Anda di halaman 1dari 5

Startegi Kinerja Manajemen Rantai Pasok Industri Komoditas Rumput

Laut Untuk Memenuhi Permintaan Internasional.

Pendahuluan
Komoditas rumput laut merupakan komoditas penting bagi perekonomian Indonesia. Arti
penting tersebut karena komoditas rumput laut memiliki nilai ekonomi tinggi dan besarnya
potensi pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia. Berbagai produk olahan turunan yang
berasal dari rumput laut juga menunjukkan bahwa komoditas rumput laut mempunyai nilai
ekonomi yang
tinggi bila bisa diolah di dalam negeri, sehingga nilai tambah yang tercipta lebih banyak bisa
dinikmati oleh petani dan produsen pengolah di Indonesia. Rumput laut (Seaweed) merupakan
komoditi yang sangat penting dewasa ini. Hal ini terlihat dari berbagai produk yang berhubungan
dengan kehidupan sehari-hari yang menggunakan rumput laut sebagai bahan bakunya. Rumput
laut merupakan produk serbaguna yang dapat digunakan langsung untuk dikonsumsi atau diolah
menjadi makanan tambahan, makanan ternak, pupuk, biofuel, kosmetik, obat obatan dan
sebagainya (Valderrama, et. al., 2013).
Secara nasional produksi rumput laut pada tahun 2011 hanya 4,3 juta ton (Kementrian Kelautan
dan Perikanan, 2012). Padahal apabila seluruh potensi dimanfaatkan, produksi rumput laut yang
dapat dihasilkan bisa mencapai sekitar 17,774 juta ton per tahun. Apabila dihitung dengan
tingkat harga rata-rata Rp 9.000,-/kg, pendapatan dari penjualan rumput laut akan mencapai
sekitar Rp. 159,970 triliun. Dengan demikian, apabila industri pengolahan rumput laut
dikembangkan, maka rumput laut dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan serta penurunan angka kemiskinan di
Indonesia.
Sulawesi Selatan merupakan salah satu sentra produksi rumput laut, dan rumput laut merupakan
salah satu komoditas unggulan daerah ini. Areal budidaya rumput laut daerah ini mencapai
seluas 193.700 ha untuk budidaya di laut dan 32.000 ha untuk budidaya di tambak. Potensi
produksinya mencapai 785.306 ton, yang terdiri dari Eucheuma cotonii 465.306 ton dan
Gracillaria varrucosa 320.000 ton. Namun potensi tersebut baru dimanfaatkan sekitar 10%.
Meskipun rumput laut merupakan komoditas yang potensial untuk dikembangkan, namun
permasalahan masih sering muncul dalam pengembangan komoditas tersebut, terutama daerah
tertinggal. Diantaranya adalah usaha budidaya rumput laut umumnya berskala kecil dengan
lokasi yang tersebar sehingga biaya transportasi per unit tinggi (Zakirah, 2008). Permasalahan
lain yang menghambat pengembangan komoditas rumput laut adalah struktur pasarnya yang
cenderung oligopsoni, yang ditandai oleh terbatasnya jumlah pedagang pengumpul.
Berkembangnya teknologi telah mendorong penggunaan produk ini menjadi lebih luas sehingga
mendorong permintaan dan produksi di berbagai negara. Rumput laut yang dibudidayakan di
Indonesia diklasifikasikan berdasarkan warna yaitu: (1) rumput laut merah (Rhodophyceae),
rumput laut yang paling banyak ditemukan jenisnya di perairan Indonesia yaitu sekitar 452 jenis;
(2) rumput laut hijau (chlorophyceae), ditemukan sekitar 196 jenis di perairan Indonesia; (3)
rumput laut coklat (Phaeophyceae) sekitar 134 jenis; dan (4) rumput laut pirang (Chrysophyceae)
(Suparmi, 2009).Jenis rumput laut yang biasa dijadikan bahan makanan adalah algamerah dan
alga coklat. Alga merah merupakan jenis rumput laut yang dikonsumsi sebagai makanan segar
oleh masyarakat di Hawaii dan digunakan sebagai salad, sup dan makanan diet rendah kalori
(Kilinc,et. al., 2013). Alga merah juga dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman. Rumput laut
coklat kaya akan olysaccharides fucoidans sehingga digunakan sebagai bahan baku industri.
Produk utama yang dihasilkan oleh rumput laut coklat ini adalah agar-agar, agaroses, algins, dan
carrageenans (Kilinc, et. al., 2013). Produk tersebut dijadikan bahan baku pada berbagai Industri
seperti farmasi, makanan dan produk konsumen lainnya. Beragamnya jenis rumput laut di
Indonesia menunjukan besarnya potensi pemanfaatannya secara ekonomi. Hal ini juga didukung
olehluasnya daerah potensial untuk pembudidayaan rumput laut. Dengan demikian, rumput laut
dapat menjadi sumber mata pencaharian terutama untuk masyarakat pesisir Indonesia karena
menurut Valderrama et. al. (2013) pembudidayaan rumput laut tidak membutuhkan modal yang
besar dan teknologi tinggi. Hal ini merupakan peluang bagi Indonesia.Budidaya dan industri
rumput laut menjadi penggerak utamapembangunan ekonomi Indonesia (The Economist, 2013).
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian singkat diatas, maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut ;
1. Bagaimana strategi dan manajemen perencanan rantai pasok industri komoditas rumput
laut untuk memenuhi permintaan pasar internasional.
2. Bagaimana strategi procurement
3. Bagaimana strategi produksi
4. Bagaimana startegi warehouse/inventory
5. Baimana strategi transportasi

Metode Penelitian

Hasil Yang Diharapkan


Refensi
Hasil Yang Diharapkan

Anda mungkin juga menyukai