Anda di halaman 1dari 9

STATISTIK PERDAGANGAN EKSPOR-IMPOR RUMPUT LAUT

INDONESIA TAHUN 2020

Nama Anggota:

Ekin Santoso Sim (5203020009)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA

2023

1
BAB I

PENDAHULUAN

Rumput laut atau ganggang laut merupakan sumber daya hayati yang sering ditemui
diwilayah pesisir dan laut. Rumput laut dapat terbagi menjadi empat kelas yaitu:
Chlorophyceae (ganggang hijau), Rhodophyceae (ganggang merah), Cyanophyceae
(ganggang biru), dan Phaeophyceae (ganggang coklat). Dari keempat kelas tersebut hanya
dua kelas yang banyak digunakan sebagai bahan mentah industri, yaitu Rhodophyceae
(ganggang merah) yang terdiri dari:

a. Gracilaria, Gelidium sebagai penghasil agar-agar


b. Chondrus, Eucheuma, Gigartina sebagai penghasil karagian
c. Fulcellaria sebagai penghasil fulceran
d. Phaeophyceae (ganggang coklat) yang antara lain terdiri dari: Ascephyllum,
Laminaria, Macrocystis sebagai penghasil alginat.

Pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia mulai dikembangkan dari tahun 1980-
an, dimana dengan adanya budidaya rumput laut dapat mengubah kebiasaan penduduk
pesisir dari pengambilan sumber daya alam menjadi budidaya rumput laut yang ramah
lingkungan. Usaha budidaya rumput laut, selain dapat meningkatkan perekonomian
masyarakat juga dpat digunakan dalam menjaga kelestarian lingkungan perairan pantai.
Dalam pengembangan budidaya rumput laut memiliki beberapa keunggulan, seperti: (1)
produk yang dihasilkan mempunyai kegunaan yang beragam dalam kehidupan, (2)
tersedianya lahan untuk budidaya yang cukup luas, serta (3) mudahnya teknologi yang
diperlukan dalam proses budidaya.

Rumput laut merupakan ganggang yang hidup hanya dilaut dan tergolong dalam divisi
thallopyta. Secara kesulurahan rumput laut terdiri dari batang yang dikenal dengan
sebuatn Thallus. Bentuk batang dari rumput laut ada bermacam-macam ada yang bulat
seperti tabung, pipih, gepeng, kantong, rambut, dan lain sebagainya. Thallus ada yang
tersusun hanya oleh satu sel (uniseluler) atau banyak sel (multiseluler). Percabangan dari
batang rumput laut atau Thallus seperti thallus dichotomus (dua-dua terus menerus),

2
pinate (dua-dua berlawanan sepanjang thallus utama), pectinate (berderet searah pada
satu sisi thallus utama), dan ada juga yang sederhana tidak bercabang. Sifat substansi
thallus beragam, ada thallus yang bertekstur lunak seperti gelatin (gelatinous), keras yang
diliputi oleh zat kapur (calcareous), lunak hanya dibagian tulang rawan (cartilaginous),
berserabut (spongeous), dan lain sebagainya.

Terdapat dua jenis rumput laut yang telah digunakan manfaatnya, yaitu rumput laut
Karaginofit yang mengandung bahan utama polisakarida karagin dan Agarofit merupakan
rumput laut yang memiliki bahan utama agar-agar. Karaginofit dan Agarofit merupakan
rumput laut ganggang merah atau sering dikenal Rhodophyceae. Jenis kedua yang sering
digunakan manfaatnya dalam dunia industri yaitu Alginofit, yang merupakan rumput laut
ganggang coklat (Phaeophyceae) yang mengandung bahan utama polisakarida alginat.

Rumput laut yang mengandung karaginan berasal dari marga Eucheuma. Karaginan dapat
dibagi menjadi 3 macam yaitu, iota karaginan dikenal dengan tipe spinosum, kappa
karaginann yang dikenal dengan tipe Cottonii, dan lambda karaginan. Agarofit adalah jenis
rumput laut penghasil agar. Jenis-jenis rumput laut agarofit yaitu, Gracilaria sp, Gellidium
sp, dan Gelidiella sp. Jenis-jenis rumput laut alginofit penghasil alginat yaitu, Sargasssum
sp, Tubrinaria sp, Laminaria sp, Aschophyllum sp, dan Macrocystis sp.

Jenis rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah jenis Eucheuma
cottonii dan Gracilaria sp. Secara taksnomi rumput laut jenis Eucheuma, Glacilaria, dan
Sargassum dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Rhodophyta Rhodophyta Phaeophyta


Kelas : Rhodophyceae Rhodophyceae Phaeophyceae
Ordo : Gigartinales Gigartinales Fucales
Famili : Solieriaceae Gracilariaceae Sargassaceae
Genus : Eucheuma Gracilaria Sargassum
Spesies : Eucheuma cottonii Gracilaria verrucosa Sargassum polysystum

Dalam bidang budidaya rumput laut, hanya jenis Eucheuma yang berkembang pesat.
Teknologi budaya rumput laut Eucheuma sp cukup sederhana dan mudah diaplikasikan
bagi masyarakat pembudidaya. Biasanya masyarakat pembudidaya menggunakan metode

3
longline atau metode rawai (apung). Metode ini sangat praktik dan murah biayanya,
kartena menggunakan bahan utama berupa batang bambu, tali nilon atau tali rafia, botol
plastik bekas, dan semen beton sebagai jangkar. Dengan menggunakan metode ini, hasil
produksi rumput laut bergantung pada panjang bentangan tali yang digunkanan. Untuk
satu unit rakit apung terdiri dari 25 bentangan tali dengan panjang masing-masing
mencapai 50 meter dengan padat tebar bibit Eucheuma sp sekitar 1 ton, dengan produksi
rumput laut basah sekitar 8-10 ton/meter, atau setara dengan 800-1000 kg rumput laut
kering. Untuk mendapatkan rumput laut kering sebanyak 1 ton dibutuhkan 8 ton rumput
laut basah.

Akan tetapi, budidaya rumput laut di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan
karena keterbatasannya dukungan modal usaha dari lembaga keuangan, baik pemerintah
maupun swasta. Secara global perdagangan internasional rumput laut untuk dikonsumsi
meningkat secara terus-menerus sejak 50 tahun terakhir. Kebutuhan perdagangan rumput
laut tidak dapat dipenuhi melalui cadangan alam, sehingga dibutuhkannya pemasok dari
hasil budidaya. Semenjak berakhirnya Perang Dunia II, kebutuhan rumput laut ektraksi
terus berkembang pesat. Oleh karena itu, hal ini sangat mendorong usaha budidaya
rumput laut agar betumbuh dengan pesat.

Mengembangkan komoditi rumput laut sebagai fokus dari salah satu produk komoditi
unggulan sektor perikatan merupakan langkah strategis dengan pertimbangan sebagai
berikut: (1) pada tingkat pengembangan budidaya memiliki daya serap tenaga kerja yang
tinggi, teknologi budidaya yang sederhana, dan masa tanam yang relatif pendek sekitar 45
hari (quick yield) dan biaya per unit produksi relatif murah; (2) pada tingkat pengolahan
hasil rumput laut masih membutuhkan sektor lain, sehingga secara tidak langsung dengan
meningkatkan budidaya rumput laut sebagai sektor dagang impor-ekspor dapat
meningkatkan daya serap tenaga kerja yang sangat tinggi dan membantu dalam
memulihkan perekonomian negara. Hal ini dapat dilihat dari negara Indoenesia yang
merupakan negara kepulauan dan memilki potensi yang sangat besar untuk menjadi
supplier rumput laut terbesar di dunia.

4
BAB II

PEMBAHASAN

Ekstraksi rumput laut menghasilkan 3 jenis senyawa antara lain, hydrocolloids, senyawa
pengental, dan pembentuk jelly yang meliputi alginat, agar-agar, dan karaginan. Dengan
perhitungan kasar, 1 juta ton rumput laut basah yang diekstrak dapat menghasilkan
hydrocolloids sebesar 55.000 ton dengan nilai USD$ 585 juta. Raksasa industri
hydrocolloids berada di Denmark dan Amerika Serikat.

1. ALGINAT
Mulai diproduksi secara komersial sejak tahun 1930. Alginat umumnya diekstrak dari
rumput laut coklat yang sekarang banyak dibudidayakan karena harganya mulai
mahal untuk memenuhi kebutuhan industri. Nilai produksi tahunan alginat sekitar
USD$ 213 juta. Penggunaan alginat sangat luas mulai dari industri briket batubara,
kosmetik keramik, keju, es krim, pasta gigi, cat, ban, semir dan kertas. Tak tertutup
kemungkinan penggunaan produk turunan dari rumput laut ini semakin meluas lagi
di masa mendatang.
2. AGAR-AGAR
Ditemukan pada tahun 1658 di Jepang dari hasil ekstraksi algae merah dengan air
panas. Produksi agar-agar sebagian besar menggunakan rumput laut hasil budidaya.
Kebutuhan agar agar dunia mencapai 10.000 ton per tahun dengan konsumen
utama: Jepang (2.000 ton per tahun), Amerika Serikat (1.000 ton per tahun dimana
80% berasal dari impor), dan Jerman (210 - 400 ton per ton). Negara Asia yang
banyak menggunakan agar-agar antara lain Thailand, Singapura dan Malaysia.
3. KARAGINAN
Telah dikenal sejak abad 19 dan semula dikembangkan dari rumput laut merah kecil
Irish Moss yang biasa tumbuh di perairan dingin. Industri karaginan berkembang
pesat dengan ditemukan berbagai jenis rumput laut lain yang mengandung
karaginan tinggi dan dapat dibudidayakan di perairan tropis dengan biaya relatif
lebih murah. Volume pasar produk karaginan (Jasuda,2013) mencapai 15.000-20.000
ton per tahun yang tersebar di Eropa (35%), Asia Pasifik (25%), Amerika Utara (25%),

5
dan Amerika Selatan (15%). Mayoritas penggunaan karaginan untuk kebutuhuan
industri makanan dan minuman, serta industri kosmetik dan farmasi.

Berikut beberapa data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dapat
menunjukkan kegiatan ekspor beserta negara tujuan dan beberapa provinsi produksi
rumput laut:

Tabel II. 1. Daftar Ekspor Rumput Laut Indoneisa Pada Tahun 2019-2020 Dalam Satuan ton.

Negara Tujuan 2019 2020


Tiongkok 155.654,8 148.306,9
Chili 3.951,9 3.438,1
Korea Selatan 8.042,0 7.816,9
Hongkong 532.4 460,8
Filipina 1.325,6 926,7
Jepang 1.419,7 1.403,0
Perancis 3.166,8 3.297,0
Denmark 1.864,2 154,8
Vietnam 5.998,5 6.113,5
Spanyol 2.390,0 2.127,2
Lainnya 7.474,0 3.930,0
Jumlah 191.204,9 177.974,9

Tabel II. 2. Data Produksi Rumput Laut Provisnis Nusa Tenggara Timur

Produksi Rumput Laut (Ton)


Wilayah
2019 2020 2021
Sumba Barat - - 4,00
Sumba Timur 22.844,00 29.738,00 32.337,00
Kupang 1.277.765,00 1.879.266,00 1.166.897,00
Timor Tengah Selatan - - -
Timor Tengah Utara - - -
Belu - - -
Alor 1.903,00 1,989.00 1.994,00

6
Lembata 682,00 381.00 409,00
Flores Timur 112.371,00 113.274,00 7.1462,00
Sikka - - -
Ende - - -
Ngada 300,00 393,00 692,00
Manggarai - - -
Rote Ndao 101.071,00 49.543,00 52.118,00
Manggarai Barat - - -
Sumba Tengah - - -
Sumba Barat Daya 3.319,00 3.554,00 3.621,00
Nagekeo 60,00 62,00 64,00
Manggarai Timur - - -
Sabu Raijua 79.713,00 80.703,00 62.941,00
Malaka - - -
Kota Kupang - - -
Nusa Tenggara Timur 1.600.028,00 2.158.903,00 1.392.539,00

Dari data yang ditampilkan, dapat terlihat bahwa kebutuhan rumput laut hasil ekstraksi
sangat dibutuhkan dalam kebutuhan hidup sehari-hari teruntuknya dalam kebutuhan
industri. Sehingga, sangat memungkinkan bahwa dengan meningkatkan budidaya rumput
laut dapat mendorong perekonomian negara Indonesia.

7
BAB III

KESIMPULAN

Dari hasil penjabaran dan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa rumput laut
merupakan komoditi yang memiliki banyak sekali peluang untuk dikembangkan
dikehidupan kedepan. Baik dari keunggulan yang dimiliki dan kemampuan budidaya yang
mudah dilakukan oleh masyarakat pembudidaya. Selain itu, peluang yang cukup besar
dilakukan di negara Indonesia dalam memenuhi perdagangan rumput laut yang ada.

8
DAFTAR PUSTAKA

Statistik, B. P. (2023). Ekspor Rumput Laut dan Ganggang Lainnya menurut Negara Tujuan
Utama, 2012-2022. Retrieved from Badan Pusat Statistik:
https://www.bps.go.id/statictable/2019/02/25/2025/ekspor-rumput-laut-dan-ganggang-
lainnya-menurut-ne
Statistik, B. P. (2023). Produksi Rumput Laut 2019-2021. Retrieved from Badan Pusat Statistik:
https://ntt.bps.go.id/indicator/56/601/1/produksi-rumput-laut.html
Tri, Y. H. (2016). Pengolahan Rumput Laut Dan Kelayakan Industrinya. Jakarta Selatan: UMJ
Press.

Anda mungkin juga menyukai