Anda di halaman 1dari 15

Ekosistem Terumbu Karang

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ekologi perikanan

Dosen Pengampu :
R. Mochamad Candra Wirawan Arief, Ph.D.

Disusun Oleh :

Kelompok 8

Nadia Wati 230110210008


Nicka Kairunisa Octaliani 230110210018
Yohanes Setiawan 230110210030
Ijlal Akmal Alphareza 230110210034
Olivia Manurung 230110210039
Rifqi Putra Ananda 230110210062
Silmi Aulia Kamilah 230110210066

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
2023

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
1.3 Tujuan .............................................................................................................. 2
1.4 Manfaat............................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 4
2.1 Pengertian/ Definisi Ekosistem Terumbu Karang................................................. 4
2.2 Karakteristik dari Ekosistem Terumbu Karang .................................................... 4
2.3 Jenis dan Karakteristik Organisme pada Ekosistem Terumbu Karang .................. 5
2.4 Pemanfaatan Habitat yang Mendukung Aktivitas Perikanan Kelautan ................. 6
2.5 Ancaman Terhadap Ekosistem Terumbu Karang ................................................ 7
2.5 Bedah Jurnal..................................................................................................... 9
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 10
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 10
3.2 Saran............................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 12

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekologi perairan adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan atau interaksi
antara faktor biotik dan abiotik. Interaksi yang dinamis akan berjalan seimbang jika tidak ada
intervensi negatif dari aktivitas antropogenik yang merusak. Dengan memahami ekologi
perairan maka pemanfaatan sumberdaya hayati perairan dan lingkungannya diharapkan
dapat terus berkelanjutan. Jenis kajian ekologi perairan dapat dibedakan berdasarkan bidang
kajiannya maupun berdasarkan ekosistemnya. Ekologi perairan yang dimaksudkan adalah
ekologi yang mencakup ekologi laut, perairan tawar, estuari, dan perairan sungai (Odum dan
Eugune 2013).
Ekosistem perairan adalah lingkungan yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik
serta didominasi oleh air sebagai habitat dari komponennya. Ada bagian dari ekosistem ini
yang bukan perairan, tapi jumlahnya kecil. Ekosistem ini dihuni oleh beragam makhluk yang
hidupnya di air maupun di dua alam (air dan darat) (Irwan dan Djamal 2017).
Ekosistem terumbu karang dan segala kehidupan yang terdapat di dalam laut merupakan
salah satu sumber daya alam yang bernilai tinggi. Terumbu karang sebagai ekosistem esensial
di perairan laut mempunyai peran sangat penting bagi kelangsungan hidup biota laut seperti
ikan dan biota-biota lainnya. Pertumbuhan terumbu karang secara maksimum memerlukan
perairan yang jernih, suhu yang hangat, gerakan gelombang, sirkulasi lancar, serta terhindar
dari proses sedimentasi (Oktariana et al. 2014).
Terumbu karang merupakan ekosistem dinamis dengan kekayaan biodiversitas serta
produktivitas tinggi, karena itu terumbu karang mempunyai peran yang signifikan. Secara
ekologis, terumbu karang merupakan tempat organisme hewan maupun tumbuhan mencari
makan dan berlindung. Menurut Suharsono (2008), Indonesia memiliki jenis-jenis karang
yang beragam, ditemukan 590 spesies yang termasuk kedalam 80 genus karang di Indonesia.
Menurut hasil penelitian Pusat Pengembangan Oseanologi (P2O) LIPI yang dilakukan pada
tahun 2000, kondisi terumbu karang Indonesia 41,78% dalam keadaan rusak, 28,30% dalam
keadaan sedang, 23,72% dalam keadaan baik, dan 6,20% dalam keadaan sangat baik.
Ekosistem terumbu karang menyediakan jasa-jasa menunjang industri wisata bahari bagi

1
perolehan devisa negara dan menyediakan lapangan pekerjaan dan lapangan usaha yang
signifikan (Puspitasari et al. 2016).
Berdasarkan uraian di atas, mengingat besarnya ancaman terhadap terumbu karang
dan ketergantungan masyarakat pesisir terhadap sumberdaya perikanan, maka diperlukan
pembahasan lebih lanjut mengenai ekosistem terumbu karang sebagai pengetahuan yang
lebih luas bagi kita sehingga diharapkan nantinya dapat diterapkan sebagai strategi dalam
pengelolaan ekosistem terumbu karang yang berkelanjutan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu ekosistem terumbu karang?
2. Bagaimana karakteristik dari ekosistem terumbu karang?
3. Apa saja jenis dan karakteristik organisme pada ekosistem terumbu karang?
4. Bagaimana pemanfaatan habitat yang mendukung aktivitas perikanan kelautan pada
ekosistem terumbu karang?
5. Apa saja ancaman terhadap ekosistem terumbu karang?
6. Bedah dan bahaslah jurnal mengenai ekosistem terumbu karang meliputi: urgensi
penelitian, metode yang digunakan, hasil yang didapat, serta kesimpulan.

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui apa itu ekosistem
terumbu karang, bagaimana karakteristik dari ekosistem terumbu karang, apa saja jenis dan
karakteristik organisme pada ekosistem terumbu karang, bagaimana pemanfaatan habitat
yang mendukung aktivitas perikanan kelautan pada ekosistem terumbu karang, apa saja
ancaman terhadap ekosistem terumbu karang, serta sebagai pemenuhan tugas mata kuliah
Ekologi Perairan.

1.4 Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini diantaranya dapat mengetahui dan memahami
apa itu ekosistem terumbu karang, bagaimana karakteristik dari ekosistem terumbu karang,
apa saja jenis dan karakteristik organisme pada ekosistem terumbu karang, bagaimana
pemanfaatan habitat yang mendukung aktivitas perikanan kelautan pada ekosistem terumbu
karang, apa saja ancaman terhadap ekosistem terumbu karang, sehingga diharapkan

2
nantinya dapat diterapkan sebagai strategi dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang
yang berkelanjutan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian/ Definisi Ekosistem Terumbu Karang


Terumbu karang merupakan ekosistem perairan dangkal yang banyak dijumpai di
sepanjang garis pantai daerah tropis. Terumbu karang adalah endapan masif yang penting
dari kalsium karbonat yang dihasilkan oleh karang (Filum Cnidaria, kelas Anthozoa, ordo
Madreporaria/Scleractinia) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-
organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat (CaCO3). (Nybakken1992).
Pembentukan terumbu karang merupakan proses yang lama dan kompleks.
Berkaitan dengan pembentukan terumbu, karang terbagi atas dua kelompok yaitu karang
yang membentuk terumbu (karang hermatipik) dan karang yang tidak dapat membentuk
terumbu (karang ahermatipik). Kelompok pertama dalam prosesnya bersimbiosis dengan
zooxanthellae dan membutuhkan sinar matahari untuk membentuk bangunan dari kapur
yang kemudian dikenal reef building corals, sedangkan kelompok kedua tidak dapat
membentuk bangunan kapur sehingga dikenal dengan non reef building corals yang secara
normal hidupnya tidak tergantung pada sinar matahari (Veron 1986). Pembentukan terumbu
karang hermatipik dimulai adanya individu karang (polip) yang dapat hidup berkelompok
(koloni) ataupun menyendiri (soliter). Karang yang hidup berkoloni membangun rangka
kapur dengan berbagai bentuk, sedangkan karang yang hidup sendiri hanya membangun
satu bentuk rangka kapur. Gabungan beberapa bentuk rangka kapur tersebut disebut
terumbu. Terumbu karang merupakan ekosistem dinamis dengan kekayaan biodiversitas
serta produktivitas tinggi, karena itu terumbu karang mempunyai peran yang signifikan.
Secara ekologis, terumbu karang merupakan tempat organisme hewan maupun tumbuhan
mencari makan dan berlindung. Menurut Suharsono (2008), Indonesia memiliki jenis-jenis
karang yang beragam, ditemukan 590 spesies yang termasuk kedalam 80 genus karang di
Indonesia.

2.2 Karakteristik dari Ekosistem Terumbu Karang


Terumbu karang (coral reefs) merupakan ekosistem laut tropis yang terdapat di
perairan dangkal yang jernih, hangat (lebih dari 22o C), memiliki kadar CaCO3 (Kalsium
Karbonat) tinggi, dan komunitasnya didominasi berbagai jenis hewan karang keras. Kalsium

4
Karbonat ini berupa endapan masif yang dihasilkan oleh organisme karang (filum Scnedaria,
klas Anthozoa, ordo Madreporaria Scleractinia), alga berkapur, dan organisme lain yang
mengeluarkan CaCO3 (Guilcher, 1988).
Arah perkembangan terumbu organik dikontrol oleh keseimbangan ketiga faktor
yaitu hidrologis, batimetris, dan biologis. Jika ketiga faktor seimbang, terumbu berkembang
secara radial dan akan terbentuk terumbu paparan dan apabila pertumbuhan ini berlanjut
akan terbentuk terumbu pelataran bergoba. Namun jika perkembangan radial dibatasi oleh
kondisi batimetri akan terbentuk terumbu paparan lonjong. Terumbu yang terakhir ini tidak
membentuk lagun yang benar dan depresi menyudut merupakan penyebaran pasir.
Sedangkan terumbu paparan dinding terbentuk pada kondisi batimetris dan hidrologis tidak
simetris, di mana perkembangan terumbu terbatas pada satu atau dua arah. Kondisi ini akan
menghasilkan perkembangan terumbu secara linier, dan membentuk terumbu dinding
berupa terumbu dinding tanduk dan terumbu dinding garpu. Terbentuknya terumbu dinding
garpu ini menunjukkan adanya arus pasang surut yang kuat. (Zuidam, 1985)

2.3 Jenis dan Karakteristik Organisme pada Ekosistem Terumbu Karang


Ekosistem terumbu karang adalah ekosistem perairan dangkal yang banyak dijumpai
di sepanjang garis pantai daerah tropis. Indonesia memiliki kawasan terumbu karang yang
luas dan memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan baik dari aspek
keanekaragaman biota yang hidup didalamnya maupun nilai estetika untuk aspek pariwisata
(Anna 2007).
Terumbu karang (coral reefs) merupakan organisme yang hidup di dasar perairan dan
berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat menahan gelombang laut sehingga
dapat mencegah terjadinya erosi pantai dan juga sebagai tempat bagi berbagai jenis hewan
yang berasosiasi dengan ekosistem terumbu karang yang memanfaatkan polip karang
sebagai makanannya (Burhanuddin 2011).
Salah satu biota yang hidup pada ekosistem terumbu karang yaitu Megabentos.
Megabentos adalah biota/organisme yang berukuran lebih dari 1 Cm yang hidup di atas atau
di dalam dasar laut, meliputi biota menempel, merayap dan meliang yang terlihat dengan
kamera (Maulana 2010).
Megabentos terbagi atas empat kelompok seperti karang, echinodermata, moluska
dan krustasea. Kehadiran kelompok ini dalam keanekaragaman jenis yang tinggi dapat
dipengaruhi oleh kondisi atau kualitas ekosistem terumbu karang yang artinya semakin baik

5
kondisi terumbu karang maka semakin besar peluang tingginya keanekaragaman jenis
megabentos, begitu juga sebaliknya

2.4 Pemanfaatan Habitat yang Mendukung Aktivitas Perikanan Kelautan


Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem wilayah pesisir
mempunyai peranan yang sangat penting baik dari aspek ekologis maupun ekonomis. Secara
ekologis ekosistem terumbu karang merupakan tempat tinggal berbagai organisme untuk
berlindung, mencari makan dan berkembang biak. Secara ekonomi ekosistem terumbu
karang yang indah merupakan objek wisata bahari yang menarik serta merupakan daerah
fishing ground terutama bagi nelayan tradisional.
Ekowisata menurut (Fennel 2009) merupakan wisata berbasis alam yang
berkelanjutan dengan focus pengalaman dan Pendidikan tentang alam, dikelola dengan
sistem pengelolaan tertentu dan memberikan dampak negatif paling rendah terhadap
lingkungan, tidak bersifat konsumtif dan berorientasi pada local (dalam hal control) dan
manfaat yang dapat diambil dari kegiatan usaha. (Nursyah 1998) berpendapat bahwa
keragaman daerah pesisir dalam wisata bahari merupakan daya tarik tersendiri sehingga
dalam jenis pemenfaatan wilayah peisisir dan laut sebagai Kawasan wisata bahari dapat
dibagi menjadi kegiatan yang dilakykan di perairan dan kegiatan yang dilakukan di pantai.
Jenis kegiatan di perairan berupa berperahu, menyelam, snorkling dan memancing.
2.4.1. Wisata selam
Dunia selam awalnya merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan olahraga,
sehingga belum digunakan sebagai salah satu media untuk menikmati keindahan laut.
Seiring perkembangannya kegiatan penyelaman mulai berubah fungsi menjadi kegiatan
untuk menikmati keindahan bawah laut yang kemudian disebut wisata selam. Menurut
Suhonggo (1998) dalam Santoso (1998) menyelam atau diving terbagi menjadi dua
kategori yaitu skin diving atau scuba diving. Scuba diving adalah menyelam di dasar
permukaan air sehingga kita dapat menikmati keindahan bawah air secara lebih dekat
(Suhonggo, 1998 dalamSantoso, 1998).
Pada kegiatan wisata selam ada beberapa kategori yang harus diperhatikan untuk
kelayakan suatu lokasi penyelaman yaitu, kecerahan perairan, tutupan komunitas karang,
jenis karang, jenis ikan karang, kecepatan arus, dan kedalaman terumbu karang. Sedangkan
untuk daya dukung wisata selam harus memenuhi luasan 2000 m2 untuk dua orang
penyelam, dalam waktu 8 jam sehari (Yulianda, 2007)

6
2.4.2. Wisata Snorkling
Berbeda dengan selam, snorkling diartikan sebagai salah satu jenis menyelam
dibawah air yang menggunakan snorkel, alat khusu berupa pipa yang dihubungkan dengan
udara yang membuat kita dapat bernapas di dalam air dengan posisi kepala tetap di dalam
air sambil menikmati keindahan yang berada di dasar (Santosos 1998)
Skin diving memiliki kriteria kelayakan suatu lokasi untuk dijadikan wisata selam, tidak
jauh berbeda dengan kegiatan scuba diving berupa kecerahan perairan, tutupan karang, jenis
bentuk pertumbuhan karang (lifeform) karang, jenis ikan karang, kecepatan arus dan
kedalam terumbu karang serta lebar hamparan karang (Yulianda 2007)

2.5 Ancaman Terhadap Ekosistem Terumbu Karang


Laut merupakan harta karun yang sangat besar bagi kehidupan manusia, namun
berbagai keanekaragaman hayati berupa berbagai jenis biota laut sebagai bahan baku
pangan, obat-obatan dan kosmetik mulai terancam kehidupannya. Saat ini sumber laut dan
pesisir telah berada dibawah ancaman yang cukup serius dan makin meningkat. Sejak dahulu
penduduk yang tinggal di dekat pantai berhubungan dengan terumbu karang dalam kondisi
yang harmonis. Namun dalam beberapa waktu terakhir ini, melalui adanya teknologi baru dan
naiknya permintaan terhadap produksi laut menyebabkan terumbu karang menjadi obyek
dari perusakan yang serius. Banyak ilmuwan melihat bahwa penyebab utama kerusakan
terumbu karang adalah manusia (anthropogenic impact). Terumbu karang sebagai rumah
bagi biota laut dirusak dan dihancurkan oleh manusia yang tidak bertanggung jawab
(Suciramdani 2017).
Dengan populasi penduduk yang semakin meningkat dan kemajuan teknologi, maka
eksploitasi terhadap sumberdaya alam pesisir dan laut semakin tinggi dan tidak terkendali.
Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang bersifat eksploitatif dan tidak
memperhatikan daya dukung lingkungan, akan menimbulkan dampak negatif terhadap
kelestarian sumberdaya alam tersebut bagi generasi mendatang. Faktor ancaman yang
terjadi disebabkan adanya tekanan pada sumber daya laut dan pesisir seperti penangkapan
hasil laut yang tak terbatas, teknik penangkapan ikan yang merusak, polusi dari daratan,
konservasi habitat di pesisir serta perubahan iklim. Dampak dari naiknya suhu air laut
mengakibatkan kematian terumbu karang secara luas, sehingga menimbulkan reaksi
pemutihan karang yaitu hilangnya mikroalga simbionnya yang menyebabkan kematian
karang. Selain itu pertambahan CO2 mengakibatkan air laut mengalami pengasaman.

7
Pengasaman tersebut akan menghambat pertumbuhan karang sehingga merusak struktur
fisik karang (Suciramdani 2017)
Berikut adalah beberapa ancaman terhadap ekosistem terumbu karang :
1. Pencemaran yang Berasal dari Daerah Aliran Sungai (DAS)
Apabila ada kegiatan di suatu DAS maka kegiatan tersebut dapat mempengaruhi aliran
air di bagian hilir baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pencemaran yang berasal dari
limbah manusia dapat mempengaruhi kondisi perairan di wilayah pesisir bahkan terumbu
karang. Kegiatan seperti penebangan hutan, pembajakan sawah, dan limbah rumah tangga
dapat membawa endapan ke sungai. Pada kawasan Coral Triangle Lebih dari 45% terumbu
karang mendapat ancaman serta pencemaran yang berasal dari Daerah Aliran Sungai dengan
presentase ancaman sebesar 25% khususnya di wilayah Indonesia tengah, Timor Leste,
Filipina dan sekitar Kepulauan Solomon (Ukas 2012).
2. Penangkapan Berlebih dan Merusak
Sekitar 114 juta jiwa tinggal di pesisir di Kawasan Segitiga Karang dengan jarak 30 km
dari terumbu karang, mengakibatkan tingginya tekanan terhadap terumbu karang. Meskipun
pengelolaan ikan karang dioperasikan cukup baik sehingga bisa menjadi sumberdaya,
pertambahan jumlah penduduk, serta teknik penangkapan ikan yang baik serta naikknya
tingkat permintaan pasar internasional, tetapi berakibat pada cadangan ikan diseluruh
wilayah tesebut. Namun, teknik penangkapan ikan dengan cara merusak seperti
menggunakan bahan peledak dan penangkapan ikan menggunakan racun dapat
menghancurkan terumbu karang (Tatang 2015).
3. Perubahan Iklim
Perubahan iklim atau climate change merupakan perubahan yang signifikan pada
iklim, seperti suhu udara atau curah hujan, selama kurun waktu 30 tahun atau lebih.
Perubahan iklim merupakan proyeksi kelanjutan dari global warming (Almaendah 2013).
Perubahan iklim terjadi karena aktifitas manusia di darat. Sumber ancaman bisa terjadi secara
lokal, namun dengan intensitas yang cukup besar, atau umumnya bersifat global. Dampak
yang ditimbulkan (perubahan iklim) bersifat global, terjadi pada hampir semua wilayah
didunia, bahkan pada wilayah kutub sekalipun. Jenis ancaman ini disebut dengan istilah
ancaman global (Wiadnyadgr 2012). Peningkatan suhu dan konsentrasi CO2 memiliki efek
yang sangat besar terhadap iklim dan cuaca, misalnya perubahan awal musim, berkurangnya
penutupan salju dan es, kenaikan muka air laut, serta siklon dan badai laut yang lebih besar.
Inilah yang disebut perubahan iklim. Perubahan iklim memiliki dampak yang besar pada

8
seluruh ekosistem, khususnya terumbu karang. Perubahan iklim telah membawa dampak
yang nyata terhadap ekosistem pesisir di kawasan Coral Triangle melalui pemanasan global,
pengasaman dan naiknya permukaan laut. Naiknya suhu mengakibatkan pemutihan dan
kematian karang secara massal (Lawrence et al. 2012).

2.5 Bedah Jurnal


Judul: Potensi Ekosistem Terumbu Karang untuk Pengembangan Ekowisata di Pulau
Sintok Taman Nasional Karimunjawa.
2.5.1 Urgensi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi biofisik terumbu karang untuk
pengembangan ekowisata serta mengetahui analisis strategi pengembangan ekowisata
terumbu karang di Pulau Sintok Karimunjawa.
2.5.2 Metode
Metode yang digunakan pada pengambilan data biofisik terumbu karang yaitu LIT
(Line Intercept Transect). Metode LIT biasa juga dikenal dengan nama metode transek garis
(Indonesia). Metode Transek garis (LIT) merupakan metode dasar untuk menggambarkan
struktur komunitas karang berdasarkan bentuk pertumbuhan (life form) (English et al. 1997).
2.5.3 Hasil & kesimpulan
Berdasarkan Kondisi terumbu karang, ikan karang dan kondisi perairan pada Pulau
Sintok, khususnya lokasi penelitian dapat dikembangkan sebagai ekowisata lamun. Hal ini
berdasarkan analisis kesesuaian ekowisata yang memiliki nilai IKW (Indeks Kesesuaian
Wisata) >50 – 83% dimana nilai 50% - < 80% termasuk kedalam kelas (S2) atau suitable dan nilai
IKW 83% termasuk kedalam kategori (S1) atau sangat sesuai untuk dijadikan sebagai
ekowisata terumbu karang kategori selam.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Terumbu karang merupakan ekosistem perairan dangkal yang banyak dijumpai di
sepanjang garis pantai daerah tropis. Pembentukan terumbu karang merupakan proses yang
lama dan kompleks. Berkaitan dengan pembentukan terumbu, karang terbagi atas dua
kelompok yaitu karang yang membentuk terumbu (karang hermatipik) dan karang yang tidak
dapat membentuk terumbu (karang ahermatipik). Salah satu biota yang hidup pada
ekosistem terumbu karang yaitu Megabentos. Megabentos terbagi atas empat kelompok
seperti karang, echinodermata, moluska dan krustasea.
Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem wilayah pesisir
mempunyai peranan yang sangat penting baik dari aspek ekologis maupun ekonomis.
ekosistem terumbu karang yang indah merupakan objek wisata bahari yang menarik serta
merupakan daerah fishing ground terutama bagi nelayan tradisional.
Ancaman terhadap kerusakan terumbu karang yang terjadi disebabkan adanya
tekanan pada sumber daya laut dan pesisir seperti penangkapan hasil laut yang tak terbatas,
teknik penangkapan ikan yang merusak, polusi dari daratan, konservasi habitat di pesisir
serta perubahan iklim. Dampak dari naiknya suhu air laut mengakibatkan kematian terumbu
karang secara luas, sehingga menimbulkan reaksi pemutihan karang yaitu hilangnya
mikroalga simbionnya yang menyebabkan kematian karang.

3.2 Saran
Potensi wisata bahari khususnya ekowisata terumbu karang di wilayah pesisir
dilakukan sebagai upaya untuk menguatkan wisata bahari yang sudah ada. Selain itu perlu
mengetahui daya dukung wilayah secara fisik, lingkungan dan kewilayahan. Hal ini diperlukan
sebagai salah satu masukan dalam pemanfaatan sumber daya pesisir yang berkelanjutan.
Dalam pengelolaannya diperlukan keterpaduan antar berbagai pihak, yang tergabung dalam
satu koordinasi yang mengarahkan berbagai kegiatan yang ada di wilayah pesisir tersebut.
Hal ini dimaksudkan sebagai suatu upaya secara terprogram untuk mencapai tujuan yang

10
dapat mendukung antara berbagai kepentingan, agar terpelihara lingkungan dan tercapainya
pembangunan ekonomi yang memadai.

11
DAFTAR PUSTAKA
Anna E.W Manuputty, 2007. Kondisi Karang dan Megabentos di Perairan Maumere, Kabupaten
Sikka, Nusa Tenggara Timur. Prosiding Bidang Ilmu Kelautan
Alamendah.2013. Mengenal Pemanasan Global dan Perubahan Iklim.
Burhanuddin, A. I., 2011. The Sleeping Giant; Potensi dan Permasalahan Kelautan. Brilian
Internasional. Surabaya
Dr. Lawrence Anissa. Tonny Wagey Dr. Subhat Nurhakim Dr. Andreas Hutahaean. 2012.
Karbon Biru Sebuah terobosan baru untuk mengurangi dampak perubahan iklim melalui
konservasi dan pelestarian ekosistem pesisir di kawasan Coral Triangle. WWF, Australia.
Guilcher Andre. 1988. Coral reef Geomorphology. John Willey & Sons.Chhichester.
Interim Regional CTI Secretariat. 2010. “Regional Plan of Action : Coral Triangle Initiative on
Coral Reefs, Fisheries and Food Security”. Jakarta: Interim Regional CTI Secretariat
Irwan & Djamal. (2017). Prinsip-Prinsip Ekologi : Ekosistem, Lingkungan dan Pelestariannya.
Jakarta: Bumi Aksara. ISBN 9795261649.
Maulana, Fauzan. 2010. Pemanfaatan Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan
pesisir.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan oleh H. M.
Eidman, Koesobiono, D. G. Bengen , M. Hutomo, dan S. Sukardjo. PT Gramedia. Jakarta.
xv + 459 hlm.
Odum & Eugune, P. (2013). Fundamentals of Ecology. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. hlm. 577. ISBN 9794202843.
Oktarina, A., Kamal, E., & Suparno. (2014). Kajian Kondisi Terumbu Karang dan Strategi
Pengelolaannya di Pulau Panjang, Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat. Jurnal Natur
Indonesia, 16(1): 23-31.
Puspitasari, A. T. T., Amron, A., & Alisyahbana, S. (2016). Struktur Komunitas Karang
Berdasarkan Karakteristik Perairan di Taman Wisata Perairan (TWP) Kepulauan
Anambas. Jurnal Omni-Akuatika, 12(1): 55-72.
SUCIRAMDANI., DWI, F. 2017. UPAYA CORAL TRIANGLE INITIATIVE ON CORAL REEFS,
FISHERIES, FOOD SECURITY (CTI-CFF) DALAM MELESTARIKAN TERUMBU KARANG DI
WILAYAH SEGITIGA KARANG DUNIA (CORAL TRIANGLE) TAHUN 2007-2015. FISIP UMY.
Suharsono. (2008). Jenis-Jenis Karang di Indonesia. LIPI. Jakarta
Tatang, S.2015. Penangkapan Ikan yang Merusak Ekosistem Laut.
Ukas. 2012. Dampak Erosi bagi Daerah Aliran Sungai (DAS) serta Penanggulangannya

12
Veron, J. E. N. 1986 . Coral of The World. Edited by Mary Stafforf Smith. Australian Institute
of Marine Science. Townsville. Australia.
Wiadnyadgr. 2012. Ancaman pada sumber hayati laut.
Zuidam R. A. van. 1985. Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and Geomorphologic
Mapping. ITC, Enschede. The Netherlands.

13

Anda mungkin juga menyukai