DISUSUN OLEH :
TARAKAN
2020
BAB 1
LATAR BELAKANG
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang akan di teliti dalam penelitian ini
adalah :
1. Bagaimana efisiensi penggunaan luas tanam, bibit, tenaga kerja, dan waktu panen terhadap
produksi usaha budidaya rumput laut Eucheuma cottonii di Kecamatan Wongsorejo,
Kabupaten Banyuwangi?
2. Berapa pendapatan petani dalam produksi rumput laut Eucheuma cottonii di Kecamatan
Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi?
1. Mengetahui dan menganalisis bagaimana efisiensi luas tanam, bibit, tenaga kerja, dan
waktu panen terhadap produksi usaha budidaya rumput laut Eucheuma cottonii di
Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi
2. Mengetahui dan menganalisis pendapatan petani dalam produksi rumput laut Eucheuma
cottonii di Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak. Penelitian ini
berguna bagi :
1. Bagi Pemerintah Sebagai bahan referensi dan informasi bagi pemerintah sebagai badan
pengambil keputusan dan kebijakan.
2. Bagi Petani Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii Memberikan informasi,
pengetahuan dan wawasan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
produksi rumput laut sehingga nantinya memberikan masukan agar meningkatkan produksi
dan petani dapat memperoleh keuntungan yang maksimum.
3. Bagi Peneliti lain Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(Berhimpon, 2001)
Klasifikasi dari rumpu laut Eucheuma spinosum
Kigdom : Plantae
Devisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieriaceae
Genus : Eucheuma
Rumput laut (Eucheuma spinosum) adalah salah satu komoditas ekspor yang potensial
untuk dikembangkan. Disamping permintaan pasar yang tinggi, Indonesia mempunyai
sumberdaya yang cukup besar baik yang alami maupun untuk budidaya. Rumput laut Eucheuma
spinosum dapat diolah menjadi karaginan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Karaginan ialah
senyawa hidrokoloid yang merupakan senyawa polisakarida rantai panjang dan diekstraksi dari
rumput laut jenis karaginofit. Karaginan banyak digunakan pada industri pangan, obat-obatan,
kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya. Karaginan memiliki peranan yang sangat
penting sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), thickener (bahan pengental), pembentuk
gel, pengemulsi.
Rendemen
Rendemen adalah presentase produk yang didapatkan dari menbandingkan berat awal bahan
dengan berat akhirnya. Sehingga dapat di ketahui kehilangan beratnya proses pengolahan.
Rendeman didapatkan dengan cara (menghitung) menimbang berat akhir bahan yang dihasilkan
dari proses dibandingkan dengan berat bahan awal sebelum mengalami proses.
Rendemen menggunakan satuan persen (%). Semakin tinggi nilai rendemen yang
dihasilkan menandakan nilai ekstrak yang dihasilkan semakin banyak.
Kualitas ekstrak yang dihasilkan biasanya berbanding terbalik dengan jumlah rendamen yang
dihasilkan. Semakin tinggi nilai rendamen yang dihasilkan maka semakin rendah mutu yang di
dapatkan. Adapun rumus untuk menghitung rendamen sebagai berikut:
Rendemen = bobot ekstrak x 100%
bobot simplisia
2.2 Evaporasi
2.2.1 Pengertian
Evaporasi adalah proses pengentalan larutan dengan cara mendidihkan atau
menguapkan pelarut. Di dalam pengolahan hasil pertanian proses evaporasi bertujuan untuk,
meningkatkan larutan sebelum proses lebih lanjut, memperkecil volume larutan, menurunkan
aktivitas air aw (Praptiningsih 1999).
Menurut Wirakartakusumah (1989), di dalam pengolahan hasil pertanian proses
evaporasi bertujuan untuk:
a. Meningkatkan konsentrasi atau viskositas larutan sebelum diproses lebih lanjut. Sebagai
contoh pada pengolahan gula diperlukan proses pengentalan nira tebu sebelum proses
kristalisasi, spray drying, drum drying dan lainnya
b. Memperkecil volume larutan sehingga dapat menghemat biaya pengepakan,
penyimpanan dan transportasi
c. Menurunkan aktivitas air dengan cara meningkatkan konsentrasi solid terlarut sehingga
bahan menjadi awet misalnya pada pembuatan susu kental manis
Menurut Earle (1982), adapun faktor-faktor yang menyebabkan dan mempengaruhi
kecepatan pada proses evaporasi adalah :
Kecepatan hantaran panas yang diuapkan ke bahan
Jumlah panas yang tersedia dalam penguapan
Suhu maksimum yang dapat dicapai
Tekanan yang terdapat dalam alat yang digunakan
Perubahan-perubahan yang mungkin terjadi selama proses penguapan.
2.2.2 Evaporator
Evaporator adalah sebuah alat yang berfungsi mengubah sebagian atau keseluruhan
sebuah pelarut dari sebuah larutan dari bentuk cair menjadi uap. Ada beberapa macam-
macam dari evaporator, sesuai dengan tujuan penggunaannya dan bentuknyapun berbeda-
beda. Hal tersebut disebabkan karena tergatung dari jumlah atau volume zat cair yang ingin
diuapkan, bisa juga tergantung pada kepekatan zat cair tersebut. Evaporator mempunyai dua
prinsip dasar yaitu untuk menukar panas dan untuk memisahkan uap yang terbentuk dari
cairan.
2.2.2.1 Prinsip Kerja
Evaporator adalah alat untuk mengevaporasi larutan sehingga prinsip kerjanya
merupakan prisip kerja atau cara kerja dari evaporasi itu sendiri. Prinsip kerjanya dengan
penambahan kalor atau panas untuk memekatkan suatu larutan yang terdiri dari zat terlarut
yang memiliki titik didih dan zat terlarut yang memiliki titik didih lebih rendah sehingga
larutan yang lebih pekat serta memilikikonsentrasi yang tinggi (Earle, 1982).
2.2.2.2 Agitated Thin-Film Evaporator
Terdiri dari silinder uap-berjaket vertikal dan larutan umpan mengalir turun di sepanjang
permukaan bagian dalam jaket berdiameter besar. Cairan didistribusikan pada dinding tabung
dengan perakitan pisau yang dipasang pada poros yang ditempatkan secara koaksial dengan
tabung bagian dalam. Keuntungan utama adalah bahwa pisau berputar memungkinkan
penanganan larutan yang sangat kental (Suzery dan Kusrini, 2004).
dimana:
Y = variabel respon
ε = error
Langkah pertama dari RSM adalah menemukan hubungan antara respon y dan faktor x
melalui persamaan polinomial orde pertama dan digunakan model regresi linear, atau yang lebih
dikenal dengan first-order model (model orde I):
Y 0 i X i............................................(1)
i1
Rancangan eksperimen orde I yang sesuai untuk tahap penyaring faktor adalah rancangan
faktorial 2k (Two Level Factorial Design).
Selanjutnya untuk model orde II, biasanya terdapat kelengkungan dan digunakan model
polinomial orde kedua yang fungsinya kuadratik:
𝜀 ………….……………(2)
Rancangan eksperimen orde II yang digunakan adalah rancangan faktorial 3k
(Three Level Factorial Design), yang sesuai untuk masalah optimasi. Dimana Xi, Xj
adalah variabel input yang mempengaruhi respon Y; Ro, Ri, Rii dan Rij (i = 1-k, j = 1-
k) adalah parameter yang dikenal, dan ε adalah kesalahan acak. Model orde kedua
dirancang sehingga variansi Y konstan untuk semua titik yang berjarak sama dari
pusat desain. Kemudian dari model orde II ditentukan titik stasioner, karakteristik
permukaan respon dan model optimasinya.
BAB III
METODE PENELITIAN
produksi rumput laut Eucheuma cottonii. Waktu penelitian ini dilakukan pada
anggota populasi yang ada di daerah penelitian. Hal ini disebabkan karena
populasi. Tetapi, jika jumlah subjek besar, dapat diambil antara 10-15% atau 15-
25% atau lebih.” Pendapat tersebut sesuai menurut Roscoe dalam Sugiono
(2011), ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai
dengan 500.
dikumpulkan meliputi data primer dan data skunder. Data primer merupakan data pokok
penelitian yang diperoleh dari responden melui angket atau kuesioner, wawancara sesuai
dengan angket dan observasi. Sedangkan untuk data sekunder adalah data yang diperoleh
melalui internet, literatur maupun data dari Badan Pusat Statistik yang berhubungan
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
Menurut Tain (2005: 89), bentuk umum dari fungsi Cobb-Douglas yaitu
1B1 2
B2 B33 B4
Y=AX X 4 X X
Keterangan :
X2 : Bibit (Kg)
nu : Simpangan (eror)
sumberdaya yang optimal untuk mencapai tujuan yang maksimal. efisiensi dapat
a. Efisiensi Teknis
Yaitu apabila efisiensi itu diukur dengan ukuran fisik (kuantitas). Dari sisi
b. Efisiensi Ekonomis
dengan harga, dengan kata lain efisiensi ini diukur dengan nilai uang
PX = Py . PM
Berarti apabila :
Py
PM = 1 kombinasi input optimum
Px
Py
PM > 1 kombinasi input belum optimum
Px
Py
PM < 1 kombinasi input sudah tidak optimum lagi
Px
Y
PMX = B i
X
Y
Maka profit maksimum tercapai apabila : PXi = Bi Py
Xi
Y Py
B =1
i
Xi Pxi
Bi Y .Py
Xi= Pxi
Dimana :
Xi : macam input
Bi : koefisien regresi
BAB III
METODE PENELITIAN
produksi rumput laut Eucheuma cottonii. Waktu penelitian ini dilakukan pada
anggota populasi yang ada di daerah penelitian. Hal ini disebabkan karena
populasi. Tetapi, jika jumlah subjek besar, dapat diambil antara 10-15% atau 15-
25% atau lebih.” Pendapat tersebut sesuai menurut Roscoe dalam Sugiono
(2011), ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai
dengan 500.
data. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data skunder. Data
23
primer
24
merupakan data pokok penelitian yang diperoleh dari responden melui angket
untuk data sekunder adalah data yang diperoleh melalui internet, literatur
maupun data dari Badan Pusat Statistik yang berhubungan dengan penelitian ini.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
Menurut Tain (2005: 89), bentuk umum dari fungsi Cobb-Douglas yaitu
1B1 2
B2 B33 B4
Y=AX X 4 X X
Keterangan :
X2 : Bibit (Kg)
nu : Simpangan (eror)
sumberdaya yang optimal untuk mencapai tujuan yang maksimal. efisiensi dapat
a. Efisiensi Teknis
Yaitu apabila efisiensi itu diukur dengan ukuran fisik (kuantitas). Dari sisi
b. Efisiensi Ekonomis
dengan harga, dengan kata lain efisiensi ini diukur dengan nilai uang
PX = Py . PM
Berarti apabila :
Py
PM = 1 kombinasi input optimum
Px
Py
PM > 1 kombinasi input belum optimum
Px
Py
PM < 1 kombinasi input sudah tidak optimum lagi
Px
Y
PMX = B i
X
Y
Maka profit maksimum tercapai apabila : PXi = Bi Py
Xi
Y Py
B =1
i
Xi Pxi
Bi Y .Py
Xi= Pxi
Dimana :
Xi : macam input
Bi : koefisien regresi
23
BAB IV
pengaruh berat bibit awal rumput laut (Eucheuma cottoni) terhadap persentase
(PPH), di peroleh data yang menunjukkan bahwa Fhitung > Ftabel 0,05. Ini menandakan
bahwa terdapat perbedaan yang nyata tentang pengaruh berat bi it awal terhadap
persentase pertumbuhan harian dapat di lihat pada tabel 4.1 data selengkapnya tercantum
pada lampiran 3. untuk mengetahui perbedaan tiap perlakuan tentang pengaruh berat bibit
awal rumput laut terhadap persentase pertumbuhan harian dilakukan ujio lanjut dengan
Tabel 4.1. Ringkasan ANAVA Tunggal tentang Pengaruh Berat Bibit Awal Terhadap
Persentase Pertumbuhan Harian Rumput Laut (Eucheuma cottonii) 15 hari
setelah tanam.
SK db JK KT Fhitung F5%
Perlakuan 3 43.130 14.377 43.951 3.10
Galat 20 6.542 .327
Total 23 49.672
Tabel 4.2. Ringkasan BNT 0,05 tentang Pengaruh Berat Bibit Awal Terhadap Persentase
Pertumbuhan Harian Rumput Laut (Eucheuma cottonii) 15 hari
setelah tanam.
Berdasarkan notasi BNT 0,05 menunjukkan bahawa berat bibit awal mempengaruhi
persentase pertumbuhan. Dari table di atas tercantum bahwa perlakuan 100 g berbeda
nyata terhadap 25 g.
palin cepat ditemukan pada perlakuan berat bibit 25 gdengan nilai 16,16%. Perlakuan
yang paling lamban persentase pertumbuhannya adalah 100g dengan nilai rata-rata 8,60%
Adanya pengaruh berat bibit awal rumput laut terhadap persentase pertumbuhan
harian, di duga karena nutrisi yang terkandung di dalam air laut lebih tercukupi untuk
pertumbuhan harian berat bibit 25 g, dari pada 50 g, 75 g, 100 g, dan berat bibit 25 g
lebih leluasa pada perkembngannya disenankan jarak antar bibit yang laijn lebih
renggang karena 25 g berat bibitnya lebih sedikit dari pada yang lainnya.
Dalam perkembangan rumput laut terjadi kompetisi untuk mendapatkan nutrisi. Berat
bibit 25 g kompetisinya tidak terlalu ketat dari pada berat bibit 50 g, 75 g, 100 g,
sehingga persentase pertumbuhan berat bibit 25 g lebih cepat dari pada yang lainnya.
4.2. Pengaruh Berat Bibit Awal Terhadap Persentase Pertumbuhan Harian Rumput Laut (Eucheuma
cottoni) 30 Hari Setelah Tanam
pengaruh berat bibit awal rumput laut (Eucheuma cottoni) terhadap persentase
(PPH), di peroleh data yang menunjukkan bahwa Fhitung > Ftabel 0,05. Ini menandakan
bahwa terdapat perbedaan yang nyata tentang pengaruh berat bi it awal terhadap
persentase pertumbuhan harian dapat di lihat pada tabel 4.2 data selengkapnya tercantu
pengaruh berat bibit awal rumput laut (Eucheuma cottoni) terhadap persentase
(PPH), di peroleh data yang menunjukkan bahwa Fhitung > Ftabel 0,05. Ini menandakan
bahwa terdapat perbedaan yang nyata tentang pengaruh berat bi it awal terhadap
persentase pertumbuhan harian dapat di lihat pada tabel 4.2 data selengkapnya tercantum
pada lampiran 3. untuk mengetahui perbedaan tiap perlakuan tentang pengaruh berat bibit
awal rumput laut terhadap persentase pertumbuhan harian dilakukan ujio lanjut dengan
Tabel 4.3. Ringkasan ANAVA Tunggal tentang Pengaruh Berat Bibit Awal Terhadap
Persentase Pertumbuhan Harian Rumput Laut (Eucheuma cottonii) 30 hari
setelah tanam.
SK db JK KT Fhitung F5%
Perlakuan 3 43.130 14.377 43.951 3.10
Galat 20 6.542 .327
Total 23 49.672
Tabel 4.4. Ringkasan BNT 0,05 tentang Pengaruh Berat Bibit Awal Terhadap Persentase
Pertumbuhan Harian Rumput Laut (Eucheuma cottonii) 30 hari
setelah tanam.
Berat Rata - rata Notasi BNT 5%
bibit 100 6,27
g 7,46 a
75 g 8,83 b
50 g 9,81 c
25 g d
Ket: Angka yang diikuti dengan huruf yan berbeda menunjukkan ada perbedaan yang
nyata pada BNT 5%
Berdasarkan notasi BNT 0,05 menunjukkan bahawa berat bibit awal mempengaruhi
persentase pertumbuhan. Dari table di atas tercantum bahwa perlakuan 100 g berbeda
nyata terhadap 25 g.
palin cepat ditemukan pada perlakuan berat bibit 25 gdengan nilai 16,16%. Perlakuan
yang paling lamban persentase pertumbuhannya adalah 100g dengan nilai rata-rata 8,60%
Adanya pengaruh berat bibit awal rumput laut terhadap persentase pertumbuhan
harian, di duga karena nutrisi yang terkandung di dalam air laut lebih tercukupi untuk
pertumbuhan harian berat bibit 25 g, dari pada 50 g, 75 g, 100 g, dan berat bibit 25 g
lebih leluasa pada perkembngannya disenankan jarak antar bibit yang laijn lebih
renggang karena 25 g berat bibitnya lebih sedikit dari pada yang lainnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
alvarezii.
38
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E., dan Liviawaty, E., 2003. Budidaya Laut dan Cara Pengolahannya.
Bharata. Jakarta.
Anggadiredja, J. T., Zatnika, A., Purwoto, H. dan Istini, S., 2009. Rumput Laut.
Penebar Swadaya, Jakarta.
BSNI. 2010. Produksi Rumput Laut Kotoni (Eucheuma cottonii). Badan Standar
Nasional Indonesia. Bandung
Hitler S. 2011. Pengaruh Berat Bibit Awal Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan
dan Kadar Keragenan Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Varietas
Cokelat Menggunakan Metode Vertikultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Haluoleo. Kendari
Maftuhah dan Zuhriyah, A. 2011. Kajian Pemasaran Rumput Laut (Eucheuma Cottoni). Jurnal. Studi
Kasus Desa Tanjung Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan
Mondoringin L, Tiwa R.B, Salindeho I. 2013. Pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii pada
perbedaan kedalaman dan berat awal di perairan Talengen Kabupaten Kepulauan
Sangihe;Sulawesi Utara. Jurnal Penelitian
Mamang. N. 2008. Laju Pertumbuhan Bibit Rumput Laut Eucheuma cattonii Dengan Perlakuan Asal
Thallus Terhadap Bobot Bibit Di Perairan Lakeba, Kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara. Jurnal.
Jurusan Ilmu Dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor.
Novalina, S., Widiastuti. M. I.,2010. Pertumbuhan Dan Produksi Rumput Laut Eucheuma cottonii
Pada Kedalaman Penanaman Yang Berbeda. Jurnal. Media Litbang Sulteng III.
Patadjai, R., S. 2007. Pertumbuhan Produksi dan Kualitas Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty)
Doty pada Berbagai Habitat Budidaya yang Berbeda. Program Pascasarjana. Universitas
Hasanuddin. Makassar. 307 hal.
Poncomulyo. T., Maryani. H., Kristiani. L., 2006. Budidaya dan Pengelolaan Rumput Laut. PT.
Agromedia Pustaka. Surabaya.
Pong-masak, R.P., 2010. Panen 10 Kali Lipat dengan Vertikultur. Majalah TROBOS Edisi Juni 2010.
Diakses 18-09-2010.
Soenardjo, N. 2004. Aplikasi Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii (Weber van Bosse)Dengan
Metode Jaring Lepas Dasar (Net Bag) Model Cidaun. Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang.
Sujatmiko, W., Angkasa W. I., 2004. Teknik Budidaya Rumput Laut dengan Metode Tali Panjang. BPPT, Jakarta
42
.
43
Sulma, S., dan Manoppo, A. 2008. Kesesuaian Fisik Perairan Untuk Budidaya
Rumput Laut di Perairan Bali Menggunakan Data Penginderaan Jauh.
Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh
LAPAN. PIT MAPIN XVII, Bandung.
Syahlun, Rahman, A., dan Rusliani. 2012. Uji Pertumbuhan Rumput Laut
(Kappaphycus alvarezii) Strain Coklat dengan Metode Vertikultur. Jurnal.
Program Studi Budidaya Perairan Universitas Haluoleo. Kendari.
Thamrin, N. A., 2011. Pengaruh Jarak Tali Gantung dan Jarak Tanam Bibit yang
Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Kadar Karagenan Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii Varietas Coklat dengan Menggunakan Metode
Vertikultur. Program Studi Budibaya Perairan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Universitas Haluoleo. Kendari.
.
Widyartini D.S, A.I Insan, Warsinah. 2006 Meningkatkan Pertumbuhan dan
Produksi Rumput Laut Gracilaria Gigas Dengan Modifikasi Metode
Budidaya dan Sistem Jaring. Purwokerto. Jurnal Penelitian