Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

EKOLOGI PERAIRAN

EKOSISTEM ESTUARI DAN EKOSISTEM MANGROVE

Dosen Pengampu : Forcep Rio Indaryanto S.Pi, M.Si

Disusun oleh :
Clisye Ariana Prestanty
4443170053
3A

JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmatnya penulis masih diberi kesehatan, sehingga penulis masih dapat
mengerjakan laporan ini.
Makalah ini dibuat sebagai tugas untuk mata kuliah Ekologi Perairan yang
berjudul Ekosistem Mangrove Dan Estuari.
Penulis mengucapkan terimakasih pada segala pihak yang telah membantu
menyelesaikan laporan ini. Suatu kebanggaan bagi penulis jikalau nantinya
makalah yang dibuat ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun orang lain.
Penulis sadar sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran-saran yang
bersifat membangun agar pembuatan makalah berikutnya bisa lebih baik dari
sebelumnya. Dan mudah-mudahan apa yang penulis lakukan selama ini menjadi
berkah dan bermanfaat bagi semua.

Serang, Desember 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan ......................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN
2.1 pengertian Ekosistem Estuari .................................................................. 4
2.2 Karakteristik Ekosistem Estuari ................................................................ 5
2.3 Pengertian Ekosistem Mangrove ............................................................... 7
2.4 Manfaat, Fungsi dan Peranan Mangrove ................................................... 8
2.5 Zonasi Ekosistem Mangrove ................................................................... 10
2.6 Rantai Makanan Pada Ekosistem Mangrove ........................................... 11
2.7 Flora Dan Fauna Pada Ekosistem Mangrove .......................................... 12
2.8 Pencegahan Terjadi Kerusakan Pada Ekosistem Mangrove ................... 14

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ..............................................................................................16
3.2 Saran ........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................17

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Estuari adalah jenis perairan yang memiliki variasi yang tinggi ditinjau dari
faktor fisik, kimia, biologi, ekologi dan jenis habitat yang terbentuk di dalamnya.
Oleh karena itu interaksi antara komponen fisik, kimia dan biologi yang
membentuk suatu ekosistem sangat kompleks. Hal ini disebabkan karena dinamika
dari estuari sangat besar, baik dalam skala waktu yang pendek karena adanya
pasang surut maupun dalam skala waktu yang panjang karena adanya pergantian
musim.
Pada ekosistem estuari ini terbentuk habitat-habitat yang memiliki ciri khas
tersendiri dengan organisme-organisme penyusunnya yang spesifik seperti Habitat
Rawa Asin. Oleh karena itu ekosistem estuary sangat erat kaitannya dengan habitat
rawa asin. Hal ini disebabkan karena organisme tersebut harus mampu untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Respon dari tingkah laku organisme
tersebut dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya juga beragam dan
memiliki ciri khas tersendiri. Pada batas ambang toleransi organisme terhadap
lingkungan membatasi keberadaannya di suatu organisme.
Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang terdapat di daerah perairan
pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang
surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Hutan mangrove adalah sebutan
umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai
tropic yang di dominasi oleh beberapa pohon yang khas atau semak-semak yang
mampu untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon dan
semak-semak ke dalam 8 genus, dan 12 spesies tumbuhan berbunga: Avivennie,
Soneratia,
Rhizopora,Bruguera,Cerops,Xylocarpus,Lummitzera,Laguncularia,Aegiceras,Aeg
iayilis, Snaeda dan Conocarpus (Nyakben 1998).
Adapun fungsi dari mangrove yaitu sebagai penghasil sejumlah detritus dari
daun dan dahan mangrove, sebagai pelindung pantai dari tsunami, sebagai penahan
abrasi dan penangkap sedimen, sebagai daerah asuhan, daerah tempat mencari

1
makan, daerah pemijahan, sebagai peredam laju inturisi air laut, pemasok larva
udang, ikan dan biota lainnya dan sebagai penompang biota lainnya serta bisa
dijadikan tempat pariwisata. manfaat Mangrove yaitu Kayu digunakan sebagai
bahan bangunan, kayu bakar, bahan arang, dan bahan pulp dan biasanya digunakan
juga sebagai pupuk organic, bahan makanan,,obat-obatan dan minuman dan bahan
baku tekstil (Bengen 2001).
Oleh karena itu penulis membuat makalah ini dengan harapan bahwa
masyarakat bisa menyadari betapa pentingnya menjaga kestabilan lingkungan
(ekosistem). Jika ekosistem tidak di jaga maka akan hancur ekosistem tersebut dan
berdampak pad jasa jasa lain terhadap ekosistem tersebut.
Zonasi ekosistem mangrove adalah distribusi tumbuhan secara horizontal
dari pantai ke arah daratan faktor pembentuk zonasi adalah karakter tanah berupa
kandungan bahan organic, salinitas dan air tanah dan dipengaruhi topografi pantai.
Pola zonasi berkaitan dengan factor lingungan (Lumpur, Pasir, Gambut). Adanya
pembagian zona Zona yang paling dekat dengan air laut adanya Avivennie dan
Soneratia, , Zona lebih dekat ke arah daratan adanya Rhizopora sp. dan Bruguera
sp. dan ada Zona selanjutnya

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa Ekosistem Estuari?
2. Bagaimana Karakteristik Estuari ?
3. Apa Definisi Dari Ekosistem Mangrove ?
4. Apa Fungsi, Manfaat Serta Peranan Hutan Mangrove ?
5. Bagaimana Sebaran Dan Zonasi Ekosistem Mangrove ?
6. Bagaimana Rantai Makanan Pada Ekosistem Mangrove ?
7. Apa Saja Flora Dan Fauna Pada Ekosistem Mangrove ?
8. Bagaimana Pencegahan Terjadi Kerusakan Pada Ekosistem Mangrove ?

2
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari makalah ini untuk mengetahui ekosistem Estuari, Karakteristik,
factor prmbatas dan aliran energy dari eksistem Estuari , ekosistem mangrove, ciri
dan karakteristik yang ada, fungsi, manfaat dan peranan serta zonasi dan
penyebaran mangrove. Dan mengetahui flora dan fauna pada yang ada serta
penjegahan agar tidak terjadi kerusakan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ekosistem Estuari


Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat
produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan
kegiatan manusia maupun oleh proses-proses alamiah. Estuari berasal dari bahasa
latin aestus, yang berarti berarti pasang-surut. Dapat diartikan bahwa ekosistem
estuari merupakan suatu bentukan masa air yang semi tertutup di lingkungan
pesisir, yang berhubungan langsung dengan laut lepas, sangat dipengaruhi oleh efek
pasang-surut dan masa airnya merupakan campuran dari air laut dan air tawar
(Rositasari et al 1994).

Gambar 1. Ekosistem Estuari


Ekosistem estuari adalah ekosistem perairan semi-tertutup yang memiliki
badan air dengan hubungan terbuka antara perairan laut dan air tawar yang dibawa
oleh sungai. Percampuran ini terjadi paling tidak setengah waktu dari setahun. Pada
wilayah tersebut terjadi percampuran antara masa air laut dengan air tawar dari
daratan, sehingga air menjadi payau (brackish). Sehingga estuari memiliki sifat
yang unik akibat adanya percampuran antara massa air laut dan tawar membuat
tingkat salinitas yang dimiliki dapat berubah-ubah atau memiliki fluktuasi
tersendiri. Berubahnya salinitas estuari dapat dipengaruhi oleh adanya 4 pasang
surut air dan musim. Selama musim kemarau, volume air sungai yang masuk

4
berkurang, sehingga air laut dapat masuk sampai ke daerah yang lebih tinggi atau
hulu dan menyebabkan salinitas yang dimiliki wilayah estuari meningkat.
Sebaliknya yang terjadi apabila pada musim penghujan air tawar yang masuk dari
hulu ke wilayah estuari meningkat sehingga salinitas yang dimiliki rendah (Sari
2010).
Pengaruh pasang surut terhadap sirkulasi aliran (kecepatan/debit, profil
muka air, instrusi air asin) di estuari dapat sampai jauh ke hulu sungai, yang
tergantung pada tinggi pasang surut, debit sungai dan karakteristik estuari
(penampang aliran, kekasaran dinding, dan sebagainya. Adanya aliran air tawar
yang terjadi terus menerus dari hulu sungai dan adanya proses gerakan air akibat
arus pasang surut yang mengangkut mineral-mineral, bahan organik dan sedimen
merupakan bahan dasar yang dapat menunjang produktifitas perairan di wilayah
estuari yang melebihi produktifitas laut lepas dan perairan air tawar. Oleh karena
itu, lingkungan wilayah estuari menjadi paling produktif (Aritonang et al 2016).

2.2 Karakteristik Estuari


Setiap ekosistem mempunyai karakteristik yang memebedakan satu ekosistem
dengan ekosistem yang lainnya. Karakteristik tersebut bisa dari komponen abiotik
maupun biotik penyusunnya. Ada keterkaitan antara komponen abiotik dengan
komponen biotik, bahkan komposisi biotik dalam suatu ekosistem salah satunya
ditentukan oleh komposisi abiotik yang terdapat di dalam ekosistem tersebut.
2.2.1 Abiotik
1. Keterlindungan
Estuaria merupakan perairan semi tertutup sehingga biota akan
terlindung dari gelombang laut yang memungkinkan tumbuh mengakar
di dasar estuaria dan memungkinkan larva kerang-kerangan menetap di
dasar perairan.
2. Kedalaman
Kedalaman estuaria relatif dangkal sehingga memungkinkan cahaya
matahari mencapai dasar perairan dan tumbuhan akuatik dapat
berkembang di seluruh dasar perairan, karena dangkal memungkinkan

5
penggelontoran (flushing) dengan lebih baik dan cepat serta menangkal
masuknya predator dari laut terbuka (tidak suka perairan dangkal).
3. Salinitas Air
Air tawar menurunkan salinitas estuaria dan mendukung hewan-
hewan yang secara khusus dalam siklus reproduksinya berada di air
tawar seperti ikan salmon.
4. Sirkulasi air
Perpaduan antara air tawar dari daratan, pasang surut dan salinitas
menciptakan suatu sistem gerakan dan transport air yang bermanfaat
bagi biota yang hidup tersuspensi dalam air, yaitu plankton.
5. Pasang
Energi pasang yang terjadi di estuaria merupakan tenaga penggerak
yang penting, antara lain mengangkut zat hara dan plangton serta
mengencerkan dan meggelontorkan limbah.
6. Penyimpanan dan pendauran zat hara
Kemampuan menyimpan energi daun pohon mangrove,lamun serta
alga mengkonversi zat hara dan menyimpanya sebagai bahan organik
untuk nantinya dimanfaatkan oleh organisme hewani.
2.2.2 Biotik
Komponen biotik baik flora maupun fauna penyusun ekosistem estuari
mempunyai karakteritik yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk adaptasi tertentu
yang spesifik. Berikut bentuk adaptasi fauna ekosistem estuari :
1. Adaptasi morfologis yaitu : organisme yang hidup di lumpur memiliki
rambut-rambut halus (setae) untuk menghambat penyumbatan-
penyumbatan permukaan ruang pernapasan oleh partikel lumpur.
2. Adaptasi fisiologis yaitu : berkaitan dengan mempertahankan
keseimbangan ion cairan tubuh dalam menghadapifluktuasi salinitas
eksternal.
3. Adaptasi tingkah laku pembuatan lubang ke dalam lumpur oleh
organisme, khususnya invertebrata.

Ketiga bentuk adaptasi tersebut memunculkan hewan-hewan yang secara


khusus hidup di daerah estuari dan menjadi salah satu karakteristik komponen
biotik estuari. Fauna khas estuaria adalah hewan-hewan yang dapat mentolerir

6
kadar garam antara 5-30%, namun tidak ditemukan pada wilayah-wilayah yang
sepenuhnya berair tawar atau berair laut. Berikut adalah hewan-hewan yang khas
hidup di ekosistem estuari :
1. Beberapa jenis tiram dan kerang (Ostrea, Scrobicularia),
2. Siput kecil Hydrobia
3. Udang Palaemonetes
4. Cacing (polikaeta) Nereis
5. Fauna-fauna peralihan, yang berada di estuaria untuk sementara
waktu saja seperti ikan salmon, udang Penaeus, sidat (Anguilla).
6. Golongan ikan, reptil, burung dan lain-lain, yang datang ke estuaria
untuk mencari makanan (Nybakken et al 1988).

Di dalam ekosistem estuari dapat dijumpai berbagai jenis produsen primer.


Pada paparan pasir atau lumpur, dapat dijumpai lamun (Enhalus acoroides) yang
merupakan tumbuhan berbunga, dan beberapa jenis algae, antara lain algae
berfilamen seperti Enteromorpha sp., dan Padina sp. Di dalam kolom air estuari
dijumpai fitoplankton, seperti diatom atau dinoflagellata. Tumbuhan yang umum
dijumpai pada ekosistem estuari adalah tumbuhan mangrove dan rumput rawa
(Pritchard et al 1976).

2.3 Pengertian Ekosistem Mangrove


Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang
didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan
berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur (Bengen 2001). Sedangkan
definisi ekosistem mangrove sendiri adalah suatu sistem di alam tempat
berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara
makhluk hidup dan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat
pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies
pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau
(Santoso 2000).
Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang terdapat di daerah perairan
pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang

7
surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Hutan mangrove adalah sebutan
umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai
tropic yang di dominasi oleh beberapa pohon yang khas atau semak-semak yang
mampu untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon dan
semak-semak ke dalam 8 genus, dan 12 spesies tumbuhan berbunga: Avivennie,
Soneratia,Rhizopora,Bruguera,Cerops,Xylocarpus,Lummitzera,Laguncularia,Aeg
iceras,Aegiayilis, Snaeda dan Conocarpus (Nyakben 1998).
Menurut Macnae (1968) kata mangrove berasal dari kata mangue (bahasa
Portugis) yang berarti tumbuhan, dengan grove (bahasa Inggris) yang berarti
belukar. Sementara itu dalam literatur lain disebutkan bahwa istilah mangrove
berasal dari kata mangi-mangi (bahasa Melayu Kuno). Menurut Snedaker (1978)
hutan mangrove adalah suatu kelompok jenis tumbuhan berkayu yang tumbuh
disepanjang garis pantai tropis dan subtropis yang terlindung dan memiliki
semacam bentuk lahan pantai dengan tipe tanah anaerob.

2.4 Manfaat, Fungsi Dan Peranan Ekosistem Mangrove


Manfaat Mangrove yaitu kayu digunakan sebagai bahan bangunan, kayu
bakar, bahan arang, dan bahan pulp dan biasanya digunakan juga sebagai pupuk
organic, bahan makanan,,obat-obatan dan minuman dan bahan baku tekstil (Bangen
2003). fungsi dari mangrove yaitu sebagai penghasil sejumlah detritus dari daun
dan dahan mangrove, sebagai pelindung pantai dari tsunami, sebagai penahan
abrasi dan penangkap sedimen, sebagai daerah asuhan, daerah tempat mencari
makan, daerah pemijahan, sebagai peredam laju inturisi air laut, pemasok larva
udang, ikan dan biota lainnya dan sebagai penompang biota lainnya serta bisa
dijadikan tempat pariwisata (Bengen 2001). Biasanya mangrove saling berkaitan
dengan ekosistem lamun dan terumbu karang maka bisa sebagai penghasil detritus
sumber nutrient dan bahan organic (Nyakben 1998).
Ekosistem mangrove (bakau) adalah ekosistem yang berada di daerah tepi
pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga lantainya selalu
tergenang air. Ekosistem mangrove berada di antara level pasang naik tertinggi
sampai level di sekitar atau di atas permukaan laut rata-rata pada daerah pantai yang
terlindungi dan menjadi pendukung berbagai jasa ekosistem di sepanjang garis

8
pantai di kawasan tropis (Donato et al. 2012). Ekosistem mangrove berperan
penting dalam pengembangan perikanan pantai karena merupakan tempat
berkembang biak, memijah, dan membesarkan anak bagi beberapa jenis ikan,
kerang, kepiting, dan udang. Hutan mangrove menyediakan perlindungan dan
makanan berupa bahan organik ke dalam rantai makan. Bagian kanopi mangrove
pun merupakan habitat untuk berbagai jenis hewan darat, seperti monyet, serangga,
burung, dan kelelawar. Kayu pohon mangrove dapat digunakan sebagai kayu bakar,
bahan pembuatan arang kayu, bahan bagunan, dan bahan baku bubur kertas.
Manfaat nilai guna langsung hutan mangrove sebesar Rp. 11,61 juta/ha/th (Senoaji
et al. 2016).
Ekosistem mangrove berperan penting dalam mendukung usaha
pertambakan ikan/udang. Vegetasi mangrove yang subur dapat mencegah erosi,
menjaga area dari banjir, badai dan bencana alam lain, sehingga tidak diperlukan
biaya tinggi untuk membangun infrastruktur tambak, misalnya pembuatan sabuk
hijau mangrove di sepanjang tepian pantai dan tebing muara sungai pada kawasan
pertambakan di pantai utara Jawa. Di sisi lain mangrove juga dapat mengurangi
tingkat polusi secara alamiah, sehingga mencegah jatuhnya usaha tambak intensif
akibat limbah cair yang dihasilkannya, seperti tingginya kadar nitrogen dan fosfor
(Setyawan 2006).
Menurut Pramudji (2001) ekosistem mangrove memainkan peranan sebagai
mata rantai makanan di suatu perairan, yang dapat menumpang kehidupan berbagai
jenis ikan, udang dan moluska. Perlu diketahui bahwa hutan mangrove tidak hanya
melengkapi pangan bagi biota aquatik saja, akan tetapi juga dapat menciptakan
suasana iklim yang kondusif bagi kehidupan biota aquatik, serta memiliki
kontribusi terhadap keseimbangan siklus biologi di suatu perairan. Kekhasan tipe
perakaran beberapa jenis tumbuhan mangrove seperti Rhizophora sp., Avicennia
sp. dan Sonneratia sp. dan kondisi lantai hutan, kubangan serta alur-alur yang saling
berhubungan merupakan perlidungan bagi larva berbagai biota laut. Kondisi seperti
ini juga sangat penting dalam menyediakan tempat untuk bertelur, pemijahan dan
pembesarkan serta tempat mencari makan berbagai macam ikan dan udang kecil,
karena suplai makanannya tersedia dan terlindung dari ikan pemangsa. Ekosistem

9
mangrove juga berperan sebagai habitat bagi jenis-jenis ikan, kepiting dan kerang-
kerangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.
Dilihat dari aspek fisik, hutan mangrove mempunyai peranan sebagai
pelindung kawasan pesisir dari hempasan angin, arus dan ombak dari laut, serta
berperan juga sebagai benteng dari pengaruh banjir dari daratan. Tipe perakaran
beberapa jenis tumbuhan mangrove (pneumatophore) tersebut juga mampu
mengendapkan lumpur, sehingga memungkinkan terjadinya perluasan areal hutan
mangrove. Disamping itu, perakaran jenis tumbuhan mangrove juga mampu
berperan sebagai perangkap sedimen dan sekaligus mengendapkan sedimen, yang
berarti pula dapat melindungi ekosistem padang lamun dan terumbu karang dari
bahaya pelumpuran (Pramudji 2001).

2.5 Zonasi Dan Penyebaran Mangrove


Zonasi ekosistem mangrove adalah distribusi tumbuhan secara horizontal
dari pantai ke arah daratan faktor pembentuk zonasi adalah karakter tanah berupa
kandungan bahan organic, salinitas dan air tanah dan dipengaruhi topografi pantai.
Pola zonasi berkaitan dengan factor lingungan (Lumpur, Pasir, Gambut). Menurut
Bengen (2001) Zonasi mangrove dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Zona yang paling dekat dengan air laut adanya Avivennie dan Soneratia,
2. Zona lebih dekat ke arah daratan adanya Rhizopora sp. dan Bruguera
sp.
3. Zona selanjutnya adanya Bruguera sp.
Zona transisi mangrove dan hutan dataran rendah ditumbuhi Nipah
(Nypafruticans) dan Pandanus sp.
Hutan mangrove tersebar di 123 negara yang memiliki iklim tropis dan sub
tropis. Biasanya mangrove menyukai arus laut hangat sepanjang garis khatulistiwa,
20° ke utara dan selatan. Terkadang ditemukan hingga lintang 32° ke Utara dan
Selatan. Tanaman mangrove sensitif terhadap suhu dibawah nol. Hutan mangrove
tersebar mulai dari benua Amerika, Afrika, Asia hingga ke Australia.
Terhitung sejak 1980-an dunia telah kehilangan hutan mangrove sebesar 3,6
juta hektar, atau sekitar 20%. Hingga tahun 2005 luas mangrove sebesar 15,2 juta
hektar. Luas ini sekitar 1% dari total luas hutan tropis. Dari tahun ke tahun

10
luasannya mengalami penyusutan sekitar 1%. Terhitung sejak periode 2000-2005
laju penurunannya melambat menjadi sekitar 0,66% per tahun. Penyebab utama
hilangnya mangrove adalah konversi lahan untuk pertanian, permukiman dan
infrastruktur pariwisata.
Meski wilayah sebaran hutan mangrove cukup luas, hanya mangrove tropis
yang memiliki densitas spesies tinggi. Lebih dari sepertiga luasan mangrove tropis
ada di Asia Tenggara. Dari jumlah itu yang masuk wilayah Indonesia mencapai
lebih dari 80%. Sehingga Indonesia menjadi negara dengan hutan mangrove
terluas.
Menurut Soerianegara (1987) di Indonesia mangrove tumbuh di atas tanah
lumpur aluvial di daerah pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang surut
air laut. Jenis-jenis mangrove yang tumbuh di Indonesia antara lain Aicennia,
Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus,
Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa.

2.6 Rantai Makanan Pada Eksistem Mangrove


Menurut Odum (1971), awal rangkaian rantai makanan pada habitat
mangrove, bermula saat pohon mangrove menjatuhkan daun-daunnya ke tanah dan
masuk air laut. Merontokkan daun-daun merupakan salah satu cara dari pohon
mangrove mengurangi kandungan garam dalam jaringannya karena daun yang jatuh
tersebut membawa konsentrasi garam yang tinggi. Segera setelah daun jatuh dan
masuk ke dalam air, daun tersebut dimanfaatkan berbagai jenis organisme. Pada
giliran berikutnya hewan-hewan kecil ini menjadi makanan bagi hewan yang lebih
besar seperti kepiting, udang, dan ikan yang lebih besar. Beberapa ikan, udang,
danhewan air lain dimanfaatkan oleh hewan terestrial yang bermukim diatas
daratan dan udara seperti reptil, burung, dan lain-lain.
Menurut Santoso (2008) 80% dari ikan komersial yang tertangkap di
perairan lepas dan pantai ternyata mempunyai hubungan erat dengan rantai
makanan yang terdapat dalam ekosistem mangrove, ini membuktikan bahwa
kawasan mangrove telah menjadi kawasan tempat breeding & nurturing bagi ikan-
ikan dan beberapa biota laut lainnya. Di daerah subur seperti di delta sungai,

11
mangrove dapat menyumbang sampai sekitar 1,5 ton/ha/th bahan organik ke dalam
rangkaian rantai makanan ini.

Gambar 1. Rantai Makanan pada Ekosistem Mangrove.

Dari gambar tersebut dijelaskan bahwa, mangrove pada ekosistem berlaku


sebagai produsen utama, kemudian daun-daun dan bagian tubuh mangrove yang
telah membusuk akan dimanfaatkan oleh detrivor sebagai bahan makanan. Pada
tingkatan trofik selanjutnya, detrivor dimakan oleh ikan, bivalvia dan crustacean
kecil yang kemudian dimangsa lagi oleh ikan dan crustacean yang berukuran lebih
besar. Rantai makanan ini terus berlangsung. Sampai pada akhirnya organisme-
organisme tersebut mati dan kembali dimanfaatkan oleh detrivor sebagai bahan
makanan (Nybakken 1992). Mangrove yang ada di setiap tempat beragam dan di
setiap daerah masing-masing. Dan di setiap daerah itu pun memiliki organisme
yang berbeda. Maka dari itu rantai makanan yang terjadi juga berbeda-beda
tergantung situasi dan kodisi pada alam di setiap daerah.

2.7 Flora Dan Fauna Pada Mangrove


Seperti ekosistem pada umumnya, ekosistem mangrove memiliki aliran
rantai makanan, materi, dan energi yang spesifik dan berbeda dengan ekosistem
lainnya. Hal itu dikarenakan ekosistem mangrove ditinggali oleh flora dan fauna
yang khas seperti telah dijelaskan sebelumnya. Ekosistem mangrove mempunyai
keanekaragaman tumbuhan yang rendah. Di Indonesia tercatat 120 jenis
keanekaragaman mangrove dan 90 diantaranya ditemukan di Pulau Jawa.
Keanekaragaman faunanya masih terpisah-pisah. Tumbuhan yang tumbuh di
ekosistem mangrove selain pohon mangrove, yaitu: Ketapang, Nyampiang, Akasia

12
atau Semak, Nipah (sejenis pohon yang tumbuh di lingkungan hutan bakau, Pohon
Asem dan Lamtoro atau petai cina.
Adapun fauna yang hidup di ekosistem mangrove, yaitu:, Kepiting ( kepiting
laga, kepiting orange, Kelomang (kelomang semakor dan kelomang darat), Udang,
Ikan glodok, dan Cacing. Menurut Nybakken (1982) hutan mangrove di Indonesia
memilliki keanekaragaman yang terbesar di dunia. Komunitas mangrove
membentuk pencampuran antara dua kelompok, yaitu kelompok fauna daratan
/terestial (arboreal) yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove dan
kelompok fauna perairan/akuatik. Beberapa hewan tinggal di atas pohon sebagian
lain di antara akar dan lumpur sekitarnya. Burung-burung dari daerah daratan
menemukan sumber makanan dan habitat yang baik untuk bertengger dan
bersarang.
Mereka makan kepiting, ikan dan mollusca atau hewan lain yang hidup di
habitat mangrove. Setiap species biasanya mempunyai gaya yang khas dan memilih
makanannya sesuai dengan kebiasaan dan kesukaanya masing-masing dari
keanekaragaman sumber yang tersedia di lingkungan tersebut. Sebagai timbal
baliknya, burung – burung meninggalkan guano sebagai pupuk bagi pertumbuhan
pohon mangrove. Kelompok lain yang bukan hewan arboreal adalah hewan-hewan
yang hidupnya menempati daerah dengan substrat yang keras (tanah) atau akar
mangrove maupun pada substrat yang lunak (lumpur). Kelompok ini antara lain
adalah jenis kepiting mangrove, kerang-kerangan dan golongan invertebrata
lainnya. Kelompok lainnya lagi adalah yang selalu hidup dalam kolom air laut
seperti macam-macam ikan dan udang (Irwanto 2006).

Gambar 2. Flora dan Fauna Mangrove

13
Peranan hewan makrobenthos di perairan sangat penting dalam rantai
makanan (food chain), karena merupakan sumber makanan bagi beberapa ikan dan
sebagai salah satu pengurai bahan organik (Odum 1971). Hewan makrobenthos
memanfaatkan sumber makanan primer yang terdiri dari makanan yang bersifat
pelagik sebagai makanan tersuspensi dan makan yang bersifat bentik sebagai
makanan terdeposit. Bentuk lain dari deposit yang berbeda dengan makan deposit
di atas adalah mikroalga bentik yang ada di sedimen, akan tetapi sumber makanan
benthos yang sebenarnya diperoleh melalui sedimentasi pada kolom air, termasuk
mineral makanan potensial yang tidak tertangkap oleh organisme pelagik. Oleh
karena itu dapat dikatakan bahwa input makanan dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu mikroalga bentik dan guguran dasar atau detritus yang suatu saat juga
tersuspensi oleh adanya pergerakan air (Barnes 1978).

2.8 Pencegahan Kerusakan Pada Ekosistem Mangrove


Binatang laut lainnya; Ekosistem mangrove dapat membantu perluasan
daratan ke laut dan pengolahan limbah organik; Ekosistem mangrove dapat
dimanfaatkan Ekosistem mangrove dikategorikan sebagai ekosistem yang tinggi
produktivitasnya (Snedaker 1978) yang memberikan kontribusi terhadap
produktivitas ekosistem pesisi (Harger 1982). Dalam hal ini beberapa fungsi
ekosistem mangrove adalah sebagai berikut: Ekosistem mangrove sebagai tempat
asuhan (nursery ground), tempat mencari makan (feeding ground), tempat
berkembang biak berbagai jenis krustasea, ikan, burung biawak, ular, serta sebagai
tempat tumpangan tumbuhan epifit dan parasit seperti anggrek, paku pakis dan
tumbuhan semut, dan berbagai hidupan lainnya; Ekosistem mangrove sebagai
penghalang terhadap erosi pantai, tiupan angin kencang dan gempuran ombak yang
kuat serta pencegahan intrusi air laut; Ekosistem mangrove dapat membantu
kesuburan tanah, sehingga segala macam biota perairan dapat tumbuh dengan subur
sebagai makanan alami ikan dan bagi tujuan budidaya ikan, udang dan kepiting
mangrove dalam keramba dan budidaya tiram karena adanya aliran sungai atau
perairan yang melalui ekosistem mangrove; Ekosistem mangrove sebagai penghasil
kayu dan non kayu; Ekosistem mangrove berpotensi untuk fungsi pendidikan dan
rekreasi.
Kerusakan ekosistem mangrove lebih disebabkan oleh akibat kegiatan
manusia (antropogenik) baik secara langsung maupun tidak langsung. Kawasan
mangrove umumnya berada pada pesisir dan keberadaannya terancam oleh
kebutuhan masyarakat yang berada di sekitarnya. Kebutuhan itu dapat berupa

14
pemanfaatan lahan untuk pemukiman, sebagai lahan kegiatan ekonomi seperti
industry maupun pertambakan, dan kebutuhan bahan bakar non-migas. Kebutuhan-
kebutuhan itu memaksa masyarakat untuk melakukan banyak hal yang dapat
merusak hutan mangrove seperti membuka dan menkonversi lahan serta
penebangan liar.
Kerusakan-kerusakan dapat menurunkan fungsi-fungsi mangrove baik
secara bio-ekologis berupa rusaknya sistem maupun fungsi ekonomis berupa
penurunan produksi. Kesalahan manajemen hutan mangrove juga berpotensi besar
terhadap degradasi fungsi mangrove. Ada beberapa dampak yang akan muncul
sebagai akibat aktivitas manusia pada atau sekitar wilayah mangrove antara lain
yaitu :
 Tebang habis berdampak terhadap berubahnyakomposisi tumbuhan, pohon-
pohon mangrove akan digantikan oleh spesies-spesies yang nilai
komersialnya rendah dan terjadi penurunan fungsi sebagai feeding, nursery,
spawning ground.
 Pengalihan aliran air tawar misalnya pada pembangunan irigasi berdampak
pada peningkatan salinitas dan penurunan kesuburan mangrove.
 Konversi lahan menjadi pertanian, perikanan dan pemukiman dapat
mengancam regenerasi stok ikan udang di perairan lepas pantai, terjadinya
pencemaran laut oleh pencemar yang sebelumnya diikat oleh substrat
mangrove. Terjadi pendangkalan pantai, abrasi, dan inutrisi air alut.
 Pembuangan sampah cair berdampak pada penurunan kandungan oksigen,
munculnya gas H2S.
 Pembuangan sampah padat memungkinkan tertutupnya pneumatopor yang
berakibat kematian mangrove dan perembesan bahan-bahan pencemar
dalam sampah padat.
 Pencemaran dengan tumpahan minyak menyebabkan kematian mangrove.
 Penambangan dan ekstraksi mineral baik dalam hutan maupun daerah
sekitar hutan menyebabkan kerusakan total ekosistem mangrove sehingga
menghancurkan fungsi bio-ekologis mangrove dan terjadinya pengendapan
sedimen yang berlebihan yang menyebabkan kemtian mangrove.

Kerusakan alami merupakan akibat lanjut dari kerusakan akibat kegiatan


antropogenik. Terpaan ombak yang terus-menerus akan merusak ekosistem
mangrove. Akan tetapi, hal ini tidak akan terjadi apabila tidak terjadi penurunan
fungsi mangrove sebagai penahan gelombang akibat kegiatan manusia.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada makalah ini adalah ekosistem estuari terbentuk habitat-habitat
yang memiliki ciri khas tersendiri dengan organisme-organisme penyusunnya yang
spesifik seperti Habitat Rawa Asin. Di ekosistem estuary adanya karakteristik
abiotic dan biotik, pada umumnya faktor biotik mencangkup adaptasi morfologi,
adaptasi fisiologis dan adaptasi tingkah laku. Sedangkan oada faktor abiotic
mencangkup keterlindungan, kedalaman, salinitas air, sirkulasi air, pasang dan
penyimpanan air dan zat hara.
Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang terdapat di daerah perairan
pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang
surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. fungsi dari mangrove yaitu sebagai
penghasil sejumlah detritus dari daun dan dahan mangrove, sebagai pelindung
pantai dari tsunami, sebagai penahan abrasi dan penangkap sedimen, sebagai daerah
asuhan, daerah tempat mencari makan, daerah pemijahan, sebagai peredam laju
inturisi air laut, pemasok larva udang, ikan dan biota lainnya dan sebagai
penompang biota lainnya serta bisa dijadikan tempat pariwisata.

3.2 Saran
Saran makalah ini agar kita dapat menjaga lingkungan dan tidak merusak
ekosistem. Karena merusak ekosistem menimbulkan dampak yang besar dalam
perairan, dari biota lainnya dan merugikan para nelayan.

16
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang, A.E. et al. 2016. Laju pengendapan sedimen di pulau anakan muara
sungai banyuasin provinsi sumatera selatan. 8(1).

Barnes, R.S.K. 1978. Estuarine Biology. The Institute of Biologi’s Studies in


Biology Edward Arnold (Publiser). London.

Bengen DG. 2001.Pengenalan dan pengelolaan ekosistem mangrove.Bogor :


PKSPL-IPB. 1 – 36 hlm.

Donato, D.C., Kauffman, J.B., Murdiyarso, D., Kurnianto, S., Stidham, M. dan
Kanninen, M. 2012. Mangrove Salah Satu Hutan Terkaya Karbon di Daerah
Tropis. Brief CIFOR, 12:1- 12.

Irwanto. 2006. Keanekaragaman Fauna Pada Habitat Mangrove. Yogyakarta

Macnae, W. 1968. A general account of the fauna and flora of mangrove swamps
and forests in the Indo-West-Pacific region. Vol 6, Pp. 73-270 in Advances
in Marine Biology, F.S. Russell and M. Yonge, eds. London: Academic Press.

Nybakken JW. 1993. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. [Terjemahan dari
Marine biology: An ecological approach, 3 rd edition]. Eidman HM,
Koesbiono, Bengen DG, Hutomo M, & Sukardjo S (penerjemah).Jakarta: PT
Gramedia.459 hlm.

Nybakken, James W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta:PT.


Gramedia.

Odum EP. 1971. Fundamental of ecology. Sounders Company 3rd. Pfiladelphia. 574
p.

Pramudji. 2001. Ekosistem Hutan Mangrove dan Peranannya Sebagai Habitat


Berbagai Fauna Aquatik. Jurnal Oseana. 26(4): 13-23.

Pritchard, D.W. 1976. What is an estu-ary : Physical view point. In Estuaries (G.H.
Lauff, es.). Amer. Assoc. Adv. Sci. Publ. No. 83. Washington D.C. p:3-5

Rositasari,R dan Rahayu,S.K. 1994. Sifat-Sifat Estuari dan Pengelolaannya. 19 (3)

Santoso,N.2000.Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove.Makalah Disampaikan


Pada Lokakarya Nasional Pengembangan System Pengawasan Ekosistem
Laut Tahun 2000.Jakarta, Indonesia

Santoso U. 2008. Hutan mangrove, permasalahan dan solusinya. Menuju


pemikiran mandiri 1(1): 2

17
Saputra, S., Sugianto., dan Djufri. 2016. Pengelolaan Ekosistem Mangrove Untuk
Ekowisata di Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh. Jurnal Lentera.
16(19): 17-25.

Sari,D.S. 2010. Ekosistem Pesisir. Jurnal Saintek. 02 (03).

Setyawan, A. D., dan Kusumo W. 2006. Pemanfaatan Langsung Ekosistem


Mangrove di Jawa Tengah dan Penggunaan Lahan di Sekitarnya; Kerusakan
dan Upaya Restorasinya. Jurnal Biodiversitas. 7(3): 282-291.

Snedaker, S. 1978. Mangroves: their value and perpetuation. Nature and


Resources.

Stevenson, N.J., R.R. Lewis, and P.R. Burbridge. 1999. Disused shrimp ponds and
mangrove rehabilitation. In Streever, W. (ed.). An International Perspective
on Wetland Rehabilitation. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.

Soerianegara. 1987. Masalah penentuan batas lebar jalur hijau hutan


mangrove. Jakarta: Prosiding Seminar III Ekosistem Mangrove.

18

Anda mungkin juga menyukai