Anda di halaman 1dari 5

TATA RUANG WILAYAH PADA WILAYAH PESISIR RAWAN TSUNAMI KOTA

PALU, SULAWESI TENGAH

Aprilia Eka Pratiwi


Universitas Tadulako

ABSTRAK
Tsunami di Teluk Palu yang terjadi tahun 2018 juga berdampak pada pesisir . Kota
Palu adalah ibu kota provinsi Sulawesi Tengah. Terjadinya peristiwa bencana alam Tsunami
yang melanda Teluk Palu pada tahun 2018 lalu merupakan sebuah pembelajaran bagaimana
pentingnya memanfaatkan wilayah pesisir sebagai benteng alami terhadap pencegahan
bencana. Arahan perencanaan tata ruang wilayah Palu menunjukkan pada ujung teluk Palu
sebagain besar pola ruangnya diarahkan sebagai pemukiman penduduk dan pusat
perekonomian, sementara arahan pola ruang untuk kawasan konservasi sangatlah terbatas.
Studi ini bertujuan untuk memberikan gambaran dalam hal penataan ruang wilayah pesisir
kota Palu. Studi dilakukan dalam bentuk studi literatur dengan penelusuran jurnal melalui
google scholar dan garuda.ristekdikti.go.id. Penelusuran dilakukan dengan kata kunci
“Strategi Penataan wilayah pesisir” pada google scholar dan garuda.ristekdikti.go.id.

Kata Kunci : Perencanaa Wilayah, Rawan Tsunami, Kota Palu

PENDAHULUAN

Pasca bencana tsunami serta tingginya tingkat kerawanan bencana pada beberapa
wilayah pesisir Indonesia hendaknya menjadi evaluasi bagi pemangku kebijakan untuk
merumuskan upaya komprehensif agar tingkat risiko dapat dikurangi sehingga jumlah
kerugian, kerusakan serta korban jiwa dapat ditekan. Rentetan bencana tsunami yang
melanda kawasan pesisir Indonesia dengan dampak risiko sangat tinggi yakni pada tahun
2004 di sepanjang pesisir Aceh hingga berdampak massif terhadap 14 negara. Tsunami tahun
2007 di Pangandaran berdampak pada pesisir selatan Jawa hingga pesisir Yogyakarta.
Tsunami di Teluk Palu yang terjadi tahun 2018 juga berdampak pada pesisir (Utami, 2021).
Berbagai upaya pengurangan risiko bencana dapat dilakukan diantaranya melalui
peningkatan kesadaran dan kapasitas masyarakat, upaya peningkatan sistem peringatan dini,
serta upaya pengaturan pemanfaatan ruang dan penggunaan lahan suatu wilayah melalui
penetapan RTRW/RDTR maupun pengaturan zonasi.

Menurut UU Republik Indonesia No. 27 Tahun 2007, wilayah pesisir adalah daerah
peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
Wilayah pesisir memerlukan pengelolaan yang berkelanjutan untuk meningkatkan nilai
sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam
memanfaatkan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil (Hudha, Rondonuwu, & Suryono,
2019). Sedang dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, lokasi geografis
Indonesia yang berada pada kawasan rawan bencana, sehingga diperlukannya penataan ruang
yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan
kehidupan dan penghidupan masyarakatnya (Wibisono, 2019). Perencanaan tata ruang
dengan memperhatikan aspek bencana merupakan upaya mitigasi paling efektif dalam
mengendalikan dan memberikan arahan pemanfaatan ruang. Wilayah sempadan pantai yang
berfungsi sebagai kawasan lindung hendaknya di dalam arahan penggunaan dan pemanfaatan
ruangnya mendukung untuk perlindungan kawasan ekosistem daratan.

Kompleksitas tsunami di Indonesia telah menarik para ilmuwan dunia untuk datang
ke Sulawesi Tengah dan Selat Sunda untuk mempelajari fenomena alam langka dan
mematikan ini. Selain untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, mereka juga
memberikan sejumlah saran praktis untuk mengurangi risiko bencana di Indonesia. Upaya
mitigasi tsunami ini harus memperhitungkan sumber-sumber tsunami di masa lalu dan juga
yang akan datang. Kota Palu adalah ibu kota provinsi Sulawesi Tengah. Secara geografis
Kota Palu terletak di dataran lembah Palu dan teluk Palu sehingga wilayahnya terdiri dari 5
bentang alam yang berbeda seperti pegunungan, lembah, sungai, teluk dan lautan. Wilayah
Kota Palu berbatasan dengan Kabupaten Donggala di sebelah timur, utara dan barat,
Kabupaten Sigi di sebelah selatan, Kabupaten Sigi di sebelah barat dan Kabupaten Parigi
Moutong di sebelah timur. Terdapat 8 kecamatan di kota Palu, yaitu Kecamatan Palu Barat,
Kecamatan Tatanga, Kecamatan Ulujadi, Kecamatan Palu Selatan, Kecamatan Palu Timur,
Kecamatan Mantikulore, Kecamatan Palu Utara dan Kecamatan Tawaeli (PERKOTAAN,
2022). Terjadinya peristiwa bencana alam Tsunami yang melanda Teluk Palu pada tahun
2018 lalu merupakan sebuah pembelajaran bagaimana pentingnya memanfaatkan wilayah
pesisir sebagai benteng alami terhadap pencegahan bencana.

METODE

Studi ini dilakukan dalam bentuk studi literatur dengan penelusuran jurnal melalui
google scholar dan garuda.ristekdikti.go.id. Penelusuran dilakukan dengan kata kunci
“Strategi Penataan wilayah pesisir” pada google scholar dan garuda.ristekdikti.go.id. Skriring
pengambilan sampel yaitu dengan menetapkan kriteria jurnal yang akan menjadi referensi.
Berikut kriteria kelayakan artikel atau jurnal.

1) Kriteria Inklusi
a. Artikel atau jurnal yang dipublikasi di google scholar dan garuda.ristekdikti.go.id
b. Artikel atau jurnal yang membahas mengenai strategi penataan wilayah pesisir
c. Artikel atau jurnal berbahasa Indonesia
d. Artikel atau jurnal yang dipublikasi pada rentan waktu 2017-2022
2) Kriteria Ekslusi
a. Artikel atau jurnal yang tidak dapat diakses dan didownload
b. Artikel atau jurnal yang tidak sesuai topic studi literature

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bencana di Palu menunjukkan bahwa penanganan mitigasi harus dilakukan dengan


hati-hati mengingat di kejadian ini, panjang gelombang tsunaminya relatif pendek dan
berbeda dengan lazimnya tsunami yang dipicu gempa bumi dari zona subduksi (Salim, 2019).
Sesar Palu Koro merupakan salah satu sesar terbesar selain Great Sumatra Fault, Sorong
Fault, Molucca Fault. Sesar yang membelah Kota Palu menyerupai tapal kuda ini tidak hanya
mengakibatkan gempa bumi dengan daya rusak sangat kuat melainkan juga memicu
longsoran bawah laut di sekitar pantai Talise mengakibatkan tsunami dengan ketinggian
antara 0,65 – 5,3m dengan jarak landaan terjauh mencapai 500m menghantam daratan di
Teluk Palu.

Sumber (Utami, 2021)


Arahan perencanaan tata ruang wilayah Palu apabila dicermati pada gambar
menunjukkan pada ujung teluk Palu sebagain besar pola ruangnya diarahkan sebagai
pemukiman penduduk dan pusat perekonomian, sementara arahan pola ruang untuk kawasan
konservasi sangatlah terbatas. Keberadaan sebagian besar penduduk pada wilayah teluk,
berkembangnya pusat perekonomian serta pemerintahan di kawasan sekitar pesisir
mengakibatkan ketika tsunami tahun 2018 tingkat kerusakan dan kerugian yang dialami
masyarakat sangat tinggi. Kajian yang dilakukan Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah
(BPIW) Kementerian PUPR (2018) juga menekankan bahwasannya RTRW yang ditetapkan
melalui Peraturan Daerah Kota Palu Nomor 16 Tahun 2011 belum merumuskan arahan tata
ruang dengan mendasarkan aspek mitigasi bencana geologi yang harusnya detail. Penyediaan
zona perlindungan setempat khususnya di kawasan pesisir yang dapat difungsikan sebagai
barrier alami untuk pengembangan mangrove/bakau untuk meredam tsunami juga harus
diprioritaskan. Usaha pengembangan wisata alam dan wisata edukasi yang aman di kawasan
pesisir serta adanya refuge evakuasi perlu disediakan agar keseimbangan kepentingan
ekonomi dan kepentingan keberlanjutan lingkungan terwujud.

Upaya pengelolaan wilayah pesisir Indonesia yang rentan bencana dengan penduduk
bermukim dan memiliki aktivitas ekonomi tidak jauh dari zona rawan bencana sudah saatnya
diprioritaskan untuk diatur kembali oleh pemerintah, stakeholder dan tentunya dengan
didukung keterlibatan masyarakat. Kesadaran bersama terhadap upaya perlindungan kawasan
pesisir dari berbagai ancaman bencana dengan menempatkan prioritas pembangunan yang
memberikan perlindungan dan keselamatan bagi masyarakat sangat diperlukan agar
pembangunan yang dilakukan mampu mewujudkan keseimbangan keberlanjutan kehidupan,
perekonomian maupun kelestarian alam. Pengaturan pemanfaatan ruang berbasis mitigasi
bencana pesisir yang diatur secara rinci melalui regulasi pengelolaan pesisir sebagaimana
diterapkan di Jepang. Penerapan kegiatan penanaman vegetasi pantai sebagai upaya mitigasi
bencana Tsunami juga dapat menjadi opsi yang perlu dipertimbangkan. Konfigurasi vegetasi
pantai dengan ketebalan dan kerapatan dapat membentuk pelindung yang memberikan
manfaat bagi lingkungan pesisir dan masyarakat. Kementerian Kelautan dan Perikanan
melalui Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil melakukan program
kegiatan penanaman vegetasi pantai sebagai upaya mitigasi bencana Tsunami . Dengan
adanya penanaman vegetasi pantai ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat
sehingga dapat mengurangi potensi resiko baik moril maupun materil masyarakat pesisir
akibat bencana Tsunami. Vegetasi pantai beserta kelengkapannya bersifat multifungsi, yakni
selain berfungsi sebagai buffer untuk mengurangi energi dan dampak bencana terhadap
infrastruktur pantai, juga berperan dalam membangkitkan ekonomi masyarakat pesisir
melalui mata pencaharian alternatif yang muncul dari adanya kawasan hutan pantai.

KESIMPULAN

Tsunami di Teluk Palu yang terjadi tahun 2018 juga berdampak pada pesisir . Kota
Palu adalah ibu kota provinsi Sulawesi Tengah. Secara geografis Kota Palu terletak di dataran
lembah Palu dan teluk Palu sehingga wilayahnya terdiri dari 5 bentang alam yang berbeda
seperti pegunungan, lembah, sungai, teluk dan lautan. Wilayah Kota Palu berbatasan dengan
Kabupaten Donggala di sebelah timur, utara dan barat, Kabupaten Sigi di sebelah selatan,
Kabupaten Sigi di sebelah barat dan Kabupaten Parigi Moutong di sebelah timur. Terjadinya
peristiwa bencana alam Tsunami yang melanda Teluk Palu pada tahun 2018 lalu merupakan
sebuah pembelajaran bagaimana pentingnya memanfaatkan wilayah pesisir sebagai benteng
alami terhadap pencegahan bencana.

Arahan perencanaan tata ruang wilayah Palu menunjukkan pada ujung teluk Palu
sebagain besar pola ruangnya diarahkan sebagai pemukiman penduduk dan pusat
perekonomian, sementara arahan pola ruang untuk kawasan konservasi sangatlah terbatas.
Keberadaan sebagian besar penduduk pada wilayah teluk, berkembangnya pusat
perekonomian serta pemerintahan di kawasan sekitar pesisir mengakibatkan ketika tsunami
tahun 2018 tingkat kerusakan dan kerugian yang dialami masyarakat sangat tinggi. Upaya
pengelolaan wilayah pesisir Indonesia yang rentan bencana dengan penduduk bermukim dan
memiliki aktivitas ekonomi tidak jauh dari zona rawan bencana sudah saatnya diprioritaskan
untuk diatur kembali oleh pemerintah, stakeholder dan tentunya dengan didukung
keterlibatan masyarakat. Konfigurasi vegetasi pantai dengan ketebalan dan kerapatan dapat
membentuk pelindung yang memberikan manfaat bagi lingkungan pesisir dan masyarakat.
Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil melakukan program kegiatan penanaman vegetasi pantai sebagai upaya mitigasi
bencana Tsunami . Dengan adanya penanaman vegetasi pantai ini diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat sehingga dapat mengurangi potensi resiko baik moril
maupun materil masyarakat pesisir akibat bencana Tsunami.

REFERENSI

Hudha, N., Rondonuwu, D. M., & Suryono. (2019). Kajian Pengembangan Pesisir Teluk
Manado Sebagai Kota Tepi Pantai. Jurnal Spasial, 6(3), 800–809.
PERKOTAAN, P. P. K. (2022). PU-net. Retrieved May 30, 2022, from
http://perkotaan.bpiw.pu.go.id/v2/kota-sedang/75
Salim, E. (2019). MITIGASI TSUNAMI : BAKAU LEBIH BAIK DARIPADA TANGGUL.
Retrieved May 30, 2022, from
http://perpustakaan.menlhk.go.id/pustaka/home/index.php?
page=detail_news&newsid=803
Utami, W. (2021). Analisis Rencana Tata Ruang Wilayah Pada Pesisir Rawan Tsunami
(Studi Pesisir Aceh, Banten dan Palu). Tataloka, 23(4), 479–495.
https://doi.org/10.14710/tataloka.23.4.479-495
Wibisono, W. (2019). Strategi Penataan Ruang Berbasis Mitigasi Bencana Berdasarkan
Tingkat Kerentanan Bencana Kota Bandar Lampung. PWK Institut Teknologi Sumatera,
(24), 1–16.

Anda mungkin juga menyukai