penduduk Terpapar Bencana 68 Tabel 7.9 Konsep Penataan Kawasan skala 1: 194 Kawasan Prioritas Kota Palu
Banjir di Kota Palu 5000
Tabel 5.13 Klasifikasi Kelas Rawan Tsunami 123
Tabel 8.14 Rekomendasi Penetapan Tujuan 249
Tabel 3.9 Potensi Penduduk Terpapar Bencana 69 Tabel 7.10 Konsep dan arahan Penerapan 196
Tabel 5.14 Potensi liquifaksi daerah penyelidikan 126 Kawasan Prioritas
Banjir Bandang di Kota Palu Building Code dan Seismic Design
secara kualitatif
untuk KRB Gempa Bumi Tabel 8.15 Rencana Sistem Prasarana Mitigasi 250
Tabel 3.10 Potensi Penduduk Terpapar Bencana 69 Tabel 5.15 Nilai LPI daerah penyelidikan 126 struktural di Kawasan Prioritas
Gempa Bumi di Kota Palu
berdasarkan klasifikasi Iwasaki (1986)
Tabel 7.11 Tipe Kawasan Penanganan Kawasan 198
Rawan Gelombang Tsunam Tabel 8. 16 Syarat Penyediaan Jalur Evakuasi 250
Table 3.11 Potensi Penduduk Terpapar Bencana 70 Tabel 5.16 Luas Kawasan Tanah Longsor Tinggi 130 Berdasarkan Jenis Ancaman Bencana
Tanah Longsor di Kota Palu
Kota Palu
Tabel 7.12 Kajian Kemampuan Mangrove untuk 198
mengurangi energi Tsunami Tabel 8.17 Arahan Kriteria Zona Lindung di 253
Tabel 3.12 Potensi Penduduk Terpapar Bencana 71 Tabel 5.17 Luas kawasan bahaya banjir 131 Kawasan Prioritas Kota Palu
Tsunami di Kota Palu Tabel 7.13 Desain perhitungan tinggi VEB 201
Tabel 5.18 Luas Kawasan Banjir Kota Palu 133 berdasarkan sejarah tsunami Tabel 8.18 Zona Budidaya di Kawasan Prioritas 254
Tabel 4.1 isu Strategis Fisik dan Lingkungan 75 BWP 1
dan Kaitanyaa Langsung Dengan Tabel 5.19 luas kawasan terbangun terdampak 134 Tabel 7. 13 Sistem Evakuasi Bencana Tsunami 203
Kebencanaan banjir tinggi kota palu Tabel 8.19 Arahan Rencana Pola Ruang BWP 2 264
Tabel 7.14 Intensitas Pemanfaatan Ruang 206
Tabel 4.2 Analisis sebaran SKL Bencana Alam 80 Tabel 5.20 Luas Kawasan Bahaya Banjir Bandang 135 Tabel 8.20 Arahan Rencana Pola Ruang BWP 3 280
Kota Palu Tabel 7.15 Ketentuan Tata Masa Bangunan 207
Tabel 5.21 Luas Kawasan Banjir Bandang Kota 138 Tabel 8.21 Program Mitigasi Struktural 292
Tabel 4.3 Nilai Pembobotan Analisis 82 Palu
Tabel 7.16 Ketentuan Prasarana dan Sarana 207 Berdasarkan Jenis Bencana
Kemampuan Lahan Minimal di Sistem Perkotaan Kota
Tabel 6.1 Review Substansi Kebencanaan 148 Palu Tabel 8.22 Program Mitigasi Non Struktural 292
Tabel 4.4 Prediksi Skenario Daya Tampung 88 Dalam RTRW Kota Palu 2010-2030 Berdasarkan Jenis Bencana
Kota Palu Tabel 8.1 Rekomendasi Penyempurnaan 214
Tabel 6.2 Penilaian Substansi Kebencanaan 150 Tujuan, Kebijakan dan Strategi TABEL 8.23 Ketentuan Kegiatan Dan Penggunaan 295
Tabel 4.5 Prediksi Skenario Daya Tampung per 88 dalam RTRW Kota Palu 2010-2030 Penataan Ruang Kota Palu Lahan (Matriks ITBX) - RDTR PZ BWP
Kecamatan di Kota Palu Kawasan Perkotaan Palu
Tabel 6.3 Struktur Ruang Kota Palu 155 Tabel 8.2 Analisis Sistem Pusat Pelayanan 216
Tabel 5.1 Fundamental Skala AHP untuk 99 berdasarkan Arahan Rasio Tabel 8.24 Intensitas Pemanfaatan Ruang 304
Perbandingan Pasangan-Bijaksana Tabel 6.4 Matriks Evaluasi RDTR Palu Selatan 157
Peruntukkan dari Analisis SKL
dari Indikator Tabel 8.25 Ketentuan Tata Masa Bangunan 305
Tabel 6.5 Matriks Evaluasi RDTR Kota Palu 157 Tabel 8.3 Rencana Sistem Jaringan Prasarana 218
Tabel 5.2 Penentuan Kelas Risiko Bangunan 101 Tengah Bagian Barat Tabel 8.26 Ketentuan Prasarana dan Sarana 305
Berdasarkan Jenis Ancaman Bahaya
Minimal di Sistem Perkotaan Kota
Tabel 5.3 Kategori desain seismik berdasarkan 102 Tabel 6.6 Administrasi RDTR Kawasan Teluk 161 di Kota Palu
Palu
parameter respons percepatan pada Palu
Tabel 8.4 Kriteria Penyusunan Kawasan Rawan 220
perioda pendek. Tabel 8.27 Ketentuan Khusus Peraturan Zonasi 306
Tabel 6.7 Matriks Evaluasi RDTR Teluk Palu 161 Bencana di Kota Palu
Dalam
Tabel 5.4 Skala Menurut Modified Mercalli 106 Tabel 6.8 Matriks Evaluasi Subtansi Kebenca- 164 Tabel 8.5 Kriteria Penentuan Rekomendasi 223
Intensity naan dalam RDTR Kawasan Industri Teknis Rencana Pola Ruang Kawasan
Tabel 5.5 Klasifikasi Gempa berdasarkan BMKG 106 Palu Lindung berbasiskan Pengurangan
Risiko Bencana di Kota Palu

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
12 13
Laporan Pendahuluan Laporan Pendahuluan

Daftar Istilah
1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa 11. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang 18. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan 26. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan semua aspek pelayanan public atau masyarakat ruang.
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, sampai tingkat yang memadai pada wilayah 27. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, pascabencana dengan sasaran utama untuk permukiman dan sistem jaringan prasarana dan
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan normalisasi atau berjalannya secara wajar semua sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta gangguan kegiatan masyarakat. aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis
benda, dan dampak psikologis. 12. Kawasan risiko bencana adalah kawasan yang pada wilayah pascabencana. memiliki hubungan fungsional.
2. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang memiliki potensi untuk mengalami kerugian yang 19. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua 28. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang
terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi ditimbulkan akibat bencana, baik berupa kematian, prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan
dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan ruanguntuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
gelombang seismik. mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh untuk fungsi budi daya.
3. Tsunami adalah gelombang laut yang terjadi akibat gangguan kegiatan masyarakat. dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial 29. Penataan ruang adalah sistem proses perencanaan
gempa, letusan gunung api, atau longsoran yang 13. Tingkat kerentanan adalah indikator tingkat dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
terjadi di dasar laut. kerawanan pada kawasan yang belum dimanfaatkan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala pemanfaatan ruang.
4. Banjir adalah kondisi dimana suatu daerah dalam sebagai kawasan budi daya, dengan hanya aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah 30. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk
keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang mempertimbangkan aspek kondisi alam, tanpa pascabencana. menentukan struktur ruang dan pola ruang yang
besar. memperhitungkan besarnya kerugian yang 20. Penanggulangan bencana adalah proses kegiatan meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata
5. Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di diakibatkan. yang meliputi pengenalan dan pemahaman bencana, ruang.
bawah dari kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, 14. Tingkat kerawanan adalah ukuran yang menyatakan risiko, jenis-jenis, lokasi dan keadaan darurat 31. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk
pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. besar-kecilnya/tinggi rendahnya kemungkinan bencana, dan penanganannya; mitigasi, kesiap- mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai
6. Longsor adalah suatu proses perpindahan massa suatu kawasan atau zona dapat mengalami bencana, siagaandan kewaspadaan masyarakat terhadap dengan rencana tata ruang, melalui penyusunan dan
tanah atau batuan dengan arah miring dari serta besarnya korban dan kerugian bila terjadi bencana; pencegahan; ekploitasi; pemulihan, dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa bencana yang diukur berdasarkan tingkat kerawanan rekonstruksi bencana. 32. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah adalah
yang mantap, karena pengaruh gravitasi; dengan fisik alamiah dan tingkat kerawanan karena aktivitas 21. Penyelenggaraan penanggulangan bencana upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.
jenis gerakan berbentuk rotasi dan translasi. manusia. adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan 33. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata
7. Letusan gunung api adalah proses meletusnya 15. Tingkat risiko adalah tingkat kerawanan karena kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya ruang.
gunung api disertai keluarnya material gunung aktivitas manusia yakni ukuran yang menyatakan bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap 34. Ruang evakuasi bencana adalah ruang yang
api seperti lahar, abu dan lepasnya gas-gas ke besar kecilnya kerugian manusia dari kejadian darurat, dan rehabilitasi. diperuntukkan untuk menampung penduduk yang
permukaan bumi. bencana atau kemungkinan kejadian bencana yang 22. Pengurangan risiko bencana adalah upaya-upaya sedang menghindari ancaman bencana terdiri atas
8. Likuifkasi atau pencairan tanah (soil liquefaction) diakibatkan oleh intensitas penggunaan lahan yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk alur evakuasi dan tempat evakuasi.
adalah fenomena yang terjadi ketika tanah yang yang melebihi daya dukung, serta dampak yang dari bencana yang mungkin timbul melalui upaya 35. Jalur evakuasi adalah jalur yang menghubungkan
jenuh atau agak jenuh kehilangan kekuatan dan ditimbulkan dari aktivitas manusia sesuai jenis memperkecil bahaya, mengurangi kerentanan hunian dengan tempat evakuasi sementara maupun
kekakuan akibat adanya tegangan, misalnya getaran usahanya, serta sarana dan prasarana. kawasan yang terancam, dan meningkatkan jalur yang menghubungkan tempat evakuasi
gempa bumi atau perubahan ketegangan lain secara 16. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kapasitas kawasan yang terancam, terutama sementara dengan tempat evakuasi akhir.
mendadak, sehingga tanah yang padat berubah kegiatan yang dilakukan dengan segera pada dilakukan dalam situasi tidak terjadi bencana. 36. Tempat Evakuasi Sementara yang selanjutnya
wujud menjadi cairan atau air berat. saat kejadian bencana untuk menangani dampak 23. Kajian risiko bencana adalah mekanisme terpadu disingkat (TES) adalah tempat singgah sementara
9. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan untuk memberikan gambaran menyeluruh terhadap yang dapat dijangkau oleh pengungsi dengan cepat
geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, risiko bencana suatu daerah dengan menganalisa untuk menyelamatkan diri dari ancaman bencana.
sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, tingkat ancaman, tingkat kerugian, dan tingkat 37. Tempat Evakuasi Akhir yang selanjutnya disingkat
suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta kapasitas. (TEA) adalah tempat singgah akhir di zona aman
mengurangi kemampuan mencegah, meredam, pemulihan prasarana dan sarana. 24. Evakuasi adalah upaya memindahkan pengungsi bencana bagi pengungsi karena tidak memungkinkan
mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan 17. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk dari zona rawan bencana ke zona aman bencana dan untuk kembali ke hunian masing-masing.
untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. mengurangi risiko bencana dan dampak yang upaya menyediakan tempat bernaung sementara. 38. Zona Rawan Bencana yang selanjutnya disingkat
10. Kawasan rawan bencana adalah kawasan yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat 25. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, (ZRB) adalah area yang memiliki karakteristik rawan
memiliki karakteristik rawan bencana. Kawasan yang berada pada kawasan rawan bencana, baik ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di bencana.
lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat 39. Zona Aman Bencana yang selanjutnya disingkat
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman manusia dan makhluk lain hidup, melakukan (ZAB) adalah area yang tidak memiliki karakteristik
hidup yang mencakup sumber daya alam dan bencana. kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. rawan bencana.
sumber daya buatan.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
01
Pendahuluan

Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah khususnya


Kota Palu termasuk dalam daerah rawan bencana
gempa bumi, sebagai akibat keberadaan sesar
aktif Palu - Koro. Kejadian gempa bumi ini
terjadi akibat pergerakan sesar Palu - Koro,
yang tergolong sebagai sesar aktif dimana
sesar (patahan) ini merupakan salah satu sesar
yang aktif di daratan Sulawesi yang memanjang
dengan arah barat laut–tenggara. Kejadian
gempa bumi pada tahun 2018 di Kota Palu pada
tanggal 28 September 2018 dengan kekuatan
gempa 7,4 SR diikuti dengan tsunami dan
bencana likuifaksi.
16 17
BAB 1 Pendahuluan BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar
Belakang
Kota Palu dengan jumlah penduduk sebanyak 374.020 Sesar Koro (lempeng yang bergesekan antara lempeng
jiwa dan luas wilayah sebesar 395,06 km² (BPS Kota Palu, barat dan lempeng timur, berada di teluk Palu sampai ke
2016) merupakan salah satu Kawasan Ekonomi Khusus Luwu, Sulawesi Selatan).
(KEK) di Indonesia bagian Timur. Sebagai KEK, Kota Palu
membutuhkan perencanaan sarana prasarana pendukung Sehubungan dengan kondisi tersebut di Kota Palu,
agar dapat menyelenggarakan fungsinya dengan baik pada dasarnya Undang-Undang No. 26 Tahun 2007
untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan tentang Penataan Ruang (UUPR) disusun dan ditetapkan
kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dengan menimbang bahwa secara geografis Negara
dan daya saing internasional. Melihat kondisi Kota Palu Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berada pada
yang terletak di Provinsi Sulawesi Tengah yang rawan kawasan rawan bencana, sehingga diperlukan penataan
akan bencana, perlu adanya perencanaan berbasis rawan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya
Sumber : Dokumentasi Survey Sumber : Dokumentasi Survey bencana agar tidak menghambat perkembangan Kota meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan
Palu sebagai salah satu Kawasan Ekonomi Khusus di dan penghidupan (konsideran menimbang huruf e).
Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan akan bencana karena Indonesia Bagian Timur kedepannya. Kemudian dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007
letaknya yang berada di cincin api pasifik (ring of fire) yang memanjang dari tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
utara Pulau Sumatera – Jawa – Nusa Tenggara hingga ke Sulawesi Utara. Potensi rawan bencana yang ada di Kota Palu, menjadi (UUPPB), diatur bahwa mitigasi adalah serangkaian
Indonesia juga berada pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik aktif yaitu: fokus perhatian para stakeholders terkait, dan telah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
Lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik, sehingga diupayakan agar termuat dalam dokumen rencana tata pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
memiliki kerentanan tinggi dari bahaya bencana geologi seperti bencana ruang mulai dari tingkat pulau sampai kota. Dalam Perpres kemampuan menghadapi ancaman bencana, atau
gempa bumi, letusan gunung api, gerakan tanah/longsor, dan tsunami. No. 88 Tahun 2011 tentang RTRW Pulau Sulawesi, Kota dengan kata lain, baik melalui pengurangan ancaman
Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Palu termasuk dalam kawasan rawan bencana gempa bencana maupun kerentanan pihak yang terancam
Sumatra, Jawa dan Nusa Tenggara, sedangkan dengan Pasifik di utara Papua bumi, dan kawasan rawan bencana tsunami. Berdasarkan bencana. Dengan meninjau amanat kedua UU tersebut,
Barat dan Maluku Utara. kondisi tersebut PKN Palu dalam RTRW Pulau Sulawesi terlihat bahwa penataan ruang berbasis mitigasi
dikembangkan menjadi kawasan perkotaan berbasis bencana dapat dimaknai sebagai penataan ruang yang
Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah khususnya Kota Palu termasuk dalam daerah mitigasi dan adaptasi terhadap beberapa bencana. diposisikan sebagai salah satu upaya atau instrumen
rawan bencana gempa bumi, sebagai akibat keberadaan sesar aktif Palu - Koro. Sedangkan dalam Perda Provinsi Sulawesi Tengah No pengurangan risiko bencana (Disaster Risk Reduction/
Kejadian gempa bumi ini terjadi akibat pergerakan sesar Palu - Koro, yang 8 Tahun 2013 tentang RTRW Provinsi Sulawesi Tengah DRR) dimana tercakup didalamnya upaya pengurangan
tergolong sebagai sesar aktif dimana sesar (patahan) ini merupakan salah satu disebutkan bahwa Kota Palu termasuk dalam kawasan ancaman (hazard) dan kerentanan (vulnerability), serta
sesar yang aktif di daratan Sulawesi yang memanjang dengan arah barat laut– rawan tsunami, rawan gelombang pasang, rawan tanah peningkatan kapasitas (capacity).
tenggara. Di daratan Sulawesi, sesar ini terukur sepanjang 170 km mulai dari longsor, dan rawan banjir. Berdasarkan Peraturan Daerah
daerah pantai Bahodopi di Teluk Tolo, ke arah barat laut melewati sepanjang Kota Palu No 16 tahun 2011 tentang RTRW Kota Palu Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
lembah Sungai Larongsangi ke area di sebelah utara Desa Lampesue, Petea, Tahun 2010-2030 sudah dipetakan dan disebutkan Nasional (RPJMN) 2015-2019 juga telah menyebutkan
sepanjang pantai Danau Matano, Desa Matano dan menyambung di barat laut bahwa terdapat kawasan rawan bencana alam yang terdiri jelas arah kebijakan umum pembangunan nasional
dengan lembah Sungai Kalaena. Meski masih menjadi perdebatan, beberapa dari kawasan rawan bencana tanah longsor, gelombang 2015-2019, salah satunya yaitu peningkatan kualitas
ahli seperti Tjia dan Hamilton mempercayai bahwa sesar ini menyambung jauh pasang/tsunami dan banjir. lingkungan hidup, mitigasi bencana alam dan perubahan
ke timur dengan Sesar Sorong yang ada di Papua. iklim. Arah kebijakan peningkatan kualitas lingkungan
Selain itu, dalam kawasan lindung geologi terdapat hidup, mitigasi bencana dan perubahan iklim adalah
Kejadian gempa bumi pada tahun 2018 di Kota Palu pada tanggal 28 kawasan rawan bencana alam geologi karena Kota melalui peningkatan pemantauan kualitas lingkungan
September 2018 dengan kekuatan gempa 7,4 SR diikuti dengan tsunami Palu terletak pada zona patahan aktif. Data dari Badan dan penegakan hukum pencemaran lingkungan hidup;
dan bencana likuifaksi. Menurut BMKG gempa bumi berlangsung saat Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palu, mengurangi risiko bencana, meningkatkan ketangguhan
Patahan Palu Koro yang melintasi Kota Palu, bergeser sekitar 10 kilometer di Kota Palu masuk dalam rangking tujuh dalam potensi pemerintah dan masyarakat terhadap bencana, dan
bawah permukaan tanah. Pada tahun 2017 juga pernah terjadi di Palu yang rawan bencana alam di Indonesia. Terdapat sembilan memperkuat kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan
berkekuatan 5,1 SR, gempa dipicu penyesaran dengan mekanisme obligue potensi bencana alam yang dapat terjadi antara lain iklim.
normal yaitu penyesaran dengan kombinasi pergerakan mendatar dan turun. gempa bumi, angin puting beliung, banjir, tanah longsor,
Selain itu pada tahun 2005 terjadi gempa berkekuatan 6.2 SR berpusat tsunami, abrasi, dan lain-lain. Persoalan yang paling Selain dari aspek aturan kebijakan dimaksud sebagai
16-kilometer arah tenggara Kota Palu menimbulkan kepanikan warga akibat rawan dalam kebencanaan Kota Palu, karena adanya modal dasar untuk mengurangi risiko bencana, masih
trauma tsunami Aceh.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
18 19
BAB 1 Pendahuluan BAB 1 Pendahuluan

Sumber : Dokumentasi Survey

diperlukan juga integrasi aspek pengurangan risiko bencana ke dalam pengurangan risiko bencana. Dokumen rekomendasi teknis rencana penataan
perencanaan pembangunan, termasuk ke dalam rencana tata ruang wilayah. kawasan rawan bencana level mikro (kawasan prioritas di Kota Palu pada skala
Pengarusutamaan aspek pengurangan risiko bencana merupakan investasi 1:25.000-1:5.000 beserta usulan draft ketentuan umum peraturan zonasi
pembangunan yang akan sangat dirasakan pengaruhnya pada jangka panjang, dan/atau peraturan zonasi sebagai masukan penyusunan Rencana Detail Tata
untuk mengurangi kerugian di masa depan akibat bencana. Sehubungan Ruang dari aspek mitigasi/pengurangan risiko bencana pada kawasan yang
dengan hal tersebut, pada tahun 2018 Direktorat Jenderal Tata Ruang c.q. ditetapkan beserta legal draftnya.
Direktorat Penataan Kawasan melakukan kegiatan Peningkatan Kualitas
Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana di Kota Palu dengan fokus penataan Selain pada segi penataan ruang, beberapa dokumen yang dihasilkan dalam
kawasan rawan bencana untuk meningkatkan kualitas tata ruang sekaligus segi kebencanaan seperti dokumen sinkronisasi program penanggulangan
mengurangi risiko bencana di Kota Palu yang akan menjadi masukan bagi bencana yang berdimensi ruang pada KRB di Kota Palu, album peta kerawanan
peninjauan kembali Peraturan Daerah (Perda) Nomor 16 Tahun 2011 Tentang bencana dan peta risiko bencana pada kawasan rawan bencana di Kota Palu.
RTRW Kota Palu 2010-2030. Basis data spasial (SIG) penataan kawasan rawan bencana beserta seluruh
data, hasil analisis, maupun kelaran lain di dalam media penyimpanan digital.
Dalam penyusunan masterplan kawasan rawan bencana di Kota Palu bertujuan
untuk menghasilkan beberapa dokumen baik dari segi penataan ruang seperti Dokumentasi intisari keseluruhan kegiatan penataan ruang berbasis mitigasi
dokumen rencana penataan kawasan rawan bencana level makro pada skala bencana dijadikan dalam Buku executive summary sebagai showcase dan lesson
1:25.000 untuk semua jenis bencana dominan di Kota Palu, termasuk kajian learned yang menjadi referensi untuk replikasi pada lokasi yang lain dengan
peninjauan/review dan masukan bagi peninjauan kembali Rencana Tata Ruang tampilan visualisasi yang komunikatif, informatif dan artistik.
Wilayah (RTRW) Kota Palu dari perspektif penataan ruang berbasis mitigasi/

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
02
Tinjauan
Kebijakan dan
Literatur
RAN-PRB 2006-2009, yang dibuat berdasarkan
kesepakatan-kesepakatan Hyogo dan Beijing,
menjadi salah satu dokumen kebijakan di
tingkat nasional yang mengatur mengenai
partisipasi masyarakat dalam penanggulangan
bencana. Di samping RAN-PRB 2006-2009,
peraturan perundangan nasional yang paling
penting dalam penanggulangan bencana adalah
Undang-undang Nomor 24/2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Setelah ditetapkannya
UU Penanggulangan Bencana tersebut. Secara
garus besar hampir semua tinjaauan kebijakan
menuntun kearah mitigasi dengan pnenurunan
tingkat bahaya, penururan tingkat kerentanan
dan penignkatan tingakt kapasitas

Sumber : Dokumentasi Survey


22 23
BAB 2 Tinjauan Kebijakan dan Literatur BAB 2 Tinjauan Kebijakan dan Literatur

2.1 Tinjauan Kebijakan Pembangunan dan 2.1.1.2 Perpres No. 88 tahun 2011 tentang RTRW Pulau Sulawesi

Penataan Ruang Terkait Kota Palu


A. Rencana Struktur Ruang
Menurut arahan Rencana Struktur Ruang dalam PerPres No.88 Tahun 2011 mengenai Rencana Tata Ruang
Wilayah Sulawesi, Kota Palu diarahkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN).
Rencana Sistem Jaringan Lainnya
Dalam Sistem Jaringan Lainnya Kota Palu diarahkan:
• Jaringan Jalan : pengembangan dan pemantapan jaringan jalan bebas hambatan serta antar kota yang
menghubungkan Palu – Pantoloan

B. Rencana Pola Ruang


Berdasarkan Rencana Pola Ruangnya, Kota Palu terbagi menjadi dua kawasan yaitu kawasan lindung dan
kawasan budidaya. Untuk kawasan lindung di Kota Palu meliputi Taman Hutan Raya Poboya Paneki sebagai
kawasan lindung linnya dan kawasan budidaya mencakup pertanian pangan, industry, dan permukiman dengan
prinsip mitigasi bencana.

C. Kawasan Strategis Pulau Sulawesi


Palu merupakan bagian dari KSN KAPET Palapas, menjadi bagian Kawasan Strategis Ekonomi, dan memiliki
Sumber : Dokumentasi Survey kawasan strategis dari sudut pandang fungsi social budaya di Kawasan Istana Raja Palu.

2.1.1 Tinjauan Kebijakan Nasional dan Provinsi


terhadap Pengembangan Kota Palu 2.1.2 Tinjauan Kebijakan Penataan Ruang Daerah Terhadap Pengembangan
2.1.1.1 PP No. 26 tahun 2008 “Rencana Tata Ruang Kota Palu
Wilayah Nasional
2.1.2.1 Perda Kota Palu No. 16 tahun 2011 tentang RTRW Kota Palu
A. Rencana Struktur Ruang
A. Rencana Struktur Ruang
Rencana Sistem Pusat Pelayanan Kota
1. PKN (Pusat Kegaitan Nasional) terdapat di Kota Palu
Berdasarkan arahan rencana struktur ruangnya, sistem pusat pelayanan kegiatan terdiri dari :
2. PKW (Pusat Kegiatan Wilayah) terdapat di Poso, Luwuk, Buol,
1. Pusat Pelayanan Kota (PPK) terletak pada kecamatan Palu Timur
Kolonedale, Toli-toli dan Donggala
2. Sub Pusat Pelayanan Kota (SPPK) terletak pada Kecamatan Palu Timur dan Palu Utara
3. Pusat Lingkungan (PL) terdapat pada semua Kecamatan di Kota Palu
a. Rencana Jaringan Transportasi Darat

• Jaringan jalan bebas hambatan antar kota di rencanakan di kota/
Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Kota.
kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah antara lain :
1. Rencana pengembangan jaringan jalan eksisting
Pantoloan-Palu
• Sebagai jalan arteri sekunder meliputi ruas jalan lingkar Pantai Teluk Palu meliputi ruas jalan lingkar luar
b. Rencana Jaringan Transportasi Laut
Segmen Palupi-Pengavu-Silae-Watusampu.
• Pelabuhan Pantoloan direncanakan sebagai Pelabuhan
• Rencana pengembangan jaringan jalan baru yang meliputi :
Internasional
Jalan bebas hambatan Palu-Pantoloan-Toboli.
• Pelabuhan Donggala dan Toli-toli direncanakan sebagai Pelabuhan
Nasional
2. Rencana pengembangan terminal tipe A, B, dan C;
c. Rencana Jaringan Transportasi Udara
• Terminal Tipe A, yang meliputi Terminal Mamboro di Kecamatan Palu Utara
• Bandara Mutiara direncanakan sebagai pusat penyebaran
• Terminal Tipe B di Kota Palu adalah Terminal Tipo
sekunder
• Terminal Tipe C tersebar disetiap kecamatan.
• Bandara Bubung direncanakan sebagai pusat penyebaran tersier
3. Rencana sistem jaringan transportasi laut meliputi:
Pengembangan Pelabuhan Pantoloan di Kecamatan Palu Utara sebagai pelabuhaninternasional/ utama
B. Rencana Pola Ruang
sekunder;
1. Kawasan Lindung
4. Rencana pengembangan Bandara Udara Mutiara sebagai Bandar udara pusat penyebaran sekunder yang
Taman Hutan Raya Poboya Paneki (Palu)
terletak di Kecamatan Palu Selatan.
2. Kawasan Budidaya
Kawasan palu dan sekitarnya di rencanakan sebagai kawasan
pertambangan, perikanan, industri, pertanian, perkebunan dan
pariwisata

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
24 25
BAB 2 Tinjauan Kebijakan dan Literatur BAB 2 Tinjauan Kebijakan dan Literatur

B. Rencana Pola Ruang


Arahan rencana pola ruang dalam Perda Kota Palu No.16 Tahun 2011 ini terbagi menjadi dua, yaitu: kawasan lindung Substansi RTRWN RTR Kepulauan RTRW Kota Palu Draft RDTR Evaluasi
dan kawasan budidaya. Dimana kawasan lindung meliputi Hutan lindung, RTH, suaka alam dan cagar budaya,
· Jaringan
perlindungan setempat, rawan bencana alam, serta kawasan lindung lainnya. Sedangkan kawasan budidaya Transportasi Laut:
meliputi kawasan industri, pariwisata, perdagangan dan jasa, perkantoran, permukiman, serta peruntukan lainnya. - Pelabuhan
Pantoloan
menjadi
C. Rencana Kebijakan Strategis Kota Palu pelabuhan
1. Kawasan strategis pertumbuhan ekonomi terletak pada kecamatan Palu Utara internasional
2. Kawasan strategis sosial budaya terletak pada kecamatan Palu Selatan · Jaringan
Transportasi
3. Kawasan strategis aspek lingkungan terletak pada kecamatan Palu Barat Udara:
- Bandara Mutiara
sebagai pusat
2.1.2.2 Draft Rencana Detail Tata Ruang Kota Palu penyebaran
Draft RDTR Kota Palu termuat dalam 6 RDTR untuk tiap bagian wilayah di Kota Palu, diantaranya: sekunder di Kec.
1. RDTR Kawasan Ekonomi Khusus tahun 2015 Palu Selatan
2. RDTR Palu Bagian Utara tahun 2015 Rencana Pola
3. RDTR Palu Bagian Selatan tahun 2013 Ruang
4. RDTR Kawasan Teluk tahun 2014 1. Kawasan · Taman Hutan Raya · Kawasan lindung · Hutan Lindung · Hutan Lindung sinkron
Lindung Poboya Paneki di setempat: · Kawasan Ruang · Kawasan Ruang
5. RDTR Kawasan Tengah Bagian Timur Kota Palu
Palu sempadan pantai Terbuka Hijau Kota Terbuka Hijau Kota
6. RDTR Kawasan Tengah Bagian Barat Kota Palu & sempadan · Kawasan suaka · Kawasan suaka
Dari keenam RDTR kawasan di Kota Palu sinkronisasi/keterhubungan materi rencana dalam RDTR dengan peraturan- sungai alam dan cagar alam dan cagar
· Kawasan lindung budaya budaya
peraturan diatasnya (RTRW Kota Palu, Pulau, dan Nasional) dapat dilihat pada Tabel 2.1. lainnya: Taman · Kawasan · Kawasan
Hutan Raya Perlindungan Perlindungan
Poboya Paneki Setempat Setempat
· Kawasan rawan · Kawasan Rawan · Kawasan Rawan
Tabel 2.1. Matriks Evaluasi Keterhubungan Rencana Tata Ruang di Kota Palu bencana alam: Bencana Alam Bencana Alam
tsunami & gempa · Kawasan lindung · Kawasan lindung
bumi lainnya lainnya
Substansi RTRWN RTR Kepulauan RTRW Kota Palu Draft RDTR Evaluasi 2. Kawasan · Palu & sekitarnya · Pertanian pangan, · Industri · Industri sinkron
Budidaya sebagai kaw. perkebunan, · Pariwisata · Pariwisata
Rencana pertambangan, pertanian · Perdagangan dan · Perdagangan dan
Struktur Ruang perikanan, holtikultura Jasa Jasa
industri, pertanian, · Industri · Perkantoran · Perkantoran
1. Rencana PKN PKN PPL PPL sinkron perkebunan, dan pengolahan · Permukiman · Permukiman
Sistem Pusat: pariwisata lanjutan · Peruntukan · Perkebunan
Kota Palu · Industri komoditas Lainnya · Perikanan
2. Rencana · Jaringan · Jaringan · Jaringan · Jaringan sinkron unggulan · Ruang evakuasi
Jaringan Transportasi Darat: Transportasi Transportasi Darat: Transportasi Darat: · Permukiman bencana
Prasarana - Rencana jalan Darat: - Rencana jalan - Rencana prinsip mitigasi · Hutan Produksi
bebas hambatan - Rencana bebas hambatan Terminal Tipe bencana Terbatas
· Pertahanan dan
Pantoloan-Palu jalan bebas Pantoloan-Palu A di Kec. Palu
keamanan
· Jaringan hambatan - Rencana Utara
Transportasi Laut: Pantoloan-Palu Terminal Tipe · Jaringan Rencana · Kawasan strategis · Kawasan strategis · Kawasan strategis sinkron
- Pelabuhan · Jaringan A di Kec. Palu Transportasi Laut: Kawasan ekonomi: pertumbuhan pertumbuhan
Pantoloan Transportasi Laut: Utara, Tipe B di - Pelabuhan Strategis - Palu termasuk ekonomi terletak ekonomi terletak
menjadi - Pelabuhan Kota Palu, dan Pantoloan KSN KAPET pada Kec. Palu pada Kec. Palu
pelabuhan Pantoloan Tipe C yang sebagai Palapas Utara Utara
internasional menjadi tersebar di Kota pelabuhan - KSE Tawaeli di · Kawasan strategis
· Jaringan pelabuhan Palu utama Kota Palu sosial budaya
Transportasi internasional - Rencana sekunder di Kel. · Kawasan strategis terletak pada Kec.
Udara: pengembangan Pantoloan perkembangan Palu Selatan
- Bandara Mutiara jembatan · Jaringan kota: · Kawasan strategis
sebagai pusat timbang di Kel. Transportasi BALUMBAPOLIPA, aspek lingkungan
yang terletak pada
penyebaran Kayumalue Udara:
menghubungkan kecamatan Palu
sekunder Ngapa yang - Bandara Mutiara
Banawa, Palu, Barat
sudah ada sebagai pusat
Mamboro, Bora,
dan jembatan penyebaran Pantoloan, Toboli,
timbang baru di sekunder dan Parigi
Kel. Watusampu. · Kawasan strategis
sosial budaya:
Kawasan Istana
Raja Palu

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
26 27
BAB 2 Tinjauan Kebijakan dan Literatur BAB 2 Tinjauan Kebijakan dan Literatur

2.1.3 Tinjauan Kebijakan Penanggulangan Bencana Terkait Kota Palu C. Agenda Pembangunan Nasional
Agenda pembangunan nasional disusun sebagai penjabaran operasional dari Nawa Cita, didalam Nawa Cita ke-(7)
“mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik” terdapat
2.1.3.1 RAN-PRB 2006-2009
prioritas yang berkaitan langsung dengan pembangunan wilayah yang berwawasan kebencanaan, yaitu: prioritas
(iv) Melestarikan Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana.
Berdasarkan Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN-PRB) 2006-2009, diketahui bahwa
pelaksanaan pengurangan risiko bencana di Indonesia merupakan bagian dari upaya pengurangan bencana di tingkat
global dan regional. Pada kesepakatan-kesepakatan regional dan internasional ini dapat ditemui bahwa partisipasi
masyarakat untuk mengurangi kerentanan bencana adalah salah satu poin penting.
2.2 Tinjauan Literatur Mitigasi
RAN-PRB 2006-2009, yang dibuat berdasarkan kesepakatan-kesepakatan Hyogo dan Beijing, menjadi salah satu
dokumen kebijakan di tingkat nasional yang mengatur mengenai partisipasi masyarakat dalam penanggulangan 2.2 Tinjauan Literatur Mitigasi
bencana. RAN-PRB adalah penjabaran detil dari lima prioritas aksi HFA untuk skala Indonesia. 2.2.1 Peran Penataan Ruang dalam Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana
Di samping RAN-PRB 2006-2009, peraturan perundangan nasional yang paling penting dalam penanggulangan
bencana adalah Undang-undang Nomor 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. Setelah ditetapkannya UU Bencana dapat dibagi ke dalam tiga bagian: pra-bencana, tanggap darurat dan pasca bencana (pasal 33). Di dalam
Penanggulangan Bencana tersebut, setidaknya terdapat tiga perubahan paradigma dalam penanggulangan bencana: UU 24 tahun 2007 dan peraturan pendukungnya (PP 21/2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana),
- Penanggulangan bencana tidak lagi berfokus pada aspek tanggap darurat, tetapi lebih pada keseluruhan partisipasi masyarakat sangat ditekankan dalam kegiatan penanggulan bencana pada tahapan pra-bencana. Di mana
manajemen risiko; dalam situasi tidak terjadi bencana, peran serta masyarakat ditekankan dalam kegiatan: 1) pengurangan risiko bencana;
- Penanggulangan bencana bukan lagi menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi menjadi urusan bersama 2) pencegahan dan 3) pendidikan dan pelatihan (pasal 35 UU 24/2007). Partisipasi masyarakat dalam kegiatan
masyarakat. Pelibatan masyarakat sebagai subyek dalam kegiatan penanggulangan bencana menjadi faktor yang pengurangan risiko bencana dilakukan melalui perencanaan partisipatif penanggulangan bencana dan pengembangan
penting dalam keberhasilan kegiatan penanggulangan bencana; budaya sadar bencana (pasal 37 ayat 2 UU 24/2007). Partisipasi masyarakat juga diwajibkan dalam kegiatan
- Penanggulangan bencana sebagai bagian dari proses pembangunan sehingga mewujudkan ketahanan (resilience) pencegahan sebagaimana tertuang dalam pasal 9 ayat 4 PP 21/2008.
terhadap bencana
2.2.2 Peran Penataan Ruang dalam Pengurangan Risiko Bencana
2.1.3.2 RPJMN 2015-2019
Upaya menempatkan pengurangan resiko bencana sebagai investasi pembangunan dalam kerangka yang lebih luas,
Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 terdapat muatan-muatan
taat azas, mengikat dan berkelanjutan adalah menempatkan substansi pengurangan resiko bencana ke dalam kebijakan
pentingnya pembangunan wilayah dalam Republik Indonesia yang berwawasan kebencanaan. Muatan-muatan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Penataan Ruang Berbasis Bencana dimaksudkan sebagai penataan ruang yang
itu tersebar dan terinterpretasi dalam bagian Kondisi Umum, Kebijakan Pembangunan Nasional, serta Agenda
memuat pengurangan resiko bencana sebagai dasar dalam alokasi pemanfaatan ruang bagi pembangunan.
Pembangunan Nasional didalam dokumen RPJMN 2015-2019.
Penataan ruang tidak hanya berkaitan dengan perencanaan dan pemanfaatan ruang, tetapi juga pengendalian
A. Kondisi Umum
pemanfaatan ruang, termasuk pengendalian terhadap kemungkinan terjadinya bencana, sehingga mampu berkontribusi
Didalam kondisi umum ada misi pembangunan nasional pada poin ke-6 yang berbunyi:
dalam pengurangan resiko bencana. Hal ini dapat dilakukan melalui pengakomodasian kajian dan pemetaan zona
Mewujudkan Indonesia asri dan lestari dengan memperbaiki pengelolaan pembangunan untuk menjaga
kebencanaan sebagai salah satu dasar dalam merumuskan struktur dan pola ruang dalam RTRW. Tidak sekedar
keseimbangan antara pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan
menempatkan kawasan rawan bencana sebagai salah satu zona, tetapi juga menempatkan kawasan budidaya dengan
hidup dengan tetap menjaga fungsi, daya dukung, dan kenyamanan dalam kehidupan pada masa kini dan
mempertimbangkan kemungkinan terjadinya bencana pada kawasan tersebut. Seorang penulis Dennis S Mileti, Profesor
masa depan, melalui pemanfaatan ruang yang serasi antara penggunaan untuk permukiman, kegiatan sosial
Emiritus dari University of Colorado, mengemukakan bahwa ‘tidak ada pendekatan yang digunakan untuk mengurangi
ekonomi, dan upaya konservasi; meningkatkan pemanfaatan ekonomi sumber daya alam dan lingkungan yang
resiko bencana secara berkelanjutan selain manajemen penggunaan lahan (ruang) yang baik’. Pernyataan tersebut
berkesinambungan; memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk mendukung
mengisyaratkan bahwa pengurangan resiko bencana dapat dilakukan secara efektif melalui kebijakan penatagunaan
kualitas kehidupan, memberikan keindahan dan kenyamanan; serta meningkatkan pemeliharaan dan pemanfaatan
lahan dalam konteks ke-Indonesiaan adalah kebijakan penataan ruang.
keanekaragaman hayati sebagai modal pembangunan.

B. Kebijakan Pembangunan Nasional


2.2.2.1 Penataan Ruang Berbasiskan Mitigasi Bencana
Didalam arah kebijakan umum pembangunan nasional 2015-2019 dijabarkan pada poin ke-4 (keempat), dengan isi:
Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup, Mitigasi Bencana Alam dan Penanganan Perubahan Iklim. Arah
Secara umum, praktek mitigasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. Mitigasi
kebijakan peningkatan kualitas lingkungan hidup, mitigasi bencana dan perubahan iklim adalah melalui peningkatan
struktural berhubungan dengan usaha-usaha pembangunan konstruksi fisik, sementara mitigasi non struktural antara
pemantauan kualitas lingkungan, pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, penegakan hukum
lain meliputi perencanaan tata ruang yang disesuaikan dengan kerentanan wilayahnya dan memberlakukan peraturan
lingkungan hidup; mengurangi risiko bencana, meningkatkan ketangguhan pemerintah dan masyarakat terhadap
(law enforcement) pembangunan. Rencana Tata Ruang seharusnya memuat visi komunitas lingkungan yang aman.
bencana, serta memperkuat kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Menurut Agenda World Habitat 2008, secara umum, langkah langkah untuk mengembangkan “lingkungan perkotaan
yang aman” (Saver City Process) adalah :

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
28 29
BAB 2 Tinjauan Kebijakan dan Literatur BAB 2 Tinjauan Kebijakan dan Literatur

1. Memperkirakan kebutuhan yang harus dikembangkan untuk “keselamatan perkotaan” Bencana gempa bumi dan tsunami Samudera Hindia yang terjadi hampir 14 tahun yang lalu, menimbulkan kerusakan
2. Membentuk kerjasama antara berbagai pihak, baik dari pemerintah, swasta maupun masyarakat infrastruktur yang masif di hampir semua pesisir pantai di Provinsi Aceh, sehingga pada saat itu pemerintah Indonesia
3. Memformulasikan dan mengimplementasikan rencana tindak (action plan) kolaborasi antara berbagai pihak. membentuk suatu tim penanggulangan bencana khusus yang bernama Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR),
Rencana ini harus disusun berdasarkan prioritas, tujuan, indikator,  kerangka waktu dan sistem pemantauan. yang bertugas untuk membangun kembali daerah yang rusak terkena gempabumi dan tsunami, dengan masa tugas
Menurut Koetter (2003), selama 5 tahun.

2.2.2.2 Fungsi Perencanaan Tata Ruang Kepala Badan Pelaksana BRR menyatakan lembaganya telah menyalurkan sebagian besar dana untuk program
rehabilitasi pasca bencana tsunami dan gempa bumi sebesar US$ 7,2 miliar 93 persen di antaranya sudah disalurkan.
Tabel 2.2. Berbagai Jenis Kegiatan Mitigasi dan Tujuan Penggunaanya Dana sebesar itu berasal dari pemerintah dan donor internasional, pemerintah sendiri mengalokasikan dana sebesar
US$ 2,1 miliar.
Jenis Kegiatan Mitigasi Tujuan Mitigasi

Perencanaan tata guna lahan Pengaturan pembangunan di lokasi yang aman Hal yang dapat dilakukan untuk penanggulangan bencana tersebut bisa terbagi dalam 2 jenis, yaitu penurunan tingkat
bahaya dan penurunan kerentanan bencana, dimana:
Building codes Penguatan terhadap tekanan bahaya

Pengaturan zonasi Pembatasan terhadap penggunaan area berbahaya A. Penurunan Tingkat Bahaya
Penurunan tingkat bahaya gempa bumi dan tsunami dapat diminimalisir dengan melakukan beberapa aktivitas
Pengaturan subdivisi Penguatan infrastruktur terhadap bahaya
seperti penanaman mangrove di sepanjang pesisir pantai dan pengembangan mitigasi struktural yang bersifat
Analisis Bahaya / Pemetaan Resiko Identifikasi area berbahaya pembangunan secara fisik untuk memprediksi, mencegah dan mengurangi risiko bencana.

Sistem informasi bahaya Peningkatan kesadaran terhadap resiko


B. Penurunan Kerentanan Bencana
Edukasi publik Peningkatan pengetahuan mengenai bencana Penurunan kerentanan bencana lebih berfokus pada pengembangan kebijakan pembangunan agar masyarakat dan
lingkungan tidak rentan terkena bencana dengan adanya dokumen rencana dan peraturan penataan ruang.
Pemantauan / inspeksi Pemantauan implementasi peraturan

Pengambilalihan lahan yang berbahaya Pengalihan fungsi menjadi ruang terbuka/rekreasi C. Peningkatan Tingkat Kapasitas
Peningkatan kapasitas lebih berfokus kedalam kesiapsiagaan masyarakat dan juga apartur pemerintahan dalam
Relokasi Pemindahan kondisi rentan ke lokasi yang aman
menghadapi bencana. Pada sisi tanggap darurat Kota palu sudah memiliki sistem koordinasi yang baik, namun
Insentif dan disinsentif pajak Penciptaan motivasi untuk pindah ke lokasi aman dalam sisi mitigasi sebelum terjadi bencana, masih banyak hal-hal yang harus dibenahi.

Asuransi bencana Pemberian kompensasi terhadap kerugian ekonomi


Sumber: Godschalk, 1991:136 dalam Kaiser et al (1995) 2.2.3.2 Best Practice Mitigasi Bencana Gempabumi dan Tsunami di Sendal Jepang
Untuk menghasilkan produk rencana tata ruang yang mempertimbangkan unsur-unsur kebencanaan serta menentukan Setelah selesai masa tanggap darurat bencana, selanjutnya pemerintah Jepang mulai masuk dalam tahap rehabilitasi
alat mitigasi yang akan digunakan, teknik pertampalan (overlay) antara konsep pembangunan dengan daerah-daerah dan rekonstruksi. Tahap pertama adalah dengan membuat perencanaan ruang yang berbasiskan mitigasi bencana.
beresiko bencana hasil analisis resiko perlu dilakukan. Hasil pertampalan dapat digunakan untuk mengoreksi usulan Dalam perencanaan ruangnya, pemerintah Jepang menjadikan daerah pesisir pantai menjadi kawasan penyangga
perencanaan, baik struktur ruang, pola ruang, maupun penentuan kawasan – kawasan strategis, yang diatur di dalam (buffer zone) dan menetapkan kawasan ini sebagai kawasan rawan bencana alam dan melarang kegiatan permukiman
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi, Kabupaten, maupun Kota. perkotaan di sekitar kawasan tersebut.

Dapat dilihat dalam penampang di bawah ini bahwa, lokasi permukiman di letakkan di tempat yang tinggi dan sedikit
2.2.3 Konsep dan Best Practice Mitigasi Bencana menjauh dari titik pantai. Sebagai faktor penurunan bahaya mereka membuat konsep pembangunan coastal breakwater,
coastal disaster prevention forest, canal dan membangun taman dengan elevasi yang lebih tinggi. Pemerintah Jepang
2.2.3.1 Best Practice Mitigasi Bencana Gempabumi dan Tsunami di Indonesia juga menyediakan ruang ruang evakuasi berupa bangunan tinggi dan tahan gempa dan jalur jalur evakuasi.

Salah satu kejadian bencana gempa bumi dan tsunami yang paling dahsyat terjadi di abad ini adalah gempabumi dan
tsunami Samudra Hindia yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004, episentrumnya terletak di lepas pantai barat
Sumatera, Indonesia. Guncangan gempa tersebut berskala 9,1–9,3 dalam skala kekuatan Moment dan IX (Violent) dalam
skala intensitas Mercalli. Gempa bumi megathrust bawah laut terjadi ketika Lempeng Hindia didorong ke bawah oleh
Lempeng Burma dan memicu serangkaian tsunami mematikan di sepanjang pesisir daratan yang berbatasan dengan
Samudra Hindia. Gelombang tsunami yang tingginya mencapai 30 meter (100 ft) menewaskan 230.000–280.000
jiwa di 14 negara dan menenggelamkan sejumlah permukiman pesisir. Gempa dan tsunami ini merupakan salah satu
bencana alam paling mematikan sepanjang sejarah. Indonesia adalah negara yang dampaknya paling parah selain Sri
Lanka, India, dan Thailand.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
30 31
BAB 2 Tinjauan Kebijakan dan Literatur BAB 2 Tinjauan Kebijakan dan Literatur

Di bawah ini merupakan konsep perencanaan relokasi permukiman di kawasan terkena bencana dan terdiri dari :
1. Kawasan 1 merupakan kawasan yang terkena dampak paling parah akibat tsunami dan permukiman yang ada di
pesisir pantai ini wajib di relokasi
2. Kawasan 2 merupakan kawasan yang diijinkan untuk pengembangan lebih lanjut namun dengan peraturan ketat.

Gambar 2.2. Perencanaan Relokasi Permukiman Pada Lokasi Bencana


Sumber : Sendai City, earthquake disaster reconstruction plan, 2011

Dari beberapa konsep yang diterapkan pada best practice di Sendal Jepang, beberapa hal yang dapat dipelajari yaitu:
Gambar 2.1. Disaster Risk Area 1. Simulasi evakuasi bencana dibuat lengkap, detail dan menyebar merata dalam radius yang ditentukan;
Sumber : Sendai City, earthquake disaster reconstruction plan, 2011
2. Jalan utama ditempatkan jauh dari sempadan pantai, meskipun ada jalan layang;
3. Jalur/jalan evakuasi dan pergerakan rekolasi dalam pencegahan bencana dibuat jelas dan menyebar dalam radius
tertentu.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
32 33
BAB 2 Tinjauan Kebijakan dan Literatur BAB 2 Tinjauan Kebijakan dan Literatur

2.2.4 Konsep dan Best Practice Mitigasi Bencana di Kota


Christchurch, Selandia Baru
Likuifaksi terjadi di tanah jenuh, dimana ruang antara partikel individu benar-benar penuh
dengan air. Air ini memberikan suatu tekanan pada partikel tanah yang mempengaruhi
seberapa erat partikel itu sendiri ditekan bersamaan. Sebelum gempa, tekanan air relatif
rendah. Namun, getaran gempa dapat menyebabkan tekanan air meningkat ke titik dimana
partikel tanah dengan mudah dapat bergerak terhadap satu sama lain.

Untuk memahami likuifaksi penting untuk mengenali kondisi yang ada di deposit tanah
sebelum gempa bumi. Deposit tanah terdiri dari satu himpunan partikel tanah individu. Jika
melihat secara dekat partikel-partikel ini, kita dapat melihat bahwa setiap partikel berada
dalam kontak dengan sejumlah partikel lainnya. Berat partikel tanah yang saling melapisi
menghasilkan kekuatan kontak antara partikel kekuatan ini menahan partikel individu di
tempatnya dan merupakan sumber perkuatan dari tanah.

Gempa bumi Christchurch terjadi pada Bulan 13 Juni 2011  dengan  kekuatan 6.3 SR yang
mengguncang Kota Christchurch, Canterbury, Selandia Baru. Episentrum gempa berada di
13 km (8 mil) utara Christchurch, dengan kedalaman 6 km (4 mil).

Dampak dari gempabumi itu adalah munculnya fenomena likuifaksi, dan fenomena ini
menghancurkan sebagian besar area CBD (Central Bussiness District) Kota Christchurch dan
4.000 rumah di kawasan sekitarnya. Likuifaksi di kawasan ini mengeluarkan lumpur 200.000
tons, menyebabkan pergeseran muka tanah dan menyebabkan kerusakan infrastruktur dan
bangunan yang massif, 8 % sistem air bersih dan sistem jaringan pembuangan limbah rusak
berat.

Menanggulangi dampak dari gempabumi dan likuifaksi ini, pemerintah Kota Christchurch
mengeluarkan rencana penataan kota baru, diantaranya adalah penetapan daerah yang
terkena dampak likuifaksi paling parah sebagai Red Zone, dimana semua kegiatan yang
melibatkan orang banyak dilarang. Kemudian pemerintah Kota juga membeli rumah rumah
yang sebelumnya berada di kawasan permukiman dalam red zone, dan menjadikan kawasan
Gambar 2.3. Peta Tingkat Kerawanan Likuifaksi Kota Chrischurch
red zone ini sebagai ruang terbuka.

Secara umum konsep penataan Kota Chrischurch yang baru terdiri dari 5 elemen , yaitu :
1. Menerapkan Konsep Kota Hijau,
Beberapa hal yang dapat dipelajari dari knsep yang diterapkan di Kota Christchurch yaitu:
2. Membangun identitas kota yang baru dan lebih kuat
1. Menciptakan identitas kota yang merupakan dasar penting dalam pembangunan suatu kota. Selama ini, sebagian
3. Menciptakan CBD yang kompak
besar kota-kota di Indonesia hampir kehilangan identitas atau karakteristik kotanya. Aspek ini, karakteristik lokal
4. Tempat yang nyaman untuk hidup
jika dapat diterapkan secara tepat dapat menjadikan kotanya berkembang dengan baik, karena identitas kota
5. Menata jaringan transportasi yang ramah lingkungan
adalah roh pengembangan dan pembangunan suatu kota.
2. Penataan jaringan transportasi yang ramah lingkungan. Jaringan transportasi yang terkoneksi dan terintegrasi
masih menjadi kelemahan perencanaan sistem kota di Indonesia. Sistem transportasi yang terkoneksi dan
terintegrasi dapat menjadikan pengembangan kota menjadi lebih baik, karena peruntukan atau penggunakan
lahan mengikuti sistem transportasi.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
03
Potensi
Kebencanaan
Kota Palu
Dalam dokumen BNPB disebutkan bahwa
bencana yang di bkota palu adalah, banjir, banjir
bandang, tsunami, gempa dan longsor. Selain
itu terdapat kebakaran dll. Dari kejadian gempa
bumi tahun 2018, teridenfikasi bencana baru
yang mengancam kota palu, yaitu bencana
likuifaksi. Perlu di garis bawahi, khusus untuk
bencana tsunami di kota palu, mekanismenya
berbeda dengan mekanisme umum tsunami,
yang biasanya bersumber dari gempa, kota
palu potensi bencana tsunami bersumber dari
longsoran sedimen laut
36 37
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu

3.1 Lokasi Geografis dan Sumber : Dokumentasi Survey


Dari data tabel di atas dapat diketahui bahwa suhu udara yang ada di Kota Palu
Kondisi Fisik Kota mempunyai rata-rata suhu tiap bulannya berbeda selama setahun dan untuk
rata-rata tertinggi terdapat pada bulan maret dengan nilai 29,2°C. Sementara
Palu apabila dilihat dari suhu maksimumnya suhu tertinggi terdapat pada bulan
maret dengan nilai 35,6 °C.
3.1.1 Kondisi Fisik Dasar
Selain memiliki iklim yang berubah-ubah pada setiap bulannya, Kota Palu
3.1.1.1 Iklim memiliki curah hujan yang berbeda juga pada setiap bulannya, dilengkapi
dengan jumlah hari hujan serta penyinaran matahari. Untuk lebih jelasnya
Berbeda dengan daerah-daerah lain di Indonesia yang mempunyai mengenai kondisi curah hujan yang ada di kota palu dapat dilihat pada tabel
dua musim, Kota Palu memiliki karakteristik yang spesifik, dan grafik di bawah ini.
dikarenakan Kota Palu tidak dapat digolongkan sebagai daerah
musim atau disebut sebagai Non Zona Musim. Pada tahun 2016, Tabel 3.1 Rata-Rata Jumlah Hari Hujan, Curah Hujan Dan Penyinaran
suhu udara maksimum yang tercatat pada Stasiun Udara Mutiara Matahari Setiap Bulan Di Kota Palu
Palu adalah 35,6°C terjadi pada bulan maret, sedangkan suhu udara
minimum terjadi pada bulan februari yaitu sebesar 22,6°C. Rata-rata Jumlah Hujan Curah Hujan Penyinaran
Bulan
suhu udara tertinggi terjadi pada bulan maret yaitu sebesar 29,2°C. (Hari) (Mm) Matahari
Sementara, rata-rata suhu udara terendah terjadi pada bulan oktober,
Januari 9 27,4 70
yaitu sebesar 27,5°C. Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan
Pebruari 9 8,8 65,7
oktober yang mencapai 79,0 persen, sedangkan kelembaban udara
terendah terjadi pada bulan januari yaitu 71,5 persen. Maret 23 25,8 83,9
April 15 87,1 65,2
Mei 15 27,8 71,1
Juni 24 66,4 61,5
Juli 20 61,9 69,6
Agustus 10 47,5 73,4
September 18 63,5 60,9
Oktober 23 187,3 61,3
Nopember 15 21,1 74,6
Desember 16 33,5 52,7
Sumber : Kota Palu Dalam Angka, 2017

Gambar 3.1. Grafik kondisi suhu dan kelembaban Kota Palu


Sumber : Hasil Analisis, 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
38 39
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu

Gambar 3.2. Grafik curah hujan Kota Palu


Sumber : Hasil Analisis, 2018

Berdasarkan kajian “Variablitisa Curah Hujan di Palu • rendah (0 – 100 mm), Selain data curah hujan bulanan, cata curah hujan harian dapat menjadi
Berdasarkan Data Pengamatan tahun 1981-2010” curah • menengah ( 100 – 300 mm), dan indikasi awal kontribusi ikim terhadap terjadinya bencana banjir. Untuk
hujan bulanan kota palu menunjukkan grafik sebagai • tinggi (300 – 500 mm) melihat kondisi curah hujan harian ditentukan dengan tabel di bawah ini
berikut ( sumber : Bmkg)
Tabel 3.2 kondisi curah hujan harian
Berdasarkan data rata2 bulanan, Kota Palu memiliki Tipe < 5 mm/24 Jam Sangat Ringan
daerah dengan curah hujan berkategori rendah (rata-
5 - 20 mm/24 Jam Ringan
rata bulanan di bawah 100 mm). Berdasarkan data rata2
bulanan, Kota Palu memiliki Tipe daerah dengan curah 21- 50 mm/24 Jam Sedang
hujan berkategori rendah (rata-rata bulanan di bawah 50 - 100 mm/24 Jam Lebat
100 mm )
> 100 mm24/Jam Sangat Lebat
Gambar 3.3 Rata-rata hujan bulanan dan koefisien
Klasifikasi Curah Hujan Harian terbagi ke dalam 5 kelas seperti di tunjukkan
variasi Rata-rata periode 10 tahunan
tabel tersebut, kota Palu memiliki frekuensi hujan lebat yang kecil, bahkan
sangat jarang terjadi Curah Hujan Yang berkategori sangat lebat. Hal ini
Rata-rata hujan bulanan pada periode 10 tahunan
dikonfirmasi dengan tabel kejadian curah hujan harian
umumnya menunjukkan puncak maksimum pada bulan
Juli kemudian menurun hingga mencapai minimum pada
bulan Desember.

Rata-rata hujan bulanan 10 tahunan terjadi peningkatan


pada periode ke 2 (1991-2000) dibandingkan dengan
periode lainnya untuk bulan Juni, Juli dan Agustus. Gambar 3.4 Rata-rata Curah Hujan 30 Tahunan
(bulan Juni – Agustus adalah bulan dimana kemungkinan
curah hujan akan berada pada nilai tertinggi). Namun untuk beberapa kejadian curah hujan, palu
memiliki pola akan mengalami curah hujan maksimum
Data normal curah hujan bulanan merupakan nilai curah dalam kategori menengah. Dimana jumlah CH mencapi
hujan rata – rata selama rentang waktu minimal 30 tahun. 250 mm. CH maksimum ini yang di mungkinkan
Pembuatan nilai normal hujan bulanan memanfaatkan penyebab terjadi banjir. Namun Frekuensi CH maksimum
data selama 30 tahun, yaitu mulai tahun 1981 – 2010. Ini tidak lah besar
Normal curah hujan ini terbagi menjadi 3 kategori, yaitu Gambar 3.5 Distribusi Frekuensi Curah Hujan Harian 10 Tahunan

Sumber : Dokumentasi Survey

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
40 41
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu

Secara kajian Klimatologi, Curah hujan di Kota Palu “seharusnya” tidak


memungkinkan menyebabkan banjir. Jikapun terjadi banjir akan berupa genangan.

3.1.1.2 Geologi dan Morfologi


Secara umum formasi geologi tanah di Kota Palu ini yang dilaporkan SPRS
menunjukkan bahwa formasi geologinya terdiri dari batuan gunung berapi
dan batuan terobosan yang tidak membeku (Inncous Intrusiverocks). Dataran
lembah Palu ini terdiri dari bahan-bahan alluvial dan colluvial yang berasal dari
metamorfosis yang telah membeku.

Keadaan Geologi Kota Palu secara umum sama untuk semua kecamatan, terutama
yang terletak dekat dengan pesisir pantia yaitu jenis tanah Alluvial yang terdapat di
lembah Palu. Secara umum formasi geologi tanah di Kota Palu ini yang dilaporkan
SPRS menunjukkan bahwa formasi geologinya terdiri dari batuan gunung berapi
dan batuan terobosan yang tidak membeku (Inncous Intrusiverocks). Disamping
pula batuan-batuan metamorfosis dan sedimen. Dataran lembah Palu diperkirakan
cocok untuk pertanian intensif. Geologi tanah dataran lembah Palu ini terdiri dari
bahan-bahan alluvial dan colluvial yang berasal dari metamorfosis yang telah
membeku. Disamping itu tanahnya kemungkinan bertekstur sedang. Topografi
daerah ini adalah datar sampai berombak-ombak dengan beberapa daerah yang
berlembah

Di samping kondisi geologi tanah, kota palu di lewati beberapa sesar aktif, dimana
sesar yang terbesar adalah sesar palu koro.

Sumber : Dokumentasi Survey Gambar 3.6. Peta Geologi dan sesar Kota Palu

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
42 43
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu

3.1.1.3 Topografi
Berdasarkan topografinya, wilayah Kota Palu dapat diklasifikasikan ke dalam tiga
zona ketinggian permukaan bumi dari permukaan laut,yaitu :
1. Topografi dataran rendah/pantai dengan ketinggian antara 0–100 m di atas
permukaan laut yang memanjang dari arah Utara ke Selatan dan bagian Timur ke
arah Utara.
2. Topografi perbukitan dengan ketinggian antara 100–500 m di atas permukaan
laut yang terletak dibagian Barat sisi Barat dan Selatan, kawasan bagian Timur ke
arah Selatan dan bagian Utara kearah Timur.
3. Pegunungan dengan ketinggian lebih dari 500 m sampai dengan 700 m di atas
permukaan laut.

Wilayah dengan tingkat kemiringan tanah yaitu 0-5 % hingga 5–40 % merupakan
yang paling luas yaitu 376,68 Ha (95,34%), sedangkan ketinggian diatas 500 meter
dari permukaan laut yang paling luas yaitu 18,38 Ha (4,66%).

Kondisi topografi Kota Palu adalah datar sampai bergelombang dengan beberapa
daerah yang berlembah. Karakteristik kondisi topografi wilayah Kota Palu ditunjukkan
dalam Gambar 2.2 dan Tabel 2.4. Gambar 2.2 menunjukan bahwa sebagian besar
wilayah Kota Palu memiliki permukaan yang datar dengan persentase 4 amper 75
% dari total luas wilayah. Wilayah yang memiliki permukaan bergelombang dengan
kemiringan diantara 2-15 derajat sebesar 5%. Wilayah Kota Palu memiliki kemiringan
antara 15-40 derajat seluas 20 %. Terdapat 0,05% wilayah dengan kemiringan
> 40 derajat. Wilayah dengan kemiringan di atas 15 derajat termasuk dalam kategori
curam sehingga perumahan maupun aktivitas rumah tangga lainnya sulit untuk
dilakukan pada areal tersebut.

Gambar 3.8 Kondisi Kemiringan Wilayah Kota Palu


Sumber: BPS, Kota Palu dalam angka, tahun 2017.

Dari sudut pandang topografi, palu memiliki potensi kecil untuk bencana longsor.
Namun Ppal memiliki area dengan kemiringan rendah sangat lah domininan, jika
area topografi ini berada pada bibir area pantai maka akan memperbesar dampak jika
terjadi bencana tsunami, dan jika berada di area pingir sungai, akan memperbesar
dampak jika terjadi bencana banjir.

Gambar 3.7. Peta Geomorfologi Kota Palu

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
44 45
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu

Gambar 3.9. Peta Topografi kota palu Gambar 3.10. Peta Kontur Kota Palu

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
46 47
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu

3.1.1.4 Hidrologi
Berdasarkan tata letak wilayah DAS secara geografis, Kota Palu hanya dilalui
satu DAS yaitu Daerah Aliran Sungai Palu, dengan luas 301.495,68 Ha. Sungai ini
sepanjang tahun tidak pernah mengalami kekeringan karena pada sungai tersebut
bermuara16 anak sungai dan sungai sungai lainnya seperti sungai Paneki, Sungai
Miu dan Sungai Bambanua serta Sungai Wuno yang memiliki hulu pada Kabupaten
Donggala Sungai ini amat potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber air bersih,
pertanian, dan industri. Debit air sungai yang dapat dimanfaatkan diperkirakan 200
liter per detik.

Di Kota Palu secara hidrologis terdapat air tanah bebas yang tersimpan pada lapisan
akuifer yang tersusun dari kerakal, kerikil, pasir kasar sampai pasir halus. Air tanah
bebas ini terdiri dari air tanahdangkal dan air tanah dalam. Secara keseluruhan
ketersediaan air tanah di Kota Palu tidak merata karena sangat tergantung
padafaktor iklim, geologi, morfologi, vegetasi dan tata guna lahan.

Mata air di Kota Palu tersebar di beberapa lokasi dan sebagian besar telah
dimanfaatkan sebagai sumberair bersih, antara lain :
1. Mata air Pria dan Wanita, terdapat di Kelurahan Duyu pada ketinggian sekitar
40 meter daripermukaan laut dengan kapasitas aliran masing-masing 1,5 liter
per Detik dan saat ini sudah dimanfaatkan oleh PDAM.
2. Mata air Yoega, terdapat di Kelurahan Donggala Kodi pada ketinggian sekitar
98 meter daripermukaan laut dengan kapasitas 1 liter per Detik dan sudah
pernah dikelola oleh PDAM.
3. Mata air Koeloe, terdapat di Kelurahan Donggala Kodi pada ketinggian sekitar
32 meter daripermukaan laut dengan kapasitas 1 liter per Detik dan sudah
pernah dikelola oleh PDAM.
4. Mata air Watutela, terdapat di Kelurahan Tondo pada ketinggian sekitar 350
meter dari permukaanlaut dengan kapasitas 5 liter per Detik dan sudah pernah
dikelola oleh PDAM.
5. Mata air Owo, terdapat di Kelurahan Pantoloan dengan kapasitas 5 liter per
Detik dan sudahdimanfaatkan untukkebutuhan Pelabuhan Pantoloan.

Sumber : Dokumentasi Survey


Gambar 3.11. Peta Kemiringan Lereng kota palu

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
48 49
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu

Selain kondisi DAS, kondisi muka air tanah merupakan salah satu fakor penting
kondisi hidrologi. Air tanah merupakan komponen dari suatu daur hidrologi
(hydrologic cycle) yang melibatkan banyak aspek biogeofisik, bahkan aspek politik
dan sosial budaya yang sangat menentukan keterdapatan air tanah di suatu
daerah. Keberadaan CAT Palu erat kaitannya dengan struktur graben di Cekungan
Palu, yaitu Sesar Palu. Secara administratif CAT Palu berada di Provinsi Sulawesi
Tengah dan meliputi wilayah Kota Palu (sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Tengah),
Kabupaten Donggala, dan Sigi. Dengan demikian air tanah di CAT Palu merupakan
salah satu sumber pemasok air bersih bagi penduduk di Kota Palu serta di sebagian
Kabupaten Donggala dan Sigi. Peningkatan jumlah penduduk dan pengembangan
berbagai sektor seperti domestik, industri, jasa, pertanian dan sektor lainnya di
Kota Palu, secara langsung maupun tidak langsung menuntut penyediaan sumber
air bersih yang semakin meningkat. Di sisi lain dihadapkan ke fenomena air tanah
sebagai sumberdaya yang terbatas menurut ruang dan waktu. Jika hal ini tidak
diantisipasi maka degradasi kuantitas dan kualitas air tanah akan terus meningkat.
Kondisi ini akan semakin meningkat jika diiringi dengan pemahaman yang keliru
tentang fenomena air tanah, disamping karena dampak dari pembangunan serta
aktivitas manusia.

Berdasarkan bentuk lahan CAT Palu, maka secara umum terdiri atas satuan
hidromorfologi dataran aluvial. Agihan potensi air tanah berdasarkan karakteristik
air tanah (bebas, mata air dan tertekan) pada satuan hidromorfologi dataran aluvial
berada di seluruh bagian CAT Palu dengan tingkat potensi sedang – tinggi

Sumber : Dokumentasi Survey


Gambar 3.12. Peta Jaringan Sungai kota palu

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
50 51
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu

3.1.2 Kondisi Penggunaan Lahan


Lahan di Kota Palu terdiri dari lahan kering dan lahan basah. Lahan basah sebagian
besar digunakan untuk sawah, sementara lahan kering digunakan untuk lahan
pertanian, perkebunan, kehutanan, industri, perumahan dan penggunaan lainnya.

Rencana Pola Ruang Kota mencakup rencana pengembangan kawasan lindung dan
kawasan budidaya pada wilayah daratan seluas ±39.504 ha dan wilayah laut seluas ±
10.460 ha. Klasifikasi pola ruang wilayah Kota Palu terdiri atas kawasan lindung dan
kawasan budidaya. Guna Lahan Kota Palu di dominasi oleh kawasan budidaya dapat
dilihat pada Peta Guna Lahan di bawah ini.

Sumber : Dokumentasi Survey

Gambar 3.13. Peta Hidrologi di ekungan air tanah kota palu

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
52 53
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu

3.2 Sejarah Kebencanaan Kota Palu


3.1.5 Karakteristik Kebencanaan
Kota Palu memiliki sejarah kejadian bencana yang beragam. Dimana kejadian-
kejadian bencana tersebut ada yang menimbulkan dampak korban jiwa,
kerugian fisik serta kerusakan lahan yang tidak sedikit. Catatan sejarah
kejadian bencana Kota Palu dilihat berdasarkan Data dan Informasi Bencana
Indonesia (DIBI) yang dikeluarkan oleh BNPB.

Berdasarkan DIBI, dalam rentang tahun 1815–2015 tercatat 6 (enam) jenis


bencana yang pernah terjadi di Kota Palu, yaitu bencana banjir, banjir bandang,
gelombang ekstrim dan abrasi, gempabumi, epidemi dan wabah penyakit dan
tanah longsor. Kejadian bencana tersebut menimbulkan dampak yang tidak
sedikit bagi Kota Palu. Adapun catatan kejadian bencana yang pernah terjadi
Sumber : Dokumentasi Survey di Kota Palu, dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.3 Catatan Sejarah Kejadian Bencana di Kota Palu Tahun 1815-2015
Rumah Rumah
Jumlah Luka- Kerusakan
Kejadian Meninggal Hilang Mengungsi Rusak Rusak
Kejadian Luka Lahan
Berat Ringan
Banjir 5 3 2.129 5 13.509 11 11 -
Banjir
1 - - - 7.544 - - -
Bandang

Gelombang
Ekstrim - - - 34 - -
dan Abrasi 1
Gempabumi 3 - 3 - 13.000 992 - -
Epidemi dan
Wabah - - - - -
Penyakit 1 3 220
Tanah Longsor 1 1 11 - - - - -
Total 12 7 2.363 5 34.053 1.037 11 -

Sumber Dokumen KRB Kota Palu 2016-2020

Dari tabel di atas, terlihat bahwa dalam rentang tahun 1815–2015 telah terjadi
12 kali kejadian bencana di Kota Palu. Kejadian bencana tersebut meliputi 6
(enam) jenis bencana, dimana bencana yang dominan terjadi adalah bencana
banjir dengan 5 (lima) kali kejadian dan diikuti bencana gempa bumi dengan
3 (tiga) kali kejadian. Kejadian bencana banjir merupakan kejadian yang
berdampak signifikan di Kota Palu selain bencana lainnya.

Persentase kejadian bencana di Kota Palu dari tahun 1815–2015 dilihat


berdasarkan perbandingan total kejadian dengan jumlah kejadian per
bencana. Adapun persentase kejadian bencana tersebut dapat dilihat pada
gambar berikut.
Gambar 3.14. Kondisi Penggunaan Lahan
Sumber : Hasil Analisis, 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
54 55
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu

3.3 Kajian Potensi Kebencanaan


Kota Palu

Gambar 3.4. Presentase Bencana Kota Palu Tahun 1815-2015


Sumber: Dokumen KRB Kota Palu 2016-2020

Sumber : Dokumentasi Survey


Dari gambar di atas, terlihat bahwa bencana banjir dan gempa bumi mendominasi kejadian bencana di Kota Palu dari
tahun 1815–2015, dengan persentase kejadian yaitu 41,67% dan 25%. Sedangkan bencana lainnya masing-masing
memiliki persentase 8,33% yaitu bencana banjir bandang, gelombang ekstrim dan abrasi, epidemi dan wabah penyakit 3.3.1 Potensi Bencana Kota Palu
serta tanah longsor.
Potensi bencana merupakan salah satu faktor penentu dalam pengkajian
Tabel 3.4 Kejadian Gempa Sekitar Kota Palu risiko bencana. Penentuan potensi bencana suatu daerah merupakan langkah
Tanggal Epicenter Magnitudo Kedalaman Keterangan awal dalam kajian risiko yang dilakukan. Potensi bencana dilihat berdasarkan
bencana yang pernah terjadi dan belum terjadi. Untuk bencana yang pernah
30 Juli 1907 Lemo - - - terjadi berpedoman pada DIBI, sedangkan bencana yang belum terjadi
1 Desember 1927 0,5 LS – 122.5 BT - - Tsunami 15 m berpedoman pada metodologi pengkajian risiko bencana yaitu berdasarkan
(Teluk Palu) Likuifaksi 12 m
Perka BNPB Nomor 2 Tahun 2012 dan referensi pedoman lainnya yang ada di
kementerian/lembaga di tingkat nasional. Lingkup potensi bencana mencakup
Panjang 2 m bencana alam, non alam maupun akibat ulah manusia.
30 Januari 1930 Donggala - - Tsunami 2 m
20 Mei 1983 0,5 LS – 125, 3 BT 7,6 SR 33 km Seluruh Sulawesi Berdasarkan pedoman tersebut, maka dapat ditentukan potensi bencana
14 Agustus 1968 0,7 LU – 119,8 BT 6,0 SR 23 km Likuifaksi di Kambayang (Sabang)
yang mengancam di Kota Palu. Dari DIBI tercatat 6 (enam) jenis bencana
yang pernah terjadi di Kota Palu. Bencana yang pernah terjadi tersebut tidak
(Selat Makassar) tertutup kemungkinan akan terjadi lagi. Adapun potensi bencana di Kota Palu
22 Agustus 1982 0,07 LU – 121,08 BT 4,5 SR 33 km Sebuah Pulau Kecil berdasarkan DIBI dan metodologi pengkajian risiko bencana dapat dilihat
25 Oktober 1983 1,13 LU – 120,86 BT 5,8 SR 33 km - pada tabel berikut.
2 Januari 1994 Teluk Tomini 5,9 SR 33 km Sausu, Parigi Tabel 3.5 Tabel Potensi Bencana dalam Kajian Risiko Bencana Kota Palu
14 Desember 1996 0,60 LU – 119,92 BT 7,0 SR 39 km Palu, Donggala dan Toli-Toli
No Jenis Bencana Sumber Dokumen
11 Oktober 1998 - 6,1 SR Normal Palu dan Donggala
1 Banjir Dokumen Kawasan Rawan Bencana Kota Palu 2016-2020 (BNPB)
20 Juni 2000 Banggai Kepulauan 6,2 SR 36 km Bangkep, Luwuk, Poso, Palu
2 Banjir Bandang Dokumen Kawasan Rawan Bencana Kota Palu 2016-2020 (BNPB)
Agustus 2002 1,0 LS – 121,05 BT 5,8 SR 60 km Gempa Tojo
3 Gelombang Ekstrim dan abrasi Dokumen Kawasan Rawan Bencana Kota Palu 2016-2020 (BNPB)
(Teluk Tomini) Air Laut surut 100-200 m 4 Gempa Bumi Dokumen Kawasan Rawan Bencana Kota Palu 2016-2020 (BNPB)
24 Januari 2005 Bora-Palolo 6,2 SR 30 km Palu, Donggala, Parimo, Pantai 5 Tanah Longsor Dokumen Kawasan Rawan Bencana Kota Palu 2016-2020 (BNPB)
Barat
6 Kebakaran Hutan dan Lahan Dokumen Kawasan Rawan Bencana Kota Palu 2016-2020 (BNPB)
7 Kekeringan Dokumen Kawasan Rawan Bencana Kota Palu 2016-2020 (BNPB)
8 Cucaca Ekstrim Dokumen Kawasan Rawan Bencana Kota Palu 2016-2020 (BNPB)
9 Tsunami Dokumen Kawasan Rawan Bencana Kota Palu 2016-2020 (BNPB)
10 Likuifaksi * Kajian Potensi Likuifaksi Kota Palu, Badan Geologi, kementrisan ESDM.
Sumber : Pengolahan Data Konsultan 2018
Ket : * Khusus untuk likuifaksi dikaji setelah Gempa Bumi 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
56 57
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu

Dari tabel di atas terlihat bahwa terdapat 9 (sembilan) jenis bencana yang
berpotensi mengancam di Kota Palu. Dimana 5 (lima) jenis bencana tersebut
pernah terjadi, yaitu bencana banjir, banjir bandang, gelombang ekstrim dan
abrasi, gempa bumi, serta tanah longsor. Sedangkan bencana kebakaran hutan
dan lahan, kegagalan teknologi, kekeringan, cuaca ekstrim serta tsunami belum
pernah terjadi di Kota Palu.

Dalam kajian terbaru, setelah tersusunnya dokumen rawan bencana Kota Palu
2016-2020, ternyata Kota Palu memiliki potensi bencana yang belum disebutkan
dalam dokumen KRB tersebut. Bencana yang di maksud adalah bencana likuifaksi
tanah. Kajian pertama kali terkait potensi likufiaksi di Kota Palu dilakukan pada
tahun 2012. Informasi dan pemetaan terbaru dilakukan 2018 pasca bencana gempa
likuifaksi dan tsunami terjadi. Pada dasarnya mekanisme terjadinya likuifkasi
adalah bencana tambahan akibat adanya gempa bumi, namun jenis bencana ini
harus di bedakan dari bencana gempa bumi, dikarenakan faktor penyebab, pola
kerusakan, dan type kerusakannya pun berbeda dengan gempa bumi. Potensi
bencana likuifaksi di kota Palu, dibuktikan dengan adanya bencana tersebut pada
tahun 20018, tepatnya pada saat gempa bumi palu yang di iringi tsunami, pada
September 2018.

3.3.2 Kajian Kebencanaan Banjir Kota Palu


Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan karena peningkatan volume air
akibat hujan deras, luapan air sungai atau pecahnya bendungan. Banjir juga dapat
terjadi di daerah yang gersang dengan daya serap tanah terhadap air yang rendah
dan jumlah curah hujan melebihi kapasitas serapan air.

Pengkajian bahaya banjir dilakukan untuk mengetahui luasan daerah terdampak


serta indeks dan kelas bahaya banjir. Parameter yang digunakan dalam
menentukan indeks bahaya banjir, yaitu daerah rawan banjir, kemiringan lereng,
jarak dari sungai dan curah hujan.

Gambar 3.16. Peta Bahaya Banjir, Skala 1:50.000


Sumber : Dokumen KRB Kota Palu, BNPB, 2015
Sumber : www.antara.com

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
58 59
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu

3.3.3 Kajian Kebencanaan Banjir Bandang Kota


Palu
Banjir bandang adalah banjir besar yang terjadi secara tiba-tiba karena
meluapnya debit air yang melebihi kapasitas aliran alur sungai oleh kosentrasi
cepat hujan dengan intensitas tinggi serta sering membawa aliran debris
bersamanya atau runtuhnya bendungan alam yang terbentuk dari material
longsoran gelincir pada area hulu sungai.

Pengkajian bahaya banjir bandang dilakukan untuk memperoleh luas daerah


terdampak dan kelas bahaya banjir bandang. Parameter yang digunakan dalam
menentukan indeks bahaya banjir bandang, yaitu sungai utama, topografi dan
potensi longsor di hulu sungai (longsoran yang memiliki kelas tinggi), peta
potensi bahaya banjir yang pernah di lakukan oleh BNPB ditunjukan sebagai
berikut

Gambar 3.17. Peta Bahaya Banjir Bandang, Skala 1:50.000


Sumber : Dokumen KRB Kota Palu, BNPB, 2015

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
60 61
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu

Sumber : Dokumentasi Survey

3.3.4 Kajian Kebencanaan Gempa Bumi Palu


Gempa bumi adalah peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan dislokasi
(pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba-tiba. Gempa bumi dapat
terjadi karena proses tektonik akibat pergerakan kulit/lempeng bumi, aktivitas
sesar di permukaan bumi atau pergerakan geomorfologi secara lokal. Skala
yang digunakan untuk menentukan besarnya gempa bumi biasanya dengan
skala richter (SR). Intensitas atau getarannya diukur dengan skala MMI.
Parameter yang digunakan dalam menentukan indeks bahaya gempa bumi,
yaitu kelas topografi, intensitas guncangan di batuan dasar, dan intensitas
guncangan di permukaan.

Gambar 3.7. Peta Bahaya Gempa Bumi, Skala 1:50.000


Sumber : Dokumen KRB Kota Palu, BNPB, 2015

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
62 63
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu

3.3.5 Kajian Area Sempadan Aktif

3.3.6 Kajian Kebencanaan Tanah Longsor Kota Palu


Tanah longsor termasuk dalam bencana yang disebabkan oleh pengaruh geologi. Pengaruh tersebut karena pergerakan
massa batuan dan tanah dengan berbagai tipe seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Parameter yang
digunakan dalam menentukan indeks tanah longsor, yaitu kemiringan lereng (di atas 15%), arah lereng, panjang lereng,
tipe batuan, jarak dari patahan/sesar aktif, tipe tanah (tekstur tanah), kedalaman tanah (solum), curah hujan, dan
stabilitas lereng.

Gambar 3.9. Peta Bahaya Tanah Longsor Skala 1:50.000


Gambar 3.8. Peta Area Sesar Buffer
Sumber : Dokumen KRB Kota Palu, Peta Geologi
Sumber : Dokumen KRB Kota Palu, BNPB, 2015

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
64 65
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu

3.3.7 Kajian Kebencanaan Tsunami Kota Palu


Tsunami merupakan bencana yang terjadi karena adanya gangguan impulsif
terhadap air laut akibat terjadinya perubahan bentuk dasar laut secara tiba-
tiba. Faktor yang mempengaruhi tsunami adalah gempa bumi, letusan gunung
api, dan longsoran (landslide) yang terjadi di dasar laut. Penyebab utama dari
ketiganya adalah gempa bumi. Parameter yang digunakan dalam menentukan
indeks bahaya tsunami, yaitu ketinggian maksimum tsunami, kemiringan
lereng, dan kekasaran permukaan. Berdasarkan parameter bahaya tsunami
tersebut, maka dapat ditentukan kelas bahaya dan luasan daerah terdampak
bencana tsunami di Kota Palu. Adapun rekapitulasi pengkajian bahaya tsunami
di masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut.

Gambar 3.10. Peta Bahaya Tsunami, Skala 1:50.000


Sumber : Dokumen KRB Kota Palu, BNPB, 2015

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
66 67
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu

3.3.8 Kajian Kebencanaan Likuifaksi Kota Palu 3.3.9 Kajian Kerentanan Kota Palu
Peta rawan bencana likuifaksi pada kajian ini bersumber dari kajian Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Pengkajian kerentanan berhubungan dengan kemampuan perorangan atau komunitas untuk menghadapi sebuah
daya Mineral tahun 2018, yang telah di sempurnakan beberapa kali. Penelitian terhadap potensi bencana Likuifaksi ini ancaman bencana. Penilaian terhadap kerentanan berupa proses pengukuran tingkat kerentanan baik individual
baru dilakukan oleh P3G Bandung dengan skala peta 1:50.000 namun hanya meliputi area kecil saja untuk Kota Palu. maupun kelompok. Pengkajian kerentanan dapat dilakukan berdasarkan aspek sosial budaya, fisik, ekonomi dan
Kajian ini berdasrkan dari data bore di beberapa lokasi di kota Palu, namun setelah terjadinya gempa bumi pada bulan lingkungan.
September 2018 silam maka penelitian lebih lanjut terhadap potensi likuifaksi terus dilaukan. Klasifikasi kelas Potensi
Likuifaksi dibuat berdsarakan Iwasaki (1986) dalam Taufiq (2011), klasifikasi LPI terhadap resiko potensi liquifaksi Pengkajian kerentanan bencana dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori indeks pendukung dalam penentuan
adalah sebagai berikut: kerentanan, yaitu indeks penduduk terpapar dan indeks kerugian.
• Indeks Penduduk Terpapar, didapatkan berdasarkan komponen sosial budaya. Parameter yang digunakan dalam
penentuan indeks ini yaitu kepadatan penduduk dan penduduk kelompok rentan. Kelompok masyarakat rentan
yang dimaksud adalah kelompok umur rentan (umur 0–4 tahun dan >65 tahun), rasio jenis kelamin, penduduk
miskin, dan penduduk cacat. Parameter ukur indeks penduduk terpapar tersebut berlaku sama untuk seluruh
potensi bencana, kecuali untuk bencana kebakaran hutan dan lahan. Bencana tersebut karena tidak berpengaruh
pada timbulnya korban jiwa/penduduk terpapar bencana.
• Indeks Kerugian, dihitung berdasarkan komponen ekonomi, fisik dan lingkungan. Indeks ini dikelompokkan menjadi
2 (dua) yaitu indeks kerugian rupiah (ekonomi dan fisik) dan indeks kerusakan lingkungan (lingkungan). Komponen
ekonomi dihitung berdasarkan parameter lahan produktif dan PDRB, parameter komponen ekonomi sama untuk
seluruh jenis bencana. Komponen fisik dihitung berdasarkan parameter rumah, fasilitas umum dan fasilitas kritis.
Parameter fisik berlaku sama untuk seluruh potensi bencana kecuali untuk bencana kebakaran hutan dan lahan
serta kekeringan. Bencana tersebut tidak merusak infrastruktur maupun bangunan yang ada.

Komponen lingkungan terdiri dari parameter penutupan lahan (hutan lindung, hutan alam, hutan bakau/mangrove,
rawa dan semak belukar). Parameter tersebut berbeda-beda untuk masing-masing jenis bahaya dan diperoleh dari
rata-rata bobot jenis tutupan lahan, namun untuk bencana gempa bumi, dan cuaca ekstrim tidak memiliki parameter
lingkungan dikarenakan jenis bencana tersebut tidak merusak fungsi lahan maupun lingkungan.

Tabel 3.6 Potensi Penduduk Terpapar Bencana di Kota Palu

Jumah Kelompok Rentan(Jiwa)


Penduduk Kelompok
Jenis Bencana Penduduk Penduduk Kelas
Terpapar Umur
(Jiwa) Miskin Cacat
Rentan
Banjir 318.417 41.067 41.931 339 Tinggi
Banjir Bandang 94.487 12.177 11.635 91 Tinggi
Cuaca Ekstrim 346.163 44.652 47.297 382 Tinggi
Gelombang Ekstrim Dan Abrasi 11.629 1.499 2.220 18 Tinggi
Gempabumi 346.728 44.605 47.253 382 Tinggi
Kebakaran Hutan Dan Lahan - - - - -
Kekeringan 348.374 47.703 44.954 386 Tinggi
Tanah Longsor 3.027 390 874 8 Tinggi
Tsunami 70.970 9.147 9.389 78 Tinggi
Sumber: Kajian Risiko Bencana Kota Palu, Sulawesi Tengah 2016-2020

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa potensi penduduk terpapar di Kota Palu berbeda-beda tiap potensi bencana.
Hal tersebut dilihat berdasarkan kerentanan sosial budaya yang ada. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa
penduduk terpapar seluruh potensi bencana berada pada kelas tinggi.

Penggabungan kajian penduduk terpapar dan kerugian bencana menghasilkan indeks kerentanan. Nilai indeks
dikelompokkan kedalam kategori kelas. Adapun kelas kerentanan seluruh potensi bencana di Kota Palu dapat dilihat
Gambar 3.10. Peta Rawan likuifaski Kota Palu pada tabel berikut.
Sumber : Dokumen KRB Kota Palu, Peta Geologi

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
68 69
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu

Tabel 3.7 Kelas Kerentanan Bencana di Kota Palu 2. Banjir Bandang


Kelas Kelas Kelas Berdasarkan pengkajian indeks yang terkait dengan kerentanan di Kota Palu, maka diketahui jumlah penduduk terpapar
Kelas dan kerugian untuk bencana banjir bandang. Untuk lebih jelas hasil kajian kerentanan terkait penduduk terpapar
Jenis Bencana Penduduk Kerugian Kerusakan
Kerentanan
Terpapar Rupiah Lingkungan bencana banjir bandang di Kota Palu dapat terlihat pada tabel berikut.
Banjir Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Tabel 3.9 Potensi Penduduk Terpapar Bencana Banjir Bandang di Kota Palu
Banjir Bandang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Jumlah Kelompok Rentan (Jiwa)
Cuaca Ekstrim Tinggi Tinggi - Sedang
Penduduk Kelompok
Gelombang Ekstrim Dan Abrasi Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Kecamatan Penduduk Penduduk Kelas
Terpapar Umur
Gempabumi Tinggi Tinggi - Tinggi (Jiwa) Miskin Cacat
Rentan
Kebakaran Hutan Dan Lahan - Tinggi Sedang Sedang Mantikulero 17.706 6.306 6.396 53 Tinggi
Kekeringan Tinggi Tinggi Sedang Sedang Palu Barat 18.416 7.068 4.255 39 Tinggi
Tanah Longsor Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Palu Selatan 21.244 8.478 7.634 71 Tinggi
Tsunami Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Palu Timur 16.646 8.581 5.723 38 Tinggi
Sumber: Kajian Risiko Bencana Kota Palu, Sulawesi Tengah 2016-2020 Palu Utara 2.257 2.305 6.689 58 Tinggi
Tatangan 11.737 4.888 4.752 14 Tinggi
Pengkajian kerentanan meliputi 9 (sembilan) potensi bencana di Kota Palu yang berada pada kelas kerentanan sedang
Taweali 3.209 1.904 2.844 38 Tinggi
dan tinggi. Dari bencana tersebut, bencana banjir, banjir bandang, gelombang ekstrim dan abrasi, gempa bumi, tanah
longsor dan tsunami memiliki kelas kerentanan tinggi. Sedangkan bencana cuaca ekstrim, kebakaran hutan dan Ulujadi 3.212 414 1.190 10 Tinggi
lahan dan kekeringan memiliki kerentanan sedang. Hasil kajian pada tabel tersebut diperoleh dari rekapitulasi kajian Kota Palu 94.487 12.177 11.636 91 Tinggi
kerentanan tingkat kecamatan. Adapun kajian kerentanan seluruh potensi bencana tingkat kecamatan di Kota Palu Sumber: Kajian Risiko Bencana Kota Palu, Sulawesi Tengah 2016-2020
akan dijabarkan sebagai berikut.
3. Gempa Bumi
1. Banjir Berdasarkan pengkajian indeks yang terkait dengan kerentanan di Kota Palu, maka diketahui jumlah penduduk terpapar
Berdasarkan pengkajian indeks yang terkait dengan kerentanan di Kota Palu, maka diketahui jumlah penduduk terpapar dan kerugian untuk bencana gempa bumi. Untuk lebih jelas hasil kajian kerentanan terkait penduduk terpapar bencana
dan kerugian untuk bencana banjir. Untuk lebih jelas hasil kajian kerentanan terkait penduduk terpapar bencana banjir gempa bumi di Kota Palu dapat dilihat pada tabel berikut.
di Kota Palu dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.10 Potensi Penduduk Terpapar Bencana Gempa Bumi di Kota Palu
Table 3.8 Potensi Penduduk Terpapar Bencana Banjir di Kota Palu
Jumlah Kelompok Rentan (Jiwa)
Jumlah Kelompok Rentan (Jiwa)
Penduduk Kelompok
Penduduk Kelompok Kecamatan Penduduk Penduduk Kelas
Kecamatan
Terpapar Penduduk Penduduk Kelas Terpapar Umur
Umur
Miskin Cacat (Jiwa) Miskin Cacat
(Jiwa) Rentan Rentan
Mantikulero 48.930 6.306 6.396 53 Tinggi Mantikulero 58.540 7.545 7.802 66 Tinggi
Palu Barat 54.749 7.068 4.255 39 Tinggi Palu Barat 58.262 7.511 4.271 39 Tinggi
Palu Selatan 65.693 8.478 7.634 71 Tinggi Palu Selatan 65.698 8.478 7.642 70 Tinggi
Palu Timur 66.531 8.581 5.723 38 Tinggi Palu Timur 66.180 8.537 5.677 38 Tinggi
Palu Utara 17.887 2.305 6.689 58 Tinggi
Palu Utara 18.177 2.343 6.783 58 Tinggi
Tatangan 36.151 4.888 4.752 14 Tinggi
Tatangan 37.306 4.813 5.220 15 Tinggi
Taweali 14.775 1.904 2.844 38 Tinggi
Taweali 15.800 2.038 3.000 41 Tinggi
Ulujadi 13.701 1.766 3.639 28 Tinggi
Ulujadi 25.764 3.323 6.858 55 Tinggi
Kota Palu 318.417 41.067 41.931 339 Tinggi
Sumber: Kajian Risiko Bencana Kota Palu, Sulawesi Tengah 2016-2020 Kota Palu 345.728 44.605 47.263 382 Tinggi
Sumber: Kajian Risiko Bencana Kota Palu, Sulawesi Tengah 2016-2020
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa secara keseluruhan penduduk terpapar untuk bencana banjir di Kota Palu
berada pada kelas tinggi dengan total 318.317 jiwa. Kecamatan Palu Timur merupakan kecamatan terbanyak jumlah Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa secara keseluruhan penduduk terpapar untuk bencana gempa bumi di Kota
penduduk terpapar bencana banjir di Kota Palu yaitu 66.531 jiwa. Palu berada pada kelas tinggi dengan total 345.728 jiwa. Sedangkan Kecamatan Palu Timur merupakan kecamatan
terbanyak jumlah penduduk terpapar bencana gempa bumi di Kota Palu yaitu 66.180 jiwa.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
70 71
BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu BAB 3 Potensi Kebencanaan Kota Palu

Sumber : Dokumentasi Survey Sumber : Detik.com

4. Tanah Longsor 5. Tsunami


Berdasarkan pengkajian indeks yang terkait dengan kerentanan di Kota Palu, maka diketahui jumlah penduduk terpapar Berdasarkan pengkajian indeks yang terkait dengan kerentanan di Kota Palu, maka diketahui jumlah penduduk terpapar
dan kerugian untuk bencana tanah longsor. Untuk lebih jelas hasil kajian kerentanan terkait penduduk terpapar bencana dan kerugian untuk bencana tsunami. Untuk lebih jelas hasil kajian kerentanan terkait penduduk terpapar bencana
tanah longsor di Kota Palu dapat terlihat pada tabel berikut. tsunami di Kota Palu dapat terlihat pada tabel berikut.

Table 3.11 Potensi Penduduk Terpapar Bencana Tanah Longsor di Kota Palu Tabel 3.12 Potensi Penduduk Terpapar Bencana Tsunami di Kota Palu
Jumlah Kelompok Rentan (Jiwa) Jumlah Kelompok Rentan (Jiwa)
Penduduk Penduduk
Kecamatan Kelompok Umur Penduduk Penduduk Kelas Kecamatan Kelas
Terpapar Terpapar Kelompok Umur Penduduk Penduduk
(Jiwa) Rentan Miskin Cacat (Jiwa) Rentan Miskin Cacat
Mantikulero 696 90 202 1 Tinggi Mantikulero 5.086 656 709 5 Tinggi
Palu Barat 298 38 - - Tinggi Palu Barat 27.265 3.514 3.048 30 Tinggi
Palu Utara 105 13 33 - Tinggi Palu Selatan 414 53 45 - Tinggi
Tatangan 30 4 10 - Tinggi Palu Timur 24.188 3.117 2.426 22 Tinggi
Taweali 97 13 17 1 Tinggi Palu Utara 2.576 332 793 10 Tinggi
Ulujadi 1.803 232 611 5 Tinggi Tatangan 3.513 452 573 3 Tinggi
Kota Palu 3.027 390 874 8 Tinggi Taweali 4.735 610 779 - Tinggi
Sumber: Kajian Risiko Bencana Kota Palu, Sulawesi Tengah 2016-2020 Ulujadi 3.192 411 1.016 8 Tinggi
Kota Palu 70.970 9.147 9.389 78 Tinggi
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa secara keseluruhan penduduk terpapar untuk bencana tanah longsor di Kota
Sumber: Kajian Risiko Bencana Kota Palu, Sulawesi Tengah 2016-2020
Palu berada pada kelas tinggi dengan total 3.027 jiwa. Sedangkan Kecamatan Ulujadi merupakan kecamatan terbanyak
jumlah penduduk terpapar bencana tanah longsor di Kota Palu yaitu 1.802 jiwa.
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa secara keseluruhan penduduk terpapar untuk bencana tsunami di Kota Palu
berada pada kelas tinggi dengan total 70.970 jiwa. Sedangkan Kecamatan Palu Barat merupakan Kecamatan terbanyak
jumlah penduduk terpapar bencana tsunami di Kota Palu yaitu 27.265 jiwa.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
04
Isu Strategis
Analisis Daya
Dukung dan
Daya Tampung
Lingkungan Berbasis
Lahan
4
Penataan Kawasan Pantai yang belum diarahkan
untuk meminimalisir risiko bencana tsunami;
Pengembangan Kawasan Permukiman dan
akifitas lain di area sempadan aktif ; beberapa
area sempadan sungai yang masih dimanfaatkan
untuk aktifitas ; Kualitas Bangunan yang masih
belum memenuhi standar Buliding Code tahan
gempa
Akifitas Penambangan yang merusak hutan yang
akan menambah potensi bencana longsor
Juga Akifitas dan pembangunan pemukiman di
area yang berada pada daerah rawan longsor
74 75
BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan

4.1 Isu Strategis Kota Palu Tabel 4.1 isu Strategis Fisik dan Lingkungan dan Kaitanyaa Langsung Dengan Kebencanaan
No Jenis Bencana Isu Isu Strategis
1. Gempa bumi - Wilayah Kota Palu merupakan wilayah yang mempunyai potensi gempa bumi dengan skala
tinggi, hal ini dipengaruhi oleh dilaluinya Kota Palu oleh sesar Palu Koro yang merupakan
sesar aktif.
- Kondisi fisik alam dan lingkungan yang dinilai rentan jika terkena bencana gempa bumi dan
disertai oleh ketidaktahuan masyarakat akan kondisi ini, mengakibatkan jumlah kerusakan
bangunan cukup tinggi. Selain itu dipengaruhi juga oleh konstruksi struktur bangunan yang
belum memenuhi persyaratan bangunan tahan gempa.
- Banyaknya bangunan yg berdiri di lokasi sesar aktif, mengakibatkan bangunan yang dilalui
sesar mengalami kerusakan yang cukup parah.
2. Banjir Bandang - Letak Kota Palu di muara sungai,
- Buruknya sistem drainase kota,
- Banyaknya sampah di saluran drainase yang menghambat laju air sehingga air meluber ke
jalan dan mengakibatkan genangan,
- Adanya badan sungai yang dijadikan tempat tinggal
Sumber : Dokumentasi Survey
3. Tsunami - Bangunan bangunan banyak yang didirikan dekat dengan pesisir pantai, kegiatannya dian-
taranya perdagangan dan jasa (mall X8 Palu Grand Mall, Hotel Mercure Palu, Swiss Bell Hotel,
Berdasarkan kajian literatur dan sejarahnya, Kota Palu merupakan wilayah dll), kegiatan pariwisata (Monumen anjungan nusantara di Pantai Talise, patung kuda dll)
- Kurangnya vegetasi pantai yang dapat dijadikan sebagai penahan ombak seperti pohon
yang dulunya merupakan laut (muara sungai) dengan asal kata Topalu’e yang
bakau, cemara laut dll,
artinya tanah terangkat yang karena terjadi gempa dan pergeseran lempeng - Infrastruktur (jalan) banyak dibangun dekat pesisir pantai.
(palu  koro) sehingga daerah yang tadinya  lautan  tersebut terangkat dan
membentuk daratan lembah yang sekarang menjadi Kota Palu. Dilihat dari
kondisi fisik alam seperti topografi, geologi dan seismologi wilayah Kota Palu 4. Liquifaksi - Wilayah terbangun di wilayah potensi tinggi dan sangat tinggi likuifaksi mencapai 1.103,79 ha
yang terdiri dari 1.049, 15 ha permukiman/bangunan/tempat aktivitas, bandara udara 10 ha
sangat potensial mengalami kerusakan akibat gempa termasuk bencana
dan infrastruktur jalan sebesar 40,8 ha
sekunder (tsunami, likuifaksi dan longsoran tebing) seperti pernah terjadi pada - Bandara udara, permukiman, Sekolah, hotel, kantor kantor dinas, rumah sakit terletak di po-
tanggal 20 Mei 1938 dan pada tanggal 27 September 2018. Salah satu sumber tensi likuifaksi sangat tinggi
utama gempa di Kota Palu adalah adanya Sesar Palu-Koro yang merupakan - Kantor Gubernur Sulawesi Tengah, Kantor Walikota Palu, pusat perdagangan dan jasa terletak
di potensi likuifaksi tinggi
sesar utama di Pulau Sulawesi dan tergolong sebagai sesar aktif. Zona sumber
gempa lainnya yang mempengaruhi peristiwa kegempaan di Kota Palu dan
sekitarnya adalah : Sesar Palu-Koro, Sesar Matano, subduksi Sulawesi Utara,
Sesar Majene-Bulukumba, Zona Difusi Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah dan

4.2 Isu Strategis Bidang Kelembagaan


Timur.

Kajian Risiko Bencana Tahun 2016-2020 yang disusun oleh BNPB Daerah
tahun 2015 menyatakan Kota Palu bahwa potensi bahaya bencana dengan
skala tinggi di Kota Palu adalah : bencana gempa bumi, banjir bandang, tsunami
Isu strategis kelembagaan di peroleh dengan melakukan sampai dengan tingkat Rukun Warga, agar dapat tercipta
dan tanah longsor. Namun tidak hanya empat bencana tersebut di atas saja
interview kepada intansi-intansi terkait dan juga aparatur sebuah masyarakat yang sadar bencana sehingga
yang mengancam Kota Palu, potensi bencana yang merupakan dampak dari
desa, melalui proses interview. Untuk kemudian data dampak bencana dapat diminimalisir. Lembaga Swadaya
gempa bumi lainnya adalah pencairan tanah (liquifaksi) seperti yang terjadi
tersebut di gabungkan dengan data sekunder Masyarakat yang bergerak di peduli bencana juga
pada bencana gempa bumi pada tanggal 28 September 2018 lalu. Di bawah ini
harus banyak didirikan, agar dapat membantu BNPB
akan diuraikan mengenai isu – isu strategis berdasarkan parameter fisik dan
Untuk isu strategis kelembagaan, berdasarkan hasil Daerah dalam memberikan edukasi kepada masyarakat
lingkungan dirinci tiap tiap bencana.
analisis kapasitas risiko bencana diketahui bahwa dalam memahami dan bersahabat dengan bencana.
kesiapsiagaan di level kelurahan dinilai masih rendah. Berdasarkan kejadian bencana gempabumi, tsunami dan
Saat ini untuk penanganan bencana di Kota Palu, baru likuifaksi yang terjadi tanggal 28 September 2018 lalu
dilakukan oleh BNPB selaku badan yang berwenang. , dapat diambil kesimpulan bahwa banyak masyarakat
Seharusnya dengan kondisi fisik alam dengan potensi yang belum mengerti tentang kondisi alam di Kota Palu
alam yang tinggi seharusnya banyak dibentuk kelompok yang memiliki tingkat kerawanan bencana tinggi.
kelompok masyarakat peduli bencana dari tingkat kota

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
76 77
BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan

4.3 Isu Strategis Bidang Sosial


Gambar 4.2. Pengembangan Kawasan
Apabila dilihat berdasarkan hasil analisis peta rawan dan rusak berat sebagai akibat dari gempa dan tsunami
Permukiman dan akifitas lain di area
bencana, diketahui bahwa umumnya aktivitas masyarakat yang terjadi. Bukan hanya permukiman, infrastruktur
sempadan aktif
di Kota Palu terletak di potensi kerawanan bencana dan pusat perdagangan, tetapi kerusakan juga dialami
tinggi. Kegiatan perdagangan dan jasa dan aktivitas oleh banyak fasilitas umum dan fasilitas sosial lainnya,
vital lainnya berpusat pada kawasan rawan bencana seperti sekolah sekolah, rumah sakit, perguruan tinggi
tinggi. Hal ini terbukti pada bencana yang telah terjadi dan lain sebagainya. Berdasarkan hal ini maka sebaiknya Sumber : Dokumentasi Drone, 2018
di Bulan September 2018 lalu, aktivitas Kota Palu kegiatan ekonomi dipusatkan di lokasi yang memiliki
lumpuh hampir 14 hari pasca bencana, dikarenakan tingkat kerawanan sedang maupun rendah.
semua bangunan, infrastruktur dan akses yang tertutup

4.4 Isu Strategis Bidang Penataan Ruang Gambar 4.3. Beberapa area sempadan sungai
yang masih belum belum dimanfaatkan untuk
aktifitas

Kota palu yang merupakan kota yang memiliki potensi 10 meter pada tahun 1972. Namun dalam pelaksanaan
bencana yang cukup besar, namun dalam dokumen penataan ruang, mitigasi untuk pengurangan resiko
penataan ruang perencanan dan pelaksanaan untuk bencana masih belum terwujud dengan optimal, Sumber : Dokumentasi Drone, 2018
mengurangi resiko bencana masih belum optimal. Penataan Kawasan yang masih minim dalam mengurangi
Sebagai salah satu contoh adalah, Palu memiliki sejarah risiko bencana ini menjadi salah satu issu strategis yang
terjadi tsunami yang cukup tinggi, yaitu sekitar ketinggian penting untuk diperhatikan.

Gambar 4.1. Penataan Kawasan Pantai yang belum diarahkan Gambar 4.4. Kualitas Bangunan yang masih belum memenuhi
untuk meminimalisir risiko bencana tsunami. standar Building Code tahan gempa
Sumber : Dokumentasi Drone, 2018 Sumber : Dokumentasi Drone, 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
78 79
BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan

4.5 Daya Dukung dan Daya Tampung


Lingkungan
Lahan pengembangan wilayah merupakan sumber daya alam yang memiliki keterbatasan dalam menampung
kegiatan manusia dalam pemanfaatan sumber daya alam tersebut. Banyak contoh kasus kerugian ataupun korban
yang disebabkan oleh ketidaksesuaian penggunaan lahan yang melampaui kapasitasnya. Untuk itulah perlu dikenali
sedini mungkin karakteristik fisik suatu wilayah maupun kawasan untuk dikembangkan, baik potensi sumber daya
Sumber : Dokumentasi Drone, 2018 alamnya maupun kerawanan bencana yang dikandungnya, yang kemudian diterjemahkan sebagai potensi dan kendala
pengembangan wilayah atau kawasan.
Gambar 4.5. Akifitas Penambangan
yang merusak hutan akan Analisis fisik dan lingkungan wilayah atau kawasan ini adalah untuk mengenali karakteristik sumber daya alam tersebut,
menambah potensi bencana dengan menelaah kemampuan dan kesesuaian lahan, agar penggunaan lahan dalam pengembangan wilayah dan/atau
longsor kawasan dapat dilakukan secara optimal dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem.

Sumber : Dokumentasi Drone, 2018

Gambar 4.7. Diagram Alir Analisis Fisik & Lingkungan


Sumber : Permen PU No.20 PRT/M/2007

Gambar 4.6. Akifitas dan pembangunan pemukiman di area


Sumber : Dokumentasi Drone, 2018 yang berada pada daerah rawan longsor

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
80 81
BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan

4.6 Satuan Kemampuan Lahan Terhadap


Bencana Alam
Tujuan SKL terhadap bencana alam adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam menerima bencana
alam khususnya dari sisi geologi, disamping itu juga untuk menghindari/mengurangi kerugian dan korban akibat
bencana tersebut. Adapun masukan peta untuk dilakukannya analisis ini adalah peta dan data bencana alam, peta
topografi, morfologi dan kemiringan lereng, peta geologi dan geologi permukaan, peta hidrologi dan klimatologi dan
peta penggunaan lahan eksisting. Data dan peta bencana yang dijadikan masukan dalam penyusunan SKL bencana
alam ini diantaranya adalah bencana tsunami, longsor dan likuifaksi. Dapat ditarik kesimpulan berdasarkan peta SKL
bencana alam ini, bahwa sebagian besar wilayah Kota Palu berada di zona bencana tinggi. Bencana yang sering dan
berulang kali terjadi adalah gempa bumi, tsunami dan longsor. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan gambar
di bawah ini.

Tabel 4.2 Analisis sebaran SKL Bencana Alam Kota Palu


Kecamatan Klasifikasi Luas (Ha)
Kec. Mantikulore Zona Multihazard Sangat Tinggi 1.310,22
  Zona Multihazard Agak Tinggi 2.821,70
  Zona Multihazard Sedang 5.458,46
  Zona Multihazard Rendah 9.649,85
  Zona Multihazard Sangat Tinggi 121,40
Kec. Palu Barat Zona Multihazard Agak Tinggi 117,64
  Zona Multihazard Sedang 63,23
  Zona Multihazard Rendah 247,56
Kec. Palu Selatan Zona Multihazard Sangat Tinggi 277,52
  Zona Multihazard Agak Tinggi 456,33
  Zona Multihazard Sedang 374,73
  Zona Multihazard Rendah 860,02
Kec. Palu Timur Zona Multihazard Sangat Tinggi 60,11
  Zona Multihazard Agak Tinggi 83,86
  Zona Multihazard Sedang 255,36
  Zona Multihazard Rendah 202,16
Kec. Palu Utara Zona Multihazard Sangat Tinggi 236,31
  Zona Multihazard Agak Tinggi 693,73
  Zona Multihazard Sedang 712,88
  Zona Multihazard Rendah 1.352,04
Kec. Tatanga Zona Multihazard Sangat Tinggi 216,55
  Zona Multihazard Agak Tinggi 304,34
  Zona Multihazard Sedang 208,26
  Zona Multihazard Rendah 796,95
Kec. Tawaeli Zona Multihazard Sangat Tinggi 331,50
  Zona Multihazard Agak Tinggi 1.142,77
  Zona Multihazard Sedang 1.603,81
  Zona Multihazard Rendah 2.990,31
Kec. Ulujadi Zona Multihazard Sangat Tinggi 1.189,60
  Zona Multihazard Agak Tinggi 2.643,22
  Zona Multihazard Sedang 903,51
  Zona Multihazard Rendah 1.821,72
Gambar 4.8. SKL Bencana Alam Kota Palu
Sumber: Hasil Analisis, 2018
Sumber : Pengolahan data konsultan , 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
82 83
BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan

4.7 Arahan Kemampuan Lahan


Tujuan dari dilakukannya analisis kemampuan lahan adalah untuk memperoleh
gambaran tingkat kemampuan lahan untuk dikembangkan sebagai perkotaan,
sebagai acuan bagi arahan-arahan kesesuaian lahan pada tahap analisis
berikutnya. Dengan melakukan analisis ini maka akan mendapatkan klasifikasi
kemampuan lahan untuk dikembangkan sesuai fungsi kawasannya. Selain itu
juga untuk memperoleh gambaran potensi dan kendala masing-masing kelas
kemampuan lahan dan yang terakhir adalah sebagai dasar penentuan: arahan-
arahan kesesuaian lahan pada tahap analisis berikutnya dan rekomendasi akhir
kesesuaian lahan untuk pengembangan kawasan.

Tabel 4.3 Nilai Pembobotan Analisis Kemampuan Lahan


No Satuan Kemampuan Lahan Bobot
1 SKL Morfologi 5

2 SKL Kestabilan Lahan 5

3 SKL Kestabilan Pondasi 3

4 SKL Ketersediaan Air 5

5 SKL Terhadap Erosi 3

6 SKL Untuk Drainasi 5

7 SKL Pembuangan Limbah 0

8 SKL Terhadap Bencana Alam 5

Adapun masukan untuk arahan kemampuan adalah peta peta SKL morfologi,
SKL kestabilan lereng, SKL kestabilan pondasi, SKL ketersediaan air, SKL untuk
drainase, SKL terhadap erosi, SKL pembuangan llimbah dan SKL bencana alam.
Semua peta tersebut di atas dilakukan superimpose dan diberi nilai melalui
pembobotan. Nilai pembobotan yang dipakai dalam analisis kemampuan lahan ini
adalah bisa dilihat pada tabel di samping ini. Men-superimpose-kan setiap satuan
kemampuan lahan yang telah diperoleh hasil pengalian nilai dengan bobotnya
secara satu persatu, sehingga kemudian diperoleh peta jumlah nilai dikalikan
bobot seluruh satuan secara kumulatif. Hasil dari analisis ini diketahui bahwa
kelas kemampuan lahan di Kota Palu terbagi menjadi 5 (lima) kelas, yaitu:
1. Kelas A: Kelas ini mengindikasikan kemampuan lahan sangat rendah.
2. Kelas B: Kelas ini mengindikasikan kemampuan lahan rendah
3. Kelas C: Kelas ini mengindikasikan kemampuan lahan sedang
4. Kelas D: Kelas ini mengindikasikan kemampuan lahan agak tinggi
5. Kelas E: Kelas ini mengindikasikan kemampuan lahan tinggi

Berdasarkan hasil analisis ini diketahui bahwa Kota Palu didominasi oleh
kemampuan lahan yang sangat rendah di mayoritas kelurahannya.

Gambar 4.9. Analisis Kemampuan Lahan Kota Palu


Sumber : Pengolahan data konsultan , 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
84 85
BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan

Sumber : Dokumentasi Drone, 2018

4.7.1 Arahan Rasio Tutupan Lahan


Analisis arahan rasio tutupan lahan ini dilakukan untuk mengetahui gambaran
perbandingan daerah yang bisa tertutup oleh bangunan bersifat kedap air
dengan luas lahan keseluruhan. Sedangkan hasil yang diharapkan adalah
mengetahui perbandingan daerah yang boleh dibangun dengan luas lahan
keseluruhan, memperoleh tingkatan rasio tutupan lahan sesuai dengan kendala
fisik masing-masing tingkatan, memperoleh gambaran arahan dan luas daerah
pengembangan sesuai dengan arahan rasio tutupan lahan. Masukan dari arahan
rasio tutupan lahan adalah peta klasifikasi kemampuan lahan, SKL drainase, SKL
kestabilan lereng, SKL terhadap bencana alam dan SKL terhadap erosi. Klasifikasi
arahan rasio tutupan lahan untuk :
1. Kelas A, dengan kemampuan sangat rendah maka arahan rasio tutupan
lahannya adalah non bangunan
2. Kelas B, dengan kemampuan rendah maka rasio tutupan lahan bangunan
maksimal 10 % dari luas klasifikasi kelas B
3. Kelas C, dengan kemampuan sedang, maka arahan rasio tutupan lahan
bangunan maksimal 20 % dari luas kemampuan lahan kelas C
4. Kelas D, dengan kemampuan agak tinggi maka arahan rasio tutupan lahan
bangunan maksimal 30 % dari luas kemampuan lahan kelas D
5. Kelas E, dengan kemampuan tinggi maka arahan rasio tutupan lahan
bangunan maksimal sebesar 50 % dari luas kemampuan lahan kelas E

Gambar 4.10. Arahan Rasio Penutupan Kota Palu


Sumber : Pengolahan data konsultan , 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
86 87
BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan

4.7.2 Arahan Ketinggian Bangunan


Tujuan dilakukannya analisis arahan ketinggian bangunan adalah untuk
mengetahui daerah-daerah yang sesuai untuk dikembangkan dengan bangunan
berat/tinggi pada pengembangan kawasan. Sedangkan hasil yang ingin
dicapai dari analisis ini adalah mengetahui daerah-daerah yang sesuai untuk
dikembangkan bangunan tinggi, mengetahui perkiraan batasan/persyaratan
pengembangan bangunan tinggi pada daerah-daerah yang sesuai ataupun sesuai
bersyarat. Adapun masukan untuk analisis ini adalah klasifikasi kemampuan
lahan, SKL Kestabilan Pondasi, SKL Terhadap Bencana Alam dan Penggunaan
Lahan yang ada saat ini.

Berdasarkan hasil analisis untuk kelas kemampuan lahan sangat rendah (kelas A)
dan kemampuan lahan rendah (kelas B) diarahkan menjadi area non bangunan.
Sedangkan untuk kelas C dan D dengan tingkat kemampuan lahan sedang dan
agak tinggi diarahkan untuk bangunan dengan tinggi di bawah 4 lantai. Dan
untuk kelas E dengan kemampuan lahan tinggi diarahkan menjadi area dengan
ketinggian bnagunan lebih dari 4 lantai.

Sumber : Dokumentasi Drone, 2018

Gambar 4.11. Arahan Ketinggian Bangunan Kota Palu


Sumber : Pengolahan data konsultan , 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
88 89
BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan

4.7.5 Arahan Tata Ruang Pertanian

4.7.3 Arahan Pemanfaatan Air Baku


Tujuan dilakukannya analisis arahan pemanfaatan air baku ini adalah untuk mengetahui sumber-sumber air yang
dapat dimanfaatkan sebagai sumber air baku dalam perencanaan tata ruang. Sedangkan hasil yang ingin diperoleh
adalah mengetahui sumber-sumber air yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber air baku wilayah dan/atau kawasan,
memperoleh gambaran kapasitas masing-masing sumber yang diarahkan untuk keperluan perencanaan tata ruang,
memperoleh gambaran prioritas pengembangan sumber-sumber air baku sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan,
serta teknis pemanfaatannya. Masukan untuk analisis ini adalah SKL Ketersediaan Air, Hasil Perhitungan Ketersediaan
Air dan Penggunaan Lahan yang ada saat ini. Berdasarkan hasil analisis pemanfaatan air baku ini dibagi menjadi 5 kelas
sesuai dengan kemampuan lahannya.

4.7.4 Perkiraan Daya Tampung


Tujuan dari analisis daya tampung ini adalah untuk mengetahui perkiraan jumlah penduduk yang bisa ditampung di
wilayah dan/atau kawasan, dengan pengertian masih dalam batas kemampuan lahan. Hasil yang diharapkan adalah
memperoleh gambaran daya tampung lahan di wilayah dan/atau kawasan, memperoleh gambaran distribusi penduduk
berdasarkan daya tampungnya, memperoleh persyaratan pengembangan penduduk untuk daerah yang melampaui
daya tampung.

Perhitungan perkiraan daya tampung Kota Palu dilakukan berdasarkan nilai dari kelas kemampuan lahan yang sudah
dianalisis. Nilai kemampuan lahan per kecamatan yang telah dianalisis lalu dibandingkan dengan jumlah penduduk
yang telah diproyeksikan hingga 20 tahun kedepan. Hasil yang didapatkan akan memperlihatkan kawasan yang masih
bisa didorong pembangunannya dan dibatasi pembangunannya karena jumlah penduduk.

Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa daya tampung ruang yang dominan berada pada kawasan insentif yang
sangat didorong dan dikendalikan. Untuk lebih jelasnya mengenai prediksi daya tampung lingkungan dapat dilihat di
tabel di bawah ini.

Tabel 4.4 Prediksi Skenario Daya Tampung Kota Palu


Skenario Daya Tampung Luas Ha
Kawasan Disinsentif Yang Sangat Dibatasi 11795,7

Kawasan Yang Dibatasi dan Dikendalikan 26883,3

Kawasan Yang Didorong Lambat dan Dikendalikan 76659,4

Kawasan Insentif yang Didorong Lambat dan Dikendalikan 16279,7

Kawasan Insentif Yang Sangat Didorong Namun Dikendalikan 175556,8


Sumber: Hasil Analisis, 2018

Tabel 4.5 Prediksi Skenario Daya Tampung per Kecamatan di Kota Palu
Kecamatan Skenario Daya Tampung Luas Ha
Kec. Palu Barat Kawasan Disinsentif Yang Sangat Dibatasi 11795,7

Kec. Tatanga
Kawasan Yang Dibatasi dan Dikendalikan 26883,3
Kec. Ulujadi

Kec. Palu Selatan


Kawasan Yang Didorong Lambat dan Dikendalikan 76659,4
Kec. Palu Utara

Kec. Palu Timur Kawasan Insentif yang Didorong Lambat dan Dikendalikan 16279,7

Kec. Mantikulore
Kawasan Insentif Yang Sangat Didorong Namun Dikendalikan 175556,8
Kec. Tawaeli Gambar 4.12. Arahan Pemanfaatan Air Baku Kota Palu
Sumber : Pengolahan data konsultan , 2018
Sumber: Hasil Analisis, 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
90 91
BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan

Gambar 4.14. Skenario Daya Tampung Ruang Kota Palu


Gambar 4.13. Arahan Tata Ruang Pertanian Kota Palu
Sumber : Pengolahan data konsultan , 2018
Sumber : Pengolahan data konsultan , 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
92 93
BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan

4.7.6 Persyaratan dan Pembatasan Pengembangan


Tujuan dari dilakukannya analisis ini adalah untuk mengetahui persyaratan
dan pembatasan pengembangan pada masing-masing arahan peruntukan,
sesuai dengan potensi dan kendala fisiknya. Hasil yang diharapkan adalah
Mengetahui persyaratan dan pembatas pengembangan pada masing-masing
arahan peruntukan lahan, memperoleh gambaran penanggulangan kendala
fisik untuk perencanaan tata ruang dan memperoleh gambaran proporsi
pengembangan perkotaan sesuai dengan potensi dan kendala fisiknya. Masukan
untuk pengembangan lahan adalah semua Satuan Kemampuan Lahan, klasifikasi
kemampuan lahan, dan arahan-arahan kesesuaian lahan.

Sumber : Dokumentasi Drone, 2018

Gambar 4.15. Kemampuan Pengembangan Lahan Kota Palu


Sumber : Pengolahan data konsultan , 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
94 95
BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan BAB 4 Isu Strategis Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Lahan

4.8 Analisis Kesesuaian Lahan


Analisis ini bertujuan untuk membandingkan pola ruang kawasan dengan hasil
analisis kemampuan lahan untuk melihat kesesuaian diantara keduanya. Ini akan
membantu untuk menentukan kawasan yang saat ini pengembangannya sesuai
dan tidak sesuai untuk selanjutnya dapat dilakukan tindakan terhadap lahan yang
sesuai dan tidak sesuai tersebut.

Masih ada lahan yang pengembangannya belum sesuai, terutama di bagian


tengah Kota Palu dan sepanjang pesisir pantai. Hasil klasifikasi dari pola ruang
dibandingkan kemampuan lahan dapat dilihat pada tabel dan peta berikut.

Tabel 4.6 Klasifikasi Kesesuaian Pola Ruang dan Kemampuan Lahan


Klasifikasi Luas
KELAS A & Zona Rawan Bencana Sangat Tinggi Dengan Kawasan
Lindung 7.663,18
KELAS B & Zona Rawan Bencana Sedang Tinggi Dengan Kawasan
Lindung 3.763,88
KELAS C & Zona Rawan Bencana Sedang Tinggi Dengan Kawasan
Budidaya 18.855,78
KELAS D & Zona Rawan Bencana Rendah Sedang Dengan Kawasan
Budidaya 12.993,66
KELAS E & Zona Rawan Bencana Aman Rendah Dengan Kawasan
Budidaya 10.592,48
Sumber: Hasil Analisis, 2018

Sumber : Dokumentasi Drone, 2018 Gambar 4.16. Kemampuan Lahan Pola Ruang Kota Palu
Sumber : Pengolahan data konsultan , 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
05
Pemetaan Kawasan
Rawan Bencana
(Hazard Mapping) dan
Risiko Bencana

Pemetaan kawasan rawan bencana meeruapkan


salah satu upaya mitigasi untuk menurunkan
risiko bencana, BNPB RTR dan bappeda telah
melakukan kajian pemetaan bencana. beberapa
bencana membutuhkan kajian lebih detail
sehingga lebih mengakuratkan perencanaan tata
ruang. Seperti tsunami dan gempa misalnya.
Likuifaksi yang baru terungkap setelah gempa
perlu di kaji jauh lebih teliti.
98 99
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana

5.1 Penyusunan Peta Kawasan Rawan


Bencana Kota Palu
Kajian penyusunan peta bencana untuk skala yang lebih didefinisikan sebagai getaran tanah di permukaan secara
besar untuk skala 1:25.000. Untuk kajian peta bencana spesifik untuk penilaian seismic hazard dan evaluasi
skala makro Kota Palu di fokuskan pada 4 bencana yaitu risiko.
Gempa bumi, tsunami, banjir dan longsor serta tambahan
untuk Banjir dan longsor diberikan sebagai verifikasi Berdasarkan tingkat ketelitian dan skala pemetaan,
atas data bencana dari Inarsik BNPB dan hasil survey mikrozonasi di bagi menjadi 3 level yaitu (Shitaram,
lapangan serta diskusi dengan stakeholder di Kota Palu. 2008):
1. Peta mikrozonasi level 1: skala peta antara 1:1000.000
– 1:50.000. Nilai Guncangan permukaan didekati Sumber : Nasional kompas.com
5.1.1 Penyusunan Peta Kawasan dengan menggunakan data history kejadian gempa
Rawan Bencana Gempabumi dan informasi eksisting dari peta geologi dan peta
geomorphologi
Kota Palu memiliki potensi kegempaan yang cukup tinggi. Dan unttuk perencanaan tata ruang sampai skala RTRW
Pemetaan kawasan rawan bencana gempa bumi pada 2. Peta mikrozonasi level 2: skala peta antara 1:100.000
saja seharusnya menggunakan Peta microzonasi level 3. pada penyusunan peta kerawaan gempa dalam kajian ini,
dasarnya dilakukan dengan mengidentifikasi sumber – 1:10.000. Nilai guncangan permukaan didekati
menggunakan peta mikrozonasi level 2 dengan bantuan mikrotremor untuk analisis respon permukaan. Secara
sumber gempa dan menghitung probabilitas efek dengan data microtremor dan kajian geoteknik
sederhana gambar diatas meruapakan sebuah ilustrasi proses untuk mendapatkan data guncangan di permukaan
terjadinya gempa. Secara sederhana proses ini disbeut sederhana.
atau dalam istilah kegempaan disebut PGA (Peak Ground Acceleration). Dalam perkembangan aplikasinya konseptual
dengan PSHA (Probabilistic Seismix Hazard Analysis). 3. Peta mikrozonasi level 3: Skala peta antara 1:25.000
tersebut berkembang, karena kerusakan yang di akibatkan oleh gempa tidak hanya dapat diukur dari nilai PGA nya saja,
Efek yagn dirasakan saat terjadi gempa biasanya – 1:5000. Nilai Guncangan permukaan didekati
namun ada faktor lain seperti perioda maksimum, Vs30, shearwave dll. Sehingga dengan mempertimbang ketersediaan
adalah berupa guncangan. Salah satu parameter untuk dengan investigasi lengkap Geofisika dan geoteknik,
data, maka, analisis semi-kuantitatif dengan teknis GIS (Geographyc Information System) dapat diterapkan dengan
menentukan tingkat kekuatan guncangan gempa adalah dan analisis respon permukaan.
menggunakan pembobotan pada parameter-parameter penentu kerawanan Gempa. Kurangnya informasi tentang
dengan menghitung nilai PGA (Peak Ground Acceleration). khususnya tentang faktor sensitivitas dikompensasi oleh faktor bobot. Faktor-faktor pembobotan terbaik diperoleh
Konseptual mikrozonasi dilakukan dengan beberapa
melalui konsensus pendapat para ahli. Suatu metodologi muncul ke sebuah konsensus tersebut adalah Analytic
Secara ideal, untuk mendapatkan gambaran seberapa tahapan :
Hierarchy Process (AHP).
besar guncangan di permukaan bumi jika terjadi gempa, 1. Identifikasi sumber gempa pada radius 500 km dari
dilakukan lah kajian mikrozonasi gempa (seismic pusat penelitian
Tabel 5.1 Fundamental Skala AHP untuk Perbandingan Pasangan-Bijaksana dari Indikator
Microzonation). Dalam literature sesmic micorzonation 2. Melakukan perhitungan PSHA seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya untuk mendapatkan nilai PGA Skala Intensitas Kepentingan Keterangan
adalah pembagian suatu wilayah berdasarkan potensi
pada batuan dasar. 1 Sama Kedua elemen sama pentingnya, Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar
bahaya/dampak gempa yang berbeda-beda. Literature
lain mendefinisikan bahwa sesmic microzonation adalah 3. Penghitungan fungsi atenuasi. Untuk mendapatkan 3 Sedikit lebih penting Elemen yang satu sedikit lebih daripada elemen yang lainnya. Pengalaman dan penilaian
karakteristik getaran gempa secara spesifik untuk fungsi aenuasi, dilakukan analisis siteclass sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemne yang lainnya.
kepentingan engineering design dan land- use planning 4. Penghitungan PGA permukaan.
5 Lebih penting Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya. Pengalaman dan penilaian
(Shitaram, 2008). Namun secara umum Mikrozonasi sangat kuat menyokong satu elemn dibadnungkan elemn yang lainnya.
Tahapan penyusunan konseptual mikrozonasi terdapat
pada gambar dibawah ini . 7 Sangat Penting Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya. Satu elemen yang kuat
disokong dan dominan terlihat dalam praktek.
9 Mutlak penting Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya. Bukti yang mendukung elemen
yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin
menguatkan.
2,4,6,8 Nilai menengah Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang berdekatan. Nilai ini
deiberikan bila ada dua kompromi di antara 2 pilihan.
Gambar 5.1. Konsep Microzonasi
1/n Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu anka dibandingka dengan aktivitas j, maka j
Untuk Mendapatkan Pergerakan
mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i.
Tanah Di permukaan
Sumber : Tim Revisi Peta Gempa
Indonesia, 2017 Metodologi Pemetaan Mikrozonasi Gempa yang digunakan tersebut tergantung pada penggunaan teknik- teknik
GIS. Dalam penyusunan peta kerawanan gempa kota palu, proses GIS dan pembobotan masing-masing parameter
ditunjukkan pada tabel dibawah ini.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
100 101
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana

5.1.2 Peta Arahan Building Code


Gempa bumi merupakan salah satu bencana alam yang tidak dapat di kurangi magnetodu nya. Hal yang bisa dilakukan
untuk mengurangi risiko akibat bencana gempa bumi adalah mengurangi tingkat kerentanan, atau meningkatkan
kapasitas. Bulding code yang telah di susun dalam SNI no 1726 – 2012 (Pembaharuan dari SNI no 1726 tahun 2002)
pada dasarnya dibuat untuk mengurangi tingkat kerentahan terhadap bangunan, jika terjadi gempa bumi. Beberapa
tahapan untuk menentukan kriteria seismic design adalah sebagai berikut
1. Menentukan kelas risiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa.
2. Menentukan parameter pecepatan gempa. Pada bagian ini adalaj peta PGA permukaan. Dimana peta PGA perukaan
ini dihasilkan dari peta PGA batuan dasar dan di kalikan dengan faktor amplifikasi. Metodologi untuk mendapatakan
nilai PGA permukaan dan amplifikasi telah di jelaskan pada sub bab sebelumnya.
3. Menentukan Nilai Seismik Design (SDS).

Tabel 5.2 Penentuan Kelas Risiko Bangunan

Jenis pemanfaatan Kategori risiko


Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, I
termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain:
- Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan
- Fasilitas sementara
- Gudang penyimpanan
- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko II
I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Perumahan ; rumah toko dan rumah kantor
- Pasar
- Gedung perkantoran
- Gedung apartemen/ rumah susun
- Pusat perbelanjaan/ mall
- Bangunan industri
- Fasilitas manufaktur
- Pabrik
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, III
termasuk, tapi tidak dibatasi untuk: ( Bioskop, Gedung pertemuan , - Stadion , Fasilitas kesehatan yang tidak
memiliki unit bedah dan unit gawat darurat, Fasilitas penitipan anak , Penjara, Bangunan untuk orang jompo)

Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan
dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila
terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk: (Pusat pembangkit listrik biasa, Fasilitas penanganan
air, Fasilitas penanganan limbah, Pusat telekomunikasi)

Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk
fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar
berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung
bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh
instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.
Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi IV
untuk: (Bangunan-bangunan monumental, Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan, Rumah sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat, Fasilitas pemadam kebakaran,
ambulans, dan kantor polisi, serta garasi kendaraan darurat, Tempat perlindungan terhadap gempa bumi,
angin badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya, Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan
fasilitas lainnya untuk tanggap darurat, Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan
pada saat keadaan darurat, Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan
bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah
atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran ) yang disyaratkan untuk
beroperasi pada saat keadaan darurat.

Gambar 5.2. Peta Mikrozonasi Gempa Bumi Kota Palu Tervalidasi dengan data survey kerusakan Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang
Skala MMI BMKG masuk ke dalam kategori risiko IV.

Sumber : Pengolahan Data Konsultan berdasarkan data nilai PGA dari http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_
spektra_indonesia_2011/
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
102 103
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana

Penentuan PGA permukaan seperti yang digunakan dalam pembuatan peta mizrozonasi. Kemudian penentuaan kriteria
seismic design berdasarkan:

Tabel 5.3 Kategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan pada perioda pendek.
Kategori Risiko
NIlai SDS
I, II atau III IV

SDS < 0.167 A A Gambar 5.4. Peta Klasifikasi Nilai


0,167 ≤ SDS < 0,33 B C Seismik Design (Sds) Kota Palu
overlay Peta Sempadan patahan aktif
0,33 ≤ SDS < 0,50 C D Sumber : Pengolahan Data Konsultan, SNI-
03-1726-2010 (Gempa)
0,50 ≤ SDS D D

Dalam penyusunan dokumen ini tidak ditentkan nilai parameter respon pada percepatan dengan perioda 1 detik.
Sehingga penentuan kriteria seismic design hanya akan di tentukan berdasarkan parameter respon percepatan pada
perioda pendek. Peta klasifikasi seismic design kemudian di gabung peta sempadan patahan aktif, yang di tunjukkan
pada gambar di bawah.

Analisis rawan gempa bumi bertujuan untuk menentukan suatu batas intensitas gempa tertentu yang berlaku di daerah
kajian berdasarkan suatu nilai kemungkinan yang akan terjadi atau terlampaui pada suatu periode tertentu. Metoda
yang dipergunakan untuk menentukan batas tersebut adalah Metode Probabilistik- Probabilistic Seismic Hazard
Gambar 5.3. Peta Klasifikasi Nilai
Analysis (PSHA), sementara bahasan mengenai ground motion sintetik bertujuan untuk mendapatkan beban gempa
Seismik Design (SDS) Kota Palu
sintetik untuk keperluan desain bangunan tahan gempa.
Sumber : Pengolahan Data Konsultan, SNI-
03-1726-2010 (Gempa)
Percepatan maksimum di batuan dasar (PGA) menurut Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017 yang
disusun oleh Pusat Studi Gempa Nasional (PUSGEN) dan Pusat Litbang Perumahan dan Pemukiman Balitbang
Kementrian Pekerjaa Umum dan Perumahan Rakyat untuk Kota Palu untuk periode ulang 475 tahun adalah sebagai
berikut ini:
a. Indeks percepatan puncak di batuan dasar (Sb) di Kota Palu untuk kemungkinan terjadinya gempa 20% dalam 10
tahun termasuk kategori sedang ke tinggi yaitu berkisar antara 0,15g – 0,3g, sedangkan probability gempa 10%
dalam 10 tahun masuk kategori tinggi yaitu berkisar antara 0,3g – 0,4g
b. Sedangkan pada peta percepatan puncak di batuan dasar (Sb) di Kota Palu dengan kemungkinan terjadinya gempa
10% dalam 50 tahun termasuk kategori tinggi yaitu berkisar antara 0,3g – 0,7g
c. Untuk peta percepatan puncak di batuan dasar (Sb) di Kota Palu dengan kemungkinan terjadinya gempa 7% dalam
75 tahun termasuk kategori tinggi yaitu berkisar antara 0,4g – 0,8g

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu


104 105
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana

d. Untuk Analisa percepatan spektrum respon 0,2 detik SHA dapat dilakukan dengan dua metode perhitungan,
dengan nisbah redaman 5% untuk batuan dasar (Sb) yaitu deterministik (Deterministic Seismic Hazard
untuk berbagai probabilitas 2% dan 7% dalam 50 Analysis/DSHA) dan probabilistik (Probabilistic Seismic
tahun indeksnya di Kota Palu dalam kategori tinggi Hazard Analysis/PSHA). Pada tahap awal perkembangan
masing2 yaitu 1,2 g– 2,0 g ilmu rekayasa gempa dalam bidang geoteknik, analisis
e. berdasarkan peta percepatan puncak di batuan dasar resiko gempa umumnya dilakukan dengan menggunakan
(Sb) untuk probabilitas gempa terlampui 1% dan 2 metode DSHA. Metode ini didasarkan atas skenario
% dalam 100 tahun Maka Kota Palu masuk kategori seismik pada lokasi yang ditinjau. Skenario tersebut
tinggi 1,3g – 2,0g meliputi asumsi tentang kejadian gempa dengan besar
f. Untuk peta percepatan puncak di batuan dasar (Sb) tertentu yang akan terjadi pada suatu lokasi tertentu.
deterministic akibat gempa Sesar Dangkal dengan Metode DSHA ini umumnya diaplikasikan untuk
84-percentile (150% median) Maka Kota Palu masuk mengestimasi percepatan gempa pada bangunan-
kategori sedang 0,4g – 0,7g bangunan yang sangat membahayakan jika terjadi Gambar 5.6 Logic Tree untuk sumber gempa patahan.
g. Berdasarkan peta percepatan puncak di batuan dasar kerusakan, seperti bangunan Pembangkit Listrik Tenaga
(Sb) deterministic akibat gempa subduksi dengan Nuklir (PLTN) dan bendungan-bendungan besar.
84-percentile (150% median) Maka Kota Palu masuk Kelebihan metoda ini adalah mudah digunakan untuk
kategori rendah 0,05g – 0,1g mengestimasi percepatan gempa yang mungkin terjadi.
Kelemahan metoda ini adalah tidak memperhitungkan
tingkat guncangan gempa yang mungkin terjadi dalam
5.2 Metodologi Penyusunan Peta suatu periode waktu tertentu (seperti hubungannya
Rawan Gembpa Bumi dengan masa layan bangunan) atau pengaruh faktor-
faktor ketidakpastian yang banyak terlibat dalam analisis
5.2.1 Probabilistic Seismic Hazard seperti waktu dan jarak (Kramer, 1996). Memperhatikan
Analysis (PSHA) kesamaan kondisi geologi dan tektonik dari wilayah
dimana fungsi atenuasi itu dibuat. Pada penelitian ini,
Analisis bencana kegempaan (seismic hazard analysis/ fungsi atenuasi yang digunakan sebagian besar sudah
SHA) adalah analisis untuk mengestimasi besaran menggunakan fungsi atenuasi NGA (Next Generation Gambar 5.7 . Logic Tree untuk sumber gempa subduksi.
kuantitatif dari guncangan gempa pada suatu lokasi Attenuation) dimana atenuasi ini dalam pembuatannya
tertentu. Hasil analisis bencana gempa ini dapat sudah menggunakan data gempa global.
digunakan untuk pembuatan peta makrozonasi dalam
skala regional. Pembuatan peta ini dilakukan dengan cara Fungsi atenuasi yang dipergunakan dibedakan
berdasarkan sumber gempa. Untuk sumber gempa Gambar 5.5 Diagram Alir Analisis Penyusunan PSHA
membagi kawasan yang akan dianalisis dalam bentuk
grid-grid dengan spasi tertentu. Kemudian amplitudo dari shallow crustal dan shallow background dipergunakan
parameter-parameter pergerakan tanah (ground motion) fungsi atenuasi Boore-Atkinson NGA, Campbell-
akibat aktifitas seismik untuk setiap grid diestimasi. Bozorgnia NGA, serta Chiou-Youngs NGA. Untuk sumber
Umumnya parameter pergerakan tanah yang dihitung gempa subduksi (megathrust) digunakan fungsi atenuasi
adalah percepatan gempa di batuan dasar (bedrock). Youngs dkk, SRL, Atkinson-Boore BC rock and global
Berdasarkan amplituda percepatan gempa di setiap grid source subduction dan Zhao dkk. Untuk sumber gempa
tersebut dapat dibentuk kontur percepatan gempa di deep background digunakan fungsi atenuasi Atkinson-
batuan dasar untuk kawasan tersebut. Peta makrozonasi Boore, Cascadia, Youngs dkk, dan Atkinson-Boore,
Wordwide. Gambar 5.8 Logic Tree untuk sumber gempa background.
tersebut sangat berguna untuk perencanaan mitigasi
gempa dan untuk estimasi kerugian secara ekonomi
akibat gempa pada masa yang akan datang. (Trifunac, 5.2.2 Klasifikasi Gempa
1989; Trifunac and Todorovska, 1998). Klasifikasi gempa pada dasarnya adalah mengelompokan berdasarkan parameter besaran gempa (biasanya adalah
PGA, s-wave, perioda) kedalam tingkat kerawanan rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Beberapa klasifikasi
gempa yang telah berkembang di Indonesia antara lain :
1. Klasifikasi berdasarkan MMI
2. Klasifikasi Gempa berdasarkan BMKG
3. Klasifikasi Gempa berdasarkan Perka BNPB no 02 tahun 2012
4. Klasifikasi berdasarkan Peratutan Mentri Energi dan Sumberdaya Mineral Tahun 2018 No 15 Tahun 2011
5. Klasifikasi berdasarkan Badan Geologi Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral Tahun 2018 Tahun 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
106 107
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana

Tabel 5.4 Skala Menurut Modified Mercalli Intensity


Skala Warna Deskripsi Deskrispsi Rinci Skala PGA
PGA PGA S-Wave Sederhana MMI (gal)
Skala Keterangan
(gals) (g) (%g) (g) IV Jingga KERUSAKAN Banyak Retakan terjadi pada dinding bangunan VII-VIII 168-
I Tidak dirasakan kecuali oleh beberapaorangdalamkeadaan tenang     <0,17 0,0017 SEDANG (Moderate sederhana, sebagian roboh, kaca pecah. Sebagian 564
Damage) plester dinding lepas. Hampir sebagian besar atap
Dirasakan oleh beberapa orang yang diam, terutama di lantai-lantai bergeser ke bawah atau jatuh. Struktur bangunan
II mengalami kerusakan ringan sampai sedang.
atas bangunan benda-benda ringan yang di gantung bergoyang
Dengan jelas terasa di ruangan, terutama dilantai-lantai atap bangunan, 0,17- 0,0017-
    V Merah KERUSAKAN Sebagian besar dinding bangunan permanen roboh. IX-XII > 564
namun banyak yang tidak menyadari terjadi gempa. 1,4 0,014
III BERAT (Heavy Struktur bangunan mengalami kerusakan berat. Rel
Kendaraan yang sedang beriri sedikit bergoyang. Getaran seperti Damage) kereta api melengkung.
truk yang sedang melintas.
Pada siang hari dirasakan oleh banyak orang di dalam rumah. Sumber : https://www.bmkg.go.id/gempabumi/skala-intensitas-gempabumi.bmkg, diakses November 2018
Beberapa di rasakan juga di luar rumah. Pada malam hari beberapa
14,7- 0,015 0,014-
IV orang terbangun. Piring, jendela dan pintu bergetar, dinding berderik. 1,4-3,9
19,6 -0,02 0,039
Terasa seperti truk yang menabrak bangunan.Mobil dan motor yang
sedang diam, terlihat bergoyang. Dalam perka BNPB no 2 tahun 2012 yang berisi tentang tata cara pembuatan peta hazard dan resiko bencana, arahan
Dirasakan oleh hampir semua orang, banyak yang terbangun. Piring,
29,4- 0,03- 3,9- 0,039-
klasifikasi gempa di turunkan berdasarkan nilai PGA, dengan kelas sebagia berikut
V jendela, dan sebagainya pecah. Plester bangunan retak-retak dibagian
39,2 0,04 9,2 0.092
kecil bangunan. Benda-benda yang tidak stabil terbalik.
Tabel 5.6 Klasifikasi Gempa Berdasarkan Perka BNPB No 2 Tahun 2012
dirasakan oleh semua orang, banyak yang ketakutan dan berlarian
58,8- 0,06- 9,2- 0,092-
VI keluar. Beberapa furnitur berat bergeser. Plester-plester dinding
68,8 0,07 18 0,18 Nilai PGA Kelas Skor dalam GIS Processing
berjatuhan dan cerobong asap mengalami kerusakan ringan.
< 0.26 Rendah 0.33333
Semua orang berlarian keluar. Kerusakan ringan pada bangunan
98- 0,10- 0,18- 0.26 – 0.7 Sedang 0.666667
VII dengan struktur standar, namun sangat besar pa bangunan dengan 18-34
147 0,15 0,34
struktur jelek. Gempa dirasakan juga oleh orang yang naik kendaraan.
> 0.7 Tinggi 1.000000
Kerusakan ringan pada bangunan yang berstruktur khusus, kerusakan Sumber: Perka BNPB no 2 tahun 2012
sedang pada struktur standar dan runruh pada struktur jelek. Cerobang 245- 0,25- 0,34-
VIII 34-65
asap pabrik dan monumen roboh. Furnitur berat terlempar. Pasir dan 294 0,30 0,65
lumpur tersembur keluar, menyebabkan air keruh. Tabel 5.7 Klasifikasi Gemba Berdasarkan Peraturan Mentri ESDM No 15 Tahun 2012
Kerusakan besar terjadi pada bangunan yang kokoh. Rangka-rangka No Kelas Nilai PGA Keterangan
bangunan biasa terlepas dari pondasinya, kerusakan besar pada 490- 0,50- 65- 0,65-
IX
bangunan kuat dengan sebagian bangunan roboh. Pondasi bangunan 539 0,56 124 1,24 1 Tinggi > 0,34g Merupakan kawasan yang berpotensi mengalami goncangan sehingga dapat merusak
bergeser. Tanah retak-retak. Pipa bawah tana pecah. bangunan dengan dan tanpa rekayasa teknologi, mengakibatkan retakan tanah, gerakan
tanah, dan pelulukan. Intensitas lebih besar dari skala VII Modified Merealli Intensity
Bangunan kuat dari kayu rusak, sebagian bangunan kayu dan (MMI)
X berkerangka serta pondasinya rusak. Retak-retak besar di tanah rel >560 >0,6 >124 >1.24
melengkung. Terjadi longsor. 2 Menengah > 0,29 g – Merupakan kawasan yang berpotensi mengalami goncangan sehingga dapat merusak
0,34 g bangunan tanpa rekayasa teknologi, terjadi retakan tanah, dan berpotensi terjadi
Hanya sedikit bangunan kayu yang masih berdiri. Jembatan rusak. gerakan tanah. Intensitas lebih besar dari skala V sampai dengan VII Modified Mereal/i
       
XI Retakan-retakan lebar pada tanah. Intensity (MMI)
Kerusakan total. Gelombang terlihat di permukaan tanah. 3 rendah 0,19 g – Merupakan kawasan yang berpotensi mengalami goncangan dan kerusakan ringan.
XII        
Pemandangan menjadi gelap. Benda-benda terlempat 0,20 g Intensitas skala IV sampai dengan V Modified Mercalli Intensity (MMI)
Keterangan: g (gravitasi)(m/s2 ) 4 Sangat Rendah < 0,10 g Merupakan kawasan yang berpotensi mengalami goncangan ringan dengan intensitas
lebih keeil atau sama dengan skala IV Modified Merealli Intensity (MMI)
Klasifikasi yang dikembangkan oleh Badan Meteorology Klimataology dan Geofisika (BMKG) adalah sebagai berikut
Berdasarkan kejadian bencana gempa bumi dan tsunami di Kota Palu pada tanggal 29 November 2018. Kota Palu
Tabel 5.5 Klasifikasi Gempa berdasarkan BMKG memiliki karakteristik geologi yang spesifik sehingga Badan Geologi Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral
mengeluarkan konsep peta rawan bencana gempa bumi. Klasifikasi ini sedikit berbeda dengan klasifikasi sebelumnya,
Skala Warna Deskripsi Deskrispsi Rinci Skala PGA
Sederhana MMI (gal) dimana mempertimbangkan beberapa parameter geologi dan gaofisika seperti jenis batuan, periode diminan, VS30,
amplifikasi dan PGA permukaan. Berikut merupakan tabel klasifikasi bencana gempa di Kota Palu .
I Putih TIDAK DIRASAKAN Tidak dirasakan atau dirasakan hanya oleh beberapa I-II < 2.9
(Not Felt) orang tetapi terekam oleh alat.

II Hijau DIRASAKAN (Felt) Dirasakan oleh orang banyak tetapi tidak III-V 2.9-88
menimbulkan kerusakan. Benda-benda ringan yang
digantung bergoyang dan jendela kaca bergetar.

III Kuning KERUSAKAN Bagian non struktur bangunan mengalami kerusakan VI 89-167
RINGAN (Slight ringan, seperti retak rambut pada dinding, atap
Damage) bergeser ke bawah dan sebagian berjatuhan.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
108 109
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana

Tabel 5.8 Klasifikasi Gempa Berdasarkan Badan Geologi Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral Tahun 2018 Berdasarkan tabel site klasifikasi SNI 03-1726, tahun melihat pada site classification yang dilakukan oleh Zhao
KELAS KETERANGAN 2012 diatas maka pembagian jenis tanah berdasarkan et al, dengan mengacu pada site classification NEHRP
kelas V30S yaitu: maka tampak pada peta yang dihasilkan (gambar 2),
Sangat · Dataran dan lereng punggungan perbukitan akibat struktur geologi terbanan.
Tinggi · Endapan Kipas Aluvium Barat dan Timur, serta teras dan alluvium sungai Palu Kelas Batuan SE (tanah lunak) · < 175 merupakan area dominan berada di lapisan hampir semua area penelitian berada pada area dengan
· Perioda dominan Ts >= 0,75 dt ; Vs30 <175 m/dt; Basement Geotektik (Vs30=300) bervariasi antara 25 sampai > geologi sedimen alluivial dan termasuk tanah lunak periode dominan yang tinggi yakni periode dominan
125 m ; PGA (MCEg) =0.8 g , Amp 2.2 x ; PGA Permukaan 1.76 g · 175 <= vs <= 350 berupa area yang berada di berkisar antara 0,4 - 0,6 detik yang mengindikasikan
Tinggi · Dataran dan lereng punggungan perbukitan kipas struktur dan endapan sungai Palu beberapa lokasi seperti bagian barat, barat laut, adanya lapisan tanah medium soil terutama di sebagian
· Endapan Kipas Aluvium patahan gawir Barat dan Timur, serta teras dan alluvium sungai Palu Kelas Batuan SD tenggara dan utara Kota Palu merupakan klasifikasi besar desa Silae, Kawatuna, Las Oani, Poboya, Tondo,
(Tanah Sedang)
· Perioda dominan 0.50 < =Ts >= 0,75 dt ; Vs30 175-360 m/dt; Basement Geotektik (Vs30=300) bervariasi antara tanah sedang Layana Indah, Taipa, Baiya dan Pantoloan. Area ini terdiri
25 sampai 100 m ; PGA (MCEg) =0.8 g , Amp 1.6 x ; PGA Permukaan 1.28 g · Nilai VS30 diatas 350 kedalam klasifikasi tanah dari lapisan medium soil dengan resiko kerusakan yang
Sedang · Punggungan Punggungan perbukitan dan lembah gawir struktur patahan. keras. cukup tinggi pada saat terjadinya gempa bumi.
· Granit, diorite, batuan metamorfik, sediment laut dan batuan gunung api, SC-CB (Tanah Keras-batuan)
· Perioda dominan 0.25 < =Ts >= 0,50 dt ; Vs30 36- hingga 750 m/dt; Basement Geotektik (Vs30=300) < 25 m ; Dan perkiraan hasil test SPT dan Perhitungan kuat geser Sedangkan untuk lapisan sedimen yang tebal dan resiko
PGA (MCEg) =0.8 g , Amp 1.6 x ; PGA Permukaan 1.28 g
nilai rata-rata dapat di hitung berdasarkan pengkelasan kerusakan yang tinggi pada saat terjadi gempa bumi berada
ini. pada kelas periode dominan > 0,6 detik atau pada gambar
Pada dasarnya konseptual diatas menggunakan prinsip Analytic Hierarchi Process (AHP), dan secara teknis dilakukan dibawah beriupa area berwarna biru terutama di Desa Silae,
dengan cara overlay dan pembobotan untuk mendapatka peta hazard gempa bumi. Pemetaan Hazard Microzonasi Periode dominan dapat menunjukan karakteristik Talise, Kawatuna, Tondo, Layana Indah dan Baiya.
gempa bumi pada kajian ini, di hitung berdasarkan klasifikasi Badan Geologi, kementerian Energi dan Sumber Daya material penyusun lapisan tanah (Wibowo. dkk, 2014),
Mineral, tahun 2018 tersebut. serta memiliki kaitan erat dengan kedalaman lapisan Sementara area dengan periode dominan kurang 0,4
Untuk parameter Vs30 yaitu 120/T maka dalam 3 kelas pembagian area nya adalah sebagai berikut: sedimen (Nakamura, 1989). Periode dominan yang detik merupakan indikasi terdapat lapisan hard soil
· < 175 merupakan area dominan berada di lapisan geologi sedimen alluivial tinggi dapat mengindikasikan adanya lapisan sedimen dengan resiko kerusakan yang cukup rendah pada saat
· 175 <= vs <= 350 berupa area yang berada di beberapa lokasi seperti bagian barat, barat laut, tenggara dan utara lunak yang tebal, periode dominan yang rendah terjadinya gempa bumi terutama di area Palu Selatan,
Kota Palu mengindikasikan adanya lapisan sedimen lunak yang Palu Barat, Taipa dan Ulujadi.
· 350 juga berada di area sekitar daerah dengan V30s 175 – 350. tipis. Periode dominan berbanding lurus dengan faktor
penguatan goncangan, sehingga daerah dengan periode Dengan adanya periode dominan yang tinggi yang luas,
Tabel 5.9 Site Klasifikasi Berdasarkan Peraturan Gempa Indonesia dominan tinggi umumnya memiliki kerentanan untuk maka daerah penelitian memiliki area dengan ketebalan
(SNI 03-1726, 2012) mengalami kerusakan yang cukup tinggi ketika terjadi sedimen lunak yang tebal dengan cakupan area yang luas,
Kelas situs/Jenis tanah (m/detik) atau (kPa) gempa bumi. serta memiliki resiko kerusakan yang cukup tinggi pada
saat terjadinya gempa bumi dikarenakan nilai periode
SA (batuan keras) >1500 N/A N/A
Dengan mengacu pada site classification dari NEHRP domianan berbading lurus dengan faktor penguatan
SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A (National Earthquake Hazard Reduction Program), Zhao. guncangan (amplifikasi).
SC (tanah keras, sangat 350 sampai 750 >50 ≥100 et al (2004) membagi site class menjadi empat kelas
padat dan batuan
lunak)
berdasarkan nilai periode dominannya. Berdasarkan nilai periode dominan pula, Kanai (dalam
· Pertama adalah site class I atau kelas a dan b, yaitu Arifin. dkk, 2013) mengklasifikasi struktur lapisan tanah
SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100
klasifikasi lapisan tanah dengan periode dominan menjadi empat jenis.
SE (tanah lunak) < 175 <15 < 50 kurang dari 0,2 detik (T0 ≤ 0,2 S), Berupa Rock atau · Jenis I, merupakan batuan tersier atau lebih tua yang
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karateristik sebagai stiff soil. terdiri dari batuan hard sandy, gravel, dll. Tanah jenis
berikut :
1. Indeks plastisitas, PI >20,
· Kedua adalah site class II atau kelas c, yaitu klasifikasi I memiliki periode dominan kurang dari 0,25 detik
2. Kadar air, w ≥ 40%, lapisan tanah dengan periode dominan antara 0,2 (T0<0,25).
3. Kuat geser niralir < < 25 kPa detik sampai dengan 0,4 detik (0,2 S ≤ T0 < 0,4 S), · Jenis II, merupakan batuan alluvial dengan ketebalan
SF Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik Berupa hard soil. 5 meter, terdiri dari sandy- gravel, sandy hard clay,
(tanah khusus,yang berikut:
membutuhkan investi- - Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti · Ketiga adalah site class III atau kelas d, yaitu Site loam, dll. Tanah jenis II memiliki periode dominan
gasi geoteknik spesifik mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah class III, dengan periode dominan antara 0,4 detik antara 0,25 sampai 0,5 detik (0,25<T0<0,5).
dan analisis respons - Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H > 3 m)
spesifik- site) - Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H >7,5 m dengan Indeks
sampai dengan 0,6 detik (0,4 S ≤ T0 < 0,6 S), Berupa · Jenis III, merupakan batuan alluvial, hampir sama
Plasitisitas PI>75) medium soil. dengan jenis II, hanya dibedakan oleh adanya formasi
- Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H>35m dengan < 50 kPa · Keempat adalah site class IV atau kelas e, yaitu Site bluff. Tanah jenis III memiliki periode dominan antara
CATATAN: N/A = tidak dapat dipakai
class IV, dengan periode dominan diatas 0,6 detik (T0 0,5 sampai 0,75 detik (0,5<T0<0,75).
> 0,6 S), Berupa soft soil. · Jenis IV, merupakan batuan alluvial yang terbentuk
dari sedimentasi delta, top soil, lumpur, dll. Tanah
Dari hasil pengolahan data, diperoleh nilai periode jenis IV memiliki kedalaman sedimen 30-meter atau
dominan untuk Kota Palu dengan nilai periode dominan lebih. Tanah jenis IV memiliki periode dominan lebih
tertinggi 1,83 detik dan untuk nilai terkecil 0,18 detik. Jika besar dari 0,75 detik (T0>0,75).

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
110 111
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana

Bila mengacu pada klasifikasi jenis tanah Kanai dengan memanfaatkan periode
dominan maka pada daerah penelitian terdapat tanah jenis IV yang mencakup area
yang luas, dimana tanah jenis IV ini memiliki periode domian diatas 0,75 detik (T0 >
0,75) dan kedalaman sedimen 30-meter atau lebih yang terdiri dari lapisan alluvial
yang terbentuk dari sedimentasi delta, top soil, lumpur, dll.

Pada umumnya, nilai penguatan goncangan akan bebanding terbalik dengan nilai
kecepatan gelombang S. Semakin kuat penguatan goncangan, maka nilai kecepatan
gelombang S semakin kecil dan formasi penyusun material tanah semakin lunak.
Tanah yang semakin keras maka kecepatan gelombang gesernya semakin besar dan
faktor penguatan goncangan akan semakin kecil. Tanah yang semakin lunak maka
kecepatan gelombang gesernya semakin kecil dan faktor penguatan goncangan akan
semakin besar. Zhao. et al (2004) membagi kecepatan gelombang S menjadi empat
bagian.
· Site class I, dengan kecepatan gelombang S lebih besar dari 600 m/s (VS>600
m/s), Berupa Rock atau stiff soil.
· Site class II, dengan kecepatan gelombang S antara 600 m/s sampai dengan 300
m/s (300 m/s < VS ≤ 600 m/s), Berupa hard soil.
· Site class III, dengan kecepatan gelombang S antara 200 m/s sampai dengan
300 m/s (200 m/s < VS ≤ 300 m/s), Berupa medium soil.
· Site class IV, dengan kecepatan gelombang S di bawah 200 m/s (VS ≤ 200 m/s),
berupa soft soil.

Nilai VS30 yang didapatkan beragam, dengan nilai tertinggi 667.1 m/s dan nilai
paling kecil 65,73 m/s. Gambar 4 menunjukan Kota Palu dengan zonasi yang dibagi
berdasarkan pembagian VS30 yang dilakukan oleh Zhao. et al dengan didominasi
oleh area yang berwarna biru atau area dengan VS30 dibawah atau sama dengan 200
m/s yang merepresentasikan lapisan soft soil. Hanya dibeberapa lokasi saja seperti
di Silae, Pengawu, Petobo, Mamboro dan Baiya bagian timur yang menunjukkan
medium soil, hard soil hingga Stiff Soil.

5.2.2.1 Hasil Data Mikrotremor Sekunder Data Kajian Lain

Salah satu kajian yang dianggap cocok dan mendekati kondisi Kota Palu pasca bencana
gempa bumi dan tsunami September tahun 2018 adalah kajian dari International
Jorunal of Innovation in Science and Mathematics (IJISM) Volume 2 Isuue 5 ISSN
(Online): 2347-9051 yaitu karya ilmiah dengna judul Microtremors HVSR Correlation
With Sub Surface Geology and Ground Shear Strain at Palu City, Central Sulawesi
Province, Indonesia yang ditulis oleh PyiSoe Thein, Subagyo Pramumijoyo, Kirbani
Sri Brotopuspito, Junji Kiyono, Wahyu Wilopo dan Agung Setianto.

Dalam makalah ini disajikan data hasil survey Mikrotremor AVHSR yang dimodelkan
untuk mengetahui ketebalan dan pelapisan bawah permukaan di Kota Palu. Ada 3
model yang diperoleh dari hasil pengukuran microtremor AVHSR ini yaitu permodelan
kecepatan gelombang geser, densitas dan ketebalan sedimen.

Hasil survei Microtremor menunjukkan bahwa di daerah perbukitan memiliki indeks


kerentanan seismik dan tegangan geser tanah yang rendah, sedangkan di alluvium
pantai terdiri dari material yang memiliki kerentanan seismik tinggi dan indikasi
tegangan gaya geser tanah tingi sehingga rentan terhadap goncangan gempa. Kota
Palu telah diendapkan oleh lingkungan pengendapan alluvial yang sangat tebal.
Gambar 5.9. Peta Kedalaman Bed Rock Kota Palu
Sumber : (IJISM) Volume 2 Isuue 5 ISSN (Online): 2347-9051

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu


112 113
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana

5.2.2.2 Hasil Pengolahan Sempadan Patahan/Sesar Aktif


Dari dua sumber data tentang sesar yang ada yaitu peta Geologi Skala 1:50.000 P3G Bandung dan hasil survey team
PUSGEN tahun 2018 paska bencana maka yang lebih digunakan oleh Kementrian ATR dalam penyusunan Zonazi Rawan
Bencana (ZRB) Palu dan Sekitarnya adalah hasil survey sesar Palu Koro dari PUSGEN. Dengan demikian untuk saat ini
data sempadan patahan atau sesar aktif berdasarkan pada data PUSGEN tahun 2018 dengan kriteria pembagian zonasi
sempadan berdasarkan dari Permen ATR Nomor 8 tahun 2017 dengan arahan ahli sesar/geologi dari PUSGEN yaitu
sempadan 15,, 50 dan 100 meter khususnya untuk area sesar yang melewati kota atau Kawasan padat, sedangkan
untuk Kawasan konservasi atau di Kawasan yang tidak padat pemukiman maka zonasi sempadan adalah 100, 200 dan
500 meter.

Gambar 5.10. Peta Shear Wave Velocity Gambar 5.11. Peta Area Sesar Buffer
Sumber : IJISM Volume 2 Isuue 5 ISSN (Online): 2347-9051 Sumber : Pengolahan Data Konsutan, sumber data dari ZRB Palu dan sekitarnya, kementrian ATR tahun 2018, PUSGEN tahun 2018
114 115
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana

5.2.3 Penyusunan Peta Kawasan Rawan Bencana Tsunami 5.2.3.2 Model Numerik Pembangkitan dan Penjalaran
5.2.3.1 Metode Penyusunan Peta Kawasan Rawan Bencana Tsunami Tsunami
Sampai dengan dokumen ini disusun, belum terdapat penelitian yang dapat menunjukkan dengan jelas dimana lokasi Dalam mensimulasikan gelombang tsunami secara
longsoran terjadi, berapa dimensi longsoran. Beberapa informasi menjelaskan bahwa tsunami yang terjadi di palu numerik terdapat dua tahap proses, yaitu pembangkitan
bersumber dari beberapa lokasi longsoran. Proses terjadinya Tsunami di Kota palu, berbeda dengan proses terjadi nya dan penjalaran.
tsunami pada umumnya. Dengan kondisi seperti ini, maka peta kerawanan tsunami kota palu dibuat dengan diagram · Model pembangkitan tsunami
seperti di tunjukkan dibawah ini. Model ini bertujuan untuk menghasilkan elevasi
inisial muka air akibat deformasi dasar laut.
· Model penjalaran tsunami
Model ini bertujuan untuk menampilkan penjalaran
Gambar 5.13 Sketsa Aliran Longsor Yang Diasumsikan
gelombang tsunami dari lokasi sumbernya hingga
Sebagai Fluida
mencapai lokasi pengamatan.
Sumber: Heizardeh dkk, 2014

5.2.3.3 Persamaan Pengatur pembangkitan Tsunami


Model yang pengaruh longsornya berupa estimasi elevasi
Oleh Longsoran
inisial permukaan air ditujukan untuk memodelkan
Terdapat beberapa model numerik yang sudah digunakan
tsunami akibat tipe longsor slide dan slump yang
untuk mensimulasikan tsunami akibat tanah longsor.
merepresentasikan 50% kejadian longsor bawah laut.
Heizardeh dkk (2014), melalui studi komparatifnya,
Model ini mengasumsikan gerakan longsor sebagai satu
mengklasifikasikan model numerik tsunami yang
gerakan koheren dan bentuk longsornya diidealisasikan
dibangkitkan oleh tanah longsor menjadi tiga jenis. Ketiga
berupa sebuah gundukan dengan sisi panjangnya
jenis tersebut yaitu, model yang menganggap massa
paralel menuruni lereng dan sisi lebarnya tegak lurus
tanah longsornya sebagai fluida, model yang pengaruh
lereng. Dalam menjalarkan tsunami, model ini akan
longsornya berupa estimasi elevasi inisial permukaan air,
menggunakan depresi dasar laut minimum diatas titik
dan model yang dihasilkan oleh deformasi transien.
pusat masa awal dari longsoran sebagai amplitudo
tsunami awal. Depresi dasar laut minimum dipilih karena
Model tsunami yang menganggap massa tanah
ia merepresentasikan depresi muka air diatas longsoran
longsornya sebagai fluida bekerja berdasarkan
(Gambar 5.13) . Watts dkk (2003) menggunakan model ini
pendekatan terhadap gelombang panjang. Pendekatan
untuk mensimulasikan kejadian Tsunami Unimak Alaska
tersebut digunakan dalam memodelkan dua aliran fluida
1946, Tsunami Skagway Alaska 1994, dan Tsunami Papua
dengan densitas yang berbeda, aliran longsoran dan
New Guinea 1998. Ketiga hasil simulasi tsunami tersebut
gelombang yang terbentuk di muka air. Suminar (2004)
menunjukkan elevasi tsunami yang mirip dengan data
melakukan studi mengenai tsunami yang dibangkitkan
dari lapangan. Selain itu, ketiga simulasi tersebut juga
oleh longsor dengan model numerik aliran fluida 2
mampu memberikan Gambaran mengenai mekanisme
dimensi. Skema numerik yang digunakan pada simulasi
dari pembangkitan dan dampak tsunaminya dengan baik.
tersebut merupakan skema beda pusat menggunakan
metode eksplisit dengan truncation error orde 2. Skema
Model tsunami yang dihasilkan oleh deformasi transien
tersebut diaplikasikan dalam persamaan kontinuitas dan
dasar laut menggunakan data perbahan kedalaman dasar
momentum yang mengatur gerakan gelombang panjang.
perairan terhadap waktu di beberapa lokasi (Gambar
Gambar 6. 12 Diagram Alur Penyusunan Peta Kerawanan Tsunami Kota palu Kemudian model numerik tersebut digunakan dalam
5.13). Deformasi transien ini tidak hanya bisa diaplikasikan
Sumber: Konsultan, 2018 mensimulasikan kejadian Tsunami Papua Nugini 1998.
pada longsoran tapi juga pada kejadian tsunami yang
Hasil dari simulasi tersebut menunjukkan kesesuaian
dibangkitkan oleh gempa bumi yang mengalami proses
Tidak seperti probabilistic seismic hazard analysis (PSHA), tidak ada metodologi yang sudah teruji untuk analisis dengan profil gelombang tsunami dan waktu tiba yang
rupture tidak seketika. Iglesias dkk (2012) menggunakan
bahaya tsunami probabilistik (PTHA). Namun pada dasarnya Metodologi PTHA mirip dengan metodologi PSHA yang sebenarnya sehingga bisa dianggap bahwa simulasi
deformasi transien dasar laut untuk mensimulasikan
telah banyak digunakan untuk gerakan tanah. Menggunakan konsep ketidakpastian untuk gempa sebagai pentrigger memberikan Gambaran yang baik mengenai mekanisme
terjadinya tsunami. Metodologi PTHA dapat di jelaskan kedalam beberapa tahapan sederhana seperti berikut pembangkitan tsunami akibat longsoran. Walaupun
· Melakukan inventarisasi gempa atau sumber energy yang dapat mengakibatkan tsunami. begitu, model tersebut belum dapat membangkitkan
· Gempa pembangkit tsunami di tetapkan secara probabilistic tinggi gelombang yang sesuai dengan hasil survei yang
· Pemodelan penjalaran tsunami hingga mendapatkan tinggi tsunami di pinggir pantai dilapokan di beberapa daerah.
· Tahapan berikutnya adalah membuat model rendaman dengan input tinggi tsunami di pinggir pantai dan di
modelkan sejauh mana daratan akan terendam air.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
116 117
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana

kejadian tsunami Mediterania 1995. Hasil simulasi 5.2.3.4 Kajian dan Penelitian Bukti Longsoran Penyebab Tsunami palu
tsunami menunjukkan dipol dengan elevasi tinggi pada Tulisan terkait bukti longsoran yang menjadi penyebab di palu dari (https://www.bbc.com/news/science-
daerah yang menjadi tempat deposisi dan depresi muka environment-46515833, di akses desember 2018.) artikel tersebut berdasarkan pada hasil awal dari berbagai
air pada daerah sumber longsoran. Karakteristik tersebut investigasi yang dikumpulkan di pertemuan Persatuan Geofisika Amerika di Washington DC pada 10-14 Desember
mirip dengan mekanisme tsunami yang dibangkitkan perlahan mengungkap fenomena tsunami di Kota Palu. Gempa yang terjadi di palu merupakan gempa yang terjadi
oleh longsoran bawah laut. akibat patahan geser (strike slipe). Gempa yang terjadi pada patahan sesar geser (strike-slip fault), terjadi jika dua
lempengan bumi berbenturan dan salah satu lempeng terus bergeser secara horisontal. Konfigurasi ini umumnya tidak
akan menyebabkan tsunami besar. Namun fakta berkata lain. Gempa di palu yang jelas terjadi karena strike slipe ini,
menyebabkan tsunami.

Pakar geologi Australia coba menjelaskan secara ilmiah bagaimana proses terjadinya bencana tsunami di Kota Palu.
Prof Adam Switzer dari Asian School of the Environment menjelaskan gempa pada jenis patahan sesar geser di palu
menimbulkan getaran luar biasa dan kedua sisinya bergerak secara signifikan.Tsunami di kota palu secara sederhana
dapat dikatakan sebagai peristiwa geologis berantai. Yaitu gempa bumi skala besar yang mencairkan tanah gembur
dan kemungkinan menyebabkan tanah longsor di bawah laut.Kemudian, tanah longsor itu memicu gelombang tsunami
yang intensivitasnya tinggi karena terjadi di perairan berbentuk teluk.
Beberapa bukti di tunjukkan dengan membandingkan batrhimteri sebelum dan setelah terjdi gempa (Udrekh Al Hanif.
BPPT). Data batimetri dari sebelum dan sesudahnya gempa di overlay, dapat melihat bahwa hampir semua area dasar
laut di dalam teluk surut. Dan dari data dari data tersebut dapat diamati pergerdakan dari utara. Jadi, sebenarnya, kami
memiliki perpindahan vertikal dan horizontal,

Gambar 5.14 Sketsa Deformasi Transien Dasar Laut


Sumber: Wang 2009
Gambar 5.15 Diagram Alir Persamaan Pengatur
Lalu dari ketiga jenis model tersebut, Heizardeh dkk Pembangkitan Tsunami
(2014) menyarankan penggunaan model yang tepat guna
berdasar pada aspek :

Gambar 5.16 Peta Bathimeri sebelum dan sesudah terjadinya Gempa dan Tsunami Kota Palu
Sumber: https://www.bbc.com/news/science-environment-46515833

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
118 119
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana

Tabel 5.10 Parameter Gempa Yang Membangkitkan Tsunami

Tabel 5.11 Hasil Pemodelan Penjalaran Tsunami Dengan Sumber Gempa


Sumber Gempa Hasil Model Penjalaran Tsunami
Sumber di area E1
Pola penjalaran Tsunami dengan
sumber gempa E1(1968 dengan Mw
7.4)
Gambar 5.17. 3D bathimetri dari arah utara menuju selatan
teluk Palu yang menunjukkan Dasar laut menurun sebagai
respons terhadap gempa
Sumber : https://www.bbc.com/news/science-environment-46515833

Namun sampai tulisan ini dibuat, masih dipertanyakan


apakah bukti-bukti tersebut cukup kuat untuk
menunjukkan bahwa longsoran laut dapat menyebabkan
tsunami sebesar kejadian tersebtu di palu.

5.2.3.5 Analisis Penyusunan Peta Kawasan Rawan


Bencana Tsunami

5.2.3.5.1 Hasil dan Analisis Model Tsunami Akibat


Gempa
Simulasi yang dilakukan dibedakan menjadi 2 yaitu Sumber di area E2
Pola penjalaran Tsunami dengan
tsunami yang dibangkitkan gempabumi (untuk kasus sumber gempa E2(Hipothetical case
berdasarkan sejarah gempa dan hypothetical case di segment North Makasar Strait
berdasarkan potensi gempa dari Pusgen 2017) dan yang Mw 7.1)
kedua adalah tsunami yang dibangkitkan oleh longsoran
bawah laut. Untuk kasus tsunami akibat gempabumi
dilakukan 3 simulasi sebagai berikut:
· Tsunami 1968 dengan Mw 7.4 (E1)
· Hipothetical case di segment North Makasar Strait Mw
7.1 (E2
· Hipothetical case di segment Central Makasar Strait
Mw 7.3 (E3)
Posisi masing-masing sumber gempa dapat dilihat pada
Gambar 5.18, sedangkan parameter gempanya dapat
dilihat pada Tabel di bawah ini.
Gambar 5.18 Lokasi Sumber Tsunami Akibat Gempabumi
Sumber : Pengolahan 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
120 121
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana

Kejadian Tsunami 1969 dan 1996 (terpotong) telah diperkuat dengan bentuk dasar laut di Teluk Palu
Sumber Gempa Hasil Model Penjalaran Tsunami
disimulasikan oleh Hamzah Latief, Haris Sunendar, dkk yang curam sehingga berpotensi deposit sedimen
Sumber di area E3
(PPK-ITB), tidak menunjukkan bahwa tsunami mencapai yang rawan runtuh bila terjadi gempa.
Pola penjalaran Tsunami dengan
sumber gempa E3(Hipothetical case Teluk Palu, baik akibat posisi Palu yang mempunyai mulut • Mengingat pada kejadian tsunami 1927 tidak ada
di segment North Makasar Strait teluk yang sempit, juga diakibatkan kekuatan dan orietasi data yang menunjukkan lokasi gempa dasar laut
Mw 7.3) sumber gempa yang terjadi. Dari 6 kejadian Tsunami maupun data perubahan batimetri akibat longsoran
di Selat Makasar, hanya kejadian 1927 yang tercatat bawah laut
mencapai Palu dengan ketinggian 15 m. Dengan kekuatan
gempa 6.3, diduga ada sebab lain yang membangkitkan Hasil pemodelan tinggi tsunami akibat longsoran
tsunami demikian besar yaitu longsoran bawah air di mencapai sekitar 14 meter di Desa Talise dengan jarak
Teluk Palu. rendaman mencapai 2km. Beberapa Desa yang terendam
antara lain Desa Talise, Besusu Barat, Besusu Tengah,
5.2.3.5.2 Hasil dan Analisis Model Tsunami Akibat Lolu Utara, Ujuna Baru dan Lere.
Longsoran
Kasus gempa yang dibangkitkan oleh longsoran bawah Sebagai catatan, model penjalaran tsunami dengan
laut pada dasarnya merupakan simulasi untuk kejadian sumber pembangkit tsunami berupa gempa, maka
tsunami tahun 1927, dengan pertimbangan sebagai parameter yang akan mempengaruhi luasan area
berikut: terdampak tsunami dan juga perbedaan tinggi tsunami
• Gempa yang terjadi hanya berkekuatan Mw 6.1 adalah factor lokasi dan magnetudo gempa itu sendiri.
Sumber : Pengolahan 2018 dimana kecil kemungkinannya dapat membangkitkan Sedangkan parameter yang akan mempengaruhi hasil
tsunami (threshold untuk peringatan dini tsunami pemodelan tsunami dengan sumber pembangkitnya
Dari hasil tiga kali pemodelan penjalaran tsunami dan rendalam di model menunjukkan bahwa tinggi tsunami akibat yang digunakan BMKG pada saat ini adalah gempa longsoran adalah lokasi longsoran, dan juga dimensi
gempa maksimum hanya mencapai 1.5 m dan gelombang tsunami pecah ketika mencapai bibir pantai. Hal ini masih dengan kekuatan Mw 6.5). longsoran. Model penjalaran dan rendama tsunami akibat
belum menjawab data history kejadian tsunami dimana pernah tercatat di tahun 1927 mencapai 12 meter dan pada • Akan tetapi pada kenyataannya di lapangan longsoran ini, dilakukan sebelum terjadinya tsunami pada
tahun 1968 mencapai 2 sampai 3 meter. Data kejadia tsunami di tunjukan pada tabel dibawah ini ditemukan tinggi tsunami mencapai 15 m di Talise tanggal 28 september 2018. Pada tanggal 28 september
Palu, 2018 terjadi gempa dengan kekuatan 7.4 Skala Richter
Tabel 5.12 Sejarah Terjadinya Tsnami Di Sulawesi Tengah • Menunjukkan adanya kemungkinan besar akibat aktifitas sesar palu koro, dengan pusat gempa di
pembangkitan tsunami akibat longsor, dan hal ini sekitar donggala.

Gambar 5.17. Pusat Gempa donggala 7.4 SR ( 28 september 2018).


Sumber : tribunnews.com

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
122 123
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana

Pusat gempat yang terjadi pada tanggal 28 September 2018, mirip dengan lokasi gempa pada tahun 1968 dengan peta bahaya tsunami yang telah dikelaskan menjadi 3 kategori, yaitu tinggi, sedang dan rendah. Dimana kategori
kekuatan 7.4 Skala Richter (lokasi E1, sub bab “Model Tsunami akibat gempa”) seperti yang telah di simulasikan tersebut berdasarkan tabel dibawah ini.
sebelumnya dengan sumber gempa tersebut, berdasarkan model penjalaran tsunami dengan sumber gempa,
seharusnya tidak terjadi tsunami. Hypothesis bahwa tsunami yang terjadi di Kota Palu akibat adanya longsoran Tabel 5.13 Klasifikasi Kelas Rawan Tsunami
dibuktikan dengan beberapa pakar tsunami yang menyebutkan hal yang senada. Adapun skenario Lokasi longsoran No Ketinggian tsunami Kategori
dalam pemodelan ini terdapat 3 skenario.
1 0m -0.5 m Rendah
2 0.5 m – 3 m Sedang

3 >3m Tinggi

Gambar 5.19 Lokasi Sumber Tsunami Akibat Longsoran

Gambar 5.21 Hasil Pemodelan Dari Tsunami Palu Sumber Longsor E1


Sumber : Pengolahan 2018

Gambar 5.20 Hasil Pemodean Tsunami Dari 3 Skenari Lokasi


Sumber : Pengolahan 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
124 125
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana

Sampai dengan dokumen ini dibuat, para peneliti belum


dapat menentukan bagaimana mekanisme tsunami
palu terjadi dengan tepat. Letak longsoran dan dimensi
longsoran kejadian tsunami palu masih dalam proses
penelitian yang tentunya akan masih terus berkembang.
Dengan kondisi seperti ini, untuk merepresentasikan
kejadian tsunami mendekati maka model yang telah
dihasilkan akan di disesuaikan dan di verifikasi dengan
data-data berikut
1. Data pemodelan tsunami dari PVMBG, yang
menunjukan 3 kelas tsunami
2. Data survey dampak tsunami dari BMKG, yang
menunjukkan sejauh mana tsunami menjangkau
daratan dihitung dari bibir pantai.
3. Peta sebaran kerusakan akibat tsunami yang
dikeluarkan oleh Copernicus, sebagai validasi

Kedua data tersbeut di tunjukkan pada gambar di bawah


ini.

Gambar 5.23 Peta Survey BMKG

Gambar 5.22 Peta Pemodelan Tsunami PVMBG,


2016

Gambar 5.24 Peta Terdampak Tsunami ( Copernicus)


Kota Palu

Dengan menggabungkan peta rawan tsunami dan pea


terdampak tsunami sesuai dengan alur penyusunan peta
hazard tsunami. Maka akan dihasilkan peta kerawanan Gambar 5.25. Peta Rawan Tsunami Kota Palu
tsunami kota palu seperti yang tunjukan pada gambar Sumber : Pemodelan Tsunami,Konsultan 2018, disesuaikan ulagn dengan data survey
berikut.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
126 127
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana

5.2.4 Penusunan Kawasatan Rawan Bencana Likuifaksi

5.2.4.1 Metode Penyusunan Kawasan Rawan Bencana Likuifaksi


Pendekatan kualitatif terhadap potensi likuifaksi berlaku untuk skala kecil atau Formasi batuan. Hasil dari metode
kualitatif berupa gambaran umum tentang kecenderungan potensi likuifaksi. Hasil tersebut dapat digunakan
sebagai dasar untuk menentukan investigasi selanjutnya secara kuantitatif yang lebih rinci.

Beberapa metode mikrozonasi potensi likuifaksi antara lain metode Iwasaki; Youd & perkins; Keith drr; UNDP,dsb.
Data yang tersedia untuk daerah penyelidikan adalah data geologi dan kedudukan muka air tanah sehingga pemilihan
metode dalam kasus ini menggunakan sumber dari Keith, drr., 1999 dalam Piya, B.K, 2004. Menurut Keith, potensi
liquifaksi secara kualitatif dipengaruhi oleh tiga faktor antara lain :
1. Ketebalan tanah pasiran kurang dari 12 m di bawah permukaan tanah.
2. Kedalaman muka air tanah < 10 m
3 . Estimasi batas kritis percepatan gempa permukaan yang memicu liquifaksi jika terdapat data bor dengan
estimasi metode seed dan idriss, 1971.

Berdasarkan Peta Geologi Teknik (dan Peta Muka Air Tanah) , karakteristik potensi likuifaksi tiap Formasi disajikan pada
tabel dibawah ini.

Tabel 5.14 Potensi liquifaksi daerah penyelidikan secara kualitatif


Litologi non Kedalaman Potensi
Formasi Batuan kohesif dan urai < Umur Formasi mat Liquifaksi
12 m < 10 m
Aluvium dan Endapan
Tinggi – Sangat tinggi
Pantai (Qap) Ya Holosen awal - akhir Ya
Molasa Celebes
Serasin dan Serasin
Ya Pliosen - Pleistosen Tidak rendah
(QTms)

5.2.4.2 Analisa Penyusunan Kawassan Rawan Bencana Likuifaksi


Konsep yang digunakan adalah dengan pendekatan Cyclic Stress menurut Seed dan Idriss, 1971 dalam Seed, drr, 2001.
Cyclic Stress pada umumnya digunakan untuk estimasi ketahanan liquifaksi pada tanah pasiran (Schneider & Mayne,
1999). Tahapan dalam analisis antara lain :
a) Identifikasi parameter pemicu liquifaksi
Identifikasi parameter yang diperlukan untuk mengetahui pemicu liquifaksi terdapat dua faktor yaitu :
1. Percepatan gempa dasar permukaan (PGA)
2. Cyclic Stress Ratio (CSR)
b) Identifikasi parameter kemampuan litologi terhadap liquifaksi.
c) Indeks potensi Liquifaksi.

Peta rawan bencana likuifaksi pada kajian ini bersumber dari kajian Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber daya
Mineral tahun 2018, yang telah di sempurnakan beberapa kali. Klasifikasi kelas Potensi Likuifaksi dibuat berdsarakan Iwasaki
(1986) dalam Taufiq (2011), klasifikasi LPI terhadap resiko potensi liquifaksi adalah sebagai berikut:

Tabel 5.15 Nilai LPI daerah penyelidikan berdasarkan klasifikasi Iwasaki (1986)

LPI Potensi Liquifaksi

LPI = 0 Sangat Rendah

LPI < 5 Rendah

5 < LPI < 15 Tinggi

LPI > 15 Sangat Tinggi

Hasil Akhir peta kerawanan Likuifaksi kota palu di tunjukkan pada gambar di bawah Gambar 5.26. Peta Rawan likuifaski Kota Palu
Sumber : Peta Potensi Likuifaksi, badan Geologi, Kementerian ESDM, 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
128 129
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana

5.2.5 Penyusunan Kawasan Rawan Bencana Longsor


Tanah longsor termasuk dalam bencana yang disebabkan oleh pengaruh geologi. Pengaruh tersebut karena pergerakan
massa batuan dan tanah dengan berbagai tipe seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Parameter yang
digunakan dalam menentukan indeks tanah longsor, yaitu kemiringan lereng (di atas 15%), arah lereng, panjang lereng,
tipe batuan, jarak dari patahan/sesar aktif, tipe tanah (tekstur tanah), kedalaman tanah (solum), curah hujan, dan
stabilitas lereng.

5.2.5.1 Metode Penyusunan Kawasan Rawan Bencana Longsor


Untuk rawan bencana longsor ini tidak dilakukan pemetaan akan tetapi merujuk kepada kajian BNPB (Inarisk tahun
2015) dan pedoman dari Perka BNPB nomor 2 tahun 2012 tentang pedoman umum pengkajian risiko bencana.

Gambar 5.27 Alur proses pembuatan peta bahaya tanah longsor berdasarkan metode deterministic
Sumber: Perka BNPB no 2 tahun 2012

5.2.5.2 Kawasan Rawan Bencana Longsor


Peta kawasan rawan bencana longsor untuk Kota palu, murni di dambil dari kajian KRB kota palu, yang telah dilakukan
oleh BNPB tahun 2012, tanpa dilakukan adjusting tambahan.

Gambar 5.28. Peta Bahaya Tanah Longsor Skala 1:50.000


Sumber : Dokumen KRB Kota Palu, BNPB, 2015

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
130 131
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana

Berdasarkan hasil digitasi ulang dengan basis data peta bahaya tanah longsor Kota Palu (INARISK BNPB) diperoleh 5.2.6 Penyusunan Kawasan Rawan
data sebagai berikut. Bencana Banjir

Tabel 5.16 Luas Kawasan Tanah Longsor Tinggi Kota Palu Kota palu merupakan kota yang dibelah oleh sungai
Luas Kawasan Tanah Longsor Tinggi Kota Palu besar yang bernama Sungai Palu, dan beberapa anak
sungai bukit di bagian kiri-kanan nya. Untuk memahami
Desa Kecamatan Luas (Ha) Luas (Km2)
kondisi bencana banjir kota palu, maka konseptual yang
KAWATUNA 1006,43 10,064 akan di ambil adalah pemahaman terhadap unit analisis
LASOANI 1359,15 13,592 yang menjadi sumber bencana banjir. Dalam hal ini unit
LAYANA INDAH MANTIKULORE 124,781 1,248 analisis yang akan menjadi fokus adalah Daerah Aliran
Sungai (DAS) atau Sub DAS.
POBOYA 1806,42 18,064
TONDO 500,228 5,002
5.2.6.1 Analisis Kawasan Rawan Bencana Banjir
Total 4797,009 47,97 Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan karena
MAMBORO PALU UTARA 1,125 0,011 peningkatan volume air akibat hujan deras, luapan air
sungai atau pecahnya bendungan. Banjir juga dapat
Total 1,125 0,011
terjadi di daerah yang gersang dengan daya serap
BAIYA 293,051 2,931
TAWAELI tanah terhadap air yang rendah dan jumlah curah hujan
PANTOLOAN BOYA 227,359 2,274 melebihi kapasitas serapan air.
Total 520,41 5,205
Sumber : Dokumen Kajian Risiko Bencana Kota Palu, Sulawesi
BULURI 660,326 6,603 Pengkajian bahaya banjir dilakukan untuk mengetahui
Tengah 2016-2020
luasan daerah terdampak serta indeks dan kelas bahaya
TIPO ULUJADI 1019,15 10,192
banjir. Parameter yang digunakan dalam menentukan
WATUSAMPU 418,75 4,188 Berdasarkan tabel di bawah ini, terlihat bahwa total luas
indeks bahaya banjir, yaitu daerah rawan banjir,
Total 2098,226 20,983
bahaya untuk bencana banjir di Kota Palu yaitu 10.797 Ha
kemiringan lereng, jarak dari sungai dan curah hujan.
dengan kelas tinggi. Kecamatan Mantikulore merupakan
Total 7416,77 74,169
wilayah terluas terdampak bencana banjir di Kota Palu
Sumber: Hasil Digitasi Konsultan (basis data peta bahaya tanah longsor Kota Palu INARISK BNPB) Berdasarkan parameter bahaya banjir tersebut, maka
yaitu 2.772 Ha. Komponen struktur ruang yang tidak
dapat ditentukan kelas bahaya dan luasan daerah
layak dibangun di kawasan rawan bencana banjir adalah:
Berdasarkan hasil pengolahan di atas wilayah yang paling tinggi terkena bencana tanah longsor adalah Kec. Mantikulore terdampak bencana banjir di Kota Palu. Adapun
· Pusat Permukiman tidak layak di bangun pada zona
seluas 4797,009 Hektar dan untuk wilayah terendah adalah Kec. Palu Utara seluas 1,125 Hektar. Untuk lebih jelasnya rekapitulasi pengkajian bahaya banjir di masing-masing
kawasan dengan tingkat kerawanan tinggi.
dapat di lihat pada gambar di bawah berikut ini. kecamatan adalah sebagai berikut.
· Jaringan prasarana transportasi, seperti jaringan
jalan, rel kereta api, terminal/stasiun, pelabuhan dan
Tabel 5.17 Luas kawasan bahaya banjir
bandara tidak layak di bangun di kawasan dengan
Bahaya tingkat kerawanan tinggi.
Kecamatan
Luas (Ha) Kelas · Jaringan prasarana energi tidak layak di bangun pada
Mantikulore 2,772 Tinggi zona kawasan dengan tingkat kerawanan tinggi.
· Jaringan prasarana SDA tidak layak di bangun pada
Palu Barat 627 Tinggi
zona kawasan dengan tingkat kerawanan tinggi.
Tatangan 1.127 Tinggi
Palu Selatan 1,938 Sedang 5.2.6.2 Peta Kawasan Rawan Bencana Banjir
Palu Timur 590 Sedang Peta kawasan rawan bencana banjir untuk Kota palu,
Palu Utara 1,541 Sedang murni di dambil dari kajian KRB kota palu, yang telah
dilakukan oleh BNPB tahun 2012, tanpa dilakukan
Taweali 1,657 Sedang
adjusting tambahan.
Ulujadi 544 Sedang
Kota Palu 10,797 Tinggi

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
132 133
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana

Berdasarkan hasil digitasi ulang dengan basis data peta


Luas
bahaya banjir Kota Palu (INARISK BNPB) diperoleh data Desa Kecamatan Luas (Ha)
(Km2)
sebagai berikut.
Kayumaluen-
Tabel 5.18 Luas Kawasan Banjir Kota Palu gapa 138,265 1,383
Luas Kayumaluepa-
Desa Kecamatan Luas (Ha)
(Km2) jeko 28,628 0,286
Palu utara
Kawatuna 354,393 3,544 Mamboro 309,723 3,097

Lasoani 122,143 1,221 Mamboro barat 47,327 0,473

Layana indah 157,109 1,571 Taipa 159,335 1,593

Poboya Mantikulore 116,038 1,16 Total 683,278 6,832

Talise 385,291 3,853 Boyaoge 93,04 0,93

Tanamodindi 96,522 0,965 Duyu 230,532 2,305

Tondo 459,471 4,595 Nunu 90,867 0,909


Tatanga
Total 1690,967 16,909 Palupi 95,759 0,958

Balaroa 44,011 0,44 Pengawu 98,475 0,985

Baru 18,107 0,181 Tavanjuka 81,228 0,812

Kamonji 24,18 0,242 Total 689,901 6,899


Palu barat
Lere 33,873 0,339 Baiya 173,873 1,739

Siranindi 40,399 0,404 Lambara 42,981 0,43

Ujuna 91,781 0,918 Panau Tawaeli 65,493 0,655

Total 252,351 2,524 Pantoloan 141,592 1,416

Birobuli selatan 106,246 1,062 Pantoloan boya 197,415 1,974

Birobuli utara 182,954 1,83 Total 621,354 6,214

Petobo Palu selatan 243,709 2,437 Buluri 24,619 0,246

Tatura selatan 107,772 1,078 Donggalakodi 54,082 0,541

Tatura utara 108,937 1,089 Kabonena 31,677 0,317


Ulujadi
Total 749,618 7,496 Silae 33,658 0,337

Besusu barat 47,078 0,471 Tipo 28,751 0,288

Besusu tengah 22,858 0,229 Watusampu 52,116 0,521

Besusu timur Palu timur 40,353 0,404 Total 224,903 2,25

Lolu selatan 3,085 0,031 Total 5075,487 50,756

Lolu utara 49,741 0,497


Sumber: Hasil Digitasi Konsultan
Total 163,115 1,632 (Basis Data Peta Bahaya Banjir Kota Palu INARISK BNPB)

Gambar 5.31. Peta Bahaya Banjir, Skala 1:50.000


Sumber : Dokumen KRB Kota Palu, BNPB, 2015

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
134 135
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana

Berdasarkan analisis overlay antara bahaya banjir


Desa Kecamatan Luas (Ha) Luas (Km2) 5.2.7 Penyusunan Kawasan Rawan Maksud dari pembuatan peta konsep area rawan banjir
tinggi dengan pola ruang kawasan terbangun diperoleh Bencana Banjir Bandang bandang ini adalah untuk memperkirakan area yang
hasil akhir yakni wilayah yang tertinggi terbangun Total 148,522 1,485 Banjir bandang adalah banjir besar yang terjadi secara terkena limpasan banjir bandang. Peta yang dihasilkan
dan terdampak bencana banjir bandang yakni Kec. Kayumaluen- tiba-tiba karena meluapnya debit air yang melebihi pada tahap ini dapat dikatakan merupakan peta konsep
Mantikulore sebesar 1440,732 Hektar dan wilayah gapa 138,168 1,382 karena penentuan area rawan banjir bandangnya
kapasitas aliran alur sungai oleh kosentrasi cepat hujan
terbangun terdampak yang terendah adalah Kec. Palu Kayumalue- dengan intensitas tinggi serta sering membawa aliran menggunakan asumsi ketinggian genangan banjir
Timur seluas 148,522 Hektar. pajeko 28,628 0,286 tertentu yang mungkin besaran ketinggian genangannya
debris bersamanya atau runtuhnya bendungan alam
Palu utara kurang sesuai dengan kondisi/ situasi lapangan suatu
Mamboro 293,399 2,934 yang terbentuk dari material longsoran gelincir pada area
Tabel 5.19 luas kawasan terbangun terdampak banjir Mamboro hulu sungai. area, serta analisisnya menggunakan data kontur yang
tinggi kota palu barat 42,223 0,422 mungkin tidak aktual atau memiliki resolusi yang rendah.
Desa Kecamatan Luas (Ha) Luas (Km2) Taipa 132,053 1,321 Pengkajian bahaya banjir bandang dilakukan untuk
memperoleh luas daerah terdampak dan kelas bahaya Data yang digunakan untuk keperluan pembuatan peta
Kawatuna 273,635 2,736 Total 634,472 6,345
banjir bandang. Parameter yang digunakan dalam konsep area rawan banjir bandang ini adalah data DEM
Lasoani 117,128 1,171 Boyaoge 91,887 0,919 menentukan indeks bahaya banjir bandang, yaitu sungai dan data morfologi sungai.
Duyu 225,621 2,256 utama, topografi dan potensi longsor di hulu sungai
Layana indah 146,038 1,460
(longsoran yang memiliki kelas tinggi). 5.2.7.2 Analisis Penyusunan Kawasan Rawan
Poboya Mantikulore 85,437 0,854 Nunu 81,650 0,817 Bencana Banjir Bandang
Tatanga
Talise 341,776 3,418 Palupi 90,378 0,904 5.2.7.1 Metode Penyusunan Kawasan Rawan Berdasarkan parameter bahaya banjir bandang tersebut,
Bencana Banjir Bandang maka dapat ditentukan kelas bahaya dan luasan daerah
Tanamodindi 90,033 0,900 Pengawu 93,572 0,936
Tahapan banjir bandang tergantung pada banyak faktor. terdampak bencana banjir bandang di Kota Palu. Adapun
Tondo 386,685 3,867 Tavanjuka 77,053 0,771 Dalam usaha mempersiapkan peta konsep rawan banjir rekapitulasi pengkajian bahaya banjir bandang di masing-
Total Total 660,161 6,602 bandang dengan menggunakan peta/data topografi, masing kecamatan adalah sebagai berikut.
1440,732 14,407
berdasarkan buku pedoman “Guideline for Surbey of
Balaroa 44,011 0,440 Baiya 148,891 1,489
Debris-Flow-Prone Stream and Survey of Debris Flow Tabel 5.20 Luas Kawasan Bahaya Banjir Bandang
Baru 18,092 0,181 Lambara 30,276 0,303 Hazard” yang diterbitkan oleh divisi SABO, Departemen Bahaya
Panau 53,156 0,532 SABO, Biro Sungai, Kementrian Konstruksi, Jepang, April Kecamatan
Kamonji 21,485 0,215 Tawaeli Luas (Ha) Kelas
Palu barat 1999, terdapat dua kriteria dalam penentuan tahapan
Lere 26,254 0,263 Pantoloan 130,141 1,301 Mantikulore 1678 Tinggi
banjir bandang berdasarkan jenis wilayah yaitu :
Pantoloan Palu Barat 200 Tinggi
Siranindi 40,399 0,404
boya 155,508 1,555
1. Wilayah Vulkanis, dimana area rawan banjir bandang Palu Selatan 621 Tinggi
Ujuna 89,003 0,890 Total 517,972 5,180 terjadi pada sungai yang memiliki kisaran kemiringan Palu Timur 145 Tinggi
Total 239,243 2,392 20-100.
Buluri 19,661 0,197
Palu Utara 248 Tinggi
Birobuli
Donggalako-
2. Wilayah Non-Vulkanis, dimana area rawan banjir
selatan 106,246 1,062 bandang terjadi pada sungai yang memiliki kisaran Tatangan 255 Tinggi
di 54,082 0,541
Birobuli kemiringan 30-100. Taweali 614 Tinggi
utara 182,290 1,823 Kabonena 29,513 0,295
Ulujadi
Ulujadi 696 Tinggi
Palu selatan Silae 31,835 0,318
Petobo 238,381 2,384 Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam Kota Palu 4558 Tinggi
Tatura Tipo 28,751 0,288 penentuan area banjir bandang yaitu:
selatan 92,412 0,924 1. Topografi.
Watusampu 45,844 0,458
Tatura utara 103,426 1,034 2. Penyebaran material yang disebabkan banjir
Total 209,685 2,097 bandang.
Total 722,755 7,228
Total 4573,543 45,735 3. Catatan banir bandang di masa lalu.
Besusu barat 38,429 0,384
Sumber: Hasil Analisa Konsultan (basis data peta bahaya banjir
4. Sungai rawan banjir bandang yang berdekatan dan
Besusu Kota Palu INARISK BNPB
topografi daerah sekitarnya.
tengah 22,858 0,229 5. Status banjir bandang pada sungai yang memiliki
Palu timur kesamaan dalam aspek geografis dan ciri-ciri lainnya.
Besusu timur 40,318 0,403
6. Tata guna lahan dan kepadatan penduduk
Lolu selatan 3,085 0,031
(demografi).
Lolu utara 43,832 0,438

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
136 137
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana

Sumber: Kajian Risiko Bencana Kota Palu, Sulawesi Tengah 2016-


2020
Gambar 5.34 Grafik Luas Keterpaparan KRB Banjir
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa total luas Perkecamatan
bahaya untuk bencana banjir bandang di Kota Palu yaitu
4.558 Ha dengan kelas tinggi, Kecamatan Mantikulore 5.2.7.3 Peta Kerawanan Banjir Bandang Kota Palu
merupakan wilayah terluas terdampak bencana banjir Peta kawasan rawan bencana banjir Bandang untuk Kota
bandang di Kota Palu yaitu 1.678 Ha. Wilayah yang paling palu, murni di dambil dari kajian KRB kota palu, yang
tinggi terkena banjir adalah Kec. Mantikulore seluas telah dilakukan oleh BNPB tahun 2012, tanpa dilakukan
1690,967 Hektar dan untuk wilayah terendah adalah Kec. adjusting tambahan.
Palu Timur seluas 163,115 Hektar. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar di bawah berikut ini.

Gambar 5.35. Peta Bahaya Banjir Bandang, Skala 1:50.000


Sumber : Dokumen KRB Kota Palu, BNPB, 2015

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
138 139
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana

Berdasarkan hasil digitasi ulang dengan basis data Peta


Desa Kecamatan Luas (Ha) Luas (Km2) 5.2.8 Penentuan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Prioritas
Bahaya Banjir Bandang Kota Palu (INARISK BNPB) Penentuan kawasan rawan bencana prioritas ditentukan berdasarkan kriteria
diperoleh data sebagai berikut. Baiya 83 0,828 Kriteria 1: Keterpaparan berdasarkan pada peta rawan bencana terhadap peta penggunaan lahan dengan indikator
Lambara 2 0,019 sesuai dengan Perka BNPB No. 2 Tahun 2012
Tabel 5.21 Luas Kawasan Banjir Bandang Kota Palu Kriteria 2: Keterpaparan berdasarkan pada peta rawan bencana terhadap peta rencana pola ruang RTRW Kota Palu
Panau Tawaeli 14 0,14
Desa Kecamatan Luas (Ha) Luas (Km2) dengan indikator sesuai dengan Perka BNPB No. 2 Tahun 2012
Pantoloan 1 0,014 Kriteria 3: Peta yang telah dihasilkan pada Kriteria 1 dan Kriteria 2 di overlay dengan Deliniasi Kawasan Strategis
Kawatuna 131 1,31 Pantoloan
71 0,708 seperti KEK, Pertambangan atau RDTR
boya
Lasoani 128 1,28
Total 171 1,709
5.2.8.1 Kriteria 1 Keterpaparan Rawan Bencana terhadap Kondisi Saat Ini
Layana indah 74 0,744
Buluri 121 1,208 Alur Penentuan kriteria 1 berdasarkan pada alur di bawah
Poboya Mantikulore 144 1,435 Donggalako-
13 0,128
di
Talise 58 0,585
Silae Ulujadi 18 0,184
Pemilihan Jenis Penyusunan dan pemilihan Kawasan Rawan Bencana Prioritas dengan
Tanamodindi 24 0,239
Tipo 226 2,257 Bencana Alam kriteria tingkat kerawanan bencana dengan indikator tinggi atau sangat
Tondo 208 2,076
Watusampu 126 1,261
Prioritas tinggi
Total 767 7,669
Total 504 5,038
Balaroa 46 0,459 Total banjir bandang kota
3500 36,358
palu
Baru 1 0,01 Sumber: Hasil Digitasi Konsultan (basis data peta bahaya banjir Pemilihan Kawasan ini berdasarkan dari peta rawan bencana yang telah
Lere Palu barat 8 0,076 bandang Kota Palu INARISK BNPB) disusun oleh BNPB dalam format data inarisk dengan skala yang sepadan
dengan data penunjang lainnya misalnya untuk Kota Palu BNPB telah
Siranindi 18 0,183 Dokumen KRB menyusun dokumen KRB dalam skala 1:50.000 yang mana didalamnya telah
Wilayah yang paling tinggi terkena banjir bandang adalah
Ujuna 53 0,529 Kec. Mantikulore seluas 767 Hektar dan untuk wilayah tersusun peta rawan bencana alam, peta kerentanan, peta kapasitas dan
terendah adalah Kec. Tatanga sebesar 26 Hektar. Untuk peta bahaya.
Total 126 1,257
Birobuli lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.
46 0,458
selatan
Birobuli
45 0,451 Untuk aplikasi kedalam tata ruang maka peta rawan bencana ini berdasarkan
utara
Petobo Palu selatan 67 0,67 kriteria pertama akan di lakukan analisa tumpeng tindih menggunakan
Peta Penggunaan metode SIG terhadap data penggunaan lahan eksisting atau yang masih
Tatura
selatan
31 0,307 Lahan Terkini berlaku guna melihat tingkat keterpaparannya, dengan menggunakan
Tatura utara 42 0,421 indikator yang telah di susun dala Perka BNPB No. 2 tahun 2012
Total 231 2,307

Besusu barat 10 0,103


Besusu
7 0,068
tengah
Palu timur
Besusu timur 23 0,228

Lolu utara 5 0,052

Total 45 0,451 Berdasarkan analisis overlay antara bahaya banjir


Mamboro 37 0,371 bandang tinggi dengan pola ruang kawasan terbangun
Mamboro diperoleh hasil akhir yakni wilayah yang tertinggi
Palu utara 2 0,02
barat terbangun dan terdampak bencana banjir bandang
Taipa 25 0,254 yakni Kec. Mantikulore sebesar 262 Hektar dan wilayah
Total 64 0,645 terbangun terdampak yang terendah adalah Kec. Palu
Timur seluas 40,647 Hektar.
Boyaoge 6 0,057

Duyu 28 0,285
Gambar 5.37. Luas Keterpaparan KRB Multirawan per kecamatan
Nunu 29 0,292 Sumber : Pengolahan 2018
Tatanga
Palupi 41 0,408

Pengawu 32 0,323

Tavanjuka 26 0,257
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
Total 26 1,622
140 141
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana

5.2.8.2 Kriteria 2 keterpaparan berdasarkan pada peta rawan bencana


terhadap peta rencana pola ruang RTRW Kota Palu
Alur Penentuan kriteria 1 berdasarkan pada alur di bawah

indikasi keterpaparan masa depan yaitu indikator keterpaparan terhadap


rencana pada ruang kawasan budidaya yang berada pada KRB.

Mengacu pada Perka BNPB No. 2 Tahun 12 maka kawasan budidaya untuk
tingkat keterpaparan tinggi meliputi pemukiman, bangunan, fasum dan
fasos sedangkan pertanian, perkebunan dan ladang untuk skor menengah
dan skor rendah adalah hutan lindung.

fokus untuk skor tinggi saja dan diturunkan kembali tingkat keterpaparan
berdasarkan tingkat ancaman terhadap jenis bencana. Misalnya bangunan
dan pemukiman semi permanen lebih rentan dibandingkan bangunan
permanen sehingga skor nya berbeda.

Berdasarkan tahapan di atas presentase luas keterpaparan KRB multirawan tinggi


terhadap rencana pola ruang RTRW ditunjukkan pada diagram di bawah

Gambar 5.37. Presentase luas keterpaparan KRB multirawan tinggi terhadap rencana
pola ruang RTRW
Sumber : Pengolahan 2018

Gambar 5.36. Peta KRB Prioritas Berdasarkan Kriteria 1


Sumber : Pengolahan 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
142 143
BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana BAB 5 Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (Hazard Mapping) dan Risiko Bencana

5.2.8.3 Kriteria 3 pemilihan area prioritas


KRB yang diprioritaskan penataan ruangnya dalam RTRW Kota berdasarkan dari indikator ada tidaknya penetapan
kawasan atau rencana penetapan kawasan strategis kota dari kriteria rawan bencana atau kebencanaan dalam RTRW
Kota seperti : Kawasan khusus industry, RDTR
maka semua kriteria 1 dan 2 pada point diatas dapat dianalisa secara tumpeng tindih dengan kriteria ketiga ini. Untuk
pemilihan tingkat kepentingan Kawasan Prioritas.

Tahapan ini menghasilkan prioritas arean seperti tabel di bawah ini

Sehingga area yang akan diprioritaskan adalah RDTR bagian selatan dan RDTR bagian timur serta secara otomatis
adalah bagian teluk.

Gambar 5.37. Peta KRB Prioritas Berdasarkan Kriteria 2


Sumber : Pengolahan 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
06
Evaluasi Kualitas
Rencana Tata Ruang
Daerah dalam
Aspek Mitigasi atau
Pengurangan Risiko
Bencana
Dokumen RTRW kota palu, pada dasarnya sudah
mencakup informasi kebencanaan, hanya saja belum
mendetail, terutama di bagian pemetaan hazardnya.
Begitupun dengan dokumen RDTR. Filosofi kota Palu
, souraja memiliki beberapa konsep ruang “Ruang
gandaria, Ruang tatangan dan ruan goavua”. Salah
satu hal yang harus diperhatikan pada konsep
“souraja” ini adalah ruang gandaria atau beranda
kota dengan ciri water front city. Dengan sejarah
kota palu yang memiliki potensi tsunami yang
cukup besar, ditambah dengan kejadian bencana
tsunami pada November 2018, konsep gandaria yang
mengedepankan waterfront city sebaiknya di telaah
ulang.
146 147
BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana

Untuk mengidentifikasi sejauh mana rencana tata ruang Kota Palu


memuat substansi mitigasi pengurangan risiko bencana, maka review
dan evaluasi dokumen perencanaan tata ruang perlu dilakukan.
Dokumen perencanaa tata ruang yang akan di evaluasi adalah
dokumen RTRW Kota Palu dan dokumen RDTR Kota Palu. Hasil
dari evaluasi ini dapat dijadikan sebagai rekomendasi teknis bagi
penyusunan revisi RTRW dan RDTR Kota Palu.

Sumber : Dokumentasi Drone, 2018

6.1 Evaluasi Dokumen Beberapa review dan evaluasi yang perlu diperhatikan untuk kedalaman
RTRW Kota Palu dari subtansi dalam mitigasi bencana alam pada muatan rencana pola ruang Kota
Palu
Aspek Kebencanaan 1. Titik-titik lokasi banjir dan kawasan yang rawan banjir sudah teridentifikasi.
Namun titk ini bukan berdasarkan kajian potensi, namun dari sejarah
Dalam dokuman RTRW Kota Palu, pertimbangan kebencanaan yang kejadian bencana banjir yang prnah terjadi saja.
sudah dimasukkan ke dalam dokumen adalah bencana banjir, gempa 2. Kawasan rawan bencana longsor sudah dijabarkan dengan jelas berikut
bumi, tsunami dan longsor. Salah satu potensi kebencaan yang berada titik-titik lokasinya.
di Kota palu yang belum tercantum dalam RTRW adalah bencana 3. Kawasan rawan bencana tsunami sudah ada dan teridentifikasi sampai
likuifaksi. Hal ini sangat wajar, mengingat kajian kebencanaan likufikasi tingkat kelurahan. Namun jenis zona-zona terdampak belum dijelaskan
masih sangat jarang di lakukan. Dan di Indonesia, bencana likuifaksi secara terperinci dan lengkap. Peta kerawanan bencana tsumami
yang pernah terjadi dalam skala besar baru pertama kali terjadi di sebaiknya di perbaharui dan mempertimbangkan kejadian tsunami 2018.
Kota Palu. Seperti halnya tsunami yang terjadi akibat longsoran 4. Penjelasan mengenai keberadaan patahan/sesar Palu-Koro aktif dinilai
dasar laut dimana longsoran ini terpicu akibat adanya gempa bumi, cukup menjelaskan, namun untuk peta kerawanan Gempa sebaiknya
begitupun dengan bencana likuifaksi. Likufikasi di Kota Palu terjadi mempergunakan peta terbaru. Perkembangan kajian Pengurangan risiko
akibat adanya gempa bumi. Berdasarkan informasi kebencanaan bencana untuk gempa bumi salah satunya adalah dengan menerapkan
terbaru ini, maka sudah selayaknya RTRW Kota Palu perlu di telaah Building Code. Dalam dokumen RTRW masih belum menerapkan konsep
kembali, sehingga perencanaan tata ruang Kota Palu di masa depan building code
telah mempertimbangkan aspek mitigasi bencana dan pengurangan 5. Belum terdapat peta kerawanan Likuifaksi
risiko bencana. Penilaian substansi mitigasi dalam RTRW Kota Palu 6. Pada kawasan ruang evakuasi bencana, belum tercantum dalam peta titik-
ini terfocus pada aspek kebencanaan saja yaitu bencana banjir, tanah titik ruang evakuasi bencana dalam rencana pola ruang.
longsor, tsunami dan gempa bumi dan likufikasi dan diuraikan dari
kebijakan &strategi, rencana struktur ruang, rencana pola ruang,
indikasi program dan ketentuan umum peraturan zonasi

Secara substansi untuk muatan kebijakan dan strategi ini cukup


jelas dan lengkap dan sudah memasukkan unsur kebencanaan.
Dalam muatan Struktur Ruang Rencana pengembangan sistem jalur
evakuasi ini sudah dilakukan, jalur jalur evakuasi sudah ditetapkan
berdasarkan kecamatan dengan tujuan meeting point di kecamatan
masing masing. Namun jalur-jalur evakuasi ini belum ditetapkan
secara terperinci, padahal di Kota Palu ini terdapat 4 potensi bencana.
Sebaiknya dibuat lebih rinci untuk masing-masing bencana di setiap
lokasi yg potensial terjadinya bencana. Rencana sistem jaringan
sumber daya air untuk sistem pengendalian banjir sudah ada dan
dijabarkan dengan cukup jelas mengenai rencana yang akan dibuat
beserta titik-titik lokasinya.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
148 149
BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana

Tabel 6.1 Review Substansi Kebencanaan Dalam RTRW Kota Palu 2010-2030

RENCANA
JENIS KEBIJAKAN & RENCANA STRUKTUR
POLA LOKASI INDIKASI PROGRAM KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
BENCANA STRATEGI RUANG
RUANG

BANJIR Mengembangkan a. Jaringan makro Kawasan a. Sungai Tawaeli (Kelurahan Lambara dan Kelurahan Indikasi program rencana struktur ruang kota : Ketentuan Umum :
sistem jaringan merupakan Lindung : Panau), Sungai Taipa (Kelurahan Taipa), Sungai a. program peningkatan efektifitas pengelolaan
drainase kota bagian dari sistem kawasan Layana (Kelurahan Mamboro dan Kelurahan Layana Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai upaya Menyediakan lahan untuk kegiatan penghijauan, pembangunan prasarana
secara berjenjang pengendalian banjir rawan Indah), Sungai Watutela (Kelurahan Tondo) dan terintegrasi pengendalian banjir; dan sarana pemantauan ancaman dan pencegahan bencana banjir Membatasi
dan menerus pada DAS/sub DAS, bencana alam Sungai Pondo (Keluraha Poboya, Kelurahan Lasoani, b. review masterplan drainase kota dan pembangunan hanya untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana banjir
serta terintegrasi dan perlindungan kepentingan umum
dengan sistem yang terintegasi Kelurahan Tanamodindi dan Kelurahan Talise) pengembangan sistem jaringan drainase
drainase alamiah dengan sistim alur b. Sungai Uwenumpu, Sungai Kalora (Kelurahan kota secara berjenjang dan menerus serta
kota normalisasi alam kota Palu. Donggala Kodi, Kelurahan Kabonena, Kelurahan terintegrasi dengan sistem drainase alamiah
sungai dan alur b. Jaringan drainase Silae dan Kelurahan Tipo), Sungai Buluri (Kelurahan kota
alam mikro terdiri dari Tipo dan Kelurahan Buluri)
drainase primer, c. Kawasan tersebut terdapat di kecamatan Palu
sekunder, dan Barat (Kelurahan Nunu, Kelurahan Ujuna, Kelurahan
menetapkan tersier yang Baru dan Kelurahan Lere), Kecamatan Palu Selatan
kawasan budidaya ditetapkan dengan (Kelurahan Pengawu, Kelurahan Palupi, Kelurahan
yang mempunyai
fungsi sebagai menggunakan Tavanjuka, Kelurahan Birobuli Selatan, Kelurahan
kawasan evakuasi pendekatan Sub- Tatura Selatan, Kelurahan Lolu Utara dan Kelurahan
bencana alam. DAS Lolu Selatan), Kecamatan Palu Timur (Kelurahan
Besusu Barat).
TANAH membatasi Jalur evakuasi bencana Wilayah sebelah barat Silae, Kabonena dan Donggala Ketentuan umum
LONGSOR perkembangan di Kota Palu : Kodi, hulu sungai Watutela, dan tebing bukit di Poboya.
kegiatan budi a. Kecamatan Palu a. Menyediakan lahan untuk kegiatan penghijauan, pembangunan prasarana dan
daya terbangun Utara meliputi ruas Bantaran sungai menunjukkan kondisi rawan gerusan sarana penanggulangan tanah longsor
di kawasan rawan jl. Jaelangkara tebing sungai di S. Taipa, S. Watutela dan S. Poboya. b. Membatasi pembangunan hanya untuk kepentingan pemantauan ancaman
bencana untuk (Palu – kebun Kopi) bencana dan perlindungan kepentingan umum
meminimalkan Gerusan pada tebing sungai Poboya ke arah Talise
dengan tujuan akhir bahkan mengancam struktur jalan dan jembatan dan Peraturan Zonasi untuk kawasan rawan bencana alam:
potensi kejadian Kawasan Industri
bencana dan kawasan perumahan pada bantaran sungai. a. zona kawasan rawan bencana alam tanah longsor terdiri dari zona tingkat
Palu. kerawanan tinggi, zona tingkat kerawanan menengah/sedang, dan zona tingkat
potensi kerugian
akibat bencana b. Kecamatan Palu kerawanan rendah;
Timur, meliputi ruas b. zona tingkat kerawanan tinggi untuk tipologi A (lereng bukit dan gunung)
jl. Soekarno Hatta adalah untuk kawasan lindung, untuk tipologi B dan C (kaki bukit dan gunung,
dengan tujuan akhir tebing/lembah sungai) adalah untuk kegiatan pertanian lahan kering terbatas,
Lokasi Eks MTQ di peternakan terbatas, kegiatan pariwisata terbatas; dilarang untuk budidaya dan
bukit Jabal Nur. kegiatan yang dapat mengurangi gaya penahan gerakan tanah;
c. Kecamatan Palu c. zona tingkat kerawanan menengah untuk tipologi A, B, C adalah untuk kegiatan
Selatan, meliputi perumahan, transportasi, pariwisata, pertanian terbatas, peternakan, hutan
ruas jl. Muhammad kota, dan dilarang untuk kegiatan industri;
Yamin dengan d. zona tingkat kerawanan rendah tipologi A, B, dan C adalah untuk kegiatan
tujuan Lapangan budidaya.;
Watulemo.
TSUNAMI d. Kecamatan Palu a. wilayah Kecamatan Palu Utara mencakup Kelurahan program pengembangan sistem peringatan dini Ketentuan Umum :
Barat, meliputi ruas Panau, Kelurahan Kayumalue, Kelurahan Baiya, jarak jauh dan jalur evakuasi bencana tsunami
jl. Munif Rahman, Jl. Kelurahan Lambara, Kelurahan Mamboro, Kelurahan a. Menyediakan lahan untuk kegiatan penghijauan, pembangunan prasarana dan
Gawalise, dengan Taipa dan Kelurahan Pantoloan; sarana perlindungan dampak bencana tsunami;
tujuan akhir Stadion b. wilayah Kecamatan Palu Timur mencakup Kelurahan
b. Membatasi pembangunan hanya untuk kepentingan pemantauan ancaman
Gawalise Talise, Kelurahan Tondo, Kelurahan Layana Indah, bencana tsunami dan perlindungan kepentingan umum
Kelurahan Besusu Barat;
c. wilayah Kecamatan Palu Selatan mencakup Kelurahan
Lolu Utara dan Kelurahan Lolu Selatan.
GEMPA a. Patahan vertikal di sebelah timur melewati jalur program pengendalian keandalan bangunan
BUMI perbukitan gedung di seluruh wilayah kota
b. Patahan vertikal di bagian tengah Kota Palu, melewati
Tondo, Talise, Biromaru, Bora dan memanjang ke arah
Palolo.
c. Patahan vertikal di sebelah barat. Jalur patahan
secara relatif terdapat memanjang dari tepi pantai
Kabonga melewati Loli, Buluri, Watusampu, Balane
dan selanjutnya memanjang ke selatan yang
kemudian akan bersambung dengan patahan Matano.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
150 151
BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana

RENCANA
JENIS KEBIJAKAN & RENCANA STRUKTUR
POLA LOKASI INDIKASI PROGRAM KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
BENCANA STRATEGI RUANG
RUANG

Kawasan Ruang evakuasi bencana diperuntukkan untuk semua Program yang diperuntukkan untuk semua a. Ketentuan dan peraturan zonasi untuk kawasan ruang evakuasi bencana
Budidaya : kejadian bencana, diantaranya adalah : kejadian bencana : meliputi kawasan yang diperuntukkan untuk mengamankan penduduk dari
Ruang a. Kawasan Stadion Gawalise, Kelurahan Duyu a. program peningkatan sosialisasi sistem kawasan yang mengalami bencana alam, dengan ketentuan jarak kawasan
evakuasi Kecamatan Palu Barat evakuasi dan mitigasi bencana evakuasi tidak jauh dari kawasan bencana.
bencana b. Kawasan Lokasi Eks MTQ Bukit Jabal Nur, Kelurahan b. program peningkatan infrastruktur kawasan
Talise Kecamatan Palu Timur yang mempunyai fungsi sebagai lokasi evakuasi b. Ketentuan peraturan zonasi untuk kawasan peruntukkan ruang evakuasi
c. Kawasan sebelah Timur Kelurahan Mamboro dan bencana alam bencana akan diatur dalam rencana rinci.
Kawasan Industri Liku Kecamatan Palu Utara c. program pemantapan sistem dan prosedur
d. Lapangan Watulemo, di Kelurahan Tanamodindi evakuasi dan mitigasi bencana di semua wilayah
Kecamatan Palu Selatan. Kota Palu
d. Program peningkatan dan pengembangan
infrastruktur kawasan ruang evakuasi bencana di
wilayah Kota Palu

Setelah dilakukan proses review substansi mitigasi kebencanaan dalam RTRW Kota Palu, selanjutnya adalah penilaian
substansi kebencanaannya, adapun yang dievaluasi adalah kedalaman muatan mitigasi bencana alam dalam setiap
substansi RTRW dan review rencana dalam peta. Penilaian ini akan disajikan dalam (Tabel 3.2)

Tabel 6.2 Penilaian Substansi Kebencanaan dalam RTRW Kota Palu 2010-2030

Substansi dalam RTRW Kota Palu 2010 – 2030 Evaluasi Kedalaman substansi Review Peta Substansi dalam RTRW Kota Palu 2010 – 2030 Evaluasi Kedalaman substansi Review Peta
dalam mitigasi bencana alam dalam mitigasi bencana alam

Kebijakan dan strategi RENCANA POLA RUANG


Mengembangkan sistem jaringan drainase kota secara Secara substansi untuk kebijakan - 1. Kawasan Lindung : kawasan rawan bencana alam
berjenjang dan menerus serta terintegrasi dengan sistem dan strategi ini cukup jelas dan
drainase alamiah kota normalisasi sungai dan alur alam; lengkap dan sudah memasukkan a. Banjir; Titik titik lokasi banjir dan Untuk kawasan rawan
unsur kebencanaan. · Sungai Tawaeli (Kelurahan Lambara dan Kelurahan kawasan yang rawan banjir sudah bencana banjir sudah
Menetapkan kawasan budidaya yang mempunyai fungsi sebagai Panau), Sungai Taipa (Kelurahan Taipa), Sungai Layana teridentifikasi . terpetakan dan masuk
kawasan evakuasi bencana alam; (Kelurahan Mamboro dan Kelurahan Layana Indah), kedalam kawasan
Sungai Watutela (Kelurahan Tondo) dan Sungai Pondo lindungan rawan bencana
Membatasi perkembangan kegiatan budi daya terbangun di alam, namun belum
kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian (Keluraha Poboya, Kelurahan Lasoani, Kelurahan jelas delineasi kawasan
bencana dan potensi kerugian akibat bencana. Tanamodindi dan Kelurahan Talise) genangan banjir yang ada
· Sungai Uwenumpu, Sungai Kalora (Kelurahan Donggala di Kota Palu.
RENCANA STRUKTUR RUANG Kodi, Kelurahan Kabonena, Kelurahan Silae dan
1. Rencana pengembangan sistem infrastruktur perkotaan : Rencana pengembangan sistem Dalam peta rencana Kelurahan Tipo), Sungai Buluri (Kelurahan Tipo dan
penyediaan jalur evakuasi jalur evakuasi ini sudah ada, jalur struktur tidak tercantum Kelurahan Buluri)
a. Kecamatan Palu Utara meliputi ruas jl. Jaelangkara (Palu – jalur evakuasi sudah ditetapkan jalur jalur evakuasi · Kawasan tersebut terdapat di kecamatan Palu Barat
kebun Kopi) dengan tujuan akhir Kawasan Industri Palu. berdasarkan kecamatan dikarenakan skala peta yg (Kelurahan Nunu, Kelurahan Ujuna, Kelurahan Baru dan
b. Kecamatan Palu Timur, meliputi ruas jl. Soekarno Hatta dengan tujuan melting point di terlalu besar, sebaiknya Kelurahan Lere), Kecamatan Palu Selatan (Kelurahan
kecamatan masing masing. dibuat di peta khusus Pengawu, Kelurahan Palupi, Kelurahan Tavanjuka,
dengan tujuan akhir Lokasi Eks MTQ di bukit Jabal Nur. mengenai kerawanan
c. Kecamatan Palu Selatan, meliputi ruas jl. Muhammad Kelurahan Birobuli Selatan, Kelurahan Tatura Selatan,
Namun jalur jalur evakuasi bencana.
Yamin dengan tujuan Lapangan Watulemo. Kelurahan Lolu Utara dan Kelurahan Lolu Selatan),
ini belum ditetapkan secara
d. Kecamatan Palu Barat, meliputi ruas jl. Munif Rahman, Jl. terperinci, padahal di Kota Palu Kecamatan Palu Timur (Kelurahan Besusu Barat).
Gawalise, dengan tujuan akhir Stadion Gawalise ini terdapat 4 potensi bencana. b. Tanah Longsor; Kawasan rawan bencana longsor Untuk kawasan rawan
Sebaiknya dibuat lebih rinci untuk · Wilayah sebelah barat Silae, Kabonena dan Donggala sudah dijabarkan dengan jelas bencana alam sudah
masing masing bencana di setiap berikut titik titik lokasinya. terpetakan, namun
lokasi yg potensial terjadinya Kodi, hulu sungai Watutela, dan tebing bukit di Poboya.
· Bantaran sungai menunjukkan kondisi rawan gerusan delineasi untuk kawasan
bencana. berpotensi tanah longsor
tebing sungai di S. Taipa, S. Watutela dan S. Poboya.
1. Rencana sistem jaringan sumber daya air : sistem Rencana sistem jaringan Dalam peta rencana belum terpetakan secara
· Gerusan pada tebing sungai Poboya ke arah Talise jelas dan rinci.
pengendalian banjir di wilayah Kota Palu. (pengembangan sumber daya air untuk sistem struktur tidak tercantum bahkan mengancam struktur jalan dan jembatan dan
Embung Watutela Kelurahan Tondo, Check Dam Sungai pengendalian banjir sudah ada titik titik lokasi maupun kawasan perumahan pada bantaran sungai.
Pondo di Kelurahan Poboya, Check Dam Sungai Sombe dan dijabarkan dengan cukup sistem pengendalian
Lewara di Kelurahan Pengawu, Check Dam Sungai Uve jelas mengenai rencana yang banjir.
akan dibuat beserta titik titik
Numpu di Kelurahan Donggala Kodi, tanggul di sepanjang lokasinya.
bantaran Sungai Palu, Sungai Kawatuna, Sungai Sombe
Lewara dan Sungai Pondo). Sistem ini digabungkan dengan
sistem pengendalian banjir berdasarkan pendekatan DAS.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
152 153
BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana

Substansi dalam RTRW Kota Palu 2010 – 2030 Evaluasi Kedalaman substansi Review Peta Substansi dalam RTRW Kota Palu 2010 – 2030 Evaluasi Kedalaman substansi Review Peta
dalam mitigasi bencana alam dalam mitigasi bencana alam

c. Gelombang pasang / Tsunami kawasan rawan bencana tsunami Kawasan rawan bencana 2. Indikasi Program Perwujudan Rencana Pola Ruang
· wilayah Kecamatan Palu Utara mencakup Kelurahan sudah ada dan teridentifikasi sudah terpetakan namun
Panau, Kelurahan Kayumalue, Kelurahan Baiya, sampai tingkat kelurahan. Namun delineasi kawasan rawan a. Indikasi program perwujudan rencana pola ruang kawasan Program untuk mitigasi bencana -
Kelurahan Lambara, Kelurahan Mamboro, Kelurahan jenis zona zona terdampak bencana tsunami masih lindung bencana alam untuk masing masing potensi
Taipa dan Kelurahan Pantoloan; belum dijelaskan secara perlu ditinjau ulang karena - Program pengembangan tanaman penghijauan pada bencana sudah tersusun, perlu
· wilayah Kecamatan Palu Timur mencakup Kelurahan terperinci dan lengkap dalam rencana pola ruang kawasan rawan bencana longsor; penambahan sedikit untuk
masih terdapat pola ruang - program pembangunan konstruksi pencegah dan program mitigasi bencana
Talise, Kelurahan Tondo, Kelurahan Layana Indah,
permukiman di sekitar tsunami, misalnya reforestrasi
Kelurahan Besusu Barat; penanggulangan bencana banjir dan longsor; mangrove di kawasan pesisir
· wilayah Kecamatan Palu Selatan mencakup Kelurahan pantai, padahal kawasan - program normalisasi dan pemeliharaan saluran sungai
pesisir pantai merupakan pantai dan pembangunan tanggul
Lolu Utara dan Kelurahan Lolu Selatan. kawasan yang berpotensi di Kota Palu; tanggul pemecah ombak.
terkena tsunami. - program penyusunan masterplan DAS Palu;
- program pengembangan sistem peringatan dini dan
2. Kawasan Lindung : Geologi jalur evakuasi bencana tsunami;
- program pengendalian keandalan bangunan gedung di
Kawasan bencana alam geologi Gempa bumi
seluruh wilayah Kota Palu; dan
· patahan vertikal di sebelah timur kota melewati jalur Penjelasan mengenai keberadaan Ada ketidak konsisten - program peningkatan sistem evakuasi dan mitigasi
perbukitan di Kecamatan Palu Timur; patahan/sesar Palu-Koro aktif dalam pencantuman jenis bencana.
· patahan vertikal di bagian tengah kota, melewati dinilai cukup menjelaskan, agar kawasan lindung geologi
semua kegiatan dan fungsi antara peta dan uraian, b. program perwujudan kawasan lindung geologi Program masih bersifat umum -
Kelurahan Tondo dan Kelurahan Talise di Kecamatan Palu
kawasan/ jalur yang dilalui kawasan lindung geologi - program pengendalian pemanfaatan lahan di kawasan dan belum spesifik membahas
Timur; dan mengenai pengembangan sistem
patahan ini dapat diatur secara tidak terpetakan bahkan rawan bencana alam geologi sebagai upaya untuk
· patahan vertikal di sebelah barat kota melewati Kelurahan rinci dalam ketentuan umum dan patahan/sesar Palu-Koro mitigasinya.
mitigasi bencana
Buluri dan Kelurahan Watusampu di Kecamatan Palu peraturan zonasi. yang melalui Kota Palu
Barat. belum tergambarkan c. program perwujudan kawasan budidaya : ruang evakuasi
Belum menakomodir building dengan jelas. bencana
code untuk kegempaan. Pencantuman kawasan
lindung geologi ini dinilai - program Sudah cukup jelas -
penting karena patahan/ peningkatan dan pengembangan infrastruktur kawasan
sesar Palu-Koro ini ruang evakuasi bencana di wilayah Kota Palu.
merupakan sesar aktif
yang dinilai mempunyai KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
kerentanan tinggi
1. Rencana Struktur Ruang -> jalur evakuasi bencana Substansi sudah ada namun -
terjadinya gempa bumi
ketentuan ketentuan umum
dan harus menjadi dasar
mengenai jalur evakuasi bencana
pertimbangan dalam
belum dijabarkan.
penyusunan rencana
ruang kota beserta sistem 2. Rencana Pola Ruang
mitigasi bencananya.
- Kawasan Lindung Rawan Bencana Ketentuan umum dan peraturan -
3. Kawasan Budidaya : Kawasan ruang evakuasi bencana a. Kawasan Longsor zonasinya dinilai masih sangat
· kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan umum, ada kesamaan kegiatan
a. Kawasan Stadion Gawalise, Kelurahan Duyu Kecamatan Penyusunan kawasan ruang Belum tercantum dalam
penghijauan, pembangunan prasarana dan sarana dalam jenis bencana yang
Palu Barat. evakuasi bencana dibagi peta titik titik ruang
penanggulangan tanah longsor; berbeda. Sebaiknya disusun
b. Kawasan Lokasi Eks MTQ Bukit Jabal Nur, Kelurahan Talise berdasarkan Kecamatan, hal ini evakuasi bencana dalam
ketentuan ketentuan yang lebih
Kecamatan Palu Timur cukup jelas dan mengakomodir rencana pola ruang. · kegiatan selain yang dimaksud pada angka 1 jelas untuk setiap kegiatan yang
c. Kawasan sebelah Timur Kelurahan Mamboro dan Kawasan kebutuhan ruang evakuasi diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan diizinkan, tidak diiziinkan dan
bencana di setiap kecamatan. pembangunan secara terbatas untuk kepentingan
Industri Liku Kecamatan Palu Utara diizinkan terbatas dalam kawasan
d. Lapangan Watulemo, di Kelurahan Tanamodindi pemantauan ancaman bencana dan perlindungan rawan bencana.
Kecamatan Palu Selatan. kepentingan umum; dan
· kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
INDIKASI PROGRAM selain sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2.
1. Indikasi Program Perwujudan rencana struktur ruang b. Kawasan rawan tsunami
· kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
a. indikasi program perwujudan sistem jaringan prasarana Sudah dijabarkan dengan jelas. - penghijauan, pembangunan prasarana dan sarana
wilayah kota : perlindungan dampak bencana tsunami;
- program peningkatan efektifitas pengelolaan DAS · kegiatan selain yang dimaksud pada angka 1
sebagai upaya terintegrasi pengendalian banjir diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
- program pengembangan sarana penunjang jalur-jalur pembangunan secara terbatas untuk kepentingan
evakuasi bencana pemantauan ancaman bencana tsunami dan
perlindungan kepentingan umum; dan
· kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
selain sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
154 155
BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana

Substansi dalam RTRW Kota Palu 2010 – 2030 Evaluasi Kedalaman substansi
dalam mitigasi bencana alam
Review Peta
6.2 Evaluasi Filosofi Struktur Ruang Kota
c. Kawasan rawan banjir
· kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
Palu “Souraja”
penghijauan, pembangunan prasarana dan sarana
pemantauan ancaman dan pencegahan bencana
banjir;
Struktur ruang Kota Palu memiliki filosofi souraja. Secara spatial filosofi ini dapat diuraikan pada Tabel berikut
· kegiatan selain yang dimaksud pada angka 1
diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pembangunan secara terbatas untuk kepentingan Tabel 6.3 Struktur Ruang Kota Palu
pemantauan ancaman dan pencegahan bencana
banjir, dan perlindungan kepentingan umum; dan
· kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
selain sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan
2, kegiatan pemanfaatan ruang bagi kegiatan
permukiman dan fasilitas umum penting lainnya
Ruang “Gandaria” atau beranda kota dengan
- Kawasan Lindung Geologi Ketentuan umumnya tidak - ciri “waterfront city”, yang merupakan wajah
· kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan menjelaskan sama sekali Kota Palu terdepan yang terletak pada kawa-
penghijauan, penyediaan sumur resapan dan/atau mengenai kegiatan kegiatan
yang sesuai atau tidak sesuai di
san pesisir Teluk Palu.
waduk pada lahan terbangun yang sudah ada;
· kegiatan selain yang dimaksud pada angka 1 kawasan rawan bencana geologi –
gempa bumi.
diperbolehkan dengan syarat meliputi pemanfaatan
ruang secara terbatas untuk kegiatan budidaya tidak
terbangun yang memiliki kemampuan tinggi dalam
menahan limpasan air hujan, kegiatan budidaya
terbangun dengan penerapan prinsip zero delta Q
policy; dan
· kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
selain sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2. Ruang “tatangana” atau ruang tengah atau
- Kawasan Budidaya ruang evakuasi bencana Subtansi sudah cukup jelas - ruang tamu kota yang merupakan ruang utama
· kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan aktifitas perkotaan mencakup lapisan meleng-
pemanfaatan ruang untuk kegiatan pembangunan kung setelah ruang gandaria. Pada lapisan ini
prasarana dan sarana evakuasi bencana, terakumulasi aktifitas berciri perkotaan
penghijauan, dan pembangunan fasilitas penunjang
operasionalisasi evakuasi bencana;
· kegiatan yang diperbolehkan bersyarat meliputi
kegiatan pemanfaatan ruang secara terbatas untuk
menunjang kegiatan evakuasi bencana sesuai
dengan KDB yang ditetapkan; dan
· Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan
selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b
Ruang “poavua” atau ruang belakang yang
merupakan ruang kegiatan dominan budidaya
non perkotaan dan kawasan lindung

Yang harus diperhatikan pada konsep “souraja” ini adalah ruang gandaria atau beranda kota dengan ciri water front
city. Dengan sejarah Kota Palu yang memiliki potensi tsunami yang cukup besar, ditambah dengan kejadian bencana
tsunami pada November 2018, konsep gandaria yang mengedepankan waterfront city harus di telaah ulang. Esensi
souraja yang menjadikan beranda depan menjadi wajah Kota Palu masih dapat dipertahankan. Namun konsep beranda
ini diarahkan terhadap konsep beranda yang dapat menjadi proteksi bencana tsunami tetapi tidak mengurangi fungsi
wajah Kota Palu yang terdepan. Konsep kawasan pesisir sebaran halaman depan tetap dapat dipertahankan, namun
akan lebih bijaksana jika mengadopsi konsep mitigasi.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
156 157
BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana

Tabel 6.4 Matriks Evaluasi RDTR Palu Selatan


Materi RDTR Substansi Analisis kedalaman substansi RDTR Review Peta

Tujuan penataan Menciptakan kawasan Palu Selatan Mitigasi bencana alam tidak ada
Ruang sebagai pusat perdagangan dan jasa, dalam rumusan tujuan penataan
permukiman, perkantoran, serta pemicu ruang, padahal dalam peta rawan
perkembangan aktivitas ekonomi Kota bencana RTRW sebagian daerah di
Palu dengan tetap mempertahankan kawasan ini merupakan kawasan
pembangunan berwawasan lingkungan. rawan bencana alam rawan genangan
dan tanah longsor
Rencana Pola - Tidak ada pembahasan mengenai Tidak terdapat
Ruang kawasan rawan bencana alam serta kawasan rawan
ruang evakuasi bencana bencana alam.
Rencana Sistem - Tidak ada pembahasan mengenai Tidak terdapat jalur
Jaringan jalur evakuasi bencana jalur evakuasi
Indikasi Program - Tidak ada pembahasan mengenai
program program mitigasi bencana
Peraturan Zonasi - Tidak ada pembahasan mengenai
peraturan zonasi dan ketentuan
ketentuan khusus dalam mitigasi
bencana alam.
Sumber : Dokumen Laporan Akhir RDTR Palu Selatan dan Analisis Konsultan 2018
Gambar 6.1 Konsep Mitigasi
Sumber: Dokumen RTRW Kota Palu

Sama halnya dengan konsep ruang gandaria, Konsep Ruang Tatangana harus memperhatikan dan mempertimbangkan 6.3.2 Evaluasi Dokumen RDTR Kota Palu Tengah Bagian Barat
bencana gempa dan likufaksi. Khusus bencana gempa bumi, selain efek akibat guncangan gempa, perhatikan efek
akibat keberadaan sesar aktif. Kawasan yang menjadi ruang lingkup kajian RDTR Kota Palu Tengah Bagian Barat meliputi :
1. Kecamatan Ulujadi mencakup Kelurahan Watusampu, Buluri, Silae, Donggala Kodi, Tipo dan Kabonena;
2. Kecamatan Palu Barat mencakup Keluarahan Kamonji, Siranindi, Ujuna, Lere, Baru, Balaroa;
3. Kecamatan Tatanga mencakup Kelurahan Duyu, Bayaoge dan Nunu

6.3 Evaluasi Dokumen RDTR Kota Palu Di bawah (Tabel 6.5) ini akan disajikan matriks evaluasi RDTR Kota Palu Tengah Bagian Barat

Tabel 6.5 Matriks Evaluasi RDTR Kota Palu Tengah Bagian Barat

Dokumen RTDR Kota Palu, dibagi kedalam beberapa dokumen RDTR. Walaupun saat ini dokumen RDTR tersebut
akan di gabungkan kembali. Terdapat 4 RDTR yang yang di evaluasi hanya RDTR Kawasan Tengah bagian Barat yang Materi RDTR Substansi Analisis kedalaman Review Peta
sudah memasukkan substansi kebencanaan dalam setiap aspeknya, walaupun belum lengkap dan detail. Kawasan substansi RDTR
rawan bencana teridentifikasi, dan aspek penting dalam mitigasi bencana berupa jalur evakuasi dan ruang evakuasi Tujuan penataan Ruang “ECO – INTEGRATED DISTRICT” Tujuan penataan ruang sudah
juga sudah teridentifikasi walaupun belum detail. Untuk RDTR lainnya aspek kebencanaan masih belum terakomodir. Mewujudkan Kawasan Terpadu Dan memasukkan unsur konservasi
Berkelanjutan Yang Mengakomodasi Aspek dan mitigasi bencana alam
Padahal aspek kebencanaan sangat penting mengingat ancaman bencana yang mungkin terjadi di Kota Palu termasuk Ekonomi, Sosial, Konservasi (Mitigasi
dalam kategori tinggi. Bencana), Edukasi Dan Kultural Kota Palu

1. Tersedianya aksesibilitas internal dan


eksternal yang berwawasan lingkungan
dan mengakomodir kebutuhan Mitigasi
6.3.1 Evaluasi RDTR Palu Selatan Bencana;
2. Tersedianya jaringan prasarana
dan sarana yang memadai untuk
Untuk diketahui penyusunan RDTR Palu Selatan belum disusun berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. terwujudnya kawasan atau kegiatan
20/PRT/M Tahun 2011, jadi untuk materinya belum memenuhi semua substansi wajib dari peraturan tersebut. Adapun Ekonomi dan Pariwisata berskala
regional;
Cakupan wilayah RDTR Palu Selatan juga masih menggunakan batas administrasi sebelum pemekaran yang meliputi 3. Terjaganya fungsi-fungsi ekologis
12 kelurahan yaitu Pengawu, Tawajuka, Palupi,Birobuli Selatan, Petobo, Kawatuna, Birobuli Utara, Taturan Utara, Tatura sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan; dan
Selatan, Lolu Selatan, Lolu Utara dan Tanamodindi. Di bawah ini (Tabel 6.2) akan disajikan matriks penilaian substansi 4. Tersedianya peraturan zonasi yang
RDTR Palu Selatan. operasional dan sesuai dengan
karakteristik Kawasan Tengah Bagian
Barat Kota Palu.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
158 159
BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana

Materi RDTR Substansi Analisis kedalaman Review Peta Materi RDTR Substansi Analisis kedalaman Review Peta
substansi RDTR substansi RDTR
Rencana Pola Ruang Peraturan Zonasi
a. Rencana Pola Ruang Kawasan rawan bencana alam di Kawasan Sudah memasukkan unsur Ada peta rawan Materi wajib :
Kawasan Lindung Tengah Bagian Barat Kota Palu meliputi : kebencanaan, dan sesuai bencana alam, tapi
a. Kawasan rawan bencana banjir berupa dengan data RTRW Kota Palu. hanya memasukkan a. Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan lahan kawasan lindung rawan Dalam ketentuan kegiatan dan
genangan di beberapa titik selurub Sub kawasan rawan Penggunaan Lahan bencana alam (RB) sudah ada dalam penggunaan lahan, kriteria
BWP. bencana tanah matriks ITBx terbatas dan bersyarat belum
b. Kawasan rawan bencana longsor yang longsor. Untuk secara detail dijelaskan terlebih
berada di sepanjang tebing tinggi yang rawan gempa bumi, di kawasan lindung rawan
berada di Sub BWP 2 dan 3. tsunami dan banjir bencana alam.
tidak dipetakan,
namun diatur dalam Melihat kondisi seluruh
peraturan zonasi kawasan di Kota Palu yg rawan
materi ketentuan bencana terutama gempa bumi
khusus. maka seharusnya lebih detail
mengenai kriteria terbatas dan
b. Rencana Pola Ruang besyarat untuk setiap jenis
kawasan budidaya kegiatan di kawasan rawan
bencana.
Rencana Jaringan 1. Jalur evakuasi bencana yang ditetapkan Jalur evakuasi bencana sudah Sudah ada peta
Prasarana adalah melalui ruas jalan utama ada dan dilengkapi dengan titik jaringan jalur b. Ketentuan Intensitas 1. Pada setiap kawasan terbangun untuk Ketentuan intensitas
(Duyu-Kabonena-Silae-Tipo-Buluri- titik evakuasi, namun titik titik evakuasi bencana Pemanfaatan Ruang berbagai fungsi terutama perumahan pemanfaatan ruang belum detail
Watusampu) mengingat ruas jalan ini evakuasi ini tidak dijelaskan beserta titik titik padat harus menyediakan ruang dalam memitigasi bencana.
adalah ruas jalan kolektor primer yang secara detail, apa dan dimana, evakuasi. evakuasi bencana seperti hydrant Seharusnya dimasukkan juga
hanya diarahkan pada spot sesuai dengan kemungkinan timbulnya mengenai ketentuan khusus
terdapat di wilayah perencanaan. evakuasi bencana dan ruang bencana yang dapat muncul; mengenai struktur bangunan
2. Jalur evakuasi bencana berupa jalan terbuka. Sebaiknya ditunjukkan 2. Pada kawasan lindung yang ada di tahan gempa, jenis bangunan
yang diarahkan menuju pada spot langsung ruang ruang terbuka perkotaan baik kawasan lindung tanah gempa dll.
evakuasi bencana seperti stadion dan yg difungsikan sebagai ruang berupa ruang terbuka, misalnya
ruang terbuka lainnya yang dapat evakuasi. lindung geologi, diarahkan untuk tidak
menjadi alternative untuk spot evakuasi dilakukan alih fungsi lindung tetapi
bencana. dapat digunakan untuk kepentingan
lain selama masih menunjang fungsi
Indikasi Program lindung seperti wisata alam, jogging
trakc tepi sungai dengan ditata secara
a. Perwujudan Rencana Tidak ada program mengenai jalur Program yang bersifat mitigasi menarik;
Sistem Jaringan evakuasi untuk bencana longsor dan
banjir tidak ada, hanya berupa c. Ketentuan Tata - Ketentuan tata massa bangunan
arahan dalam kebijakan dan Bangunan belum memperhatikan aspek
strategi. kerawanan bencana
b. Perwujudan Rencana Penetapan Kawasan Rawan Bencana Pewujudan rencana pola ruang d. Ketentuan Prasarana -
Pola Ruang Alam longsor di daerah perbukitan di masih berupa arahan, belum dan Sarana Minimal
- M e m p e r t a h a n k a n kecamatan Ulujadi berupa program program
eksistensi kawasan mitigasi bencana alam. e. Ketentuan Pelaksanaan -
konservasi yang Materi Pilihan :
menjadi rawan
bencana longsor pada
lokasi-lokasi yang
memiliki kelerengan
curam.
- Meningkatkan fungsi
lindung di kawasan
rawan bencana agar
tidak berubah fungsi
dengan kegiatan lain.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
160 161
BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana

Materi RDTR Substansi Analisis kedalaman Review Peta 6.3.3 Evaluasi RDTR Kota Palu Bagian Teluk
substansi RDTR
a. Ketentuan Khusus 1. Sistem Peringatan Dini Sistem mitigasi bencana alam RDTR Kawasan Teluk Palu mencakup kawasan daratan yang berbatasan langsung pesisir laut Teluk Palu yang secara
• Pemanfaatan teknologi yang mampu sudah ada diantaranya sistem administrasi berada pada beberapa bagian wilayah Kecamatan di Kota Palu. RDTR Kawasan Teluk Palu terdiri dari 6
mendeteksi dan memberikan respon peringatan dini, bangunan
atas kondisi alam yang terjadi penyelamatan dan jalur Kecamatan yang meliputi 21 kelurahan yang membentang sepanjang Teluk Palu antara lain;
terutama saat terjadinya bencana. evakuasi.
• Adanya integrasi yang menyeluruh
berkaitan dengan pengelolaan
Tabel 6.6 Administrasi RDTR Kawasan Teluk Palu
sistem ini, baik regional (Asia), Kecamatan Kelurahan
nasional, dan lokal.
• Adanya pendukung pengoperasian Kecamatan Ulujadi a. Kelurahan Silae
sistem yang bukan hanya perangkat b. Kelurahan Tipo
teknologi, namun juga kehandalan c. Kelurahan Buluri
pengoperasian. d. Kelurahan Watusampu
• Adanya pemahaman yang sama
mengenai urgensi sistem ini Kecamatan Palu Barat a. Kelurahan Ujuna
terutama agar pemanfaatannya b. Kelurahan Baru
menjadi efisien. c. Kelurahan Lere
2. Bangunan Penyelamatan 3. Kecamatan Palu Timur a. Kelurahan Besusu Barat
• Bangunan penyelamatan dapat b. Kelurahan Besusu Tengah
berupa bukit penyelamatan c. Kelurahan Lolu Utara
(escape hill dengan memanfaatkan
bukit-bukit yang ada di sekitar 4. Kecamatan Mantikulore a. Kelurahan Talise
kawasan), Masjid, sekolah, gedung b. Kelurahan Tondo
pertemuan, gedung perkantoran c. Kelurahan Layana Indah
atau perbelanjaan, dan bangunan
5. Kecamatan Palu Utara a. Kelurahan Mamboro
fisik lainnya yang tahan gempa dan
b. Kelurahan Mamboro Barat
tsunami (persyaratan khusus).
c. Kelurahan Taipa
• Bangunan penyelamatan harus
d. Kelurahan Kayumalue Ngapa
bisa dicapai warga dalam waktu
e. Kelurahan Kayumalue Pajeko
sependek mungkin, misal 5-20
menit (dengan radius pelayanan Kecamatan Taweli a. Kelurahan Panau
berturut-turut 300-400 m) oleh b. Kelurahan Lambara
orang tua, perempuan dan anak- c. Kelurahan Baiya.
anak. Semakin mendekati pantai,
semakin pendek jarak waktu
yang dirancang bagi warga untuk
mencapai bangunan penyelamatan. Tabel 6.7 Matriks Evaluasi RDTR Teluk Palu
Semakin jauh dari pantai, semakin
sedikit bangunan yang perlu
disediakan.
• Bangunan penyelamatan dapat Materi RDTR Substansi Analisis kedalaman substansi RDTR Review Peta
mengolah bukit yang sudah ada
atau membuat bukit dari sisa Tujuan penataan “Mewujudkan Kawasan Teluk Palu RDTR kawasan Teluk Palu ini tidak
puing-puing, dan/atau bentuk Ruang sebagai pilar (beranda) utama memasukkan mitigasi bencana alam
bangunan (bila tanah tidak tersedia), pengembangan Kota Palu dengan dalam tujuan penataan ruangnya. Dengan
atau berbentuk kawasan-kawasan Infrastruktur yang andal dalam rangka letak yang berada di pesisir pantai,
penyelamatan (hutan kota, taman pengembangan pariwisata bahari, kawasan teluk ini terutama kawasan yg
kota, lapangan sepak bola), permukiman perkotaan, berbasis termasuk dalam Sub BWP I merupakan
dimana gempa bumi dan/atau perdagangan jasa yang berkelanjutan” kawasan rawan bencana alam tsunami.
gelombang tsunami tidak mampu Substansi dari RDTR Teluk Palu ini hanya
menjangkaunya. berorientasi pada kegiatan eksisting
• Bentuk bangunan penyelamatan dan mengabaikan potensi kerawanan
ramah lingkungan, murah, dan bencana.
bisa dibangun dengan mudah
dan melibatkan partisipasi aktif Rencana Pola Dalam rencana pola ruang sama sekali Tidak ada plotting
masyarakat. Kawasan Penyelamatan Ruang tidak ada pembahasan mengenai kawasan rawan
dapat dijadikan tempat rekreasi kawasan rawan bencana alam. Hal ini bencana alam
warga, olahraga, dan lain-lain. bisa jadi karena di kawasan Teluk ini
sudah banyak kegiatan di kawasan rawan
3. Jalur Penyelamatan bencana alam.
• Memperbaiki hierarki jalan kota Selain itu tidak ada penetapan kawasan
baik pola maupun lebarnya untuk rawan bencana alam menjadi kawasan
kepentingan jalur penyelamatan. lindung, padahal apabila dilihat dari
• Penataan jaringan jalan berpedoman kajian penataan ruang RTRW Kota Palu,
pada arah evakuasi. kawasan Teluk ini termasuk kedalam
• Pembangunan jalan baru ke bukit kawasan yang mempunyai ancaman
penyelamatan dan ke kawasan bencana tinggi, terutama tsunami.
aman.
• Disertai dengan penyadaran
publik (pendidikan dan pelatihan,
sosialisasi, simulasi evakuasi, dan
sebagainya).

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
162 163
BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana

Materi RDTR Substansi Analisis kedalaman substansi RDTR Review Peta Materi RDTR Substansi Analisis kedalaman substansi RDTR Review Peta

Rencana Sistem Rencana Jalur Evakuasi Bencana Rencana jalur evakuasi bencana sudah Ada peta jalur Indikasi Program
Jaringan a. Rencana Jalur Evakuasi Bencana ada di setiap BWP, termasuk lokasi lokasi evakuasi bencana
ruang evakuasi bencana. namun belum a. Perwujudan Pembangunan jalur evakuasi bencana di Apabila dilihat dari skala kedalaman
ditetapkan di seluruh Sub BWP
dilengkapi arah Rencana sistem seluruh BWP RDTR yaitu 1:5.000 seharusnya sudah
dengan memanfatkan Jalan Arteri jaringan ditentukan program program dan jalur
Primer dan Jalan Kolektor Sekunder arah
jalur mana saja yang akan dijadikan jalur
yang meliputi: Rencana Jalur evakuasi bencana beserta kelengkapan
Evakuasi Bencana Sub BWP I di sign board, early warning system dll. Hal
Kelurahan Lere, Kelurahan Ujuna ini bertujuan untuk membantu mitigasi
dan Kelurahan Baru diarahkan untuk bencana alam.
melewati Jalan Diponegoro, Jalan
b. Perwujudan Tidak ada pembahasan mengenai
Cumi-cumi dan Jalan K.H. Wahid Rencana Pola program program mitigasi bencana alam
Hasyim yang terhubung dengan jalan Ruang di kawasan rawan bencana alam
Munif Rahman yang telah ditetapkan
sebagai jalur evakuasi bencana Kota Peraturan Zonasi - PZ tidak mengatur ketentuan kegiatan,
Palu dengan tujuan akhir Stadion intensitas dan tata masa bangunan di
Gawalise. Kelurahan Besusu Tengah kawasan rawan bencana alam, kemudian
tidak aturan di ketentuan khusus padahal
dan Kelurahan Lolu Utara jalur
apabila kita lihat berdasarkan kajian
evakuasi bencana direncanakan untuk RTRW Kota Palu tahun 2011, pesisir
melewati Jalan Kimaja, Jalan Jenderal laut Teluk Palu merupakan kawasan
Sudirman yang terhubung dengan yang rentan akan ancaman bencana
Jalan Muhammad Hatta dengan tsunami, bahkan beberapa literature
tujuan akhir Lapangan Watulemo. juga menyatakan bahwa Teluk Palu ini
Kemudian untuk Kelurahan Besusu mempunyai histori mengenai bencana
Barat direncanakan untuk melewati gempabumi maupun tsunami.
Jalan Raden Saleh, Jalan Cut Mutia
RDTR Teluk Palu ini harus dievaluasi dan
dan Jalan Yos Sudarso jalan Soekarno direvisi mengingat tingginya ancaman
Hatta yang telah ditetapkan sebagai bencana di daerah kajian RDTR ini.
jalur evakuasi bencana Kota Palu
dengan tujuan akhir Lokasi Eks MTQ
di Bukit Jabal Nur
b. Rencana Jalur Evakuasi Bencana
Sub BWP II di Kelurahan Talise, 6.3.4 Evaluasi Dokumen RDTR Kawasan Industri Palu
Kelurahan Tondo dan Kelurahan
Layana Indah diarahkan untuk
melewati Jalan Yos Sudarso dan Evaluasi RDTR Kawasan Industri Palu mencakup daerah khusus kawasan industri Palu dan kawasan penunjangnya.
Jalan Ruas Palu – Mamboro yang Lokasinya berada di sebelah utara Kota Palu.
terhubung dengan jalan Soekarno
Hatta yang telah ditetapkan sebagai
jalur evakuasi bencana Kota Palu Kesimpulan dari 4 RDTR yang di evaluasi hanya RDTR Kawasan Tengah bagian Barat yang sudah memasukkan substansi
dengan tujuan akhir Lokasi Eks MTQ kebencanaan dalam setiap aspeknya, walaupun belum lengkap dan detail. Kawasan rawan bencana teridentifikasi, dan
di Bukit Jabal Nur. Sedangkan untuk aspek penting dalam mitigasi bencana berupa jalur evakuasi dan ruang evakuasi juga sudah teridentifikasi walaupun
Kelurahan Mamboro, Kelurahan
Mamboro Barat, Kelurahan Taipa,
belum detail. Untuk RDTR lainnya aspek kebencanaan masih belum terakomodir. Padahal aspek kebencanaan sangat
Kelurahan Kayumalue Ngapa dan penting mengingat ancaman bencana yang mungkin terjadi di Kota Palu termasuk dalam kategori tinggi.
Kelurahan Kayumalue Pajeko jalur
evakuasi bencana direncanakan
untuk melewati Ruas Mamboro –
Tawaeli yang terhubung dengan Jalan
Jaelangkara dengan tujuan akhir
Kawasan Industri Palu
c. Rencana Jalur Evakuasi Bencana
Sub BWP III di Kelurahan Panau,
Kelurahan Lambara dan Kelurahan
Baiya diarahkan untuk melewati
Jalan Ruas Tawaeli – Pantoloan yang
terhubung dengan Jalan Jaelangkara
dengan tujuan akhir Kawasan Industri
Palu.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
164 165
BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana BAB 6 Evaluasi Kualitas Rencana Tata Ruang Daerah dalam Aspek Mitigasi atau Pengurangan Risiko Bencana

Tabel 6.8 Matriks Evaluasi Subtansi Kebencanaan Dalam Rdtr Kawasan Industri Palu Kesimpulan dari 4 RDTR yang yang di evaluasi hanya RDTR Kawasan Tengah bagian Barat yang sudah memasukkan
substansi kebencanaan dalam setiap aspeknya, walaupun belum lengkap dan detail. Kawasan rawan bencana
Analisis kedalaman teridentifikasi, dan aspek penting dalam mitigasi bencana berupa jalur evakuasi dan ruang evakuasi juga sudah
Materi RDTR Substansi Review Peta
substansi RDTR teridentifikasi walaupun belum detail. Untuk RDTR lainnya aspek kebencanaan masih belum terakomodir. Padahal
aspek kebencanaan sangat penting mengingat ancaman bencana yang mungkin terjadi di Kota Palu termasuk dalam
Tujuan penataan “Mewujudkan ruang yang optimal dan Mitigasi bencana alam tidak
Ruang seimbang guna mendukung Kawasan Industri ada dalam rumusan tujuan kategori tinggi.
melalui penataan dan pengembangan penataan ruang.
industri, pariwisata, pusat permukiman,
pusat pengolahan pertanian, perkebunan dan
perikanan pesisir, pusat koleksi dan distribusi,
jasa dan pelayanan sosial ekonomi yang
berdaya saing dan berkelanjutan”

Rencana Pola Ruang Rencana Pola Ruang belum memuat aspek Belum ada penentuan Dalam peta rencana pola
kawasan rawan bnecana alam menjadi kawasan rawan bencana ruang belum terdapat
kawasan lindung. Kawasan lindung yang alam. kawasan rawan bencana
ada di kawasan ini adalah sempadan sungai, alam.
sempadan pantai dan Ruang Terbuka Hijau.
Rencana Sistem 1. Penetapan Jalur evakuasi bencana berupa Jalur evakuasi bencana Sudah ada peta jalur
Jaringan escape way; Penetapan Jalur evakuasi sudah ada evakuasi bencana.
bencana berupa escape way meliputi
a. Jalur Evakuasi I Sub BWP A: Jalan
Limran dengan tujuan pusat
perdagangan baru di Sub BWP A
b. Jalur Evakuasi II : Jalan Trans Sulawesi
dengan tujuan Kawasan Industri Palu
c. Jalur Eavakuasi III di Sub BWP D: Jalan
Trans Sulawesi dengan tujuan Kawasan
Industri
2. Pengembangan Sistem Proteksi Kebakaran

Indikasi Program Program perwujudan Rencana Sistem Program mengenai jaringan


Jaringan , yaitu : evakuasi bencana sudah ada
1. Pengembangan Jaringan Evakuasi Bencana
a. Pembangunan bangunan evakuasi
b. Pengembangan jalur dan tempat
evakuasi
c. Sosialisasi jalur evakuasi dan simulasi
bencana
d. Pembuatan penanda arah evakuasi
e. Pembangunan sirene sebagai antisipasi
bencana
f. Pengemabangan data base bencana
berbasis web atau internet
Peraturan Zonasi - Sesuai dengan data
peta rawan bencana
yang dikeluarkan oleh
pihak BPBD bahwa Kota
Palu termasuk ke dalam
kawasan rawan bencana
gempabumi tinggi maka
seyogyanya ada peraturan
zonasi yang mengatur
mengenai ketahanan
struktur bangunan terhadap
gempabumi, dan belum
adanya ketetntuan khusus
mengenai mitigasi bencana
alam lainnya.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
07
Analisis Mitigasi dan
Konsep Penataan
Kawasan Rawan
Bencana (KRB) Berbasis
Pengurangan Risiko
Bencana (PRB)
Konsep mitigasi dan konsep penataan kawasan rawan
Bencana (KRB) berbasis pengurangan risiko bencana pada
dasarnya adalah sebuah konsep mitigasi yang disusun
dengan tujuan untuk mengurangi risiko bencana. Mitigasi
bencana secara definisi merupakan sebuah rangkaian
kegiatan, sebelum, pada saat dan setelah terjadi bencana
dengan tujuan untuk mengurangi risiko bencana. Sehingga
pada dasarnya konsep mitigasi dan konsep penataan
kawasan rawan bencana berbasis pengurangan risiko
bencana akan lebih difokuskan pada konsep penurunan
tingkat kerawanan, penurunan tingkat kerentanan dan
peningkatan kapasitas
168 169
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)

Konsep mitigasi dan konsep penataan kawasan rawan Bencana (KRB) berbasis
pengurangan risiko bencana pada dasarnya adalah sebuah konsep mitigasi yang
disusun dengan tujuan untuk mengurangi risiko bencana. Mitigasi bencana secara
definisi merupakan sebuah rangkaian kegiatan, sebelum, pada saat dan setelah
terjadi bencana dengan tujuan untuk mengurangi risiko bencana.

Dalam kajian ini, mitigasi difokuskan pada rencana tau aktifitas sebelum
terjadinya bencana, dengan mengedepankan penataan kawasan sebagai alat
untuk mengurangi risiko bencana. Penataan kawasan sendiri dibagi kedalam dua
kategori, yaitu secara strukturan dan non-struktural. Risiko bencana dipengaruhi
oleh tiga faktor utama, yaitu tingkat kerawanan bencana, tingkat kerentanan, dan
tingkat kapasitas. Tingkat kerawanan dan tingkat kerentanan berbanding lurus
dengan tingkat risiko bencana. Semakin besar tingkat kerawanan dan tingkat
kerentanan, maka semakin tinggi tingkat risiko bencana, sebaliknya, tingkat
kapasitas memiliki hubungan berbanding terbalik dengan tingkat risiko. Semakin
tinggi tingkat kapasitas, maka semakin rendah tingkat risiko bencana.

Sehingga pada dasarnya konsep mitigasi dan konsep penataan kawasan rawan
bencana berbasis pengurangan risiko bencana akan lebih difokuskan pada konsep
penurunan tingkat kerawanan, penurunan tingkat kerentanan dan peningkatan
kapasitas.

Salah satu yang mendasari bidang tata ruang perlu untuk melakukan penataan
kawasan adalah kondisi kerentanan fisik dan sebaran fasilitas umum dan fasilitas
krisis di area rawan bencana. Kota Palu dengan sebaran kerentanan fisik, dan
juga sebaran fasilitas umum dan kritis yang luas, harus menjadi sebuah highlight
bagi sektor penataan ruang. Tujuan pengurangan risiko bencana dengan cara
pengelolaan kawasan menjadi permasalah yang tidak sederhana mengingat
perkembangan Kota Palu eksiting sudah semakin padat. Namun setidaknya
kriteria umum arahan peraturan zonasi yang menjadi salah satu alat yang dapat
digunakan oleh bidang penataan ruang, dapat berkontribusi dalam pengurangan
risiko bencana di masa depan.

Sumber : Dokumentasi Drone, 2018


Gambar 7.1. Peta Kerentanan Fisik Kota Palu
Sumber : Pengolahan Data Konsultan

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
170 171
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)

7.1 Analisis Mitigasi Bencana


Berbasis Pengurangan
Risiko Bencana
Pemetaan daerah rawan bencana Kota Palu, menunjukkan bahwa risiko yang
akan di hadapi Kota Palu untuk masing-masing bencana sangatlah tinggi. Hal ini
terlihat dari peta risiko untuk masing-masing bencana di Kota Palu.

Jika tidak terdapat penataan kawasan yang baik, dikhawatirkan, di masa


mendatang tingkat risiko masing-masing bencana di Kota Palu akan semakin
meningkat. Penataan kawasan untuk daerah yang telah terjadi pengembangan
eksisting tidaklah mudah. Sehingga perencanaan yang baik untuk menata
kawasan dapat menjadi pintu awal sektor penataan ruang dalam pengurangan
risiko bencana.

Sumber : Dokumentasi Drone, 2018

Gambar 5.35. Peta Sebaran Fasilitas Umum dan Fasilitas Kritis Kota Palu
Sumber : Pengolahan Data Konsultan

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
172 173
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)

Gambar 7.3. Peta Risiko Bencana Gempa Bumi Kota Palu Gambar 7.4. Peta Risiko BencanaTsunami Kota Palu
Sumber : Pengolahan Data Konsultan Sumber : Pengolahan Data Konsultan

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
174 175
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)

7.1.1 Analisis Mitigasi Rawan Bencana Gempa Bumi


Berdasarkan karakteristik bahaya gempa bumi maka pertimbangan umum penyelenggaraan tindakan mitigasi bencana
gempa bumi meliputi:
1. Pada dasarnya gempa bumi tidak dapat diramalkan kejadiannya secara tepat. Kejadian gempa bumi juga tidak dapat
dicegah maupun dikurangi kekuatannya. Dengan demikian, upaya menghindari, mencegah, maupun melemahkan
kejadian gempa bumi tidak mungkin dilakukan.
2. Belum ada teknologi untuk mencegah kerusakan gempa bumi terhadap bangunan yang berada di atas sesar aktif
(Building Act, NZ, 1991). Oleh karenanya upaya untuk mengurangi dampak kerusakan/kerugian akibat pergeseran
sesar dilakukan melalui penghindaran terhadap pembangunan kawasan terbangun dan infrastruktur/fasilitas
penting pada jalur sesar aktif serta memitigasi bahaya sesar pada bangunan yang telah berada atau akan dibangun
di zona sesar.
3. Pada kawasan rawan bencana gempa bumi tinggi tetapi relatif telah terbangun, maka upaya mitigasi bencana
terutama dilakukan untuk mengurangi tingkat kerentanan kawasan tersebut terhadap risiko gempa bumi.
4. Upaya mengurangi dampak kejadian gempa bumi terutama pada kawasan terbangun perlu diarahkan pada upaya
mengurangi kerentanan kawasan terbangun & fasilitas/infrastruktur vital thd bahaya gempa bumi. Sebagian
besar kerusakan di kawasan terbangun serta infrastruktur fisik diakibatkan oleh struktur bangunan yang dibangun
dengan konstruksi yang kurang tepat (tidak tahan goncangan gempa bumi). Oleh karenanya, pemusatan tindakan
pengurangan risiko bencana gempa bumi adalah pada upaya mencegah robohnya bangunan akibat goncangan
gempa bumi.
5. Peningkatan ketahanan dan kapasitas kawasan terbangun dapat dilakukan dengan memperhatikan prasarana,
sarana, dan utilitas di kawasan tersebut.

Konsep mitigasi bencana gempa bumi dapat di sajikan dalam tabel berikut :

Tabel 7.1 Analisis Mitigasi Bencana Gempa Bumi Untuk Menurunkan Risiko
NO Parameter Penuruan Konsep Mitigasi Bencana
Risiko Strutural Non Struktural
Risiko Gempa Bumi Akibat Guncangan (PGA)
1 Penurunan Tingkat Bahaya Belum Terdapat Teknologi. --
(Penurunan Faktor H)
2 Penurutan Tingkat Penerapan Building Code sesuai SNI Peraturan zonasi sebagai Pengendalian Pemanfaatan
Kerentanan 03-1726-2012. Ruang.
Penyusunan jalur Evakuasi Pembangunan Rumah tahan gempa
3 Peningkatan Kapasitas Penyusunan Peta Rawan Gempa Early warning System
dalam skala detail.
Ruang Evakuas TES dan TEA Penyiapan Desa tangguh Bencana
Penyusunan peta Seismic Design. Penyusunan Rencana Kontinjensi Bencana Gempa
Rekomendasi RTH sebagai Distribusi Peta Evakuasi Darurat
Multifungsi tempat evakuasi Bencana
Program sertifikasi dan lisensi untuk pembangun dan
kontraktor.
Membuat pedoman konstruksi bangunan baru
yang tahan gempa khusus untuk non-engeneered
buildings yang sesuai untuk tiap-tiap wilayah
Membuat pedoman cara pengkuatan dan retrofitting
bangunan yang sudah ada agar tahan gempa.

Gambar 7.5. Peta Risiko Bencana Likuifaksi Kota Palu


Sumber : Pengolahan Data Konsultan

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
176 177
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)

Tabel 7.2 Penentuan Kelas Risiko Bangunan


Risiko Gempa Bumi oleh aktifitas langsung sesar
1 Penurunan Tingkat Bahaya Belum terdapat teknologi - Jenis Pemanfaatan Kategori
(Penurunan Faktor H) Risiko

2 Penurutan Tingkat Penetapan Kawasan Lindung pada Penyediaan layanan evaluasi gratis ( oleh instansi yang Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, I
Kerentanan zona sempada sesar akitf ( 20m) berwenang ) tapi tidak dibatasi untuk, antara lain:
- Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan
Relokasi aktifias pada zonas Peraturan zonasi sebagai Pengendalian Pemanfaatan - Fasilitas sementara
sempadan akitf untuk jika sudah ada Ruang. - Gudang penyimpanan
aktifitas atau kegiatan pada zona - Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
tersebut.
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko II
Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang I,III,IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk: Perumahan ; rumah toko dan rumah kantor; Pasar; Gedung perkantoran;
3 Peningkatan Kapasitas Penyusunan Peta detail zona Pengendalian Pemanfaatan Ruang Gedung apartemen/ rumah susun; Pusat perbelanjaan/ mall; Bangunan industry; Fasilitas manufaktur; Pabrik
sempada aktif Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, III
Distribusi Peta Evakuasi Darurat tapi tidak dibatasi untuk: ( Bioskop, Gedung pertemuan , - Stadion , Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah
dan unit gawat darurat, Fasilitas penitipan anak , Penjara, Bangunan untuk orang jompo)

7.1.2 Analisis Penurunan Tingkat Bahaya Bencana Gempa bumi Gedung dan non-gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan
dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi
kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk: (Pusat pembangkit listrik biasa, Fasilitas penanganan air, Fasilitas
Filosofi dari menurunkan tingkat bahaya gumi artinya adalah mengurangi magnetudo atau tingkat energi yang sampai penanganan limbah, Pusat telekomunikasi).
di area rawan bencana. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya sampai saat ini belum terdapat teknologi untuk Gedung dan non-gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas
mengurangi magnetudo gempa. Hal yang dapat dilukan untuk mengurangi risiko bencana gempa bumi adalah dengan manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya,
menurunkan faktor kerentanan dan meningkatkan faktor kapasitas bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun
atau peledak dimana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang
7.1.3 Analisis Penurunan Kerentanan Bencana Gempa Bumi berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.
Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk IV
7.1.3.1 Penurunan Tingkat Bahaya dengan Penerapan Building Code dan Peta Seismic : rangunan-bangunan monumental, gedung sekolah dan fasilitas pendidikan, rumah sakit dan fasilitas kesehatan
Design lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat, fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan
kantor polisi, serta garasi kendaraan darurat, tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat
perlindungan darurat lainnya, fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap
Penerapan building code untuk bangunan tahan gempa mengacu SNI 03-1726-2012. Dengan karakteristik bencana
darurat, pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat,struktur
Gempa bumi yang merupakan salah satu bencana alam yang tidak dapat di kurangi magnetudonya, maka hal yang tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun
bisa dilakukan untuk mengurangi risiko akibat bencana gempa bumi adalah mengurangi tingkat kerentanan, atau listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan
meningkatkan kapasitas. Bulding code yang telah di susun dalam SNI no 1726 – 2012 (Pembaharuan dari SNI no 1726 pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat.
tahun 2002) pada dasarnya dibuat untuk mengurangi tingkat kerentanan terhadap bangunan, jika terjadi bencana
gempa bumi. Building code pada dasarnya adalah bagaimana mengaplikasian perysaratan perancangan struktur Gedung dan non-gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke
bangunan pada daerah dengan karakteristik gempa tertentu. dalam kategori risiko IV.

Penerapan bulding code adalah salah satu tindakan untuk mengurangi tingkat kerentanan. Untuk memahami penerapan Tabel 7.3 Kategori Seismic Design (SDS) berdasarkan Parameter Respon Percepatan
building code, dibutuhkan informasi penting, yaitu: Pada Perioda Pendek
1. Menentukan kelas risiko bangunan gedung dan non-gedung untuk beban gempa. KELAS Kategori Risiko
2. Menentukan parameter pecepatan gempa. Pada bagian ini adalah peta PGA permukaan. Dimana peta PGA perukaan SDS NIlai SDS
I, II atau III IV
ini dihasilkan dari peta PGA batuan dasar dan di kalikan dengan factor amplifikasi. Metodologi untuk mendapatakan
nilai PGA permukaan dan amplifikasi telah di jelaskan pada sub bab sebelumnya. 1 SDS < 0.167 A A
3. Menentukan Nilai seismic design (SDS). 2 0,167 ≤ SDS < 0,33 B C
3 0,33 ≤ SDS < 0,50 C D
Acuan kelas resiko bangunan mengacu pada SNI no 1726-2012. Penentuan parameter percepatan gempa dan klasifikasi
4 0,50 ≤ SDS D D
kerawaan bencana gempa bumi diperoleh dari pembuatan peta kerawanan gempa bumi. Penentuan nilai seismic Design
ditentukan dari peta kerawanan gempa bumi.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
178 179
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)

7.1.3.2 Penerapan Bangunan Tahan Gempa

Penerapan bangungan tahan gempa pada dasarnya adalah mengaplikasikan building code and Seismic design sesuai
dengan arahan SNI no 1726-2012 pada setiap jenis bangunan dan disesuaikan dengan lokasi yang memiliki kelas
seismic design tertentu. Analisis penerapan bangunan tahan gempa ini telah di jelaskan pada sub bab sebelumnya.

Penerapan building code mutlak diterapkan untuk bangunan gedung perkantoran, bangunan pemerintahan dan
bangunan yang berfungsi sebagai pusat aktifitas. Untuk masyarakat umum, minimal menerapkan syarat minimum
rumah tinggal sederhana tahan gempa

Gambar 7.4. Syarat minimum bangunan rumah tinggal sederhana tahan gempa
No Bagian Rumah Syarat Minimum
1 Atap · Penutup atap harus diikat pada dudukannya
· Rangka kuda-kuda harus kuat menahan beban atap
· Rangka kuda-kuda perlu diangkerkan pada pendukungnya
· yaitu pada kolom atau ring balok agar kokoh dan
· kuat menahan pengaruh angin/getaran akibat gempa
· Pada arah memanjang atap harus diperkuat dengan ikatan antara rangka kuda- kuda.
2 Struktur Rangka · Bangunan sebaiknya menggunakan kolom beton bertulang
Balok · Kolom diangker pada sloof atau diteruskan pada pondasi
· Setiap bagian ujung atas kolomg diikat/disatukan dengan ring balok
· Sloof, balok dan kolom disarankan memiliki hubungan kuat dan kokoh
3 Struktur Rangka · Balok terdiri dari ring Balk dan Balol latei sebagia penguat horsiontal
Kolom · Ring balk perlu diikat pad akolom sehingga dinding kuat
4 Dinding · Disetiap pertemuan dinding diberi perkatan kolom prkatis
· Dinding di angkerkan pada kolom
· Dinding ampig memerlukan perkuatan rangka betol bertulang
· Dinding diberi kolom dan balok pengikat
· Jumlah lebar bukaan dalam satu bidang sebaiknya tidak lebih dari setengah panjang dinding.
Gambar 7.6. Peta Klasifikasi Nilai Seismik Design (SDS) Kota Palu Bila terjadi sebaikanya diberi penguat dinding seperti balik latei
Sumber : Pengolahan Data, 2018, berdasarkan SNI no 1726-2012

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
180 181
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)

No Bagian Rumah Syarat Minimum NO Parameter Penuruan Risiko Konsep Penataan Kawasan

5 Pondasi · Dasar pondasi terletak > 50 cm dibawah permukaan tanah sampai mencapai tanah asli yang Strutural Non Struktural
keras
3 Peningkatan Kapasitas Penyusunan Peta Rawan tsunami. Early warning System
· Pondasi dibuat menerus keliling bangunan tanpa terputus
· Pondasi perlu dipasang balok pengikat/sloof disepanjang pondasi Ruang Evakuas TES dan TEA Penyiapan Desa tangguh Bencana
· Sloof dari beton bertulang diangkerkan dengan diameter minimum 12 mm ke pondasi pada
jarak setiap 1,5 m Rekomendasi RTH sebagai Multifungsi Penyusunan Rencana Kontinjensi Bencana
tempat evakuasi Bencana tsunami
Sumber: (evaluasi system mitigasi penanganan bencana gempa bumi aceh tahun 2013)
Distribusi Peta Evakuasi Darurat
Membuat pedoman cara pengkuatan dan
retrofitting bangunan yang sudah ada agar
7.1.4 Analisis Peningkatan Kapasitas adaptasi terhap Tsunami

Meningkatkan kapasitas merupakan salah satu cara mitigasi untuk mengurangi Risiko bencana. Berdasrkan karakteristik
bencana Gempa Bumi di kota palu peningkatan kapasitas dapat dilakukan dengan
1. Pembuatan peta jalur evakuasi gempa 7.2.1 Analisis Penurunan Tingkat Bahaya Bencana Tsunami
2. Penentuan lokasi Evakuasi Akhir
3. Pembangunan Early warning system Gempa pada gedung pusat aktifitas atau perkantoran. Penurunan tingkat bahaya tsunami di Kota Palu diarahkan pada beberapa konsep yang bertujuan untuk menurunkkan
4. Pembuatan early warning system gempa untuk masyarakat luas. tingkat bahaya (rawan) tsunami. Terdapat dua informasi terpenting dalam peta rawan tsunami. Pertama adalah luasan
5. Penetapan prasyarat gedung untuk memiliki titik Kumpul sebagai Titik Evakuasi Sementara area terkena limpasan tsunami dan kedua tinggi limpasan tsunami, Untuk mengurangi 2 hal tersebut dibtuuhkan
system proteksi berlapis. Konsep system proteksi berlapis untuk menurunkan tingkat bahaya tsunami adalah dengan
meningkatkan kekasaarn permukaan area pada jalur inundation tsunami, dan membenturka sekaligus menahan
gelombang tsunami.

7.2 Analisis dan Konsep Mitigasi Kawasan Konsep pertama adalah dengan mengurangi luasan area berpotensi terjangkau tsunami, dengan meningkatkan
kekasaran permukaan pantai. Semakin kasar permukaan pantai, maka energy tsunami akan semakin tereduksi. Aplikasi
Rawan Bencana Tsunami meningkatkan kekasaran area pantai ini dengan menerapkan kawasan mangrove dan hutan pantai. Hutang mangrove
memiliki kekasaran 0,023 sedangkan lahan terbuka memiliki kekasaran 0.015

Tabel 7.6. Nilai Kekasaran Permukaan setiap jenis penggunaan Lahan


Salah satu tahapan paling penting yang harus segera dilakukan dalam mitigasi adalah pemahaman tentang
NO Jenis Penggunaan Lahan Kekasaran Permukaan
1. Kemungkinan sumber tsunami.
2. Karakteristik tsunami. 1 Hutan 0.070

3. Sejarah dan Probabilitas kejadian, dan 2 Hutan mangrove 0.025


4. Karakteristik morfologi dasar laut dan garis pantai. 3 Kebun 0.035
5. Pemahaman stakeholder dan masyarakat tentang bencana tsunami. 4 Lahan Terbangun 0.045
6. Kesiapsiagaan stakeholder dan masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami
Lahan Terbuka 0.015
Sumber: (Putra,2008)
Aplikasi dari pemahaman point 1 sampai dengan 3 telah diterapkan dalam pembuatan peta rawan tsunami, melalui
pemodelan numerik. Point selanjutnya adalah menjadi dasar penyusunan konsep mitigasi tsunami
Dalam kajian pengaruh keberadaan mangrove terhadap tanggul pantai (studi kasus tanggul pantai NCICD Jakarta,
Bachtiar, Huda.2017) menyebutkan reduksi gelombang tsunami dapat mencapai 99% hanya akan terjadi saat surut
Tabel 7.5 Analisis Mitigasi pada KRB Tsunami
terendah dimana sebagain besar dari energi gelombang akan tereduksi oleh keberadaan slope dan topografi hutan
NO Parameter Penuruan Risiko Konsep Penataan Kawasan
mangrove. Sementara itu, saat pasang tinggi, hutan mangrove berperan lebih penting karena keberadaannya mampu
Strutural Non Struktural mereduksi energi gelombang datang hingga 48%. Namun, perlu dicatat bahwa reduksi setinggi ini hanya akan didapat
1 Penurunan Tingkat Bahaya Pembangunan kawasan Mangrove Peraturan Sempadan pantai jika lebar dan kerapatan hutan mangrove memenuhi syarat seperti yang dihasilkan dalam analisis pada laporan ini,
(Penurunan Faktor H) yaitu rasio lebar hutan dan panjang gelombang yang mendekati kesetaraan (B/L ~1)
Pembangungan Hutan Pantai
2 Penurutan Tingkat Kerentanan Penerapan Building Code sesuai SNI 03- Peraturan zonasi sebagai Pengendalian
1726-2012. Pemanfaatan Ruang.
Penyusunan jalur Evakuasi Pembangunan Rumah adaptasi tsunami

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
182 183
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)

7.3 Analisis Mitigasi Dan Penataan Kawasan


Pada KRB Likuifaksi
Tabel 7.7 Analisis Mitigasi Bencana Likuifaksi Untuk Menurunkan Risiko
NO Parameter Penuruan Risiko Konsep Mitigasi Likuifaksi
Strutural Non Struktural
1 Penurunan Tingkat Bahaya Peraturan Sempadan pantai
( Penurunan Faktor H)
Pembangungan Hutan Pantai
Gambar 7.8. Model Fisik pengujian mangrove untuk mereduksi gelombang tsunami 2 Penurutan Tingkat Kerentanan Perubahan fungsi menjadi area lindung Penerapan geoteknik untuk bangunan
pada area yang sudah terdampak dengan metoda Vibroflotaion, Dynamic
Sumber: (mangovemagz) likuifaksi. Compaction. Stone Columns, Compaction
Piles, Compaction Grouting dan Drainage
Technques
Konsep kedua adalah dengan membenturkan sekaligus menahan gelombang tsunami yang sudah tereduksi energinya Penyusunan jalur Evakuasi Pada daerah potensi likuifaksi
oleh mangrove dan hutan pantai dengan sebuah penahan energy tsunami. Energi dari tsunami diharapkan dapat namun terdapat kegiatan eksisting:
Peraturan zonasi sebagai Pengendalian
dibendung dengan 2 konsep dasar. Pertama adalah dengan membuat topografi pantai tidak landai sekaligus sebagai Pemanfaatan Ruang.
penahan tsunami. Penerapan Konsep dapat dilakukan dengan membangun sea dike.
Pembangunan jaringan jalan deegan
konsep Fish Bone
7.2.1.1 Sistem jalur Evakuasi Bencana Tsunami 3 Peningkatan Kapasitas Penyusunan Peta Rawan likufaksi.
Ruang Evakuas TES dan TEA Penyiapan Desa tangguh Bencana
Rekomendasi RTH sebagai Multifungsi Distribusi Peta Evakuasi Darurat
tempat evakuasi Bencana
Pmasangan
Membuat pedoman aplikasi geoteknik
yang optimum untuk dipergunakan
masyarakat.

7 3.1 Analisis Penurunan Tingkat Bahaya Bencana Likuifaksi


Parameter penentu kawasan rawan bencana likufaksi, seperti besarnya Guncangan permukaan, type batuan, tingkat
muka air tanah, hamper semuanya adalah kondisi yang yang telah “diberikan” oleh alam. Tidak ada teknologi yang
dapat mengurangi tingkat guncangan akbiat gempa. Sehingga untuk mengurangi risiko bencana likuifaksi, hanya bisa
dilakukan dengan penuruan tingkat kerentanan dan meningkatkan kapasitas.

7.3.2 Analisis Penurunan Kerentanan Bencana Likuifaksi


7.3.2.1 Analisis Penurunan Kerentanan Dengan Struktur Tahan Likuifaksi

Adalah penting bahwa semua elemen pondasi dalam pondasi dangkal diikat bersama untuk membuat pondasi bergerak
atau menetap secara seragam, sehingga mengurangi jumlah gaya geser yang diinduksi dalam elemen struktural yang
bersandar pada pondasi. Foto di sebelah kanan menunjukkan dinding rumah yang sedang dibangun di Kobe, Jepang.
Perimeter yang diperkuat dengan baik dan pondasi dinding interior (KG) diikat bersama untuk memungkinkan mereka
menjembatani area pemukiman lokal dan memberikan ketahanan yang lebih baik terhadap pergerakan tanah. Matras
pondasi kaku (bawah) adalah jenis pondasi dangkal yang baik, yang dapat memindahkan beban dari zona cair lokal ke
tanah kuat yang berdekatan.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
184 185
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)

7.3.3 Analisis Peningkatan Kapasitas

Meningkatkan kapasitas merupakan salah satu cara mitigasi untuk mengurangi Risiko bencana. Berdasrkan karakteristik
bencana Gempa Bumi di kota palu peningkatan kapasitas dapat dilakukan dengan
1. Pemetaan detail jenis tanah dan Muka Air tanah Detail, untuk lebih
2. Pembuatan peta jalur evakuasi Likuifaksi
3. Penentuan lokasi Evakuasi Akhir
4. Pembuatan jalur lalulintas dengan system grid atau atau spinal.
5. Pembangunan Early warning system Gempa berbasis komunitas masyarakat
6. Penetapan prasyarat gedung untuk memiliki titik Kumpul sebagai Titik Evakuasi Sementara

Gambar 5.17. Konsep Mitigasi Penurunan Kerentanan Untuk Pembuatan early warning system dapat disinkronkan dengan sistem informasi BMKG, sehingga masyarakat dapat lebih
Pondasi Dangkal sigap keika terjadi gempa. System jaringan jalan dan spinal dapat mempercepat evakuasi menuju area TEA saat terjadi
likuifkasi.

Pencairan dapat menyebabkan beban lateral yang besar pada pondasi tiang pancang. Tumpukan yang didorong melalui
lapisan tanah yang lemah dan berpotensi dicairkan ke lapisan yang lebih kuat tidak hanya harus membawa beban
vertikal dari bangunan atas, tetapi juga harus mampu menahan beban horizontal dan momen lentur yang diinduksi
fondasi dalam oleh gerakan lateral jika lapisan yang lemah mencair.

7.3.2.2 Analisis Penurunan Kerentanan Dengan


Rekayasa Batuan dan Geoteknik

Konsep rekayasa batuan dan geoteknik ini terdapat beberapa,


diantaranya adalah Vibrofloation, Dynamic Compaction. Stone Colums,
Compaction Piles, Compaction Grouting, Drainage Tehcniques. Berikut
ini adalah ilustrasi rekasaya batuan dan geoteknik pada area likuifaksi.
Gambar 7.18. Konsep Jaringan jalan
(pola grid dan spinal untuk area rawan bencana likuifkasi)

a. Vibrofloation b. Dynamic Compaction

Gambar 7.16. Konsep Mitigasi


Penurunan Kerentanan Untuk Pondasi Gambar 7.17. Rekasaya Batuan Dan
Dalam. Geoteknik Pada Area Likuifaksi.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
186 187
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)

7.4 Analisis Pemanfaatan Rencana Pola 7.4.2 Analisis Pemanfaatan Rencana Pola Ruang Terhadap Kawasan Rawan
Bencana Gempa Bumi
Ruang Terhadap Kawasan Rawan
Bencana
Pada rencana pola runag RTRW, Kawasan perumahan sebagian besar berada pada kawasan rawan bencana bumi tinggi
dan sedang, di susul dengna kawasan peruntukan lainnya dan kawasan industri. Pemilihan area kawasan perkantoran
sudah tepat, karena kecil terhdap rawan bencana gema bumi tinggi.

7.4.1 Analisis Pemanfaatan Rencana Pola Ruang Terhadap Kawasan Rawan


Bencana Tsunami
Perencanaan Pola ruang pada RTRW kota palu masih banyak yang berada pada kawasan rawan bencana tsunami,
seperti di tunjukkan pada gambar dibawah

Gambar: Diagram Luas Rencana Pola Ruang pada Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi
Sumber: Pengolahan 2018

Sedangkan untuk tingkat kecamatan, hampir seluruh kecamatan berada pada kawasan gempa bumi tinggi. Kecamatan
Gambar: Diagram Luas Rencana Pola Ruang pada Kawasan Rawan Bencana Tsunami mantikulere , kecamatan tawaeli dankecamatan ulu jadi harus menjadi perhatian khusus.
Sumber: Pengolahan 2018

Sedangkan untuk tingkat kecamatan, terdapat lima kecamatan yang perlu di peratikan karena berada dalam kawasan
tsunami tinggi, Kecamatan Palu selatan dan Kecamatan tatanga adalah kecamatan yang kemungkinan kecil terdampak
tsunami.

Gambar: Diagram Luas Kecamatan pada Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi
Sumber: Pengolahan 2018

Gambar: Diagram Luas Kecamatan pada Kawasan Rawan Bencana Tsunami


Sumber: Pengolahan 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
188 189
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)

7.4.3 Analisis Pemanfaatan Rencana Pola Ruang Terhadap Kawasan Rawan 7.4.4 Analisis Pemanfaatan Rencana Pola Ruang Terhadap Kawasan Rawan
Bencana Likuifaksi Bencana Banjir
Pada rencana pola runag RTRW, Kawasan perumahan sebagian besar berada pada kawasan rawan bencana likiufikasi Hampir sebagian besar area rawan banjir berada padaa kawasan yang direncanakn untuk pemukiman. Sistem jaringan
drainsae yang baik perlu diperhatikan pada setiap kawasan permukiman, begitupun dengna kawsan peruntukan lain
tinggi, Kawasan perkantordan dan perdagangan memilki luasan kecil terhdap likuifaksi. Namun kawasan tersebut tetap nya.
perlu perhatian khusus.

Gambar: Diagram Pola ruang pada Kawasan Rawan Bencana Banjir


Sumber: Pengolahan 2018
Gambar: Diagram Luas Rencana Pola Ruang pada Kawasan Rawan Bencana likuifaksi
Sumber: Pengolahan 2018 Sedangkan untuk tingkat kecamatan, hampir seluruh kecamatan memiliki kawasan banjiri tinggi.

Sedangkan untuk tingkat kecamatan, hampir seluruh kecamatan berada pada kawasan likuifkasi sangat tinggi dan
tinggi, kecuali kecamatan tawaeli. Namun sebaiknya kecamatan tawaeli tetap perlu mewaspadai likufaiksi Menggingat
kecamatan tawaeli berad apada kawasan gempa tinggi dan sedang, dimana gempa merupakan salah satu parameter
pemicu terjaidnya likuifaksi.

Gambar: Diagram Luas Kecamatan pada Kawasan Rawan Bencana Banjir


Sumber: Pengolahan 2018

Gambar: Diagram Luas Kecamatan pada Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi
Sumber: Pengolahan 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
190 191
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)

7.4.5 Analisis Pemanfaatan Rencana Pola Ruang Terhadap Kawasan Rawan 7.4.5 Analisis Pemanfaatan Rencana Pola Ruang Terhadap Kawasan Rawan
Bencana Banjir Bandang Bencana Longsor
Hampir sebagian besar area rawan banjir bandang berada pada kawasan yang direncanakn untuk pemukiman. Kawasan Pemilihan kawasan pemukiman, perkantordan dan perdagangan dan jasa sudah tepat. Ketiga kawasan penting ini.
perdagangan dan jasa juga perkantoran sedikti lebih aman, namun jaringan darinase pada kawasan ini tetap harus Telah berada pada kawasan aman dari bencana longsor.
diperhatikan.

Gambar: Diagram Pola Ruang pada Kawasan Rawan Bencana Longsor


Gambar: Diagram Pola Ruang pada Kawasan Rawan Bencana Banjir Bandang Sumber: Pengolahan 2018
Sumber: Pengolahan 2018
Sedangkan untuk tingkat kecamatan, 3 kecamatan yaitu kecamatan mantikulere kecamatan tawaeili dan uljadi berada
Sedangkan untuk tingkat kecamatan, hampir seluruh kecamatan memiliki kawasan banjiri tinggi. pada kawasan rawan bancana longsor.

Gambar: Diagram Pola Ruang pada Kawasan Rawan Bencana Longsor


Gambar: Diagram Kecamatan pada Kawasan Rawan Bencana Banjir Bandang Sumber: Pengolahan 2018
Sumber: Pengolahan 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
192 193
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)

7.5 Konsep Penataan Ruang Berbasi


Mitigasi Bencana
Konsep penataan ruang berbasis miigasi bencana, pada dasarnya adalah bertujuan untuk mengurangi risiko bencana,
Konsep penataan ruang ini terbagi kedalam konsep skala makro (1;25.000) dan konsep skala mikro (1:5000). Konsep
yang akan dijabarkantertuang dalam diagram alir dibawah ini

Gambar: Konsep Penataan ruang Berbasik Pengurangan Risiko Bencana Skala Makro (1:5.000)

Tabel 7.8 Konsep Penataan Kawasan skala 1: 25000


ZONA & DEFINISI/KRITERIA ARAHAN SPASIAL PASCA BENCANA
TIPOLOGI (KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG)
KRB 1 1. Pembangunan bangunan dengan konstruksi tahan
1. Kawasan rawan bahaya gempa rendah dan sedang (berdasarkan hasil gempa memperhaikan peta mikrozonasi, peta
pemodelan gempa dan PGA) Sesimik Design dan Ketentuan Building Code.
2. Kawasan potensi likuifaksi rendah 2. Intensitas pemanfaatan ruang rendah-sedang.
3. Kawasan rawan bahaya tanah longsor rendah
Gambar: Konsep Penataan ruang Berbasik Pengurangan Risiko Bencana Skala Makro (1:25.000) 4. Kawasan rawan bahaya banjir dan banjir bandang rendah
KRB 2 1. Kawasan rawan sesar aktif rendah (dengan jarak 30- 1. Pembangunan bangunan dengan konstruksi tahan
30 meter ke kanan dan ke kiri dari posisi sesar) gempa memperhaikan peta mikrozonasi , peta
2. Kawasan rawan bahaya gempa tinggi (berdasarkan Sesimik Design dan Ketentuan Building Code
hasil pemodelan gempa dari PGA) 2. Pemanfaatan ruang berupa kawasan terbangun
3. Kawasan rawan bahaya tsunami rendah pada zona rawan tsunami maupun rawan banjir
4. Kawasan potensi likuifaksi sedang dipersyaratakan jumlah lantai bangunan minimal
5. Kawasan rawan bahaya tanah longsor sedang 2 lantai, dan tidak membangun di sempadan sungi
6. Kawasan rawan bahaya banjir dan banjir bandang yang telah ditetapkan atas pertimbangan bahaya
sedang banjir
3. Intensitas pemanfaatan ruang rendah

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
194 195
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)

ZONA & DEFINISI/KRITERIA ARAHAN SPASIAL PASCA BENCANA RENCANA POLA RUANG Konsep Penataan Kawasan
TIPOLOGI (KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG)
a. Kawasan Rawan bencana Pada daerah yang belum terbangun :
KRB 3 1. Kawasan rawan sesar aktif sedang (mulai dari 30-30 1. Pembangunan baru pada kawasan pesisir rawan gerakan tanah dan banjir a. Pembatasan pengembangan kawasan perkotaan dan pusat-pusat pengembangan di daerah
meter ke kanan dan ke kiri posisi sesar) tinggi tsunami dibatasi pada bangunan tinggi (> yang memiliki tingkat kerawanan tanah longsor (gerakan tanah) tinggi;
2. Kawasan rawan tsunamisedang 3 lantai) yang dapat berperan multifungsi sebagai b. Pengembangan kebijakan disinsentif pada kawasan rawan gerakan tanah tinggi untuk
3. Kawasan potensi likuifaksi tinggi Tempat Evakuasi Vertikal Tsunami (shelter) dengan pembatasi pengembangan;
4. Kawasan rawan tanah bahaya longsor tinggi orientasi bangunan tegak lurus garus pantai. c. Mengembangkan wilayah penyangga (bufferzone) antara wilayah rawan longsor dengan
5. Kawasan rawan bahaya banjir dan banjir bandang 2. Pengembangan jalur dan tempat evakuasi bencana wilayah yang akan dikembangkan sebagai kawasan peruntukan pertanian dengan komoditi
tinggi dan RTH kota. yang mampu menjaga stabilitas lereng;
3. Pembangunan baru terbatas pada bangunan tahan
gempa, tsunami dan likuifaksi (rekayasa geoteknik Pada kawasan yang sudah terbangun
dan struktural) dengan memperhatikan mikrozonasi
a. Pembatasan intensitas ruang dan pengendalian pembangunan baru di kawasan permukiman/
level III dan Kajian Detail jenis tanah)
terbangun yang berada di daerah rawan gerakan tanah tinggi;
4. Membatasi fungsi hunian dan intensitas pemnafaatan
b. Pelarangan pembangunan jalan yang memotong bukit secara tegak lurus
ruang pada jenis kepadatan rendah dan dilakukan
c. Rehabilitasi dan reboisasi lahan kritis;
pemantauan berkala kejenuhan air tanah.
d. Rekayasa konstruksi (physical engineering) melalui pembuatan lereng menjadi landai melalui
5. Pengendalian sangat ketat pemnafaatan ruang
penyesuaian kelerengan agar aliran drainase lebih lancar;
pemukiman yang sudah ada dan menghindari
e. Pengembangan bio engineering (pengaturan tutupan lahan atau vegetasi)
pembanunan baru obyek vital/ fasilitas kritis
f. Mengembangkan sistem peringatan dini pada daerah rawan gerakan tanah tinggi dan
berisiko tinggi.
menengah
6. Pada kawasan yang belum terbangun dan berada
pada zona rawan sangat tinggi likuifaksi maupun Pada kawasan yang tidak layak huni
rawan tinggi gerakan tanah, diprioritaskan fungsi
kawasan lindung atau budidaya non-terbangun a. Relokasi dan pemukiman kembali (resettlement) kawasan permukiman (kawasan terbangun)
seperti pemanfaatan ruang kehutaan, pertanian, ke tempat yang aman terhadap bahaya longsor dan mengikuti kaidah penentuan lokasi pada
dan perkebunan untuk jenis tanaman yang tidak kawasan permukiman/terbangun baru.
memerlukan banyak air. b. Pemindahan lokasi fasilitas umum dan publik yang berada di kawasan rawan longsor ke
wilayah yang aman;
KRB 4 1. Kawasan lindung (termasuk kawasasn terkena 1. Dilarang membangun kembali fungsi hunian pasca
dampak likuifaksi Balaroa dan Petebo) bencana. Unit hunian pada zona ini direkomendasikan b. Kawasan rawan bencana Pada daerah yang belum terbangun :
2. Kawasan rawan bahaya tsunami tinggi untuk direlokasikan Tsunami
a. Tidak diijinkan untuk kegiatan budidaya, seperti permukiman, perdagangan dan jasa dan
3. Kawasan rawan sesar aktif tinggi (30 meter ke kanan 2. Diprioritaskan pemanfaatan ruang sebagai kawasan industry
dan ke kiri dari posisi sesar) lindung yang dapat mengurangi risiko bencana b. Tidak diijinkan untuk kegiatan budidaya, seperti permukiman, perdagangan dan jasa dan
4. Kawasan rawan bahaya tanah longsor tinggi (di pusat (misalnya sabuk hijau tsunami, Ruang terbuka hijau/ industry
kawasan kegiatan penduduk/kawasan pemukiman) RTH Kota) c. Mengembangkan kawasan sempadan pantai sebagai kawasan penyangga dan penurunan
5. Kawasan rawan bahaya banjir dan banjir bandang 3. Dapat dibangun monumen peringatan bencana. bahaya ancaman bencana, contohnya dengan membangun wisata hutan mangrove
tinggi (di pusat kawasan kegiatan penduduk/ 4. Di ijinkan terbatas untuk kegiatan wisata dengan d. Diijinkan terbatas untuk kegiatan wisata alam tanpa merubah bentang alamnya
kawasan pemukiman) peraturan sangat ketat dan tidak merubah bentang e. Diijinkan untuk pembangunan sarana dan prasarana penunjang sistem evakuasi bencana.
alam
Pada daerah yang sudah terbangun :

Konsep Penataan Kawasan berdasarakan rencana Pola ruang Menetapkan kawasan rawan bencana tsunami tinggi sebagai kawasan sempadan pantai yang
kegiatannya diatur dalam KUPZ.

Tabel 7.9 Konsep Penataan Kawasan skala 1: 5000


c. Kawasan Rawan Bencana Pada Kawasan yang belum terbangun
RENCANA POLA RUANG Konsep Penataan Kawasan
Gempa Bumi
a. Menetapkan wilayah yang dilalui sesar aktif menjadi kawasan lindung sempadan sesar dengan
Kawasan Lindung perlindungan a. tidak diijinkan untuk kegiatan budidaya, seperti permukiman, fasilitas umum dan fasilitas lebar 0 – 30 meter
setempat sosial, perdagangan dan jasa dan industry b. Tidak diizinkan untuk kegiatan budidaya seperti permukiman, fasilitas umum dan fasilitas
a. Sempadan pantai b. Di ijinkan terbatas untuk kegiatan wisata dengan peraturan sangat ketat dan tidak merubah sosial, perdagangan dan jasa, industry, dan kantor pemerintahan di wilayah yang dilalui sesar
b. sempadan sungai bentang alam. aktif
c. sempadan sesar
Pada Kawasan yang sudah terbangun :
Kawasan Lindung Rawan bencana
a. Menetapkan aturan aturan tentang konstruksi bangunan tahan gempa di wilayah yang
terkena dampak paling tinggi maupun wilayah di sekitar sesar aktif
b. Mewajibkan seluruh bangunan yang berada di wilayah potensi tinggi gempa untuk memakai
konstruksi bangunan tahan gempa (Building Code)
c. Merelokasi bangunan yang berada di sempadan sesar dengan aturan lebar sempadan sesar di
kawasan perkotaan antara 0 – 30 meter
d. Kawasan Rawan Bencana a. Menetapkan kawasan KRB likuifaksi sangat sebagai kawasan lindung ruang terbuka hijau
Likuifaksi perkotaan
b. Melarang semua kegiatan yang bersifat budidaya kecuali untuk kegiatan pariwisata/
monument peringatan dengan intensitas sangat rendah.
c. Relokasi permukiman dan resettlement permukiman yang terkena dampak dipindahkan ke
tempat yang dinilai aman dari bencana likuifaksi
d. Pembangunan sarana prasarana penunjang kegiatan permukiman di lokasi relokasi.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
196 197
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)

7.4.1 Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana Gempa Administrasi Luas Kelas Seismic Design (Ha)
Arahan Seismik
Kecamatan Kelurahan Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Design
Berdasarkan uraian di atas, maka konsep penataan ruang dalam rangka mengurangi risiko bencana gempa bumi adalah
sebagai berikut: Birobuli Selatan 0.00 254.90 39.57 C dan D
1. Pemilihan lokasi kawasan permukiman & kawasan terbangun lainnya dg pertimbangan:
Birobuli Utara 0.00 532.67 0.00 B dan C
- Tidak berada pada daerah rawan bahaya gempa bumi tinggi, seperti pada jalur patahan, sesar, daerah dengan
potensi likuifaksi, dan lain sebagainya. Petobo 0.00 753.69 0.00 B dan C
- Tidak membangun kawasan permukiman dan aktifitas penduduk di atas, pada atau di bawah tebing yang Tatura Selatan 0.00 75.07 48.61 C dan D
curam.
Tatura Utara 0.00 260.98 3.11 C dan D
- Tidak mendirikan bangunan di atas tanah timbunan yang tidak memenuhi tingkat kepadatan yg sesuai dengan
Kecamatan Palu
daya dukung tanah terhadap konstruksi bangunan diatasnya. Kec. Palu Timur 0.00 319.40 282.09 C dan D
Selatan
2. Pendirian bangunan dan struktur fisik mengacu pada ketentuan building codes dan ketentuan SNI 03-1726-2012 Besusu Barat 0.00 0.00 132.79 B dan C
3. Pengaturan intensitas ruang yang meliputi: pengaturan kepadatan bangunan, KDB, KLB, sempadan jalan, sempadan
Besusu Tengah 0.00 7.84 97.05 C dan D
bangunan, pengaturan setback, dll
4. Penataan bangunan atau fasilitas yang penting bagi publik, yaitu harus diletakkan di daerah yang aman dan Besusu Timur 0.00 48.25 23.31 C dan D
terdesentralisasi; serta dibangun sesuai SNI 03-1726-2012. Lolu Selatan 0.00 152.43 0.00 B dan C
5. Penataan jaringan jalan dan prasarana lainnya yang aman terhadap bahaya gempa bumi, pertimbangan thd
pembangunan jaringan jalan sebagai jalur untuk menuju tempat evakuasi. Jalan yang ditentukan sebagai jalur Lolu Utara 0.00 110.88 28.94 C dan D

evakuasi harus memperhatikan rute tempuh serta lebar jalan untuk menampung pengungsi, serta aman dari Sub Total 0.00 1,877.31 91.29  
runtuhan-runtuhan, baik bangunan tinggi maupun jaringan lainnya seperti jaringan listrik, dsb.
Kayumalue Pajeko 0.00 206.52 0.00 B dan C

Arahan pengunaan bulding code (seismic design) untuk setiap adminsitrasi di kota palu adalah sebagai berikut. Kayumaluengapa 0.00 739.72 0.00 B dan C

Mamboro 0.00 1,595.70 0.00 B dan C


Tabel 7.10 Konsep dan arahan Penerapan Building Code dan Seismic Design untuk KRB Gempa Bumi
Taipa 0.00 453.02 0.00 B dan C
Administrasi Luas Kelas Seismic Design (Ha)
Arahan Seismik Kec. Tatanga 0.00 1,414.75 111.34 C dan D
Kecamatan Kelurahan Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Design Kecamatan Palu
Bayaoge 0.00 110.33 19.31 C dan D
Utara
Kawatuna 1,630.54 1,872.63 0.00 B, C dan D
Duyu 0.00 607.27 0.92 C dan D
Lasoani 2,873.56 798.50 0.00 B, C dan D
Nunu 0.00 129.99 14.92 C dan D
Layana Indah 163.59 1,628.28 0.00 B, C dan D
Palupi 0.00 159.87 0.00 B dan C
Manti Kulere Poboya 3,056.77 2,122.02 16.86 B, C dan D
Pengawu 0.00 282.19 0.00 B dan C
Talise 0.00 168.76 930.61 C dan D
Tavanjuka 0.00 125.11 76.19 C dan D
Tanamodindi 0.00 168.14 0.67 C dan D
Sub Total 0.00 2,994.96 222.68  
Tondo 496.81 3,239.08 73.38 B, C dan D
Baiya 577.83 1,371.94 0.00 B, C dan D
Sub Total 8,221.28 9,997.40 1,021.52  
Lambara 111.25 646.14 0.00 B, C dan D
Balaroa 0.00 175.86 13.29 C dan D Kecamatan Tawaeli
Panau 0.00 175.14 0.00 C dan D
Baru 0.00 0.00 51.44 C dan D
Pantoloan 1,235.76 1,950.34 0.00 B, C dan D
Kecamatan Palu Kamonji 0.00 0.00 59.94 C dan D
Barat Sub Total 1,924.83 4,143.56 0.00 B, C dan D
Lere 0.00 15.73 260.21 C dan D
Buluri 0.00 1,617.05 57.84 C dan D
Siranindi 0.00 0.00 78.19 C dan D
Donggala Kodi 0.00 205.01 29.82 C dan D
Ujuna 0.00 4.00 80.32 C dan D
Kabonena 0.00 609.52 0.00 C dan D
Sub Total 0.00 195.58 543.40   Kecamatan Ulujadi
Silae 0.00 814.05 129.56 C dan D

Tipo 0.00 1,467.28 249.00 C dan D

Watusampu 0.00 1,189.77 0.00 B dan C

Sub Total 0.00 5,902.68 466.21  

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
198 199
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)

7.4.2 Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana Tsunami NO Point dan Informasi Penting Sumber

3 peredaman energi gelombang tsunami tergantung pada struktur hutan Quartel dkk. (2007) dan Alongi (2008)
Alternatif penanganan tata ruang kawasan pesisir yang rawan gelombang tsunami berdasarkan tipe kawasan mangrove, seperti konfigurasi batang, perakaran dan diameter cabang
penanganan. 4 hutan mangrove yang lebat lebih efektif dalam mengurangi gelombang Hiraishi dan Harada (2003), Quartel dkk.
tsunami dibandingkan hutan mangrove yang memiliki kerapatan jarang. (2007), Tanaka dkk. (2007, 2009, 2011), Onrizal
dkk (2009), Teh dkk. (2009), Yanagisawa dkk.
Tabel 7.11 Tipe Kawasan Penanganan Kawasan Rawan Gelombang Tsunami (2009a, 2009b, 2010), Bao (2011) dan Onrizal
dan Mansor (2016)
Pilihan Kota besar Kota Kecil Perdesaan
5 Hutan mangrove pada zonasi Sonneratia spp. lebih besar kemampuannya Mazda dkk. (2006)
Menghindari pengembangan daerah terpaan xx xx
dalam mengurangi gelombang tsunami dibandingkan pada
zonasi Kandelia candel dengan perbandingan kemampuan 3:1.
x
Pemanfaatan secara selektif ruang di kawasan √√ √√ x kemampuan mengurangi gelombang tsunami  K. candel juga lebih
terpaan rendah dibandingkan dengan  Bruguiera  spp. dan  Rhizophora  spp.
karena  K. candel  tidak memiliki akar di atas permukaan tanah yakni
Konstruksi bangunan ideal anti gempa dan √√ x x pneumatophora berupa akar lutut pada Bruguiera spp. dan akar tunjang
tsunami pada Rhizophora spp
Pembelokan arus tsunami xx x √√ pengurangan ketinggian tsunami oleh hutan mangrove yang memiliki Quartel dkk. (2007)
tegakan campuran (umur dan spesies) lebih besar antara 5,0-7,5 kali lebih
Buffer zone x x √√ besar dari pantai berpasir saj
Tanggul penahan tsunami √√ √√ √√ 6 model numerik menunjukkan dimana sekitar 80% dari hutan mangrove Berdasarkan hasil penelitian lapang di banda
berumur 30 tahun dengan diameter 20 cm akan survive dari tsunami Aceh, Yanagisawa dkk. (2010)
Bangunan penyelamat √√ √√ √√ dengan tinggi gelombang 5 m dan mengurangi sekitar 50% energi
Catatan: hidrodinamika tsunami.
xx : kecil kemungkinan untuk diterapkan 7 Rhizophora apiculata  dan  Rhizophora mucronata  secara khusus efektif Tanaka dkk. (2007)
x : kemungkinan masih dapat diterapkan dalam menyediakan perlindungan dari tsunami sebagai akibat dari
ketersedian struktur perakarannya yang kompleks
√√ : besar peluang untuk diterapkan

Sistem evakuasi bencana di kawasan rawan tsunami tinggi mempunyai kriteria sebagai berikut :
7.4.2.2 Perlindungan Berlapis dengan Sea Dike

7.4.2.1 Perlindungan Berlapis Kawasan Mangrove, Hutan pantai dan Sea Dike sebagai Prinsip dasar seadike hampir mirip dengan sea wall. Perbedaanya adalah, sea wall membangung penahan secara
pengurangan area rawan Tsunami langsung dan fungsinya langsung menahan gelombang tsunami. Sea dike lebih keaarah merekaya topografi, sehingga
energy tsunami tereduksi akibat kenaikan topografi dan sekaligus menahan nya. Area pada seadike dapat dmanfaatkan
Hasil analisis spasial pantai Aceh oleh Iverson dan Prasad (2007) diketahui bahwa kerusakan pada kawasan terbangun untuk aktifias lain, dan tidak mengurangi estetika.
2,5 kali lebih besar dibandingkan dengan kawasan berhutan. Danielsen dkk. (2005) juga melaporkan bahwa kawasan
pantai berhutan di Tamil Nadu, India tidak mengalami kerusakan atau hanya mengalami kerusakan ringan, sementara
kerusakan berat terjadi pada pantai tak berhutan. Hal ini menunjukan bahwa hutan mampu meredam atau mengurangi
dampak tsunami.

Tsunami dengan ketinggian gelombang sampai 5 m tidak menyebabkan kerusakan yang berarti pada kawasan yang
terlindung oleh hutan mangrove yang lebat. Namun, tsunami dengan ketinggian yang sama menyebabkan kerusakan
berat pada kawasan yang tidak memiliki hutan mangrove atau hutan mangrovenya telah rusak sebelum tsunami
menerjang, seperti di Sirombu (Nias), Kuala Pekanbaro (Aceh Pidie) dan Kuala Keureutou (Aceh Utara).

Tabel 7.12 Kajian Kemampuan Mangrove untuk mengurangi energi Tsunami

NO Point dan Informasi Penting Sumber


Gambar 7.8. Penerapan Sea Dike
1 Hutan mangrove di sepanjang pantai mampu mengurangi ketinggian Mazda dkk. (1997a, 1997b), Massel dkk. (1999),
gelombang tsunami setelah melewati hutan mangrove tersebut. Selain Dahdouh-Guebas dkk. (2005), Kathiresan
mengurangi ketinggian gelombang tsunami, energi tsunami juga dan Rejendran (2005), MSSRF (2005), Alongi
berkurang setelah melewati hutan mangrove (2008), Bahuguna dkk (2008), Osti dkk. (2009)
dan Bao (2011)
2 Kecepatan gelombang tsunami berkurang akibat terhalang oleh tegakan MSSRF (2005)
hutan, dan volume air juga berkurang dan terpecah, sehingga gelombang
yang mencapai daratan juga jauh berkurang.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
200 201
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)

Dengan menerapkan konsep perlindungan berlapis ini, dapat mengurangi luasan area rawan tsunami dan mengurangi Ketinggian VEB harus diperhatikan agar dapat optimal untuk mengurangi dampak Tsunami .
ketinggian tsunami. Ilustrasi perlindungan berlapis dengan menerapkan kawasan mangrove hutan pantai dan seadike
di perlihatkan dalam gambar dibawah ini. Tabel 7.13 Desain perhitungan tinggi VEB berdasarkan sejarah tsunami
Sumber: FEMA

Zone Historic Floodtsunami Plus 30% + 3m Design Elevation VEB


Z1 3m 0.9 m +3 m 6.9 m
Z2 5m 1.5 m + 3 m 9.5 m

Gambar 7.9. Skema Perlindungan


Berlapis Dengan Menerapkan Kawasan
Mangrove

7.4.2.3 Penurunan Tingkat Kerentanan Tsunami


Pengembangan mitigasi struktural di kawasan rawan bencana tsunami dapat dilakukan melalui 2 jenis kegiatan yaitu
secara alami dan buatan. Upaya pengembangan struktural yang bersifat alami dapat melalui:
a. penanaman vegetasi pantai dan
b. pengelolaan ekosistem pesisir

Sedangkan yang bersifat buatan diantaranya adalah :


a. penyediaan tempat logistik di ruang ruang yang ditetapkan menjadi ruang evakuasi
b. penyediaan sistem peringatan dini
c. pembangunan bangunan peredam tsunami
d. penyediaan sistem evakuasi bencana
e. penyediaan fasilitas fasilitas kesehatan

Gambar 7.10 Perencanaan Penataan Vertical Evacuation Building (VEB)


Sumber : Fema

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
202 203
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)

Gambar 7.13 Contoh Konsep Rumah adaptasi Tsunami Gambar 7.13 Aplikasi Rumah/bangunan Adaptasi
Tsunami
Sumber: Urban and Architectural Approaches To Design against
Tsunami, Ardekani. Amirreza.2012

7.4.3 Sistem Evakuasi Bencana Tsunami


Prinsip penyusunan Jalur evakuasi tsunami dirancang melalui badan jalan yang ada yang menjauhi garis pantai, muara
sungai dan badan alran sungai, serta saluran air yangbermuara ke pantai. Jalur evakuasi sebaiknya tidak melintasi
sngai dan jembatan, terutama jembatan yang dekat dengan pantai. Untuk menghindari terjadinya penumpukan
Gambar 7.11 Contoh Konsep Pembangunan VEB pengungsi, dibuat beberap ajalur evakuasi yang sejajar pantai. Jalur evakuasi harus lebih jelas dan harus d prioritaskan
untuk daerah pantai yang terbuka tanpa penutup (cemara pantai, mangrove dll). Dalam setiap jalur evakuasi, sebaiknya
dilengkapi dengan rambu-rambu evakuasi yang untuk memandu pengungsi menuju tempat kumpul yang aman. Jalur
Konsep tersebut sudah diterapkan dinegara jepang. Dan terbukti dapat meminimalisir risiko saat terjadi bencana evakuasi ini hendaknya di sinkornkan dengan data arah lau lintas sepanjang jalan. Arah lalu lintas disarankan searah
Tsunami. dengan arah jalur evakuasi tunsami..

Tabel 7. 13 Sistem Evakuasi Bencana Tsunami


NO KRITERIA PENJELASAN
1 Jaringan Jalan - Jaringan jalan yang dipilih merupakan jalan nasional, jalan propinsi dan jalan by pass
sehingga memudahkan proses evakuasi.
- Jaringan jalan yang mengarah ke upaya mitigasi massal yaitu pola menyebar ke arah dataran
tinggi dengan jalan raya radial yang dilengkapi dengan jalan lingkar (ring road) secukupnya.
2 Jumlah Penduduk - Untuk daerah berpenduduk padat, dirancang jalur evakuasi berupa sistem blok, dimana
pergerakan massa setiap blok tidak tercampur dengan blok lainnya untuk menghindari
kemacetan.
- Beberapa scenario pengembangan jaringan jalan untuk jalur evakuasi di kawasan
berkepadatan penduduk padat antara lain:
a. Pelebaran jalan-jalan di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan tinggi untuk
memudahkan proses evakuasi.
b. Pengembangan jalan-jalan baru dari daerah perkotaan yang memiliki kepadatan tinggi
menuju tempat-tempat yang aman. Jalan tersebut merupakan jalan koridor dari pusat
kota yang dapat mengurangi titik-titik kemacetan di persimpangan jalan akibat pola
jaringan jalan yang berbentuk grid dan kelebihan kapasitas jalan.-

Gambar 7.12. Penerapan VEN di Numasucity, Jepang 3 Aksessibilitas Faktor yang mempengaruhi tingkat aksebilitas antara lain:
- Waktu tempuh
- Jarak
- Biaya perjalanan
- Intensitas (kepadatan) guna lahan
4 Penyesuian dengan Jalur evakuasi untuk mitigasi perlu disesuaikan dengan struktur bangunan yang ada sehingga
Struktur Bangunan masyarakat dapat mengamankan diri menuju tempat-tempat penyelamatan sementara atau
permanen dengan cepat.

Gambar 7.13. : Contoh Tsunami Escape Building


Sumber : https://www.mongabay.co.id/
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
204 205
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)

NO KRITERIA PENJELASAN
5 Penentuan Jalur Evakuasi Untuk melakukan proses pembuatan jalur evakuasi ini diperlukan beberapa data dan
informasi, antara lain:
- informasi pemodelan bencana,
- data tempat evakuasi
- data jaringan jalan
- kapasitas jalan
- kondisi eksisiting jaringan jalan
- informasi penggunaan lahan,
- pola pergerakan penduduk pada saat bencana
- matriks asal dan tujuan evakuasi
- waktu tempuh evakuasi,
- moda angkutan yang dipergunakan,
- rute pergerakan
Data-data tersebut kemudian dioverlay dengan kombinasi proses network analyst pada
perangkat lunak aplikasi GIS sehingga dapat dihasilkan rute jalur evakuasi.
Model Pengembangan Pengembangan jaringan jalan pada kota bencana adalah untuk meminimalkan waktu yang
Jaringan Jalan Pada ditempuh masyarakat dari zona asal pada saat bencana menuju zona yang tujuan yang
Kawasan Rawan Bencana aman dari bencana. Jaringan jalan eksisting akan tetap dipergunakan, namun perlu adanya
pengembangan untuk mengakomodir upaya mitigasi bencana, antara lain:
- Pelebaran ruas jalan dan radius persimpangan di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan
tinggi.
- Pengembangan jalan koridor dari pusat kota dan pusat permukiman sebagai jalur alternatif.
- Peningkatan/pelebaran jalan lingkungan di kawasan permukiman pesisir pantai dan jalan-
jalan di pegunungan.
- Pelebaran jalan trotoar untuk pejalan kaki.
- Kombinasi.

Gambar : Contoh Tusnami Building


Escape di kabupaten bantul
Sumber : http://www.kbknews.id

Gambar : Pembangunan Tsunami


Escape Building di banda aceh
Sumber : https://bandaacehkotamadani.
wordpress.com

Gambar 7.14. Peta Sebaran TES dan Jalur Evakuasi (RDTR Teluk – Sub BWP I)
Sumber : Pengolahan Data Konsultan

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
206 207
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)

7.4.4 Konsep Penataan Ruang Berbasis Pengurangan Rawan Bencana 7.5.1. Ketentuan Tata Bangunan
Likuifaksi
Ketentuan tata bangunan adalah ketentuan yang mengatur bentuk, besaran, peletakan, dan tampilan bangunan pada
Konsep penataan ruang pada kawasan rawan likuifaksi adalah sebagai berikut suatu zona untuk menjaga keselamatan dan keamanan bangunan. Komponen ketentuan tata bangunan minimal terdiri
1. Menetapkan kawasan KRB likuifaksi sangat sebagai kawasan lindung ruang terbuka hijau perkotaan atas:
2. Melarang semua kegiatan yang bersifat budidaya kecuali untuk kegiatan pariwisata/monument peringatan dengan 1) Ketinggian bangunan (TB) maksimum Ketinggian bangunan adalah tinggi maksimum bangunan gedung yang
intensitas sangat rendah. diizinkan pada lokasi tertentu dan diukur dari jarak maksimum puncak atap bangunan terhadap (permukaan) tanah
3. Relokasi permukiman dan resettlement permukiman yang terkena dampak dipindahkan ke tempat yang dinilai yang dinyatakan dalam satuan meter.
aman dari bencana likuifaksi 2) Garis sempadan bangunan (GSB) minimum GSB adalah jarak minimum antara garis pagar terhadap dinding
4. Pembangunan sarana prasarana penunjang kegiatan permukiman di lokasi relokasi bangunan terdepan. GSB ditetapkan dengan mempertimbangkan keselamatan, resiko kebakaran, kesehatan,
kenyamanan, dan estetika.
3) Jarak bebas antar bangunan minimal yang harus memenuhi ketentuan tentang jarak bebas yang ditentukan oleh
jenis peruntukan dan ketinggian bangunan.
4) Jarak bebas samping (JBS) dan jarak bebas belakang (JBB) , JBB adalah jarak minimum antara garis batas petak
7.5 Ketentuan Intensitas Pemanfaatan belakang terhadap dinding bangunan terbelakang. Jarak Bebas Samping (JBS) merupakan jarak minimum antara
batas petak samping terhadap dinding bangunan terdekat.
Ruang Tabel 7.15 Ketentuan Tata Masa Bangunan

GSB min (m) Ketinggian


Kode Sub
Intensitas pemanfaatan ruang adalah ketentuan teknis tentang kepadatan zona terbangun yang dipersyaratkan pada No Zona Sub Zona Bangunan
Zona
Depan Samping Belakang maks (m)
zona tersebut dan diukur melalui Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), dan Koefisien
Daerah Hijau (KDH) baik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang adalah 1 Hutan lindung   HL - - - 5
ketentuan mengenai intensitas pemanfaatan ruang yang diperbolehkan pada suatu zona, yang meliputi:
Perlindungan Sempadan Sungai PS-2 - - - 5
1) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Maksimum KDB adalah koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan 2
Setempat
gedung dengan luas persil/kavling. KDB maksimum ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat pengisian atau Sempadan Pantai PS-3 - - - 5
peresapan air, kapasitas drainase, dan jenis penggunaan lahan.
3 Ruang Terbuka Hijau Taman Kota RTH-2 ½ RMJ - - 5

2) Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Minimum dan Maksimum KLB adalah koefisien perbandingan antara luas Patahan Aktif RB-1 ½ RMJ 4 4 5
4 Rawan bencana alam
seluruh lantai bangunan gedung dan luas persil/kavling. KLB minimum dan maksimum ditetapkan dengan Gerakan tanah RB-3 ½ RMJ 4 4 5
mempertimbangkan harga lahan, ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana, dampak atau kebutuhan terhadap
Sumber : Hasil rencana, 2018
prasarana tambahan, serta ekonomi, sosial dan pembiayaan.

3) Koefisien Dasar Hijau Minimal 7.5.2. Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
KDH adalah angka prosentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung
yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dengan luas persil/kavling. KDH minimal digunakan Ketentuan prasarana dan sarana pendukung minimal mengatur jenis prasarana dan sarana pendukung minimal apa
untuk mewujudkan RTH dan diberlakukan secara umum pada suatu zona. KDH minimal ditetapkan dengan saja yang harus ada pada setiap zona peruntukan. Jenis prasarana dan sarana minimal ditentukan berdasarkan sifat
mempertimbangkan tingkat pengisian atau peresapan air dan kapasitas drainase. dan tuntutan kegiatan utama pada zona peruntukannya. Sedangkan volume atau kapasitasnya ditentukan berdasarkan
pada perkiraan jumlah orang yang menghuni zona peruntukan tersebut.
Tabel 7.14 Intensitas Pemanfaatan Ruang
Kode Sub Tabel 7.16 Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal di Sistem Perkotaan Kota Palu
No Zona Sub Zona KDB maks KLB maks KDH min
Zona Kode Sub
No Zona Sub Zona Prasarana dan Sarana Minimum
1 Hutan lindung   HL 0% 0,02 90% Zona

Sempadan Pantai PS-1 0% 0,02 90% 1 Hutan lindung   HL gardu pandang, Ruang Evakuasi
2 Perlindungan Setempat
Sempadan Sungai PS-2 0% 0,02 90% 2 Perlindungan Sempadan Pantai PS-1 tanggul pantai, bangunan bertingkat yang sudah ada
Setempat wajib menyediakan jalur dan ruang evakuasi vertikal
4 Ruang Terbuka Hijau Taman Kota RTH-2 5-10% 0,2 90% dengan struktur bangunan yang mampu menahan gaya
tsunami dan goncangan gempa, early warning system
5 Rawan bencana alam Sempadan Patahan Aktif RB-1 2% 0,2 90%
Sempadan Sungai PS-2 Tanggul pada daerah rawan banjir.
Gerakan Tanah RB-2 20 % 0,2 90% 3 Ruang Terbuka Hijau Taman Kota RTH-1 Kursi taman, Sirkulasi pejalan kaki menggunakan
perkerasan yang ramah lingkungan, Lampu taman,
Sumber : Hasil rencana, 2018 Ruang Evakuasi, monumen peringatan bencana

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
208 209
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB) BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)

• Insentif
Kode Sub
No Zona Sub Zona Prasarana dan Sarana Minimum Tujuan diberikan insentif sebagai berikut:
Zona
• mendorong perwujudan rencana struktur ruang, rencana pola ruang dan kawasan strategis yang telah
4 Rawan bencana Patahan Aktif RB-1 ditetapkan
alam
Gerakan tanah RB-2 Penerapan sistem drainase lereng • meningkatkan upaya pengendalian perubahan pemanfaatan ruang di kecamatan
Jaringan air bersih • memberikan kepastian hak atas pemanfaatan ruang bagi masyarakat
• meningkatkan kemitraan pemangku kepentingan dalam rangka pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan
Jaringan sewerage
ruang, dan pengawasan penataan ruang.
Jaringan Listrik
Sistem Pembuangan Sampah Obyek pemberian insentif meliputi:
Jaringan Telekomunikasi • pembangunan pada kawasan yang didorong pengembangannya
Dinding Penahan Tanah • penyediaan ruang untuk fasilitas umum, berupa:
• ruang privat bangunan yang dapat diakses oleh umum
Sumber : Hasil Rencana, 2018
• penyerahan lahan privat untuk jalan dan saluran.
• pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum.
7.5.3 Ketentuan Khusus
Jenis dan kategori pengenaan Insentif dapat berupa :
Ketentuan khusus adalah ketentuan yang mengatur pemanfaatan zona yang memiliki fungsi khusus dan diberlakukan • keringanan, pengurangan dan pembebasan pajak
ketentuan khusus sesuai dengan karakteristik zona dan kegiatannya. Selain itu, ketentuan pada zona-zona yang • pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham
digambarkan di peta khusus yang memiliki pertampalan (overlay) dengan zona lainnya dapat pula dijelaskan disini. • pembangunan serta pengadaan infrastruktur
Ketentuan khusus merupakan aturan tambahan yang ditampalkan (overlay) di atas aturan dasar karena adanya hal-hal • pemberian keluwesan dalam batasan dan perhitungan KDB, KLB, dan ketinggian bangunan
khusus yang memerlukan aturan tersendiri karena belum diatur di dalam aturan dasar. • pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.

Komponen ketentuan khusus antara lain meliputi: • Disinsentif


1) bandar udara, antara lain meliputi kawasan keselamatan operasi penerbangannya (KKOP), batas kawasan Penetapan disinsentif didasarkan atas pertimbangan:
kebisingan, dan kawasan di sekitar bandar udara yang penting untuk diperhatikan; • pembangunan dan pemanfaatan ruang perlu dibatasi dan dikendalikan untuk menjaga kesesuaian dengan
2) cagar budaya atau adat; fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang;
3) rawan bencana; • pemanfaatan ruang/guna lahan yang sesuai dengan zona serta ketentuannya yang ditetapkan oleh Peraturan
4) tempat evakuasi bencana (TES dan TEA); Zonasi; dan
5) pertahanan keamanan (hankam); • kegiatan yang sesuai dengan jenis zona yang ditetapkan dalam Peraturan Zonasi.
6) pusat penelitian (observatorium, peluncuran roket, dan lain-lain);
7) kawasan berorientasi transit (TOD); dan Obyek pengenaan disinsentif diberikan apabila pembangunan dilakukan pada kawasan yang dibatasi
8) lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B). perkembangannya.

Jenis dan Kategori Pengenaan Disinsentif dapat berupa:


7.5.4. Ketentuan Insentif dan Disinsentif • pengenaan denda secara progresif
• membatasi penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti
UU No. 26 Tahun 2007 Pasal 35 mengamanatkan pemberian insentif dan isinsentif oleh Pemerintah Pusat dan • pelarangan izin pengembangan lebih lanjut untuk pemanfaatan ruang yang telah terbangun sebelum ketentuan
Pemerintah Daerah, dimana : ini disahkan
• Perangkat Insentif adalah: merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan • pengenaan pajak/retribusi yang lebih tinggi disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk
kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang. mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang
• Perangkat disinsentif didefinisikan sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi
kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.

Kriteria penetapan insentif dan disinsentif didasarkan pertimbangan sebagai berikut:


• mekanisme insentif dan disinsentif mengandung suatu pengaturan dan pengendalian pembangunan kota yang
bersifat akomodatif terhadap setiap perubahan yang menunjang pembangunan dan perkembangan kota
• mekanisme insentif dan disinsentif tidak boleh mengurangi hak masyarakat sebagai warga negara yang memiliki
martabat dan hak yang sama untuk memperoleh dan mempertahankan hidupnya.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
210
BAB 7 Konsep Mitigasi Dan Konsep Penataan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Berbasis Pengurangan Risiko Pencana (PRB)

7.5.5 Ketentuan Penggunaan Lahan lain yang sudah ada dan tidak sesuai d. Larangan kegiatan yang merusak kualitas air, kondisi fisik tepi sungai, mata air, serta mengganggu aliran air;
e. pengecualian untuk kegiatan yang mendukung fungsi kawasan, kepentingan khusus atau strategis negara,
Untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk menerapkan rekayasa teknis sarana dan prasarana vital pemerintah, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang
sesuai dengan fungsi kawasan dalam rencana tata ruang dan peraturan zonasi yang ditetapkan, atas izin yang telah kawasan lindung atau kawasan konservasi atau kehutanan yang diperbolehkan;
diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat
diberikan penggantian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Ketentuan Tambahan di Zona Taman (RTH-2) 
• Untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin terkait disesuaikan dengan fungsi kawasan dalam rencana a. terdapat minimal 3 (tiga) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang.
tata ruang yang ditetapkan b. pemanfaatan ruang dibatasi pada kegiatan yang menjamin tidak terganggunya fungsi lindung, keutuhan
• Untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan ruang dilakukan sampai izin terkait habis masa kawasan, dan ekosistemnya;
berlakunya dan dilakukan dengan menerapkan rekayasa teknis sesuai dengan fungsi kawasan dalam rencana tata c. bangunan gedung untuk tujuan penyediaan sarana prasarana kegiatan dilakukan secara terbatas dan ketat;
ruang dan peraturan zonasi yang ditetapkan d. setiap pembangunan terutama yang berdampak penting harus memiliki dokumen kajian lingkungan dan
dilaksanakan berdasarkan kajian mendalam dan komprehensif;
Ketentuan tambahan mengenai pengaturan zona /subzona di Kawasan Perkotaan Palu adalah sebagai berikut :
1. Ketentuan Tambahan di Zona Perlindungan Setempat (PS-1, PS-2, PS-3)
a. Tidak boleh menebang pohon di tepi sungai, sempadan mata air, da sempadan situ/danau;
b. Kegiatan diarahkan untuk mendukung pemulihan dan peningkatan fungsi lindung, atau kegiatan lain seperti
ekowisata, wanawisata, atau sejenis yang tidak mengganggu fungsi lindung kawasan;
c. Larangan melakukan kegiatan-kegiatan yang berdampak perusakan dan pencemaran lingkungan yang
mengakibatkan terganggunya ekosistem dan fungsi lindung kawasan;

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu


08
Rekomendasi Teknis
Penyempurnaan
Rencana Tata Ruang
Daerah dari Aspek
Penataan KRB Berbasis
PRB
Dengan informasi dan pameetan rawan bencana
terbaru. Maka untuk mewujudkan perencanaan
tata ruang yang berbasis mitigasi bencana
berdasarkan pengurangan risiko bencana,
dibutuhkan beberapa rekomendasi teknis,
terutama terkait tata ruang yang berada pada
wilayah potensi bencana yang tinggi dan sangat
tinggi,
214 215
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

8.1 Rekomendasi Penyempurnaan RTRW KOMPONEN


RENCANA
RTRW KOTA PALU REKOMENDASI PENYEMPURNAAN KETERANGAN

Kota Palu dari Aspek Pengurangan Risiko TATA RUANG

STRATEGI YANG TERKAIT STRATEGI dalam strategi juga

Bencana (1 : 25.000) KEBENCANAAN


1. Mengembangkan sistem jaringan 1. Mengembangkan sistem deteksi dini
hanya mengembangkan
kegiatan yang
sifatnya fisik, maka
drainase kota secara berjenjang dan bencana
direkomendasikan untuk
menerus serta terintegrasi dengan
meningkatkan kapasitas
sistem alamiah kota
masyarakat terhadap
2. Menetapkan kembali dan 2. Mengembangkan sistem konstruksi bencana
8.1.1 Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Kota mengembangkan kawasan lindung bangunan yang tahan terhadap
dalam kota bencana
Peningkatan kualitas tata ruang dengan mempertimbangkan kondisi dan karakteristik kebencanaan perlu diawali 3. Menata kembali dan meningkatkan 3. Mengembangkan prasarana dan
dengan penetapan tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang yang mengintegrasikan pendekatan pengurangan fungsi kawasan lindung yang telah sarana untuk menunjang mitigasi
menurun akibat pengembangan bencana pada kawasan rawan bencana
risiko bencana dengan penataan ruang. Berdasarkan hal tersebut maka diharapkan tata ruang yang berbasiskan kegiatan budidaya, dalam rangka
mitigasi bencana dapat mewujudkan kota yang tangguh terhadap bencana. mewujudkan dan memelihara
kesimbangan ekosistem wilayah
Di bawah ini akan diuraikan rekomendasi penyempurnaan tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang di Kota Palu 4. Menetapkan kawasan budidaya yang 4. Menetapkan kawasan yang terdampak
berbasiskan pengurangan risiko bencana mempunyai fungsi sebagai kawasan likuifaksi sebagai kawasan lindung
evakuasi bencana alam rawan bencana

Tabel 8.1 Rekomendasi Penyempurnaan Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Kota Palu 5. Membatasi perkembangan kegiatan 5. Membentuk komunitas komunitas
budidaya terbangun di kawasan penanggulangan bencana di
KOMPONEN RTRW KOTA PALU REKOMENDASI PENYEMPURNAAN KETERANGAN rawan bencana untuk meminimalkan masyarakat
RENCANA potensi kejadian bencana dan potensi
TATA RUANG kerugian akibat bencana

Tujuan Mewujudkan ruang Kota Palu sebagai Mewujudkan tata ruang Kota Palu menjadi Kota Palu 6. Menetapkan kawasan strategis kota 6. Meningkatkan edukasi
Penataan kota teluk berwawasan lingkungan sebagai Kota Teluk yang tangguh sebagai Kota yang yang berfungsi lindung penanggulangan bencana ke
Ruang yang berbasis pada jasa, perdagangan menghadapi bencana dan unggul di tangguh menghadapi semua lapisan masyarakat untuk
dan, industri yang didasari kearifan dan bidang jasa, perdagangan dan dan bencana (resilence city) mewujudkan masyarakat tangguh
keunggulan lokal bagi pembangunan industry yang didasari oleh kearifan bencana
berkelanjutan. dan keunggulan budaya lokal bagi
7. Membatasi pengembangan prasarana 7. Menyusun rencana pembangunan
pembangunan yang berkelanjutan
dan sarana di dalam dan di sekitar sarana dan prasarana tanggap darurat
Kebijakan KEBIJAKAN YANG TERKAIT KEBIJAKAN   kawasan strategis kota yang dapat
dan Strategi KEBENCANAAN memicu perkembangan kegiatan
Penataan budidaya
a. Peningkatan kualitas dan jangkauan a. Peningkatan pembangunan mitigasi dalam kebijakan hanya
Ruang
pelayanan sistem prasarana guna bencana di kawasan rawan bencana memuat kebijakan terkait Sumber : Analisis, 2018
mendukung wujud Kota Palu sebagai pembangunan fisik,
Kota Teluk yang berwawasan maka direkomendasikan
lingkungan untuk membangun 8.1.2 RENCANA STRUKTUR RUANG
di wilayah non fisik,
b. Pemeliharaan dan perwujudan b. Peningkatan kapasitas warga Kota
seperti peningkatan
kelestarian fungsi lingkungan hidup Palu terhadap bencana
kapasitas awareness dan 8.1.2.1 RENCANA SISTEM PUSAT PELAYANAN
preparedness terhadap
c. Pencegahan dampak egative kegiatan c. Penyusunan rencana penanggulangan bencana
manusia yang dapat menimbulkan risiko bencana utk skala kota (city’s Sub bab ini akan menjelaskan mengenai adanya penyesuaian rencana sistem pusat pelayanan di Kota Palu. Berdasarkan
kerusakan lingkungan hidup. preparedness for natural disaster) Perda RTRW Kota Palu, Sistem Pusat Pelayanan di Kota Palu adalah sebagai berikut :
jangka menengah dan panjang (1) Rencana pengembangan sistem Pusat Pelayanan Kota (PPK) Palu ditetapkan pada kawasan pusat pengembangan
d. Pengendalian perkembangan kegiatan   kegiatan perdagangan regional, jasa, transportasi dan pemerintahan yang mencakup pada wilayah Kecamatan Palu
budidaya agar tidak melampaui daya Barat, Kecamatan Palu Selatan, dan Kecamatan Palu Timur.
dukung dan daya tampung lingkungan
(2) Rencana pengembangan sistem sub pusat pelayanan Kota (SPK) Palu meliputi kawasan dengan fungsi perkantoran
e. Pelestarian dan peningkatan fungsi
pemerintahan, perdagangan jasa, serta pelayanan sosial dan budaya yang tersebar di 4 (empat) kecamatan, yaitu
dan daya dukung lingkungan
hidup untuk mempertahankan Kecamatan Palu Utara, Kecamatan Palu Timur, Kecamatan Palu Selatan, dan Kecamatan Palu Barat.
dan meningkatkan keseimbangan (3) Pusat lingkungan (PL) meliputi kawasan dengan fungsi perkantoran pemerintahan, pendidikan, perdagangan jasa
ekosistem, melestarikan dengan skala lingkungan, pelayanan sosial dan budaya, serta perumahan yang tersebar di setiap kelurahan.
keanekaragaman hayati,
mempertahankan dan meningkatkan
fungsi perlindungan kawasan
,melestarikan keunikan bentang alam
dan melestarikan warisan budaya lokal  

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
216 217
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

Pusat-pusat pelayanan adalah areal yang akan dikembangkan menjadi pusat kegiatan di Kota Palu. Pada penyusunan Dari hasil analisis didapatkan bahwa PPK dan SPPK 1 memiliki luas terbangun eksisting yang melebihi luasan ARP.
masterplan ini, pengembangan sistem pusat kegiatan akan dievaluasi untuk melihat kelayakan pengembangan dari segi Artinya lokasi pengembangan sudah melewati batas kemampuan lahan, dan tidak layak lagi dikembangkan menjadi
potensi bencana yang ada di daerah tersebut. pusat pelayanan di masa dating. Sedangkan untuk SPPK 2 dan PL masih layak untuk dikembangkan karena masih
memiliki lahan yang layak untuk pengembangan ke depan.
Evaluasi yang dilakukan adalah dengan menganalisis kemampuan lahan pada area yang ditetapkan sebagai pusat
pelayanan dengan analisis SKL. Analisis SKL pada kegiatan ini juga telah memasukkan variable potensi ancaman multi- Berdasarkan hal tersebut maka rekomendasi teknis mengenai pengembangan sistem pusat-pusat pelayanan di Kota
bencana menjadi salah satu parameter. Hasil analisis SKL pada pusat-pusat pelayanan yang ditetapkan dalam RTRW Palu adalah sebagai berikut :
adalah sebagai berikut : 1. Membatasi pengembangan horizontal kegiatan pelayanan sosial ekonomi dan permukiman di PPK dan SPPK 1.
2. Menjadikan PPK dan SPPK1 sebagai fokus penanganan kawasan permukiman yang tangguh bencana dengan
Tabel 8.2 Analisis Sistem Pusat Pelayanan berdasarkan Arahan Rasio Peruntukkan dari Analisis SKL upaya-upaya proteksi, relokasi, maupun adaptasi.
NO SISTEM PUSAT LOKASI LUAS ARP LUAS TERBANGUN HASIL ANALISIS 3. Mengembangkan pusat pelayanan baru di Kota Palu sebagai counter magnet dan pusat pertumbuhan baru untuk
PELAYANAN (ha) EKSISTING (ha) mengalihkan orientasi perkembangan dari pusat kota lama.
4. Pusat pelayanan baru dapat berlokasi di wilayah yang memiliki potensi kemampuan lahan yang tinggi di Kota Palu
1 PPK Kel. Ujuna 11.48541846 39.4892 Tidak mencukupi
seperti di Kel. Tondo, Kec. Mantrikulore atau Kel. Mamboro, Kec. Palu Utara
Kel. Lolu utara 55.10700172 62.1680 Tidak mencukupi
5. SPPK 2 dan PL masih dapat dikembangkan sesuai dengan RTRW lama, hanya saja ada beberapa PL seperti PL di
Kel. Besusu Tengah 37.81787132 43.9357 Tidak mencukupi Kel. Tondo, dan PL di Kec. Mamboro yang berpotensi untuk menjadi pusat pelayanan baru dan dapat dinaikkan
Kel. Tanomadindi 57.10838449 55.4229 Mencukupi peran dalam sistem pusat-pelayanannya menjadi PPK baru atau SPPK baru.
Kel. Lolu Selatan 58.61084037 59.3594 Tidak mencukupi

PPK 220.1295164 260.3752 Tidak mencukupi 8.1.2.2 RENCANA SISTEM JARINGAN PRASARANA MITIGASI BENCANA
2 SPPK (1) Kel. Siranindi 30.87288327 35.7168 Tidak mencukupi
Sebelum menyusun Rencana sistem Jaringan Prasarana mitigasi bencana di Kota Palu, yang harus diidentifikasi adalah
Kel. Kamonji 25.51466796 24.2620 Mencukupi jenis bencana yang sering terjadi di Kota Palu. Berdasarkan jenis bencana yang teridentifikasi maka akan diketahui
SPPK 1 56.38755123 59.9788 Tidak mencukupi sistem jaringan apa saja yang harus dibangun dalam rangka pengurangan risiko bencana.

3 SPPK (2) Kel. Tatura Utara 105.314539 100.7306 Mencukupi


Berdasarkan hasil analisis dan kajian dari BPBD Kota Palu, teridentikasi bahwa jenis bencana yang sering terjadi dan
Kel. Tatura Selatan 42.21186095 39.8672 Mencukupi berulang di Kota Palu adalah :
1. Gempa Bumi – sebagai daerah yang dilalui sesar aktif Palu Koro, Kota Palu merupakan daerah yang mempunyai
SPPK 2 147.5264 140.5978 Mencukupi
potensi gempa bumi tinggi
4 SPPK (3) Kel. Pantoloan 1238.178885 76.2315 Mencukupi 2. Tsunami – tsunami merupakan efek dari terjadinya gempabumi dengan kekuatan besar yang mengakibatkan
5 PL (1) Kel. Kayumalue Pajeko 90.02123785 22.4168 Mencukupi gelombang di lautan, maupun dikarenakan adanya longsoran yang terjadi di dalam laut. Kota Palu sering mengalami
Tsunami ini, dalam sejarah tercatat gempa bumi paling besar terjadi pada tahun 1927 dengan ketinggian tsunami
PL (2) Kel. Mamboro 756.3528588 54.9454 Mencukupi
mencapai 15 meter. Masyarakat Kota Palu mengenal fenomena tsunami ini sebagai air berdiri.
PL (3) Kel. Tondo 1408.406883 111.5291 Mencukupi 3. Likuifaksi – bencana likuifaksi atau pencairan tanah juga merupakan efek dari terjadinya bencana gempa bumi.
PL (4) Kel. Lasoani 470.6038529 41.6607 Mencukupi Guncangan gempabumi yang sangat besar mengakibatkan tanah mengalami pencairan, hal ini terjadi ketika tanah
jenuh kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya tegangan. Wilayah ini lokasinya berada dekat dengan
PL (5) Kel. Petobo 225.689967 43.9471 Mencukupi
jalur sesar aktif Palu Koro, dan lahan di daerah itu tersusun oleh material lunak hasil proses endapan sedimentasi.
PL (6) Kel. Tavanjuka 78.88173529 31.7154 Mencukupi Kawasan ini air tanahnya dangkal dengan nilai permeabilitas tanah tinggi. Di daerah Petobo banyak ‘seepage’ atau
PL (7) Kel. Tipo 410.9361199 15.5648 Mencukupi rembesan-rembesan air tanah. Masyarakat Kota Palu dulu sudah mengenal fenomena likuifaksi ini sebagai nalodo
yang artinya amblas dihisap lumpur dan masyarakat setempat menjauhi daerah daerah yang rentan mengalami hal
Hasil Analisis, 2018
ini.
4. Banjir – Kota Palu dilalui oleh banyak sungai, sungai besar yang ada di Palu diantaranya adalah Sungai Palu
Analisis Kemampuan Lahan pada sistem pusat pelayanan, adalah melihat luasan terbangun eksisting yang telah
5. Tanah Longsor – Tanah longsor
berkembang pada pusat pelayanan dengan luasan area yang aman untuk dikembangkan berdasarkan arahan rasio
peruntukkan lahan (ARP) yang didapatkan dari hasil analisis SKL. Pusat pelayanan dikatakan masih layak untuk
Dari uraian di atas dapat diketahui, jenis bencana yang seringkali terjadi di Kota Palu ada 5 jenis ancaman. Untuk
dikembangkan jika luas terbangun eksisting lebih kecil dari luasan ARP, artinya masih tersedia lahan yang aman untuk
mengurangi risiko bencana tersebut maka perlu disusun rencana sistem jaringan prasarana pengurangan risiko
pengembangan pembangunan di masa dating. Sebaliknya jika luas lahan terbangun eksisting lebih besar dari luasan
bencana berdasarkan ke 5 jenis ancaman tersebut. Hal ini dilakukan agar dampak yang diakibatkan dapat diminimalisir.
ARP dikatakan pusat pelayanan sudah tidak layak karena pembangunan sudah melewati batas kemampuan lahan, dan
ada kemungkinan bangunan yang sudah terbangun berada pada areal yang berbahaya atau tidak memiliki lahan yang
layak lagi untuk pengembangan di masa datang.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
218 219
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

Tabel 8.3 Rencana Sistem Jaringan Prasarana Berdasarkan Jenis Ancaman


Bahaya di Kota Palu
No Jenis Bencana Jaringan Mitigasi Bencana
1. Gempabumi Penerapan Building Code
2. Tsunami Pembangunan tanggul pantai yang berfungsi sebagai
breakwater
Penanaman vegetasi penahan gelombang seperti :
mangrove, cemara laut, ketapang laut, pandan laut,
dll.
Jalur jalur evakuasi bencana
Sistem peringatan dini
Pemasangan rambu rambu penyelamatan
3. Likuifaksi Pembangunan ruang evakuasi di luar kawasan yg
memiliki potensi likuifaksi tinggi
4. Banjir Tanggul sungai
Cekdam
Bangunan pengendali banjir
5 Tanah Longsor Dinding penahan tanah
Sumber : Hasil rencana, 2018

Berdasarkan analis, maka rekomendasi struktur pola ruang Kota Palu ditunjukkan
pada gambar berikut

Gambar 8.1. Peta Rekomendasi Struktur Ruang Kota Palu (Skala 1:25.000)

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
220 221
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

8.1.3 REKOMENDASI TEKNIS RENCANA POLA RUANG


8.1.3.1 Kawasan Rawan Bencana

Seperti yang sudah dijelaskan pada bab bab sebelumnya diketahui bahwa Kota Palu berada dalam kawasan rawan
bencana alam, yaitu rawan bencana alam gerakan tanah (longsor), Gempa bumi (baik garis sesar aktif maupun
mikrozonasi), banjir / banjir bandang, gelombang tsunami dan pencairan tanah (likuifaksi) dengan intensitas rendah
sampai dengan tinggi. Berdasarkan hasil analisis risiko dan kerawanan ke – 5 (lima) jenis kawasan rawan bencana
tersebut maka kawasan rawan bencana di Kota Palu dikategorikan menjadi 4 kategori melalui peta multi rawan bencana
(multi hazard map) yaitu : (Adapun kriteria dalam penyusunan Kawasan Rawan Bencana akan disajikan dalam tabel)
1. KRB 1 – Kawasan Rawan Bencana Rendah
2. KRB 2 – Kawasan Rawan Bencana Sedang
3. KRB 3 – Kawasan Rawan Bencana Tinggi
4. KRB 4 – Kawasan Lindung

Tabel 8.4 Kriteria Penyusunan Kawasan Rawan Bencana di Kota Palu


No Kawasan Rawan Bencana Kriteria Fungsi dalam Pola Ruang
1 Kawasan Rawan Bencana 1 1. Kawasan rawan gempa rendah Kawasan budidaya overlay
2. Kawasan dengan potensi likuifaksi rendah
2 Kawasan Rawan Bencana 2 1. Kawasan rawan gempa sedang Kawasan budidaya overlay
2. Kawasan dengan potensi likuifaksi sedang
3. Kawasan dengan rawan gerakan tanah (longsor)
rendah
4. Kawasan banjir dan banjir bandang rendah
5. Kawasan rawan tsunami rendah
3 Kawasan Rawan Bencana 3 1. Kawasan rawan gempa tinggi Kawasan budidaya overlay
2. Kawasan dengan potensi likuifaksi tinggi
3. Kawasan dengan rawan gerakan tanah (longsor)
sedang
4. Kawasan rawan banjir dan banjir bandang sedang
5. Kawasan rawan tsunami sedang
4 Kawasan Rawan Bencana 4 1. Kawasan tsunami tinggi (kawasan terdampak Kawasan lindung, perlindungan
tsunami dan hasil pemodelan tsunami tim setempat : Sempadan Pantai (SP)
konsultan)
2. Kawasan banjir dan banjir bandang tinggi Kawasan lindung, perlindungan
setempat : Sempadan Sungai (SS)
3. Kawasan rawan gerakan tanah tinggi Kawasan lindung , Kawasan Rawan
Bencana Alam : Kawasan rawan
Gerakan Tanah (GT)
4. Kawasan terdampak likuifaksi (Petobo dan Balaroa) Kawasan lindung : Ruang Terbuka
Hijau (RTH) Perkotaan
5. Kawasan buffer garis sesar aktif Kawasan lindung, Kawasan
Rawan Bencana Alam : Sempadan
Patahan Aktif (sesar fault) (SPA)
Sumber : Hasil Rencana Konsultan 2018

Penyusunan Kawasan Rawan Bencana ini menjadi dasar bagi disusunnya Rekomendasi Rencana Pola Ruang Kota Palu.
Penjelasan mengenai kriteria kriteria penentuan kawasan lindung dan kawasan budidaya di Kota Palu akan dijabarkan
di bawah ini.

Gambar 8.2. Peta Kawasan Rawan Bencana Kota Palu

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
222 223
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

8.1.3.2 KRITERIA KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

A. KAWASAN LINDUNG
Rencana Kawasan Lindung yang dapat diidentifikasi terdiri dari Kawasan Perlindungan terhadap kawasan bawahannya
melalui penetapan Kawasan Hutan Lindung dan Penetapan Kawasan resapan air sebagai implikasi dari Pengurangan
Risiko Bencana Longsor dan Banjir. Adapun kriteria yang dirumuskan untuk penetapan kawasan hutan lindung adalah
SK Menhut Tahun 2014 (lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel).

Selanjutnya adalah Kawasan lindung perlindungan setempat melalui penetapan sempadan pantai dan penetapan
sempadan sungai. Kriteria penetapan sempadan pantai adalah areal hazard tsunami dengan kelas tinggi berdasarkan
analisis pemodelan yang sudah dilakukan oleh tim konsultan dan lebar daratan sepanjang 100 meter dari titik pasang
air laut tertinggi (dasar kriteria penetapan bisa dilihat di tabel). Sedangkan kriteria untuk sempadan sungai adalah
aturan PP No 38 Tahun 2011 tentang sungai, parameter sungai bertanggul dengan panjang sempadan sungai sebesar
3 meter sedangkan sungai tidak bertanggul sepanjang 10 meter.

Kawasan lindung yang ketiga adalah kawasan konservasi melalui penetapan KPA Tahura sebagai implikasi dari PRB
longsor dan banjir, kriterianya berpedoman pada SK. Menhut Tahun 2013. Kawasan lindung keempat adalah Kawasan
Rawan Bencana melalui penetapan Kawasan Rawan bencana gerakan tanah (longsor) sebagai implikasi dari PRB
longsor dan banjir dan penetapan sempadan patahan aktif sebagai implikasi dari PRB gempa bumi. Kriteria dari
kawasan lindung rawan bencana gerakan tanah ini merupakan KRB longsor di luar kawasan hutan lindung.

Kawasan lindung yang kelima adalah Kawasan Lindung Ruang Terbuka Hijau (RTH) Perkotaan, kawasan lindung RTH
perkotaan ini salah satunya merupakan implikasi dari PRB likuifaksi terutama untuk kawasan kawasan yang terkena
dampak seperti Petobo dan Balaroa. Selain itu RTH Perkotaan lainnya juga mempunyai fungsi sebagai PRB longsor
dan PRB Banjir diantaranya adalah hutan kota, penyangga hutan lindung, penyangga tahura, penyangga industry dan
penyangga peternakan atau perkandangan hewan (data mengenai RTH perkotaan lainnya diperoleh dari Perda RTRW
Kota Palu No 16 Tahun 2011).

Tabel 8.5 Kriteria Penentuan Rekomendasi Teknis Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung berbasiskan
Pengurangan Risiko Bencana di Kota Palu
NO KLASIFIKASI POLA RUANG DASAR PENENTUAN KRITERIA IMPLIKASI PRB
KAWASAN LINDUNG
A KAWASAN YANG MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP KAWASAN BAWAHANNYA
1 Penetapan Kawasan Hutan Lindung SK.869/Menhut-II/2014 PRB Longsor dan PRB Banjir
2 Penetapan Kawasan Resapan Air Keppres No 32 Tahun 1990 tentang pengelolaan PRB Longsor dan PRB Banjir
kawasan lindung
B KAWASAN PERLINDUNGAN SETEMPAT
1 penetapan sempadan pantai hazard tsunami tinggi dan buffer 100 meter PRB Tsunami
   
- Keppres No 32 Tahun 1990 tentang Pengelo-
laan Kawasan Lindung
- UU No 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau pulau kecil
- PP No 26 Tahun 2008 tentang RTRWN
2 Penetapan sempadan sungai Aturan PP sungai no 38 tahun 2011 PRB Banjir
 
- sungai bertanggul 3 m
- sungai tidak bertanggul 10 m
C KAWASAN KONSERVASI
1 Penetapan KPA Tahura SK. Menhut PRB Longsor dan PRB Banjir

Gambar 8.3. Peta Kawasan Rawan Bencana Prioritas

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
224 225
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

Adapun tempat evakuasi bencana pada umumnya 2. Kawasan Perlindungan setempat


NO KLASIFIKASI POLA RUANG DASAR PENENTUAN KRITERIA IMPLIKASI PRB
masuk ke dalam kawasan permukiman. Tempat Evakuasi a. Sempadan Pantai
D KAWASAN RAWAN BENCANA ALAM bencana terdapat 2 jenis, yaitu : b. Sempadan Sungai
1 Penetapan Kawasan Rawan Bencana Permen ATR No 1 Tahun 2018 (dalam Lampiran III PRB Gerakan Tanah/Longsor 1. Tempat Evakuasi Sementara (TES) merupakan
Longsor mengenai penyusunan RTRW Kota/Kabupaten)
tempat singgah sementara yang dapat dijangkau 3. Kawasan konservasi
bahwa kawasan rawan gerakan tanah (termasuk
tanah longsor) masuk dalam Kawasan Lindung oleh pengungsi dengan cepat untuk menyelamatkan a. KPA Tahura
Rawan Bencana Alam yang memiliki tingkat ker- diri dari ancaman bencana. Lokasi TES terletak di
awanan dan probabilitas ancaman atau dampak kawasan rawan bencana. TES berfungsi sebagai 4. Kawasan Rawan Bencana
paling tinggi.
ruang penyelamatan diri (escape builiding) dan titik a. Kawasan Rawan gerakan tanah (Longsor)
2 Penetapan Sempadan Patahan Aktif Permen ATR No 1 Tahun 2018 (dalam Lampiran III PRB Gempa bumi kumpul (meeting point) untuk mempermudah proses b. Sempadan Patahan aktif
  mengenai penyusunan RTRW Kota/Kabupaten)  
  bahwa kawasan sempadan patahan aktif masuk   evakuasi ke Tempat Evakuasi Akhir (TEA)
dalam Kawasan Lindung Rawan Bencana Alam 2. Tempat Evakuasi Akhir (TEA) merupakan tempat 5. Kawasan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan
yang memiliki tingkat kerawanan dan probabilitas singgah akhir di zona aman bencana bagi pengungsi
ancaman atau dampak paling tinggi.
karena tidak memungkinkan untuk kembali ke hunian Dari hasil kajian rencana diperoleh luas kawasan lindung
Buffer 30 meter ; mengikuti aturan ZRB (Zona masing-masing. Lokasi TEA dipastikan harus berada di Kota Palu adalah seluas 46.092, 89 Ha, yang terbagi
Rawan Bencana) yang dikeluarkan oleh Kementri-
an ATR 2018. diluar wilayah rawan bencana. TEA biasanya lebih menjadi kawasan perlindungan kawasan bawahannya
luas untuk menampung pengungsi dalam jumlah (kawasan hutan lindung) seluas 19,614.47 Ha, kawasan
E KAWASAN RTH area terdampak likuifaksi di Balaroa dan Petobo PRB Likuifaksi
  yang lebih banyak dan memiliki fasilitas lebih baik perlindungan setempat 1,591.00 Ha, kawasan konservasi
  Eksisting hutan kota (Perda No 16 Tahun 2011) PRB longsor dan banjir dari TES. TEA harus dapat digunakan untuk semua seluas 11,150.93 ha, kawasan rawan bencana seluas
  Eksisting penyangga hutan lindung (Perda No 16 PRB longsor dan banjir jenis ancaman bencana. 11,661.13 ha dan kawasan RTH Perkotaan seluas 2,903.35
  Tahun 2011)
  ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran.
  Eksisting penyangga tahura (Perda No 16 Tahun PRB longsor dan banjir Tabel 8.6 Kriteria Dalam Penentuan Lokasi TES dan TEA
2011) Berdasarkan Jenis Bencana
Eksisting penyangga industry (Perda No 16 Tahun PRB longsor dan banjir NO JENIS BENCANA TES TEA 8.1.3.4 REKOMENDASI TEKNIS KAWASAN
2011) BUDIDAYA
1 Gempa Bumi √
Eksisting penyangga peternakan/perkandangan PRB longsor dan banjir A. Kawasan Budidaya pertampalan (overlay)
hewan (Perda No 16 Tahun 2011) 2 Tsunami √ √
Kawasan budidaya pertampalan ini merupakan delineasi
Sumber : Hasil rencana, 2018 3 Likuifaksi √ kawasan rawan bencana yang tidak termasuk dalam
4 Banjir √ kawasan lindung atau masuk dalam kawasan budidaya.
B. KAWASAN BUDIDAYA Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa
5 Tanah Longsor √
Penetapan kawasan budidaya yang dimaksud adalah arahan pengembangan peruntukan ruang dengan fungsi budidaya kawasan rawan bencana di Kota Palu terbagi menjadi 4
pada kawasan rawan bencana yang tidak mempunyai fungsi lindung dan masih dapat dibudidayakan dengan kriteria kategori yaitu KRB 1, KRB 2, KRB 3 dan KRB 4 dengan
tertentu dengan tetap memberi peluang bagi masyarakat dalam memanfaatkan kawasan tersebut untuk kegiatan 8.1.3.3 REKOMENDASI TEKNIS KAWASAN ketentuan bahwa KRB 1, KRB 2 dan KRB 3 merupakan
budidaya yang sesuai ketentuan. Hal ini berdasarkan substansi yang tercantum dalam Permen ATR No 1 Tahun 2018 LINDUNG kawasan budidaya sedangkan KRB 4 merupakan kawasan
tentang pedoman penyusunan RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota, yang lebih spesifik dalam Lampiran III (tentang lindung. Peta pola ruang ini menjadi dasar acuan dalam
pedoman penyusunan RTRW Kota) halaman 118 yang berbunyi “Untuk kawasan rawan bencana yang tidak ditetapkan penyusunan ketentuan umum peraturan zonasi di Kota
menjadi kawasan lindung, akan ditampalkan (overlay) dengan rencana pola ruang ruang lainnya yang akan tergambarkan Seperti yang diuraikan dalam sub bab sebelumnya bahwa Palu.
dalam peta tersendiri. Peta hasil penampalan (overlay) sebagaimana dimaksud akan memiliki pengaturan tersendiri penentuan kawasan lindung berbasiskan pengurangan
yang menambahkan aturan dasar masing-masing kawasan. Aturan ini akan tercantum dalam ketentuan umum peraturan risiko bencana disusun berdasarkan kriteria kawasan Dokumen ini hanya menyusun rekomendasi teknis
zonasi “. yang memiliki tingkat potensi tinggi terhadap bencana. rencana pola ruang Kota Palu berdasarkan Kawasan
Berdasarkan hasil analisis dan arahan dalam Perda RTRW Rawan Bencana yang sudah dilakukan analisisnya.
Dikarenakan dalam penyusunan dokumen ini, tim konsultan dibatasi oleh KAK yaitu hanya menyusun rekomendasi teknis Kota Palu No 16 Tahun 2011 serta pedoman penyusunan Untuk fungsi fungsi kegiatannya dibuat berdasarkan
untuk kawasan rawan bencana di Kota Palu maka dalam penyusunan kawasan budidayanya (baik untuk skala 1 : 25.000 RTRW Kota Permen ATR No 1 Tahun 2018 dirumuskan rencana pola Ruang RTRW lama, kecuali untuk beberapa
dan skala 1 : 5.000) pola ruang budidaya nya masih menggunakan peta rencana pola ruang Kota Palu yang terdapat untuk Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung di Kota Palu fungsi kegiatan yang disesuaikan berdasarkan kategori
dalam Perda No 16 Tahun 2011. Untuk penyusunan rencana Pola Ruang Kota Palu terbaru selanjutnya akan dilakukan terdiri dari 5 kawasan, yaitu : kawasan rawan bencana. Misalnya kawasan permukiman
oleh tim penyusun Revisi RTRW Kota Palu. Dalam penyusunan rekomendasi teknis pola ruang ini, tim konsultan hanya : 1. Kawasan Perlindungan terhadap Kawasan kepadatan tinggi (R2) terletak dalam KRB 3 dengan
1. Melakukan delineasi kawasan rawan bencana yang masuk ke dalam kawasan budidaya atau kawasan rawan bencana Bawahannya potensi likuifaksi tinggi, maka arahan rekomendasi nya
yang tidak berfungsi lindung (sesuai dengan Permen ATR No 1 Tahun 2018) dan a. Kawasan hutan lindung disesuaikan menjadi permukiman kepadatan rendah (R4).
2. Membuat rekomendasi teknis untuk ruang ruang evakuasi seperti Tempat Evakuasi Sementara (TES), Tempat b. Kawasan Resapan Air Pengaturan penyesuaian fungsi ruang akan dijabarkan
Evakuasi Akhir (TEA, kawasan TEA ini berfungsi juga sebagai tempat pengungsian /hunian sementara - HUNTARA) dalam Ketentuan Umum Peraturan Zonasi.
dan penentuan hunian Tetap (HUNTAP) .

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
226 227
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

B. Ruang Ruang Evakuasi


No Lokasi Kecamatan Keterangan Daya Tampung
1. TES – Tempat Evakuasi Sementara
TES ini khusus diperuntukkan untuk PRB Tsunami dan berlokasi di daerah rawan tsunami. Berdasarkan hasil 16 Besusu Timur Palu Utara 70 keluarga

analisis wilayah pelayanan dalam radius 200 meter, penentuan titik titik TES terbagi menjadi beberapa bentuk 17 Palupi Tatanga 100 keluarga
dan kriteria yaitu : 18 Duyu Tatanga 300 keluarga
a. Eksisting bangunan – kriteria pertama dalam menentukan titik TES adalah bangunan bangunan eksisting 19 Balaroa Palu Barat 300 keluarga
yang masih berdiri (walaupun dalam keadaan rusak dan membutuhkan rehabilitasi) dan memiliki lebih
20 Kabonena Ulu Jadi 100 keluarga
minimal 2 lantai. Dalam analisis teridentifikasi jumlah TES berdasarkan kriteria ini berjumlah 18 unit
b. Rencana vertical shelter – kriteria kedua dalam menentukan titik TES adalah rencana pembangunan vertical 21 Silae Ulu Jadi 200 keluarga

shelter. Vertical Shelter ini direncanakan apabila dalam kawasan rawan tsunami tidak terdapat bangunan 22 Tipo Ulu Jadi 100 keluarga
eksisting yang dapat berfungsi sebagai tempat evakuasi dalam radius 200 meter. Penentuan titik vertical 23 Buluri Ulu Jadi 100 keluarga
shelter juga direncanakan pada ruang ruang yang belum terbangun (tanah kosong) berdasarkan analisis 24 Watusampu Ulu Jadi 100 keluarga
citra. Untuk mendapatkan posisi yang presisi sebaiknya dilengkapi dalam penyusunan Revisi RTRW Kota
Palu dikarenakan dalam masa penyusunan kondisi Kota Palu masih dalam masa tanggap darurat bencana.
3. Lokasi Permukiman Kembali – Resettlement
Berdasarkan hasil analisis jumlah rencana vertical shelter adalah sebanyak 23 unit.
Pemukiman Kembali (resettlement) dalam penanggulangan bencana merupakan upaya relokasi penduduk
c. Escape Hill – Kota Palu secara geografis merupakan sebuah teluk, dengan posisi perbukitan di sebelah
korban bencana alam karena lokasi permukiman eksiting tidak layak dan menimbulkan risiko yang tinggi untuk
timur dan barat. Dikarenakan kondisi geografis di sebelah timur dan barat Kota Palu adalah perbukitan
dijadikan sebagai lokasi permukiman. Pemukiman kembali atau relokasi permukiman dapat dilakukan sebelum
maka arah penyelamatan menuju arah perbukitan (escape hill). Titik titik lokasi escape hill di sebelah barat
terjadi bencana, sesuai dengan kebijakan pengurangan risiko bencana, atau dilakukan pasca bencana karena
ada 6 titik dan sebelah timur ada 1 titik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta rencana pola ruang.
masyarakat tidak dimungkinkan kembali ke permukiman semula.

2. TEA / HUNTARA
Standar lokasi permukiman kembali (resettlement) untuk setiap jenis bencana secara umum memiliki kriteria
TEA (Tempat Evakuasi Akhir) merupakan tempat singgah akhir di zona aman bencana bagi pengungsi karena
yang sama. Dalam penentuan lokasi untuk resettlement tidak hanya mempertimbangkan mempertimbangkan
tidak memungkinkan untuk kembali ke hunian masing-masing. Lokasi TEA dipastikan harus berada diluar
dari kondisi keamanan bencana, namun juga dari analisis kemampuan lahan.
wilayah rawan bencana atau minimal tidak berada di KRB 4 dan KRB 3. Rekomendasi lokasi TEA (HUNTARA) di
Kota Palu adalah sebagai berikut
Setelah kejadian bencana gempa bumi, likuifaksi dan tsunami pada tanggal 29 September 2018, maka prioritas
kawasan untuk dimukimkan kembali adalah :
Tabel 8.7 Lokasi Rekomendasi Lokasi HUNTARA (Hunian Sementara) Kota Palu
1. Permukiman permukiman yang terdampak bencana tsunami yaitu permukiman di sepanjang pantai Teluk
No Lokasi Kecamatan Keterangan Daya Tampung Palu,
1 Pantoloan Boya Tawali 150 keluarga 2. Permukiman yang terdampak bencana likuifaksi yaitu di Petobo dan Balaroa
2 Lambara Tawali 200 keluarga
3 Baiya Tawali 150 keluarga di Stadion Mini Pasar
Baiya dan 300 keluarga di jalan masuk
KEK Palu
4 Panau Tawali 150 keluarga di Lapangan Bina Surya
dan 100 keluargadi Lapangan Pacuan
Kuda Bamba
5 Kayamalue Ngapa Palu Utara 300 keluarga
6 Kayamalue Pajeko Palu Utara 100 keluarga
7 Mamboro Palu Utara 100 keluarga
8 Layan Indah Mantikulore 100 keluarga di depan kantor Lurah
Layana Indah dan 2.000 keluarga di
pertigaan Layana Mamboro
9 Tondo Mantikulore 150 keluarga
10 Talise Mantikulore 550 keluarga
11 Talise Valangguni Mantikulore 150 keluarga
12 Kawatuna Mantikulore 150 keluarga
13 Petobo Palu Selatan 500 keluarga
14 Birobuli Selatan Palu Selatan 150 keluarga
15 Besusu Barat Palu Utara 200 keluarga

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
228 229
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

Gambar 8.5 : Diagram Batang informasi Kepemilikian Lahan Untuk rekomendasi Lokasi
Relokasi
Berdasarkan analisis maka rekomendasi Pola ruang kota palu di tunjukkan pada gambar
di bawah

Gambar 8.4. Peta Rekomendasi Aman Untuk Relokasi

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
230 231
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

8.1.4 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG


8.1.4.1 INDIKASI PROGRAM MITIGASI STRUKTURAL BENCANA

Dalam indikasi program mitigasi struktural bencana akan dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan jenis bencana
yang terdapat di Kota Palu, yaitu :

Tabel 8.8 Tabel indikasi Program Mitigasi Struktural


No Jenis Bencana Mitigasi Struktural
1. Gempa Bumi Penurunan Bahaya : (Belum ada teknologi peredam gempa)
akibat efek PGA
Penurunan Vulnerability :
a. Penerapan Building Code
b. Penguatan struktur beradasarkan bulding code dan nilai PGA dimana bangunan akan di dirikan. (
contoh : penggunaan rangka baja rigid untuk bangunan bertingkat )
c. Pembangunan rumah tahan Gempa (Rumah instan sederhana sehat /risha dan rumah souraja )
Peningkatan Kapasitas :
Bangunan vital, strategis dan mengundang konsentrasi banyak orang, seperti sekolah, pasar,
perkantoran wajib dibangun dengan mengikuti kaidah-kaidah bangunan tahan gempa bumi, ada TES dan
Jalur evakuasi.TEA – bertahan setelah pasca bencana. Dilengkapi Shelter, fasilitas logistic dan jaringan
air bersih sanitasi Listrik,dan sarana medis.
2. Gempa Bumi Penurunan Bahaya : Belum ada teknologi peredam bencana gempa
Sesar
Penurunan Vulnerability :
a. Relokasi yang berada pada zona buffer
b. Penerapan Building Code
Peningkatan Kapasitas :
a. Jalur Evakuasi
b. Ruang Evakuasi (TES - TEA)
3 Tsunami Penurunan Bahaya (menurunkan luasan area tsunami dan ketinggian tsunami yang mencapai darat)
a. Hutan mangrove
b. Sea Dike
Penurunan Vulnerability :
c. Menaikkan bangunan (rumah) jadi 2 tingkat di kategori sedang dan rendah
Peningkatan Kapasitas :
a. EWS – Early Warning Sistem
b. Rambu dan jalur evakuasi tsunami
c. Pembangunan TES (Escape Building, Esacpe Hills)

4. Likuifaksi Penurunan Bahaya : Belum ada teknologi peredam bencana


Penurunan Vulnerability :
a. Kawasan Tinggi: Relokasi, adaptasi dengan penguatan getoeknik.
b. Kawasan Likuifaksi di jadikan kawasan RTH
c. Kawasaan sedang : adaptasi ( struktur di perkuat)
Peningkatan Kapasitas : -
5. Banjir Penurunan Bahaya :
Reboisasi Kawasan Hulu
Penururunan Vulnerability :
a. Pembangunan bangunan pengendali Banjir (seperti tanggul , kolam retensi)
b. Pembuatan Tol air
Peningkatan Kapasitas :Sistem Peringatan dini Banjir
6. Tanah Longsor Penurunan Bahaya : Reboisasi Kawasan hulu
Penurunan Vulnerability :
· Relokasi Kawasan rawan longsor tinggi
· Pembuatan dinding penahan/bronjong
Peningkatan Kapasitas : Sistem Peringatan Dini Longsor
Gambar 8.6. Peta Rekomendasi Pola Ruang Kota Palu (Skala 1:25.000)
Sumber : Hasil rencana , 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
232 233
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

8.1.4.2 INDIKASI PROGRAM MITIGASI NON STRUKTURAL BENCANA No Jenis Bencana Mitigasi Non Struktural
4. Likuifaksi Penurunan Bahaya : -
Program program dalam indikasi program dalam pengurangan risiko bencana Non struktural diantaranya adalah
sebagai berikut : Penurunan Vulnerability : -
Peningkatan Kapasitas :
Tabel 8.9 Tabel indikasi Program Mitigasi Non-Struktural a. Pemasukan kurikulum PRB ke tingkat sekolah mulai dari Sekolah Dasar.
b. Penyebarluasan/sosialisasi Informasi Kebencanaan.
No Jenis Bencana Mitigasi Non Struktural c. Penyusunan Rencana Kontinjensi Bencana Likuifaksi

1. Gempa Bumi PGA Penurunan Bahaya (Belum ada teknologi peredam gempa) 5. Banjir & Banjir Bandnag Penurunan Bahaya : Reboisasi dan penghijauan area Hulu

Penurunan Vulnerability : Penurunan Vulnerability : Penetapan dan perlindungan sempadan sungai


Pengendalian Pemanfaatan Ruang Peningkatan Kapasitas :
Peningkatan Kapasitas : a. Mewujudkan Desa Tangguh bencana
a. Mewujudkan Desa Tangguh bencana b. Edukasi Bencana
b. Memasukan kurikulum PRB ke tingkat sekolah mulai dari Sekolah Dasar. c. Pemasukan kurikulum PRB ke tingkat sekolah mulai dari Sekolah Dasar
c. Penyebarluasan/sosialisasi Informasi Kebencanaan d. Penyebarluasan/sosialisasi Informasi Kebencanaan.
d. Penyusunan Rencana Kontinjensi Bencana Gempa e. Penyusunan Rencana Kontinjensi Bencana Banjir
f. Pusat Pengendali Operasi (Pusdalop) sistem komandi tanggap darurat bencana.
2. Gempa Bumi Sesar Penurunan Bahaya : Belum ada teknologi peredam bencana gempa g. Penyebarluasan/sosialisasi Informasi Kebencanaan
h. Penyusunan Rencana Kontinjensi Bencana Banjir Bandang
Penurunan Vulnerability :
Pengendalian Pemanfaatan Ruang 6. Tanah Longsor Penurunan Bahaya : -
Peningkatan Kapasitas : Penurunan Vulnerability : Pengendalian Pemanfaatan Ruang
a. Edukasi masyarakaat
b. Desa tangguh bencana Peningkatan Kapasitas
c. Peningkatan kapasitas pemerintah (arahan ke masyarakat) a. Penyusunan Peta Kawasan Rawan bencana Detail.
d. Pemasukan kurikulum PRB ke tingkat sekolah mulai dari Sekolah Dasar. b. Penyusunan Rencana Kontinjensi Bencana Longsor
e. Penyebarluasan/sosialisasi Informasi Kebencanaan Sumber : Hasil rencana , 2018
f. Penyusunan Rencana Kontinjensi Bencana Gempa
3 Tsunami Penurunan Bahaya : Penetapan aturan sempadan pantai
Penurunan Vulnerability :
Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Peningkatan Kapasitas :
a. Mewujudkan Desa Tangguh bencana
b. Pencerdasan masyarakat
c. Pemetaan rawan bencana tsunami
d. Sosilisasi rute dan evakuasi lokasi.
e. Melakukan simulasi jika terjadi tsunami
f. Pemasukan kurikulum PRB ke tingkat sekolah mulai dari Sekolah Dasar
g. Penyebarluasan/sosialisasi Informasi Kebencanaan
h. Penyusunan Rencana Kontinjensi Bencana Tsunami

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
234 235
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

Tabel 8.10 Indikasi Program Pengurangan Risiko Bencana Kota Palu Tahun 2019 - 2039
WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI BESARAN I II III IV
PENDANAAN PELAKSANA
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
A PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG                                                
1 Perwujudan Pusat Pusat Kegiatan       Dinas Penataan Ruang                                        
dan Pertanahan
  1.1 PPK II di kawasan aman bencana                                              
  1.2 SPPK I                                              
                                                   
2 Perwujudan Sistem Prasarana Mitigasi     APBD Kota, APBD Dinas Penataan Ruang                                        
Provinsi, APBN dan Pertanahan, Dinas
  2.1 Pembangunan jalur evakuasi dan  
Pekerjaan umum,
ruang evakuasi                                          
Badan Penanggulangan
  - Penyediaan signage arah evakuasi di sempadan Bencana Daerah
pantai                                          
  - Penyusunan Building Code                                            
  2.2 Penyediaan EWS semua lokasi KRB                                          
                                                   
3 Infrastruktur sumberdaya air     APBD Provisi, Dinas Penataan Ruang                                        
APBN dan Pertanahan, Dinas
  2.1 Pembuatan tanggul pantai (PRB sempadan pantai
Pekerjaan umum
Tsunami)                                          
  2.2 Pembangunan tanggul sungai sempadan sungai
(PRB Banjir)                                          
  2.3 Talud Penahan Tebing (PRB  
Longsor)                                          
  2.4 Pembangunan cekdam sebagai  
penahan sedimen (PRB Banjir)                                          
                                                   
B PERWUJUDAN POLA RUANG                                                
1 Kawasan Lindung                                                
  1.1 Kawasan Perlindungan Terhadap Mantikulore, Palu APBD Kota Dinas Penataan Ruang
Kawasan Bawahannya Utara, Tawaeli dan   dan pertanahan, Dinas                                        
Ulujadi Lingkungan Hidup
  1. Penetapan Kawasan Hutan
Lindung                                          
  2. Penetapan Kawasan Resapan Air                                          
  1.2 Kawasan Pelindungan Setempat     APBD Kota, APBD Dinas Penataan Ruang                                        
Provinsi, APBN, dan Pertanahan,
  1. Penetapan sempadan pantai Mantikulore, Palu                                          
Dana LSM Dinas Perumahan dan
Utara, Palu Barat,
Permukiman, Dinas
  - Penanaman Mangrove Tawaeli, Ulujadi,                                          
Lingkungan Hidup,
Palu Timur
  - Penanaman vegetasi pantai Dinas Pekerjaan umum
penahan ombak, cemara laut,
pandan laut                                          
  - Relokasi permukiman di
sempadan pantai                                          
  - Penanaman tata batas
sempadan pantai                                          

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
236 237
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI BESARAN I II III IV
PENDANAAN PELAKSANA
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
  2. Penetapan Sempadan Sungai Mantikulore, Palu   APBD Kota, APBD Dinas Penataan Ruang                                        
Utara, Palu Barat, Provinsi, Dana dan Pertanahan,
  - Penetapan tata batas Palu Timur, Palu LSM Dinas Perumahan dan
sempadan sungai Selatan, Tawaeli,   Permukiman, Dinas                                        
Ulujadi, Tatanga Lingkungan Hidup,
  - Relokasi permukiman di
Dinas Pekerjaan umum
sempadan sungai                                          
  - Penanaman vegetasi sekitar
sempadan sungai                                          
                                                 
  1.3 Kawasan Konservasi       Dinas Penataan Ruang                                        
  Penetapan KPA Tahura Mantikulore                                            
  1.4 Kawasan Rawan Bencana     APBD Kota, APBD Dinas Penataan Ruang                                        
Provinsi dan Pertanahan,
  1. Kawasan Rawan Bencana Longsor Mantikulore, Palu
Dinas Perumahan dan
Utara, Tawaeli,
Permukiman, Dinas
Ulujadi                                          
Pekerjaan Umum, Dinas
  - Reboisasi dan penanaman   Sosial
vegetasi di area hulu                                          
  - Relokasi permukiman di  
kawasan lindung KRB Longsor                                          
  2. Kawasan Sempadan Patahan Mantikulore, Palu APBD Provinsi, Dinas Petanaan Ruang
Aktif Utara, Palu Barat, APBN dan Pertanahan,
Palu Selatan, Dinas Perumahan dan
Ulujadi , Tatanga   Permukiman, Dinas                                        
  - Relokasi permukiman yang Sosial
berada dalam radius 30 meter
garis patahan aktif                                          
  1.5 Kawasan Ruang Terbuka Hijau   APBD Kota, APBD
Perkotaan   Provinsi dan APBN                                        
  1. Penetapan kawasan ruang petobo balaroa
terbuka hijau di area terdampak
likuifaksi   Dinas Penataan Ruang                                        
dan pertanahan,
  2. Relokasi permukiman pada lokasi Petobo, Balaroa
Dinas Perumahan dan
terkena dampak likuifaksi                                          
Permukiman, Dinas
  3. Pembangunan museum ruang Petobo, Balaroa Pekerjaan Umum,
pengingat bencana likuifaksi Dinas Sosial, Dinas
  Lingkungan Hidup                                        
2 Kawasan Budidaya                                                
  2.1 Kawasan Hutan Produksi                                                
  Kawasan Hutan Produksi Terbatas                                                
  2.2 Kawasan Permukiman                                                
  1. Tempat Evakuasi Bencana Area KRB   APBD Kota , APBD Badan Penanggulangan                                        
Provinsi Bencana Daerah, Dinas
  - Penetapan kawasan TES                                          
Pekerjaan Umum
  - Penetapan Kawasan TEA                                          
  2. Kawasan Rawan Bencana Kawasan Rawan APBD Kota Dinas Perumahan dan
Tsunami yang tidak berada di tsunami sedang Permukiman
area lindung dan rendah                                          
  - Penguatan struktur bangunan
(bangunan dua lantai)                                          

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
238 239
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

WAKTU PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI BESARAN I II III IV
PENDANAAN PELAKSANA
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
  3. Kawasan Rawan Bencana Gempa KRB Gempa Tinggi APBD Kota Dinas Perumahan dan
Tinggi   Permukiman                                        
  - Penguatan struktur bangunan                                          
  4. Kawasan Rawan Bencana Gempa KRB Gempa APBD Kota Dinas Perumahan dan
sedang Sedang   Permukiman                                        
  - Penguatan struktur bangunan                                          
  5. Kawasan Rawan Bencana KRB Likuifaksi APBD Kota Dinas Perumahan dan
Likuifaksi Tinggi Tinggi   Permukiman                                        
  - Pembebasan lahan di lokasi
likuifaksi tinggi                                          
  6. Kawasan Rawan Bencana KRB Likuifaksi APBD Kota Dinas Perumahan dan
Likuifaksi sedang sedang   Permukiman                                        
  - Pengutan struktur bangunan                                          
  7. Kawasan Rawan Banjir KRB Bnajir   APBD Kota Dinas Perumahan dan                                        
Permukiman
  - Penguatan struktur bangunan
(bangunan 2 lantai)                                          
  8. Kawasan Perumahan                                                
  2.3 Kawasan Peruntukkan Lainnya                                                

8.1.5 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KAWASAN LINDUNG DAN c. Pembatasan jumlah pemanfaatan. Jika pemanfaatan yang diusulkan telah ada, masih mampu melayani, dan
belum memerlukan tambahan (contoh, dalam sebuah kawasan perumahan yang telah cukup jumlah masjidnya
KAWASAN BUDIDAYA DI KOTA PALU tidak diperkenankan membangun masjid baru), maka pemanfaatan tersebut tidak boleh diizinkan, atau
diizinkan dengan pertimbangan-pertimbangan khusus.
Ketentuan umum peraturan zonasi adalah penjabaran secara umum ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang d. Pengenaan aturan-aturan tambahan seperti disinsentif, keharusan menyediakan analisis dampak lalulintas,
persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya. Ketentuan umum peraturan zonasi berfungsi sebagai dan sebagainya.
dasar pemberian izin pemanfaatan ruang dan dasar pelaksanaan pengawasan pemanfaatan ruang. Peraturan zonasi
(Zoning Regulation) merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang 2. Pemanfaatan Bersyarat (B)
disusun untuk setiap pola pemanfaatan ruang sesuai rencana tata ruang. Peraturan zonasi berisi ketentuan yang boleh, Jika sebuah pemanfaatan ruang memiliki tanda “B” atau merupakan pemanfaatan bersyarat, berarti untuk
boleh dengan syarat, dan tidak boleh dilaksanakan dalam sebuah klasifikasi penggunaan lahan. mendapatkan ijin diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Persyaratan ini diperlukan mengingat pemanfaatan
tersebut memiliki dampak yang besar bagi lingkungan sekitarnya. Persyaratan ini antara lain :
Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan menunjukkan boleh tidaknya suatu sistem kegiatan dikembangkan dalam a. Penyusunan dokumen AMDAL.
sebuah klasifikasi penggunaan lahan. Jika terdapat sebuah penggunaan yang belum tercantum dalam kategori maupun b. Penyusunan Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL).
sub kategori penggunaan ruang, maka izin untuk penggunaan tersebut ditentukan menggunakan ketentuan yang c. Penyusunan Analisis Dampak Lalu Lintas (ANDALIN).
berlaku. Jika penggunaan tersebut diperbolehkan, maka penggunaan baru tersebut dapat ditambahkan pada kategori d. Mengenakan biaya dampak pembangunan (development impact fee), dan atau aturan disinsentif lainnya.
dan atau sub kategori melalui ketentuan yang berlaku. Aturan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Penentuan klasifikasi (I, T, B, atau X) untuk aturan kegiatan dan penggunaan lahan pada suatu zonasi didasarkan pada
1. Pemanfaatan Terbatas (T) pertimbangan, sebagai berikut:
Pemanfaatan ruang ditetapkan dengan tanda “T” atau merupakan pemanfaatan yang terbatas, berarti penggunaan 1. Umum, berlaku untuk semua jenis penggunaan lahan
ruang tersebut dapat diijinkan namun dengan diberlakukan pembatasan-pembatasan, seperti : a. Kesesuaian dengan arahan dalam rencana tata ruang kabupaten/kota.
a. Pembatasan pengoperasian. Baik dalam bentuk pembatasan waktu pengoperasian suatu pemanfaatan ataupun b. Keseimbangan antara kawasan lindung dan budidaya dalam suatu wilayah.
pembatasan jangka waktu pemanfaatan ruang tersebut untuk kegiatan yang diusulkan. c. Kelestarian lingkungan (perlindungan dan pengawasan terhadap pemanfaatan air, udara dan ruang bawah
b. Pembatasan intensitas ruang. Baik KDB, KLB, KDH, jarak bebas, ataupun ketinggian bangunan. Pembatasan ini tanah).
dilakukan oleh pemerintah kabupaten dengan menurunkan nilai maksimum atau meninggikan nilai minimum d. Toleransi terhadap tingkat gangguan dan dampak terhadap peruntukkan yang ditetapkan.
dari intensitas ruang. e. Kesesuaian dengan kebijakan pemerintah kabupaten di luar rencana tata ruang yang ada.
f. Tidak merugikan golongan masyarakat, terutama golongan sosial-ekonomi lemah, dsb.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
240 241
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

2. Khusus, berlaku untuk masing-masing karakteristik guna lahan, kegiatan, atau komponen yang akan dibangun, REKOMENDASI TEKNIS KAWASAN RAWAN BENCANA
dapat disusun berdasarkan: RENCANA POLA RUANG
KRB 4 KRB 3 KRB 2 KRB 1
a. Rujukan terhadap ketentuan-ketentuan maupun standar-standar yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang.
b. Rujukan terhadap ketentuan dalam peraturan bangunan setempat. e. Membangun hutan,
parit, lereng dan
c. Rujukan terhadap ketentuan khusus bagi unsur bangunan/komponen yang dikembangkan (misalnya: pompa
berm yang didesain
bensin, Base Transceiver Station (BTS), dan lain-lain). secara khusus dapat
memperlambat dan
Ketentuan peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana di Kota Palu adalah sebagai berikut : menahan debris
akibat gelombang
f. Intensitas
Tabel 8.11 Arahan Ketentuan Umum Peraturan Zonasi di Kota Palu
pemanfaatan ruang
REKOMENDASI TEKNIS KAWASAN RAWAN BENCANA untuk luas kawasan
RENCANA POLA RUANG yang ditanami
KRB 4 KRB 3 KRB 2 KRB 1 tanaman adalah 90
KAWASAN LINDUNG – 100 %
Pada daerah yang
1. Kawasan Perlindungan sudah terbangun :
Kawasan Bawahannya
a. Menetapkan
a. Kawasan Hutan Dilarang untuk semua kawasan rawan
Lindung jenis kegiatan bencana tsunami
b. Kawasan Resapan Air Dilarang utuk semua tinggi sebagai
jenis kegiatan kawasan sempadan
pantai yang
2. Kawasan Perlindungan kegiatannya diatur
Setempat dalam KUPZ ini.
a. Kawasan Sempadan Pada daerah yang b. Bangunan yang
Pantai belum terbangun : sudah ada harus
a. Dilarang untuk direkonstruksi
kegiatan budidaya, dengan tiang atau
seperti permukiman, panggung yang
perdagangan dan diperkuat (*) di atas
jasa dan industry elevasi genangan
tsunami;
b. Mengembangkan
kawasan sempadan b. Kawasan Sempadan a. dilarang untuk
pantai sebagai Sungai kegiatan budidaya,
kawasan penyangga seperti permukiman,
dan penurunan fasilitas umum
bahaya ancaman dan fasilitas sosial,
bencana tsunami, perdagangan dan
contohnya dengan jasa dan industry
membangun wisata b. diijinkan terbatas
hutan mangrove, untuk kegiatan
RTH atau sabuk wisata dengan
hijau perlindungan peraturan sangat
tsunami ketat dan tidak
c. Diijinkan terbatas merubah bentang
untuk kegiatan alam.
wisata alam tanpa 3. Kawasan Konservasi
merubah bentang
alamnya KPA Tahura Diizinkan terbatas
untuk kegiatan wisata
d. Diijinkan untuk
dengan peratturan
pembangunan
sangat ketat dan tidak
sarana dan
merubah bentang alam
prasarana
penunjang sistem
evakuasi bencana.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
242 243
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

REKOMENDASI TEKNIS KAWASAN RAWAN BENCANA REKOMENDASI TEKNIS KAWASAN RAWAN BENCANA
RENCANA POLA RUANG RENCANA POLA RUANG
KRB 4 KRB 3 KRB 2 KRB 1 KRB 4 KRB 3 KRB 2 KRB 1
4. Kawasan Rawan d. Rekayasa
Bencana konstruksi (physical
engineering) melalui
a. Kawasan rawan Pada daerah yang
pembuatan lereng
gerakan tanah belum terbangun :
menjadi landai
a. Pembatasan melalui penyesuaian
pengembangan kelerengan agar
kawasan perkotaan aliran drainase lebih
dan pusat-pusat lancar;
pengembangan
e. Pengembangan
di daerah yang
bio engineering
memiliki tingkat
(pengaturan
kerawanan tanah
tutupan lahan atau
longsor (gerakan
vegetasi)
tanah) tinggi;
f. Mengembangkan
b. Pengembangan
sistem peringatan
kebijakan disinsentif
dini pada daerah
pada kawasan rawan
rawan gerakan
gerakan tanah tinggi
tanah tinggi dan
untuk pembatasi
menengah
pengembangan;
Pada kawasan yang
c. Mengembangkan
tidak layak/berbahaya
wilayah penyangga
untuk dihuni :
(bufferzone) antara
wilayah rawan a. Relokasi dan
longsor dengan pemukiman kembali
wilayah yang akan (resettlement)
dikembangkan kawasan
sebagai kawasan permukiman
peruntukan (kawasan
pertanian dengan terbangun) ke
komoditi yang tempat yang
mampu menjaga aman terhadap
stabilitas lereng; bahaya longsor dan
mengikuti kaidah
Pada kawasan yang
penentuan lokasi
sudah terbangun
pada kawasan
a. Pembatasan permukiman/
intensitas ruang terbangun baru.
dan pengendalian
b. Pemindahan lokasi
pembangunan
fasilitas umum dan
baru di kawasan
publik yang berada
permukiman/
di kawasan rawan
terbangun yang
longsor ke wilayah
berada di daerah
yang aman;
rawan gerakan
tanah tinggi;
b. Pelarangan
pembangunan jalan
yang memotong
bukit secara tegak
lurus
c. Rehabilitasi dan
reboisasi lahan
kritis;

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
244 245
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

REKOMENDASI TEKNIS KAWASAN RAWAN BENCANA REKOMENDASI TEKNIS KAWASAN RAWAN BENCANA
RENCANA POLA RUANG RENCANA POLA RUANG
KRB 4 KRB 3 KRB 2 KRB 1 KRB 4 KRB 3 KRB 2 KRB 1
b. Kawasan sempadan Pada Kawasan yang c. Relokasi
patahan aktif belum terbangun permukiman dan
resettlement
a. Menetapkan wilayah
permukiman yang
yang dilalui sesar
terkena dampak
aktif menjadi
dipindahkan ke
kawasan lindung
tempat yang dinilai
sempadan sesar
aman dari bencana
dengan lebar 0 –
likuifaksi
30 meter.
d. Pembangunan
b. Dilarang untuk
sarana prasarana
kegiatan budidaya
penunjang kegiatan
seperti permukiman,
permukiman di
fasilitas umum
lokasi relokasi.
dan fasilitas sosial,
perdagangan dan KAWASAN BUDIDAYA
jasa, industry,
dan kantor 1. Kawasan Pertanian a. Diizinkan terbatas a. Diizinkan terbatas a. Diizinkan terbatas
pemerintahan di untuk bangunan untuk bangunan untuk bangunan
wilayah yang dilalui pendukung kegiatan pendukung kegiatan pendukung kegiatan
sesar aktif pertanian pertanian pertanian

Pada Kawasan yang b. Pembatasan b. Pembatasan b. Pembatasan


sudah terbangun : koefisien wilayah koefisien wilayah koefisien wilayah
terbangun maksimal terbangun maksimal terbangun maksimal
a. Merelokasi 5% 5% 5%
bangunan yang
berada di sempadan c. Pembatasan c. Pembatasan
sesar dengan aturan kegiatan pertanian kegiatan pertanian
lebar sempadan sawah dan pertanian sawah dan pertanian
sesar di kawasan yang membutuhkan yang membutuhkan
perkotaan antara banyak air sebesar banyak air sebesar
0 – 30 meter 20 % dari luas 20 % dari luas
kawasan kawasan
b. Pemanfaatan
ruangnya hanya d. Penerapan sistem d. Penerapan sistem
dapat digunakan terasiring untuk terasiring untuk
sebagai Ruang pertanian sawah pertanian sawah
Terbuka Hijau 3. Kawasan Perikanan Untuk budidaya Untuk budidaya Untuk budidaya
Perkotaan tambak garam dibatasi tambak garam dibatasi tambak garam dibatasi
5. RTH Perkotaan pengembangannya pengembangannya pengembangannya
dan sedapat mungkin dan sedapat mungkin dan sedapat mungkin
a. Kawasan Terdampak a. Menetapkan memakai metode memakai metode memakai metode
likuifaksi kawasan KRB polikultur dengan polikultur dengan polikultur dengan
likuifaksi tinggi tanaman mangrove. tanaman mangrove. tanaman mangrove.
sebagai kawasan
lindung ruang Diizinkan untuk
terbuka hijau pengembangan
perkotaan budidaya perikanan

b. Melarang semua 4. Kawasan Peruntukkan Dilarang untuk Dilarang untuk Diizinkan terbatas
kegiatan yang Industri mengembangkan mengembangkan untuk kegiatan
bersifat budidaya kawasan industry kawasan industry industry namun
kecuali untuk berat, kimia, nuklir berat, kimia, nuklir dengan syarat industry
kegiatan pariwisata/ dan industry lainnya dan industry lainnya sedang dan kecil dan
monument yang akan memberikan yang akan memberikan bukan industry berat
peringatan dengan dampak buruk bagi dampak buruk bagi berdampak buruk bagi
intensitas sangat lingkungan. lingkungan. lingkunganlingkungan
rendah.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
246 247
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

REKOMENDASI TEKNIS KAWASAN RAWAN BENCANA REKOMENDASI TEKNIS KAWASAN RAWAN BENCANA
RENCANA POLA RUANG RENCANA POLA RUANG
KRB 4 KRB 3 KRB 2 KRB 1 KRB 4 KRB 3 KRB 2 KRB 1
5. Kawasan Pariwisata Diizinkan dengan Diizinkan dengan Diizinkan untuk e. Pengendalian
syarat dan ketentuan syarat dan ketentuan kegiatan pariwisata sangat ketat untuk
yang ketat, jenis yang ketat, jenis pemanfaatan ruang
pariwisata yang pariwisata yang perumahan yang
dikembangkan adalah dikembangkan adalah sudah terbangun
pariwisata sosio pariwisata sosio dan melarang untuk
kultural dan pariwisata kultural dan pariwisata kegiatan baru yang
dengan intensitas dengan intensitas sifatnya vital
pemanfaatan ruang pemanfaatan ruang
b. kawasan perdagangan & Tidak diprioritaskan a. Untuk Kegiatan perdagangan
rendah rendah
jasa dan perkantoran; mengembangkan pembangunan baru dan perkantoran
6. Kawasan Permukiman kawasan di kawasan rawan dengan syarat
perdagangan, tsunami dan banjir kepadatan
a. kawasan perumahan; jasa dan disyaratkan jumlah bangunan
perkantoran di lantai minimal 2 sedang (KDB
a. Pembangunan a. Untuk Diizinkan untuk
KRB ini lantai 50-60; KLB 100-
baru pada kawasan pembangunan pembangunan baru
150).
rawan tsunami infrastrukttur vital di dengan intensitas a.
sedang dibatasi kawasan perumahan sedang. Pembangunan
untuk bangunan > 3 kepadatan rendah baru harus
lantai yang bisa juga maupun sedang disertai
berfugsi sebagai dapat dibangun persyaratan
vertical shelter secara setempat konstruksi tahan
dengan orientasi setempat pada gempa dan
bangunan tegak tapak lokasi terpilih memperhatikan
lurus pantai. yang mengacu pada peta mikrozonasi
hasil penyelidikan
e. kawasan pendidikan; Tidak diprioritaskan a. Untuk pembangunan a. Untuk pembangunan
rinci amplifikasi,
geologi teknik dan untuk pembangunan baru di kawasan rawan baru di kawasan rawan
ruang pendidikan di tsunami dan banjir tsunami dan banjir
likuifaksi serta
KRB ini disyaratkan jumlah disyaratkan jumlah
memenuhi syarat
lantai minimal 2 lantai lantai minimal 2 lantai
bangunan gempa
b. di kawasan tsunami b. Untuk b. Pembangunan b. Pembangunan
sedang dapat pembangunan baru baru harus disertai baru harus disertai
dikembangkan di kawasan rawan persyaratan konstruksi persyaratan konstruksi
tempat evakuasi tsunami dan banjir tahan gempa dan tahan gempa dan
sementara (TES) disyaratkan jumlah memperhatikan peta memperhatikan peta
berikut jalur jalur lantai minimal 2 mikrozonasi mikrozonasi
evakuasi lantai f. kawasan kesehatan; Tidak di prioritaskan a. Untuk pembangunan
c. Pembatasan c. Pembangunan untuk pembangunan baru di kawasan rawan
perumahan dengan baru harus disertai ruang kesehatan di tsunami dan banjir
arahan intensitas persyaratan KRB ini disyaratkan jumlah
kepadatan rendah konstruksi tahan lantai minimal 2 lantai
pada kawasan gempa dan b. Pembangunan
tsunami sedang dan memperhatikan baru harus disertai
likuifaksi tinggi peta mikrozonasi persyaratan konstruksi
tahan gempa dan
d. Untuk kawasan yang
belum terbangun memperhatikan peta
dan terletak dalam mikrozonasi
kawasan rawan g. kawasan olahraga; Diizinkan terbatas Diizinkan terbatas diizinkan
likuifaksi inggi,
kawasan rawan h. kawasan transportasi; Tidak diprioritaskan Diizinkan dengan Diizinkan
gerakan tanah untuk membangunan persyaratan sangat
sedang diarahkan sarana dan prasarana ketat
untuk kegiatan transportasi vital di
budidaya non KRB ini
lindung seperti
kehutanan,
pertanian dan
perkebunan dengan
jenis tanaman yang
tidak membutuhkan
banyak air.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
248 249
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

REKOMENDASI TEKNIS KAWASAN RAWAN BENCANA dijadikan acuan dan dokumen RDTR penggantinya belum ditimbulkan. Sebagai dasar perumusan tujuan lainnya,
RENCANA POLA RUANG disusun, maka untuk rekomendasi teknis dalam skala 1 : di bawah ini akan diuraikan mengenai potensi dan
KRB 4 KRB 3 KRB 2 KRB 1
5.000 tetap menggunakan kawasan prioritas yang sudah permasalahan yang ada di kawasan prioritas, yaitu :
k. tempat evakuasi Diizinkan dan dibatasi Diizinkan dan dibatasi Dapat dipergunakan ditetapkan. Kawasan prioritas masuk dalam 3 BWP yaitu :
bencana; untuk bangunan tinggi untuk bangunan tinggi untuk tempat evakuasi
1. BWP 1 Kecamatan Palu Barat dan Kecamatan Ulujadi Tabel 8.13 Potensi dan Permasalahan di Kawasan
(> 3 lantai) yang (> 3 lantai) yang akhir (TEA) / HUNTAP
dapat berperan multi dapat berperan multi 2. BWP 2 Kecamatan Palu Selatan dan Kecamatan Prioritas Kota Palu
fungsi sebagai Tempat fungsi sebagai Tempat Tatanga Potensi Permasalahan
Evakuasi Vertikal Evakuasi Vertikal 3. BWP 3 Kecamatan Palu Timur dan Kecamatan
Tsunami dengan Tsunami dengan 1. Terdapat 4 sungai besar Bidang Konservasi alam :
orientasi tegak lurus orientasi tegak lurus Mantikulore yang harus diperhatikan 1. Perlu adanya pembatasan
terhadap garis pantai. terhadap garis pantai. untuk menjaga kelestarian wilayah pertambangan
Tabel 8.12 Delineasi BWP di Kota Palu lingkungan yaitu Sungai untuk mengendalikan
Mengembangkan Mengembangkan
Uenumpu, Sungai Amalak, perkembangan kegiatan
kawasan evakuasi kawasan evakuasi
No BWP Wilayah Cakupan Sungai Wera,dan Sungai pertambangan yang masif.
pada ruang terbuka pada ruang terbuka
Ngolo. 2. Daerah Bantaran sungai
hijau maupun non hijau maupun non 1 BWP 1 Kecamatan Palu Barat dan Kecamatan
2. Terdapat Spot wisata di perlu mendapatkan
hijau sebagai tempat hijau sebagai tempat Ulujadi
watusampu. Terdapat perhatian khusus untuk
berkumpul masyarakat berkumpul masyarakat
2 BWP 2 Kecamatan Palu Selatan dan Kecamatan kubur keramat di pinggir perencanaan.
ketika ada bencana ketika ada bencana
Ulujadi laut (zona perlindungan 3. Maraknya pembangunan
(melting point) (melting point)
setempat) Ruko di Kawasan Pesisir.
3 BWP 3 Kecamatan Palu Timur dan Kecamatan
l. kawasan sektor informal. Dilarang Dilarang Diizinkan dengan Diziinkan terbatas Mantikulore 3. Terdapat 11 sumber mata 4. Sepanjang pesisir pantai
mengembangkan mengembangkan persyaratak ketat, dan air yang bisa dikelola merupakan daerah rawan
segala bentuk kegiatan segala bentuk kegiatan harus mendapat izin pemerintah Kota Palu bencana tsunami tinggi.
sector informal sector informal dari dinas terkait agar tidak dikuasi oleh 5. Masalah yang paling
Sumber : Hasil Rencana 2018 perorangan atau swasta. dominan adalah banjir
4. Pemandangan Teluk Palu akibat dari tersumbatnya
8.2.1 REKOMENDASI TEKNIS yang spektakuler. drainase oleh sampah.
PENYEMPURNAAN RDTR DI 6. Sebagian besar wilayah
merupakan kawasan
KAWASAN PRIORITAS
8.2 Rekomendasi Penyempurnaan RDTR yang mempunyai tingkat
kerawanan likuifaksi tinggi

Kota Palu dari Aspek Mitigasi Bencana


dan sedang
8.2.1.1 TUJUAN PENATAAN KAWASAN 7. Dilalui oleh sesar aktif
PRIORITAS 8. Merupakan kawasan

(Skala 1:5.000) A. Dasar Perumusan


dengan tingkat kerawanan
gempa tinggi dan sedang

Kejadian bencana gempabumi dan tsunami yang terjadi


Sumber : Hasil Analisis, 2018
pada tanggal 29 September 2018 di Donggala dan Kota
Berdasarkan hasil analisis kebencanaan dan kesepakatan 3. RDTR Kota Palu Bagian Selatan – Kecamatan Palu
Palu memberikan dampak yang signifikan terutama untuk
diantara stakeholders pada proses FGD tahap 1, maka Selatan, sebagian Kecamatan Tatanga dan sebagian
kawasan pesisir pantai Teluk Palu, banyak bangunan
kawasan prioritas yang disepakati menjadi kawasan yang Kecamatan Mantikulore. B. Penetapan Tujuan Kawasan Prioritas
hancur diakibatkan bencana ini, selain itu bencana ini
di detailkan pada skala 1 : 5.000 merupakan kawasan 4. RDTR Kota Palu Bagian Timur – Kecamatan Palu Dalam merumuskan tujuan penataan ruang kawasan
juga banyak memakan korban jiwa . Hal ini ditengarai
yang terdiri dari 4 RDTR yang sudah disusun walaupun Timur : Kel. Besusu Tengah dan Kel. Besusu Timur prioritas untuk skala RDTR maka direkomendasikan
pula oleh tidak diindahkannya aturan aturan tata ruang
belum disahkan menjadi dokumen peraturan daerah dan dan Kecamatan Mantikulore : Kel. Lasoani, Kel. untuk memasukkan unsur kebencanan didalamnya.
mengenai kawasan lindung di sepanjang kawasan pesisir.
masih terbuka untuk penyempurnaan. Kawasan prioritas Poboya dan Kel. Talise
Kawasan pesisir yang seharusnya menjadi kawasan
yang sudah disusun terdiri dari sebagian kecamatan Tabel 8.14 Rekomendasi Penetapan Tujuan Kawasan
lindung perlindungan setempat menjadi kawasan
Ulujadi, Kecamatan Palu Barat, Kecamatan Tatanga, Dalam perjalanan penyusunan dokumen ini, selain Prioritas
tempat berkumpulnya masa. Banyak kaidah-kaidah tata
Kecamatan Palu Timur, Kecamatan Palu Selatan, dan dikarenakan terjadinya bencana gempa bumi, tsunami dan KOMPONEN REKOMENDASI KETERANGAN
ruang yang diabaikan, padahal seharusnya tata ruang
sebagian Kecamatan Mantikulore. likuifaksi yang terjadi pada tanggal 29 September 2018 RENCANA PENYEMPURNAAN
bisa menjadi sebuah instrument mitigasi non struktural TATA RUANG
serta kondisi darurat penanganan pasca bencana maka
yang dapat melindungi atau mereduksi kerugian yang Tujuan Mewujudkan Substansi mitigasi
Adapun cakupan wilayah administrasi yang termasuk banyak hal yang harus disesuaikan termasuk rencana
diakibatkannya. Penataan Kawasan Perkotaan kebencanaan
dalam masing masing RDTR akan diuraikan di bawah ini : tata ruangnya. Berdasarkan informasi diketahui bahwa Ruang Terpadu dan harus dimasukkan
1. RDTR Kota Palu Bagian Tengah Barat – sebagian Kota Palu akan dibagi menjadi 4 BWP dan pembagian Berkelanjutan sebagai salah satu
Berdasarkan catatan sejarah Teluk Palu merupakan
Kecamatan Ulujadi, sebagian Kecamatan Palu Barat, 4 BWP ini akan menjadi dasar dalam penyusunan RDTR yang berwawasan dasar penyusunan
kawasan yang sering mengalami kejadian tsunami mitigasi bencana tujuan penataan
dan sebagian Kecamatan Tatanga baru di masing masing BWP. Adapun perubahan BWP ini
berulang, yang mungkin akan terjadi pula di masa dan konservasi ruang
2. RDTR Kota Palu Kawasan Teluk - sebagian mempengaruhi proses penyusunan Rekomendasi teknis alam.
yang akan datang. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah
Kecamatan Ulujadi, sebagian Kecamatan Palu Barat Penyempurnaan RDTR dari Aspek Mitigasi bencana. Sumber : Hasil Rencana, 2018
aturan tata ruang yang dapat memitigasi bencana
dan sebagian Kecamatan Palu Timur. Karena dokumen RDTR yang sudah ada tidak dapat
tersebut sehingga dapat meminimalisasi kerugian yang

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
250 251
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

8.2.1.2 RENCANA STRUKTUR RUANG


Komponen pengurangan risiko bencana pada muatan rencana struktur ruang dilakukan dengan mempertimbangkan
konsep rencana yang telah dipilih. Hal ini ditujukan untuk memperoleh: Pembatasan dan pengendalian struktur
ruang berdasarkan kriteria kelayakan struktur ruang pada KRB; dan Penyediaan sistem prasarana pengurangan risiko
bencana dan penyediaan jalur evakuasi bencana

Substansi yang harus dimuat dalam penyusunan rencana struktur ruang adalah :
1. Rencana Sistem Jaringan Prasarana Pengurangan Risiko Bencana
2. Rencana jalur evakuasi bencana

A. Sistem Jaringan Prasarana Pengurangan Risiko Bencana


Seperti yang diarahkan dalam draft pedoman penataan ruang berbasiskan mitigasi bencana bahwa sistem jaringan
prasarana pengurangan risiko merupakan jaringan prasarana yang dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
bencana yang ada di kawasan itu. Seperti diketahui bahwa jenis bencana yang terdapat di kawasan ini adalah ini adalah
Gempa sesar, tsunami dan Likuifaksi. Untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana di atas maka sistem
jaringan mitigasi struktural yang harus dibangun adalah sebagai berikut :

Tabel 8.15 Rencana Sistem Prasarana Mitigasi struktural di Kawasan Prioritas


No Jenis Bencana Jaringan Prasarana Mitigasi Struktural
1. Gempa sesar Penerapan Building Code untuk bangunan tahan gempa
Gempa PGA
2. Likuifaksi Pembangunan Tempat Evakuasi Bencana di luar kawasan yang berpotensi
likuifaksi tinggi
3. Tsunami - TES dan jalur evakuasi bencana
- Sea dike/ Tanggul pantai di Teluk Palu
- Penanaman vegetasi di sempadan pantai, vegetasi yang dibudidayakan bisa
berupa mangrove, cemara laut, pandan laut dll
- Rambu dan jalur evakuasi
- Jaringan Early Warning Sistem
Sumber : Rencana. 2018

B. Penyediaan Jalur Evakuasi Bencana


Penyediaan jalur evakuasi bencana yang dimaksud adalah upaya mengurangi risiko bencana dari segi peningkatan
kapasitas. Penyediaaan jalur evakuasi bencana ini dikembangkan berdasarkan jenis ancaman bahayanya. Seperti
persyaratan yang terdapat dalam buku draft pedoman penataan ruang berbasiskan mitigasi bencana, syarat akan
pembangunan jalur evakuasi akan meliputi hal hal di bawah ini.

Tabel 8. 16 Syarat Penyediaan Jalur Evakuasi Berdasarkan Jenis Ancaman Bencana


No Jenis Bencana Jalur evakuasi
1 Gempa bumi Dapat dilalui pejalan kaki
2 Tsunami - Bentuk jalur evakuasi berbentuk tegak lurus dan menjauhi garis pantai
- Jalur evakuasi terhubung dengan TES
- Jalur evakuasi dapat mempergunakan jalan raya atau jalan jalan alternative lainnya
- Disarankan jalur evakuasi formal dipergunakan pada awal adanya peringatan dini tsunami,
karena jalan ini berfungsi juga sebagai alur air gelombang tsunami.
3 Likuifaksi Identifikasi kawasan yang memiliki struktur tanah yang keras, dan sekurang kurangnya dapat dilalui
oleh pejalan kaki

Peta rekomendasi stukktur ruang dengan informasi jaringan prasarana mitigasi di kawasan prioritas, seperti jalur
evakuasi, tanggul pantai, titik titik penempatan Early Warning Sistem, ditunjukkan pada gambar di bawah. Gambar 8.7. Peta Rekomendasi Struktur Ruang RDTR Kota Palu

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
252 253
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

8.2.1.3 RENCANA POLA RUANG - Tempat Evakuasi Akhir (TEA) adalah tempat A. Penetapan Kawasan Lindung Rawan Bencana
singgah akhir di zona aman bencana bagi Jenis ancaman yang terdapat di kawasan prioritas adalah gempa bumi sesar, banjir dan banjir bandang, gerakan tanah/
Rumusan substansi pengurangan risiko bencana pada pengungsi karena tidak memungkinkan longsor, likuifaksi dan tsunami. Kawasan rawan bencana gempa bumi, dibagi menjadi dua yaitu kawasan rawan bencana
muatan rencana pola ruang, diwujudkan melalui: untuk kembali ke hunian masing-masing. gempa bumi berdasarkan garis sesar dan gempa bumi berdasarkan PGA. Untuk kawasan rawan bencana gempa bumi
1. Penetapan kawasan lindung rawan bencana; Lokasi TEA dipastikan harus berada diluar berdasarkan garis sesar dijadikan kawasan lindung dengan lebar kiri kanan 30 meter, dan dilarang untuk semua
Kawasan lindung rawan bencana yang dimaksud wilayah rawan bencana. TEA biasanya lebih kegiatan budidaya. Sedangkan untuk kawasan rawan gempa bumi berdasarkan PGA dengan skala tinggi tidak termasuk
adalah kawasan rawan bencana yang mempunyai luas untuk menampung pengungsi dalam dalam kawasan lindung, kawasan ini masuk dalam kawasan pertampalan dengan kawasan budidaya dan diatur dengan
tingkat kerawanan dan probabilitas ancaman bahaya jumlah yang lebih banyak dan memiliki ketat pengaturan ruang di dalamnya.
atau dampak akibat bencana paling tinggi sehingga fasilitas lebih baik dari TES. TEA harus dapat
perlu ditetapkan menjadi kawasan lindung. Kawasan digunakan untuk semua jenis ancaman Kawasan lindung yang merupakan implikasi dari PRB likuifaksi adalah Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan. Kawasan
lindung rawan bencana prinsipnya overlay zone tidak bencana. yang terkena dampak likuifaksi adalah Balaroa dan Petobo. Kawasan yang terkena dampak bencana likuifaksi ini
diperbolehkan untuk hunian diarahkan menjadi ruang terbuka hijau perkotaan, dan dilarang untuk kegiatan budidaya. Permukiman masyarakat yang
b. Hunian Sementara (Huntara) terkena dampak akan di relokasi ke tempat yang lebih aman. Syarat dan proses relokasi akan diatur oleh pemerintah
2. Penetapan kawasan budidaya; Hunian sementara merupakan tempat yang kemudian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Penetapan kawasan budidaya yang dimaksud adalah ditetapkan sebagai tempat bermukim sementara
arahan pengembangan peruntukan ruang dengan (tempat pengungsian) masyarakat/ warga atau Tabel 8.17 Arahan Kriteria Zona Lindung di Kawasan Prioritas Kota Palu
fungsi budidaya pada kawasan rawan bencana yang tempat menunggu sampai tahap rekonstruksi
tidak mempunyai fungsi lindung dan masih dapat dan rehabilitasi selesai. Kriteria dalam No Jenis Ancaman Bencana Zona Lindung Kode
dibudidayakan dengan kriteria tertentu dengan membangun hunian sementara yang sesuai
yaitu Jumlah Pengungsi; Kemampuan Lahan; 1 Gempa Bumi sesar sempadan patahan aktif; lebar sempadan patahan aktif 30 SPA*
tetap memberi peluang bagi masyarakat dalam meter kiri kanan
memanfaatkan kawasan tersebut untuk kegiatan Ketersediaan Infrastruktur di Lahan yang akan
budidaya yang sesuai ketentuan. Dibangun Hunian; Bentuk Lokasi; Aksesibilitas; 2 Likuifaksi Ruang Terbuka Hijau (RTH Perkotaan) RTH
Sistem Hunian Sementara (temporary shelters) 3 Tsunami Sempadan Pantai SP
3. Penetapan alokasi ruang evakuasi, hunian sementara dibagi kedalam 3 subsistem yaitu: perumahan 4 Banjir Sempadan sungai SS
(huntara), dan lokasi permukiman kembali (relokasi) sementara, elemen sosial sementara, fasilitas/
Sumber : Hasil Rencana, 2018
a. Ruang Evakuasi Bencana sarana prasarana pendukung pelayanan
*) : kodifikasi untuk sempadan patahan aktif belum ada nomenklaturnya dalam Permen ATR No 16 Tahun 2018, untuk sementara
Penetapan alokasi ruang evakuasi, hunian sementara
menggunakan SPA
sementara (huntara), dan lokasi permukiman
kembali (relokasi) yang dimaksud adalah upaya Kriteria penyediaan hunian sementara harus
mengurangi risiko bencana, khusus dari segi memenuhi faktor faktor di bawah ini :
B. Penetapan Kawasan Budidaya
peningkatan komponen kapasitas. Berdasarkan - berada pada zona aman bencana dan dalam
Seperti yang tercantum dalam buku draft pedoman penataan ruang berbasiskan mitigasi bencana alam bahwa
kegunaan dan jenis bencana yang dihadapi, zona yang diperuntukkan bagi permukiman,
penetapan kawasan budidaya dimaksudkan sebagai arahan pengembangan peruntukan ruang dengan fungsi budidaya
ruang evakuasi dalam hal ini juga terdiri dari 2 - memenuhi standar pelayanan minimal dan
pada kawasan rawan bencana yang tidak mempunyai fungsi lindung dan masih dapat dibudidayakan dengan kriteria
jenis, yaitu: kenyamanan bagi pengungsi,
tertentu dengan tetap memberi peluang bagi masyarakat dalam memanfaatkan kawasan tersebut untuk kegiatan
- TES (Tempat Evakuasi Sementara) ini - memenuhi kebutuhan dukungan mental bagi
budidaya yang sesuai ketentuan. Dasar yang dijadikan sebagai kawasan budidaya yang dimaksud adalah peta multi
merupakan tempat singgah sementara yang pengungsi,
rawan bencana yang sudah disepakati.
dapat dijangkau oleh pengungsi dengan cepat - memenuhi standar dari berbagai fungsi
untuk menyelamatkan diri dari ancaman fasilitas/ruang yang diperlukan,
bencana. Lokasi TES terletak di kawasan - pengelolaan ruang berdasarkan fungsi
rawan bencana. TES berfungsi ruang evakuasi sebelum direncanakan (preplanned
bencana berfungsi sebagai ruang yang functions),
diperuntukkan untuk menampung penduduk - mempertimbangkan faktor lokal dan
yang sedang menghindari ancaman bencana. lingkungan,
Sebagai ruang penyelamatan diri (escape - mempertimbangkan ruang yang jika
builiding) dan titik kumpul (meeting point) memungkinkan bersifat multifungsi,
untuk mempermudah proses evakuasi ke - menciptakan kecenderungan untuk kembali
Tempat Evakuasi Akhir (TEA) ke hunian permanen, dan
- mempertimbangkan prinsip pembangunan
berkelanjutan.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
254 255
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

Tabel 8.18 Zona Budidaya di Kawasan Prioritas BWP 1


BWP Luas (m2) Luas (ha)
Sub BWP
Total Luas m2 Total Luas (ha)
Blok KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Pola Ruang
I 5,946,535.90 8,954,163.91 10,232,250.18 112,772.93 25,245,722.92 594.65 895.42 1,023.23 11.28 2,524.57
I-A 800,397.06 1,134,672.11 892,869.97 80,828.63 2,908,767.77 80.04 113.47 89.29 8.08 290.88

I-A-1 32,796.33 603,644.96 605,698.29 70,124.88 1,312,264.46 3.28 60.36 60.57 7.01 131.23

Badan Jalan Arteri 290.54 23,960.27 24,250.81 0.03 2.40 2.43


Badan Jalan Kolektor 12,331.47 8,544.24 9,477.00 30,352.70 1.23 0.85 0.95 3.04
Badan Jalan Lain 74.40 11,288.25 20,924.03 23,784.13 56,070.81 0.01 1.13 2.09 2.38 5.61

Badan Jalan Lokal 1,772.52 15,237.83 22,353.56 12,903.49 52,267.40 0.18 1.52 2.24 1.29 5.23

Perdagangan dan Jasa (Deret) 859.84 66,287.99 3,223.90 70,371.74 0.09 6.63 0.32 7.04

Perdagangan dan Jasa (Kopel) 27,656.60 140,004.74 89,598.05 257,259.39 2.77 14.00 8.96 25.73
Rumah Kepadatan Rendah 12,070.55 2,845.44 14,916.00 1.21 0.28 1.49
Rumah Kepadatan Sedang 0.45 138,821.04 88,676.86 227,498.35 0.00 13.88 8.87 22.75
Rumah Kepadatan Tinggi 143,522.93 328,340.84 471,863.77 14.35 32.83 47.19

Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan) 2,432.52 61,119.53 5,985.39 69,537.44 0.24 6.11 0.60 6.95
Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan) 2,630.48 3,416.77 6,047.25 0.26 0.34 0.60
Sarana Pelayanan Umum (Sosial Budaya) 330.14 24,727.69 25,057.83 0.03 2.47 2.51

Sarana Pelayanan Umum (Tempat Olahraga) 6,770.98 6,770.98 0.68 0.68

I-A-2 767,600.73 531,027.16 287,171.68 10,703.74 1,596,503.31 76.76 53.10 28.72 1.07 159.65

Badan Jalan Kolektor 2,082.39 2,082.39 0.21 0.21

Badan Jalan Lain 17,781.54 11,504.68 4,813.41 6,532.77 40,632.40 1.78 1.15 0.48 0.65 4.06

Badan Jalan Lokal 15,381.49 20,753.33 5,581.33 4,170.97 45,887.13 1.54 2.08 0.56 0.42 4.59

Perdagangan dan Jasa (Deret) 1,882.48 208,407.54 10,407.41 220,697.43 0.19 20.84 1.04 22.07

Perdagangan dan Jasa (Kopel) 73,357.81 80,177.36 66,316.79 219,851.96 7.34 8.02 6.63 21.99

Perkantoran (Pemerintahan) 6,488.71 5,212.74 11,701.45 0.65 0.52 1.17

Rumah Kepadatan Sedang 613,025.54 165,097.13 115,650.27 893,772.95 61.30 16.51 11.57 89.38

Rumah Kepadatan Tinggi 14,626.25 70,714.48 85,340.73 1.46 7.07 8.53

Sarana Pelayanan Umum (Kesehatan) 2,650.57 2,650.57 0.27 0.27

Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan) 7,554.97 7,554.97 0.76 0.76

Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan) 39,683.16 20,515.16 6,133.03 66,331.35 3.97 2.05 0.61 6.63

I-B 100,038.11 1,281,977.26 1,849,152.37 14,064.20 3,245,231.94 10.00 128.20 184.92 1.41 324.52

I-B-1 72,530.51 604,772.09 688,657.59 12,439.37 1,378,399.56 7.25 60.48 68.87 1.24 137.84

Badan Jalan Lain 327.95 8,166.87 25,367.08 3,504.46 37,366.36 0.03 0.82 2.54 0.35 3.74

Badan Jalan Lokal 3,339.15 4,597.87 25,965.05 8,934.92 42,836.99 0.33 0.46 2.60 0.89 4.28

Perdagangan dan Jasa (Deret) 44,878.44 16,046.50 191,419.62 252,344.55 4.49 1.60 19.14 25.23

Perdagangan dan Jasa (Kopel) 92,886.90 61,268.28 154,155.18 9.29 6.13 15.42

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
256 257
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

BWP Luas (m2) Luas (ha)


Sub BWP
Total Luas m2 Total Luas (ha)
Blok KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Pola Ruang
Perkantoran (Pemerintahan) 17,481.37 48,798.44 66,279.80 1.75 4.88 6.63

Rumah Kepadatan Rendah 58,603.31 124,196.17 182,799.48 5.86 12.42 18.28

Rumah Kepadatan Sedang 23,271.35 349,841.27 184,378.09 557,490.71 2.33 34.98 18.44 55.75

Rumah Kepadatan Tinggi 25,581.89 25,581.89 2.56 2.56

Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan) 713.62 344.06 987.09 2,044.77 0.07 0.03 0.10 0.20

Sarana Pelayanan Umum (Tempat Olahraga) 56,803.94 695.88 57,499.82 5.68 0.07 5.75

I-B-2 27,507.60 480,033.40 764,556.05 1,624.83 1,273,721.88 2.75 48.00 76.46 0.16 127.37

Badan Jalan Kolektor 3,172.65 2,368.69 5,541.35 0.32 0.24 0.55

Badan Jalan Lain 29.81 4,464.51 3,727.15 8,221.47 0.00 0.45 0.37 0.82

Badan Jalan Lokal 2,277.81 16,356.73 30,103.11 1,624.83 50,362.48 0.23 1.64 3.01 0.16 5.04

Perdagangan dan Jasa (Deret) 126,622.20 452,053.63 578,675.83 12.66 45.21 57.87

Perdagangan dan Jasa (Kopel) 511.23 8,036.41 14,860.37 23,408.02 0.05 0.80 1.49 2.34

Perkantoran (Pemerintahan) 2,057.80 2,057.80 0.21 0.21

Perumahan dan Perdaganga/Jasa 6,904.92 6,904.92 0.69 0.69

Ruang Terbuka Non Hijau 64,178.10 34,259.24 98,437.34 6.42 3.43 9.84

Rumah Kepadatan Sedang 1,629.50 76,945.51 78,575.01 0.16 7.69 7.86

Rumah Kepadatan Tinggi 20,778.34 243,827.18 60,714.11 325,319.63 2.08 24.38 6.07 32.53

Sarana Pelayanan Umum (Kesehatan) 1,358.12 56,021.78 57,379.90 0.14 5.60 5.74

Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan) 3,910.41 6,217.27 26,597.54 36,725.21 0.39 0.62 2.66 3.67

Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan) 713.35 713.35 0.07 0.07

Sarana Pelayanan Umum (Sosial Budaya) 1,399.59 1,399.59 0.14 0.14

I-B-3 197,171.77 395,938.72 593,110.50 19.72 39.59 59.31

Badan Jalan Kolektor 3,639.46 2,156.69 5,796.15 0.36 0.22 0.58

Badan Jalan Lain 1,261.76 10,560.37 11,822.14 0.13 1.06 1.18

Badan Jalan Lokal 5,096.33 8,158.17 13,254.50 0.51 0.82 1.33

Perdagangan dan Jasa (Deret) 145,065.51 173,274.47 318,339.97 14.51 17.33 31.83

Rumah Kepadatan Tinggi 33,509.94 197,896.44 231,406.38 3.35 19.79 23.14

Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan) 8,598.77 2,491.20 11,089.98 0.86 0.25 1.11

Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan) 1,401.38 1,401.38 0.14 0.14

I-C 2,495,330.57 1,811,684.64 2,861,978.47 9,806.19 7,178,799.87 249.53 181.17 286.20 0.98 717.88

I-C-1 1,095,821.24 230,823.24 303,729.07 824.39 1,631,197.94 109.58 23.08 30.37 0.08 163.12

Badan Jalan Arteri 1,830.25 4,992.24 6,822.49 0.18 0.50 0.68

Badan Jalan Lain 36,871.48 6,151.78 3,955.74 824.39 47,803.39 3.69 0.62 0.40 0.08 4.78

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
258 259
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

BWP Luas (m2) Luas (ha)


Sub BWP
Total Luas m2 Total Luas (ha)
Blok KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Pola Ruang
Badan Jalan Lokal 427.80 2,082.83 1,653.57 4,164.20 0.04 0.21 0.17 0.42

Kawasan Khusus (Pertahanan dan Kea- 32,559.90 8,685.38 2,486.53 43,731.81 3.26 0.87 0.25 4.37
manan)
Perdagangan dan Jasa (Kopel) 74,146.88 601.81 13,386.88 88,135.57 7.41 0.06 1.34 8.81

Rumah Kepadatan Rendah 240,439.37 8,362.96 39,910.49 288,712.82 24.04 0.84 3.99 28.87

Rumah Kepadatan Sedang 544,784.34 198,019.37 237,343.61 980,147.33 54.48 19.80 23.73 98.01

Rumah Kepadatan Tinggi 166,591.48 5,088.86 171,680.33 16.66 0.51 17.17

I-C-2 214,574.16 739,179.52 2,138,193.93 8,981.79 3,100,929.40 21.46 73.92 213.82 0.90 310.09

Badan Jalan Lain 4,136.72 10,713.14 14,286.10 8,981.79 38,117.76 0.41 1.07 1.43 0.90 3.81

Perdagangan dan Jasa (Kopel) 48,116.38 86,083.61 29,409.52 163,609.51 4.81 8.61 2.94 16.36

Perdagangan dan Jasa (Tunggal) 22,828.70 22,828.70 2.28 2.28

Pertanian 153,312.68 452,749.18 2,010,785.53 2,616,847.39 15.33 45.27 201.08 261.68

Rumah Kepadatan Rendah 72,970.84 31,592.70 104,563.54 7.30 3.16 10.46

Rumah Kepadatan Sedang 9,008.38 93,834.04 52,120.08 154,962.49 0.90 9.38 5.21 15.50

I-C-3 1,184,935.18 841,681.89 420,055.47 2,446,672.53 118.49 84.17 42.01 244.67

Badan Jalan Lain 49,960.41 29,864.97 15,599.12 95,424.50 5.00 2.99 1.56 9.54

Badan Jalan Lokal 6,326.07 3,437.74 3,129.88 12,893.69 0.63 0.34 0.31 1.29

Perdagangan dan Jasa (Kopel) 281,998.03 78,530.27 10,771.62 371,299.93 28.20 7.85 1.08 37.13

Rumah Kepadatan Rendah 401,408.86 252,973.50 229,652.33 884,034.69 40.14 25.30 22.97 88.40

Rumah Kepadatan Sedang 445,241.80 476,875.40 160,902.51 1,083,019.72 44.52 47.69 16.09 108.30

I-D 2,550,770.15 4,725,829.90 4,628,249.38 8,073.92 11,912,923.35 255.08 472.58 462.82 0.81 1,191.29

I-D-1 752,666.56 555,406.55 755.21 1,308,828.32 75.27 55.54 0.08 130.88

Badan Jalan Lain 3,009.46 7,110.82 755.21 10,875.49 0.30 0.71 0.08 1.09

Pertanian 749,657.10 548,295.73 1,297,952.83 74.97 54.83 129.80

I-D-2 25,151.61 959,258.67 383,569.45 1,367,979.73 2.52 95.93 38.36 136.80

Badan Jalan Arteri 186.00 6,217.60 7,282.36 13,685.96 0.02 0.62 0.73 1.37

Badan Jalan Lain 523.18 11,351.88 10,479.94 22,355.01 0.05 1.14 1.05 2.24

Perdagangan dan Jasa (Kopel) 7,062.83 414,907.04 117,968.80 539,938.67 0.71 41.49 11.80 53.99

Rumah Kepadatan Rendah 17,379.59 520,390.46 247,838.35 785,608.41 1.74 52.04 24.78 78.56

Titik Evakuasi Sementara 6,391.68 6,391.68 0.64 0.64

I-D-3 399,207.90 1,913,415.42 1,894,703.26 366.35 4,207,692.92 39.92 191.34 189.47 0.04 420.77

Badan Jalan Lain 1,226.69 1,123.95 6,197.80 366.35 8,914.79 0.12 0.11 0.62 0.04 0.89

Pertanian 397,981.21 1,912,291.47 1,888,505.45 4,198,778.14 39.80 191.23 188.85 419.88

I-D-4 937,928.86 556,506.14 309,789.93 3,330.65 1,807,555.57 93.79 55.65 30.98 0.33 180.76

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
260 261
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

BWP Luas (m2) Luas (ha)


Sub BWP
Total Luas m2 Total Luas (ha)
Blok KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Pola Ruang
Badan Jalan Arteri 3,845.48 9,167.62 6,994.79 2,579.86 22,587.75 0.38 0.92 0.70 0.26 2.26

Badan Jalan Lain 12,420.24 6,298.00 6,453.74 750.79 25,922.78 1.24 0.63 0.65 0.08 2.59

Perdagangan dan Jasa (Kopel) 256,674.76 265,219.78 148,060.89 669,955.42 25.67 26.52 14.81 67.00

Pertanian 8.00 8.00 0.00 0.00

Rumah Kepadatan Rendah 664,988.38 263,520.22 148,280.51 1,076,789.11 66.50 26.35 14.83 107.68

Tempat Evakuasi Sementara 12,292.52 12,292.52 1.23 1.23

I-D-5 29,442.26 694,688.62 1,436.02 725,566.89 2.94 69.47 0.14 72.56

Badan Jalan Lain 209.57 2,175.01 1,436.02 3,820.60 0.02 0.22 0.14 0.38

Pertanian 29,232.68 692,513.60 721,746.29 2.92 69.25 72.17

I-D-6 1,188,481.79 514,540.86 790,091.57 2,185.69 2,495,299.92 118.85 51.45 79.01 0.22 249.53

Badan Jalan Arteri 913.78 766.55 7,453.17 868.68 10,002.18 0.09 0.08 0.75 0.09 1.00

Badan Jalan Lain 11,982.13 5,623.82 7,175.94 1,317.01 26,098.90 1.20 0.56 0.72 0.13 2.61

Badan Jalan Lokal 82.27 961.61 1,043.88 0.01 0.10 0.10

Perdagangan dan Jasa (Kopel) 87,561.51 37,275.87 22,800.30 147,637.68 8.76 3.73 2.28 14.76

Perdagangan dan Jasa (Tunggal) 55,513.33 17,678.11 73,191.44 5.55 1.77 7.32

Pertanian 2,841.69 2,841.69 0.28 0.28

Rumah Kepadatan Rendah 921,353.73 450,582.80 693,434.91 2,065,371.44 92.14 45.06 69.34 206.54

Rumah Kepadatan Sedang 96,224.77 2,531.45 55,423.94 154,180.16 9.62 0.25 5.54 15.42

Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan) 14,932.54 14,932.54 1.49 1.49


Sumber : Hasil Rencana, 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
262 263
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

Gambar 8.4. Rekomendasi Pola Ruang BWP I


Sumber: Analisis Konsultan, 2018
Catt: Peta Sub BWP dan Peta Blok dapat dilihat pada halaman lampiran

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
264 265
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

Tabel 8.19 Arahan Rencana Pola Ruang BWP 2


BWP Luas (m2) Total Luas m2 Luas (ha) Total Luas (ha)
Sub BWP KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Blok
Pola Ruang
II 1,821,317.67 16,464,804.52 14,635,408.38 4,871.74 32,976,402.32 182.13 1,646.48 1,463.54 5.49 3,297.64

II-A 1,628,699.34 4,503,056.97 7,547,532.18 44,241.11 13,723,529.59 162.87 450.31 754.75 4.42 1,372.35

II-A-1 324,533.01 532,479.42 992,218.26 1,033.52 1,850,264.22 32.45 53.25 99.22 0.10 185.03
Badan Jalan Lain 1,033.60 1,068.06 1,793.13 1,033.52 4,928.31 0.10 0.11 0.18 0.10 0.49

Badan Jalan Lokal 1,737.71 255.72 114.21   2,107.64 0.17 0.03 0.01   0.21

Pertanian 321,761.70 530,870.36 989,948.75   1,842,580.82 32.18 53.09 98.99   184.26

Rumah Kepadatan Rendah   285.28 362.17   647.45   0.03 0.04   0.06


II-A-10   148,760.97 387,292.43   536,053.40   14.88 38.73   53.61

Badan Jalan Kolektor   369.30 1,561.80   1,931.11   0.04 0.16   0.19

Badan Jalan Lain   1,718.25 9,057.95   10,776.20   0.17 0.91   1.08

Badan Jalan Lokal   4,412.85 8,186.89   12,599.74   0.44 0.82   1.26

Perdagangan dan Jasa (Deret)   78,467.50 116,365.70   194,833.20   7.85 11.64   19.48

Perdagangan dan Jasa (Kopel)   4,886.91 1,376.08   6,262.99   0.49 0.14   0.63

Rumah Kepadatan Tinggi   54,298.26 220,906.82   275,205.08   5.43 22.09   27.52

Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan)   744.40 29,365.72   30,110.12   0.07 2.94   3.01

Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan)   3,863.50 471.46   4,334.96   0.39 0.05   0.43

II-A-11   127,578.36 248,377.47   375,955.84   12.76 24.84   37.60

Badan Jalan Kolektor   402.21 669.60   1,071.81   0.04 0.07   0.11

Badan Jalan Lain   3,988.40 2,543.87   6,532.27   0.40 0.25   0.65

Badan Jalan Lokal   1,507.53 6,810.80   8,318.33   0.15 0.68   0.83

Perdagangan dan Jasa (Deret)   84,652.73 169,497.95   254,150.69   8.47 16.95   25.42

Rumah Kepadatan Tinggi   37,027.50 68,855.25   105,882.75   3.70 6.89   10.59

II-A-12 179,567.56 332,923.23 435,155.37 5,188.28 952,834.44 17.96 33.29 43.52 0.52 95.28

Badan Jalan Kolektor 1,125.58 1,894.14 2,588.21 319.53 5,927.45 0.11 0.19 0.26 0.03 0.59

Badan Jalan Lain 4,591.69 4,853.11 8,880.14 2,523.55 20,848.49 0.46 0.49 0.89 0.25 2.08

Badan Jalan Lokal   3,804.72 5,034.62 2,345.20 11,184.54   0.38 0.50 0.23 1.12

Perdagangan dan Jasa (Deret) 33,265.34 57,373.95 47,923.73   138,563.02 3.33 5.74 4.79   13.86

Rumah Kepadatan Sedang 140,584.96 264,997.31 370,728.67   776,310.93 14.06 26.50 37.07   77.63

II-A-13   171.45 612,854.22 2,158.45 615,184.13   0.02 61.29 0.22 61.52

Badan Jalan Kolektor   112.94 3,899.75 304.53 4,317.21   0.01 0.39 0.03 0.43

Badan Jalan Lain     11,958.56   11,958.56     1.20   1.20

Badan Jalan Lokal   58.51 10,260.92 1,853.93 12,173.35   0.01 1.03 0.19 1.22

Rumah Kepadatan Rendah     55,752.70   55,752.70     5.58   5.58

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
266 267
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

BWP Luas (m2) Total Luas m2 Luas (ha) Total Luas (ha)
Sub BWP KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Blok
Pola Ruang
Rumah Kepadatan Sedang     383,150.94   383,150.94     38.32   38.32

Rumah Kepadatan Tinggi     134,228.74   134,228.74     13.42   13.42


Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan)     9,028.57   9,028.57     0.90   0.90

Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan)     4,574.05   4,574.05     0.46   0.46

II-A-14     1,016,455.24 1,605.10 1,018,060.34     101.65 0.16 101.81

Badan Jalan Lain     12,632.05 650.82 13,282.87     1.26 0.07 1.33

Badan Jalan Lokal     13,741.73 954.28 14,696.01     1.37 0.10 1.47

Perdagangan dan Jasa (Deret)     53,656.27   53,656.27     5.37   5.37

Rumah Kepadatan Rendah     932,132.30   932,132.30     93.21   93.21

Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan)     4,292.88   4,292.88     0.43   0.43

II-A-2 318,532.36 571,809.02 49,923.36   940,264.75 31.85 57.18 4.99   94.03

Badan Jalan Lain 6,566.92 9,334.04 475.34   16,376.31 0.66 0.93 0.05   1.64

Badan Jalan Lokal 1,219.54 951.76 2,372.23   4,543.54 0.12 0.10 0.24   0.45

Perdagangan dan Jasa (Kopel) 133,328.25 159,637.40     292,965.64 13.33 15.96     29.30

Pertanian 44,496.08 36.70 28.83   44,561.61 4.45 0.00 0.00   4.46

Rumah Kepadatan Rendah 132,921.57 117,600.81 2,157.13   252,679.51 13.29 11.76 0.22   25.27

Rumah Kepadatan Sedang   282,246.06 44,889.83   327,135.89   28.22 4.49   32.71

Sarana Pelayanan Umum (Tempat Olahraga)   2,002.25     2,002.25   0.20     0.20

II-A-3 298,315.07 529,166.45 670,443.81 1,453.95 1,499,379.29 29.83 52.92 67.04 0.15 149.94

Badan Jalan Kolektor   82.11 1,721.12   1,803.23   0.01 0.17   0.18

Badan Jalan Lain 3,083.74 8,718.58 7,307.10 1,453.95 20,563.38 0.31 0.87 0.73 0.15 2.06

Badan Jalan Lokal 3,257.68 4,377.18 4,133.82   11,768.68 0.33 0.44 0.41   1.18

Perdagangan dan Jasa (Kopel) 87,259.06 29,297.89     116,556.95 8.73 2.93     11.66

Rumah Kepadatan Rendah 198,505.61 432,816.88 632,496.49   1,263,818.98 19.85 43.28 63.25   126.38

Sarana Pelayanan Umum (Tempat Olahraga) 6,208.97 53,873.80 24,785.28   84,868.06 0.62 5.39 2.48   8.49

II-A-4 64,669.52 225,975.75 1,172,876.20 8,575.03 1,472,096.50 6.47 22.60 117.29 0.86 147.21

Badan Jalan Kolektor     3,740.41 623.38 4,363.79     0.37 0.06 0.44

Badan Jalan Lain 1,508.49 3,031.37 42,936.12 7,951.65 55,427.64 0.15 0.30 4.29 0.80 5.54

Badan Jalan Lokal 357.65 4,963.51 9,459.83   14,781.00 0.04 0.50 0.95   1.48

Kawasan Khusus (Pertahanan dan Kea-     1,041.60   1,041.60     0.10   0.10


manan)
Rumah Kepadatan Rendah   2,651.28 87,205.43   89,856.70   0.27 8.72   8.99

Rumah Kepadatan Sedang 62,803.37 215,329.58 643,736.16   921,869.11 6.28 21.53 64.37   92.19

Rumah Kepadatan Tinggi     376,537.85   376,537.85     37.65   37.65

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
268 269
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

BWP Luas (m2) Total Luas m2 Luas (ha) Total Luas (ha)
Sub BWP KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Blok
Pola Ruang
Sarana Pelayanan Umum (Kesehatan)     1,978.11   1,978.11     0.20   0.20
Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan)     3,505.87   3,505.87     0.35   0.35

Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan)     2,734.83   2,734.83     0.27   0.27

II-A-5 103.57 222,819.43 548,557.69 23,392.43 794,873.12 0.01 22.28 54.86 2.34 79.49

Badan Jalan Kolektor   1,847.10 2,856.76 398.87 5,102.74   0.18 0.29 0.04 0.51

Badan Jalan Lain   7,604.62 22,066.93 22,993.56 52,665.11   0.76 2.21 2.30 5.27

Badan Jalan Lokal   9.82 9.67   19.48   0.00 0.00   0.00

Perdagangan dan Jasa (Deret)     18,219.47   18,219.47     1.82   1.82

Rumah Kepadatan Rendah   2,882.17 44,494.99   47,377.16   0.29 4.45   4.74

Rumah Kepadatan Sedang 103.57 197,389.13 419,713.97   617,206.67 0.01 19.74 41.97   61.72

Rumah Kepadatan Tinggi   13,086.59 37,461.97   50,548.56   1.31 3.75   5.05

Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan)     3,733.94   3,733.94     0.37   0.37

II-A-6 399,957.28 511,465.74 71,192.40 834.34 983,449.75 40.00 51.15 7.12 0.08 98.34

Badan Jalan Kolektor 315.25 5,279.34 2,551.75 725.11 8,871.45 0.03 0.53 0.26 0.07 0.89

Badan Jalan Lain 28,497.00 27,294.81 2,799.57 109.23 58,700.62 2.85 2.73 0.28 0.01 5.87

Badan Jalan Lokal 4,724.85 4,885.51 826.14   10,436.49 0.47 0.49 0.08   1.04

Perdagangan dan Jasa (Deret) 16,672.15 100,840.90 17,723.83   135,236.88 1.67 10.08 1.77   13.52

Rumah Kepadatan Tinggi 349,720.57 371,120.76 47,291.11   768,132.44 34.97 37.11 4.73   76.81

Sarana Pelayanan Umum (Kesehatan) 27.45 2,044.42     2,071.87 0.00 0.20     0.21

II-A-7 2,155.79 191,993.73 222,453.88   416,603.41 0.22 19.20 22.25   41.66

Badan Jalan Kolektor   536.81 661.47   1,198.29   0.05 0.07   0.12

Badan Jalan Lain 25.55 6,874.61 4,310.81   11,210.97 0.00 0.69 0.43   1.12

Badan Jalan Lokal   1,050.73 8,102.86   9,153.58   0.11 0.81   0.92

Perdagangan dan Jasa (Deret)   10,990.09 6,967.24   17,957.33   1.10 0.70   1.80

Rumah Kepadatan Rendah 387.10 13,558.54 55,331.74   69,277.39 0.04 1.36 5.53   6.93

Rumah Kepadatan Sedang   56,658.05 123,406.25   180,064.30   5.67 12.34   18.01

Rumah Kepadatan Tinggi 1,743.14 102,324.90 23,673.52   127,741.56 0.17 10.23 2.37   12.77
II-A-8 2,729.94 535,855.85 399,825.77   938,411.55 0.27 53.59 39.98   93.84

Badan Jalan Kolektor 298.21 3,942.09 1,827.87   6,068.16 0.03 0.39 0.18   0.61

Badan Jalan Lain   15,876.65 10,390.15   26,266.80   1.59 1.04   2.63

Badan Jalan Lokal   7,109.52 5,765.93   12,875.45   0.71 0.58   1.29

Kawasan Khusus (Pertahanan dan Kea-   340.49     340.49   0.03     0.03


manan)
Perdagangan dan Jasa (Deret) 2,431.73 105,758.81 24,294.64   132,485.18 0.24 10.58 2.43   13.25

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
270 271
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

BWP Luas (m2) Total Luas m2 Luas (ha) Total Luas (ha)
Sub BWP KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Blok
Pola Ruang
Rumah Kepadatan Sedang   136,792.60 170,452.55   307,245.15   13.68 17.05   30.72

Rumah Kepadatan Tinggi   239,502.67 187,094.63   426,597.30   23.95 18.71   42.66

Sarana Pelayanan Umum (Kesehatan)   1,031.57     1,031.57   0.10     0.10

Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan)   22,916.21     22,916.21   2.29     2.29

Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan)   2,585.23     2,585.23   0.26     0.26

II-A-9 38,135.24 572,057.57 719,906.05   1,330,098.86 3.81 57.21 71.99   133.01

Badan Jalan Kolektor 1,111.58 1,924.11 1,579.22   4,614.91 0.11 0.19 0.16   0.46

Badan Jalan Lain 44.35 10,609.47 9,698.94   20,352.75 0.00 1.06 0.97   2.04

Badan Jalan Lokal 547.97 8,128.72 11,637.50   20,314.19 0.05 0.81 1.16   2.03

Perdagangan dan Jasa (Deret) 13,203.57 122,378.61 63,123.87   198,706.05 1.32 12.24 6.31   19.87

Perkantoran (Pemerintahan) 13,594.85       13,594.85 1.36       1.36

Rumah Kepadatan Sedang 9,632.92 429,016.67 633,866.52   1,072,516.11 0.96 42.90 63.39   107.25

II-B 158.20 5,065,752.98 1,011,551.97   6,077,463.16 0.02 506.58 101.16   607.75

II-B-1   228,708.73 405,284.06   633,992.79   22.87 40.53   63.40

Badan Jalan Kolektor   5,183.61 2,591.39   7,775.00   0.52 0.26   0.78

Badan Jalan Lain   11,986.31 14,292.56   26,278.87   1.20 1.43   2.63

Kawasan Khusus (Pertahanan dan Kea-   96,007.61 4,233.22   100,240.83   9.60 0.42   10.02
manan)
Perdagangan dan Jasa (Deret)   14,717.59 12,343.32   27,060.91   1.47 1.23   2.71

Perkantoran (Pemerintahan)   4,562.08 3,241.65   7,803.73   0.46 0.32   0.78

Rumah Kepadatan Sedang   14,288.05 135,049.06   149,337.11   1.43 13.50   14.93

Rumah Kepadatan Tinggi   78,080.30 233,532.86   311,613.15   7.81 23.35   31.16

Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan)   3,883.18     3,883.18   0.39     0.39

II-B-2 37.82 490,654.76 208,062.68   698,755.26 0.00 49.07 20.81   69.88

Badan Jalan Kolektor   6,761.51 430.39   7,191.90   0.68 0.04   0.72

Badan Jalan Lain 0.69 12,152.35 8,352.78   20,505.82 0.00 1.22 0.84   2.05

Perdagangan dan Jasa (Deret)   79,276.43 2,873.22   82,149.65   7.93 0.29   .21

Rumah Kepadatan Sedang 37.12 232,163.39 157,291.26   389,491.78 0.00 23.22 15.73   38.95

Rumah Kepadatan Tinggi   126,713.42 37,304.86   164,018.28   12.67 3.73   16.40

Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan)   33,587.67 1,810.17   35,397.84   3.36 0.18   3.54

II-B-3 120.39 1,576,151.24 5,296.87   1,581,568.50 0.01 157.62 0.53   158.16

Badan Jalan Kolektor   20,740.18 724.20   21,464.38   2.07 0.07   2.15

Badan Jalan Lain 0.76 41,880.17 36.92   41,917.86 0.00 4.19 0.00   4.19

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
272 273
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

BWP Luas (m2) Total Luas m2 Luas (ha) Total Luas (ha)
Sub BWP KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Blok
Pola Ruang
Kawasan Khusus (Pertahanan dan Kea-   8,453.19     8,453.19   0.85     0.85
manan)
Perdagangan dan Jasa (Deret)   137,071.29 4,535.74   141,607.04   13.71 0.45   14.16

Perkantoran (Pemerintahan)   55,181.12     55,181.12   5.52     5.52

Rumah Kepadatan Sedang 77.65 577,791.16     577,868.81 0.01 57.78     57.79

Rumah Kepadatan Tinggi 41.97 660,501.45     660,543.42 0.00 66.05     66.05

Sarana Pelayanan Umum (Kesehatan)   7,395.34     7,395.34   0.74     0.74

Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan)   31,531.90     31,531.90   3.15     3.15

Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan)   25,566.85     25,566.85   2.56     2.56

Sarana Pelayanan Umum (Tempat Olahraga)   10,038.58     10,038.58   1.00     1.00

II-B-4   1,657,904.60 28,276.00   1,686,180.59   165.79 2.83   168.62

Badan Jalan Kolektor   18,205.08 1,024.09   19,229.18   1.82 0.10   1.92

Badan Jalan Lain   72,133.61 334.20   72,467.81   7.21 0.03   7.25

Kawasan Khusus (Pertahanan dan Kea-   2,865.91     2,865.91   0.29     0.29


manan)
Perdagangan dan Jasa (Deret)   199,317.39 11,065.20   210,382.59   19.93 1.11   21.04

Perkantoran (Pemerintahan)   5,757.10     5,757.10   0.58     0.58

Rumah Kepadatan Tinggi   1,336,354.42 15,852.51   1,352,206.93   133.64 1.59   135.22

Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan)   13,979.60     13,979.60   1.40     1.40

Sarana Pelayanan Umum (Sosial Budaya)   2,004.58     2,004.58   0.20     0.20

Sarana Pelayanan Umum (Transportasi)   7,286.90     7,286.90   0.73     0.73

II-B-5   1,112,333.65 364,632.36   1,476,966.02   111.23 36.46   147.70

Badan Jalan Kolektor   22,287.11 3,078.24   25,365.36   2.23 0.31   2.54

Badan Jalan Lain   36,081.89 13,478.23   49,560.13   3.61 1.35   4.96

Industri   15,422.10     15,422.10   1.54     1.54

Perdagangan dan Jasa (Deret)   131,064.24 20,479.55   151,543.78   13.11 2.05   15.15

Perkantoran (Pemerintahan)   75,480.21 24,324.27   99,804.48   7.55 2.43   9.98

Rumah Kepadatan Tinggi   791,244.91 293,245.41   1,084,490.32   79.12 29.32   108.45

Sarana Pelayanan Umum (Kesehatan)     747.95   747.95     0.07   0.07

Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan)   18,197.20 4,599.93   22,797.13   1.82 0.46   2.28

Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan)   1,702.95 2,372.57   4,075.52   0.17 0.24   0.41

Sarana Pelayanan Umum (Sosial Budaya)   2,958.96 2,306.21   5,265.17   0.30 0.23   0.53

Sarana Pelayanan Umum (Tempat Olahraga)   17,894.08     17,894.08   1.79     1.79

II-C 192,460.13 6,895,994.58 6,076,324.23 10,630.64 13,175,409.57 19.25 689.60 607.63 1.06 1,317.54

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
274 275
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

BWP Luas (m2) Total Luas m2 Luas (ha) Total Luas (ha)
Sub BWP KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Blok
Pola Ruang
II-C-1   889,694.89 817,949.49   1,707,644.38   88.97 81.79   170.76

Badan Jalan Kolektor   8,745.21 6,502.18   15,247.39   0.87 0.65   1.52

Badan Jalan Lain   23,537.34 26,494.28   50,031.61   2.35 2.65   5.00

Badan Jalan Lokal   2,020.68 988.62   3,009.30   0.20 0.10   0.30

Perkantoran (Pemerintahan)   45,990.76 28,775.54   74,766.31   4.60 2.88   7.48

Rumah Kepadatan Rendah   84,565.19 115,638.59   200,203.78   8.46 11.56   20.02

Rumah Kepadatan Sedang   249,449.85 239,058.72   488,508.57   24.94 23.91   48.85

Rumah Kepadatan Tinggi   472,720.34 383,545.20   856,265.54   47.27 38.35   85.63

Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan)   104.13 4,563.79   4,667.92   0.01 0.46   0.47

Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan)   2,561.39 9,671.56   12,232.95   0.26 0.97   1.22

Sarana Pelayanan Umum (Tempat Olahraga)     2,711.01   2,711.01     0.27   0.27

II-C-2   265,119.45 514,745.83   779,865.28   26.51 51.47   77.99

Badan Jalan Kolektor   6,536.86 6,010.56   12,547.42   0.65 0.60   1.25

Badan Jalan Lain   8,236.98 16,795.44   25,032.41   0.82 1.68   2.50

Perdagangan dan Jasa (Deret)   45,370.98 11,392.25   56,763.23   4.54 1.14   5.68

Perkantoran (Pemerintahan)   16,520.35 7,029.41   23,549.75   1.65 0.70   2.35

Rumah Kepadatan Sedang   20,223.10     20,223.10   2.02     2.02

Rumah Kepadatan Tinggi   163,947.76 473,518.18   637,465.94   16.39 47.35   63.75

Sarana Pelayanan Umum (Tempat Olahraga)   4,283.44     4,283.44   0.43     0.43

II-C-3   733,400.64 422,954.31   1,156,354.95   73.34 42.30   115.64

Badan Jalan Kolektor   4,989.61 1,591.68   6,581.29   0.50 0.16   0.66

Badan Jalan Lain   26,753.46 11,006.11   37,759.56   2.68 1.10   3.78

Kawasan Khusus (Pertahanan dan Kea-   35,596.88     35,596.88   3.56     3.56


manan)
Perdagangan dan Jasa (Deret)   164,314.23 28,385.97   192,700.20   16.43 2.84   19.27

Perkantoran (Pemerintahan)   13,370.20     13,370.20   1.34     1.34

Rumah Kepadatan Rendah   159,234.13 178,433.67   337,667.80   15.92 17.84   33.77

Rumah Kepadatan Sedang   188,807.69 140,278.72   329,086.41   18.88 14.03   32.91

Rumah Kepadatan Tinggi   6,100.28 1,247.19   7,347.46   0.61 0.12   0.73

Sarana Pelayanan Umum (Kesehatan)   123,490.59 62,010.97   185,501.56   12.35 6.20   18.55

Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan)   10,743.59     10,743.59   1.07     1.07

II-C-4   979.14 71,481.28   72,460.42   0.10 7.15   7.25

Badan Jalan Kolektor     12,656.28   12,656.28     1.27   1.27

Badan Jalan Lain   234.84 27,910.45   28,145.29   0.02 2.79   2.81

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
276 277
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

BWP Luas (m2) Total Luas m2 Luas (ha) Total Luas (ha)
Sub BWP KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Blok
Pola Ruang
Badan Jalan Lokal     1,126.28   1,126.28     0.11   0.11

Perdagangan dan Jasa (Deret)     0.19   0.19     0.00   0.00

Rumah Kepadatan Rendah     5,412.56   5,412.56     0.54   0.54

Rumah Kepadatan Sedang   744.30 88.88   833.18   0.07 0.01   0.08

Rumah Kepadatan Tinggi     24,283.30   24,283.30     2.43   2.43

Sarana Pelayanan Umum (Kesehatan)     3.33   3.33     0.00   0.00

II-C-5   3,728,466.60 1,564,255.70   5,292,722.30   372.85 156.43   529.27

Badan Jalan Kolektor   2,375.48 5,031.02   7,406.50   0.24 0.50   0.74

Badan Jalan Lain   33,094.57 19,186.18   52,280.76   3.31 1.92   5.23

Badan Jalan Lokal   4,045.90 4,475.97   8,521.87   0.40 0.45   0.85

Rumah Kepadatan Sedang   0.01     0.01   0.00     0.00

Sarana Pelayanan Umum (Transportasi)   3,688,950.64 1,535,562.53   5,224,513.17   368.90 153.56   522.45

II-C-6 73,605.27 618,219.06 7,478.71 1,194,771.45 7.36 49.55 61.82 0.75 119.48
495,468.41
Badan Jalan Kolektor 686.56 639.39 1,982.82 600.03 3,908.79 0.07 0.06 0.20 0.06 0.39

Badan Jalan Lain   4,118.66 5,833.33 6,878.68 16,830.68   0.41 0.58 0.69 1.68

Rumah Kepadatan Sedang 72,918.71 276,978.83 192,618.30   542,515.83 7.29 27.70 19.26   54.25

Rumah Kepadatan Tinggi   213,731.53 417,784.62   631,516.15   21.37 41.78   63.15

II-C-7 118,854.86 477,929.94 1,033,468.01 976.48 1,631,229.29 11.89 47.79 103.35 0.10 163.12

Badan Jalan Kolektor 686.99 1,485.03 2,646.19 307.42 5,125.63 0.07 0.15 0.26 0.03 0.51

Badan Jalan Lain 478.48 2,562.95 1,439.10 299.06 4,779.60 0.05 0.26 0.14 0.03 0.48

Badan Jalan Lokal   868.45 435.24 370.00 1,673.68   0.09 0.04 0.04 0.17

Perkantoran (Pemerintahan)   1,398.65     1,398.65   0.14     0.14

Rumah Kepadatan Sedang 117,689.39 471,614.86 1,028,947.49   1,618,251.74 11.77 47.16 102.89   161.83

II-C-8   304,935.51 1,033,250.54 2,175.45 1,340,361.50   30.49 103.33 0.22 134.04

Badan Jalan Kolektor   332.42 2,466.17 292.74 3,091.33   0.03 0.25 0.03 0.31

Badan Jalan Lain   527.24 1,293.84 668.06 2,489.14   0.05 0.13 0.07 0.25

Badan Jalan Lokal   1,883.82 6,259.33 1,214.66 9,357.81   0.19 0.63 0.12 0.94

Rumah Kepadatan Rendah   302,192.03 1,023,231.20   1,325,423.23   30.22 102.32   132.54


Sumber : Hasil Rencana 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
278 279
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

Gambar 8.9. Peta Rekomendasi Rencana Pola Ruang BWP II


Sumber: Analisis, 2018
Catt: Peta Sub BWP dan Peta Blok dapat dilihat pada halaman lampiran

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
280 281
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

Tabel 8.20 Arahan Rencana Pola Ruang BWP 3


BWP Luas (m2) Total Luas m2 Luas (ha) Total Luas (ha)
Sub BWP KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Blok
Pola Ruang
III 9,185,388.50 13,707,009.62 12,895,937.36 131,097.96 35,919,433.44 918.54 1,370.70 1,289.59 13.11 3,591.94
III-A 107,868.66 5,652,378.17 4,111,377.32 53,636.81 9,925,260.96 10.79 565.24 411.14 5.36 992.53
III-A-1   1,136,280.86 734,448.95 26,949.07 1,897,678.88   113.63 73.44 2.69 189.77

Badan Jalan Arteri     12.04 21,235.98 21,248.03     0.00 2.12 2.12

Badan Jalan Kolektor   28,524.43 5,619.71   34,144.14   2.85 0.56   3.41

Badan Jalan Lain   20,346.62 20,324.92 3,385.71 44,057.25   2.03 2.03 0.34 4.41

Badan Jalan Lokal   26,204.28 23,394.14 2,327.38 51,925.79   2.62 2.34 0.23 5.19

Kawasan Khusus (Pertahanan dan Kea-   117,645.17 33.62   117,678.79   11.76 0.00   11.77
manan)
Perdagangan dan Jasa (Deret)   55,339.97 50,699.90   106,039.87   5.53 5.07   10.60

Perdagangan dan Jasa (Kopel)   92,692.71 74,776.62   167,469.33   9.27 7.48   16.75

Perdagangan dan Jasa (Tunggal)   92,839.37 20,095.13   112,934.50   9.28 2.01   11.29

Perkantoran (Pemerintahan)   137,762.57 23,079.59   160,842.16   13.78 2.31   16.08

Rumah Kepadatan Sedang   49,566.54 47,350.37   96,916.90   4.96 4.74   9.69

Rumah Kepadatan Tinggi   440,816.61 399,063.89   839,880.50   44.08 39.91   83.99

Sarana Pelayanan Umum (Kesehatan)     48,593.39   48,593.39     4.86   4.86


Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan)   69,839.73 15,157.14   84,996.87   6.98 1.52   8.50
Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan)   4,702.87 6,248.48   10,951.35   0.47 0.62   1.10

III-A-2   624,603.45 437,593.88   1,062,197.32   62.46 43.76   106.22

Badan Jalan Kolektor   11,309.50 3,835.32   15,144.82   1.13 0.38   1.51

Badan Jalan Lain   9,671.09 14,953.53   24,624.62   0.97 1.50   2.46

Badan Jalan Lokal   12,902.13 4,984.29   17,886.42   1.29 0.50   1.79

Kawasan Khusus (Pertahanan dan Kea-   5,045.08 9,027.85   14,072.93   0.50 0.90   1.41
manan)
Perdagangan dan Jasa (Deret)   130,980.85 65,434.75   196,415.60   13.10 6.54   19.64

Perkantoran (Pemerintahan)   16,403.49     16,403.49   1.64     1.64

Rumah Kepadatan Sedang   18,192.50 53,271.13   71,463.63   1.82 5.33   7.15

Rumah Kepadatan Tinggi   345,006.78 273,023.03   618,029.81   34.50 27.30   61.80

Sarana Pelayanan Umum (Kesehatan)   25,954.89     25,954.89   2.60     2.60

Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan)   23,351.72 1,467.87   24,819.59   2.34 0.15   2.48

Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan)   19,713.02 11,596.10   31,309.12   1.97 1.16   3.13

Sarana Pelayanan Umum (Sosial Budaya)   6,072.40     6,072.40   0.61     0.61

III-A-3   3,048,603.77 692,317.01   3,740,920.78   304.86 69.23   374.09

Badan Jalan Kolektor   40,103.92 7,094.91   47,198.83   4.01 0.71   4.72

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
282 283
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

BWP Luas (m2) Total Luas m2 Luas (ha) Total Luas (ha)
Sub BWP KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Blok
Pola Ruang
Badan Jalan Lain   97,279.36 22,958.91   120,238.27   9.73 2.30   12.02

Badan Jalan Lokal   13,890.61 870.68   14,761.29   1.39 0.09   1.48

Perdagangan dan Jasa (Deret)   469,354.72 108,502.62   577,857.34   46.94 10.85   57.79

Perdagangan dan Jasa (Tunggal)   66,811.47 10,075.93   76,887.40   6.68 1.01   7.69

Perkantoran (Pemerintahan)   450,481.05 51,569.30   502,050.35   45.05 5.16   50.21

Rumah Kepadatan Tinggi   1,667,974.81 465,575.81   2,133,550.62   166.80 46.56   213.36

Sarana Pelayanan Umum (Kesehatan)   9,413.90     9,413.90   0.94     0.94

Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan)   189,040.30 9,306.89   198,347.19   18.90 0.93   19.83

Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan)   25,971.75 13,570.25   39,542.00   2.60 1.36   3.95

Sarana Pelayanan Umum (Sosial Budaya)   4,659.11 2,791.71   7,450.82   0.47 0.28   0.75

Sarana Pelayanan Umum (Tempat Olahraga)   13,622.77     13,622.77   1.36     1.36

III-A-4   395,308.65 1,294,148.90 10,094.70 1,699,552.25   39.53 129.41 1.01 169.96

Badan Jalan Arteri   634.51 1,741.64 2,632.84 5,008.99   0.06 0.17 0.26 0.50

Badan Jalan Kolektor   2,059.26 10,348.29 830.81 13,238.36   0.21 1.03 0.08 1.32

Badan Jalan Lain   18,050.73 51,934.20 6,631.05 76,615.97   1.81 5.19 0.66 7.66

Badan Jalan Lokal   2,321.10 6,948.73   9,269.83   0.23 0.69   0.93

Kawasan Khusus (Pertahanan dan Kea-     13,881.36   13,881.36     1.39   1.39


manan)
Perdagangan dan Jasa (Deret)   34,413.15 92,244.75   126,657.90   3.44 9.22   12.67

Perdagangan dan Jasa (Kopel)   1,605.40 3,959.31   5,564.70   0.16 0.40   0.56

Perdagangan dan Jasa (Tunggal)   21,023.69 112,880.99   133,904.68   2.10 11.29   13.39

Perkantoran (Pemerintahan)     16,292.46   16,292.46     1.63   1.63

Ruang Terbuka Non Hijau   98,883.91 32,892.07   131,775.98   9.89 3.29   13.18

Rumah Kepadatan Sedang   8,316.96 10,897.68   19,214.64   0.83 1.09   1.92

Rumah Kepadatan Tinggi   207,999.95 940,127.44   1,148,127.38   20.80 94.01   114.81

III-A-5 107,868.66 447,581.44 952,868.59 16,593.04 1,524,911.73 10.79 44.76 95.29 1.66 152.49

Badan Jalan Arteri   3,599.41 7,947.51 2,386.12 13,933.04   0.36 0.79 0.24 1.39

Badan Jalan Kolektor 3,437.63 3,903.13 3,722.40 4,519.88 15,583.04 0.34 0.39 0.37 0.45 1.56

Badan Jalan Lain 1,360.54 11,746.88 29,086.91 9,687.04 51,881.37 0.14 1.17 2.91 0.97 5.19

Perdagangan dan Jasa (Deret) 5,611.63 54,614.63 189,766.89   249,993.15 0.56 5.46 18.98   25.00

Perdagangan dan Jasa (Tunggal) 53,799.59 9,172.30 105,324.13   168,296.02 5.38 0.92 10.53   16.83

Rumah Kepadatan Sedang 5,032.33 33,775.33 174,584.80   213,392.46 0.50 3.38 17.46   21.34

Rumah Kepadatan Tinggi   27,101.19 106,187.38   133,288.57   2.71 10.62   13.33

Sarana Pelayanan Umum (Kesehatan)     38,490.15   38,490.15     3.85   3.85

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
284 285
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

BWP Luas (m2) Total Luas m2 Luas (ha) Total Luas (ha)
Sub BWP KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Blok
Pola Ruang
Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan) 5,795.96 150,009.73 145,959.20   301,764.88 0.58 15.00 14.60   30.18

Sarana Pelayanan Umum (Sosial Budaya)   30,184.10 5,457.27   35,641.38   3.02 0.55   3.56

Sarana Pelayanan Umum (Tempat Olahraga) 32,830.98 123,474.74 146,341.95   302,647.67 3.28 12.35 14.63   30.26

III-B 1,774,725.36 4,597,158.45 4,247,976.83 52,151.56 10,672,012.21 177.47 459.72 424.80 5.22 1,067.20

III-B-1 1,171,717.49 1,081,133.03 527,598.15 9,357.99 2,789,806.65 117.17 108.11 52.76 0.94 278.98

Badan Jalan Kolektor 3,555.91 4,555.33 2,772.77 4,462.11 15,346.12 0.36 0.46 0.28 0.45 1.53

Badan Jalan Lain 23,655.44 29,120.11 5,496.41 4,895.89 63,167.84 2.37 2.91 0.55 0.49 6.32

Perdagangan dan Jasa (Deret) 542,534.80 338,000.31 63,606.64   944,141.75 54.25 33.80 6.36   94.41

Perdagangan dan Jasa (Tunggal)   134,859.96 47,891.48   182,751.44   13.49 4.79   18.28

Perkantoran (Pemerintahan) 18,069.01 56,752.98     74,821.99 1.81 5.68     7.48

Rumah Kepadatan Rendah 235,874.61 290,033.40 208,550.90   734,458.91 23.59 29.00 20.86   73.45

Rumah Kepadatan Sedang 305,303.20 151,432.54 199,279.94   656,015.69 30.53 15.14 19.93   65.60

Sarana Pelayanan Umum (Tempat Olahraga) 42,724.52 76,378.40     119,102.92 4.27 7.64     11.91

III-B-2 603,007.87 1,787,646.13 2,401,245.64 26,975.68 4,818,875.32 60.30 178.76 240.12 2.70 481.89
Badan Jalan Kolektor   1,802.17 6,938.19 829.04 9,569.40   0.18 0.69 0.08 0.96

Badan Jalan Lain 20,697.84 47,907.46 52,060.83 24,074.69 144,740.81 2.07 4.79 5.21 2.41 14.47

Badan Jalan Lokal   11,476.55 6,036.66 2,071.96 19,585.17   1.15 0.60 0.21 1.96

Cadangan Permukiman 412,094.62 260,936.82 514,962.02   1,187,993.46 41.21 26.09 51.50   118.80

Perdagangan dan Jasa (Deret)     29,345.55   29,345.55     2.93   2.93

Pertanian   75,661.24 308,703.83   384,365.07   7.57 30.87   38.44

Rumah Kepadatan Rendah   25,085.83 162,629.84   187,715.66   2.51 16.26   18.77

Rumah Kepadatan Sangat Rendah   42,005.57 27,337.80   69,343.38   4.20 2.73   6.93

Rumah Kepadatan Sedang 134,441.85 701,501.15 753,782.13   1,589,725.13 13.44 70.15 75.38   158.97

Rumah Kepadatan Tinggi 35,773.57 586,030.34 536,539.82   1,158,343.72 3.58 58.60 53.65   115.83

Sarana Pelayanan Umum (Kesehatan)   183.33 502.05   685.39   0.02 0.05   0.07

Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan)   30,320.65     30,320.65   3.03     3.03

Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan)   4,354.73 629.36   4,984.09   0.44 0.06   0.50

Sarana Pelayanan Umum (Sosial Budaya)   380.28 1,777.56   2,157.85   0.04 0.18   0.22

III-B-3   1,728,379.29 1,319,133.05 15,817.89 3,063,330.23   172.84 131.91 1.58 306.33

Badan Jalan Kolektor   19,298.10 9,663.55 1,596.51 30,558.16   1.93 0.97 0.16 3.06

Badan Jalan Lain   42,609.26 27,470.65 12,379.04 82,458.95   4.26 2.75 1.24 8.25

Badan Jalan Lokal   20,330.43 10,342.55 1,842.35 32,515.33   2.03 1.03 0.18 3.25

Kawasan Khusus (Pertahanan dan Kea-   9,158.45     9,158.45   0.92     0.92


manan)

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
286 287
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

BWP Luas (m2) Total Luas m2 Luas (ha) Total Luas (ha)
Sub BWP KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Blok
Pola Ruang
Perdagangan dan Jasa (Deret)   72,611.82 48,028.20   120,640.02   7.26 4.80   12.06

Perdagangan dan Jasa (Tunggal)     9,913.09   9,913.09     0.99   0.99

Perkantoran (Pemerintahan)   177,495.52 24,609.01   202,104.53   17.75 2.46   20.21

Rumah Kepadatan Rendah   478,259.78 439,370.38   917,630.16   47.83 43.94   91.76

Rumah Kepadatan Sedang   196,000.68 358,300.95   554,301.63   19.60 35.83   55.43

Rumah Kepadatan Tinggi   596,196.74 164,312.26   760,509.00   59.62 16.43   76.05

Sarana Pelayanan Umum (Kesehatan)     16,370.50   16,370.50     1.64   1.64

Sarana Pelayanan Umum (Pendidikan)   8,001.22 4,744.73   12,745.95   0.80 0.47   1.27

Sarana Pelayanan Umum (Peribadatan)   956.16 1,106.72   2,062.88   0.10 0.11   0.21

Sarana Pelayanan Umum (Tempat Olahraga)   5,995.98     5,995.98   0.60     0.60

Sarana Pelayanan Umum (Transportasi)   101,465.14 204,900.45   306,365.60   10.15 20.49   30.64

III-C 7,302,794.48 3,457,473.00 4,536,583.20 25,309.58 15,322,160.26 730.28 345.75 453.66 2.53 1,532.22

III-C-1 3,791,636.94 811,633.26 949,318.62 2,321.53 5,554,910.35 379.16 81.16 94.93 0.23 555.49

Badan Jalan Lain 28,052.09 6,023.76 3,065.18 2,321.53 39,462.56 2.81 0.60 0.31 0.23 3.95

Cadangan Permukiman 451,872.40 422,614.74 420,348.85   1,294,835.99 45.19 42.26 42.03   129.48

Pertambangan 1,320,364.23 252,678.91 315,539.85   1,888,582.99 132.04 25.27 31.55   188.86

Pertanian 1,991,348.22 123,186.37 7,477.15   2,122,011.75 199.13 12.32 0.75   212.20

Rumah Kepadatan Rendah   7,129.47 202,887.60   210,017.07   0.71 20.29   21.00

III-C-2 2,096,975.73 1,141,378.95 2,079,345.30 22,515.69 5,340,215.66 209.70 114.14 207.93 2.25 534.02

Badan Jalan Kolektor   2,197.51 4,426.42 1,591.16 8,215.09   0.22 0.44 0.16 0.82

Badan Jalan Lain 360.22 5,103.54 11,000.69 13,824.97 30,289.42 0.04 0.51 1.10 1.38 3.03

Badan Jalan Lokal 685.27 5,633.43 5,413.74 7,099.55 18,832.00 0.07 0.56 0.54 0.71 1.88

Cadangan Permukiman 1,053,883.73 352,727.28 486,389.28   1,893,000.29 105.39 35.27 48.64   189.30

Perdagangan dan Jasa (Deret) 20,824.47       20,824.47 2.08       2.08

Perdagangan dan Jasa (Kopel) 41,437.39       41,437.39 4.14       4.14

Perdagangan dan Jasa (Tunggal) 22,444.96   41.31   22,486.28 2.24   0.00   2.25
Rumah Kepadatan Rendah 14,327.34 102,331.51 632,111.23   748,770.08 1.43 10.23 63.21   74.88

Rumah Kepadatan Sedang 536,540.37 644,548.56 921,570.87   2,102,659.80 53.65 64.45 92.16   210.27

Rumah Kepadatan Tinggi 406,471.99 19,722.62 9,579.82   435,774.43 40.65 1.97 0.96   43.58

Sarana Pelayanan Umum (Penddkn)   8,476.89 8,811.93   17,288.82   0.85 0.88   1.73
Sarana Pelayanan Umum(Peibdtn)   637.61     637.61   0.06     0.06
III-C-3 1,414,181.82 1,504,162.66 1,507,346.39 42.11 4,425,732.97 141.42 150.42 150.73 0.00 442.57

Badan Jalan Kolektor     1,540.33   1,540.33     0.15   0.15

Badan Jalan Lain 924.45 596.30 309.89   1,830.64 0.09 0.06 0.03   0.18

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
288 289
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

BWP Luas (m2) Total Luas m2 Luas (ha) Total Luas (ha)
Sub BWP KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4 KRB 1 KRB 2 KRB 3 KRB 4
Blok
Pola Ruang
Badan Jalan Lokal 6,201.71 5,471.75 8,959.15 42.11 20,674.71 0.62 0.55 0.90 0.00 2.07

Cadangan Permukiman 18,211.10 18,563.37 100,488.95   137,263.42 1.82 1.86 10.05   13.73

Industri   255,282.99 60,536.96   315,819.96   25.53 6.05   31.58


Perkantoran (Pemerintahan)   26,690.63     26,690.63   2.67     2.67
Pertanian 1,173,690.84 908,427.52 1,164,014.47   3,246,132.83 117.37 90.84 116.40   324.61

Rumah Kepadatan Sedang 62,939.22 173,200.70 150,607.05   386,746.97 6.29 17.32 15.06   38.67
Sarana Pelayanan Umum (Penddkn)     3,981.08   3,981.08     0.40   0.40
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) 152,214.49 115,929.39 16,908.53   285,052.41 15.22 11.59 1.69   28.51

III-C-4   298.13 572.89 430.26 1,301.28   0.03 0.06 0.04 0.13


Badan Jalan Lokal   298.13 572.89 430.26 1,301.28   0.03 0.06 0.04 0.13

Sumber : Hasil Rencana 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
290 291
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

8.2.1.4 KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG

Salah satu fungsi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) adalah sebagai acuan bagi pemerintah dalam menyusun dan
melaksanakan program tahunan dalam jangka waktu 20 tahun sesuai dengan masa berlaku perencanaan. Indikasi
program pembangunan tersebut merupakan penjabaran kebijakan dan rencana pengendalian tata ruang yang telah
ditetapkan kedalam program-program pembangunan. Dalam kurun waktu tersebut diharapkan seluruh rencana yang
telah disusun dapat dilaksanakan sehingga tujuan penataan/pengendalian ruang di Kawasan perencanaan dapat
dicapai pada akhir tahun perencanaan.

Indikasi program adalah bagian yang memuat rincian tahapan dan program-program pembangunan yang akan
ditetapkan di wilayah perencanaan berkenaan dengan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Pelaksanaan
program pembangunan ditentukan sesuai dengan prioritas pembangunan yang berkaitan dengan pengurangan risiko
bencana dalam kurun waktu yang telah ditetapkan, baik dari pembangunan mitigasi secara struktural maupun non
struktural. Adapun kriteria yang digunakan menentukan prioritas pembangunan pengurangan risiko bencana adalah
sebagai berikut:
· Berdasarkan tingkat kepentingan/kebutuhan yang mendesak untuk segera dilakukan dalam tahap rekonstruksi
dan rehabilitasi;
· Memperhatikan pengurangan risiko bencana pada kawasan kawasan yang mempunyai kerentanan terhadap
bencana tinggi;
· Memperhatikan jumlah kerugian yang ditimbulkan dari dampak bencana yang terjadi;
· Memperhatikan kebutuhan tempat tinggal baru sebagai tempat relokasi dari kawasan yang terkena dampak
bencana cukup parah;
· Mempertimbangkan partisipasi dan aspirasi masyarakat serta keterkaitan pengusaha swasta/investor untuk
pengembangan kegiatan tanpa bantuan atau dengan bantuan.
· Mempertimbangkan aspek efisiensi dan efektivitas pembangunan.

Untuk masing-masing tahapan pembangunan disusun indikasi programnya dengan komponen program sebagai
berikut:
· Realisasi rencana pengendalian kawasan lindung
· Pembangunan fasilitas yang mendukung terbentuknya struktur pelayanan
· Pembangunan dan peningkatan jalur evakuasi bencana
· Pembangunan ruang ruang evakuasi beserta pembangunan fasilitas pendukungnya

Pertimbangan-pertimbangan dalam penentuan program yang akan dilaksanakan pada setiap tahapan tersebut adalah
sebagai berikut:
· Program yang diprioritaskan adalah program yang dapat mengurangi dampak buruk dari bencana yang ada
diantaranya melalui mitigasi struktural;
· Program selanjutnya yang harus dilakukan adalah program mitigasi non struktural sebagai upaya dalam
meningkatkan kapasitas kawasan dalam menghadapi bencana yang ada.

Pelaksanaan pembangunan pengurangan risiko bencana akan menjadi lebih terarah bila rencana pembangunan
ditunjang oleh dasar hukum yang kuat. Dalam implementasi pelaksanaan program-program pembangunan dapat
dilakukan oleh:
· Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kepentingan dan skala pelayanannya;
· Pemerintah Daerah bekerjasama dengan pihak swasta dan masyarakat;
· Investasi swasta murni;
· Swadaya/swadana/swakelola masyarakat.

Gambar 8.4. Peta Rekomendasi Rencana Pola Ruang BWP III


Sumber: Analisis, 2018
Catt: Peta Sub BWP dan Peta Blok dapat dilihat pada halaman lampiran
Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
292 293
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

Tabel 8.21 Program Mitigasi Struktural Berdasarkan Jenis Bencana No Jenis Bencana Mitigasi Non Struktural
No Jenis Bencana Mitigasi Struktural 2. Gempa Bumi Sesar Penurunan Bahaya : Belum ada teknologi peredam bencana gempa
1. Gempa Bumi PGA Penurunan Bahaya (Belum ada teknologi peredam gempa) Penurunan Vulnerability : Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Penurunan Vulnerability : Peningkatan Kapasitas :
a. Penerapan Building Code a. Edukasi masyarakaat
b. Penguatan struktur berdasarkan bulding code dan nilai PGA dimana bangunan akan di diri- b. Kelurahan tangguh bencana
kan. ( contoh : penggunaan rangka baja rigid untuk bangunan bertingkat ) c. Peningkatan kapasitas pemerintah dalam manajemen penanggulangan bencana (arahan ke
c. Pembangunan rumah tahan Gempa (Rumah instan sederhana sehat /risha dan rumah bera- masyarakat)
sitektur lokal souraja ) d. Pemasukan kurikulum PRB ke tingkat sekolah mulai dari Sekolah Dasar hingga ke jenjang
perguruan tinggi.
Peningkatan Kapasitas :
e. Penyebarluasan/sosialisasi Informasi Kebencanaan ke seluruh lapisan masyarakat
a. bangunan vital, strategis dan mengundang konsentrasi banyak orang, seperti sekolah, pasar,
f. Penyusunan Rencana Kontinjensi Bencana Gempa
perkantoran wajib dibangun dengan mengikuti kaidah-kaidah bangunan tahan gempa bumi
dan memiliki TES (tempat Evakuasi Sementara) dan Jalur evakuasi 3 Tsunami Penurunan Bahaya : -
b. TEA – tempat bertahan setelah pasca bencana area tempat pengungsian. Dilengkapi Shelter
tempat tinggal, fasilitas logistik dan jaringan air bersih, sarana sanitasi, jaringan listrik dan Penurunan Vulnerability : Pengendalian Pemanfaatan Ruang, penetapan aturan sempadan
sarana medis. pantai

2. Gempa Bumi Sesar Penurunan Bahaya : Belum ada teknologi peredam bencana gempa Peningkatan Kapasitas :
a. Pencerdasan masyarakat
Penurunan Vulnerability : b. Pemetaan rawan bencana tsunami
a. Relokasi masyarakat yang berada pada zona lindung sempadan patahan aktif c. Sosilisasi rute dan arah evakuasi.
b. Penerapan Building Code d. Melakukan simulasi dan pelatihan dalam menghadapi bencana tsunami secara berkala ke
semua masyarakat yang berada dalam zona rawan bencana
Peningkatan Kapasitas :
e. Pemasukan kurikulum PRB ke tingkat sekolah mulai dari Sekolah Dasar ke jenjang perguru-
a. Jalur Evakuasi
an tinggi
b. Ruang Evakuasi (TES - TEA)
f. Penyebarluasan/sosialisasi Informasi Kebencanaan
3 Tsunami Penurunan Bahaya : Belum ada teknologi peredam bencana tsunami g. Penyusunan Rencana Kontinjensi Bencana Tsunami
Penurunan Vulnerability : 4. Likuifaksi Penurunan Bahaya : -
a. Breakwater – bangunan penahan dan pemecah ombak
Penurunan Vulnerability : -
b. Penanaman vegetasi di area sempadan pantai seperti cemara laut, pandan laut, pohon
kelapa Peningkatan Kapasitas :
c. Menaikkan bangunan (rumah) jadi 2 tingkat di kategori kawasan tsunami skala sedang dan a. Pemasukan kurikulum PRB ke tingkat sekolah mulai dari Sekolah Dasar.
rendah b. Penyebarluasan/sosialisasi Informasi Kebencanaan.
c. Penyusunan Rencana Kontinjensi Bencana Likuifaksi
Peningkatan Kapasitas :
a. EWS – Early Warning Sistem Sumber : Hasil Rencana, 2018
b. Rambu dan jalur evakuasi tsunami
c. Pembangunan TES (Escape Building, Escape Hills) yang memakai kaidah kaidah bangunan
tahan gempa. TES dapat juga dimanfaatkan sebagai fungsi lainnya seperti sekolah ataupun
community center

4. Likuifaksi
d. Pengelolaan ekosistem pesisir
Penurunan Bahaya : Belum ada teknologi peredam bencana
8.3 Peraturan Zonasi
Penurunan Vulnerability :
a. Kawasan Tinggi : Relokasi.
b. Kawasan Likuifaksi di jadikan kawasan RTH Peraturan Zonasi disusun untuk setiap zona peruntukan c. acuan dalam pemberian insentif dan disinsentif;
c. Kawasaan sedang : adaptasi ( struktur di perkuat) baik zona budidaya maupun zona lindung dengan d. acuan dalam pengenaan sanksi; dan
Peningkatan Kapasitas : - memperhatikan esensi fungsinya yang ditetapkan e. rujukan teknis dalam pengembangan atau
Sumber : Hasil Rencana, 2018 dalam rencana rinci tata ruang dan bersifat mengikat/ pemanfaatan lahan dan penetapan lokasi investasi.
regulatory. Dalam sistem regulatory, seluruh kawasan
perkotaan terbagi habis ke dalam zona peruntukan ruang Peraturan zonasi bermanfaat untuk:
Tabel 8.22 Program Mitigasi Non Struktural Berdasarkan Jenis Bencana yang tergambarkan dalam peta rencana pola ruang. Pada a. menjamin dan menjaga kualitas ruang BWP minimal
No Jenis Bencana Mitigasi Non Struktural setiap zona peruntukan akan berlaku satu aturan dasar yang ditetapkan;
tertentu yang mengatur perpetakan, kegiatan, intensitas b. menjaga kualitas dan karakteristik zona dengan
1. Gempa Bumi PGA Penurunan Bahaya (Belum ada teknologi peredam gempa)
ruang dan tata bangunan. Peraturan zonasi merupakan meminimalkan
Penurunan Vulnerability : Pengendalian Pemanfaatan Ruang ketentuan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari c. penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan
Peningkatan Kapasitas : RDTR Peraturan zonasi dan berfungsi sebagai: karakteristik zona; dan
a. Memasukan kurikulum PRB ke tingkat sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai ke jenjang a. perangkat operasional pengendalian pemanfaatan d. meminimalkan gangguan atau dampak negatif
perguruan tinggi.
b. Penyebarluasan/sosialisasi Informasi Kebencanaan ke seluruh lapisan masyarakat
ruang; terhadap zona.
c. Penyusunan Rencana Kontinjensi Bencana Gempa b. acuan dalam pemberian izin pemanfaatan ruang,
termasuk di dalamnya air right development dan
pemanfaatan ruang di bawah tanah;

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
294 295
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

Peraturan zonasi memuat aturan dasar dan teknik tertentu yang diusulkan; antara kawasan lindung dan kawasan budi daya dalam suatu wilayah, kelestarian lingkungan (perlindungan dan
pengaturan zonasi. Aturan dasar merupakan persyaratan 2) pembatasan luas, baik dalam bentuk pembatasan pengawasan terhadap pemanfaatan air, udara, dan ruang bawah tanah), perbedaan sifat kegiatan bersangkutan
pemanfaatan ruang meliputi, ketentuan kegiatan dan luas maksimum suatu kegiatan di dalam subzona terhadap fungsi zona terkait, definisi zona, kualitas lokal minimum, toleransi terhadap tingkat gangguan dan
penggunaan lahan, ketentuan intensitas pemanfaatan maupun di dalam persil, dengan tujuan untuk dampak terhadap peruntukan yang ditetapkan (misalnya penurunan estetika lingkungan, penurunan kapasitas
ruang, ketentuan tata bangunan, ketentuan prasarana dan tidak mengurangi dominansi pemanfaatan ruang jalan/lalu-lintas, kebisingan, polusi limbah, dan restriksi sosial), serta kesesuaian dengan kebijakan lainnya yang
sarana minimal, ketentuan khusus, dan standar teknis, di sekitarnya; dan dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
dan/atau ketentuan pelaksanaan. Teknik pengaturan 3) pembatasan jumlah pemanfaatan, jika
zonasi adalah ketentuan lain dari zonasi konvensional pemanfaatan yang diusulkan telah ada mampu 2) Pertimbangan Khusus Pertimbangan khusus berlaku untuk masing-masing karakteristik guna lahan, kegiatan atau
yang dikembangkan untuk memberikan fleksibilitas melayani kebutuhan, dan belum memerlukan komponen yang akan dibangun. Pertimbangan khusus dapat disusun berdasarkan rujukan mengenai ketentuan
dalam penerapan aturan zonasi dan ditujukan untuk tambahan, maka pemanfaatan tersebut tidak atau standar yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang, rujukan mengenai ketentuan dalam peraturan bangunan
mengatasi berbagai permasalahan dalam penerapan boleh diizinkan atau diizinkan terbatas dengan setempat, dan rujukan mengenai ketentuan khusus bagi unsur bangunan atau komponen yang dikembangkan.
peraturan zonasi dasar, mempertimbangkan kondisi pertimbangan-pertimbangan khusus. Selain itu perlu dipertimbangkan kondisi yang harus dipenuhi agar kegiatan dapat berlangsung pada zona terkait
kontekstual kawasan dan arah penataan ruang. Teknik yang antara lain meliputi:
pengaturan zonasi dapat berupa: - Klasifikasi B = pemanfaatan bersyarat tertentu a. prosedur administrasi yang harus diikuti;
a. transfer development right; Pemanfaatan bersyarat tertentu bermakna bahwa b. kajian kelayakan lingkungan yang harus dipenuhi;
b. bonus zoning; dan untuk mendapatkan izin atas suatu kegiatan c. prasarana dan/atau sarana tambahan yang harus diadakan untuk menunjang jegiatan tersebut;
c. conditional uses. atau penggunaan lahan diperlukan persyaratan- d. pembatasan yang harus diberlakukan, terkait: luas fisik pemanfaatan ruang; kaian dengan kegiatan lain di
persyaratan tertentu yang dapat berupa persyaratan sekitarnya; jumlah tenaga kerja; waktu operasional; masa usaha; arahan lokasi spesifik; jumlah kegiatan serupa;
umum dan persyaratan khusus, dapat dipenuhi dalam pengembangan usaha kegiatan lebih lanjut; dan penggunaan utilitas untuk kegiatan tersebut harus terukur
bentuk inovasi atau rekayasa teknologi. Persyaratan dan tidak menimbulkan gangguan pada zona tersebut.
8.3.1 Aturan Dasar (Materi Wajib) dimaksud diperlukan mengingat pemanfaatan e. persyaratan terkait estetika lingkungan; dan
ruang tersebut memiliki dampak yang besar bagi f. persyaratan lain yag perlu ditambahkan.
Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan
lingkungan sekitarnya. Contoh persyaratan umum
Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan adalah
antara lain: TABEL 8.23 Ketentuan Kegiatan Dan Penggunaan Lahan (Matriks ITBX) - RDTR PZ BWP Kawasan Perkotaan Palu
ketentuan yang berisi kegiatan dan penggunaan lahan
1) dokumen AMDAL; NO ZONA KEGIATAN ZONA LINDUNG
yang diperbolehkan, kegiatan dan penggunaan lahan
2) dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)
yang bersyarat secara terbatas, kegiatan dan penggunaan HUTAN ZONA PERLINDUNGAN ZONA RAWAN BENCANA ZONA RTH
dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL);
lahan yang bersyarat tertentu, dan kegiatan dan LINDUNG SETEMPAT
3) dokumen Analisis Dampak Lalu-lintas (ANDALIN);
penggunaan lahan yang tidak diperbolehkan pada zona Rawan
dan
lindung maupun zona budidaya. Ketentuan kegiatan dan Sempadan Sempadan Sempadan Gerakan
4) pengenaan disinsentif misalnya biaya dampak SUBZONA  
Pantai Sungai Patahan Aktif Tanah/
Taman Kota
penggunaan lahan dirumuskan berdasarkan ketentuan
pembangunan (development impact fee). Longsor
maupun standar yang terkait dengan pemanfaatan ruang,
KEGIATAN HL SP SS SPA GT RTH - 2
ketentuan dalam peraturan bangunan setempat, dan
Contoh persyaratan khusus misalnya diwajibkan
ketentuan khusus bagi unsur bangunan atau komponen 1 Perumahan            
menyediakan tempat parkir, menambah luas RTH,
yang dikembangkan. Ketentuan teknis zonasi terdiri atas : 2 Rumah Tunggal X X X X X X
dan memperlebar pedestrian.
- Klasifikasi I = pemanfaatan diperbolehkan/diizinkan
3 Rumah Kopel X X X X X X
: Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk
- Klasifikasi X = pemanfaatan yang tidak diperbolehkan 4 Rumah Deret X X X X X X
dalam klasifikasi I memiliki sifat sesuai dengan
Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk
peruntukan ruang yang direncanakan. Pemerintah 5 Townhouse X X X X X X
dalam klasifikasi X memiliki sifat tidak sesuai
kabupaten/kota tidak dapat melakukan peninjauan 6 Rusun Rendah (maks X X X X X X
dengan peruntukan lahan yang direncanakan dan 4 lantai)
atau pembahasan atau tindakan lain terhadap
dapat menimbulkan dampak yang cukup besar bagi
kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk 7 Rusun Sedang (5-8 X X X X X X
lingkungan di sekitarnya. Kegiatan dan penggunaan lantai)
dalam klasifikasi I.
lahan yang termasuk dalam klasifikasi X tidak boleh
8 Asrama X X X X X X
diizinkan pada zona yang bersangkutan.
- Klasifikasi T = pemanfaatan bersyarat secara 9 Rumah Kost X X X X X X
terbatas. Pemanfaatan bersyarat secara terbatas
Penentuan I, T, B dan X untuk kegiatan dan penggunaan 10 Panti jompo X X X X X X
bermakna bahwa kegiatan dan penggunaan lahan
lahan pada suatu zonasi didasarkan pada : 11 Panti asuhan dan X X X X X X
dibatasi dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Pertimbangan Umum Pertimbangan umum berlaku Yatim Piatu
1) pembatasan pengoperasian, baik dalam bentuk
untuk semua jenis penggunaan lahan, antara lain 12 Rumah Villa X X X X X X
pembatasan waktu beroperasinya suatu kegiatan
kesesuaian dengan arahan pemanfaatan ruang 13 Rumah Dinas X X X X X X
di dalam subzona maupun pembatasan jangka
dalam RTRW kabupaten/kota, keseimbangan
waktu pemanfaatan lahan untuk kegiatan 14 Pusat Rehabilitasi X X X X X X

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
296 297
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

NO ZONA KEGIATAN ZONA LINDUNG NO ZONA KEGIATAN ZONA LINDUNG

HUTAN ZONA PERLINDUNGAN ZONA RAWAN BENCANA ZONA RTH HUTAN ZONA PERLINDUNGAN ZONA RAWAN BENCANA ZONA RTH
LINDUNG SETEMPAT LINDUNG SETEMPAT
Rawan Rawan
Sempadan Sempadan Sempadan Gerakan Sempadan Sempadan Sempadan Gerakan
SUBZONA   Taman Kota SUBZONA   Taman Kota
Pantai Sungai Patahan Aktif Tanah/ Pantai Sungai Patahan Aktif Tanah/
Longsor Longsor
KEGIATAN HL SP SS SPA GT RTH - 2 KEGIATAN HL SP SS SPA GT RTH - 2
  Perdagangan dan             30 Pemasaran Properti X X X X X X
Jasa
31 Biro Perjalanan Wisata X X X X X X
1 Warung X X X X X X
32 Warnet dan Game X X X X X X
2 Toko X X X X X X Center
3 Pertokoan X X X X X X 33 Penginapan Hotel X X X X X X
4 Pasar Tradisional X X X X X X 34 Penginapan losmen / X X X X X X
guest house
5 Pasar Lingkungan X X X X X X
35 Penginapan X X X X X X
6 Penyaluran Grosir X X X X X X
“Homestay”
7 Pusat Perbelanjaan/ X X X X X X
36 Pangkas Rambut/ X X X X X X
Mall/Plaza
Salon
8 Hypermarket X X X X X X
37 Laundry X X X X X X
9 Minimarket X X X X X X
38 Tukang Jahit X X X X X X
10 Toserba X X X X X X
39 Penitipan Hewan X X X X X X
11 Supermarket X X X X X X
40 Penitipan Anak X X X X X X
12 Ruko X X X X X X
41 Pencucian Kendaraan X X X X X X
13 Rukan X X X X X X Bermotor

14 PKL X X X X X X 42 Perkantoran/ bisnis X X X X X X


Profesional lainnya
15 Toko Kayu Besi dan X X X X X X
Bahan Bangunan   Industri            

16 Jasa Bangunan X X X X X X 1 Industri kimia organik X X X X X X

17 Lembaga Keuangan X X X X X X 2 Industri kimia X X X X X X


anorganik
18 Jasa Komunikasi X X X X X X
3 Industri agrokimia X X X X X X
19 Jasa Pendidikan X X X X X X
4 Industri selulosa dan X X X X X X
20 Jasa Pemakaman X X X X X X karet
21 Perawatan/ X X X X X X 5 Industri mesin dan X X X X X X
perbaikan/ renovasi perakitan alat-alat
barang pertanian
22 Fotocopy X X X X X X 6 Industri alat-alat X X X X X X
23 Showroom X X X X X X berat/konstruksi

24 Penggilingan Padi X X X X X X 7 Industri mesin X X X X X X


perkakas
25 Bengkel X X X X X X
8 Industri elektronika X X X X X X
26 SPBU dan SPBG X X X X X X
9 Industri mesin listrik X X X X X X
27 Penyediaan ruang X X X X X X
pertemuan 10 Industri keretaapi X X X X X X

28 Penyediaan Makanan X X X X X X 11 Industri kendaraan X X X X X X


dan minuman/ bermotor (otomotif)
Katering 12 Industri pesawat X X X X X X
29 Travel dan Pengiriman X X X X X X
Barang

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
298 299
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

NO ZONA KEGIATAN ZONA LINDUNG NO ZONA KEGIATAN ZONA LINDUNG

HUTAN ZONA PERLINDUNGAN ZONA RAWAN BENCANA ZONA RTH HUTAN ZONA PERLINDUNGAN ZONA RAWAN BENCANA ZONA RTH
LINDUNG SETEMPAT LINDUNG SETEMPAT
Rawan Rawan
Sempadan Sempadan Sempadan Gerakan Sempadan Sempadan Sempadan Gerakan
SUBZONA   Taman Kota SUBZONA   Taman Kota
Pantai Sungai Patahan Aktif Tanah/ Pantai Sungai Patahan Aktif Tanah/
Longsor Longsor
KEGIATAN HL SP SS SPA GT RTH - 2 KEGIATAN HL SP SS SPA GT RTH - 2

13 Industri logam dan X X X X X X   Fasilitas Kesehatan            


produk dasar
1 RS tipe A X X X X X X
14 Industri perkapalan X X X X X X
2 RS tipe B X X X X X X
15 Industri mesin dan X X X X X X
3 RS tipe C X X X X X X
peralatan pabrik
4 RS tipe D X X X X X X
16 Industri tekstil X X X X X X
5 RS Bersalin X X X X X X
17 Industri alat listrik dan X X X X X X
logam 6 Laboratorium X X X X X X
kesehatan
18 Industri kimia X X X X X X
7 Puskesmas X X X X X X
19 Industri pangan X X X X X X
8 Puskesmas Pembantu X X X X X X
20 Industri bahan X X X X X X
bangunan dan umum 9 Balai Pengobatan X X X X X X
21 Industri Kecil X X X X X X 10 Pos Kesehatan X X X X X X
Menengah (IKM)
11 Posyandu X X X X X X
22 Pergudangan X X X X X X
12 Dokter umum X X X X X X
  Pemerintahan dan            
Keamanan 13 Dokter spesialis X X X X X X

1 Kantor pemerintah X X X X X X 14 Praktek Bidan/Rumah X X X X X X


pusat/nasional Bersalin

2 Kantor Propinsi X X X X X X 15 Klinik/ Poliklinik X X X X X X

3 Kantor kota/ X X X X X X 16 Klinik dan/atau RS X X X X X X


Kabupaten Hewan

4 Kantor Kecamatan/ X X X X X X 17 Apotik X X X X X X


Kelurahan   Fasilitas Peribadatan            
5 Kantor Kepolisian X X X X X X 1 Masjid X X X X X X
6 Kantor Militer X X X X X X 2 Musholla X X X X X X
  Fasilitas Pendidikan             3 Gereja X X X X X X
1 Kelompok Bermain, X X X X X X 4 Pura X X X X X X
PAUD dan TK
5 Kelenteng X X X X X X
2 Pendidikan Dasar (SD/ X X X X X X
MI-SLTP/MTs) 6 Vihara X X X X X X

3 Pendidikan Menengah X X X X X X   Bina Sosial            


(SMU/MA/SMAK)
1 Gedung Pertemuan X X X X X X
4 Pendidikan Tinggi X X X X X X Lingkungan
(Akademi/ perguruan
2 Gedung serba guna X X X X X X
tinggi)
3 Gedung Pertemuan X X X X X X
5 Pesantren X X X X X X
Kota
6 Perpustakaan X X X X X X
4 Balai pertemuan dan X X X X X X
7 Pusat Riset dan X X X X X X Pameran
Pengembangan IPTEK
5 Pusat informasi T,B X T,B T,B T,B T,B
8 Tempat Bimbingan X X X X X X Kawasan
Belajar, Kursus dan
Pelatihan

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
300 301
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

NO ZONA KEGIATAN ZONA LINDUNG NO ZONA KEGIATAN ZONA LINDUNG

HUTAN ZONA PERLINDUNGAN ZONA RAWAN BENCANA ZONA RTH HUTAN ZONA PERLINDUNGAN ZONA RAWAN BENCANA ZONA RTH
LINDUNG SETEMPAT LINDUNG SETEMPAT
Rawan Rawan
Sempadan Sempadan Sempadan Gerakan Sempadan Sempadan Sempadan Gerakan
SUBZONA   Taman Kota SUBZONA   Taman Kota
Pantai Sungai Patahan Aktif Tanah/ Pantai Sungai Patahan Aktif Tanah/
Longsor Longsor
KEGIATAN HL SP SS SPA GT RTH - 2 KEGIATAN HL SP SS SPA GT RTH - 2

6 Pos keamanan T,B T,B T,B X X T,B   Transportasi            


lingkungan
1 Terminal tipe A X X X X X X
(Poskamling)
2 Terminal tipe B X X X X X X
7 Lembaga sosial/ X X X X X X
organisasi 3 Terminal tipe C X X X X X X
kemasyarakatan
4 Lapangan parkir T,B T,B T,B T,B T,B T,B
  Olah Raga/Hiburan/             umum
Rekreasi
5 Gedung Parkir X X X X X X
1 Padang Golf dan Arena X X X X X X
Latihan Golf 6 Toilet Umum T,B T,B T,B T,B T,B T,B

2 Pusat Olahraga dan X X X X X X 7 Helipad X X X X X X


Kesehatan Jasmani   RTH            
3 Bola X X X X X X 1 Hutan Kota I I I I I I
Gelinding(Bowling) /
Bola Sodok (billiard) 2 Jalur hijau dan pulau I I I I I I
jalan
4 Gelanggang Renang X X X X X X
3 Taman kota I I I I I I
5 Panti Mandi Uap, Griya X X X X X X
Pijat/Spa 4 Pemakaman X X X X X X

6 Musik Hidup/Karaoke X X X X X X   Pertanian            

7 Restoran, Pusat Jajan, X X X X X X 1 Sawah X X X X X X


Jasa Boga, Bakeri dsj.
2 Ladang/Tegalan/ X X X X X X
8 Kolam Pemancingan X X X X X X Kebun

9 Tempat bermain X X T,B T,B X I 3 Rumah Kaca T,B T,B T,B T,B T,B T,B
lingkungan (Greenhouse)

10 Taman X I I X X I 4 Pembibitan I I I I I I

11 Lapangan OR X X X X X I 5 Pengolahan hasil X X X X X X


pertanian
12 Gelanggang Remaja X X X X X X
6 Pergudangan hasil X X X X X X
13 Gedung OR X X X X X X panen
14 Stadion X X X X X X 7 Penjualan tanaman yg X X X X X X
15 Gedung Olah Seni X X X X X X dikembangbiakan

16 Bioskop X X X X X X   Perikanan            

17 Teater X X X X X X 1 Kolam X X X X X X

18 Café, Kedai Kopi X X X X X X 2 Tempat Pelelangan X T,B X X X X


Ikan
19 Taman hiburan X X X X X X
  Peternakan            
20 Taman Perkemahan T,B X X X X X
1 Lapangan X X X X X X
21 Bisnis Lapangan Olah X X X X X X Penggembalaan
Raga
2 Kandang hewan X X X X X X
22 Studio Keterampilan X X X X X X
3 Tempat Pemotongan X X X X X X
23 Kebun Binatang X X X X X X Hewan
24 Resort / Bungalow X X X X X X
25 Klab malam/Diskotek/ X X X X X X
Bar

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
302 303
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

NO ZONA KEGIATAN ZONA LINDUNG NO ZONA KEGIATAN ZONA LINDUNG

HUTAN ZONA PERLINDUNGAN ZONA RAWAN BENCANA ZONA RTH HUTAN ZONA PERLINDUNGAN ZONA RAWAN BENCANA ZONA RTH
LINDUNG SETEMPAT LINDUNG SETEMPAT
Rawan Rawan
Sempadan Sempadan Sempadan Gerakan Sempadan Sempadan Sempadan Gerakan
SUBZONA   Taman Kota SUBZONA   Taman Kota
Pantai Sungai Patahan Aktif Tanah/ Pantai Sungai Patahan Aktif Tanah/
Longsor Longsor
KEGIATAN HL SP SS SPA GT RTH - 2 KEGIATAN HL SP SS SPA GT RTH - 2
  Persampahan             4 Iklan/Reklame X X X X X X
di Halaman
1 TPS+3R/ITF(Tempat X X X X X X
Berkonstruksi
Pengolahan Antara)
5 Iklan/Reklame X X X X X X
2 TPA X X X X X X
Menempel Bangunan
3 Daur ulang/ X X X X X X
6 Iklan/Reklame Diatas X X X X X X
Penimbunan barang
Bangunan
rongsokan/
  Utilitas Lainnya            
4 Pembongkaran X X X X X X
kendaraan bermotor 1 Pengambilan Air X X X X X X
Bersih Sumber Air
  Energi            
Permukaan
1 Pembangkit Listrik X X X X X X
2 Pengambilan Air X X X X X X
2 Pusat transmisi / X X X X X X Bersih Sumber Air
Gardu Induk Bawah Tanah

3 Gardu hubung dan X X X X X X 3 Instalasi Pengolahan X X X X X X


distribusi Air Minum

4 Depo BBM X X X X X X 4 Instalasi Pengolahan X X X X X X


Air Limbah/ Kotor
  Ruang Terbuka Non            
Hijau 5 Reservoar X X X X X X

1 Lapangan X X X X X X 6 Kantor Pos X X X X X X

2 Tempat Parkir X X X X X X 7 Kolam Retensi X X X X X X

3 Tempat Bermain Anak X X X X X X 8 Stasiun Pemadam X X X X X X


Kebakaran
  Kegiatan            
Pengembangan 9 TES (tempat Evakuasi I I X X X I
Kebudayaan Sementara)

1 Sasana Budaya/ X X X X X X 10 TEA (Tempat Evakuasi X X X X X X


Gedung Kesenian/ Akhir)
Theater
  Kegiatan Lainnya            
2 Taman Hiburan Rakyat X X X X X X
1 Pertambangan X T,B X X X X
3 Amphiteatre X X X X X X
2 Ladang Garam X I X X X X
4 Museum/Monumen T,B T,B T,B T,B T,B I
5 Rumah Adat X X X X X X Sumber : Hasil Rencana, 2018
6 Sanggar Seni X X X X X X
Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan (I,T,B,X) di atas berlaku untuk semua kegiatan dan penggunaan lahan
  Sarana Komunikasi            
yang ada di Sistem Perkotaan Kota Palu. Arahan ketentuan dan penggunaan lahan ini hanya mengatur zona lindung
1 Pusat transmisi/ B B B B B B sedangkan zona budidaya akan diatur dalam ketentuan khusus. Hal ini disusun mengingat zona budidaya dalam materi
pemancar
pengurangan risiko bencana ini merupakan area pertampalan (overlay) kawasan rawan bencana yang berada dalam
telekomunikasi
kawasan budidaya atau kawasan rawan bencana tapi tidak berfungsi lindung, sedangkan kegiatan dan penggunaan
2 Menara B B B B B B
Telekomunikasi
lahan utamanya akan dibuat dalam penyusunan materi teknis RDTR perkotaan.

3 Stasiun Radio/TV X X X X X X

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
304 305
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

8.3.2 Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang Tabel 8.25 Ketentuan Tata Masa Bangunan

GSB min (m) Ketinggian


Kode Sub
Intensitas pemanfaatan ruang adalah ketentuan teknis tentang kepadatan zona terbangun yang dipersyaratkan pada No Zona Sub Zona Bangunan maks
Zona
zona tersebut dan diukur melalui Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), dan Koefisien Depan Samping Belakang (m)
Daerah Hijau (KDH) baik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang adalah 1 Hutan lindung   HL - - - 5
ketentuan mengenai intensitas pemanfaatan ruang yang diperbolehkan pada suatu zona, yang meliputi:
1) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Maksimum KDB adalah koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan Sempadan Sungai PS-2 - - - 5
2 Perlindungan Setempat
gedung dengan luas persil/kavling. KDB maksimum ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat pengisian atau Sempadan Pantai PS-3 - - - 5
peresapan air, kapasitas drainase, dan jenis penggunaan lahan.
2) Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Minimum dan Maksimum KLB adalah koefisien perbandingan antara luas 3 Ruang Terbuka Hijau Taman Kota RTH-2 ½ RMJ - - 5

seluruh lantai bangunan gedung dan luas persil/kavling. KLB minimum dan maksimum ditetapkan dengan Patahan Aktif RB-1 ½ RMJ 4 4 5
mempertimbangkan harga lahan, ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana, dampak atau kebutuhan terhadap 4 Rawan bencana alam
Gerakan tanah RB-3 ½ RMJ 4 4 5
prasarana tambahan, serta ekonomi, sosial dan pembiayaan.
3) Koefisien Dasar Hijau Minimal Sumber : Hasil rencana, 2018
KDH adalah angka prosentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung
yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dengan luas persil/kavling. KDH minimal digunakan B. Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal
untuk mewujudkan RTH dan diberlakukan secara umum pada suatu zona. KDH minimal ditetapkan dengan Ketentuan prasarana dan sarana pendukung minimal mengatur jenis prasarana dan sarana pendukung minimal apa
mempertimbangkan tingkat pengisian atau peresapan air dan kapasitas drainase. saja yang harus ada pada setiap zona peruntukan. Jenis prasarana dan sarana minimal ditentukan berdasarkan sifat
dan tuntutan kegiatan utama pada zona peruntukannya. Sedangkan volume atau kapasitasnya ditentukan berdasarkan
Tabel 8.24 Intensitas Pemanfaatan Ruang pada perkiraan jumlah orang yang menghuni zona peruntukan tersebut.

Kode Sub
No Zona Sub Zona KDB maks KLB maks KDH min Tabel 8.26 Ketentuan Prasarana dan Sarana Minimal di Sistem Perkotaan Kota Palu
Zona
1 Hutan lindung   HL 0% 0,02 90% No Zona Sub Zona Kode Sub Zona Prasarana dan Sarana Minimum

Sempadan Pantai SP 0% 0,02 90% 1 Hutan lindung   HL gardu pandang, Ruang Evakuasi
2 Perlindungan Setempat
Sempadan Sungai SS 0% 0,02 90% 2 Perlindungan Sempadan Pantai SP tanggul pantai, bangunan bertingkat yang sudah ada
Setempat wajib menyediakan jalur dan ruang evakuasi vertikal
3 Ruang Terbuka Hijau Taman Kota RTH-2 5-10% 0,2 90% dengan struktur bangunan yang mampu menahan gaya
4 Rawan bencana alam Sempadan Patahan Aktif SPA 2% 0,2 90% tsunami dan goncangan gempa, Early Warning Sistem

Gerakan Tanah GT 20 % 0,2 90% Sempadan Sungai SS Tanggul pada daerah rawan banjir.
3 Ruang Terbuka Hijau Taman Kota RTH-1 Kursi taman, Sirkulasi pejalan kaki menggunakan
Sumber : Hasil rencana, 2018
perkerasan yang ramah lingkungan, Lampu taman,
Ruang Evakuasi, monumen peringatan bencana
4 Rawan bencana Sempadan Patahan SPA Rambu informasi kawasan ruang sempadan aktif
A. Ketentuan Tata Bangunan alam Aktif
Ketentuan tata bangunan adalah ketentuan yang mengatur bentuk, besaran, peletakan, dan tampilan bangunan pada
Gerakan tanah RB-2 Penerapan sistem drainase lereng
suatu zona untuk menjaga keselamatan dan keamanan bangunan. Komponen ketentuan tata bangunan minimal terdiri
atas: Jaringan air bersih
1) Ketinggian bangunan (TB) maksimum Ketinggian bangunan adalah tinggi maksimum bangunan gedung yang Jaringan sewerage
diizinkan pada lokasi tertentu dan diukur dari jarak maksimum puncak atap bangunan terhadap (permukaan) tanah Jaringan Listrik
yang dinyatakan dalam satuan meter. Sistem Pembuangan Sampah
2) Garis sempadan bangunan (GSB) minimum GSB adalah jarak minimum antara garis pagar terhadap dinding
Jaringan Telekomunikasi
bangunan terdepan. GSB ditetapkan dengan mempertimbangkan keselamatan, resiko kebakaran, kesehatan,
kenyamanan, dan estetika. Dinding Penahan Tanah
3) Jarak bebas antar bangunan minimal yang harus memenuhi ketentuan tentang jarak bebas yang ditentukan oleh Sumber : Hasil Rencana, 2018
jenis peruntukan dan ketinggian bangunan.
4) Jarak bebas samping (JBS) dan jarak bebas belakang (JBB) , JBB adalah jarak minimum antara garis batas petak
belakang terhadap dinding bangunan terbelakang. Jarak Bebas Samping (JBS) merupakan jarak minimum antara C. Ketentuan Khusus
batas petak samping terhadap dinding bangunan terdekat. Ketentuan khusus adalah ketentuan yang mengatur pemanfaatan zona yang memiliki fungsi khusus dan diberlakukan
ketentuan khusus sesuai dengan karakteristik zona dan kegiatannya. Selain itu, ketentuan pada zona-zona yang
digambarkan di peta khusus yang memiliki pertampalan (overlay) dengan zona lainnya dapat pula dijelaskan disini.
Ketentuan khusus merupakan aturan tambahan yang ditampalkan (overlay) di atas aturan dasar karena adanya hal-hal
khusus yang memerlukan aturan tersendiri karena belum diatur di dalam aturan dasar.

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
306 307
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

Komponen ketentuan khusus antara lain meliputi:


1) bandar udara, antara lain meliputi kawasan keselamatan operasi penerbangannya (KKOP), batas kawasan
kebisingan, dan kawasan di sekitar bandar udara yang penting untuk diperhatikan;
2) cagar budaya atau adat;
3) rawan bencana;
4) tempat evakuasi bencana (TES dan TEA);
5) pertahanan keamanan (hankam);
6) pusat penelitian (observatorium, peluncuran roket, dan lain-lain);
7) kawasan berorientasi transit (TOD); dan
8) lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B).

Tabel 8.27 Ketentuan Khusus Peraturan Zonasi Dalam


Zona Rawan Bencana dalam Perkotaan Kota Palu
ZONA RAWAN JENIS TIPOLOGI ZONA INTENSITAS PEMANFAATAN KONSTRUKSI REKAYASA SARANA/PRASARANA JENIS KEGIATAN YANG TIDAK
VEGETASI PERSYARATAN PERIZINAN
BENCANA KERAWANAN KERAWANAN RUANG TEKNIS MINIMAL DIPERBOLEHKAN

Kawasan Rawan Gempa PGA rendah   Permukiman Konstruksi bangunan beton Fasilitas penunjang semua Vegetasi yang mendukung    
Bencana (KRB - 1) (G -1) bertulang maupun tidak kawasan budidaya yang konsep kelestarian lingkungan
bertulang dan konstruksi dikembangkan
bangunan tahan gempa
Gempa PGA sedang o Kepadatan bangunan
(G-2)
• Tinggi (>60 unit/Ha)
• Sedang (30-60 Unit/Ha)

• Rendah (>30 Unit/Ha)

o Pola permukiman dapat


mengelompok maupun
menyebar
o Kegiatan perdagangan
dan perkantoran dengan
kepadatan bangunan yang
diperbolehkan : tinggi (KDB >
70; KLB > 200) hingga rendah
(KDB < 50; KLB < 100)
o Kegiatan industri dengan
persyaratan, pengawasan
dan pengendalian yang ketat,
untuk industri skala besar,
sedang, maupun kecil
o Dizinkan untuk kegiatan
lahan usaha basah, pertanian
lahan kering, perikanan,
perkebunan.
o Kegiatan pariwisata dengan
jenis wisata sosial-kultural dan
wisata agro-kultural
o Kegiatan pertambangan
rakyat, antara lain
pertambangan batu dan pasir

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
308 309
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

ZONA RAWAN JENIS TIPOLOGI ZONA INTENSITAS PEMANFAATAN KONSTRUKSI REKAYASA SARANA/PRASARANA JENIS KEGIATAN YANG TIDAK
VEGETASI PERSYARATAN PERIZINAN
BENCANA KERAWANAN KERAWANAN RUANG TEKNIS MINIMAL DIPERBOLEHKAN

Banjir / banjir Daerah Pesisir Permukiman Mendirikan bangunan Membangun sistem drainase Menanam vegetasi yang    
bandang rendah Pantai (A1) perumahan dengan konstruksi dengan sistem polder (tanggul berfungsi menahan pasang
panggung, batas minimal 200 keliling, reservoir dan sistem surut air laut (nipah, kelapa,
Kepadatan nyata antara 250-
meter dari batas titik pasang pompa/pintu) mangrove)
750 jiwa/ha
air laut.

Perkotaan: KDB 50-70% Penyediaan infrastruktur


yang memadai sesuai dengan
kepadatan penduduk dan
menggunakan konstruksi yang
panggung
Industri : Kawasan industri Memperhatikan konstruksi Membangun sistem drainase Menanam vegetasi yang
dengan KDB rendah bangunan yang tidak rentan dengan sistem polder yang berfungsi sebagai penahan
terhadap salinitas, batas terpisah dengan limbah
minimum 200 meter dari industri. Kebutuhan air untuk
batas titik pasang surut air industri diambil dari air laut,
laut, sesuai dengan kondisi kebutuhan air tawar diambil
lingkungan, tidak pada area dari aquifer ke-3, serta
laguna dilakukan injeksi air hujan
untuk mengisi aquifer tersebut  
Menyediakan fasilitas pasang surut air laut,
infrastruktur yang pereduksi polusi udara,
menunjang kegiatan industri, mampu mengurangi
pelabuhan bongkar muat, kebisingan.
terletak di lokasi strategis,
memperhatikan rona
lingkungan  
Perdagangan : Kawasan Memperhatikan konstruksi Membangun sistem drainase
perdagangan dengan batas bangunan yang tidak rentan dengan sistem polder (tanggul
 
minimum 100 m dari batas terhadap salinitas, batas keliling, reservoir dan sistem
pasang surut air laut minimum 200 meter dari pompa/pintu)
batas titik pasang surut air
w Fasilitas infrastruktur Menanam vegetasi yang
laut, sesuai dengan kondisi  
menunjang aliran barang berfungsi sebagai penahan
lingkungan, tidak pada area
dan orang, pelabuhan pasang surut air laut,
laguna.
bongkar muat terletak pada pereduksi polusi udara,
lokasi strategis, dengan mampu mengurangi
memperhatikan rona kebisingan.
lingkungan.  
Kebun Campuran/ Menggunakan sistem pondasi Membangun sistem jaringan Menanam vegetasi yang
Perkebunan : Kawasan kebun cerucuk. irigasi pasang surut memiliki daya adaptasi
campuran/perkebunan dengan   dalam rangka mendukung terhadap salinitas, berfungsi
batas minimum 100 meter dari pemutusan air. sebagai penghalang atau  
batas pasang surut air laut penahan ombak (nipah,
Penyediaan infrastruktur yang
kelapa).
menunjang aliran input-output
dalam farming sistem  
Tambak : Sistem penataan Bangunan kolam yang tidak Menata sistem jaringan Menanam vegetasi mangrove,
lokasi budidaya tambak yang rentan terhadap salinitas dan air yang berfungsi untuk nipah, dan lain-lain yang
disesuaikan dengan daya vandalism, batas minimum mengatur kebutuhan air dari berfungsi sebagai tanaman
dukung lingkungan pesisir 200 meter dari batas titik budidaya tambak konservasi untuk menjaga
(kesesuaian lahan, pasang pasang surut air laut keseimbangan ekosistem  
Penyediaan infrastruktur
surut air laut, kebutuhan
yang menunjang aliran
supply)
input- output dalam aktivitas
budidaya tambak  

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
310 311
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

ZONA RAWAN JENIS TIPOLOGI ZONA INTENSITAS PEMANFAATAN KONSTRUKSI REKAYASA SARANA/PRASARANA JENIS KEGIATAN YANG TIDAK
VEGETASI PERSYARATAN PERIZINAN
BENCANA KERAWANAN KERAWANAN RUANG TEKNIS MINIMAL DIPERBOLEHKAN

Transportasi Sistem pondasi (lapisan dasar) Menata sistem jaringan  


disesuaikan dengan kondisi drainase jalan dalam satu
Memperhatikan kontur dan tanah (sistem cerucuk, batu), kesatuan sistem drainase
struktur daya dukung tanah serta elevasi permukaan jalan kawasan
60 centimeter lebih tinggi dari
Elevasi permukaan jalan elevasi pasang tertinggi atau
 
lebih tinggi daripada elevasi banjir maksimum
pasang tertinggi atau banjir
maksimum
Perlu mempertimbangkan
daya dukung fisik lingkungan  
Likuifaksi rendah Permukiman Menggunakan sistem pondasi Penyediaan Tempat Evakuasi
cerucuk Sementara (TES)
- Kepadatan sedang
- KDB 70 %
Industri
     
Industri skala produksi
menengah
Perdagangan
Perdagangan skala BWP
KAWASAN RAWAN Rawan sesar aktif
BENCANA (KRB rendah
- 2)              
Rawan gempa PGA a. Kegiatan permukiman Fasilitas penunjang untuk Vegetasi yang mendukung    
tinggi dengan persyaratan:   semua kawasan budidaya yang konsep kelestarian lingkungan
dikembangkan
- Konstruksi bangunan a. Konstruksi bangunan semi
semi permanen; Kepadatan permanen dan bangunan
rendah; pola permukiman tradisional untuk kegiatan
mengelompok dan menyebar permukiman
- Konstruksi bangunan Konstruksi bangunan lahan
tradisional kepadatan gempa untuk kegiatan
bangunan tradisional: perdagangan, perkantoran dan
Kepadatan bangunan industri
rendah, pola permukiman
mengelompok dan menyebar
b. Kegiatan perdagangan dan
perkantoran dengan syarat
kepadatan bangunan sedang
(KDB 50-70; KLB 100-200).  
c. Kegiatan industri dengan
persyaratan, pengawasan dan
pengendalian yang ketat untuk
skala industri kecil  
d. Kegiatan lahan usaha
pertanian lahan basah,
pertanian lahan kering,
perikanan, perkebunan.  
e. Kegiatan pariwisata dengan
jenis wisata sosio- kultutal dan
  wisata agro-kultural.  

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
312 313
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

ZONA RAWAN JENIS TIPOLOGI ZONA INTENSITAS PEMANFAATAN KONSTRUKSI REKAYASA SARANA/PRASARANA JENIS KEGIATAN YANG TIDAK
VEGETASI PERSYARATAN PERIZINAN
BENCANA KERAWANAN KERAWANAN RUANG TEKNIS MINIMAL DIPERBOLEHKAN

Rawan tsunami   Lebar RTH sempadan pantai Bangunan di atas elevasi   Tanaman yang hidup di  
rendah minimal 100 m dari batas genangan tsunami dengan wilayah pesisir antara lain
air pasang tertinggi ke arah tiang atau punggung yang seperti mangrove, cemara
darat. Luas area yang ditanami diperkuat (*) laut, ketapang, waru laut, dan
tanaman (ruang hijau) seluas butun;
90%-100%; Blok perumahan
Vegetasi diutamakan vegetasi
dan fasilitas umum dengan
setempat yang sudah teruji
kepadatan rendah (5-20%)
ketahanan dan kesesuaiannya
terhadap kondisi pantai  
banjir dan banjir Permukiman Memperhatikan konstruksi Membangun sistem drainase Menanam vegetasi berupa
bandang sedang bangunan yang disesuaikan yang dapat menampung air tanaman tahunan dataran
Pengendalian dengan dengan kondisi fisik lahan, hujan dan air limbah rumah rendah dan tanaman semusim
menggunakan standar dilengkapi dengan sumur tangga; ataupun dengan yang mampu meresapkan air
perumahan terutama untuk resapan dan tanggul dengan menggunakan sistem polder dan memiliki nilai estetika
hunian padat elevasi 60 cm lebih tinggi dari dan waduk, serta saluran
MAB pengelak
Perkotaan: KDB 30-50%
 
Penyediaan infrastruktur
yang memadai sesuai
dengan kepadatan penduduk
menggunakan konstruksi
yang sesuai dengan rona
lingkungan menggunakan
konstruksi yang sesuai dengan
  rona lingkungan    
Industri          
Pengendalian dengan Memperhatikan konstruksi Penyediaan sarana dan Menanam vegetasi yang
menggunakan standar bangunan yang disesuaikan prasarana pengelolaan limbah, mampu mengikat air,
kebutuhan kegiatan industri dengan kondisi fisik lahan, sebelum dibuang ke sistem mengurangi kebisingan,
dalam ruang dan fasilitas dilengkapi introduksi teknologi drainase mereduksi polusi udara
penunjangnya dalam penyerapan air dan
area penyangga (buffer zone),
Untuk kawasan kritis, kawasan Membangun sistem drainase
pengambilan air untuk industri
dikembangkan dengan sistem yang dapat menampung air
dari air tanah dalam.
polder, waduk, dan saluran hujan dan limbah industri
pengelak
Menyediakan fasilitas
infrastruktur yang menunjang
  kegiatan industri    
Perdagangan          
Pengendalian dengan Memperhatikan konstruksi Membangun sistem drainase Menanam vegetasi yang
menggunakan standar bangunan yang disesuaikan yang dapat menampung air mampu mengikat air
kebutuhan kegiatan industri dengan kondisi fisik lahan, hujan dan air limbah aktivitas
dalam ruang dan fasilitas dilengkapi dengan sumur manusia/perdaga ngan
penunjangnya resapan  
Untuk kawasan kritis, kawasan Menyediakan fasilitas
dikembangkan dengan sistem infrastruktur yang menunjang
polder, waduk, dan saluran aliran barang dan orang
  pengelak  
Likuifaksi sedang Permukiman  
- Kepadatan sedang  
- KDB 50 %  
Perdagangan  
- skala lingkungan  
Indusri  
  skala rumah tangga          

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
314 315
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

ZONA RAWAN JENIS TIPOLOGI ZONA INTENSITAS PEMANFAATAN KONSTRUKSI REKAYASA SARANA/PRASARANA JENIS KEGIATAN YANG TIDAK
VEGETASI PERSYARATAN PERIZINAN
BENCANA KERAWANAN KERAWANAN RUANG TEKNIS MINIMAL DIPERBOLEHKAN

Tanah Longsor   a. Diprioritaskan untuk fungsi Rekayasa teknis untuk Jaringan air bersih, jaringan Vegetasi yang mendukung Dilengkapi antara lain:
rendah lindung. Bila terpaksa harus kegiatan peternakan, drainase konsep kelestarian lingkungan dokumen AMDAl, laporan hasil
dibangun, diarahkan pada pertambangan, dan penyelidikan geologi teknik/
kawasan budi daya terbatas transportasi analisa kestabilan lereng,
rencana perkuatan lereng,
sistem drainase, rencana
pejalan kaki mengikuti kontur.
 
b. Tidak layak untuk industri Rekayasa teknis/rumah Untuk kegiatan pertambangan
panggung pemilihan tipe ditambah dengan upaya
bangunan rendah hingga reklamasi lereng dan rencana
sedang untuk krgiatan revitalisasi kawasan
permukiman  
c. Kawasan budidaya dizinkan
secara terbatas dan bersyarat
antara lain:      
• Kegiatan perternakan
dengan syarat: rekayasa teknis
dan menjaga kelestarian
lingkungan      
Kegiatan pertambangan
dengan syarat; rekayasa
teknis menjaga kelestarian
lingkungan pengendalian
kegiatan tambang sesuai
dengan peraturan yang ada      
kegiatan permukiman dengan
syarat:rekayasa teknis/rumah
panggung, pemilihan tipe
bangunan rendah hingga
sedang, menjaga kelestarian
lingkungan      
Transportasi dengan syarat:
rekayasa teknis mengikuti pola
kontur      
d. Untuk kawasan yang tidak
konsisten dalam pemanfaatan
dikembalikan pada kondisi dan
fungsi semula secara bertahap      
KAWASAN Sesar aktif sedang
RAWAN BENCANA
(KRB-3)              
Tsunami sedang Lebar RTH sempadan pantai Bangunan di atas elevasi Bangunan bertingkat Tanaman yang hidup di Perizinan bangunan Sarana dan prasarana vital
minimal 100 m dari batas genangan tsunami dengan menyediakan jalur dan ruang wilayah pesisir antara lain melalui rekomendasi teknik seperti Rumah Sakit, Kantor
air pasang tertinggi kea rah tiang atau panggung yang evaluasi vertikal seperti mangrove, cemara dari tenaga ahli yang Pemerintahan, Kantor Polisi ,
darat. Luas area yang ditanami diperkuat (*) laut, ketapang, waru laut, dan berpengalaman dalam bidang instalasi listrik/gas dll;
tanaman (ruang hijau) seluas butun; teknik
90%-100%

Bangunan baru yang dideasain Membangun hutan, parit, Vegetasi diutamakan vegetasi Fasilitas berbahaya yang
untuk dapat berfungsi sebagai lereng dan berm yang setempat yang sudah teruji memuat bahan beracun Keras
ruang evakuasi vertikal harus didesain secara khusus dapat ketahanan dan kesesuaiannya dan kronik (Menahun), bahan
memiliki struktur yang mampu memperlambat dan menahan terhadap kondisi pantai peledakan atau kimiawi yang
menahan gaya tsunami dan debris akibat gelombang mudah
goncangan gempa;
     

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
316 317
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

ZONA RAWAN JENIS TIPOLOGI ZONA INTENSITAS PEMANFAATAN KONSTRUKSI REKAYASA SARANA/PRASARANA JENIS KEGIATAN YANG TIDAK
VEGETASI PERSYARATAN PERIZINAN
BENCANA KERAWANAN KERAWANAN RUANG TEKNIS MINIMAL DIPERBOLEHKAN

Likuifaksi tinggi diprioritaskan untuk kawasan


dengan fugsi lindung          
Permukiman          
- Kepadatan rendah          
- KDB 30 %          
Perdagangan          
skala lingkungan          
Industri          
tidak layak untuk kegiatan
  industri          
Tanah longsor   Diprioritaskan untuk kawasan Rekayasa teknis untuk Penerapan sistem drainase Pemilihan jenis vegetasi yang Persyaratan perizinan
sedang dengan fungsi lindung kegiatan pariwisata hutan lereng, Jaringan air bersih, mendukung fungsi daerah dilengkapi antara lain:
kota, hutan produksim Jaringan sewerage, Sistem resapan dan kelestarian dokumen AMDAL, laporan
perkebunan dan pertanian pembuangan sampah, lingkungan untuk kegiatan hasil penyelidikan geologi
Jaringan telekomunikasi, hutan kota teknik/analisa kestabilan
jaringan listrik dan energy lereng/daya dukung
lainnya lereng, rencana penguatan
lereng,rencana terasering,  
sistem drainase lereng,
Tidak layak dikembangkan     Pemilihan jenis vegetasi rencana reklamasi lereng,
untuk kegiatan hunian/ seperti karet dan kayu jati atau rencana penanggulangan
permukiman;pertambangan; tanaman keras untuk kegiatan tanah longsor, rencana jalan
industri; peternakan, dan perkebunan yang mengikuti kontur
perikanan  

Sumber : draft Pedoman Penataan Ruang Berbasiskan Mitigasi bencana Alam dan analisis konsultan , 2018

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
318 319
BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari BAB 8 Rekomendasi Teknis Penyempurnaan Rencana Tata Ruang Daerah dari
Aspek Penataan KRB Berbasis PRB Aspek Penataan KRB Berbasis PRB

D. Ketentuan Insentif dan Disinsentif sewa ruang, dan urun saham telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat
UU No. 26 Tahun 2007 Pasal 35 mengamanatkan · pembangunan serta pengadaan infrastruktur diberikan penggantian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
pemberian insentif dan disinsentif oleh Pemerintah Pusat · pemberian keluwesan dalam batasan dan
dan Pemerintah Daerah, dimana : perhitungan KDB, KLB, dan ketinggian bangunan Ketentuan tambahan mengenai pengaturan zona /subzona di Kawasan Perkotaan Palu adalah sebagai berikut :
· Perangkat Insentif adalah: merupakan perangkat · pemberian penghargaan kepada masyarakat, 1. Ketentuan Tambahan di Zona Perlindungan Setempat (SP, SS)
atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap swasta dan/atau pemerintah daerah. a. Tidak boleh menebang pohon di tepi sungai dan pesisir pantai;
pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana b. Kegiatan diarahkan untuk mendukung pemulihan dan peningkatan fungsi lindung, atau kegiatan lain seperti
tata ruang. - Disinsentif ekowisata, wanawisata, atau sejenis yang tidak mengganggu fungsi lindung kawasan;
· Perangkat disinsentif didefinisikan sebagai perangkat Penetapan disinsentif didasarkan atas pertimbangan: c. Larangan melakukan kegiatan-kegiatan yang berdampak perusakan dan pencemaran lingkungan yang
untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau · pembangunan dan pemanfaatan ruang perlu mengakibatkan terganggunya ekosistem dan fungsi lindung kawasan;
mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan dibatasi dan dikendalikan untuk menjaga d. Larangan kegiatan yang merusak kualitas air, kondisi fisik tepi sungai, mata air, serta mengganggu aliran air;
rencana tata ruang. kesesuaian dengan fungsi ruang yang ditetapkan e. pengecualian untuk kegiatan yang mendukung fungsi kawasan, kepentingan khusus atau strategis negara,
dalam rencana tata ruang; sarana dan prasarana vital pemerintah, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang
Kriteria penetapan insentif dan disinsentif didasarkan · pemanfaatan ruang/guna lahan yang sesuai kawasan lindung atau kawasan konservasi atau kehutanan yang diperbolehkan;
pertimbangan sebagai berikut: dengan zona serta ketentuannya yang ditetapkan
· mekanisme insentif dan disinsentif mengandung oleh Peraturan Zonasi; dan 2. Ketentuan Tambahan di Zona Taman (RTH-2) 
suatu pengaturan dan pengendalian pembangunan · kegiatan yang sesuai dengan jenis zona yang a. terdapat minimal 3 (tiga) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang.
kota yang bersifat akomodatif terhadap setiap ditetapkan dalam Peraturan Zonasi. b. pemanfaatan ruang dibatasi pada kegiatan yang menjamin tidak terganggunya fungsi lindung, keutuhan
perubahan yang menunjang pembangunan dan Obyek pengenaan disinsentif diberikan apabila kawasan, dan ekosistemnya;
perkembangan kota pembangunan dilakukan pada kawasan yang dibatasi c. bangunan gedung untuk tujuan penyediaan sarana prasarana kegiatan dilakukan secara terbatas dan ketat;
· mekanisme insentif dan disinsentif tidak boleh perkembangannya. d. setiap pembangunan terutama yang berdampak penting harus memiliki dokumen kajian lingkungan dan
mengurangi hak masyarakat sebagai warga negara Jenis dan Kategori Pengenaan Disinsentif dapat dilaksanakan berdasarkan kajian mendalam dan komprehensif;
yang memiliki martabat dan hak yang sama untuk berupa:
memperoleh dan mempertahankan hidupnya. · pengenaan denda secara progresif
· membatasi penyediaan infrastruktur, pengenaan
- Insentif kompensasi, dan penalti
Tujuan diberikan insentif sebagai berikut: · pelarangan izin pengembangan lebih lanjut
· mendorong perwujudan rencana struktur ruang, untuk pemanfaatan ruang yang telah terbangun
rencana pola ruang dan kawasan strategis yang sebelum ketentuan ini disahkan
telah ditetapkan · pengenaan pajak/retribusi yang lebih tinggi
· meningkatkan upaya pengendalian perubahan disesuaikan dengan besarnya biaya yang
pemanfaatan ruang di kecamatan dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang
· memberikan kepastian hak atas pemanfaatan ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang
ruang bagi masyarakat
· meningkatkan kemitraan pemangku kepentingan
dalam rangka pemanfaatan ruang, pengendalian E. Ketentuan Penggunaan Lahan lain yang sudah ada
pemanfaatan ruang, dan pengawasan penataan dan tidak sesuai
ruang. · Untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya,
izin terkait disesuaikan dengan fungsi kawasan dalam
Obyek pemberian insentif meliputi: rencana tata ruang yang ditetapkan
· pembangunan pada kawasan yang didorong · Untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya,
pengembangannya pemanfaatan ruang dilakukan sampai izin terkait
· penyediaan ruang untuk fasilitas umum, berupa: habis masa berlakunya dan dilakukan dengan
· ruang privat bangunan yang dapat diakses oleh menerapkan rekayasa teknis sesuai dengan fungsi
umum kawasan dalam rencana tata ruang dan peraturan
· penyerahan lahan privat untuk jalan dan saluran. zonasi yang ditetapkan
· pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum.
Untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan
Jenis dan kategori pengenaan Insentif dapat berupa : tidak memungkinkan untuk menerapkan rekayasa teknis
· keringanan, pengurangan dan pembebasan pajak sesuai dengan fungsi kawasan dalam rencana tata ruang
· pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, dan peraturan zonasi yang ditetapkan, atas izin yang

Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu Masterplan Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Kota Palu
9
Penutup
Indonesia merupakan negara yang di anugerahi
sebuah tatanan lingkungan yang sangat dengan
potensi bencana. Masing-masing kota di Indonesi
amemiliki potensi dan risiko bencana yang berbeda.
Kota Palu, sudah sangat memiliki potensi bencana
yang begitu besar. Bukti yang tidak bisa dipungkiri lagi
adalah bencana Gempa Bumi di bulan September 2018,
yang disertai dengan bencana tsunami dan bencana
likuifaksi.

Konsep untuk menghindari bencana bukanlah hal yang


mungkin untuk dilakukan di Kota palu. Menyiapkan diri
menghadapi bencana adalah hal yang paling logis untuk
dilakukan. Dalam literature kebencanaan, penyiapan diri
disebut sebagai mitigasi. Semakin baik konsep mitigasi yang di
rencanakan, maka akan semakin kecil risiko yang akan di hadapi.

Penyusunan Penataan Ruang yang mempertimbangan pengurangan


Risiko Bencana (PRB), adalah salah satu bentuk mitigasi yang dapat
dilakukan dalam bidang tata ruang. Bencana sudah tidak mungkin
untuk di hindari, namun setidaknya kita telah merencanakan yang
terbaik untuk meminimalisir risiko dan kerugian akbiat dari bencana, jika
bencana yang sama terjadi di masa yang akan datang.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai