Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KONSERVASI PENYU DI PANTAI PELANGI, BANTUL, YOGYAKARTA.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah Konservasi Sumberdaya Perikanan

DOSEN PENGAMPU:

Prof. Dr. Ir. Djumanto, M. Sc.

Disusun oleh:

Rosa Maulana Agustina

21/476609/PN/17154

DEPARTEMEN PERIKANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2023/2024
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN........................................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
I. Latar Belakang....................................................................................................................1
II. Study Area........................................................................................................................3
III. Tujuan..............................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................5
I. Keanekaragaman Hayati....................................................................................................5
II. Wilayah Pesisir................................................................................................................6
III. Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu............................................................................7
IV. Konservasi Sumberdaya Perikanan...............................................................................7
BAB III METODOLOGI................................................................................................................9
I. Metode Penelitian................................................................................................................9
II. Langkah Penelitian..........................................................................................................9
III. Sumber Data..................................................................................................................10
IV. Teknik Pengumpulan Data...........................................................................................10
V. Analisis Data..................................................................................................................10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................................11
I. Kesesuaian Lahan Pantai Pelangi untuk Konservasi Penyu..........................................11
II. Konservasi Penyu di Pantai Pelangi.............................................................................13
III. Permasalahan Konservasi Penyu.................................................................................14
IV. Ancaman Terhadap Konservasi Penyu........................................................................14
V. Upaya Partisipasi Stake holder.....................................................................................15
BAB V KESIMPULAN.................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................19

2
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Indonesia dengan negara bertatus kepulauan terbesar di dunia mempunyai
potensi laut yang besar mengingat luasnya 5,8 Juta km 2 sekitar 7,8 Juta km2 wilayah
indonesia merupakan lautan terdapat 17,480 pulau dengan garis pantai sepanjang
95.186 km. hal tersebut yang membuat Indonesia menjadi negara kedua dengan pantai
terpanjang setelah Kanada. Kombinasi lokasinya yang berada di pinggang bumi, variasi
perubahan iklim, serta interaksi jalur kedua arus samudra menjadi faktor wilayah
Indonesia sebagai mega biodiversity atau keanekaragaman hayati makhluk hidup yang
sangat besar ketiga setelah Brazil dan Republik Demokratik Kongo.

Keanekaragaman hayati Indonesia salah satunya adalah biodiversitas flora dan


fauna yang cukup besar. Lautan dan daratan yang ada cukup membentang luas
sehingga dijadikan sebagai tempat hidup berbagai jenis biodiversitas flora dan fauna
tersebsar di seluruh wilayah Indonesia salah satunya adalah penyu. Penyu termasuk
jenis reptile laut yang bertugas sebagai penyangga ekosistem laut dengan menjaga
produktivitas padang lamun serta mendistirbusikan nutrient menggunakan pola
migrasinya yang jauh (Ario et al., 2016). Menurut WWF Indonesia, Indonesia menjadi
tempat pendaratan 6 dari 7 spesies penyu yang ada di dunia. Saat ini, penyu yang ada di
dunia tersisa 7 spesies saja dan keseluruhannya masuk kategori spesies endangered
species atau terancam punah. Spesies-spesies tersebut yaitu penyu hijau (Chelonia
mydas), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu sisik (Eretmochelys imbricata),
penyu tempayana (Caretta caretta), penyu pipih (Natator depressus), dan penyu
belimbing (Dermochelys cariacea) (Agung, 2017).

Status penyu saat ini telah masuk dalam kategori spesies terancam punah,
beberapa penelitian menyebutkan jangka waktu terahir ini jumlah populasi penyu
mengalami penurunan. Hal tersebut tidak lepas dari berbagai faktor yang mengancam
kehidupan penyu. Ancaman-ancaman tersebut seperti perburuan, perubahan ekosistem

1
hingga faktor alam. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk melindungi spesies
tersebut dari ancaman yang dapat menyebabkan kepunahan dengan perlindungan
kawasan di lingkungan alamiahnya. Berdasarkan luasannya, lautan di dunia menutupi
70% bagian bumi, namun luas kawasan perairan laut yang dilindungi sagatlah kecil.
Saat ini, keseluruhan wilayah perlindungan laut mencakup kurang dari setengah persen
Kawasan laut, kurang dari sepertinganya dengan status sangat dilindungi, dan sebanyak
71% tidak mempunyai aktivitas pengelolaan.

Upaya konservasi di Indonesia sendiri sudah ada sejak 1978 pada saat undang-
undang konservasi Internasional diratifikasi didalamnya termasuk konservasi terhadap
penyu. Kemudian turunannya yaitu Peraturan Pemerintah RI No. 8 Tahun 1999, SK
Menhut No. 447/Kpts-II/2003, Peraturan Pemerintah (PP) RI No.60 Tahun 2007 yang
mempertegas berlakunya undang-undang internasional di Indonesia. Kawasan
konservasi penyu di Indonesia yang masuk kategori baik antara lain Kabupaten Pesisir
Selatan Pulau Penyu, Rokan Ilir, Sambas, Kakaba, Aru Laut, Laut Cibateng Cikepuh,
Karimun Jawa, Pulau Togian, Pulau Pasoso, Ujung Kulon, Pengumbahan, Taka Tulang
Rate, Kangean Kalimantan Selatan, Raja Ampat, Sukamade, Kepualuan Peleng
Banggai, Alas Purwo dan lainnya (Mulyana, 2006 cit. Agung, 2017).

Konservasi penyu di wilayah pantai di Kabupaten Bantul sampai sekarang


belum banyak diketahui oleh orang karenakan banyak orang tidak mengetahui bahwa
pantai di Kabupaten termasuk salah satu tempat pendaratan penyu. Hal tersebut juga
disebabkan karena minimnya data mengenai pendaratan penyu serta profil habitat
sepanjang pantai di Kabupaten Bantul. Salah satu penyu yang sering mendarat di
pesisir Kabupaten Bantul adalah penyu lekang (Lepidochelys Olivacea). Penyu tersebut
biasnaya melakukan aktivitasnya di sebagian wilayah pesisir Kabupaten Bantul
termasuk Pantai Pelangi seperti untuk bertelur (Agung, 2017).

2
II. Study Area
Kabupaten Bantul merupakan Kabupaten yang masuk di Provinsi Istimewa
Yogyakarta (DIY). Kabupaten ini tergolong maju dan mempunyai potensi yang besar
pada beberapa sektor. Potensi yang berkembang pesat salah satunya adalah sektor
pariwisata mulai wisata religi, budaya dan alam yang berupa pantai terbentang luas di
sepanjang pesisir selayan Daerah Istimewa Yoyakarta (Wulan et al., 2016). Panjang
pantai di Kabupaten Bantul diperkirakan mencapai 16,85 km dengan empat titik lokais
konservasi penyu. Mulai dari timur ada Pantai Pelangi Depok, Samas, Goa Cemara,
dan Pantai Baru Pandansimo (Agung, 2017). Pantai Pelangi termasuk salah satu pantai
yang mengiasi sepanjang pesisir pantai di Kabupaten Bantul. Pantai Pelangi berlokasi
di Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul. Letaknya sejajar dengan
Pantai Parangtritis, Depok dan Pantai Parangkusumo. Pantai pelagi mulai dibuka tahun
2010 sebagai alternatif wisata bagi wisatawan (Wulan et al., 2016).

Gambar 1. Peta Lokasi Pantai di Kabupaten Bantul

Sumber: Maulana, 2016 cit. Wulan et al., 2016

3
Gambar 2. Foto Tegak Pantai Pelangi

Sumber : Putra, 2016 cit. Wulan et al., 2016

Pantai Pelangi termasuk pantai yang berada di pesisir Selatan Provinsi DI


Yogyakarta. Pantai ini berjarak 30 Km kearah Selatan, Kabupaten Bantul dari Pusat
Kota. Pada sebelah barat Pantai Pelagi berbatasan dengan Pantai Depok, batas sebelah
timurnya adalah Pantai Paranngkusumo, dan pada sebelah utara berbatasan dengan
Dusun Samiran. Pantai Pelangi tergolong pantai yang masih baru karena dibuka baru di
tahun 2010. Sebelumnya, mulai tahun 2000 hingga 2010 Kawasan Pantai Pelangi
merupakan tempat pelelagan hasil laut (TPHL). Pantai Pelangi termasuk tempat
konservasi penyu sejak dibuka pada tahun 2010 lalu. Spesies penyu yang dijumpai di
Pantai Pelangi adalah Penyu Lekang (Lepdochelys olivacea), Penyu Belimbing
(Dermochelys coriacea) dan Penyu Sisik (Eretmochelys imbricate).

III. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:

a. Mendeskirpsikan kondisi eksisting dan persoalan yang ada atau timbul yang
disebabkan berbagai faktor.
b. Menyajikan sisi positif dan negative penanganan yang telah dilakukan stake
holder.
c. Menyajikan alternatif cara penanganan kawasan konservasi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

4
I. Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas merupakan semua jenis makhluk
hidup baik makroorganisme seperti hewan, tumbuhan maupun mikroorganisme.
Termasuk ragam genetic setiap spesies dan ekosistem dalam lingkungan hidup. Dalam
ekosistem, Keanekaragaman hayati berperan dalam mendukung terpenuhinya
kebutuhan sandnag, papan, pangan, udara bersih serta obat-obatan bagi manusia
(Utami dan Budiantoro, 2022). Menurut LIPI (Lembaga Ilmi Pengetahuan Indonesia)
BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) menyatakan bahwa keanekaragaman
makhluk hidup di Indonesia menempati posisi tertinggi kedua dunia setelah Brazil.
Keduanya adalah representasi dari bioma hutan hujan tropis dengan abiotic yang
optimal untuk pertumbuhan dan reproduksi. Pulau utama Indonesia yang punya
dominasi flora dan fauna terbanyak adalah Sumatera, Kalimantan, Jawa, Maluku,
Sulawesi dan Papua (Utami dan Budiantoro, 2022). Keanekaragaman hayati sangat
penting dan dibutuhkan pada masa mendatang. Keanekaragaman hayati memberikan
banyak manfaat bagi manusia, salah satunya adalah produksi kayu di hutan dan
pengaturan iklim, ikan di ekosistem perairan dan ternak di padang rumput (Moore et
al., 2015 cit. Khairina et al., 2020). Selain itu, bermanfaat juga untuk menyimpan dan
menyerap karbon, menyediakan makanan dan air, pemeliharaan habitat dan
keanekaragaman hayati dan lainnya dianggap berkontribusi pada kehidupan manusia.
Globalisasi sebagai faktor yang mendorong overeksploitasi kekayaan alam di darat dan
laut yang membahasakan keberlangsungan kedidupan (Khairina et al., 2020). Oleh
karena itu, diperlukan upaya konservasi untuk mempertahankan keanekaragamna
hayati di wilayah Indonesia.

II. Wilayah Pesisir


Wilayah pesisir atau coasta; zone merupakan daerah [ertemuan antara daratan
dengan laut atau disebut dengan daerah interface yaitu keseluruhan proses yang terjadi
di dalamnya dipengaruhi oleh interaksi intens dari darat dan laut. Menurut kondisi
ekologisnya, wilayah pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem daratan
dengan laut. Batas wilayahnya ke darat adalah jarak arbitrer dari pasang tertinggi dan
jarak ke arah laut adalah batas yuridikasi negara atau wilayah (Asyiawati dan Akliyah,

5
2021). Dari sisi fisiografis, wilayah pesisir merupakan daerah yang terletak diantara
garis pantai sampai ke arah darat dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut, dengan
kelandaian (% lereng) pantau dan dasar laut menentukan lebarnya, serta terbentuk dari
endapan lempung sampai pasir dengan sifat lepas bahkan materinya dapat berupa
kerikil. Menurut kesepatan umum dunia menyatakan wilayah pesisir merupakan daerah
peralihan darat dengan laut. Ditinjau dari coastline atau garis pantainya, wilayah pesisir
mempunyai dua batas (boundaries), yakni cross-shore atau tegak lurus terhadap garis
pantai dan longshore atau batas sejajar garis pantai. Akan tetapi, penetapan batas yang
tegak lurus terhadap garis pantai sampai saat ini belum terbentuk kesepakatan, atau
dapat disebut batas wilayah pesisir satu negara dengan negara lain berbeda. Hal
tersebut dikarenakan tiap negara mempunyai karakteristik sumber daya, lingkungan
dan sistem pemerintahannya sendiri.

Karakteristik wilayah peisisr yaitu dipengaruhi proses kelautan sepperti pasang


surut, gelombang, dan intrusi air laut dan angin laut. Selain itu, wiayah pesisir
merupakan daerah pertemuan berbagai aspek dari darat, laut dan udara yang
membentuk kesimbangan dinamis Pembangunan serta penghancuran ketiga unsur.
Wilayah pesisir mempunyai tingkat kesuburan tinggi, sebagai daerah penyangga dan
habitat sumberdaya hayati. Hal tersebut dikarenakan wilayah pesisir kaya akan zat
organik dan unsur hara yang berperan penting di rantai makanan laut. Wilayah ini juga
terpengaruh oleh aktivitas manusia serta proses alamiah termasuk run off, sedimentasi,
pencemaran sebagai penghubung dari dampak aktivitas manusia (Asyiawati dan
Akliyah, 2021).

III. Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu


Menurut UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasa, dan
pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil antar sektor, antara pemerintah
dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan
dan msnsjemen untuk meningkatkan kesejahteraan Masyarakat. Pengelolaan wilayah
pesisir yang sedang dikerjakan yaitu Integrated Coastall Zone Management. Konsep

6
tersebut adalah pengelolaan wilayah peisisr secara terpaduyang mempertimbangkan
semua aspek yang terkait dengan wilayah pesiisr, seperti ekonomi, lingkungan, sosial,
dan teknologi. Diharapkan bahwa penggunaan konsep ini akan membantu mengatasi
berbagai persoalan yang muncul belakangan ini dalam pengelolaan wilayah pesisir.
Berdasarkan kebijakan dan strategi Pembangunan wilayah pessir dan kelautan.
Didasarkan batas ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif), Indonesia mempunyai kewenangan
untuk mengelola wilayah kelautan sejauh 200 mill dari pasang surut terendah. Menurut
UU No. 32 Tahun 2004, provinsi memiliki wewenang untuk mengelola wilayah
kelautan sejauh 12 mil, dan kabupaten/kota memiliki wewenang sejauh 4 mil.
Berdasarkan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), Indonesia memiliki wewenang untuk
mengelola wilayah kelautan sejauh 200 mil dari pasang surut terendah. Menurut
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, provinsi memiliki wewenang untuk mengelola
wilayah kelautan sejauh 12 mil, dan kabupaten/kota memiliki wewenang sejauh 4 mil.

IV. Konservasi Sumberdaya Perikanan


konservasi adalah upaya untuk melindungi Kawasan dan biota di lingkungan
alamiahnya. Seperti yang telah ditugaskan dalam UU no 27 Tahun 2007 jo UU No.1
Tahun 2014 tentng Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mewajibkan
konservasi ekosistem dan biota laut. Peraturan ini mencakup Kawasan konservasi
perairan dan Kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang saling
terkait. Dalam rangka menyelamatkan dan melindungi spesies bermigrasi, ada 11
prioritas program pemerintah Indonesia, salah satunya adalah penyu (sea turtle).
Konservasi sumberdaya pesisir dan laut adalah upaya penting mendukung
keberlanjutan sumberdaya perikanan dan ekonomi masyarakat nelayan. Bentuk
upayanya adalah melindungi sumber daya lewat konservasi yang meliputi penyisihkan
lokasi potensial bagi berbagai jenis biota laut, fenomena alam, keunikan dan ekosistem
spesies laut. Kawasan Konservasi Laut (KKL) pada hakekatnya merupakan pintu
gerbang terakhir bagi perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya laut dan
ekosistemnya secara berkelanjutan. Oleh karena itu, uaya perlindungan yang
berkelanjutan diharapkan dapat terwujud (Hasani, 2012).

Kawasan konservasi perairan secara ekologi harus memiliki keanekaragaman


hayati, keterkaitan ekologis, keterwakilan, kealamiahan, keunikan, daerah ruaya,

7
produktivitas, daerah pemijahan ikan, daerah pengasuhan, dan habitat ikan langka.
Kriteria sosual budaya termasuk dukungan masyarakat, potensi ancaman, kearifan dan
aday istiadat setepat, serta kriteria ekomoni termasuk nilai perikanan yang signifikan,
potensi rekreasi, estetika, pariwisata dan kemudahan akses ke kawasan.

8
BAB III

METODOLOGI

I. Metode Penelitian
Metode yang dipergunakan dalam penyusunan makalah ini adalah Kualitatif-
Deskriptif menggunakan pendekata abalisis deskriptif dan evaluasi. Metode kualitatif
merupakan pendekatan yang berfokus pada pemahaman mendalam dan hasilkan data
berbentuk deskriptif, teks tertulis, atau lisan mengenai subjek penelitian sosial. Metode
deskriptif sebagai gambaran dan deskripsikan subjek penelitian melalui data. Metode
kualitatif adalah pendekatan yang berfokus pada pemahaman mendalam dan
menghasilkan data dalam bentuk deskripsi, teks tertulis, atau lisan tentang subjek
penelitian ilmu sosial. Metode ini didasarkan pada melihat orang dalam lingkungan
alami mereka dan berinteraksi dengan mereka dalam bahasa dan konteks yang sesuai.
Analisis deskripsi yang dipergunakan selama penyusunan makalah ini, dipergunakan
untu memberi gambaran serta deskripsi subjek yang diteliti melaluiada melalui data
yang sudah ada. Metode deskriptif akan mendeskripsikan keadaan dengan benar. Tidak
hanya menjelaskan kondisi saja, akan tetapi, menjelaskan kondisi saat ini secara
keseluruhan (Putra et al., 2020)

II. Langkah Penelitian


Langkah penelitian adalah model untuk melakukan penelitian. Langkah
penelitian menggambarkan bahwa tujuan yang juga harus di capai melalui analisis data
teknis dan diskusi yang diadakan. Langkah penelitian mempunyai tahapan yang
dilaksanakan secara terstruktur, baku, logis, runtut dan sistematis tahapannya yaitu
perumusan masalah, mencari data sekunder megenai konservasi penyu dan tingkat
partisipasi masyarakat, pengumpulan data, dan merumuskan kesimpulan.

9
III. Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder sumber data sekunder diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui
sumber hasil penelitian terdahulu, serta dari berbagai pustaka mencakup dokumentasi,
buku, jurnal penelitian, gambar, data instansi yang relevan, text book, dan Lembaga
penelitian yang berhubungan dengan perilaku Masyarakat yang mendukung konservasi
penyu di Pantai Pelangi Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta.

IV. Teknik Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan studi literatur dan
studi keputusan. Studi literatur adalah tahapan setelah observasi. Pada tahap ini,
peneliti mengumpulkan berbagai dokumen kualitatif mencakup artikel, dokumen,
email, laporan, buku, dokumentasi audio, gambar, video dan audio-visual lain yang
berhubungan dengan penelitian. Studi literatur memanfaatkan teori-teori yang ada saat
ini dan yang sudah ada pada buku teks maupun hasul penelitian lain. Peneliti
melakukan berbagai pencarian dan analisis teori yang berkaitan dengan penelitian ini
untuk mendapatkan pemahaman mengenai pertanyaan persoalan yang ada (Beno et al.,
2022). Selanjutnya adalah studi keputusan atau (literal) adalah teknik pengumpulan
data menggunakan data sekunder yang paling relevan dengan topik perilaku
masyarakat yang mendukung konservasi penyu di PantaI Pelangi, Kabupaten Bantul,
DI Yogyakarta.

V. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilaksanakan setelah keseuruhan data
terkumpul. Analisis data dilakukukan dengan analisis deskriptif dan evaluatif. Analisis
deskripstif dilakukan dengan tujuan menggambarkan atau mendeskripsikan fenomena
atau konsisi yang sedang dikaji secara factual, akurat dan sistematif. Analisis desktiptif
bertujuan menunjukkan hasil identifikasi perilaku masyarakat dalam mendukung
konservais penyu di Pantai Pelangi, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Selanjutnya
analisis evaluatif adalah metode yang dilakukan dengan mengukur serta

10
membandingkan data dari berbagai sumber untu mencapai pengambilan keputusan.
Kemudian hasilnya di interpretasikan dan di telaah

11
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. Kesesuaian Lahan Pantai Pelangi untuk Konservasi Penyu


Penyu lekang, penyu sisik dan penyu belimbing biasanya bertelur di beberapa
pantai di Kabupaten Bantul, termasuk di Pantai Pelangi. Jumlah telur yang menetas
dipengaruhi oleh jarak pasir dengan laut, presentase telur menetas akan meningkat
seiiring jarak yang semakin dekat dengan daratan. Selain itu, telur yang menetas
semakin baik dengan kondisi daerah bertelurnya penyu yang semakin teduh.
Berdasarkan pernyataan tersebut, menunjukkan bahwa kondisi lingkungan di wilayah
Pesisir Pantai Pelangi, Kabupaten Bantul akan berpengaruh terhdap habitat bertelur dan
presentase telur penyu yang menetas (Fathin, 2016).

Tabel 1. Luasan area kemiringan pantai di Pantai Pelanggi

Sumber: Fathin, 2016

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa Pantai Pelangi didominasi


oleh kemiringan 3-8 %. Kondisi pantai dengan kemiringan tersebut tergolong landai
dan tersebar di beting muda dengan luas 18.41 ha. Tempat yang tepat untuk penyu
lekang bertelur adalah pada kemiringan 3-8%. Pada kemiringan tersebut, memudahkan
penyu dalam mencri loaksi bertelur karena pantai tidak terlalu curam. Jika sarang

12
penyu terletak pada kemiringan yang dangkal atau rendah, itu mengakibatkan resapan
air laut yang mengurangi kelembapan dan suhu di dalam sarang.

Tabel 2. Luasan area suhu permukaan lahan di pesisir Pantai Pelangi

Sumber: Fathin, 2016

Berdasarkan luasan area suhu permukaan lahan di pesisir Pantai Pelangi


menunjukkan suhu di Pantai Pelangi relative tinggi. Kondisi tersebut berakibat pada
hasil menetasnya telur penyu kurang optimal karena suhu sarang penyu Pantai Pelangi
pada saat inkubasi lebih tinggi dibandingkan suhu optimal (28-32oC). Suhu yang tinggi
juga meyebabkan telur penyu mengering.

Tabel 3. Luasan daerah yang sesuai untuk habitat bertelur Penyu Lekanag

Sumber: Fathin, 2016

Tabel diatas menunjukkan daerah yang “sesuai” untuk habitat bertelur penyu
mencapai 7% dari jumlah keseluruhan. Daerah “cukup sesuai” 64%, dan daerah tidak
sesuai 29%. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa kondisi lingkungan

13
penyu bertelur di Pantai Pelangi yang mendominasi adalah kelas cukup sesuai. Hal
tersebut menunjukkan bahwa beberapa faktor yang berhubungan dengan karakteristik
fisik lahan seperti suhu pemukaan, kemiringan serta penggunaan lahan di garis pantai
Pantai Pelangi mampu menyebakan induk penyu kurang berminat bertelur di peissir
Pantai Pelangi.

II. Konservasi Penyu di Pantai Pelangi


Pantai Pelangi mulai dibuka pada tahun 2010 dan di tahun 2012, di pantai
Pelangi telah dilakukan penetasan telur penyu pertama oleh Pak Dasuki dan Pak
Sarwidi atau akarb disapa Pak Das dan Lik Min. Keduanya merupakan pengelola
konservasi di pesisir Pantai Pelangi. Pak Das dan Lik Min berasal dari dua latar
belakang yang berbeda, akan tetapi mempunyai satu misi hal yang sama untuk
melestarikan penyu. Pak Dasuki merupakan indinyur Pertanian dari Universitas Gadjah
Mada.putuskan untuk hidup sambal melindungi lingkungan dan juga meningkatkan
kesejahteraan Masyarakat pesisir, karena semasa kecil beliau merupakan saksi pemburu
penyu di sepanjang pantai Parangtritis dan Depok. Sedangkan Lik Min merupakan
seorang pemburu penyu serta penikmat telur penyu, daging penyu serta pengrajin
cangkang penyu. Lik Min ingin melestarikan penyu untuk menebus perbuatannya di
masa lalu. Setelah mengetahui ada yang menetaskan telur penyu di Pantai Samas,
tepatnya Mbah Rujito, membuat mereka yakin untuk menetaskan telur penyu dengan
belajar dari alam, akan tetapi sempat menuai kegagalan karena hujan membuat telur
penyu di dalam pasir gagal menetas. Tidak hanya sampai disitu, mereka mengajak
nelayan setempat untuk turut serta melestarikan penyu di sekitarnya. Namun, tidak
terlepas lagi dengan kendala yaitu mengganti telur penyu yang ditemukan untuk
dikonservasi. Seiiring waktu, undang-undang pelarangan perburuan penyu mulai
dikeluarkan oleh pemerintah, ha tersebut karena penyu telah masuk kategori hampir
punah. Sampai saat ini, konservasi penyu masih berjallan dengan baik dan terus belajar
demi tercapainya kelestraian penyu.

Pada tahun 2014 Dinas Kelautan dan Perikanan Bekerja sama dengan
Kabupaten Bantul untuk mendirikan konservasi penyu di pesisir Bantul. Tujuannya
untuk menerapkan sistem pengelolaan penyu yang berpusat pada Masyarakat. Diantara
berbagai jenis penyu, ada penyu belimbing, penyu hijau, penyu tempayan, penyu abu,
penyu sisik, dan penyu datar. Penyu-penyu tersebut menyebar di berbagai garis pantai

14
Kabupaten Bantul seperti pantai goa cemara, Pantai baru dan pantai Pelangi. Menyusul
keputusan Bupati Bantul tahun 2014 tentang reservasi kawasan Konservasi Taman
Pesisir di Pantai tersebut. Konservasi penyu bertujuan untuk melestarian hewan yang
hidup di laut dan darat pesisir Kabupaten Bantul. Konservasi penyu dimulai dengan
penemuan telur penyu, yang biasanya terjadi mulai bulan Mei sampai September.
Masyarakat sebagai kelompok pemerhati penyu menjaga telur penyu dan
memeliharanya setelah telur penyu menetas dan tukik ditemukan. Setekah 3 hari
menetas tukik dilepaskan ke laut agar hidup bebas sampai tumbuh dewasa dan kembali
ke dasar untuk bertelur lagi. Dari empat pantai, Pantai Pelangi memiliki konservasi
paling banyak dengan 14 sarang dengan 60 sampai 70 telur per sarang. Pemberdayaan
Masyarakat pesisir di Kabupaten Bantul juga dimaksudkan melalui pengelolaan
konservasi. Untuk menjaga konservasi penyu di pantai Bantul tetap ada, Masyarakat
harus sadar akan pentingnya menjaga pantai dan memahami cara menangani telur
penyu ketika ditemukan (Khairina et al., 2020).

III. Permasalahan Konservasi Penyu


Lahan pesisir di Pantai Pelangi sebagian besar mengalami degradasi lahan
akibat perubahan peruntukan lahan yang disebabkan aktivitas manusia atau alam.
Degradasi lahan mempuyai dampak negative dan positif tersendiri baik untuk
mayarakat dan habitat bersarang penyu lekang di sekitar bibir Pantai Pelangi. Salah
satu dampak negatif yang ditimbulkan dari degradasi lahan adalah kondisi lingkungan
berubah dari kondisi yang sudah ada sebelumnya. Kualitas lahan potensial yang cocok
untuk habitat bertelurnya penyu lekang semakin menurun. Selain itu, kegiatan
pariwisata menyebabkan sampah yang dapat menimbulkan kerugian serta mengancam
populasi penyu. Masalah utama upaya konservasi penyu di Bantul yakni belum banyak
penelitian yang mengkaji mengenai profil habitat untuk penyu mendarat di sepanjang
pantai Bantul secara menyeluruh. Oleh karena itu, habitat ideal di pesisir Bantul untuk
tempat pendaratan penyu belum diketahui secara pasti (Agung, 2017). Tidak hanya itu,
destination branding yang kurang seperti identitas visual, promosi wisata, serta sistem
sign system yang mengarah ke pantai sehingga pantai sepi wisatawan. Dalam situasi
seperti ini, penting untuk mempromosikan destinasi melalui media destinasi yang daoat

15
memberi tahu pwisatawan mengenai penyu khususnya penyu lekang dan Pantai Pelangi
sebagau destinasi wisata edukasi di kawasan Parangtritis (Prajarini et al., 2020).

IV. Ancaman Terhadap Konservasi Penyu


Ada banyak jenis ancaman terhadap keberagaman makhluk hidup di bumi ini.
Ancaman-ancaman yang ada menyebabkan semakin banyak spesies yang hilang
bahkan punah sehingga dalam ekosistem terjadi ketidakseimbangan. Ancaman dapat
terjadi pada tingkat individu hingga global. Seperti halnya eksploitasi berlebih yang
masih menjadi ancaman utama sebagai akibat meningkatnya jumlah penduduk
sehingga kebutuhan akan sumber daya alam yang digunakan secara tidak efektif hingga
melebihi batas kapasitas yang ada. Perubahan habitat didasari oleh kerusakan habitat,
fragmentasi habitat hingga degradasi habitat. Perubahan habitat atau kondisi
lingkungan dalam sakala lokal suatu organisme hidup usering terjadi akibat aktivitas
alam seperti tanah longsor dan pergerakan lempeng tanah, letusan gunung berapi,
kekeringan, badai, keanikan suhu dan curah hujan, penyakit mematikan hingga
kebakaran yang mengubah habitat (Utami dan Budiantoro, 2022).

Ancaman terhadap penyu dapat dikategorikan menjadi ancaman alami dan


buatan karena antropogenik atau aktivitas manusia. Pada daerah mendaratnya penyu di
peissir Selatan pantai Bantul dari pantai Parangtritis hingga timur muara Sungai Progo
dijumpai beberapa ancaman baik secara alami. Ancaman tersebut diantaranya adalag
sebagai akibat fenomena alam seperti angin kencang yang terjadi tiap tahun. Angin
tersebut menyebabkan ombak besar yang menghanta pesisir dan menyebabkan abrasi.
Bentuk ancaman lain karena ulah manusia. Dua sungai besar yaitu Sungai Opak dan
Sungai Progo mengalir melalui pesisir Bantul. Setiap musim penghujan, banjir besar
membawa sampah, utamanya sampah plastic ke pantai Selatan Bantul. Sampah dari
Sungai Opak dan Sungai Progo mengair kembali ke pantai, menimbulkan ancaman
bagi pendaratan penyu. Ancaman lain sebagai akibat ulah manusia adalah pencurian
telur penyu untuk konsumsi. Tidak hanya kegiatan manusia, predator seperti anjing
juga menimbulkan ancaman. Anjing memiliki penciuman yang sensitive dan tajam
sehingga peka terhadap jeberadaan telur penyu di dalam pasir. Sehingga, kelompok
Masyarakat konservasi penyu melindungi telur penyu dari pencurian manusia dan dari
predator alami seperti anjing (Utami dan Budiantoro, 2022).

16
V. Upaya Partisipasi Stake holder
Permasalahan dalam konservasi penyu di Pantai Pelangi mulai berbenah
seiiring berjalannya waktu. Hal tersebut di dukung oleh beberapa mahasiswa yang turut
serta membantu kegiatan konservasi penyu di Pantai Pelangi. Peran mahasiswa dalam
upaya konservasi penyu dinilai mampu meningkatkan penelitian mengenai penyu,
memberi rekomendasi mengelola kawasan, meningkatkan produktifikas kawasan
konservasi penyu serta promosi pengetahuan konservasi (Jannah et al., 2022). Faktor
yang menyebabkan konservasi penyu di Pantai Bantul terhambat antara lain partisipasi
Masyarakat yang kurang terjun langsung ke lapangan atau membatu dalam pengelolaan
kawasan konservasi. Selain itu, bantuan tenaga yang kurang serta dana untuk
mengelola kawasan yang membuat konservator mengelola sendiri dan menggunakan
biaya pribadi. Hal tersebut diikuti dengan kurangnya pengetahuan untuk melaksanaan
upaya konservasi penyu utamanya Masyarakat sekitar sehingga menyebabkan upaya
konservasi penyu terhambat (Ibrahim, 2019). Sebagian besar orang yang berkontribusi
pada konservasi penyu kurang mengenal kawasan konservasinya. Konservasi penyu di
sekitar Pantai Pelangi masih sesuai untuk habitat peneluran penyu lekang atau tidak
dengan perubahan tutupan lahan serta kondisi lingkungan saat ini yang bervariasi.

Pada tahun 2020 berdiri komunitas 4k (fourkey) berpusat di Kota Yogyakarta


yang didirikan oleh Daru Aji Saputro Bersama ketiga temannya yang ebrasal dari
program studi Biologi Universitas Atma Jaya Yogyakarta yaitu Gracia A Glorizky,
Nindy Judithdithya dan Sisilia Fitri Anggraini. Dahulu, mas Daru sering berwisata ke
Pantai Pelangi untuk penelitian tugas akhirnya, beliau sering mendapatkan keresahan
dari para konservator yang berkaitan dengan hal-hal yang ada di Pantai Pelangi.
Komunitas 4K kini mulai berkembang serta mempunyai beberapa pengurus dengan
anggota dari berbagai Universitas di Yogyakarta seperti Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Universitas Atma Jaya
Yogyakarta. Komunitas 4K memilih lokasi untuk konservasi penyu di Pantai Pelangi,
Yogyakarta karena pantai tersebut belum memikiki kawasan konservasi penyu.
Kegiatan yang dilakukan oleh komunitas 4K saat ini telah membuka program
voulenteer bagi para mahasiwa maupun masyarakat umum. Kegiatan yang dilakukan
seperti bersih-bersih pantai, sharing, penanaman pandan laut untuk menyimpan dan

17
memberikan perlindungan pada telur-telur penyu dan patroli penyu hingga pelepasan
tukik. Berikut beberapa dokumentasi yangpenulis ambil ketika mengikuti kegiatan
konservasi penyu di pantai Pelangi.

Gambar 3. Foto Bersama Relawan Penyuku,id Universitas Gadjah Mada

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar 4. Penanaman Pandan Laut Gambar 5. Pelepasan Tukik

Sumber: Dokumentadi Pribadi Sumber: Dokumentadi Pribadi

18
Gambar 6. Foto Bersama Induk Penyu Lekang

Sumber : Dokumentasi pribadi

BAB V

KESIMPULAN

Konservasi merupakan upaya untuk mengelola keanekaragaman sumber daya


secara bijaksana dengan pedoman asas pelestarian. Pantai di Pesisir Bantul menjadi tempat
bagi penyu untuk mendarat dan bertelur. Salah satunya adalah Pantai Pelangi. Konservasi
penyu di Pantai Pelangi masih menjumpai banyak permasalahan dan ancaman dari
berbagai faktor seperti perburuan, predator, faktor alamiah dan aktivitas antropigenik lain.
Upaya konservasi penyu di Pantai Pelangi saat ini dikelola oleh komunitas Bernama 4K
(fourkey) yang beranggotakan mahasiswa. Untuk mencapai keberhasilan konservasi penyu
di Pantai Pelangi diperlukan keterlibatan seluruh stake holder seperti pemerintah,
dukungan masyarakat, mahasiswa dan organisasi lingkungan lainya khususnya kedasaran
dari masyarakat sekitar.

19
DAFTAR PUSTAKA

Agung, B. 2017. Zonasi Pantai Pendarata Penyu di Sepanjang Pantai Bantul. Jurnal Riset
Daerah. 1-21.

Ario, R., E. Wibowo,m I. Pratikto., dan S. Fajar. 2016. Pelestarian Habitat Penyu dari
Ancaman Kepunahan di Turtle Coservation and Education Center (TCEC) Bali.
Jurnal Kelautan Tropis Maret. 19(1): 60-66.

Asyiawati, Y dan L. S. Akliyah. 2021. Identifikasi Dampak Perubahan Fungsi Ekosistem


Pesisir Terhadap Lingkungan Di Wilayah Pesisir Kecamatan Muaragembong.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. 14(1): 1-13.

Beno, J., A. P. Silen, dan M. Yanti. 2022. Dampak Pandemi Covid-19 pada Kegiatan
Ekspor Impor (Studi pada PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Teluk
Bayur). Jurnal Saintek Maritim, Vol. 22 (2) : 117-126.

Fathin, I. N. 2016. Analisis Keseuaian Lahan Untuk Habitat Bertelur Penyu Lekang
(Lepidochelys olivacea) Di Sebagian Pesisir Pantai Pelangi Kabupaten Bantul.
Fakultas Geografi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Skripsi.

Hasani, Q. 2012. Konservasi Sumberdaya perikanan berbasis Masyarakat, implementasi


nilai luhur budaya indonesia dalam pengelolaan sumberdaya alam. Jurnal ilmu
perikanan dan sumberdaya perairan. 1(1): 35-44.

Ibrahim, D. S. R. 2019. Peran Balai Konservasi Sumber Daya Alam Daerah Istimewa
YYogyakarta Terhadap Konservasi Penyu yang Terancam Punah di Bantul
Berdasarkan UUD Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya. Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Skripsi.

Khairina, E., E. P. Purnomo., dan A. D. Malawani. 2020. Sustainable Development Goals:


Kebijakan Berwawasan Lingkungan Guna Menjaga Ketahanan Lingkungan Di
Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ketahanan Nasional. 26(2):
155-181.

20
Putra, I. N. S. A., I. W. Restu., dan R. Ekawaty. 2020. Kajian Stok Ikan Lemuru (Sardenilla
lemuru) yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar Kabupaten
Banyuwangi Provinsi Jawa Timur. Current Trends in Aquatic Science. 3(1): 30-38.

Utami, I dan A. Budiantoro. 2022. Biologi Konservasi: Strategi Perlindungan


Keanekaragaman Hayati Indonesia. CV. Bintang Semesta Media, Yogyakarta.

Wulan, T. R., W. Ambarwulan. A. S. Putra. E. Maulana. N. Maulia. M. D. Putra., D. S.


Wahyuningsih., F. Ibrahim., dan I. Raharjo. 2016. Uji akurasi UAV (Unmanned
Aerial Vehicle) di Kawasan Pantai Pelangi, Parangtritis, Kretek, Kabupaten Bantul.
Prosiding Seminar Nasional Kelautan. Universitas Trunojoyo Madura.

21

Anda mungkin juga menyukai