Anda di halaman 1dari 10

VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA TERUMBU KARANG DI KAWASAN

INDONESIA TIMUR (STUDI KASUS : PULAU SAPUDI, SUMENEP, MADURA)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sumberdaya alam memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pertumbuhan ekonomi
(resource based economy) dan sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan (life support
system). Sampai saat ini, sumberdaya alam sangat berperan sebagai tulang punggung
perekonomian nasional, dan masih akan diandalkan dalam jangka menengah. Terumbu karang
merupakan salah satu dari beberapa sumberdaya alam yang ada di laut yang kaya akan
keanekaragaman hayati dan memiliki manfaat yang besar di sektor perikanan. Berbagai jenis
hewan dan tumbuhan hidup di ekosistem terumbu karang. Ada sekitar 350 jenis karang batu,
lebih dari 2.000 jenis ikan, 1.500 jenis moluska, 10 jenis teripang ekonomis dan 555 jenis alga
yang hidup di ekosistem ini. Ekosistem ini merupakan sumber nutrisi untuk kehidupan biota
yang ada di laut. Manfaat lain dari ekosistem terumbu karang adalah sebagai penahan
gelombang, sumber benih budidaya, serta memiliki potensi untuk pengembangan wisata
bahari, salah satunya Pulau Sapudi.
Pulau Sapudi merupakan salah satu pulau–pulau kecil yang ada di Kabupaten Sumenep,
yang secara geomorfologi dikategorikan sebagai pulau dengan karang penghalang (barrier
reef). Umumya wilayah pulau kecil, Pulau Sapudi memiliki ekosistem terumbu karang sebagai
ekosistem utama dengan beragam biota asosiatif dan keindahan yang mempesona, memiliki
nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Nilai ekonomis terumbu karang yang menonjol adalah
sebagai tempat penangkapan berbagai jenis biota laut konsumsi dan berbagai jenis ikan hias,
bahan konstruksi dan perhiasan, bahan baku farmasi dan sebagai daerah wisata serta rekreasi
yang menarik.
Terumbu karang dan ikan karang merupakan suatu rangkaian mata rantai dimana
keberadaan ekosistem terumbu karang akan menunjang kelimpahan ikan karang. Permasalahan
yang timbul adalah dalam mengekstraksi ikan karang dilakukan tindakan destruktif sehingga
ekosistem terumbu karang mengalami kerusakan. Kerusakan itu menyebabkan fungsi- fungsi
terumbu karang mengalami gangguan. Ancaman – ancaman terhadap terumbu karang saat ini
seperti pengeboman ikan dan penggunaan karang sebagai bahan bangunan, sangat mendesak
untuk dicegah, salah satu yang perlu dilakukan adalah tindakan penilaian ekonomi terhadap
berbagai macam fungsi terumbu karang baik sebagai pensuplai barang dan jasa.
Penilaian ekonomi sumber daya merupakan suatu alat ekonomi (economic tool) yang
menggunakan teknik penilaian tertentu untuk mengestimasi nilai uang dari barang dan jasa
yang diberikan oleh suatu sumber daya alam. Tujuan dari penilaian ekonomi antara lain
digunakan untuk menunjukkan keterkaitan antara konservasi sumberdaya alam dan
pembangunan ekonomi, maka valuasi ekonomi dapat menjadi suatu peralatan penting dalam
peningkatan apresiasi dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan itu sendiri. Berangkat
dari hal tersebut, dalam pelestarian terumbu karang di Pulau Sapudi, perlu dilakukan
identifikasi potensi jenis pemanfaatan terumbu karang sekaligus nilai manfaat dari ekosistem
terumbu karang secara ekonomi.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka dapat ditarik sebuah rumusan permasalahan, yaitu
berapa nilai pemanfaatan ekosistem sumber daya terumbu karang baik dari sektor pariwisata
dan perikanan di kawasan pulau sapudi. Dari nilai tersebut dapat dijadikan sebagai referensi
nilai pemanfaatan ekosistem yang kelak sebagai acuan pengembangan daerah, khususnya pulau
sapudi.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai ekonomi biota
ekosistem terumbu karang yang berada di kawasan pulau sapudi, sumenep, Madura. Penelitian
ini mempunyai kegunaan untuk memberikan informasi mengenai kondisi pemanfaatan dan non
pemanfaatan terumbu karang dan nilai ekonomi dari terumbu karang yang ada di kawasan
pulau sapudi dan di harapkan dapat memberi masukan kepada pembuat kebijakan dalam
meningkatkan perencanaan dalam pengelolaan sumber daya terumbu karang di sekitar pulau
sapudi.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Terumbu Karang


Terumbu karang merupakan salah satu sumber daya perikanan yang mempunyai
keunikan yang seluruhnya dibentuk oleh kegiatan biologi. Terumbu adalah endapan-
endapan masif penting dari kalsium karbonat yang dihasilkan oleh karang (filum Cnidaria,
klas Antozoa, ordo Madreporia = Scleractinia) dengan tambahan sedikit dari alga yang
berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat (Nybakken
1992). Terumbu karang sudah ada sejak jaman Ordovician dan sepanjang 450 juta tahun
hidup berbagi lautan dengan ikan. Terumbu karang sebenarnya dapat juga ditemukan di
berbagai laut di belahan dunia seperti di kutub utara maupun perairan Ugahari, namun
terumbu karang hanya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di daerah tropis.
Tumbuhnya terumbu karang ini disebabkan karena adanya dua kelompok karang yang
berbeda yaitu hermatipik dan ahermatipik. Karang ahermatipik tersebar diseluruh dunia
sedangkan karang hermatipik hanya tersebar di daerah tropis. Karang ahermatipik tidak
dapat menghasilkan terumbu sedangkan hermatipik yang dapat menghasilkan terumbu dari
kalsium kaborbonat (CaCo3) sehingga sering disebut reef building corals. Hal ini
disebabkan karena dalam jaringan karang hermatipik terdapat sel-sel tumbuhan sejenis
algae (zooxantellae) yang hidup di jaringan-jaringan polyp karang yang dapat bersimbiosis
dan melakukan fotosintesa (Nybakken 1992; Supriharyono 2007).
Berdasarkan geomorfologinya, terumbu karang dapat dibagi menjadi tiga
tipe (Nybakken 1992; Murdiyanto 2003; Supriharyono 2007), yaitu :

1. Terumbu karang tepi (fringing reef)


Terumbu karang tipe ini sesuai dengan namanya tumbuh dari mulai dari tepian
pantai, cenderung untuk saling menyusun dan tidak terpisahkan. Terumbu karang tepi ini
terdapat di daerah continental shelf di laut dengan kedalaman air yang dangkal.

2. Terumbu karang penghalang (barrier reef)


Sama seperti terumbu karang tepi, terumbu karang penghalang juga cenderung untuk
saling menyusun dan tidak terpisahkan. Terumbu karang penghalang tumbuh sejajar
garis pantai akan tetapi terletak jauh ke tengah laut, biasanya terpisah dari daratan
dengan laguna (lagoon), bagian laut dalam.

3 Terumbu karang cincin (atoll)


Atol merupakan terumbu karang yang berbentuk cincin atau berbentuk oval dan
mengelilingi kubah yang tumbuh di atas gunung berapi tua dan tenggelam di laut.

Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang khas yang ada di daerah
perairan yang memiliki temperatur tropis atau subtropis dan terletak antara 30 derajat
lintang utara dan 30 derajat lintang selatan. Karang dapat tumbuh berkembang dengan baik
di laut tropis karena perairan ini relatif hangat, dangkal dan umumnya dekat pantai. Karang
tumbuh pada temperatur air laut 15-30 OC, bersalinitas antara 30-35 o/oo (Murdiyanto
2003). Cahayanya yang cukup harus tersedia agar fotosintesis oleh zooxanthele simbiotik
dalam jaringan karang dapat terlaksana. Tanpa cahaya yang cukup maka laju fotosintesis
akan berkurang sehingga kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat untuk
membentuk terumbu karang akan berkurang pula. Toleransi terumbu karang terhadap
cahaya yaitu sebesar 15-20 persen dari intensitas cahaya di permukaan.
Terumbu karang memiliki manfaat yang beragam berupa barang dan jasa bagi
kehidupan biota yang berasosiasi maupun bagi manusia. Millennium Ecosystem
Assessment (MEA) (2003) diacu dalam Burke (2008), mengidentifikasi bahwa barang dan
jasa ekosistem terumbu karang terbagi ke dalam empat kategori berdasarkan jasa yang
disediakan oleh ekosistem terumbu karang yaitu: jasa penyedia (provisioning services),
jasa pengontrol (regulating services), jasa kebudayaan (cultural services) and jasa
pendukung (supporting services) (Tabel 1).
Tabel 1. Barang dan Jasa Ekosistem Terumbu Karang

Jasa Penyedia Jasa Pengontrol Jasa Kebudayaan Jasa Pendukung


- Sumber makanan - Penahan erosi - Nilai spiritual dan - Pembentuk pasir
(ikan dan kerang- keagamaan laut
kerangan)
- Sumber genetik - Proteksi Badai - Nilai pendidikan dan - Produksi primer
pengetahuan
- Pengobatan alami - Inspirasi dan nilai estetika
dan bahan obat-
obatan
- Tradisi
- Rekreasi dan Ekotourisme

2.2 Konsep Nilai Ekonomi


Ekosistem terumbu karang memberikan manfaat dengan menghasilkan barang dan
jasa yang dapat dikonsumsi baik secara langsung (direct) maupun tidak langsung (indirect),
selain itu menghasilkan juga jasa-jasa yang manfaatnya baru dapat dirasakan di masa
mendatang atau dalam jangka panjang (Fauzi dan Anna 2005). Nilai ekonomi dari sumber
daya alam dan lingkungan adalah jasa dan fungsi sumber daya alam dan lingkungan yang
memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan manusia, dimana kesejahteraan ini diukur
berdasarkan setiap individual assessment terhadap dirinya sendiri.
Nilai ekonomi secara umum didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum
seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya.
Secara formal konsep ini disebut sebagai keinginan membayar (willingness to pay)
seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan
lingkungan.
Putri (2009) mengemukakan sumber daya alam dan lingkungan (SDAL) patut
mendapatkan perhatian dan pemberian label value yang tepat dan dengan dua alasan:
pertama adalah SDAL menyediakan manfaat tidak langsung dalam batasan yang luas,
kedua aktivitas manusia telah menyumbangkan, dan masih menyumbangkan laju
hilangnya keanekaragaman hayati yang akan mengancam stabilitas dan keberlanjutan dari
ekosistem sebagaimana juga penyediaan barang dan jasa yang dihasilkannya bagi
kesejahteraan manusia itu sendiri (Putri, 2009). Hal ini yang menyebabkan semakin
banyaknya studi mengenai rusak, hilang atau berkurangnya baik kualitas maupun kuantitas
SDAL dan kaitannya dengan besaran kerugian secara moneter. Values/nilai sumber daya
alam pada setiap pemanfaatan akan sangat tergantung pada kondisi dan distribusi dari
property right dan tingkat kesejahteraan/ income masyarakatnya.

2.3 Valuasi Ekonomi


Dengan berkembangnya ilmu ekonomi lingkungan pada tahun 1980-an, konsep
valuasi ekonomi sumber daya dan lingkungan kemudian menjadi lebih luas dan mampu
menjembatani kelemahan-kelemahan yang terdapat pada metode Benefit-Cost Analisis
yang konvensional karena sering tidak memasukan manfaat ekologis di dalam analisisnya.
Konsep dasar dari valuasi ekonomi adalah konsep surplus yang berasal dari kurva
permintaan dan penawaran. Pada dasarnya konsep surplus menempatkan nilai moneter
terhadap kesejahteraan masyarakat dalam mengekstraksi dan mengkonsumsi sumber daya
alam.
Surplus juga merupakan manfaat ekonomi yang tidak lain adalah selisih antara manfaat
kotor (gross benefit) dan biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mengekstraksi sumber
daya alam (Fauzi 2004). Dengan menggunakan pendekatan surplus untuk mengukur
manfaat sumber daya alam merupakan pengukuran yang tepat karena sumber daya dinilai
berdasarkan alternatif penggunaan terbaiknya (best alternative use). Surplus ekonomi
dibedakan ke dalam surplus konsumen, surplus produsen dan resource rent (rente sumber
daya).
Surplus konsumen sama dengan manfaat yang diperoleh mayarakat dari
mengkonsumsi sumber daya alam U(x) dikurangi dengan jumlah yang dibayarkan untuk
mengkonsumsi barang tersebut xp(x). Sedangkan surplus produsen adalah tidak lain adalah
pembayaran yang paling minimum yang bisa diterima oleh produsen untuk memproduksi
barang x. Grafik suplus konsumen dan surplus produsen dapat dilihat pada Gambar 3.
Pengukuran surplus yang ketiga adalah resource rent (RR) atau rente sumber daya. Rente
sumber daya ini merupakan surplus yang bisa dinikmati oleh oleh pemilik sumber daya
(pemerintah) yang merupakan selisih antara jumlah yang terima dari pemanfaatan sumber
daya dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengekstraksinya (Fauzi 2004).

Valuasi ekonomi merupakan analisis non-market (non-pasar) karena didasarkan


pada mekanisme pemberian nilai moneter pada produk barang dan jasa yang tidak
terpasarkan. Jika produk yang terpasarkan dapat digambarkan dalam kurva permintaan
dengan kemiringan negatif (downward slopping) maka kurva permintaan menggambarkan
marginal valuation yang merupakan gambaran keinginan membayar (Willingness to Pay
= WTP) seseorang untuk memperoleh barang daripada tidak sama sekali. Pada barang yang
tidak terpasarkan seperti keanekaragaman hayati, nilai estetika dan sebagainya, kurva
permintaan lebih menggambarkan trade off antara kualitas satu produk dengan
karakteristik lainnya (Fauzi 2004). Nilai ekonomi suatu komoditas (good) atau jasa
(service) lebih diartikan sebagai ”berapa yang harus dibayar” dibanding ”berapa biaya
yang harus dikeluarkan untuk menyediakan barang/jasa tersebut”. Dengan demikian,
apabila ekosistem dan sumber dayanya eksis dan menyediakan barang dan jasa bagi kita,
maka ”kemampuan membayar” (willingness to pay) merupakan proxy bagi nilai sumber
daya tersebut, tanpa mempermasalahkan apakah kita secara nyata melakukan proses
pembayaran (payment) atau tidak (Barbier et.al 1997). Dengan mengetahui nilai sumber
daya tersebut, seharusnya kita dapat memanfaatkan sumber daya secara efisien. Oleh
karena itu, perlu diketahui Nilai Ekonomi Total atau Total Economic Value (TEV) dari
sumber daya tersebut.

Gambar 1. Consumer’s surplus dan Producer’s surplus

Nilai Ekonomi Total (TEV) di bagi ke dalam 3 komponen utama : (1) Use Value
(UV) (2) Option (OV) Value dan (3) Non Use Value (NUV) (Gambar 4). Putri (2009)
menjelaskan Use Value adalah nilai yang timbul dari penggunaan sebenarnya dari sumber
daya tersebut. Use Value ini dibagi lagi menjadi Direct Use Value (DUV) yaitu yang secara
langsung dapat digunakan seperti perikanan dan ekstraksi kayu dan lain-lain serta Indirect
Use Value (IUV) yaitu manfaat dari fungsi ekosistem seperti fungsi hutan sebagai penahan
air.
Option Value adalah nilai yang ditempatkan orang sebagai kemampuan kegunaan
masa depan dari lingkungan atau sumber daya tersebut (Tietenberg 2001). Ada yang
memasukan Option Value (OV) ke dalam Use Value dan ada juga yang memasukan OV
ke dalam non use value. Nilai yang ketiga adalah Non Use Value (NUV), menurut Putri
(2009), NUV lebih problematik dalam definisi dan perhitungannya, tapi biasanya dibagi
lagi menjadi Bequest Value (BV) yaitu nilai pewarisan dan Existence atau ‘passive’ Use
Value (XV) yaitu nilai keberadaan. . Sehingga secara matematis Total Economic value
dapat ditulis sebagai berikut :

TEV = UV + NUV = (DUV + IUV + 0V) + (XV + BV) ........................................(2.1)


Nilai ekonomi total sesuai dengan persamaan (2.1) merupakan penjumlahan nilai
kegunaan (use value) dan nilai non kegunaan (non use value), dimana nilai kegunaan
merupakan penjumlahan dari direct use value, indirect use value dan option value dan nilai
non kegunaan terdiri dari existence value dan bequest value.

Total Economic Value

Use Value Non Use Value

Direct Use Indirect Use Option Bequest Existence


Value Value Value Value Value

Gambar 4. Tipologi Nilai Ekonomi Total (TEV)

2.4 Model Valuasi Ekonomi untuk Kawasan Konservasi Laut


Menghitung manfaat ekonomi sumber daya yang berada di kawasan konservasi laut
berbeda dengan perhitungan di luar kawasan konservasi laut. Menurut Fauzi dan Anna
(2005), secara ekonomi, MPA dapat diibaratkan sebagai investasi sumber daya di masa
mendatang.
Nilai sumber daya terumbu karang yang dihitung dalam penelitian ini adalah nilai
kegunaan yang berasal dari perikanan dan pariwisata serta nilai non kegunaan yaitu nilai
pilihan (option value) dan nilai proteksi kawasan dan habitat. Nilai kegunaan yang berasal
dari kegiatan perikanan dihitung dengan menggunakan metode perubahan produktifitas,
sedangkan nilai kegunaan yang berasal dari kegiatan pariwisata dihitung dengan
pendekatan market price model.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian di lakukan pada aktivitas ekonomi yang berbasis sumberdaya alam yaitu
usaha penangkapan ikan Satuan kasusnya adalah areal ekosistem terumbu karang yang secara
administratif terletak di Pulau Sapudi yang terletak pada 114,25 o - 114,45 o BT dan 7,05 o –
7,20 o LS. Penentuan lokasi yang menjadi satuan kasus tersebut dilakukan secara purposive
(sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan distribusi terumbu karang.
Variabel yang diukur pada penelitian ini adalah luasan kawasan terumbu karang di Pulau
Sapudi dengan interrpretasi citra satelit. Luasan terumbu karang yang berfungsi sebagai
nursery ground (area pengasuhan) feeding ground (areasumber makanan), spawning ground
(area berpijah) maka luasan terumbu karang menjadi input bagi produktivitas hasil tangkapan
ikan. Metode yang digunakan berdasarkan kepada pendekatan hasil produksi (Effect on
Production Approach, EoP) yaitu dengan mengalikan hasil produksi dan harga maka nilai
manfaat langsung (benefit) dari terumbu karang dapat diestimasi. Teknik EoP yang digunakan
adalah Present Value generate Per Hectare Model – Income Approach. Teknik ini dilakukan
dengan mengkapitalisasi atau mendiskon aliran bersih dari manfaat terumbu karang (produksi
ekologis / biologis) yang diambil sebagai indikator nilai sekarang (present value) habitat
terumbu karang. Dengan membagi total present value dari produksi terumbu karang dengan
luas terumbu karang, akan diperoleh nilai sekarang per hektar dari sumberdaya terumbu
karang. Pendekatan metoda ini dengan memasukkan atau mengabaikan biaya produksi yang
dikeluarkan baik yang berasal dari tenaga kerja atau biaya faktor produksi lainnya (Azqueta
and Delacamara 2006).
Analisa data dilakukan dengan menggunakan pendekatan EoP yang dapat dijabarkan
sebagai berikut :
1. Present Value generated per Hectare Model – Income Approach

Dimana Bt adalah manfaat produksi perikanan dari sumber daya


terumbu karang, r adalah real discount rate, T adalah jumlah tahun proyeksi
nilai, L adalah luas kawasan terumbu karang. Residual rent didefinisikan
sebagai perbedaan antara biaya faktor produksi dan nilai panen dari sumberdaya
terumbu karang. Residual Rent dapat dilihat sebagai kontribusi sistem alam atau
faktor pendapatan (income factor) terhadap nilai ekonomi total.

2. Present Value Residual Rent per Hectare Model – Model Income Approach
Dimana Bt adalah manfaat produksi perikanan dari sumberdaya terumbu
karang, r adalah real discount rate, T adalah jumlah tahun proyeksi nilai, L
adalah luas kawasan terumbu karang, dan Ct adalah biaya produksi perikanan.

3. Mengukur nilai per hektar kawasan terumbu karang, nilai didekati dengan
produksi ikan karang yang merupakan produk dominan dari kawasan terumbu
karang. Kemudian di duga hubungan antara jumlah produksi ikan (Ct) dengan
jumlah upaya tangkap (Et) dan luasan terumbu karang (Lt), formulanya adalah
sebagai berikut :

4. Untuk mengestimasi nilai kehilangan manfaat akibat rusaknya ekosistem


terumbu karang, terkait dengan fungsi terumbu karang sebagai nursery ground,
feeding ground, spawning ground, maka luasan terumbu karang menjadi input
bagi produktivitas hasil tangkapan ikan karang. Jika ada gangguan yang
menyebabkan terjadinya perubahan pada kawasan terumbu karang maka secara
langsung akan mempengaruhi aliran nilai manfaat dari kawasan terumbu karang
tersebut. Hubungan ini dapat di rumuskan secara umum sebagai berikut :

Dimana P adalah harga ikan per unit volume (kg), q adalah koefesien daya
tangkap, E adalah daya tangkap (trip), L adalag perubahan kawasan terumbu
karang, ß1 adalah koefesien perubahan kawasan terumbu karang.
DAFTAR PUSTAKA

Azqueta D. DelacamaraG. 2006. Ethics, economics and environmental management. Journal


Ecological Economies 56(3): 524–533.
Burke L, Greenhalgh S, Prager D, Copper E. 2008. Coastal Capital- Economic Valuation
of Coral Reefs in Tobago and St Lucia. World Resource Institute. 76p
Fauzi A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi.

Jakarta. Gramedia.
Fauzi A, Anna S. 2005. Pemodelan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan.

Jakarta. Gramedia.
Murdiyanto B. 2003. Ekosistem Terumbu Karang. Jakarta.COFISH Project. 78 halaman.

Nybakken JW. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta : Gramedia
Jakarta. 445 hal.
Putri, Intan Adhi Perdana. 2009. Valuasi Ekonomi Terumbu Karang Kawasan Konservasi Laut
Kepulauan Seribu. Tesis Institut Pertanian Bogor.
Supriharyono. 2007. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Jakarta Djambatan.118
Hal

Anda mungkin juga menyukai