EKOLOGI PERAIRAN
Disusun oleh :
Clisye Ariana Prestanty
4443170053
3A
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmatnya penulis masih diberi kesehatan, sehingga penulis masih dapat
mengerjakan laporan ini.
Makalah ini dibuat sebagai tugas untuk mata kuliah Ekologi Perairan yang
berjudul Ekosistem Mangrove Dan Estuari.
Penulis mengucapkan terimakasih pada segala pihak yang telah membantu
menyelesaikan laporan ini. Suatu kebanggaan bagi penulis jikalau nantinya
makalah yang dibuat ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun orang lain.
Penulis sadar sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran-saran yang
bersifat membangun agar pembuatan makalah berikutnya bisa lebih baik dari
sebelumnya. Dan mudah-mudahan apa yang penulis lakukan selama ini menjadi
berkah dan bermanfaat bagi semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN
2.1 pengertian Ekosistem Estuari .................................................................. 4
2.2 Karakteristik Ekosistem Estuari ................................................................ 5
2.3 Pengertian Ekosistem Mangrove ............................................................... 7
2.4 Manfaat, Fungsi dan Peranan Mangrove ................................................... 8
2.5 Zonasi Ekosistem Mangrove ................................................................... 10
2.6 Rantai Makanan Pada Ekosistem Mangrove ........................................... 11
2.7 Flora Dan Fauna Pada Ekosistem Mangrove .......................................... 12
2.8 Pencegahan Terjadi Kerusakan Pada Ekosistem Mangrove ................... 14
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
makan, daerah pemijahan, sebagai peredam laju inturisi air laut, pemasok larva
udang, ikan dan biota lainnya dan sebagai penompang biota lainnya serta bisa
dijadikan tempat pariwisata. manfaat Mangrove yaitu Kayu digunakan sebagai
bahan bangunan, kayu bakar, bahan arang, dan bahan pulp dan biasanya digunakan
juga sebagai pupuk organic, bahan makanan,,obat-obatan dan minuman dan bahan
baku tekstil (Bengen 2001).
Oleh karena itu penulis membuat makalah ini dengan harapan bahwa
masyarakat bisa menyadari betapa pentingnya menjaga kestabilan lingkungan
(ekosistem). Jika ekosistem tidak di jaga maka akan hancur ekosistem tersebut dan
berdampak pad jasa jasa lain terhadap ekosistem tersebut.
Zonasi ekosistem mangrove adalah distribusi tumbuhan secara horizontal
dari pantai ke arah daratan faktor pembentuk zonasi adalah karakter tanah berupa
kandungan bahan organic, salinitas dan air tanah dan dipengaruhi topografi pantai.
Pola zonasi berkaitan dengan factor lingungan (Lumpur, Pasir, Gambut). Adanya
pembagian zona Zona yang paling dekat dengan air laut adanya Avivennie dan
Soneratia, , Zona lebih dekat ke arah daratan adanya Rhizopora sp. dan Bruguera
sp. dan ada Zona selanjutnya
2
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari makalah ini untuk mengetahui ekosistem Estuari, Karakteristik,
factor prmbatas dan aliran energy dari eksistem Estuari , ekosistem mangrove, ciri
dan karakteristik yang ada, fungsi, manfaat dan peranan serta zonasi dan
penyebaran mangrove. Dan mengetahui flora dan fauna pada yang ada serta
penjegahan agar tidak terjadi kerusakan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
berkurang, sehingga air laut dapat masuk sampai ke daerah yang lebih tinggi atau
hulu dan menyebabkan salinitas yang dimiliki wilayah estuari meningkat.
Sebaliknya yang terjadi apabila pada musim penghujan air tawar yang masuk dari
hulu ke wilayah estuari meningkat sehingga salinitas yang dimiliki rendah (Sari
2010).
Pengaruh pasang surut terhadap sirkulasi aliran (kecepatan/debit, profil
muka air, instrusi air asin) di estuari dapat sampai jauh ke hulu sungai, yang
tergantung pada tinggi pasang surut, debit sungai dan karakteristik estuari
(penampang aliran, kekasaran dinding, dan sebagainya. Adanya aliran air tawar
yang terjadi terus menerus dari hulu sungai dan adanya proses gerakan air akibat
arus pasang surut yang mengangkut mineral-mineral, bahan organik dan sedimen
merupakan bahan dasar yang dapat menunjang produktifitas perairan di wilayah
estuari yang melebihi produktifitas laut lepas dan perairan air tawar. Oleh karena
itu, lingkungan wilayah estuari menjadi paling produktif (Aritonang et al 2016).
5
penggelontoran (flushing) dengan lebih baik dan cepat serta menangkal
masuknya predator dari laut terbuka (tidak suka perairan dangkal).
3. Salinitas Air
Air tawar menurunkan salinitas estuaria dan mendukung hewan-
hewan yang secara khusus dalam siklus reproduksinya berada di air
tawar seperti ikan salmon.
4. Sirkulasi air
Perpaduan antara air tawar dari daratan, pasang surut dan salinitas
menciptakan suatu sistem gerakan dan transport air yang bermanfaat
bagi biota yang hidup tersuspensi dalam air, yaitu plankton.
5. Pasang
Energi pasang yang terjadi di estuaria merupakan tenaga penggerak
yang penting, antara lain mengangkut zat hara dan plangton serta
mengencerkan dan meggelontorkan limbah.
6. Penyimpanan dan pendauran zat hara
Kemampuan menyimpan energi daun pohon mangrove,lamun serta
alga mengkonversi zat hara dan menyimpanya sebagai bahan organik
untuk nantinya dimanfaatkan oleh organisme hewani.
2.2.2 Biotik
Komponen biotik baik flora maupun fauna penyusun ekosistem estuari
mempunyai karakteritik yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk adaptasi tertentu
yang spesifik. Berikut bentuk adaptasi fauna ekosistem estuari :
1. Adaptasi morfologis yaitu : organisme yang hidup di lumpur memiliki
rambut-rambut halus (setae) untuk menghambat penyumbatan-
penyumbatan permukaan ruang pernapasan oleh partikel lumpur.
2. Adaptasi fisiologis yaitu : berkaitan dengan mempertahankan
keseimbangan ion cairan tubuh dalam menghadapifluktuasi salinitas
eksternal.
3. Adaptasi tingkah laku pembuatan lubang ke dalam lumpur oleh
organisme, khususnya invertebrata.
6
kadar garam antara 5-30%, namun tidak ditemukan pada wilayah-wilayah yang
sepenuhnya berair tawar atau berair laut. Berikut adalah hewan-hewan yang khas
hidup di ekosistem estuari :
1. Beberapa jenis tiram dan kerang (Ostrea, Scrobicularia),
2. Siput kecil Hydrobia
3. Udang Palaemonetes
4. Cacing (polikaeta) Nereis
5. Fauna-fauna peralihan, yang berada di estuaria untuk sementara
waktu saja seperti ikan salmon, udang Penaeus, sidat (Anguilla).
6. Golongan ikan, reptil, burung dan lain-lain, yang datang ke estuaria
untuk mencari makanan (Nybakken et al 1988).
7
surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Hutan mangrove adalah sebutan
umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai
tropic yang di dominasi oleh beberapa pohon yang khas atau semak-semak yang
mampu untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon dan
semak-semak ke dalam 8 genus, dan 12 spesies tumbuhan berbunga: Avivennie,
Soneratia,Rhizopora,Bruguera,Cerops,Xylocarpus,Lummitzera,Laguncularia,Aeg
iceras,Aegiayilis, Snaeda dan Conocarpus (Nyakben 1998).
Menurut Macnae (1968) kata mangrove berasal dari kata mangue (bahasa
Portugis) yang berarti tumbuhan, dengan grove (bahasa Inggris) yang berarti
belukar. Sementara itu dalam literatur lain disebutkan bahwa istilah mangrove
berasal dari kata mangi-mangi (bahasa Melayu Kuno). Menurut Snedaker (1978)
hutan mangrove adalah suatu kelompok jenis tumbuhan berkayu yang tumbuh
disepanjang garis pantai tropis dan subtropis yang terlindung dan memiliki
semacam bentuk lahan pantai dengan tipe tanah anaerob.
8
pantai di kawasan tropis (Donato et al. 2012). Ekosistem mangrove berperan
penting dalam pengembangan perikanan pantai karena merupakan tempat
berkembang biak, memijah, dan membesarkan anak bagi beberapa jenis ikan,
kerang, kepiting, dan udang. Hutan mangrove menyediakan perlindungan dan
makanan berupa bahan organik ke dalam rantai makan. Bagian kanopi mangrove
pun merupakan habitat untuk berbagai jenis hewan darat, seperti monyet, serangga,
burung, dan kelelawar. Kayu pohon mangrove dapat digunakan sebagai kayu bakar,
bahan pembuatan arang kayu, bahan bagunan, dan bahan baku bubur kertas.
Manfaat nilai guna langsung hutan mangrove sebesar Rp. 11,61 juta/ha/th (Senoaji
et al. 2016).
Ekosistem mangrove berperan penting dalam mendukung usaha
pertambakan ikan/udang. Vegetasi mangrove yang subur dapat mencegah erosi,
menjaga area dari banjir, badai dan bencana alam lain, sehingga tidak diperlukan
biaya tinggi untuk membangun infrastruktur tambak, misalnya pembuatan sabuk
hijau mangrove di sepanjang tepian pantai dan tebing muara sungai pada kawasan
pertambakan di pantai utara Jawa. Di sisi lain mangrove juga dapat mengurangi
tingkat polusi secara alamiah, sehingga mencegah jatuhnya usaha tambak intensif
akibat limbah cair yang dihasilkannya, seperti tingginya kadar nitrogen dan fosfor
(Setyawan 2006).
Menurut Pramudji (2001) ekosistem mangrove memainkan peranan sebagai
mata rantai makanan di suatu perairan, yang dapat menumpang kehidupan berbagai
jenis ikan, udang dan moluska. Perlu diketahui bahwa hutan mangrove tidak hanya
melengkapi pangan bagi biota aquatik saja, akan tetapi juga dapat menciptakan
suasana iklim yang kondusif bagi kehidupan biota aquatik, serta memiliki
kontribusi terhadap keseimbangan siklus biologi di suatu perairan. Kekhasan tipe
perakaran beberapa jenis tumbuhan mangrove seperti Rhizophora sp., Avicennia
sp. dan Sonneratia sp. dan kondisi lantai hutan, kubangan serta alur-alur yang saling
berhubungan merupakan perlidungan bagi larva berbagai biota laut. Kondisi seperti
ini juga sangat penting dalam menyediakan tempat untuk bertelur, pemijahan dan
pembesarkan serta tempat mencari makan berbagai macam ikan dan udang kecil,
karena suplai makanannya tersedia dan terlindung dari ikan pemangsa. Ekosistem
9
mangrove juga berperan sebagai habitat bagi jenis-jenis ikan, kepiting dan kerang-
kerangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.
Dilihat dari aspek fisik, hutan mangrove mempunyai peranan sebagai
pelindung kawasan pesisir dari hempasan angin, arus dan ombak dari laut, serta
berperan juga sebagai benteng dari pengaruh banjir dari daratan. Tipe perakaran
beberapa jenis tumbuhan mangrove (pneumatophore) tersebut juga mampu
mengendapkan lumpur, sehingga memungkinkan terjadinya perluasan areal hutan
mangrove. Disamping itu, perakaran jenis tumbuhan mangrove juga mampu
berperan sebagai perangkap sedimen dan sekaligus mengendapkan sedimen, yang
berarti pula dapat melindungi ekosistem padang lamun dan terumbu karang dari
bahaya pelumpuran (Pramudji 2001).
10
luasannya mengalami penyusutan sekitar 1%. Terhitung sejak periode 2000-2005
laju penurunannya melambat menjadi sekitar 0,66% per tahun. Penyebab utama
hilangnya mangrove adalah konversi lahan untuk pertanian, permukiman dan
infrastruktur pariwisata.
Meski wilayah sebaran hutan mangrove cukup luas, hanya mangrove tropis
yang memiliki densitas spesies tinggi. Lebih dari sepertiga luasan mangrove tropis
ada di Asia Tenggara. Dari jumlah itu yang masuk wilayah Indonesia mencapai
lebih dari 80%. Sehingga Indonesia menjadi negara dengan hutan mangrove
terluas.
Menurut Soerianegara (1987) di Indonesia mangrove tumbuh di atas tanah
lumpur aluvial di daerah pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang surut
air laut. Jenis-jenis mangrove yang tumbuh di Indonesia antara lain Aicennia,
Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus,
Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa.
11
mangrove dapat menyumbang sampai sekitar 1,5 ton/ha/th bahan organik ke dalam
rangkaian rantai makanan ini.
12
atau Semak, Nipah (sejenis pohon yang tumbuh di lingkungan hutan bakau, Pohon
Asem dan Lamtoro atau petai cina.
Adapun fauna yang hidup di ekosistem mangrove, yaitu:, Kepiting ( kepiting
laga, kepiting orange, Kelomang (kelomang semakor dan kelomang darat), Udang,
Ikan glodok, dan Cacing. Menurut Nybakken (1982) hutan mangrove di Indonesia
memilliki keanekaragaman yang terbesar di dunia. Komunitas mangrove
membentuk pencampuran antara dua kelompok, yaitu kelompok fauna daratan
/terestial (arboreal) yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove dan
kelompok fauna perairan/akuatik. Beberapa hewan tinggal di atas pohon sebagian
lain di antara akar dan lumpur sekitarnya. Burung-burung dari daerah daratan
menemukan sumber makanan dan habitat yang baik untuk bertengger dan
bersarang.
Mereka makan kepiting, ikan dan mollusca atau hewan lain yang hidup di
habitat mangrove. Setiap species biasanya mempunyai gaya yang khas dan memilih
makanannya sesuai dengan kebiasaan dan kesukaanya masing-masing dari
keanekaragaman sumber yang tersedia di lingkungan tersebut. Sebagai timbal
baliknya, burung – burung meninggalkan guano sebagai pupuk bagi pertumbuhan
pohon mangrove. Kelompok lain yang bukan hewan arboreal adalah hewan-hewan
yang hidupnya menempati daerah dengan substrat yang keras (tanah) atau akar
mangrove maupun pada substrat yang lunak (lumpur). Kelompok ini antara lain
adalah jenis kepiting mangrove, kerang-kerangan dan golongan invertebrata
lainnya. Kelompok lainnya lagi adalah yang selalu hidup dalam kolom air laut
seperti macam-macam ikan dan udang (Irwanto 2006).
13
Peranan hewan makrobenthos di perairan sangat penting dalam rantai
makanan (food chain), karena merupakan sumber makanan bagi beberapa ikan dan
sebagai salah satu pengurai bahan organik (Odum 1971). Hewan makrobenthos
memanfaatkan sumber makanan primer yang terdiri dari makanan yang bersifat
pelagik sebagai makanan tersuspensi dan makan yang bersifat bentik sebagai
makanan terdeposit. Bentuk lain dari deposit yang berbeda dengan makan deposit
di atas adalah mikroalga bentik yang ada di sedimen, akan tetapi sumber makanan
benthos yang sebenarnya diperoleh melalui sedimentasi pada kolom air, termasuk
mineral makanan potensial yang tidak tertangkap oleh organisme pelagik. Oleh
karena itu dapat dikatakan bahwa input makanan dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu mikroalga bentik dan guguran dasar atau detritus yang suatu saat juga
tersuspensi oleh adanya pergerakan air (Barnes 1978).
14
pemanfaatan lahan untuk pemukiman, sebagai lahan kegiatan ekonomi seperti
industry maupun pertambakan, dan kebutuhan bahan bakar non-migas. Kebutuhan-
kebutuhan itu memaksa masyarakat untuk melakukan banyak hal yang dapat
merusak hutan mangrove seperti membuka dan menkonversi lahan serta
penebangan liar.
Kerusakan-kerusakan dapat menurunkan fungsi-fungsi mangrove baik
secara bio-ekologis berupa rusaknya sistem maupun fungsi ekonomis berupa
penurunan produksi. Kesalahan manajemen hutan mangrove juga berpotensi besar
terhadap degradasi fungsi mangrove. Ada beberapa dampak yang akan muncul
sebagai akibat aktivitas manusia pada atau sekitar wilayah mangrove antara lain
yaitu :
Tebang habis berdampak terhadap berubahnyakomposisi tumbuhan, pohon-
pohon mangrove akan digantikan oleh spesies-spesies yang nilai
komersialnya rendah dan terjadi penurunan fungsi sebagai feeding, nursery,
spawning ground.
Pengalihan aliran air tawar misalnya pada pembangunan irigasi berdampak
pada peningkatan salinitas dan penurunan kesuburan mangrove.
Konversi lahan menjadi pertanian, perikanan dan pemukiman dapat
mengancam regenerasi stok ikan udang di perairan lepas pantai, terjadinya
pencemaran laut oleh pencemar yang sebelumnya diikat oleh substrat
mangrove. Terjadi pendangkalan pantai, abrasi, dan inutrisi air alut.
Pembuangan sampah cair berdampak pada penurunan kandungan oksigen,
munculnya gas H2S.
Pembuangan sampah padat memungkinkan tertutupnya pneumatopor yang
berakibat kematian mangrove dan perembesan bahan-bahan pencemar
dalam sampah padat.
Pencemaran dengan tumpahan minyak menyebabkan kematian mangrove.
Penambangan dan ekstraksi mineral baik dalam hutan maupun daerah
sekitar hutan menyebabkan kerusakan total ekosistem mangrove sehingga
menghancurkan fungsi bio-ekologis mangrove dan terjadinya pengendapan
sedimen yang berlebihan yang menyebabkan kemtian mangrove.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada makalah ini adalah ekosistem estuari terbentuk habitat-habitat
yang memiliki ciri khas tersendiri dengan organisme-organisme penyusunnya yang
spesifik seperti Habitat Rawa Asin. Di ekosistem estuary adanya karakteristik
abiotic dan biotik, pada umumnya faktor biotik mencangkup adaptasi morfologi,
adaptasi fisiologis dan adaptasi tingkah laku. Sedangkan oada faktor abiotic
mencangkup keterlindungan, kedalaman, salinitas air, sirkulasi air, pasang dan
penyimpanan air dan zat hara.
Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang terdapat di daerah perairan
pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang
surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. fungsi dari mangrove yaitu sebagai
penghasil sejumlah detritus dari daun dan dahan mangrove, sebagai pelindung
pantai dari tsunami, sebagai penahan abrasi dan penangkap sedimen, sebagai daerah
asuhan, daerah tempat mencari makan, daerah pemijahan, sebagai peredam laju
inturisi air laut, pemasok larva udang, ikan dan biota lainnya dan sebagai
penompang biota lainnya serta bisa dijadikan tempat pariwisata.
3.2 Saran
Saran makalah ini agar kita dapat menjaga lingkungan dan tidak merusak
ekosistem. Karena merusak ekosistem menimbulkan dampak yang besar dalam
perairan, dari biota lainnya dan merugikan para nelayan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang, A.E. et al. 2016. Laju pengendapan sedimen di pulau anakan muara
sungai banyuasin provinsi sumatera selatan. 8(1).
Donato, D.C., Kauffman, J.B., Murdiyarso, D., Kurnianto, S., Stidham, M. dan
Kanninen, M. 2012. Mangrove Salah Satu Hutan Terkaya Karbon di Daerah
Tropis. Brief CIFOR, 12:1- 12.
Macnae, W. 1968. A general account of the fauna and flora of mangrove swamps
and forests in the Indo-West-Pacific region. Vol 6, Pp. 73-270 in Advances
in Marine Biology, F.S. Russell and M. Yonge, eds. London: Academic Press.
Nybakken JW. 1993. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. [Terjemahan dari
Marine biology: An ecological approach, 3 rd edition]. Eidman HM,
Koesbiono, Bengen DG, Hutomo M, & Sukardjo S (penerjemah).Jakarta: PT
Gramedia.459 hlm.
Odum EP. 1971. Fundamental of ecology. Sounders Company 3rd. Pfiladelphia. 574
p.
Pritchard, D.W. 1976. What is an estu-ary : Physical view point. In Estuaries (G.H.
Lauff, es.). Amer. Assoc. Adv. Sci. Publ. No. 83. Washington D.C. p:3-5
17
Saputra, S., Sugianto., dan Djufri. 2016. Pengelolaan Ekosistem Mangrove Untuk
Ekowisata di Kecamatan Kuta Raja Kota Banda Aceh. Jurnal Lentera.
16(19): 17-25.
Stevenson, N.J., R.R. Lewis, and P.R. Burbridge. 1999. Disused shrimp ponds and
mangrove rehabilitation. In Streever, W. (ed.). An International Perspective
on Wetland Rehabilitation. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.
18