Anda di halaman 1dari 33

ANALISIS PERMINTAAN RUMPUT LAUT

DISUSUN OLEH :

ROSA MEYLINDA RUDI ( 1740202046)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN

TARAKAN

2020
BAB 1

LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara maritim dengan tiga perempat wilayahnya berupa lautan. Luas
laut Indonesia lebih kurang 5,8 juta km, garis pantai sepanjang 95.181 km terpanjang kedua di
dunia serta jumlah pulau 17.504 menyimpan potensi sumber daya perikanan yang cukup besar
baik dari segi kualitas maupun diversitas. Sumber daya yang melimpah ini menjadikan
Indonesia memiliki keunggulan komparatif di sektor kelautan dan perikanan. Oleh karena itu,
Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan visinya yaitu “Indonesia penghasil
produk kelautan dan perikanan terbesar 2015” dengan misi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat kelautan dan perikanan (DJPB KKP, 2010).
Rumput laut merupakan salah satu komoditas ekspor dan utama program revitalisasi
perikanan yang diharapkan dapat berperan penting dalam peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Saat ini potensi lahan untuk budidaya rumput laut di Indonesia sekitar 1,2 juta ha.
Tahun 2011 baru termanfaatkan sebanyak 117,649 ha (9.80%) dengan total produksi nasional
5.3 juta ton basah (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2012). Rumput laut yang umum
dibudidayakan oleh petani ada 2 jenis yaitu Gracilaria spp (kelompok agarofit) dan Eucheuma
spp (kelompok karaginofit). Kedua jenis ini telah diperdagangkan secara luas karena
dibutuhkan dalam jumlah yang besar sebagai bahan baku industri.
Kelompok agarofit hasil akhirnya berupa agar-agar (tepung batang dan lembaran agar)
sedangkan kelompok alginofit hasil olahannya berupa tepung karagenan. Selain berfungsi
sebagai makanan, rumput laut juga memiliki berbagai kegunaan. Nilai pemanfaatan untuk
pangan cukup tinggi dan memiliki diversifikasi yang tinggi. Beberapa tahun yang lalu rumput
laut hanya dipergunakan sebagai bahan makanan manusia. Seiring dengan kemajuan sains dan
teknologi pemanfaatan rumput laut telah luas diberbagai bidang seperti pertanian di negara
barat sebagai pupuk organik dan pembuatan salah satu media dalam kultur jaringan. Di bidang
farmasi rumput laut dapat digunakan sebagai pembuatan suspense, pengemulsi, tablet, plester,
dan filter. Di bidang industri digunakan dalam proses pengolahan produksi. Rumput laut juga
digunakan sebagai bahan aditif seperti pada industri tekstil, kertas, keramik, fotografi,
insektisida, pelindung kayu dan pencegahan api (Lagaronda. I.S, 2016).
Permintaan terhadap rumput laut dalam negeri semakin meningkat khususnya di kota-kota
besar seperti Jakarta, Surabaya, Makasar dan lainnya. Harga rumput laut kering berkisar antara
Rp. 5000 sampai dengan Rp. 9000 perkilogram. Bahan mentah rumput laut tersebut untuk
memenuhi kebutuhan industri pengolahan rumput laut dalam negeri yang jumlahnya masih
sedikit dan sebagian besar bahan mentah tersebut memenuhi pasar ekspor luar negeri seperti
Inggris, Prancis, China, Jepang, Amerika serikat dan Hongkong. Pengembangan usaha
budidaya rumput laut sangat memungkinkan untuk dilakukan secara massal dan diharapkan
dapat menjadi salah satu faktor sumber berputarnya roda pembagunan dan sendi-sendi ekonomi
masyarakat. Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi
Jawa Timur yang memiliki panjang pantai sekitar 175,8 km. Salah satu 3 potensi perairan yang
sedang berkembang yaitu rumput laut. Kecamatan Wongserejo merupakan sentra produksi
rumput laut (Seaweed Culture) terutama budidaya rumput laut dengan jenis Euchema cottonii.
Luasan tanam yang siap ditanami rumput laut mencapai 800 hektar.
Namun kini baru sekitar 250 hektar lahan efektif yang dikelola oleh 12 kelompok budidaya
rumput laut. Dalam satu tahun, rumput laut yang dipanen mencapai 11 ribu ton (Pemerintah
Kabupaten Banyuwangi, 2016). Perkembangan budidaya rumput laut yang di Kecamatan
Wongsorejo ini cukup pesat. Diawali pada tahun 2008 dengan luasan 1,5 hektar, setelah enam
tahun luasan lahannya berkembang mencapai 70 hektar. Sekali panen menghasilkan 3,5 ton
rumput laut basah, dengan harga jual Rp 1.500/kg. Rata-rata dalam setahun 5-7 kali panen.
Sekali panen petani bisa mendapakan penghasilan Rp 4-5 juta (Pemerintah Kabupaten
Banyuwangi, 2016).
Budidaya rumput laut di Kecamatan Wongsorejo sangat fluktuatif walaupun secara umum
cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kondisi ini dapat diakibatkan oleh
beberapa hal, antara lain (1) serangan hama seperti ikan berenang dan penyakit putih, (2)
musim tanam cenderung tidak stabil. (3) terbatasnya bibit unggul yang tahan terhadap penyakit,
(4) sarana budidaya dan modal kerja yang sangat terbatas serta SDM pembudidaya yang masih
terbatas. Berdasarkan uraian tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan
mengetahui dan menganalisis bagaimana efisiensi penggunaan luas lahan, bibit, tenaga kerja,
dan waktu panen terhadap produksi produksi rumput laut Eucheuma cottonii, serta mengetahui
dan menganalisis pendapatan petani rumput laut yang ada di Kecamatan Wongsorejo,
Kabupaten Banyuwangi.

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang akan di teliti dalam penelitian ini
adalah :

1. Bagaimana efisiensi penggunaan luas tanam, bibit, tenaga kerja, dan waktu panen terhadap
produksi usaha budidaya rumput laut Eucheuma cottonii di Kecamatan Wongsorejo,
Kabupaten Banyuwangi?
2. Berapa pendapatan petani dalam produksi rumput laut Eucheuma cottonii di Kecamatan
Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi?

1.3. Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu antara lain :

1. Mengetahui dan menganalisis bagaimana efisiensi luas tanam, bibit, tenaga kerja, dan
waktu panen terhadap produksi usaha budidaya rumput laut Eucheuma cottonii di
Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi
2. Mengetahui dan menganalisis pendapatan petani dalam produksi rumput laut Eucheuma
cottonii di Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak. Penelitian ini
berguna bagi :

1. Bagi Pemerintah Sebagai bahan referensi dan informasi bagi pemerintah sebagai badan
pengambil keputusan dan kebijakan.
2. Bagi Petani Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii Memberikan informasi,
pengetahuan dan wawasan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
produksi rumput laut sehingga nantinya memberikan masukan agar meningkatkan produksi
dan petani dapat memperoleh keuntungan yang maksimum.
3. Bagi Peneliti lain Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumput Laut (Eucheuma spinosum)


Rumput laut merupakan bagian terbesar dari tumbuhan laut. Rumput laut dalam bahasa
ilmiah dikenal dengan istilah alga. Berdasarkan pigmen yang dikandungnya rumput laut terdiri
atas tiga kelas yaitu Chlorophyceae (ganggang hijau), Phaeophyceae (ganggang coklat), dan
Rhodophyceae (ganggang merah). Ketiga kelas ganggang tersebut merupakan sumber
produk bahan alam hayati lautan yang sangat potensial dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan
mentah maupun bahan hasil olahan, (Winarno,1990).
Rumput laut Eucheuma spinosum merupakan termasuk kelompok penghasil karaginan
(berupa garam sodium, kalsium dan potasium dari senyawa polisakarida sulfat asam karaginat)
yang disebut karaginofit. Pertama kali dipublikasikan pada tahun 1768 oleh Burman dengan
nama Fucus denticulatus Burma, selanjutnya pada tahun 1847 J. Agardh memperkenalkannya
dengan nama Eucheuma J. Agardh. Dalam beberapa pustaka ditemukan bahwa Eucheuma
spinosum dan Eucheuma muricatum adalah nama untuk satu spesies gangang. Dalam dunia
perdagangan Eucheuma spinosum lebih dikenal dari pada Eucheuma muricatum,
(Winarno,1990).
Euchema spinosum banyak dibudidayakan diwilayah Bantaeng dan takalar. Akan tetapi
species ini masih belum banyak diteliti bagaimana cara ekstrasi untuk menghasilkan iota
keraginan maupun komposisi kimia yang dikandung iota keraginan tersebut. Proses selama ini
hanya mengacu pada pengolahan langsung menjadai permanen maupun dodol bahkan banyak
yang dijual kering tanpa melaui pengolahan, (Winarno,1990).

Gambar 1. Eucheuma Spinosum (Berhimpon, 2007)


Tabel 1. Komposisi Kimia Rumput Laut Jenis Eucheuma spinosum

(Berhimpon, 2001)
Klasifikasi dari rumpu laut Eucheuma spinosum

Kigdom : Plantae

Devisi : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Sub kelas : Florideae

Ordo : Gigartinales

Famili : Solieriaceae

Genus : Eucheuma

Spesies : Eucheuma spinosum

Rumput laut (Eucheuma spinosum) adalah salah satu komoditas ekspor yang potensial
untuk dikembangkan. Disamping permintaan pasar yang tinggi, Indonesia mempunyai
sumberdaya yang cukup besar baik yang alami maupun untuk budidaya. Rumput laut Eucheuma
spinosum dapat diolah menjadi karaginan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Karaginan ialah
senyawa hidrokoloid yang merupakan senyawa polisakarida rantai panjang dan diekstraksi dari
rumput laut jenis karaginofit. Karaginan banyak digunakan pada industri pangan, obat-obatan,
kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya. Karaginan memiliki peranan yang sangat
penting sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), thickener (bahan pengental), pembentuk
gel, pengemulsi.
Rendemen
Rendemen adalah presentase produk yang didapatkan dari menbandingkan berat awal bahan
dengan berat akhirnya. Sehingga dapat di ketahui kehilangan beratnya proses pengolahan.
Rendeman didapatkan dengan cara (menghitung) menimbang berat akhir bahan yang dihasilkan
dari proses dibandingkan dengan berat bahan awal sebelum mengalami proses.
Rendemen menggunakan satuan persen (%). Semakin tinggi nilai rendemen yang
dihasilkan menandakan nilai ekstrak yang dihasilkan semakin banyak.
Kualitas ekstrak yang dihasilkan biasanya berbanding terbalik dengan jumlah rendamen yang
dihasilkan. Semakin tinggi nilai rendamen yang dihasilkan maka semakin rendah mutu yang di
dapatkan. Adapun rumus untuk menghitung rendamen sebagai berikut:
Rendemen = bobot ekstrak x 100%
bobot simplisia
2.2 Evaporasi
2.2.1 Pengertian
Evaporasi adalah proses pengentalan larutan dengan cara mendidihkan atau
menguapkan pelarut. Di dalam pengolahan hasil pertanian proses evaporasi bertujuan untuk,
meningkatkan larutan sebelum proses lebih lanjut, memperkecil volume larutan, menurunkan
aktivitas air aw (Praptiningsih 1999).
Menurut Wirakartakusumah (1989), di dalam pengolahan hasil pertanian proses
evaporasi bertujuan untuk:
a. Meningkatkan konsentrasi atau viskositas larutan sebelum diproses lebih lanjut. Sebagai
contoh pada pengolahan gula diperlukan proses pengentalan nira tebu sebelum proses
kristalisasi, spray drying, drum drying dan lainnya
b. Memperkecil volume larutan sehingga dapat menghemat biaya pengepakan,
penyimpanan dan transportasi
c. Menurunkan aktivitas air dengan cara meningkatkan konsentrasi solid terlarut sehingga
bahan menjadi awet misalnya pada pembuatan susu kental manis
Menurut Earle (1982), adapun faktor-faktor yang menyebabkan dan mempengaruhi
kecepatan pada proses evaporasi adalah :
 Kecepatan hantaran panas yang diuapkan ke bahan
 Jumlah panas yang tersedia dalam penguapan
 Suhu maksimum yang dapat dicapai
 Tekanan yang terdapat dalam alat yang digunakan
 Perubahan-perubahan yang mungkin terjadi selama proses penguapan.

2.2.2 Evaporator
Evaporator adalah sebuah alat yang berfungsi mengubah sebagian atau keseluruhan
sebuah pelarut dari sebuah larutan dari bentuk cair menjadi uap. Ada beberapa macam-
macam dari evaporator, sesuai dengan tujuan penggunaannya dan bentuknyapun berbeda-
beda. Hal tersebut disebabkan karena tergatung dari jumlah atau volume zat cair yang ingin
diuapkan, bisa juga tergantung pada kepekatan zat cair tersebut. Evaporator mempunyai dua
prinsip dasar yaitu untuk menukar panas dan untuk memisahkan uap yang terbentuk dari
cairan.
2.2.2.1 Prinsip Kerja
Evaporator adalah alat untuk mengevaporasi larutan sehingga prinsip kerjanya
merupakan prisip kerja atau cara kerja dari evaporasi itu sendiri. Prinsip kerjanya dengan
penambahan kalor atau panas untuk memekatkan suatu larutan yang terdiri dari zat terlarut
yang memiliki titik didih dan zat terlarut yang memiliki titik didih lebih rendah sehingga
larutan yang lebih pekat serta memilikikonsentrasi yang tinggi (Earle, 1982).
2.2.2.2 Agitated Thin-Film Evaporator
Terdiri dari silinder uap-berjaket vertikal dan larutan umpan mengalir turun di sepanjang
permukaan bagian dalam jaket berdiameter besar. Cairan didistribusikan pada dinding tabung
dengan perakitan pisau yang dipasang pada poros yang ditempatkan secara koaksial dengan
tabung bagian dalam. Keuntungan utama adalah bahwa pisau berputar memungkinkan
penanganan larutan yang sangat kental (Suzery dan Kusrini, 2004).

Gambar 2. Agitated Thin-Film Evaporator (Suzery dan Kusrini, 2004)


2.3 Response Surface Methodology

Metode permukaan respon (response surface methodology) adalah sekumpulan teknik


matematika dan statistika yang berguna untuk menganalisis permasalahan dimana beberapa
variabel independen mempengaruhi variabel respon dan tujuan akhirnya adalah untuk
mengoptimalkan respon. Misalnya, dengan menyusun suatu model matematika, peneliti dapat
mengetahui nilai variabel-variabel independen yang menyebabkan nilai variabel respon menjadi
optimal (Montgomery,2001).

Response Surface Methodology (RSM) menggunakan metode gabungan antara teknik


matematika dan teknik statistik, digunakan untuk membuat model dan menganalisa suatu respon
y yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas/faktor x guna mengoptimalkan respon tersebut.
Hubungan antara respon y dan variabel bebas x adalah:

Y = f(X1, X2,. , Xk) + ε

dimana:

Y = variabel respon

Xi = variabel bebas/ faktor ( i = 1, 2, 3,.. ., k )

ε = error

Langkah pertama dari RSM adalah menemukan hubungan antara respon y dan faktor x
melalui persamaan polinomial orde pertama dan digunakan model regresi linear, atau yang lebih
dikenal dengan first-order model (model orde I):

Y   0    i X i............................................(1)
i1

Rancangan eksperimen orde I yang sesuai untuk tahap penyaring faktor adalah rancangan
faktorial 2k (Two Level Factorial Design).

Selanjutnya untuk model orde II, biasanya terdapat kelengkungan dan digunakan model
polinomial orde kedua yang fungsinya kuadratik:

𝜀 ………….……………(2)
Rancangan eksperimen orde II yang digunakan adalah rancangan faktorial 3k
(Three Level Factorial Design), yang sesuai untuk masalah optimasi. Dimana Xi, Xj
adalah variabel input yang mempengaruhi respon Y; Ro, Ri, Rii dan Rij (i = 1-k, j = 1-
k) adalah parameter yang dikenal, dan ε adalah kesalahan acak. Model orde kedua
dirancang sehingga variansi Y konstan untuk semua titik yang berjarak sama dari
pusat desain. Kemudian dari model orde II ditentukan titik stasioner, karakteristik
permukaan respon dan model optimasinya.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Penentuan Lokasi dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di 4 Desa yaitu Desa Alas Rejo, Alasbuluh,

Wongsorejo, dan Sumber Kencono, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten

Banyuwangi. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

berdasar pertimbangan bahwasannya Kecamatan Wongsorejo merupakan sentra

produksi rumput laut Eucheuma cottonii. Waktu penelitian ini dilakukan pada

Tanggal 3 April 2017 sampai selesai.

3.2 Metode Pengambilan Sampel

Pemilihan responden (sampel) dilakukan dengan teknik Purposive

sampling (dilakukan dengan sengaja) yaitu dengan mengikutsertakan seluruh

anggota populasi yang ada di daerah penelitian. Hal ini disebabkan karena

jumlah pembudidaya rumput laut Eucheuma cottonii di Kecamatan Wonsorejo

belom diketahui, sehingga di dapat jumlah responden yang membudidayakan

rumput laut Eucheuma cottonii sebanyak 56 orang.

Menurut arikunto, (2006) mengatakan bahwa “apabila subjeknya kurang

dari seratus lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan

populasi. Tetapi, jika jumlah subjek besar, dapat diambil antara 10-15% atau 15-

25% atau lebih.” Pendapat tersebut sesuai menurut Roscoe dalam Sugiono

(2011), ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai

dengan 500.

3.3 Metode Pengambilan Data


Metode pengambilan data pada penelitian ini adalah dengan pengumpulan data. Data yang

dikumpulkan meliputi data primer dan data skunder. Data primer merupakan data pokok

penelitian yang diperoleh dari responden melui angket atau kuesioner, wawancara sesuai

dengan angket dan observasi. Sedangkan untuk data sekunder adalah data yang diperoleh

melalui internet, literatur maupun data dari Badan Pusat Statistik yang berhubungan

dengan penelitian ini.

3.1 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif dan kuantitatif. Data yang diolah menggunakan metode kuantitatif

dilakukan dengan analisis efisiensi penggunaan faktor produksi budidaya

rumput laut Eucheuma cottonii menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-

Douglas dan melakukan perhitungan keuntungan/ pendapatan usaha tani dengan

analisis R/C Rasio

3.1.1 Analisis Fungsi Cobb-Douglas

Menurut Tain (2005: 89), bentuk umum dari fungsi Cobb-Douglas yaitu

1B1 2
B2 B33 B4
Y=AX X 4 X X

Dalam bentuk logaritma

Log Y = Log A + B1 Log X1 + B2 Log X2+ B3Log X3+ B4Log X4

Keterangan :

Y : Produksi Rumput laut (Kg)

X1 : Luas tanam (Ha)

X2 : Bibit (Kg)

X3 : Tenaga kerja (HOK)

X4 : Waktu panen (Hari)


Log A : Konstanta yang merupakan intersep

Bi : Koefisien regresi untuk variabel ke i


i : Jumlah variabel 1 sampai ke

nu : Simpangan (eror)

3.1.2 Analisis Efisiensi

Menurut Tain Anas (2005), efisiensi adalah upaya untuk mencapai

tujuan dengan menggunakan sumberdaya seminimal mungkin atau penggunaan

sumberdaya yang optimal untuk mencapai tujuan yang maksimal. efisiensi dapat

berarti teknis maupun ekonomis.

a. Efisiensi Teknis

Yaitu apabila efisiensi itu diukur dengan ukuran fisik (kuantitas). Dari sisi

pemakaian input, efisiensi merupakan upaya meminimkan penggunaan

input (faktor produksi) untuk mencapai produk (output) yang optimal.

Dalam fungsi Cobb-Douglas produksi optimum apabila B i = 1.

b. Efisiensi Ekonomis

Menurut Tain (2005: 100), yaitu apabila efisiensi tersebut dikaitkan

dengan harga, dengan kata lain efisiensi ini diukur dengan nilai uang

(profits). Efisiensi secara ekonomis tercapai apabila diperoleh profits

maksimum. Keuntungan (profit) maksimum diperoleh apabila tercapai

kombinasi input yang optimum. Syarat untuk memperoleh profit

maksimum adalah apabila :

PX = Py . PM

Berarti apabila :

Py
PM = 1 kombinasi input optimum
Px
Py
PM > 1 kombinasi input belum optimum
Px
Py
PM < 1 kombinasi input sudah tidak optimum lagi
Px

Dari fungsi Cobb-Douglas diketahui bahwa

Y
PMX = B i
X

Y
Maka profit maksimum tercapai apabila : PXi = Bi Py
Xi

Atau kombinasi input optimum apabila

Y Py
B =1
i
Xi Pxi

Dan masing masing input (X1) yang digunakan sebesar :

Bi Y .Py
Xi= Pxi

Dimana :

Xi : macam input

Pxi : harga per satuan input yang

bersangkutan Y : produksi rata-rata

Py : harga persatuan output (produksi)

Bi : koefisien regresi
BAB III

METODE PENELITIAN

3.2 Penentuan Lokasi dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di 4 Desa yaitu Desa Alas Rejo, Alasbuluh,

Wongsorejo, dan Sumber Kencono, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten

Banyuwangi. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

berdasar pertimbangan bahwasannya Kecamatan Wongsorejo merupakan sentra

produksi rumput laut Eucheuma cottonii. Waktu penelitian ini dilakukan pada

Tanggal 3 April 2017 sampai selesai.

3.3 Metode Pengambilan Sampel

Pemilihan responden (sampel) dilakukan dengan teknik Purposive

sampling (dilakukan dengan sengaja) yaitu dengan mengikutsertakan seluruh

anggota populasi yang ada di daerah penelitian. Hal ini disebabkan karena

jumlah pembudidaya rumput laut Eucheuma cottonii di Kecamatan Wonsorejo

belom diketahui, sehingga di dapat jumlah responden yang membudidayakan

rumput laut Eucheuma cottonii sebanyak 56 orang.

Menurut arikunto, (2006) mengatakan bahwa “apabila subjeknya kurang

dari seratus lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan

populasi. Tetapi, jika jumlah subjek besar, dapat diambil antara 10-15% atau 15-

25% atau lebih.” Pendapat tersebut sesuai menurut Roscoe dalam Sugiono

(2011), ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai

dengan 500.

3.4 Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data pada penelitian ini adalah dengan pengumpulan

data. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data skunder. Data
23
primer

24
merupakan data pokok penelitian yang diperoleh dari responden melui angket

atau kuesioner, wawancara sesuai dengan angket dan observasi. Sedangkan

untuk data sekunder adalah data yang diperoleh melalui internet, literatur

maupun data dari Badan Pusat Statistik yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif dan kuantitatif. Data yang diolah menggunakan metode kuantitatif

dilakukan dengan analisis efisiensi penggunaan faktor produksi budidaya

rumput laut Eucheuma cottonii menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-

Douglas dan melakukan perhitungan keuntungan/ pendapatan usaha tani dengan

analisis R/C Rasio

3.5.1 Analisis Fungsi Cobb-Douglas

Menurut Tain (2005: 89), bentuk umum dari fungsi Cobb-Douglas yaitu

1B1 2
B2 B33 B4
Y=AX X 4 X X

Dalam bentuk logaritma

Log Y = Log A + B1 Log X1 + B2 Log X2+ B3Log X3+ B4Log X4

Keterangan :

Y : Produksi Rumput laut (Kg)

X1 : Luas tanam (Ha)

X2 : Bibit (Kg)

X3 : Tenaga kerja (HOK)

X4 : Waktu panen (Hari)

Log A : Konstanta yang merupakan intersep

Bi : Koefisien regresi untuk variabel ke i


i : Jumlah variabel 1 sampai ke

nu : Simpangan (eror)

3.5.2 Analisis Efisiensi

Menurut Tain Anas (2005), efisiensi adalah upaya untuk mencapai

tujuan dengan menggunakan sumberdaya seminimal mungkin atau penggunaan

sumberdaya yang optimal untuk mencapai tujuan yang maksimal. efisiensi dapat

berarti teknis maupun ekonomis.

a. Efisiensi Teknis

Yaitu apabila efisiensi itu diukur dengan ukuran fisik (kuantitas). Dari sisi

pemakaian input, efisiensi merupakan upaya meminimkan penggunaan

input (faktor produksi) untuk mencapai produk (output) yang optimal.

Dalam fungsi Cobb-Douglas produksi optimum apabila B i = 1.

b. Efisiensi Ekonomis

Menurut Tain (2005: 100), yaitu apabila efisiensi tersebut dikaitkan

dengan harga, dengan kata lain efisiensi ini diukur dengan nilai uang

(profits). Efisiensi secara ekonomis tercapai apabila diperoleh profits

maksimum. Keuntungan (profit) maksimum diperoleh apabila tercapai

kombinasi input yang optimum. Syarat untuk memperoleh profit

maksimum adalah apabila :

PX = Py . PM

Berarti apabila :

Py
PM = 1 kombinasi input optimum
Px
Py
PM > 1 kombinasi input belum optimum
Px
Py
PM < 1 kombinasi input sudah tidak optimum lagi
Px

Dari fungsi Cobb-Douglas diketahui bahwa

Y
PMX = B i
X

Y
Maka profit maksimum tercapai apabila : PXi = Bi Py
Xi

Atau kombinasi input optimum apabila

Y Py
B =1
i
Xi Pxi

Dan masing masing input (X1) yang digunakan sebesar :

Bi Y .Py
Xi= Pxi

Dimana :

Xi : macam input

Pxi : harga per satuan input yang

bersangkutan Y : produksi rata-rata

Py : harga persatuan output (produksi)

Bi : koefisien regresi

23
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Berat Bibit Awal Terhadap Persentase Pertumbuhan Harian


Rumput Laut (Eucheuma cottoni) 15 Hari Setelah Tanam

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis statistic dengan ANAVA tunggaltentang

pengaruh berat bibit awal rumput laut (Eucheuma cottoni) terhadap persentase

pertumbuhan 15 hari setelah tanam yang di hitung Persentase Pertumbuhan Harian

(PPH), di peroleh data yang menunjukkan bahwa Fhitung > Ftabel 0,05. Ini menandakan

bahwa terdapat perbedaan yang nyata tentang pengaruh berat bi it awal terhadap

persentase pertumbuhan harian dapat di lihat pada tabel 4.1 data selengkapnya tercantum

pada lampiran 3. untuk mengetahui perbedaan tiap perlakuan tentang pengaruh berat bibit

awal rumput laut terhadap persentase pertumbuhan harian dilakukan ujio lanjut dengan

uji BNT 0,05 (tabel 4.1).

Tabel 4.1. Ringkasan ANAVA Tunggal tentang Pengaruh Berat Bibit Awal Terhadap
Persentase Pertumbuhan Harian Rumput Laut (Eucheuma cottonii) 15 hari
setelah tanam.

SK db JK KT Fhitung F5%
Perlakuan 3 43.130 14.377 43.951 3.10
Galat 20 6.542 .327
Total 23 49.672
Tabel 4.2. Ringkasan BNT 0,05 tentang Pengaruh Berat Bibit Awal Terhadap Persentase
Pertumbuhan Harian Rumput Laut (Eucheuma cottonii) 15 hari
setelah tanam.

Berat Rata - rata Notasi BNT 5%


bibit 100 8.60
g a
10.89
75 g b
13.92
50 g c
16.16
25 g d
Ket: Angka yang diikuti dengan huruf yan berbeda menunjukkan ada perbedaan yang
nyata pada BNT 5%

Berdasarkan notasi BNT 0,05 menunjukkan bahawa berat bibit awal mempengaruhi

persentase pertumbuhan. Dari table di atas tercantum bahwa perlakuan 100 g berbeda

nyata terhadap 75 g. perlakuan 75 g berbeda nyata terhadap 50 g. perlakuan 50 g berbeda

nyata terhadap 25 g.

Perbedaab berat bibit awal yang mempengaruhi persentase pertumbuhannya yang

palin cepat ditemukan pada perlakuan berat bibit 25 gdengan nilai 16,16%. Perlakuan

yang paling lamban persentase pertumbuhannya adalah 100g dengan nilai rata-rata 8,60%

Adanya pengaruh berat bibit awal rumput laut terhadap persentase pertumbuhan

harian, di duga karena nutrisi yang terkandung di dalam air laut lebih tercukupi untuk

pertumbuhan harian berat bibit 25 g, dari pada 50 g, 75 g, 100 g, dan berat bibit 25 g

lebih leluasa pada perkembngannya disenankan jarak antar bibit yang laijn lebih

renggang karena 25 g berat bibitnya lebih sedikit dari pada yang lainnya.

Dalam perkembangan rumput laut terjadi kompetisi untuk mendapatkan nutrisi. Berat

bibit 25 g kompetisinya tidak terlalu ketat dari pada berat bibit 50 g, 75 g, 100 g,

sehingga persentase pertumbuhan berat bibit 25 g lebih cepat dari pada yang lainnya.
4.2. Pengaruh Berat Bibit Awal Terhadap Persentase Pertumbuhan Harian Rumput Laut (Eucheuma
cottoni) 30 Hari Setelah Tanam

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis statistic dengan ANAVA tunggaltentang

pengaruh berat bibit awal rumput laut (Eucheuma cottoni) terhadap persentase

pertumbuhan 15 hari setelah tanam yang di hitung Persentase Pertumbuhan Harian

(PPH), di peroleh data yang menunjukkan bahwa Fhitung > Ftabel 0,05. Ini menandakan

bahwa terdapat perbedaan yang nyata tentang pengaruh berat bi it awal terhadap

persentase pertumbuhan harian dapat di lihat pada tabel 4.2 data selengkapnya tercantu

pengaruh berat bibit awal rumput laut (Eucheuma cottoni) terhadap persentase

pertumbuhan 15 hari setelah tanam yang di hitung Persentase Pertumbuhan Harian

(PPH), di peroleh data yang menunjukkan bahwa Fhitung > Ftabel 0,05. Ini menandakan

bahwa terdapat perbedaan yang nyata tentang pengaruh berat bi it awal terhadap

persentase pertumbuhan harian dapat di lihat pada tabel 4.2 data selengkapnya tercantum

pada lampiran 3. untuk mengetahui perbedaan tiap perlakuan tentang pengaruh berat bibit

awal rumput laut terhadap persentase pertumbuhan harian dilakukan ujio lanjut dengan

uji BNT 0,05 (tabel 4.2).

Tabel 4.3. Ringkasan ANAVA Tunggal tentang Pengaruh Berat Bibit Awal Terhadap
Persentase Pertumbuhan Harian Rumput Laut (Eucheuma cottonii) 30 hari
setelah tanam.
SK db JK KT Fhitung F5%
Perlakuan 3 43.130 14.377 43.951 3.10
Galat 20 6.542 .327
Total 23 49.672

Tabel 4.4. Ringkasan BNT 0,05 tentang Pengaruh Berat Bibit Awal Terhadap Persentase
Pertumbuhan Harian Rumput Laut (Eucheuma cottonii) 30 hari
setelah tanam.
Berat Rata - rata Notasi BNT 5%
bibit 100 6,27
g 7,46 a
75 g 8,83 b
50 g 9,81 c
25 g d
Ket: Angka yang diikuti dengan huruf yan berbeda menunjukkan ada perbedaan yang
nyata pada BNT 5%

Berdasarkan notasi BNT 0,05 menunjukkan bahawa berat bibit awal mempengaruhi

persentase pertumbuhan. Dari table di atas tercantum bahwa perlakuan 100 g berbeda

nyata terhadap 75 g. perlakuan 75 g berbeda nyata terhadap 50 g. perlakuan 50 g berbeda

nyata terhadap 25 g.

Perbedaab berat bibit awal yang mempengaruhi persentase pertumbuhannya yang

palin cepat ditemukan pada perlakuan berat bibit 25 gdengan nilai 16,16%. Perlakuan

yang paling lamban persentase pertumbuhannya adalah 100g dengan nilai rata-rata 8,60%

Adanya pengaruh berat bibit awal rumput laut terhadap persentase pertumbuhan

harian, di duga karena nutrisi yang terkandung di dalam air laut lebih tercukupi untuk

pertumbuhan harian berat bibit 25 g, dari pada 50 g, 75 g, 100 g, dan berat bibit 25 g
lebih leluasa pada perkembngannya disenankan jarak antar bibit yang laijn lebih

renggang karena 25 g berat bibitnya lebih sedikit dari pada yang lainnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian Pengaruh Penggunaan Kantong Terhadap

Pertumbuhan Alga Laut Kappaphycus alvarezii Dengan Metode Long Line Di

Kabupaten Gorontalo Utara dapat disimpulkan bahwa:

1. Penggunaan kantong alga laut Kappaphycus alvarezii yang dipelihara

dengan metode Long line menunjukkan pola pertumbuhan

Kappaphycus alvarezii yang berbeda.

2. Penggunaan kantong alga laut Kappaphycus alvarezii menghasilkan

pertumbuhan mutlak dan laju petumbuhan spesifik yang terbaik yaitu

133,67 gram dan 3.09 %/hari .

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran yang dapat diajukan yakni :

1. Perlu dilakukan penelitian yang sama dengan menggunakan model

kantong yang berbeda untuk mengetahui pertumbuhan Kappaphycus

alvarezii.

2. Pada masa yang akan datang ketelitian dalam penimbangan pengukuran

berat perlu diperhatikan, ketidaktelitian dalam pengukuran akan

menghasilkan data yang kurang baik.

38
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E., dan Liviawaty, E., 2003. Budidaya Laut dan Cara Pengolahannya.
Bharata. Jakarta.

Anggadiredja, Jana T, ZatnikaA, PurwotoH, IstiniS. 2006. Rumput


Laut.Jakarta(ID):Penebar Swadaya.

Anggadiredja, J.T.,A. Zatnikadan H.S. Purwoto. 2008. Rumput laut. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Anggadiredja, J. T., Zatnika, A., Purwoto, H. dan Istini, S., 2009. Rumput Laut.
Penebar Swadaya, Jakarta.

Aslan, L, M. 1999. Seri Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Malang


Atmadja, W.S., Sulistidjo., 1996. Usaha Pemanfaatan Bibit Stek Algae Euchema
spinosum di Pulau Seribu untuk dibudidayakan dalam Teluk Jakarta;
Sumberdaya, Sifat-sifat Oseanografi serta Permasalahannya. LON –
LIPI. Jakarta.

BSNI. 2010. Produksi Rumput Laut Kotoni (Eucheuma cottonii). Badan Standar
Nasional Indonesia. Bandung

Cahyadi, A. 2009. Kantong Rumput Laut. Media Masa Jakarta. Jakarta.

Destalino, 2013. Cara Mudah Budidaya Rumput Laut Menyehatkan dan


Menguntungkan. Kansius; Yogyakarta.

Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, 2006. Petunjuk Teknis Budidaya Laut


Rumput Laut Eucheuma spp. Direktorat Produksi Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya. Jakarta.

Hitler S. 2011. Pengaruh Berat Bibit Awal Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan
dan Kadar Keragenan Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Varietas
Cokelat Menggunakan Metode Vertikultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Haluoleo. Kendari

Indriani, H dan Suminarsih, E. 2001. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran


Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.
Khasanah, U. 2013. Analisis Kesesuaian Perairan Untuk Lokasi Budidaya Rumput
Laut Eucheuma Cottonii. Jurnal. Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan
Dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Kamla. Y. 2012. Teknik Budidaya Rumput Laut. Dalam: www.damandiri.or.id

/file/yusufkamlasiipbbab2.pdf Diakses 26 Desember 2014 pukul 15.00 WITA


Kordi, M., G. 2010. A to Z Budidaya Biota Akuatik untuk Pangan, Kosmetik dan Obat-obatan. Lily
Publisher. Yogyakarta.

Maftuhah dan Zuhriyah, A. 2011. Kajian Pemasaran Rumput Laut (Eucheuma Cottoni). Jurnal. Studi
Kasus Desa Tanjung Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan

Mondoringin L, Tiwa R.B, Salindeho I. 2013. Pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii pada
perbedaan kedalaman dan berat awal di perairan Talengen Kabupaten Kepulauan
Sangihe;Sulawesi Utara. Jurnal Penelitian
Mamang. N. 2008. Laju Pertumbuhan Bibit Rumput Laut Eucheuma cattonii Dengan Perlakuan Asal
Thallus Terhadap Bobot Bibit Di Perairan Lakeba, Kota Bau-Bau, Sulawesi Tenggara. Jurnal.
Jurusan Ilmu Dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor.

Novalina, S., Widiastuti. M. I.,2010. Pertumbuhan Dan Produksi Rumput Laut Eucheuma cottonii
Pada Kedalaman Penanaman Yang Berbeda. Jurnal. Media Litbang Sulteng III.

Patadjai, R., S. 2007. Pertumbuhan Produksi dan Kualitas Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty)
Doty pada Berbagai Habitat Budidaya yang Berbeda. Program Pascasarjana. Universitas
Hasanuddin. Makassar. 307 hal.

Poncomulyo. T., Maryani. H., Kristiani. L., 2006. Budidaya dan Pengelolaan Rumput Laut. PT.
Agromedia Pustaka. Surabaya.

Pong-masak, R.P., 2010. Panen 10 Kali Lipat dengan Vertikultur. Majalah TROBOS Edisi Juni 2010.
Diakses 18-09-2010.

Soenardjo, N. 2004. Aplikasi Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii (Weber van Bosse)Dengan
Metode Jaring Lepas Dasar (Net Bag) Model Cidaun. Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang.

Sudjiharno, 2001. Teknologi Budidaya Rumput Laut. Balai Budidaya Laut.


Lampung. 91 hlm.

Sujatmiko, W., Angkasa W. I., 2004. Teknik Budidaya Rumput Laut dengan Metode Tali Panjang. BPPT, Jakarta
42
.

43
Sulma, S., dan Manoppo, A. 2008. Kesesuaian Fisik Perairan Untuk Budidaya
Rumput Laut di Perairan Bali Menggunakan Data Penginderaan Jauh.
Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh
LAPAN. PIT MAPIN XVII, Bandung.

Syahlun, Rahman, A., dan Rusliani. 2012. Uji Pertumbuhan Rumput Laut
(Kappaphycus alvarezii) Strain Coklat dengan Metode Vertikultur. Jurnal.
Program Studi Budidaya Perairan Universitas Haluoleo. Kendari.

Thamrin, N. A., 2011. Pengaruh Jarak Tali Gantung dan Jarak Tanam Bibit yang
Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Kadar Karagenan Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii Varietas Coklat dengan Menggunakan Metode
Vertikultur. Program Studi Budibaya Perairan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Universitas Haluoleo. Kendari.
.
Widyartini D.S, A.I Insan, Warsinah. 2006 Meningkatkan Pertumbuhan dan
Produksi Rumput Laut Gracilaria Gigas Dengan Modifikasi Metode
Budidaya dan Sistem Jaring. Purwokerto. Jurnal Penelitian

Yusuf, M. I. 2004. Produksi, Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan Rumput


Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty (1998) yang Dibudidayakan
Dengan Sistem Air Media dan Tallus Benih Yang Berbeda. (Disertasi)
Program Pasca Sarjana Universitas Hasanudin, Makassar.
Zatnika, A. I. A. and Wisman 1994. Teknik Budidaya Rumput Laut. Tim
Rumput Laut BBP. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai