RUMPUT LAUT
KELOMPOK I (SATU)
Istilah rumput laut sudah lazim dikenal dalam dunia perdagangan. Istilah
ini merupakan terjemahan dari kata seaweed. Rumput laut sudah dikenal
dan dimanfaatkan oleh manusia sejak zaman kekaisaran Shen Nung sekitar
tahun 2700 sebelum masehi. Rumput laut pada masa itu dimanfaatkan
sebagai obat-obatan dan bahan makanan oleh masyarakat timur. Kemudian
tahun 65 sebelum masehi rumput laut dimanfaatkan sebagai bahan untuk
alat-alat kecantikan pada masa kekaisaran Romawi. Rumput laut digunakan
sebagai pupuk sejak abad ke-4 kemudian digunakan secara besar-besaran
setelah abad ke-12 oleh Perancis, Irlandia dan Skotlandia. Secara ekonomis,
rumput laut baru dimanfaatkan sekitar tahun 1670 di Cina.
Pemanfaatan rumput laut di Indonesia pertama kali di ketahui oleh
orang-orang Eropa pada tahun 1292 yang melayari perairan Indonesia,
mereka mencatat bahwa penduduk yang mendiami pulau-pulau di nusantara
telah mengumpulkan alga laut sejak berabad-abad lamanya untuk sayuran,
namun penggunaanya masih sedikit dan terbatas pada keluarga nelayan saja.
Secara resmi pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia mulai dirintis
sejak tahun 1980-an guna merangsang terjadinya pertumbuhan ekonomi
wilayah pesisir (Aslan, 1998: 13-15).
Usaha budidaya rumput laut sendiri merupakan suatu usaha yang
bertujuan untuk menambah dan meningkatkan pendapatan petani
(masyarakat pesisir) dengan cara mengendalikan perkembangan dan
pemanenan rumput laut. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan
Pengembangan budidaya rumput laut merupakan salah satu alternatif
pemberdayaan masyarakat pesisir yang mempunyai keunggulan dalam hal
produk yang dihasilkan, mempunyai kegunaan yang beragam, tersedianya
lahan untuk budidaya yang cukup luas serta mudahnya teknologi budidaya
yang diperlukan.
B. Tujuan Pembelajaran
Rumput laut atau makro algae sudah sejak lama di Indonesia dikenal
sebagai bahan makanan tambahan, sayuran dan obat tradisional. Rumput laut
menghasilkan senyawa koloid yang disebut fikokoloid yakni agar, algin dan
karaginan. Pemanfaatannya kemudian berkembang untuk kebutuhan bahan
baku industri makanan, kosmetik, farmasi dan kedokteran. Potensi rumput laut
di Indonesia ikut andil dalam peningkatan pendapatan masyarakat pesisir
antara lain Riau, Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi dan Maluku meskipun masih dalam skala kecil. Kebutuhan
rumput laut dari tahun ke tahun selalu meningkat. Peningkatan ini adanya
permintaan pasar dalam dan luar negeri. Apabila dilihat dari kenaikan
nilai ekspor, pada tahun 1985 adalah sebanyak 5.445,678 ton dan pada
tahun 1986 meningkat menjadi 6.560,770 ton. Produksi rumput laut meningkat
lebih tinggi pada tahun 1990, yakni mencapai 119.276 ton dan pada
tahun 1994 produksi rumput laut mengalami penurunan menjadi 110.462 ton
(BPS 1994). Penurunan produksi alami maupun budidaya ini biasanya
dipengaruhi kondisi panen yang tidak tepat waktu petik atau oleh pengaruh
penyimpangan musim yang berakibat buruk tehadap pertumbuhan rumput laut
sebagai akibat dari faktor hidrologi yang tidak sesuai, sehingga pertumbuhan
akan kerdil atau mati. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup juga ditunjang
oleh kestabilan substrat sebagai tempat tumbuh, yakni pengaruh aktivitas
manusia sehari-hari diatas substrat "reef flats" di daerah terumbu karang yang
dapat menimbulkan tekanan terhadap kehadiran dan keanekaragamanrumput
laut. Arthur (1972) menyatakan, bahwa sebaran beserta kompleksitas habitat
berpengaruh terhadap kelimpahan dan keanekaragaman jenis.
Indonesia ialah negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman jenis
rumput laut yang sangat tinggi, bahkan oleh para ahli rumput laut mengatakan
sebagai lumbung rumput laut. Perkembangan kearah industrialisasi rumput
laut, Indonesia masih jauh ketinggalan dengan negara lain seperti Jepang,
Korea, Taiwan dan China. Di Indone-sia sendiri, hasil produksi rumput laut
masih sebatas industri makanan dan bahan baku komoditi ekspor. Dalam
upaya pemanfaatan rumput laut sebagai bahan industri makanan, kosmetik,
farmasi, kedokteran dan pertanian masih perlu belajar kepada negara-negara
yang telah ahli dalam pengolahan rumput laut. Oleh karena itu, tindakan
kedepan masih perlu penelitian pemanfaatan rumput laut yang
berkesinambungan.
1. Daerah Penghasil Rumput Laut
Luas perairan karang di Indonesia lebih kurang 6800 km2
(Mubarak et al 1990). Perairan ini merupakan daerah pertumbuh
rumput laut. Daerah penghasil rumput laut meliputi perairan pantai
yang mempunyai paparan terumbu (reef flats), seperti Kepulauan Riau,
Bangka-Belitung, Seribu, Karimunjawa, Selat Sunda, pantai Jawa bagian
selatan, Bali, NusaTenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, pulau-pulau di
Sulawesi dan Maluku. Perairan ini merupakan tempat tumbuh dari semua
jenis rumput laut yang ada di Indonesia. Jenis yang mempunyai nilai
ekonomis dapat diperoleh diberbagai paparan terumbu. Menurut Mubarak
et al (1998) luas penyebaran rumput laut di Indonesia marga Gracilaria
mencapai 255 km2, Eucheuma 215 km2 dan Gilidium 47 km2. Pertumbuhan
rumput laut alam perlokasi juga diperoleh nilai biomassa yang cukup tinggi
terutama daerah paparan terumbu pulau-pulau kecil. Di beberapa paparan
terumbu di Teluk Lampung biomassa berat basah mencapai 112,50 g/m2
sampai 508,75 g/m2 dan jumlah jenis yang diperoleh mencapai 33 jenis
(Kadi, 2000). Rumput laut penghasil alginat dari marga Sargassum banyak
diperoleh di Selat Sunda yakni di sekitar daerah tubir mencapi 500 sampai
900 g/m2 dan jumlah jenis yang diperoleh 7 jenis. Di Kepulauan Seribu
terdapat jumlah jenis rumput laut yang menonjol mencapi 101 jenis dengan
biomassa berat basah dari berbagai kelas Chlorophyceae 1370 g/m2,
Phaeophyceae 2719 g/m2 dan Rhodophyceae 1542 g/m2 (Atmadja, 1977).
Kisaran jumlah jenis dan biomassa berat basah di perairan Pulau
Jawa dan sekitarnya 30-90 jenis dengan berat basah yang
diperoleh 211,20g/m2-1356 g/m2 (Kadi dan Sulistijo, 1988). Beberapa
kehadiran rumput laut di paparan terumbu yang mewakili daerah penghasil
rumput laut antara lain di daerah pantai Pananjung, Pangandaran diperoleh
50 jenis dengan berat basah 144 -324 g/m2. Pulau Bali di Tanjung Benoa
43 jenis dengan berat basah 732 g/m2. Pulau-pulau di Sulawesi Selatan
dan Tenggara 64 jenis dan berat basah 292-684 g/m2. Pulau-pulau di
Maluku diperoleh 88 jenis (Atmadja dan Sulistijo, 1980) (Tabel 1).
Rumput laut di perairan pantai diberbagai daerah di Indonesia
sekarang ini telah mengalami penurunan, terutama kuantitas kehadiran
jenis dan panenan tegakan (stand-ing crops ) berat basah yang diperoleh
dalam satu meter kwadrat. Kondisi ini banyak dialami di perairan pantai
Kepulauan Seribu, Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara dengan panenan
tegakan berat basah hanya mencapai 22,05 g/m2 - 89,5 g/m2 (KADI 2001).
Penurunan ini disebabkan oleh beberapa indikasi yang terjadi didaerah
pertumbuhan rumput laut. Salah satu faktor yang umum yakni adanya
pencemaran air yang berasal buangan limbah kota melalui aliran sungai
yang terbawa arus dan tersebar di berbagai perairan pulau-pulau kecil
disekitarnya. Pencemaran dalam tingkat lokal bisa terjadi disebabkan oleh
para nelayan yang mencari ikan hias dengan menggunakan bahan sianida.
Pengaruh racun tersebut, menyebabkan pertumbuhan rumput laut akan
mengalami pengelupan kulit thallus dan kemudian mati. Tingkat perusakan
yang pal-ing fatal dan bersifat permanen ini, dilakukan oleh para
penambang batu karang masyarakat setempat yang digunakan sebagai
bahan bangunan. Apabila kejadian ini di biarkan terus-menerus, maka akan
terjadi erosi pantai serta hilangnya subtrat rumput laut dan biota lainnya.
Kondisi semacam ini banyak dijumpai di pantai Teluk Lampung, Selat
Sunda bagian utara, Kepulauan Seribu bagian utara, pulau-pulau kecil di
Sumbawa dan Sulawesi Utara.
2. Sebaran Dan Habitat Rumput Laut
Kehadiran rumput laut di perairan Indonesia banyak dijumpai di
perairan pantai yang mempunyai paparan terumbu. Distribusi dan
kepadatannya tergantung pada tipe dasar perairan, kondisi hidrografis
musim dan kompetisi jenis (Soegiarto, 1977). Sebaran rumput laut di
berbagai perairan Indonesia mempunyai habitat yang berbeda-beda yakni
substrat berlumpur, grave-pasir kasar dan batu karang. Rumput laut yang
tumbuh menancap di tempat berlumpur atau pasir-lumpuran kebanyakan
dari marga Halimeda, Avrainvillea dan Udotea thallus basal mempunyai
karakteristikberubi atau "Bulbous". Kehadiran jenis ini dapat diketahui dari
perairan pantai Kepulauan Riau, Selat Sunda, Kepulauan Seribu,
Karimunjawa dan pulau-pulau di Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan.
Pasir merupakan substrat bagi tempat tumbuh hampir semua jenis rumput
laut dengan cara holfast menancap, menempel atau mengikat partikel-
partikel pasir. Pengikat substrat ini kebanyakan dimiliki oleh marga
Caulerpa, Gracilaria, Eucheuma dan Acanthophora, tumbuh di seluruh
perairan pantai di Indonesia. Substrat batu karang dapat dijumpai pada
pulau-pulau yang mempunyai arus deras dan ombak besar dan berfungsi
secara tidak langsung untuk menahan erosi pantai. Rumput laut yang
tumbuh dengan cara melekat menggunakan holfast berbentuk cakram,
kebanyakan berada di daerah tubir, dari marga Gelidium, Gelidiopsis,
Gelidiella, Hypnea, Laurecia, Hormophysa, Turbinaria dan Sargassum.
Catatan hasil penelitian P2O-LIPI menunjukan bahwa sebaran dan habitat
rumput laut di beberapa paparan terumbu di Indonesia, kehadirannya
banyak dijumpai di perairan Selat Sunda, Jawa bagian selatan, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, pulau-pulau di Sulawesi Selatan
dan Utara serta perairan Maluku. Rumput laut ini tumbuh pada perairan
pantai yang jernih banyak ombak dan arus deras (Tabel 2).
a. Kawasan Indonesia Bagian Barat.
Sebaran rumput laut di kawasan ini terdapat keanekaragaman
jenis yang sangat bervariasi kebanyakan habitat paparan terumbu dan
subtrat lumpur, gravel, pasir, batu karang dan kombinasi dari substrat
yang ada. Panjang paparan dari tubir ke arah garis pantai 50-300 m atau
lebih. Kedalaman air di paparan terumbu pada waktu surut rendah
mencapai 5-80 cm. Salinitas air di dalam paparan 28-33 ppm. Parameter
lingkungan ini diperoleh pada tahun 1999-2004 di Kepulauan Anambas,
Natuna, Selat Malaka, Riau, Bangka, Belitung, Selat Karimata, Teluk
Lampung, Selat Sunda, Kepulauan Seribu dan Karimunjawa. Perolehan
jenis rumput laut mencapai 30-45 jenis. Apabila dibandingkan dengan hasil
penelitian di tempat yang sama pada tahun 1977-1980 perolehan jenis
rumput mencapai 50-101 jenis (Atmadja dan Sulistijo, 1980). Pengaruh
lingkungan menunjukan adanya penurunan jumlah jenis yang bisa
diakibatkan oleh faktor biotik maupun abiotik. Hasil catatan survei lapangan
menunjukan bahwa, kerusakan substrat di paparan terumbu di Indonesia
bagian barat sebagian besar dipengaruhi oleh kegiatan manusia atau faktor
biotik "anthro-pogenic." Pola pengrusakan substrat melalui penambangan
batu karang dan pasir. Hal ini lebih parah dari pada yang dilakukan
oleh faktor abiotik. Pada paparan terumbu ini sedikit rumput laut yang
tumbuh, dan jarang dijumpai pertumbuhan marga Sargassum, Turbinaria,
Eucheuma dan Gracilaria. Perairan pantai Pulau Jawa bagian selatan
merupakan salah satu habi-tat rumput laut dengan kondisi substrat
yang stabil, dapat dijumpai di daerah Pameungpeuk-Garut, Binuangeun,
Cilurah-Pandeglang serta Krakal-Wonosari. Daerah ini merupakan
penghasil rumput laut alam marga Gelidium, Gellidiella, Gracilaria
dan Sargassum.
b. Kawasan Indonesia Bagian Tengah
Pada paparan terumbu pulau-pulau kecil di perairan pantai Indonesia
bagian tengah, banyak dijumpai panenan rumput laut yang bersifat
musiman (annual) salah satu contoh marga Gracilaria, sedangkan yang
panen sepanjang tahun (perenial) dari marga Sargassum. Sebaran jenis
rumput laut di pulau besar dan kecil kadang terdapat perbedaan yang
nyata. Rumput laut Gracilaria tahan terhadap pengaruh air tawar, bahkan
dapat hidup di air payau, sehingga banyak jenis Gracilaria dijumpai di
pantai pulau-pulau besar, sedangkan Sargassum tidak tahan terhadap
air tawar bila terlalu lama terendam akan mati dan banyak dijumpai di
pulau-pulau kecil. Habitat kedua marga ini banyak dijumpai di paparan
terumbu dari campuran berbagai substrat batu karang, rubble-gravel - pasir
dan karang mati. Kawasan perairan pantai Indonesia bagian tengah
kadang-kadang mempunyai panjang paparan terumbu bervariasi dan yang
umum dari tubir ke arah garis pantai adalah mencapai 50-800 m, banyak
juga paparan terumbu berjarak pendek dan langsung dalam (drop off).
Kedalaman air surut rendah 0-10 cm atau paparan terumbu bisa menjadi
kering sekali. Salinitas perairan yang diambil di daerah sekitar paparan
adalah berkisar antara 32-34 ppm. Parameter lingkungan ini diperoleh
pada tahun 1997-2003 yang dilakukan dibeberapa perairan pulau seperti
Bali, Lombok, Moyo, Sumbawa, Kupang, Kalimantan Timur, Baran Lompo,
Baran Ca di Sulawesi Selatan dan Tenggara, Kwandang, Sulawesi Utara,
Tagulandang, Ruang, Pasige serta Sangir-Talaud. Kehadiran rumput laut
yang dominan adalah Halimeda, Padina, Sargassum, Gracilaria,
Bornethella dan Acanthophora. Di perairan Kalimantan Timur, yaitu
di Pulau Derawan, Sangalaki, Panjang, Kakaban, Samama dan
sekitarnya kebanyakan diperoleh pertumbuhan rumput laut yang
mengandung "starch", sedangkan yang mengandung "gel" sangat jarang
ditemukan. Hal ini diakibatkan perairan pantai di pulau-pulau tersebut
merupakan daerah asuhan penyu hijau dan rumput laut merupakan pakan
bagi penyu hijau (Kadi, 2000).
c. Kawasan Indonesia Bagian Timur.
Kawasan perairan pantai di pulau-pulau kecil banyak dijumpai rumput
laut yang tumbu pada substrat yang terbentuk dari batu karang dan bagian
tepi di daerah garis pantai terdapat substrat pasir. Panjang paparan dari
tubir kearah garis pantai pada umumnya mencapai 50-450 m atau lebih,
banyak dijumpai paparan pendek dan langsung dalam (drop off).
Kedalaman air di daerah paparan pada waktu surut rendah kering sekali
dan ketinggian air pada waktu pasang sangat ekstrim. Salinitas air yang
diambil dari daerah tubir mencapai 30-34 ppm. Parameter tersebut
diambil tahun 1984-1998 yang dilakukan di beberapa pulau-pulau, seperti
Ambon, Seram, Kai, Gorong, Tanimbar dan Maisel. Pertumbuhan rumput
laut yang dominan adalah marga Caulerpa, Codium, Ulva, Dictyota,
Padina, Sargassum, Amphiroa, Gracilaria, Halimenia, Hypnea, dan
Acanthophora. Perairan kawasan Indone-sia bagian timur, kondisi
pertumbuhan rumput laut banyak yang masih virgin dan dapat dikatakan
sebagai gudang rumput laut untuk mewakili suluruh perairan yang ada di
Indone-sia. Kehadiran rumput laut yang ada di pulau-pulau terpencil baru
sebagian kecil dimanfaatkan dan masih terbatas sebagai bahan makanan
dan sayur oleh penduduk setempat. Habitat rumput laut di Indonesia
bagian timur relatif lebih baik, jika dibandingkan kawasan Indonesia bagian
tengah dan barat. Sebaran jenis rumput laut di kawasan Indone-sia bagian
timur relatif lebih merata di berbagai perairan pantai.
B. Klasifikasi Rumput Laut
1. Euecheuma
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Bangsa : Gigartinales
Suku : Solierisceae
Marga : Euecheuma
Jenis : E. spinosum dan E cottonii
Nama untuk jenis ini nama dagangnya lebih dikenal adalah E.cottonii,
ciri cirinya yaitu thalus silindris, permukaan yang licin, cartilageneus
(menyerupai tulang rawan/muda), berwarna hijau terang, hijau olive dan coklat
kemerahaan. Percabangan thallus berujung runcing atau tumpul, ditumbui
nodulus (tonjolan tonjolan), duri lunak tumpul untuk melindungi gametangia.
Percabangan bersifat alternates (selang seling), tidak beraturan, serta dapat
bersifat dichotomus (percabangan dua dua), atau trichotomus (sistem
percabangan tiga tiga). Habitat rumput laut ini memerlukan sinar matahari
untuk proses foto sintesis. Oleh karena itu rumput laut ini hanya
hidup didaerah lapisan fotik, yaitu kedalaman sejauh sinar matahari
masih dapat menembus kedalaman air. Di alam jenis ini hidup berkumpul
dalam satu komunitas atau koloni dan indikator jenisnya hidup di rataan
terumbu karang dangkan sampai kedalaman 6 m, melekat di batu karang atau
benda keras lainnya. Faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan
jenis ini yaitu cukup arus deras dengan salinitas (kadar garam) yang stabil
yaitu berkisar 28-34 per mil. Oleh karena itu rumput laut ini baik jika tumbuh
jauh dari muara sungai.
2. Hypnea sp
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Bangsa : Gigartinales
Suku : Hypneaceae
Marga : Hypnea
Jenis : Hypnea sp
Gambar 3: Hypnea sp
3. Glacelaria
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Bangsa : Gigartinales
Suku : Glacelariaeceae
Marga : Glacelaria
Jenis : Glacelaria gigas
Glacelaria verrucosa
Glacelaria lichenoides
4. Gelidium
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Bangsa : Gilidiales
Suku : Gelidiaceace
Marga : Gelidium
Jenis : Gelidium sp
Gambar 7. Gelidium sp
5. Sargassum
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Phaeophyceae
Bangsa : Fucales
Suku : Sargassacaceae
Marga : Sargassum
Jenis : Sargassum polyfolium
5. Mencegah kanker
Rumput laut mengandung zat anti oksidan alami yang disebut
dengan lignan. Senyawa ini dikenal mampu memperlambat pertumbuhan
tumor. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa kandungan asam folat
yang tinggi di dalam rumput laut mampu mencegah kanker usus besar.
Selain itu, pada penelitian Harvard School of Public Health di Amerika,
menyatakan bahwa wanita di Jepang memiliki 3x lipat lebih kecil
kemungkinan terserang kanker Payudara, hal ini di karenakan pola
makan mereka yang selalui membumbui rumput laut pada setiap
makanan. Hal ini juga mempercepat luka dalam tubuh.
7. Mencegah Anemia
Rumput laut yang berjenis spirulina dapat menstabilkan jumlah sel-
sel darah. Rumput laut juga bisa mengurangi hambatan sel-sel darah dan
meningkatkan produksi sel darah dalam tubuh karena rumput laut
memiliki kandungan zat besi yang sangat tinggi.
8. Bisa Untuk Diet
Rumput laut mengandung serat alami, sesuai dengan fungsi serat.
Serat berfungsi melancarkan sistem pencernaan, kandungan serat juga
membuat perut terasa kenyang lebih lama.
Peluang Pasar Selama ini, Rumput Laut Euchema cottoni yang paling
banyak diolah menjadi manisan rumput laut, dodol rumput laut, permen
jelly rumput laut, cendol rumput laut, puding rumput laut, krawu (urap-urap)
rumput laut, ice cream, dan lainnya. Pemanfaatan Rumput Laut sekarang
ini hanya sebagai campuran atau pelengkap dari makanan atau minuman.
Namun penyaluran dalam bentuk bahan baku pembuatan suatu produk
sangat jarang digunakan. Karena melihat adanya peluang untuk memulai
bisnis penyaluran keragenan pada masyarakat sebagai pengganti
pengawet kimia, pengental dan pembentuk gel kimiawi. Sehingga
masyarakat dapat menggunakan produk alami.
Keragenan dapat dicampurkan kedalam makanan seperti bakso,
empek-empek, roti, dan siomay dengan fungsi sebagai pengawet,
pengenyal, dan pengental maka produk ini sangat cocok digunakan
sebagai bahan tambahan yang tidak merugikan konsumen. Selain itu,
dewasa ini sangat banyak pedagang-pedagang yang menggunakan boraks
sebagai pengawet, pengental dan pengenyal makanan. Padahal
pemakaian boraks dilarang pada produk makanan, itu adalah hal yang
illegal. Namun keragenan ini adalah produk yang legal digunakan terhadap
makanan.
a. Industri Pangan
Jelly merupakan makanan paling sederhana yang dibuat dari agar
atau karagenan. Jelly biasanya diproduksi dicampur dengan bahan
makanan lain seperti buah, ekstrak kacang-kacangan. Tujuan
penambahan agar, karagenan ataupun alginat diantaranya adalah untuk
mendapatkan tekstur tertentu, untuk makanan diet,stabilizer,pengental
dan lain sebagainya.
Pada industri makanan kaleng,seperti daging dan ikan dalam
kaleng, memerlukan bahan pengental, pembentuk gel serta
pensuspensi dengan memanfaatkan agar dan karagenan. Hal ini
dilakukan agar produk dalam kaleng memiliki kemampuan melting
temperature dan gel strength lebih tinggi Kemampuan Alginat dan
karagenen dalam membentuk busa dan kejernihan menyebabkan
hidrokoloid tersebutdimanfaatkan dalam proses pembuatan bir.
b. Industri Farmasi
Faktor yang mempengaruhi rumput laut dalam industri farmasi
antara lain sifat kimia fisika dari senyara metabolit primer dan sekunder
yang dihasilkan. Senyawa metabolit primer yang dimaksud adalah agar,
karagenan (iota, kappa dan lambda) serta alginat. Senyawa senyawa ini
berfungsi sebagai suspending aget, thickener, emulsifier, stabilizer, film
former, coating agent, gelling agent, dan lain sebagainya.
c. Industri Kosmetik
Pada industri kosmetik, penggunaan agar, karagenan dan alginat
biasanya digunakan untuk produk sabun krim, sabun cair, shampoo,
lotions, pasta gigi pewarna bibir dan produk produk perawatan kulit
seperti hand body lotion dan pencuci mulut serta hair lotions.
d. Bioteknologi
Sebagian besar agar digunakan dalam bidang makanan.
Penggunaan dalam bidang bio teknologi kurang lebih hanya 9% yaitu
digunakan sebagai medium untuk menumbuhkan mikroba, seperti
bakteri, jamur, yeast, mikro alga. Penggunaan lain sebagai medium
dalam industri perbanyakan bibit secara kultur jaringan.
e. Industri Non Pangan.
Penggunaan agar, karagenan dan alginat di dalam industri non
pangan diantaranya adalah industri makanan ternak. Keramik, cat,
tekstil, kertas dan pembuatan film fotografis.
1) Makanan ternak
Pet food atau makanan ternak biasanya berupa makanan
dalam kaleng atau pellet. Fungsi agar, karagenan atau alginat untuk
menstabilkan dan mempertahankan komposisi dari makanan ternak.
Khusus untuk pellet fungsi utamanya untuk melapisi pellet , sehingga
udara yang ada di dalam pellet akan tertahan dan pellet tidak mudah
tenggelam, juga untuk mengikat air dari dalam pellet selama
penyimpanan dan pengangkutan.
2) Keramik
Karagenan mempunyai kemampuan sebagai gelling point pada
temperatur dan tekanan yang tinggi. Oleh karena itu, karagenan
dicampurkan ke dalam pelapis keramik pada pembuatan busi
otomotif. Dengan menggunakan karagenan, mampu mendukung
honeycomb keramik.
3) Cat
Fungsi karagenan dan alginat dalam industri cat adalah
sebagai penstabil dan perekat pada permukaan dinding pada saat
mengering, bersifat sebagai pengemulsi pada resin cat supaya
minyak dan air tercampur dengan sempurna.
4) Tekstil
Karagenan, agar dan alginat didunakan dalam industri tekstil,
yang fungsinya untuk merekatkan benang saat di tenun. Juga dalam
pencampuran warna pada saat mewarnia benang dengan maksud
agar warna benang rata, tidak pecah dan lembut.
5) Kertas
Alginat mempunyai kemampuan membentuk film yang lembut,
tidak terputus dan dapat menjadi perekat yang baik. Pembentukan
film tersebut memperkuat serat selulosa dan ketegangan permukaan
kertas yang baik dalam mengatur ketebalan tinta,
6) Pembuatan Film Fotografis
Agar banyak digunakan untuk pelapisan film untuk foto. Hal ini
disebabkan sifat agar lebih baik dari pada gelatin karena memiliki gel
strength atau kekuatan gel yang lebih kuat.Dengan demikian dalam
kondisi panas seperti daerah tropis yang suhunya relatif tinggi film
tidak mudah meleleh.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dua pertiga dari wilayah Indonesia berupa laut. Berbagai potensi biota
laut terkandung didalamnya, diantaranya adalah algae (ganggang laut).
Gulma laut atau rumput laut merupakan salah satu sumber daya hayati yang
terdapat di wilayah pesisir dan laut yang kaya akan kandungan gizinya.
Kandungan rumput laut umumnya adalah mineral esensial (besi, iodin,
aluminum, mangan, calsium, nitrogen dapat larut, phosphor, sulfur, chlor.
silicon, rubidium, strontium, barium, titanium, cobalt, boron, copper, kalium,
dan unsur-unsur lainnya), asam nukleat, asam amino, protein, mineral, trace
elements, tepung, gula dan vitamin A, D, C, D E, dan K. Untuk mendapatkan
nilai jual yang tinggi, diperlukan penanganan yang baik kualitas ekspor.
Penanganan merupakan kegiatan pra panen untuk mendapatkan mutu
bahan baku yang baik sesuai standar. Oleh karenanya untuk mendapatkan
hasil yang maksimal, maka kegiatan pra panen akan dapat memaksimalkan
mutu rumput laut baik dari mutu bahan baku maupun nilai jualnya.
Dari jenis rumput komersial dihasilkan produk agar, karagenan dan
alginat. Agar merupakan hidrokoloid rumput laut yang memiliki kekuatan gel
yang sangat kuat. Senyawa ini dihasilkan dari proses ekstraksi rumput laut
kelas Rhodophyceae terutama genus Gracilaria, Gelidium. Agar merupakan
senyawa polisakarida dengan rantai panjang yang disusun dari dua pasangan
molekul agarose dan agaropektin. Fungsi utama agarose adalah untuk
mencegah terjadinya dehidrasi dari makanan yang ditambahkan.
Karagenan adalah senyawa hidrokoloid, merupakan senyawa
polisakarida rantai panjang yang diekstrak dari rumput laut jenis karagenofit
seperti Eucheuma sp, Hypnea sp. Karagenan dibedakan menjadi 3 macam
yaitu iota karagenan, kappa karagenan dan lambda karagenan. Ketiganya
berbeda dalam sifat gel. Kappa karagena menghasilkan gel yang kuat,
sedangkan iota karagenan membentuk gel yang halus dan mudah dibentuk.
Alginat merupakan hidrokoloid yang diekstrak dari alga coklat atau
Phaeophyceae. Rumput laut penghasil alginat diantaranya adalah genus
Sargassum dan Turbinaria. Alginat menjadi penting karena penggunaan nya
yang luas dalam industri karena sifatnya sebagai pembentuk gel, bahan
pengemulsi dll. Di dalam bidang kosmetik dan farmasi, alginat dimanfaatkan
dalam bentuk asam alginat, garam sodium alginat dan kalsium alginat.
Dari bahan agar, karagenan maupu alginat dimanfaatkan untuk industri
pangan, farmasi, non pangan maupun bio teknologi. Dapat dikatakan bahwa
rumput laut merupakan hasil laut yang kaya akan gizinya dan potensinya
tersebar hampir diseluruh Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, j.T., Heri Purwanto, Sri Istini. 2006. Rumput Laut. Panebar
Swadaya. Jakarta.
Atmadja, W.S. dan Sulistijo. 1980. Algae Bentik. Dalam: Peta Sebaran
Geografik Beberapa Biota laut Di Perairan Indonesia (M.K. Moosa;
W. Kastoro dan K. Rohmimohtarto eds.) LON-LIPI. Jakarta :42-51.
Dinas Kelautan dan Perikanan. 2007. Budidaya Rumput Laut. DKP. Banten.
Ham bali,E., Ani Suryani. Wadli. 2004. Membuat Aneka Olahan Rumput Laut.
Panebar Swadaya. Jakarta.
Kadi, A. 2000. Rumput laut di Perairan Kalimantan Timur. Dalam: Pesisir dan
Pantai Indonesia IV. (D. P. Praseno dan W.S. Atmadja eds.). Puslit-
Oseonolografi-LIPI. Jakarta: 107-114.
Mubarak, H., S. Ilyas, dkk. 1990. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut
PHP/KAN/PT/ 13/1990. Jakarta: 93 hal.
Rizki dan Marita. 2010. Pembuatan Alginat Dari Rumput Laut Untuk
Menghasilkan Produk Dengan Rendemen Dan Viskositas Tinggi.
http://eprints.undip.ac.id/3753/1/makalah_penelitian_Rizki__dan_Marita.
pdf. Diakses pada hari Sabtu, tanggal 15 November 2014.