Anda di halaman 1dari 20

PENYUSUNAN KALENDER TANAM RUMPUT LAUT Eucheuma sp.

DI
TELUK MALLASORO, KABUPATEN JENEPONTO, BERBASIS CITRA
LANDSAT-8

PROPOSAL PENELITIAN

ISNAENI A
L011171010

Pembimbing Utama : Dr. Muh. Anshar Amran, M.Si


Pembimbing Pendamping : Prof. Dr. Ir. Niartiningsih, MP.

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
ii
iii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................................iv
I. PENDAHULUAN...................................................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................................................1
1.1 Tujuan dan Keguanaan..................................................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................3
A. Kondisi Umum Perairan Teluk Mallasoro.........................................................................................3
B. Rumput Laut......................................................................................................................................4
C. Citra Landsat-8...................................................................................................................................6
D. Pengaruh Suhu terhadap pertumbuhan rumput laut...........................................................................6
E. Kesuburan Perairan............................................................................................................................7
III. METODE PENELITIAN....................................................................................................9
A. Waktu dan Tempat.............................................................................................................................9
B. Alat dan Bahan...................................................................................................................................9
C. Prosedur Penelitian..........................................................................................................................10
a. Analis Data.......................................................................................................................................13
D. DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................14

iv
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia telah dikenal luas sebagai negara kepulauan yang 2/3 wilayahnya
adalah lautan dan mempunyai garis pantai terpanjang di dunia yaitu ± 80.791,42 Km.
Salah satu mahluk hidup yang tumbuh dan berkembang di laut adalah rumput laut
(Yulianto, 2007). Perairan Indonesia merupakan perairan tropik yang sangat kaya akan
sumber daya perikanan,termasuk salah satunya adalah rumput laut misalnya Kappaphy
cusalvarezii, Kappaphycus striatum dan Eucheuma denticulatum (WWF-Indonesia,
2014).
Rumput laut merupakan salah satu komoditas laut yang memiliki nilai ekonomis
cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena kandungan agar-agar maupun carageenan yang
terdapat dalam rumput laut yang sangat diperlukan dalam industri obat-obatan, kosmetik
atau sebagai bahan proses produksi (Istiqomawati,2010)
Kabupaten Jeneponto terletak di ujung bagian barat dari wilayah Provinsi
Sulawesi Selatan dan merupakan daerah pesisir pantai yang terbentang sepanjang ±95
km2 dengan luas 74.979 km di bagian selatan. Secara geografis terletak diantara
5°016’13”-5 °39’35” Lintang Selatan dan 120°040’19”-120°07’51” Bujur Timur.
Kabupaten Jeneponto berbatasan dengan :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Gowa,
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores,
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Takalar, dan
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bantaeng (Febriani, 2014).
Teluk Mallasoro dipilih sebagai tempat penelitian karena daerahnya berupa teluk
yang dimana lautannya dikelilingi oleh daratan dan dilindungi oleh pulau kecil di sebelah
Selatan dari teluk ini yaitu Pulau Libukang, hal inilah yang menyebabkan perairan di
teluk ini bagus dan tenang sehingga banyak petani rumput laut yang menjadikan teluk
ini sebagai lokasi pembudidayaan rumput laut.
Dalam membudidayakan rumput laut, sering muncul kendala berupa kegagalan
yang dialami oleh para petani rumput laut ataupun kualitas hasil panen yang kurang
baik. Kegagalan tersebut dapat menyebabkan kerusakan cukup tinggi akibat terserang
oleh hama dan penyakit Karena Petani menebar rumput Laut tanpa memperhitungkan

1
kondisi perairan sehingga seringkali hasilnya tidak sesuai yang diinginkan, Hal ini terjadi
karena belum adanya kalender tanam yang dapat dijadikan acuan.
Suhu permukaan laut dapat mempengaruhi kehidupan organisme suatu
perairan. Sahabuddin dan Tangko (2008) mengatakan bahwa suhu berpengaruh
terhadap aktivitas metabolisme dan perkembangan suatu organisme. Suhu permukaan
laut dapat mempengaruhi pertumbuhan optimum bagi fitoplankton seperti pendapat dari
Effendi (2003) yang mengatakan bahwa suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di
perairan berkisar 20 – 30 oC.
Adanya pengaruh suhu permukaan laut terhadap pertumbuhan fitoplankton
maka secara tidak langsung akan mempengaruhi konsentrasi klorofil-a suatu perairan.
Hal ini dikarenakan klorofil-a itu sendiri adalah pigmen yang terdapat pada fitoplankton.
Sehingga demikian, klorofil-a dapat dijadikan parameter untuk mendeteksi keberadaan
fitoplankton suatu perairan.
Adanya perkembangan teknologi satelit masa kini, dapat memberikan informasi
konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut (Astrijaya,2014) Salah satu satelit
penginderaan jauh yang dilengkapi dengan sensor yang dapat mendeteksi kandungan
klorofil-a pada perairan adalah satelit Landsat. Citra satelit Landsat telah banyak
digunakan untuk pendugaan kandungan konsentrasi klorofil-a perairan (Hanintyo dan
Susilo (2016)
Penelitian ini akan menyusun kalender tanam rumput di teluk Mallasoro,
Kabupaten Jeneponto berbasis citra landsat-8. Yang nantinya dapat menjadi acuan
tanam kepada petani rumput laut.

I.1 Tujuan dan Keguanaan


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun kalender tanam rumput laut
Eucheuma sp. di Teluk Mallasoro Kabupaten Jeneponto dengan menggunakan citra
Landsat-8. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
pengaplikasikan citra Landsat-8 yang dapat dijadikan acuan bulan tanam rumput laut di
Teluk Mallasoro.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kondisi Umum Perairan Teluk Mallasoro


Teluk adalah bentukan laut yang menjorok ke daratan, ditandai dengan baik
lekukan yang penetrasi dalam proporsi seperti dengan lebar mulutnya sebagai
mengandung tanah-terkunci perairan dan merupakan lebih dari sekedar kelengkungan
dari pantai (Ramdhan,2014)
Berdasarkan morfologi pantai, kawasan Teluk Mallasoro merupakan perairan
semi tertutup dan dangkal serta sebelah selatan dari wilayah pesisirnya berbatasan
langsung dengan Laut Flores. Secara geografis teluk ini terletak pada posisi X=
11937005 sampai 11942535 dan Y= 538063 sampai 542644. Teluk ini terbentang dari
arah utara dengan mulut di bagian selatan. Di dalam wilayah perairan teluk ini terdapat
satu pulau yang berada di sebelah selatan agak ke barat dekat mulut teluk yaitu Pulau
Libukang. Saat ini di wilayah perairan teluk terdapat kegiatan budi daya rumput laut
yang dilakukan masyarakat pesisir. Di pantai sekitar teluk terdapat dermaga sebagai
tempat pendaratan ikan hasil tangkapan nelayan yang berada di Kecamatan Binamu
dan Bangkala. Secara administrasi Teluk Mallasoro terletak di Kecamatan Bangkala
dengan jumlah penduduk 12.842 jiwa yang umumnya bekerja sebagai petambak,
nelayan, dan pembudi daya rumput laut. (Utojo,2007)
Teluk Mallasoro merupakan bentuk pantai yang memiliki cekungan agak dalam,
dan terdapat Pulau Libukang yang terletak di sebelah barat sekitar mulut teluk serta di
depannya terbentang terumbu karang yang luas, sehingga sangat berguna sebagai
penghalang gelombang yang menjadikan kondisi perairan di dalam teluk relatif tenang
dan terlindung dari ombak. Kawasan Teluk Mallasoro termasuk perairan laut dangkal
yang memiliki topografi dasar perairan bergelombang mulai dari dangkal di dekat pantai
sampai kearah mulut teluk dengan kedalaman berkisar 5,5—10,0 m; memiliki salinitas
yang stabil berkisar 34—35 ppt dengan substrat dasar lautnya pasir berdebu dan
pecahan karang. Karakteristik dan ekosistem di lokasi yang demikian merupakan habitat
rumput laut sehingga cukup potensial digunakan untuk pengembangan budi daya
rumput laut (Utojo,2007)
Berdasarkan hasil pengukuran langsung dan analisis pasang surut di sekitar
Teluk Mallasoro menunjukkan bahwa kondisi pasang surut di lokasi penelitian tergolong

3
tipe diurnal yaitu terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut dalam sehari dengan
tunggang pasang 144 cm (Utojo,2007)
Pola pergerakan arus permukaan di dalam perairan Teluk Mallasoro dipengaruhi
oleh pola arus yang terjadi dari pecahan ombak di perairan Laut Flores dan kondisi
pasang surut di perairan teluk dan sekitarnya. Berdasarkan pola pergerakan arus dan
ombak, lokasi yang potensial untuk pengembangan budi daya rumput laut yaitu di
bagian tengah dan sekitar mulut Teluk Mallasoro dan Pulau Libukang. (Utojo,2007)
Aspek penunjang lain yaitu di sebelah utara Teluk Mallasoro dekat dengan jalan
raya yang menghubungkan Kota Jeneponto dengan Makassar dan terdapat 2 tempat
pendaratan ikan, sehingga dapat memudahkan di dalam transportasi pengangkutan
benih dan sarana produksi rumput laut saat operasional budi daya serta pengangkutan
produksi rumput laut kering dari hasil budi daya. (Utojo,2007)

B. Rumput Laut
Rumput laut adalah tumbuhan tingkat rendah yang tidak dapat dibedakan antara
bagian akar, batang, dan daun. Semua bagian tumbuhannya disebut thallus. Secara
keseluruhan, tumbuhan ini mempunyai morfologi yang mirip, walaupun sebenarnya
berbeda (Susanto, 2003).

Budidaya rumput laut Luas perairan laut Indonesia serta keragaman jenis rumput laut
merupakan cerminan dari potensi rumput laut Indonesia. Dari 782 jenis rumput laut di
perairan Indonesia, hanya 18 jenis dari 5 genus yang sudah diperdagangkan. Dari ke lima
marga tersebut, hanya genus-genus Eucheuma dan Gracillaria yang sudah dibudidayakan.
Wilayah sebaran budidaya genus Eucheuma berada hamper diseluruh perairan di
Indinesia (Jana, 2006).

Rumput laut memiliki peranan penting dalam upaya untuk meningkatkan kapasitas
produksi perikanan Indonesia karena rumput laut merupakan salah satu dari tiga komoditas
utama program revitalisasi perikanan yang diharapkan berperan penting dalam
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satu jenis rumput laut yang mempunyai nilai
ekonomis penting adalah Eucheuma cottonii. Penggunaan rumput laut jenis ini semakin
meningkat tidak hanya sebatas untuk industri makanan saja tapi sudah meluas sebagai
bahan baku produk kecantikan, obat-obatan, dan bahan baku untuk kegiatan industri
lainnya (Titik,2012)

4
Pembudidayaan rumput laut mempunyai beberapa keuntungan karena dengan
teknologi yang sederhana, dapat dihasilkan produk yang menpunyai nilai ekonomis tinggi
dengan biaya produksi yang rendah, sehingga sangat berpotensi untuk pemberdayaan
masyarakat pesisir (Ditjenkanbud, 2005)

Pencapaian produksi maksimal budidaya rumput laut dapat terpenuhi jika didukung
lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya, seperti substrat, cahaya, unsur nutrient
dan gerakan air (Gusrina, 2006).

Usaha budidaya rumput laut yang berkelanjutan dapat diartikan dengan kegiatan budi
daya rumput laut ramah lingkungan yaitu usaha budi daya yang dalam pengembangannya
mempertimbangkan karakteristik dan daya dukung lingkungan serta berdasarkan pada
perencanaan tata ruang wilayah sesuai dengan peruntukkannya. Di perairan Teluk
Mallasoro, Kabupaten Jeneponto memiliki potensi sumber daya lahan budi daya rumput
laut yang masih lestari dan belum dimanfaatkan secara optimal. Untuk kegiatan usaha budi
daya yang berkelanjutan perlu dilakukan penelitian kelayakan lahannya. Pengembangan
usaha budi daya rumput laut kedepan harus mampu menggunakan potensi yang ada,
sehingga dapat mendorong kegiatan produksi berbasis ekonomi rakyat, mempercepat
pembangunan ekonomi masyarakat pembudi daya secara nasional, dan meningkatkan
devisa negara (Ujito, 2007).

Rumput laut secara tradisional digunakan sebagai nutrisi bagi manusia dan hewan.
Rumput laut juga digunakan sebagai makanan tambahan (suplemen) karena mempunyai
kandungan nutrisi antara lain : protein, beberapa elemen mineral dan vitamin. Rumput laut
jenis algae coklat digunakan untuk produksi zat makanan tambahan untuk melengkapi
nutrisi manusia antara lain protein, beberapa elemen mineral, vitamin, dan terutama
hidrokoloid yang berupa alginat, agar, dan karaginan (Fleurence, 1999).

secara taksonomi, rumput laut dikelompokkan ke dalam alga dari divisio Rhodophyta.
Alga berdasarkan kandungan pigmennya dibagi ke dalam empat kelas, yaitu :

1. Chlorophyceae (ganggang hijau) yakni makroalga yang didominasi oleh zat warna
hijau daun (klorofil)

2. Cyanophyceae (ganggang biru-hijau) yakni makro alga yang didominasi zat warna
biru sampai kehijauan (fikosianin)

5
3. Phaeophyceae (ganggang cokelat) yakni makro alga yang didominasi zat warna
coklat atau pirang. Alga kelas ini dapat menghasilkan alginat.

4. Rhodophyceae (ganggang merah) yakni makro alga yang didominasi zat warna
merah, ungu, lembayung (fikoeritrin) (Thirumaran dan Anantharaman, 2009).

C. Citra Landsat-8
Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu
objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa
kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji.Selain itu, penginderaan jauh
juga didefinisikan sebagai seni dalam mengolah dan menafsirkan citra untuk mendapatkan
suatu informasi. Energi dari pantulan dan pancaran gelombang elektromagnetik dari obyek
dipermukaan bumi yang diterima oleh sensor yang dimanfaatkanoleh sistem penginderaan jauh
untuk memperoleh nilai spektral dari suatu obyek. Nilai spektral dari obyek dipermukaan bumi
berasal dari nilai energi yang diterima oleh sensortersebut (Molidena dan Abd. Rahman,2012).
Pengukuran produktivitas primer secara konvensional untuk cakupan wilayah yang
besar membutuhkan waktu dan biaya yang sangat mahal. Satelit secara rutin telah
menyediakan beberapa variabel biofisik seperti variabel konsentrasi klorofil-a dan suhu
permukaan laut. Data
yang telah didapat oleh sensor satelit, dapat digunakan untuk membuat model estimasi
produktivitas primer, sehingga estimasi produktivitas primer lebih cepat dan efesien (Ma et al.
2014).
Identifikasi persebaran suhu permukaan dapat dilakukan dengan bantuan penginderaan
jauh. Menurut Sutanto (1986). Salah satu citra penginderaan jauh yang dapat digunakan adalah
citra Landsat 8. Sensor Landsat 8 terdiri dari Sensor Operational Land Imager (OLI) dan
Thermal Infrared Sensor (TIRS). Salah satu kegunaan dari sensor ini adalah dapat digunakan
untuk mengidentifikasi sebaran suhu dalam satu area.

D. Pengaruh Suhu terhadap pertumbuhan rumput laut


Pertumbuhan Eucheuma sp akan semakin meningkat jika intensitas cahaya masuk lebih
tinggi, tetapi jika cahaya yang diterima berlebih serta terekspose udara secara langsung dapat
merusak thallus menjadi putih atau kehilangan pigmen ( Doty,1987). Menurut Nontji (2002)
suhu air permukaan di perairan Nusantara umumnya berkisar antara 28-31oC. Suhu yang
sesuai untuk pertumbuhan karegenofit berkisar antara 25 – 30 oC , rumput laut akan mati

6
apabila suhu perairan mencapai 31oC. Pada umumnya pertumbuhan karagenofit akan menurun
atau berhenti selama suhu perairan tinggi ( Baracca,1999 ).
Suhu permukaan laut dapat mempengaruhi kehidupan organisme suatu perairan.
Sahabuddin dan Tangko (2008) mengatakan bahwa suhu berpengaruh terhadap aktivitas
metabolisme dan perkembangan suatu organisme. Suhu permukaan laut dapat mempengaruhi
pertumbuhan optimum bagi fitoplankton seperti pendapat dari Effendi (2003) yang mengatakan
bahwa suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan berkisar 20 – 30 oC.
Suhu mempengaruhi daya larut gas-gas yang diperlukan untuk fotosintesis seperti
CO2dan O2, gas-gas ini mudah terlarut pada suhu rendah dari pada suhu tinggi akibatnya
kecepatan fotosintesis ditingkatkan oleh suhu rendah. Panas yang diterima permukaan laut dari
sinar matahari menyebabkan suhu di permukaan perairan bervariasi berdasarkan waktu.
Perubahan suhuini dapat terjadi secara harian, musiman, tahunan atau dalam jangka waktu
panjang (Romimohtarto, 2001).
Adanya pengaruh suhu permukaan laut terhadap pertumbuhan fitoplankton maka secara
tidak langsung akan mempengaruhi konsentrasi klorofil-a suatu perairan. Hal ini dikarenakan
klorofil-a itu sendiri adalah pigmen yang terdapat pada fitoplankton. Sehingga demikian, klorofil-
a dapat dijadikan parameter untuk mendeteksi keberadaan fitoplankton suatu perairan
(Astrijaya, 2014).
Adanya perkembangan teknologi satelit masa kini, dapat memberikan informasi
konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut. Hal ini akan bermanfaat untuk mengetahui
kondisi pada wilayah perairan (Astrijaya, 2014).
E. Kesuburan Perairan

Faktor lingkungan kualitas air yang sangat mendukung bagi pertumbuhan rumput laut
salah satunya adalah kualitas air. Menurut Mustafa (2010), kualitas air sangat besar
pengaruhnya terhadap produktivitas rumput laut, karena rumput laut tidak memiliki bagian
khusus yang dapat menyerap unsur hara seperti akar pada tanaman secara umum, maka
seluruh bagian tubuh rumput laut dapat menyerap unsur hara dari air. Parameter lingkungan
yang paling mempengaruhi pertumbuhan rumput laut adalah suhu dan salinitas
( Dhini,2016).
Klorofil merupakan pigmen hijau yang terdapat pada tumbuhan. Tipe klorofil yang
paling umum dari tumbuhan yaitu klorofil-a. Dalam inventarisasi dan pemetaan sumberdaya
alam pesisir dan laut, klorofil-a digunakan untuk mengetahui keberadaan fitoplankton dalam
air. Berdasarkan United State Environmental Protection Agency, semakin tinggi konsentrasi
klorofil-a semakin berlimpah fitoplankton di air tersebut. Kondisi oseanografi suatu perairan

7
sangat terkait dengan tinggi rendahnya sebaran konsentrasi klorofil-a. Tingkat intensitas
cahaya matahari dan nutrien di perairan merupakan salah satu parameter fisika dan kimia
perairan yang dapat mempengaruhi sebaran klorofil-a. Parameter tersebut menjadi
penyebab bervariasinya produktivitas primer beberapa tempat di laut (Sihombing, 2013)

Sihombing et al.(2013) salah satu parameter yang sangat menentukan tingkat


kesuburan perairan adalah klorofil-a. Kondisi oseanografi suatu perairan sangat terkait
dengan sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a. Beberapa parameter fisika dan
kimia yang mempengaruhi sebaran klorofil-a adalah intensitas cahaya dan nutrien yang
terdapat pada perairan yang menyebabkan bervariasinya produktivitas primer dibeberapa
perairan. Tingkat kesuburan perairan sangat tergantung pada konsentrasi klorofil-a yang
dapat dilihat dari besarnya konsentrasi klorofil-a suatu perairan. Jika klorofil-a perairan
tinggi, maka tingkat kesuburan perairan tersebut akan tinggi dan sebaliknya, jika klorofil-a
suatu perairan rendah, maka tingkat kesuburan perairan tersebut akan rendah.

8
III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Januari – Desember 2020 di Kawasan Budidaya
rumput laut di Teluk Mallasoro, Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto. Penelitian ini
dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh Kelautan dan di lapangan. Proses kerja di
Laboratorium meliputi download citra, olah citra, analisis data, pengukuran kekeruhan air yang
diambil mewakili setiap stasiun dan pembuatan laporan akhir. Sedangkan di lapangan meliputi
penentuan titik koordinat, pengukuran suhu, dan mengambil sampel air setiap stasiun untuk
diukur krolofil-a di laboratorium serta pembagian kuisioner dengan petani rumput laut sebagai
validasi citra.

B. Alat dan Bahan

Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

No Alat Keterangan
1. Sampel Air Untuk mendapatkan data Klorofil-a
2. Global Position System (GPS) Untuk penentuan titik pengambilan data
Receiver
3. Perahu Untuk transportasi pada saat pengambilan
data lapangan
4. Alat tulis Untuk mencatat data lapangan
5. Kamera Untuk dokumentasi lapangan
6. Laptop Untuk mengolah dan menganalisis data
7. Kertas saring whatman Untuk menyaring partikel tersuspensi
8. Botol sampel Untuk menyimpan sampel air
9. Termometer Untuk mengukur suhu
10 Meteran Untuk mengukur kedalaman
.
11 Coolbox Untuk menyimpan sampel
.
12 Salinometer Untuk mengukur Salinitas
.
13 Turbidimeter Untuk mengukur Kekeruhan
.

9
C. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lapangan dan di laboratorium, dengan melalui beberapa tahap,
sebagai berikut :

1. Perolehan Citra Landsat


Citra Landsat-8 diperoleh dengan mendownload citra di www.glovis.usgs.gov.
2. Pengolahan Citra.
a. Koreksi Atmosferik
Pengolahan citra diawali dengan melakukan koreksi atmosferik. Koreksi ini
berfungsi untuk mengurangi atau menghilangkan gangguan atmosfer pada saat
melakukan perekaman menggunakan metode dark piksel substraction pada ENVI.
Koreksi atmosferik dilakukan dengan menggunakan metode penyesuaian
histogram, yaitu mengurangi nilai pixel pada saluran yang bersangkutan dengan nilai
biasnya. Nilai DN (Digital Number) seharusnya bernilai 0 untuk obyek yang
memberikan tanggapan yang lemah pada saat perekaman citra, sedangkan untuk
nilai Digital number >0 akan dihitung sebagai nilai bias (Amran, dkk, 2013). Koreksi
atmosferik dilakukan pada band-1, band-2, band-3 dan band-4.
b. Koreksi Geometrik

Koreksi geometrik dilakukan untuk pemulihan (rotasi) citra agar koordinat citra
sesuai dengan koordinat geografi. Tingkat ketelitian citra hasil koreksi geometrik
(RMS error ) sebaiknya < 0,5.\

c. Pemotongan Citra (Image Cropping) dan Masking

Pemotongan citra dilakukan untuk membatasi wilayah pada daerah yang akan
diteliti, dalam hal ini pemotongan citra dilakukan di daerah Teluk Mallasoro.
Pemotongan citra satelit dilakukan dengan membuat poligon batas agar
mendapatkan citra sesuai dengan wilayah kajian penelitian. Setelah itu, melakukan
masking untuk menutup daratan agar tidak terganggu saat melakukan klasifikasi
citra.

d. Pengolahan data Citra SPL

Selanjutnya nilai radian ToA harus dikonversi menjadi nilai Brightness


Temperature untuk mendapatkan suhu efektif yang akan digunakan untuk
penentuan SPL. Persamaanya adalah sebagai berikut.

10
dimana :

T = At-satellite brighteness temperature (K)

= ToA spectral radiance (Watts/( m2 * srad * µm))

= K1_CONSTANT_BAND_x, dimana x adalah band thermal

= K2_CONSTANT_BAND_x, dimana x adalah band thermal

Penentuan SPL pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan algoritma dari
Syariz (2015).

e. Pengolahan data Citra Krolofil

Ekstraksi klorofil-a dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SeaDAS dengan


dua persamaan algoritma, yaitu OC3M.

Algoritma OC3M digunakan sebagai standar dalam pengolahan citra satelit Aqua
MODIS untuk mendapatkan data klorofil-a perairan secara global. Persamaan algoritma OC3M
(O’Reilly et al.2000) adalah sebagai berikut.

Keterangan:

Ca = konsentrasi klorofil-a (mg/m3)

R= rasio reflektansi

Rrs = remote sensing reflectance

11
3. Survei Lapangan

Survei lapangan dilakukan dalam beberapa tahap, sebagai berikut :

a. Penentuan Lokasi Stasiun

Tahap ini memuat identifikasi lokasi budidaya rumput laut dengan penentuan titik
lapangan berdasarkan sebaran budidaya rumput laut menggunakan GPS (Global
Position System) Receiver.
b. Pengukuran Parameter Lingkungan
i. Suhu Permukaan Laut
Suhu air diukur dengan menggunakan thermometer. Thermometer tersebut
dicelupkan sampai 3/4 dari panjangnya ke dalam air. Sebagai catatan,
termometer tidak bersentuhan dengan kulit karena suhu tubuh dapat
mempengaruhi thermometer. Setelah itu, didiamkan beberapa menit sampai
dapat dipastikan tanda penunjuk skala berada dalam kondisi tidak bergerak.
Selanjutnya, mencatat nilai suhu yang ditunjukkan pada termometer tersebut.

ii. Kekeruhan

Pengukuran kekeruhan dilakukan dengan pengambilan sampel air


selanjutnya dianalisis di labolatorium

c. Pembagian Kosioner kepada petani Rumput Laut


Pengumpulan data lapangan terkait pembagian kuisioner dilakukan kepada
beberapa petani rumput laut yang mewakili setiap stasiun yang dipilih. Setiap satu
stasiun diwakili oleh 3 orang petani rumput laut untuk mengisi Kosioner yang di
bagiakan kepada petani rumput laut. Pembagian kosioner secara langsung digunakan
oleh peneliti agar perolehan data lapangan terkait data data yang di inginkan peneliti
adapaun point point yang ingin peneliti tanyakan sebagai berikut:
i. Hama dan Gulma
ii. Penyakit
iii. Frekuensi Panen

a. Analis Data
Analisis data dilakukan terhadap tahapan penelitian dan terhadap hasil penelitian

12
D. DAFTAR PUSTAKA

Astrijaya, 2014. Akurasi nilai konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut menggunakan
data penginderaan jauh di perairan pulau alanggantang taman nasional
sembilang. Maspari journal juli 2015, 7(2):25-32

Astrijaya Sidik, A, dan M. 2010. Akurasi nilai konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut
menggunakan data penginderaan jauh di perairan pulau alanggantang taman
nasional sembilang. Maspari journal Juli 2015, 7(2):25-32

AP, Andi Ariny. 2016. Estimasi Produksi Rumput Laut Eucheuma sp. di Teluk Mallasoro
Kabupaten Jeneponto Menggunakan Citra Landsat 8. -: Universitas Hasanuddin.

Baracca R.T. 1999. Seaweed (Carrageenophyte) Culture. Coastal Resourse Management


Project. Cebu City, Philippines

Dhini Arum Pratiwi, Muslimin, dan Wiwin Kusuma Perdana Sari, 2016. penentuan pola musim
tanam optimal rumput laut eucheuma striatum di perairan kabupaten pohuwato,
gorontalo. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016

Doty, M.S. 1987. The Production and Use of Eucheuma. Department of Botany University of
Hawaii. Honolulu, Hawaii

Debbie, 2014. Studi persebaran klorofil-a menggunakan citra aqua modis dan landsat 8 di

pantai surabaya – sidoarjo dampak lumpur lapindo: ITS

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.
Yogyakarta: Penerbit Karsinus.

Gusrina. 2006. Budidaya Rumput Laut. Bandung : Sinergi Pustaka Indonesia hal 11 dan 37.

Hanintyo R, Susilo E. 2016. Comparison of chlorophyll-a measurement using multi spatial


imagery and numerical model in Bali Strait. 2nd International Conference of
Indonesian Society for Remote Sensing (ICOIRS) 2016. IOP Conf. Series: Earth
and Environmental Science 47.

13
Istiqomawati, dan Rahayu Kusdarwat. 2010. teknik budidaya rumput laut (gracilaria verrucosa)
dengan metode rawai di balai budidayaair payau situbondo jawa timur. Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan Vol. 2,No. 1.

Jana, T., dkk., 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ma S, Tao Z, Yang X, Member, IEEE, Yu Y, Zhou X, Ma W, Li Z. 2014. Estimation of marine


primary productivity from sattelite-derived phytoplankton absorption data. IEEE
Journal of Selected Topics in Apllied Earth Observation and Remote Sensing, Vol 7.
No7.

Mustafa, A. (2010). Hubungan Antara Faktor Lingkungan dengan Produktivitas Tambak untuk
Rumput Laut (Gracilaria verucosa) di Pantai Timur Provinsi Sulawesi Selatan (pp:
38-46). Prosiding Media Akuakultur.

Nontji A. 2002. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan oleh H.


M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo, dan S. Sukardjo. Jakarta: Gramedia

Ramdhan Muhammad, , H.L. Salim, Yulius, Taslim Arifin, Fajar, Y.P, 2014 penentuan teluk
berdasarkan hukum laut internasional studi kasus: teluk ekas, pulau lombok,
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Romimohtarto, K., dan Juwana, S., 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Secara
Berkelanjutan. Djambatan. Jakarta.

Sahabuddin, Tangko AM. 2008. Pengaruh jarak lokasi budidaya dari garis pantai terhadap
pertumbuhan dan kandungan karaginan rumput laut Eucheuma cottoni. Seminar
Nasional Kelautan IV, 24 April 2008, Surabaya.

Sihombing RF, Aryawati R, Hartoni. 2013. Kandungan klorofil-a fitoplanton di sekitar perairan
Desa Sungsang Kabupaten Banyuasin Prov.Sumatera Selatan. Jurnal Maspari.
Vol. 5 (1) : 33 –39

Sulistyowati, H. 2003. Struktur Komunitas Seaweed (rumput laut) di Pantai Pasir Putih
Kabupaten Situbondo. Jurnal Ilmu Dasar. 4 (1): 58-61.

14
Sulistyowati, H. 2003. Struktur Komunitas Seaweed (rumput laut) di Pantai Pasir Putih
Kabupaten Situbondo. Jurnal Ilmu Dasar. 4 (1): 58-61.

SUSANTO, A.B. 2003. Rumput Laut Bukan Sekedar Hidup di Laut.

Sutanto, 1987. Penginderaan Jauh. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Titik Susilowati, Sri Rejeki, Eko Nurcahya Dewi, dan Zulfitriani, 2012. pengaruh kedalaman
terhadap pertumbuhan rumput laut (eucheuma cottonii) yang dibudidayakan
dengan metode longline di pantai mlonggo, kabupaten jepara.

Utojo, Abdul Mansyur, Brata Pantjara, Andi Marsambuana Pirzan, dan Hasnawi, 20017. Kondisi
lingkungan perairan teluk mallasoro yang layak untuk lokasi pengembangan budi
daya rumput laut (Eucheuma sp.) J. Ris. Akua. Vol. 2 No.2 Tahun 2007: ..-.

WWF-Indonesia. (2014). Budidaya Rumput Laut Kotoni ( Kappaphycus alvarezii), Sacol


( Kappaphycusstriatum ) dan Spinosum ( Eucheuma denticulatum) (p: 49). Jakarta.

Yorita N. 2010. Karakteristik Permen Jelly Rumput Laut Kappaphycus alvarezzidengan


Penambahan Pati Termodikfikasi Sebagai Bahan Pengisi[skripsi]. Bogor:
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.

Zainuddin, E. N dan Malina, A, C. 2009. Skrining Rumput Laut Asal Sulawesi Selatan sebagai
Antibiotik Melawan Bakteri Patogen pada Ikan. [Laporan Penelitian] Research
Grant, Biaya IMHERE-DIKTI.

Bagus Septiangga1 dan Rutsasongko Juniar M1,2015 aplikasi citra landsat 8 untuk
penentuan persebaran titik panas sebagai indikasi peningkatan temperatur kota
Yogyakarta. Geografi Universitas Gadjah Mada

15
16

Anda mungkin juga menyukai