Di Balai perikanan budidaya air payau takalar 1) Pendahuluan Pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia mulai dirintis sejak tahun 1980- an dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah pesisir (Aslan, 1998). Kegiatan budidaya rumput laut di wilayah pesisir Indonesia dilakukan oleh masyarakat nelayan setempat, dimana budidaya ini merupakan salah satu alternatif pemanfaatan kawasan pesisir dan laut untuk meningkatkan taraf hidup para nelayan tradisional. Peningkatan produksi budidaya rumput laut masih cukup besar mengingat tingginya daya dukung dan potensi kawasan pengembangan yang masih terbuka luas untuk dimanfaatkan. Potensi lahan budidaya laut mencapai 12.123.383 ha dan baru dimanfaatkan sekitar 281.474 ha (Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), 2015). Indonesia memiliki beberapa keunggulan untuk pengembangan budidaya laut di antaranya adalah Indonesia terletak di daerah tropis dengan iklim yang relatif stabil dan banyak wilayah yang sangat potensial untuk budidaya laut. Namun demikian, Indonesia memiliki kelemahan dalam hal infrastruktur yang masih terbatas dan tenaga kerja yang tidak terampil (Rimmer, 2010). Total produksi rumput laut dunia pada tahun 2014 sekitar 27,3 juta ton, dimana produksi Indonesia mencapai 10,1 juta ton atau 37% dari produksi total (FAO, 2016). Chopin, (2014) menyatakan bahwa 98,8% dari produksi rumput laut dihasilkan dari enam genus yaitu Saccharina, Undaria, Porphyra, Gracilaria, Kappaphycus dan Sargassum. Cina adalah negara produsen rumput laut terbesar, tetapi tidak menghasilkan rumput laut merah dan coklat. Indonesia dan Filipina adalah negara produsen utama rumput laut jenis Kappaphycus dan Eucheuma untuk industri karaginan (Bixler & Porse, 2010). Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah Kappaphycus alvarezii, Eucheuma spinosum, Sargassum sp., dan Gracilaria sp. Habitat awal Gracilaria sp. adalah di laut, tetapi karena mempunyai toleransi hidup yang tinggi terhadap salinitas, jenis ini sekarang banyak ditanam di tambak dengan perairan payau. Rumput laut K. alvarezii dan E. spinosum dibudidayakan di laut sepanjang pesisir pantai. Metode penanaman rumput laut yang paling banyak digunakan adalah metode long-line, karena metode ini fleksibel dalam pemilihan lokasi dan biaya yang dikeluarkan lebih murah (Anggadiredja et al., 2008). Sentra wilayah budidaya rumput laut jenis K. alvarezii dan E. spinosum terdapat di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, Bali, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Barat. Produksi rumput laut Indonesia selalu menunjukkan peningkatan, dengan persentase kenaikan mencapai 27,92% antara tahun 2010 sampai dengan 2014. Produksi tahun 2010 sebesar 3,9 juta ton, tahun 2011 sebesar 5,2 juta ton , tahun 2012 sebesar 6,5 juta ton, tahun 2013 sebesar 9,3 juta ton pada, dan pada tahun 2014 mencapai 10,08 juta ton (KKP, 2015). Daerah Sulawesi Selatan juga dikenal sebagai penyumbang rumput laut terbesar di Indonesia khususnya di Daerah Kabupaten Takalar. Rumput laut yang banyak didaerah ini yaitu jenis Gracillaria sp. dan berdasarkan penelitian ganggang laut tersebut hanya bisa beradaptasi dan tumbuh dengan baik disana. Data Dinas Industri dan Perdagangan Sulawesi Selatan mencatat ekspor rumput laut mencapai 82.110,9 ton dengan nilai 75,3 juta dolar AS pada Oktober 2017. Peningkatan ekspor ini turut sejalan dengan permintaan tinggi dari ekportir besar dunia seperti China, Eropa, Amerika dan Asia Pasifik. Melihat potensi rumput laut yang sangat besar maka perlunya diadakan pelatihan budidaya rumput laut yang mendalam sehingga mampu meningkatkan sumber daya manusia dalam pemanfataan rumput laut didaerah Kabupaten Takalar. 2) Dasar pelaksanaan Dasar pelaksanaan dari pelatihan ini dapat diuraikan sebagai berikut : a. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 1/Kepmen-KP/2019. Tentang Pedoman Umum Pembudidayaan Rumput Laut. b. Sebagai tindak lanjut dari UU No. 9 tahun 1995 tentang kewirausahaan dengan pola ekonomi kerakyatan perlu adanya penanganan penganekaragaman usaha dan penyebaran industri ke seluruh wilayah Indonesia sesuai dengan potensi daerah, termasuk berkembangnya industri pedesaan, pengembangan produk ungulan barang dan jasa, peningkatan kenitraan antara industri besar, industri menengah dan industri kecil. c. Melihat potensi rumput laut yang merupakan salah satu produk unggulan yang ada di Kabupaten Takalar yang selama ini ditangani dan dikelola secara perorangan sehingga mengakibatkan adanya permainan harga dari tengkulak maka perlu adanya penanganan dan pengelolaan secara profesional melalui pelatihan di bidang kelautan khususnya rumput laut sebagai peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia. d. Rencana kegiatan tahunan Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar. e. Rencana kegiatan tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar. f. Tingginya permintaan ekspor dari negara lain untuk pemenuhan ekpor rumput laut. g. Peningkatan produksi rumput laut selaras dengan kondisi kelestarian lingkungan sekitar. h. Program budidaya rumput laut yang ramah lingkungan. 3) Tujuan 1. Meningkatkan potensi pemuda sebagai harapan bangsa dan dipundak pemuda kelangsungan negara ini berada. 2. Sebagi usaha unuk mengentas masyarakat kepulauan dari kemiskinan dengan menggalipotensi Sumber Daya Alam khususnya kelautan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 3. Mencetak dan menumbuhkan kader-kader pemuda yang berkualitas dari kepulauan agar menjadi manusia yang mandiri 4. Sebagai usaha dalam pembukaan lapangan kerja melalui output dari pelatihan dengan usaha budidaya rumput laut. 4) Waktu dan tempat Pelaksanaan pelatihan budidaya rumput laut dilaksanakan selama 30 hari terhitung semenjak 3 Maret - 3 April 2019. Kegiatan ini dilaksanakan selama 30 hari dengan rangkaian materi dan praktek dilapangan dimulai dari persiapan kolam hingga panen hasil produksi rumput laut. Pelatihan budidaya rumput laut dilaksanakan di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar dengan memanfaatkan fasilitas yang ada seperti Asrama Balai untuk tempat tinggal peserta pelatihan selama pelatihan berlangsung. 5) Peserta Peserta dari pelatihan ini berjumlah 30 orang dengan dipilih dari berbagai daerah pesisir di Kabupaten Takalar dengan kriteria sebagai berikut : a. Merupakan Warga Asli Indonesia b. Peserta berjenis kelamin laki-laki. c. Bertempat tinggal di daerah pesisir Kabupaten Takalar. d. Berusia 18 – 27 tahun. e. Bebas narkoba dan obat-obatan lainnya serta bukan peminum aktif. f. Memiliki SKCK dari kepolisian g. Memiliki niat untuk membuat usaha di bidang budidaya rumput laut. h. Tidak memiliki cacat fisik dan penyakit dalam yang berbahaya bagi dirinya sendiri selama proses pelatihan berlangsung. 6) Narasumber dan Pelatih Narasumber dari kegiatan pelatihan ini yaitu Bpk. Dr. Randi Mardianta, S.Tr.Pi.,M.Sc. selaku Kepala Badan Pengabdian Masyarakat di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar. Pelatih dari kegiatan pelatihan ini yaitu M. Kautsat Fidaus S.Tr.Pi dan La Ode Muhammad Anas S.Tr.Pi selaku teknisi di bidang budidaya rumput laut di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar. 7) Panitia
Penanggung Jawab Kegiatan : Dr. Iman Rahmatullah Sari, A.Pi.,M.Sc
Ketua Pelaksana : Ragil Pratama Putra, A.Pi.,M.Sc Wakil ketua : Irfan Zarakuntan, A.Pi Sekertaris : Indri Tri Setiawati, S.Tr.Pi Bendahara : Inmas Kintan, S.Tr.Pi Seksi Kegiatan/acara : Ali Asadullah, S.Tr.Pi Nizar Dhya Fakhar S.Tr.Pi Seksi Peralatan : M. Antoni Maulana P. S. : Agung Hendrawan A.Pi Seksi Akomodasi : Deva Nur Fahreza A.Pi : Maulidyane Zidane Seksi Konsumsi : Wahyu Tri Rosa : Vivi Nur Jannah Seksi dokumentasi : Amar Aji Santoso : Saponi Wilandari 8) Struktur kurikulum 9) Jadwal pelaksanaan