(Studi Kasus Di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember)
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh: Wiji Lestari NIM. 101510601007
Dosen Pembimbing: DPU : Rudi Hartadi, SP., M. Si. DPA : Aryo Fajar Sunartomo, SP., M. Si.
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2013
KAJIAN EFISIENSI BUDIDAYA DAN POLA PEMASARAN GURAME SERTA STRATEGI PENGEMBANGANNYA (Studi Kasus Di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember)
PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan Guna Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Studi Agribisnis (S1) dan Mencapai Gelar Sarjana Pertanian
Oleh Wiji Lestari NIM 101510601007
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2013
KAJIAN EFISIENSI BUDIDAYA DAN POLA PEMASARAN GURAME SERTA STRATEGI PENGEMBANGANNYA (Studi Kasus Di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember)
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh: Wiji Lestari NIM. 101510601007
Dosen Pembimbing: DPU : Rudi Hartadi, SP., M. Si. DPA : Aryo Fajar Sunartomo, SP., M. Si.
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2013
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian sebagian besar penduduknya, dimana sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Pengembangan sektor pertanian dalam arti luas, mulai dari sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan sampai pada basis sumber daya alam lainnya diharapkan dapat menciptakan pemerataan pendapatan dan penyediaan lapangan pekerjaan (Yamin, 2005). Pembangunan pertanian dikatakan sebagai pembangunan ekonomi di sektor pertanian, karena pertanian merupakan salah satu sektor dalam kehidupan ekonomi. Pembangunan sektor pertanian memiliki kontribusi dalam pendapatan nasional, dan kontribusi dalam menyumbang devisa negara. Kebutuhan manusia terhadap produk pertanian semakin lama semakin berkembang. Konsep pembangunan pertanian mencangkup banyak aspek, mulai dari aspek teknis produksi dengan berbagai dimensinya, aspek pemasaran pada skala lokal, nasional, bahkan global juga mencangkup aspek sumberdaya manusia yang terlibat dalam semua pembangunan pertanian dan aspek kebijakan (Yuwono, 2011). Perikanan merupakan salah satu cabang dari pertanian dalam arti luas. Tujuan pembangunan sub sektor perikanan diantaranya (1) meningatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan pangan termasuk perbaikan gizi, (2) meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan petani ikan, (3) memperbaiki status sosial nelayan/petani ikan, (4) menyerap tenaga kerja. Tujuan tersebut dicapai dengan melakukan kegiatan intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi perikanan. Usaha intensifikasi diarahkan untuk mencapai produktivitas yang optimal, dengan memperhatikan kelestarian sumber-sumber perikanan. Ekstensifikasi diarahkan untuk memperluas usaha penangkapan dan budidaya ke daerah-daerah yang masih mempunyai potensi yang besar. Diversifikasi diarahkan pada penganekaragaman usaha perikanan dan pengembangan industri pengolahan dan pemasaran. Usaha perikanan pada dasarnya terbagi atas (1) usaha perikanan laut, (2) budidaya perikanan darat dan (3) usaha perikanan diperairan umum yang memiliki permasalahannya sendiri-sendiri (Tohir, 1991). Pola kegiatan usaha budidaya perikanan darat dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu usaha tangkap dan usaha budidaya. Usaha budidaya ikan merupakan salah satu cara mengembangbiakkan ikan baik dalam kolam, minapadi, maupun diusahakan pada keramba. Usaha budidaya ikan menjadi salah satu pilihan bagi masyarakat dalam mengatasi keterbatasan sumberdaya perikanan darat dan juga untuk menjaga kelestarian ekosistem yang akan terganggu apabila penangkapan dilakukan secara terus menerus tanpa memperhatikan keadaan lingkungan. Usaha budidaya ikana merupakan usaha dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat karena produk ikan merupakan salah satu sumber makanan yang memiliki protein tinggi (Sinar Tani, 1996). Usaha perikanan khususnya perikanan air tawar merupakan alternatif usaha yang dapat dijadikan jembatan untuk menjalankan kegiatan perekonomian di Indonesia. Usaha perikanan sekarang ini terbagi atas dua jenis yaitu usaha perikanan konsumsi dan usaha perikanan hias. Kedua bidang usaha tersebut dapat dikembangkan baik melalui usaha pembenihan dan pembesaran atau bahkan kedua-duanya tergantung minat masyarakat yang akan membudidayakannya serta melihat dari sisi ketersediaan lahan yang ada, serta kepemilikan modal yang akan digunakan untuk usaha tersebut (Sutrisno, 2007). Budidaya ikan dalam kolam telah banyak dilakukan oleh sebagian masyarakat indonesia. Kolam berfungsi sebagai habitat buatan yang sengaja diciptakan agar ikan dapat hidup dan berkembang biak denga baik. (Susanto, 2002). Budidaya ikan dalam kolam berdasarkan komunitasnya ada dua bidang usaha yang dapat dikembangkan untuk mendapatkan nilai tambah atau hasil yaitu budidaya ikan konsumsi dan budidaya ikan hias. Jenis ikan konsumsi yang sering dibudidayakan antara lain ikan tawes, ikan gurami, ikan lele, ikan tombro (ikan mas), ikan tambakan (Sutrisno, 2007). Wilayah Jawa Timur sendiri juga sudah mengembangkan sistem budidaya perikanan di beberapa daerah yang berpotensi. Kegiatan ini kemudian berkembang, hingga tahun 2012 nilai total produksi perikanan dengan menggunakan kolam telah mencapai 176,371 ton dari total produksi sub-sektor perikanan Jawa Timur (Pemprov Jatim, 2009). Ikan Gurami (Osphronomus Gourmy) termasuk kedalam golongan ikan Labyrinthici, yaitu sebangsa ikan yang memiliki alat pernafasan berupa insang dan insang tambahan (labyrinth). Usaha budidaya gurami dapat dilakukan di kolam atau tambak dan lahan potensial yang masih banyak terdapat di pedesaan maupun lahan-lahan sempit yang berada di perkotaan. Budidaya ikan gurami dilakukan untuk memenuhi permintaan dalam negeri selain itu gurami mempunyai peluang yang cukup besar untuk diekspor. Usaha budidaya gurami dirasa memiliki kontribusi yang tinggi dalam meningkatkan pendapatan (Puspowardoyo, 1992). Kabupatena Jember merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Jawa Timur dengan tingkat penyerapan tertinggi di bidang Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi (KKPE) tahun 2012 ini yang mencapai Rp. 47,7 milyart di dalam pengembangan dan budidaya perikanan air tawar. Potensi perikanan budidaya di Kabupaten Jember mempunyai prospek yang baik, khususnya pada budidaya ikan air tawar. Dilihat dari luas areal mempunyai peluang untuk dikembangkan, peluang pasar cukup baik dan menjanjikan keuntungan yang cukup. Hal ini karena pasar untuk komoditi masih terbuka lebar untuk produksi ikan air tawar khususnya gurami yang masih belum mampu mencukupi kebutuhan pasar. Tabel 1.1 Luas Produksi Ikan Gurami di Kabupaten Jember Tahun 2008 s/d 2012 No Tahun Luas (Ha) Produksi Ikan Gurami (ton)/Tahun 1 2008 71,69 508,5 2 2009 71,69 688,8 3 2010 48,88 701,01 4 2011 48,90 882,50 5 2012 56,74 1.046,8 Sumber : Dinas Perikanan Kab. Jember (data diolah) Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan produksi budidaya ikan gurami yang cenderung naik setiap tahunnya. Perkembangan produksi ikan gurami tidak diikuti dengan perkembangan luas lahan budidaya. Peningkatan produksi diikuti dengan semakin tinggi pengetahuan peternak pembudidaya ikan gurami, sehingga peternak pembudidaya mampu mengoptimalkan lahan yang dimiliki dan mampu menghasilkan produksi yang tinggi. Peningkatan produksi pada dasarnya ditujukan untuk mencukupi permintaan pasar, sehingga dengan produksi yang tinggi pula kebutuhan pasar akan terpenuhi. Peternak pembudidaya tidak akan mungkin melakukan budidaya ikan gurami apabila permintaan pasar yang cenderung menurun. Cita rasa ikan gurami sendiri cenderung berbeda dengan ikan air tawar lainnya selain itu ikan gurami juga memiliki kandungan gizi yang tinggi. Hal ini merupakan salah satu daya tarik dari ikan gurami sehingga permintaan dari ikan gurami meningkat. Banyaknya rumah makan yang menyediakan menu-menu olahan ikan gurami juga menjadikan salah satu alasan kebutuhan ikan gurami yang semakin naik tiap tahunnya. Dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya, ikan gurami dapat dianggap memiliki keunggulan baik dari segi harga maupun permintaan konsumen sehingga dari segi persaingan dirasakan tidak ada masalah. Sementara itu permintaan yang cukup besar belum dapat dipenuhi dari produksi ikan gurami yang ada. Hal ini disebabkan oleh belum intensifnya teknologi budidaya ikan gurami. Dengan demikian, walaupun hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik, peluang pasar masih terbuka. Upaya pengembangan ikan gurami seharusnya dilakukan guna mencukupi kebutuhan pasar yang kian tinggi. Upaya pengembangan usaha perikanan air tawar, khususnya budidaya ikan gurami difokuskan pada peningkatan produksi dan produktifitas dengan menetapkan teknologi tepat guna yang lebih menguntungkan. Pengembangan unit-unit produksi pada sentra-sentra produksi diarahkan untuk peningkatan pengembangan usaha budidaya perjenis ikan dan selanjutnya menjadi kawasan/sentra. Pengembangan sentra-sentra produksi sesuai karakteristik wilayah serta luas areal dalam usaha budidaya gurami di Kecamatan yang terdapat pada Kabupaten Jember adalah sebagai berikut:
Tabel 1.2 Luas dan Produksi Gurami di Kecamatan pada Kabupaten Jember tahun 2012 No. Kecamatan Gurami Luas Produksi Ha Ton 1 Ajung 0.19 0.5 2 Ambulu 0.17 0.5 3 Arjasa 0.06 0.1 4 Balung 0.51 13.5 5 Bangsalsari 12.75 155.4 6 Gumukmas 10.12 125.7 7 Jelbuk 0.01 0.1 8 Jenggawah 0.06 0.7 10 Kalisat 0.05 0.2 11 Kaliwates 0.06 0.3 12 Kencong 6.25 54.2 13 Ledokombo 0.01 0.4 14 Mayang 0.10 0.7 15 Mumbulsari 0.35 2.4 16 Pakusari 0.05 0.3 17 Panti 0.45 0.7 18 Patrang 0.07 0.5 19 Puger 2.51 125.7 20 Rambipuji 0.75 25.8 21 Semboro 1.54 199.7 22 Silo 0.02 0.2 23 Sumberjambe 0.02 0.1 24 Sumbersari 0.13 0.5 25 Sumberbaru 2.35 72.5 26 Sukorambi 0.05 0.1 27 Sukowono 0.02 0.2 28 Tanggul 1.75 29.4 29 Tempurejo 1.45 7.5 30 Umbulsari 5.85 159.9 31 Wuluhan 0.79 51.5 Jumlah 56.74 1,046.8 Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Jember tahun 2012 (data dioalah) Rata-rata produksi ikan gurami yang dihasilkan peternak pembudidaya utamanya di Kecamatan Semboro berkisar 199.7 ton pertahun dengan luas lokasi budidaya sebesar 1.54 Ha. Produksi ikan yang sedemikian ini masih belum mampu mencukupi kebutuhan pasar. Kebutuhan ikan gurami seiring dengan perkembangan jaman semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kecamatan Semboro merupakan salah satu sentra penghasil ikan gurami terbanyak di Kabupaten Jember. Kecamatan Semboro terdiri dari enam Desa yaitu Desa Sidomekar, Desa Semboro, Desa Sidomulyo, Desa Pondok Joyo, Desa Pondok Dalem dan Desa Rejoagung. Desa Semboro merupakan salah satu sentra terbesar budidaya ikan gurami yang berada di Kecamatan Semboro. Jumlah pembudidaya gurami di Desa Semboro lebih banyak dibandingkan dengan Desa lainnya yang berada di Kecamatan Semboro. Budidaya gurami yang dilakukan oleh masyarakat Desa Semboro merupakan usaha yang memiliki kontribusi besar dalam menyumbang pendapatan masyarakat pembudidaya. Salah satu faktor utama yang mendasari suatu usaha budidaya gurami dapat dikatakan berhasil yaitu dengan menekan biaya-biaya produksi. Usahatani budidaya gurami yang dilakukan di oleh sebagian besar masyarakat di Desa Semboro kadang kala dihadapkan dengan berbagai kondisi. Salah satu kondisi yang dihadapi oleh sebagian besar peternak pembudidaya di Desa Semboro dalam budidaya gurami adalah masalah pakan. Pakan yang digunakan tersebut berupa pellet, pemberian pellet secara teratur akan mempercepat pertumbuhan ikan gurami, dari pengalaman budidaya menunjukkan bahwa ikan gurami yang diberi makanan berupa pellet kecepatan pertumbuhannya mencapai 3 kali lipat dibandingkan dengan hanya diberi makanan berupa daun- daunan, katul maupun ampas tahu. Akan tetapi pada saat harga pakan (pellet) naik yaitu menjadi Rp 8.500/kg peternak pembudidaya di Desa Semboro harus mengurangi pakan agar biaya produksi tidak membengkak. Untuk mencukupi kebutuhan pakan tersebut peternak pembudidaya di Desa Semboro mensiasatinya dengan memberikan makanan tambahan berupa daun-daunan yang dicacah kasar. Pola pemberian pakan pellet diberikan pada waktu pagi dan sore hari sedangkan untuk daun-daunan diberikan pada waktu yang siang hari yang ditaburkan merata pada kolam. Penggunaan pakan tambahan seperti halnya daun-daunan tersebut diharapkan dapat menekan biaya usahatani budidaya ikan gurami di Desa Semboro.
Proses pemasaran produksi ikan gurami di Desa Semboro belum dilakukan secara mandiri. Artinya proses pemasaran yang dilakukan masih melalui tengkulak yang membeli hasil produksi ikan gurami tersebut. Peternak pembudidaya merasa masih belum mampu menjual produksinya sendiri. Proses pemasaran yang dilakukan melalui tengkulak dengan berbagai pertimbangan antara lain petani tidak ingin merasa direpotkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan proses pemanenan. Peternak pembudidaya berasumsi apabila mereka menjual hasil produksinya sendiri mereka masih harus memikirkan biaya-biaya pemanenan serta biaya transportasi yang tentu halnya akan mengurangi keutungan yang didapatkan. Dengan menjual hasil produksinya kepada tengkulak pembudidaya tidak lagi memikirkan kegiatan pemanenan serta pembudidaya akan lebih cepat pula memperoleh uang hasil produksinya dari pada mereka harus menjualnya sendiri. Pembudidaya ikan gurami di Desa Semboro memiliki keterkaitan yang cukup erat berkaitan dengan sebagian pembudidaya membeli pakan kepada tengkulak dengan sistem bayar belakangan. Tengkulak yang membeli hasil produksi ikan gurami di Desa Semboro merupakan pedagang yang sudah lama membeli hasil produksi ikan gurami di Desa Semboro. Petani menjual hasil produksinya kepada tengkulak atas dasar kepercayaan. Akan tetapi, hal ini akan mempengaruhi pendapatan peternak pembudidaya, misalnya banyak para tengkulak yang membeli ikan gurami dengan harga rendah, sedangkan tengkulak menjual ikan gurami tersebut kepada konsumen ataupun kepada lembaga pemasaran lainnya dengan harga yang lebih tinggi. Proses pemasaran yang dilakukan peternak pembudidaya gurami di Desa Semboro perlu ditinjau agar peternak pembudidaya mendapatkan keuntungan yang tinggi. Fluktuasi harga ikan gurami menyebabkan penerimaan petani tidak menentu. Budidaya gurami hanya dapat dipanen sekali dalam proses budidaya, apabila terjadi proses pemanenan yang tidak serempak akan menyebabkan ikan- ikan yang belum dipanen akan stres dan akan menyebabkan kematian. Fluktuasi harga ikan gurami di Desa Semboro disebabkan karena adanya panen raya di daerah sentra lainnya sepertihalnya di Trenggalek, Tulungagung dan Blitar. Fluktuasi harga ikan gurami merupakan salah satu faktor yang mampu mempengaruhi pendapatan pembudidaya ikan gurami di Desa Semboro. Selain itu faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pendapatan pembudidaya ikan gurami di Desa Semboro berdasarkan survey pendahuluan yaitu luas kolam yang dimiliki pembudidaya, biaya aspek-aspek usahatani yang dikeluarkan dalam proses budidaya. Keberlanjutan usahatani budidaya gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember didukung oleh berbagai aspek baik internal maupun eksternal. Akan tetapi dalam usaha budidaya gurami yang dilakukan di Desa Semboro juga terdapat faktor penghambat. Faktor pendorong yang terdapat di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember yakni berkaitan dengan sumber daya yang dimiliki oleh Desa Semboro. Irigasi di Desa Semboro sepenuhnya dapat terpenuhi oleh Bendungan Bondoyuda, Bendungan Bondoyuda merupakan Bendungan yang mengatur irigasi di Desa Semboro. Beberapa permasalahan lain yang terjadi yang dapat dihimpun berdasarkan survey pendahuluan pada lokasi diantaranya adalah: 1) Modal terbatas milik sendiri 2) Gangguan hama dan penyakit, 3) Tingginya biaya saprodi dalam budidaya ikan gurami 4) Adanya persaingan dengan komoditi perikanan dan pengusaha perikanan lainnya 5) Ketergantungan terhadap tengkulak dan 6) Pertumbuhan ikan gurami elatif lama. Permasalahan di atas mempengaruhi keberlanjutan usaha dari usaha budidaya ikan gurami, oleh karena itu perlu dilakukan analisis untuk mengetahui keberlanjutan usaha ini. Analisis yang bisa dilakukan adalah terkait dengan penggunaan biaya yang dilakukan oleh para pembudidaya, sebab penggunaan biaya ini berkaitan dengan pendapatan. Analisis selanjutnya adalah mengenai analisis pemasaran, pemasaran merupakan akhir dari serangkaian proses budidaya yang menentukan seberapa besar para pembudidaya ikan gurami di Desa Semboro akan memperoleh pendapatan, selanjutnya perlu juga diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pembudidaya gurami di Desa Semboro serta strategi pengembangan usaha budidaya gurami di masa depan dengan adanya permasalahan yang dihadapi karena itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berkaitan dengan efisiensi biaya, efisiensi saluran pemasaran, dan faktor-faktor pendapatan serta strategi pengembangan budidaya ikan gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana efisiensi budidaya gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember ? 2. Bagaimana pola pemasaran hasil produksi gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember ? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan petani gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember ? 4. Bagaimana strategi pengembangan budidaya dan pemasaran gurame di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui efisiensi budidaya gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember. 2. Untuk mengetahui pola pemasaran produksi gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember. 3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember. 4. Untuk mengetahui strategi pengembangan budidaya dan pemasaran gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember.
1.3.2 Manfaat Penelitian 1. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan pemerintah untuk mendukung pengembangan usaha budidaya gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Menurut penelitian Yuliasari (2010), pada penelitiannya mengenai Analisis usahatani dan prospek pengembangan lele dumbo di Desa Mojo Mulyo Kecamatan Puger Kabupaten Jember menunjukkan bahwa budidaya lele dumbo tersebut efisiensi. Diketahui bahwa dengan rata-rata efisiensi biaya budidaya lele sebesar 1,16. Artinya penggunaan biaya usahatani sudah efisien karena nilainya lebih besar dari satu. Nilai R/C ratio sebesar 1,16 menunjukkan bahwa se-tiap Rp 1.000,00 biaya yang di-keluarkan pada budidaya lele akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 1.160,00. Penggunaan biaya yang efisien pada budidaya lele ini disebabkan karena petani lele di Desa Mojomulyo telah mampu me- lakukan teknik budidaya yang baik dengan sistem perencanaan usaha baik perencanaan penebaran benih dan panen yang akan diperolehnya. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Darmansyah (2003) yang meneliti Kajian Pendapatan dan Pemasaran Hasil Budidaya Ikan Gurami di Kecamatan Umbulsari Kabupaten Jember. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saluran pemasaran hasil budidaya ikan gurami di Kecamatan Umbulsari Kabupaten Jember adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Saluran pemasaran Ikan Gurami Terdapat dua saluran pemasaran dalam pemasaran hasil budidaya gurami yaitu saluran pemasaran ke 1 adalah Pembudidaya, Pedagang pengumpul, dan Konsumen, sedangkan saluran pemasaran kedua adalah Pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, dan konsumen. Pembudidaya Pedagang Pengecer Pedagang Pengumpul
Konsumen Kemudian menurut Sarifah (2005), pada penelitian tentang Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Pendapatan Petani dan Prospek Pasar Ikan Gurami di Desa Umbulrejo Kecamatan Umbulsari Kabupaten Jember. Faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap pendapatan pembudidaya dalam penelitian yang dilakukan tersebut adalah meliputi biaya tetap, biaya benih, biaya pakan, biaya obat-obatan, biaya tenaga kerja, produksi, harga jual, luas kolam, umur, pengalaman, modal. Faktor-faktor produksi tersebut kemudian diuji menggunakan uji-F, setelah pengujian dilakukan diketahui bahwa secara keseluruhan variabel tersebut secara bersama-sama berpengaruh terhadap pendapatan usaha budidaya ikan gurami dengan nilai F hitung sebesar 831,420 dan tabel sebesar 3,45 pada taraf kepercayaan 95%. Nilai koefisien determinasi (Adjusted R Square) dari persamaan fungsi pendapatan adalah sebesar 0,996. Lebih lanjut dijelaskan pula oleh Handayani (2010), di dalam penelitiannya tentang Analisis Biaya Dan Pendapatan Serta Prospek Pengembangan Budidaya Ikan Dalam Keramba Jaring Apung Di Desa Tegalrandu Kecamatan Klakah Kabupaten Lumajang menunjukkan bahwa prospek pengembangan budidaya ikan dalam keramba jaring apung di Desa Tegalrandu Kecamatan Klakah berdasarkan penilaian dari faktor pendorong pengembangan usaha budidaya ikan dalam keramba jaring apung adalah penguasaan teknik budidaya yang baik dengan nilai TNB sebesar 2,10. Pengusaaan teknik yang dimiliki pembudidaya ikan di Desa Tegalrandu merupakan faktor utama karena dengan penguasaan teknik budidaya yang baik akan mempengaruhi kualitas produk, kuantitas produk, yang nantinya akan berpengaruh pada tingginya permintaan dan juga pendapatan pembudidaya. Sedangkan kunci keberhasilan faktor penghambat pengembangan budidaya ikan dalam keramba jaring apung di Desa Tegalrandu adalah siklus koyok yang memnyebabkan kematian pada ikan dengan total nilai TNB adalah sebesar 1,63. Siklus ini merupakan siklus alam dan diperparah juga akibat aktivitas budidaya ikan oleh warga, siklus ini sangat merugikan karena pada umumnya ikan yang dipelihara akan mati seluruhnya sehingga pembudidaya akan mengalami kerugian.
2.2 Tinjauan Teori 2.2.1 Budidaya Ikan Dalam Kolam Budidaya perikanan adalah usaha pemeliharaan dan pengembang biakan ikan atau organisme air lainnya. Budidaya perikanan disebut juga sebagai budidaya perairan atau akuakultur mengingat organisme air yang dibudidayakan bukan hanya dari jenis ikan saja tetapi juga organisme air lain seperti kerang, udang maupun tumbuhan air. Akuakultur merupakan suatu proses peternakan spesis hidupan air tawar, air payau atau air masin di dalam suatu persekitaran yang terkawal. Akuakultur meliputi segala aktiviti pengeluaran, pemprosesan dan pemasaran produk hidupan air. Tujuan utama aktivitas akuakultur pada masa ini adalah untuk meningkatkan kualiti dan kuantiti ternakan dengan menggunakan sepenuhnya sumber tanah dan perairan yang tersedia (Koris, 2012). Akuakultur dari aspek biologi diartikan sebagai upaya manusia melalui masukan tenagan kerja dan energi, untuk meningkatkan produksi hewan air ekonomis penting dengan memanipulasi laju pertumbuhan, moralitas dan reproduksi dalam hal ini jelas bahwa akuakultur seperti halnya agronomi, pada prinsipnya dan banyak masalah yang hampir sama, dengan cirri khas karena akuakultur menggunakan media air. Selain istilah akuakultur terdapat istilah- istilah yang biasa digunakan seperti fish farming, fish husbandry, aquafarming, fish culture, fish cultivation, mariculture yang satu sama lain hampir sama pengertiannya. Tipe akuakultur yang paling sederhana biasa disebut extensive, semi-cultur atau sistem terbuka, misalnya transplantasi tiram/kerang ke suatu perairan tertentu. Sebaliknya sistem intensif, close system meliputi pengontrolan secara sempurna terhadap organisme dan lingkungannya. Istilah intensif diartikan kepadatan dan produksi tinggi per satuan unit area dibandingkan dengan keadaan di alam (Anonim, 2007).
Aspek produksi perikanan meliputi komoditas perikanan, agroklimat, budi daya dan pascapanen. Masing-masing aspek tersebut antara lain: 1. Sifat komoditas a. Tidak tergantung musim Budi daya ikan berbeda dengan budi daya tanaman, misalnya sayuran dan tanaman pangan. Budi daya ikan tidak memperhatikan musim hujan atau kemarau. Pada setiap musim, kegiatan pembenihan dapat dilakukan selama syarat-syarat budi daya seperti kolam, kualitas air, dan makanan dapat terpenuhi, begitu juga saat panen. Pemanenan komoditas ikan dapat dilakukan sesuai keinginan, baik dari sisi waktu maupun ukuran. b. Dipengaruhi oleh jarak lokasi usaha ke konsumen Lokasi budi daya dengan konsumen sangat mempengaruhi harga komoditas ikan. Semakin jauh jarak lokasi usaha tersebut, semakin mahal harga ikan di tangan konsumen. Hal ini disebabkan adanya biaya tambahan untuk transportasi. Selain itu, terdapat biaya tambahan lain untuk mempertahankan kesegaran ikan sampai ditangan konsumen, kecuali untuk ikan yang sudah diawetkan. c. Mudah rusak dan berisiko tinggi Tubuh ikan mengandung protein dan air yang cukup tinggi serta mempunyai pH tubuh mendekati netral. Dengan demikian, tubuh ikan bisa dijadikan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri dan mikro-organisme pembusuk. Kondisi yang seperti ini menyebabkan ikan termasuk komoditas yang mudah rusak. Selain itu, daging ikan mempunyai sedikit tenunan pengikat tendon sehingga sangat mudah dicerna oleh enzim autolysis. Mengingat sifat ikan yang mudah rusak, pemasarannya perlu dilakukan dengan cepat. Apabila terjadi penurunan kualitas maka harga ikan bisa turun sehingga dapat menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. d. Perputaran modal cepat Umumnya waktu yang dibutuhkan dari massa pemijahan sampai ke masa panen tidak terlalu lama. Hal ini tergantung pada jenis ikan yang dibudidayakan. Menurut Cahyono (2001), pengelolaan budidaya ikan ditujukan untuk mendapatkan produksi ikan optimal dengan tetap memperhatikan daya dukung dan kelestarian sumberdaya perairan. Prinsip dari budidaya adalah pemeliharaan ikan pada kondisi perairan umum yang dapat dikendalikan lingkungannya. Sumber daya perairan umum yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan budidaya perikanan meliputi perikanan air tawar, seperti kolam, sungai, waduk, saluran irigasi teknis, rawa, danau dan perairan payau seperti tambak, hutan bakau, dan perairan laut. Menurut Sutrisno (2007), pembudidayaan ikan pada kolam harus dilakukan ditempat yang cocok dan sesuai dengan karakter ikan yang akan dibudidayakan, hal ini dapat dilihat dari segi social ekonomi serta sesuai dengan persyaratan teknisnya. Segi sosial ekonomi merupakan salah satu aspek penting dalam menentukan lokasi budi daya. Usaha budi daya ikan dalam kolam menilai dari sisi kaca mata ekonomi yang berkaitan dengan efisiensi sarana produksi dan pemasaran hasil produksi.
2.2.2 Ikan Gurami Menurut Marianto (2001), gurami (Osphronemus gourami) adalah ikan air tawar yang banyak menghuni rawa-rawa, danau atau daerah yang perairannya tenang. Ikan gurami (Osphronemus gourami) termasuk golongan ikan Labyrinthici, yaitu sebangsa ikan yang memiliki alat pernafasan berupa insang tambahan (labyrinth). Menurut beberapa literatur menyebutkan ikan gurami memiliki daya tarik sendiri dibandingkan dengan ikan-ikan lainnya, yaitu memiliki rasa yang lebih gurih, dagingnya lebih tebal, rasanyanya lezat dan aromanya lebih sedap dibandingkan dengan ikan lainnya. Gurami sangat peka terhadap suhu dingin. Suhu air yang optimal untuk pertumbuhannya adalah dataran rendah sampai sedang dengan ketinggian antara 50-400 meter di atas permukaan laut (dpl). Walaupun demikian, gurami masih bisa diusahakan di ketinggian 600 meter dpl, bahkan diaerah pantai yang berair payau. Bentuk fisik gurami khas, struktur tubuh gurami pipih dan agak panjang, bagian dahi gurami dewasa terdapat tonjolan mirip cula. Tonjolan seperti ini tidak dapat ditemukan pada gurami anakan atau gurami muda. Pada gurami anakan terdapat ciri khas berupa garis-garis hitam melintang ditubuhnya. Panjang gurami dewasa dapat mencapai 65 cm dan berat 10 kg. secara alami pertumbuhan paling pesat terjadi saat mencapai umur 3-5 tahun. Gurami memiliki kemampuan untuk oksigen dari udara karena adanya labirin yang letaknya di atas atau dibelakang insang. Labirin tersebut sebenarnya adalah pernapasan tambahan yang merupakan turunan dari lembar pertama insang. Karena itu, gurami sering dijumpai mengeluarkan mulutnya di atas permukaan air, dengan kemampuan ini gurami dapat hidup diperairan yang kandungan oksigennya terbatas (Puspowardoyo dan Djarijah, 1992). Pembesaran ikan gurami dikenal dua pola pembesaran yaitu monokultur dan polikultur. Pola monokultur adalah pembesaran ikan gurami pada kolam khusus, tanpa dicampur dengan jenis ikan lain, seperti ikan mas, tawes atau nila. Pakan yang diberikan berupa pelet dan dedaunan, seperti daun sente atau daun pepaya. Pakan buatan berupa pelet diberikan sebanyak 2-3 kali sehari. Takarannya seberat 2% dari bobot badan ikan, sementara itu daun talas diberikan cukup satu kali sehari, takarannya 5% dari bobot badan ikan. Pola polikultur adalah pembesaran ikan gurami dimana ikan gurami dicampur dengan jenis ikan lain dalam satu kolam seperti jenis ikan yang telah disebutkan sebelumnya. Resiko yang dapat ditimbulakan dalam pola polikultur adalah dapat menghambat pertumbuhan gurami, terutama apabila keliru dalam memilih jenis ikan yang akan dipelihara bersama-sama dengan ikan gurami dalam satu kolam. Masalah seperti ini dapat diatasi dengan pakan. Pada pembudidayaan ikan gurami keberaaan hama seperti ikan liar, kura-kura, biawak, ular dan burung pada dasarnya tidak terlalu serius. Masalah yang ditakuti oleh petani gurami adalah serangan penyakit yang dapat berakibat fatal, yaitu kematian gurami dalam jumlah yang besar. Penyakit pada gurami muncul akibat lingkungan yang kotor. Oleh karena itu perlu diperhatikan kepadatan tebar, kualitas air dan jenis pakan. Pengendalian penyakit pada gurami dapat dilakukan melalui salinitas air, desinfeksi peralatan, dan vaksinasi. Pengobatan dilakukan dengan bahan kimia dan antibiotik melalui proses perendaman serta penambahan pakan dan injeksi. 2.2.3 Teori Usahatani Ilmu usahatani biasanya diartikan ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tetentu. Analisis usahatani yang dilakukan petani memang dimaksudkan untuk tujuan mengetahui atau meneliti keunggulan komperatif, kenaikan hasil yang semakin menurun, substitusi, pengeluaran biaya usahatani, biaya yang diluangkan, pemilikan cabang usaha, baku timbang tujuan. Usahatani yang dilakukan pada skala usaha yang luas umumnya bermodal besar, berteknologi tinggi, manajemen modern, lebih bersifat komersial dan sebaliknya usahatani skala kecil umumnya bermodal pas-pasan, teknologinya tradisional, lebih bersifat usahatani sederhana, sifat usahanya subsisten (Soekartawi, 1995). Usahatani tidak lepas dari hasil produksi pertanian. Proses produksi pertanian secara teknis, mempergunakan input dan output. Input adalah semua yang dilibatkan dalam proses produksi seperti tanah yang dipergunakan, tenaga kerja petani dan keluarganya serta setiap pekerja yang diupah, kegiatan mentalnya, perencanaan dan manajemen, benih tanaman dan makanan ternak, pupuk, insektisida serta alat pertanian. Sedangkan output ada lah hasil tanaman dan ternak yang dihasilkan oleh usaha tani (Soetriono, 2006).
2.2.4 Teori Produksi Produksi dilihat dari aspek teknis merupakan suatu proses pendayagunaan sumber-sumber yang telah tersedia untuk mendapatkan hasil yang lebih dari segala pengorbanan yang telah diberikan. Produksi ditinjau dari aspek ekonomi merupakan suatu proses pendayagunaan segala sumber yang tersedia untuk mewujudkan hasil yang terjamin kualitas, terkelola dengan baik sehingga merupakan komoditi yang dapat diperdagangkan (Kartasapoetra, 1988). Menurut Sudarman (1989), dalam teori produksi hal yang selalu mendapat tekanan adalah jumlah output selalu tergantung atau merupakan fungsi dari factor- faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi. Hubungan antara output yang dihasilkan dan factor-faktor produksi yang digunakan sering dinyatakan dalam suatu fungsi produksi (production function). Produksi jangka pendek menunjukkan jumlah output maksimum yang dapat dihasilkan dari berbagai jumlah factor produksi variabel dan jumlah faktor produksi tetap tertentu. Fungsi produksi adalah hubungan fisik atau hubungan teknis antara jumlah factor-faktor produksi yang dipakai dengan jumlah produk yang dihasilkan per satuan waktu (misalnya dalam waktu satu jam, satu hari, satu tahun dan sebagainya), tanpa memperhatikan harga-harga, baik harga-harga faktor produksi yang dipakai, maupun harga produk yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi dipergunakan didalam suatu proses produksi dibagi dalam dua jenis, yaitu yang sifatnya tak habis dipakai dalam satu periode produksi dan yang habis dipakai dalam periode tersebut sehingga harus mengadakan lagi untuk roduksi berikutnys. Secara matematis fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut: Y = f(X1,X2,..Xn) Dimana Y adalah produk yang dihasilkan, sedangkan X1, X2,Xn adalah n macam faktor-faktor produksi yang dipakai untuk menghasilkan Y tersebut. Fungsi tersebut menyebutkan bahwa produk yang dihasilkan tergantung dari faktor-faktor produksi, akan tetapi belum memberikan hubungan kuantitatif antara produk dan faktor-faktor produksi (Hariyati, 2007).
2.2.5 Teori Biaya dan Efisiensi Biaya Menurut Hariyati (2007), biaya memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan (decision making) dari suatu usaha. Biaya produksi diartikan sebagai jumlah kompensasi yang diterima oleh pemilik faktor-faktor produksi yang dipergunakan dalam proses produksi. Dalam proses produksi jangka pendek terdapat faktor produksi yang dibedakan faktor produksi tetap dan factor produksi variabel. Factor produksi tetap adalah faktor produksi yang tidak berubah dalam satu kali proses produksi. Faktor produksi variabel adalah faktor produksi yang dapat diubah-ubah jumlahnya. Biaya produksi akan selalu muncul dalam setiap kegiatan ekonomi dimana usaha tersebut selalu berkaitan dengan proses produksi, kemunculan biaya tersebut berkaitan dengan diperlukannya input (faktor-faktor produksi) atau korbanan-korbanan lainnya yang digunakan dalam kegiatan produksi tersebut. Hakikatnya biaya (cost) adalah sejumlah uang tertentu yang telah diputuskan guna pembelian atau pembayaran input yang diperlukan, sehingga tersedianya jumlah uang (biaya) benar-benar telah diperhitungkan sedemikian rupa agar produksi dapat berlangsung. Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang harus dikeluarkan produsen untuk memperoleh factor-faktor produksi dan bahan-bahan penunjang lainnya yang akan didayagunakan agar produk-produk tertentu yang telah direncanakan dapat terwujud dengan baik (Kartasapoetra, 1988). Biaya produksi dalam usahatani digolongkan menjadi dua jenis yaitu biaya tetap (Fixed Cost) dan biaya variabel (Variabel Cost). Biaya tetap (Fixed Cost) merupakan biaya yang relative tetap dan terus dikeluarkan berapapun output yang diproduksi. Biaya variabel (Variabel Cost) sebagai konsekuensi bahwa dalam jangka pendek terdapat factor produksi yang dapat disesuaikan dan tidak dapat disesuaikan dengan jumlah output yang diproduksi. Biaya Total (TC) adalah kombinasi dari biaya tetap total (TFC) yang ditambah dengan biaya variabel total (TVC), atau seringkali disebut dengan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi baik dalam bentuk uang atau sumberdaya lain hingga menghasilkan output yang diinginkan (Semaoen, 2011). Menurut Hernanto (1996), biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam proses produksi serta membawanya menjadi produk disebut biaya produksi. Klasifikasi biaya penting dalam membandingkan pendaptan untuk mengetahui kebenaran jumlah biaya yang tertera pada pernyataan pendapatan (income statement). Ada beberapa kategori pengelompokan biaya, yaitu: a. Biaya tetap (Fixed cost) Biaya yang penggunaanya tidak habis dalam satu masa produksi. Biaya-biaya yang tergolong dalam kelompok biaya tetap meliputi pajak tanah, pajak air, penyusutan alat dan bangunan pertanian. Tenaga keluarga dapat dikelompokkan pada biaya tetap apabila tidak ada biaya imbangan dalam penggunaannya, atau tidak ada penawaran untuk hal tersebut, terutama untuk usahatani maupun diluar usahatani.
b. Biaya variabel atau biaya-biaya yang berubah (Variabel cost). Biaya variabel besar kecilnya sangat tergantung pada skala produksi. Biaya-biaya yang tergolong dalam biaya variabel meliputi biaya pupuk, bibit, pestisida, buruh atau tenaga kerja upah, biaya panen, biaya pengolahan sewa tanah. c. Biaya total (Total Cost) Jumlah total seluruh biaya yaitu biaya tetap total dan biaya variabel total yaitu TFC ditambah TVC, rumusnya TC = TFC + TVC atau bisa disebut juga sejumlah nilai uang atau sumberdaya lain yang dikeluarkan perusahaan untuk memeperoleh input yang digunakan untuk produksi.
Gambar 2.2 Kurva Biaya Tetap, Biaya Variabel, dan Biaya Total Dari kurva di atas diketahui bahwa kurva TFC lurus sejajar dengan sumbu x menandakan bahwa TFC atau biaya tetap total tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan. Kurva TVC mengikuti jumlah output yang dihasilkan. Bentuk TVC mengikuti hukum hasil lebih yang makin berkurang (the law of diminishing return), kurva TVC berbentuk cembung hingga akhirnya membentuk garis cekung, artinya setiap penambahan input yang dilakukan maka tambahan produknya (Marginal Product) akan semakin berkurang. Kurva TC sama bentuknya dengan kurva TVC tetapi terletak diatas kurva TVC sejauh jumlah TFC-nya. Hal ini menandakan bahwa ketika perusahaan tidak memproduksi barang (Q=0) maka perusahaan masih dibebankan terhadap biaya tetap (Fixed Cost). Produksi yang menggunakan berbagai sumber daya yang terdapat pada masyarakat akan tetapi hasilnya tidak efisien akan menghasilkan kombinasi output yang terletak pada garis batas kemungkinan produksi, adanya kualitas pertama, kedua, ketiga dan lain sebagainya telah menunjukkan hal tersebut. Metode yang efisien hanya mungkin dilaksanakan oleh petani dengan baik apabila petani tersebut benar dalam mengidentifikasi indikatornya. Indicator merupakan petunjuk-petunjuk tentang keadaan tanahnya, tentang kemiringan tanah, solum tanah, kandungan air tanah dan keadaan iklimnya. Apabila indikator tersebut telah diketahui maka metode yang efisien dapat diterapkan pada usahatani tersebut. Seorang petani sebagai pengusaha harus pandai memilih berbagai alternatif dalam kegiatan ekonomi yang didasarkan atas persyaratan maksimalisasi atau minimalisasi. Maksimalisasi ialah berusaha semaksimal mungkin agar dapat memperoleh hasil yang maksimal dengan memberikan kepuasan yang maksimal kepada para konsumen tetapi dengan pengorbanan-pengorbanan yang dikeluarkan seminimal mungkin (Kartasapoetra, 1988). Menurut Hanafie (2010), efisiensi penggunaan input diartikan sebagai upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Hal ini dapat terjadi ketika petani mampu membuat suatu upaya agar nilai produk marginal untuk suatu input sama dengan harga input tersebut. Kondisi seperti ini disebut dengan efisiensi harga. Terdapat dua hal yang perlu dipertimbangkan ketika analisis efisiensi akan dilakukan, antara lain (1) tingat transformasi antara input dan output dalam fungsi produksi, (2) perbandingan antara harga input dan output sebagai upaya untuk mencapai indicator efisiensi. Tersedianya sarana produksi atau jumlah input belum berarti produktivitas yang diperoleh petani akan tinggi. Upaya petani dalam menjalankan usaha taninya secara efisien merupakan hal yang sangat pentimg. Berkaitan hal tersebut, ada beberapa konsep efisiensi: 1. Efisiensi teknis (technical efficiency) Efisiensi teknis tercapai manakala petani mampu mengalokasikan factor produksi sedemikian rupa sehingga produksi yang dapat dicapai adalah tinggi. 2. Efisiensi harga (price efficiency) Efisiensi harga terjadi apabila petani mendapatkan keuntungan yang besar dari usaha taninya, misalnya karena pengaruh harga maka petani tersebut dikatakan dapat mengalokasikan faktor produksinya secara efisien. Hal ini dapat dilakukan dengan membeli faktor produksi pada harga yang murah dan menjual hasil dari usahanya pada saat harga relatif tinggi. 3. Efisiensi ekonomis (economic efficiency) Efisiensi ekonomis terjadi ketika petani mampu meningkatkan produksinya dengan harga faktor produksi yang dapat ditekan, tetapi dapat menjual produksinya dengan harga yang tinggi. Dengsn demikian, petani telah melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga secara bersama-sama. R/C ratio merupakan perbandingan anatar total penerimaan dengan total biaya. R/C ratio ini berfungsi dalam menunjukkan kedudukan ekonomi suatu usahatani, kedudukan ekonomi ini penting karena dapat dijadikan penilaian terhadap keputusan petani dan memungkinkan pengembangan komoditi tersebut. Semakin besar R/C ratio maka akan semakin besar pula keuntungan yang diperoleh petani. Hal ini dapat dicapai apabila petani mengalokasikan faktor- faktor produksi dengan lebih efisien (Soekartawi, 2010). Analisis ini seringkali dirancukan dengan B/C ratio walaupun tujuannya sama yaitu mengukur produktivitas modal yang dikeluarkan. Namun penerapannya sebenarnya berbeda yaitu kalau B/C ratio membandingkan perubahan hasil usahatani sebagai akibat penerapan suatu teknologi antara sebelum dan sesudahnya. R/C ratio bisa diartikan sebagai perbandingan antara penerimaan atau pendapatan kotor (Py.Y) atau total revenue dengan total cost (Hernanto, 1996). R/C ratio adalah singkatan dari return Cost Ratio, atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematik, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi, 1995): TR = P.Q TC = TFC + TVC a = {(P.Q)/(TFC+TVC)} a = TR/TC Keterangan: a = efisiensi biaya TR = total penerimaan TC = total Biaya P = harga output Q = jumlah output TFC = total biaya tetap TVC = total biaya variabel Secara teoritis dengan rasio R/C = 1 artinya tidak untung dan tidak pula rugi. Namun karena adanya biaya usahatani yang kadang-kadang tidak dihitung, maka kriterianya dapat diubah menurut keyakinan peneliti, misalnya R/C yang lebih dari satu, bila suatu usahatani itu dikatakan menguntungkan. Misalnya dapat saja dipakai nisbah R/C minimal 1,5 atau 2,0. Usahatani dikatakan rugi karena R<TC, sebaliknya dikatakan untung apabila R > TC. R/C ratio ini berfungsi dalam menunjukkan kedudukan ekonomi suatu usahatani. Tujuan utama budidaya ikan sama seperti tujuan pada usahatani karena perikanan merupakan bagian dari pertanian dalam arti luas. Tujuan utama budidaya ikan adalah optimalisi produksi ikan pada tingkat biaya yang minimum, setiap pembudidaya hendaknya menguasai seluruh konsep budidaya secara efektif agar dapat mengendalikan setiap tahapan operasional budidaya yang dimulai dari tahap pembuatan unit budidaya dan pemilihan lokasi untuk budidaya ikan meliputi faktor fisik, kimia, dan biologi perairan, kemudahan jangkauan dan ketersediaan sarana dan prasarana, serta faktor keamanan (Rahmawaty, 2002).
2.2.6 Teori Pemasaran Kotler (2002), menyatakan bahwa pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalammya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Produk tersebut diciptakan untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan manusia, sehingga terjadi proses pertukaran untuk mendapatkan produk yang diinginkan atau kebutuhan usaha dari tangan produsen ke tangan konsumen. Pemasaran atau marketing pada prinsipnya adalah aliran barang dari produsen ke konsumen. Aliran barang dapat terjadi karena adanya peranan lembaga pemasaran. Peranan lembaga pemasaran sanangat tergantung dari sistem pasar yang berlaku dan karakteristik aliran barang yang dipasarkan. Fungsi saluran pemasaran sangat penting khususnya dalam melihat tingkat harga di masing-masing lembaga pemasaran (Soekartawi,1993). Peranan lembaga pemasaran dan distribusi menjadi ujung tombak keberhasilan pengembangan agribisnis, karena fungsinya sebagai fasilitator yang menghubungkan antara deficit units (konsumen pengguna yang membutuhkan produk) dan surplus units (produsen yang menghasilkan produk). Pengembangan agribisnis yang terpadu harus dapat juga memperkuat peranan serta memberdayakan lembaga pemasaran dan distribusi secara efektif dan efisien. Salah satu ukuran distribusi yang efisien adalah rendahnya marjin antara harga produsen dan harga konsumen, namun tidak berarti lembaga pemasaran dan distribusi tersebut tidak mendapatkan untung, tetapi lebih pada upaya pembagian yang adil dari semua nilai tambah yang tercipta dalam suatu sistem komoditas kepada setiap pelaku yang terlibat (Said dan Intan, 2004). Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983), lembaga saluran tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniag dengan mana barang-barang bergerak dari pihak produsen sampai pihak konsumen. Lembaga- lembaga yang termasuk dalam saluran pemasaran meliputi golongan produsen, pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa. Golongan produsen adalah mereka yang tugas utamanya menghasilkan barang-barang, yang dikatakan golongan produsen adalah nelayan, petani ikan, dan pengolah hasil perikanan. Pedagang perantara berfungsi untuk mengumpulkan barang-brang yang berasal dari produsen dan menyalurkan hasil produksinya kepada konsumen. Pada dasarnya, saluran tataniaga terdiri dari pedagang perantara yang membeli dan menjual barang dengan tidak menghiraukan dalam kondisi memiliki barang atau hanya bertindak sebagai agen dari pemilik barang. Saluran pemasaran/tataniaga hasil perikanan yang berupa bahan makanan harus lebih pendek mengingat sifatnya yang mudah rusak. Panjang pendeknya saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu hasil perikanan tergantung pada beberapa faktor, antara lain: a. Jarak antara produsen dan konsumen, semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya semakin panjang saluran yang ditempuh oleh produsen. b. Cepat mudah rusak, produk yang cepat atau mudah rusak harus segera diterima konsumen, dan dengan demikian menghendaki saluran yang pendek dan cepat. c. Skala produk, apabila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, hal ini tidak akan memberikan keuntungan yang besar jika produsen langsung menjualnya ke pasar. Keadaan seperti ini peran pedagang perantara sangat diharapkan dengan demikian saluran yang akan dilalui produk cenderung panjang. d. Posisi keuangan perusahaa, produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung untuk memperpendek saluran tataniaga. Pedagang yang posisi keuangan (modal) kuat akan dapat melakukan fungsi tataniaga lebih banyak dibandingkan dengan pedagang yang posisi modalnya lemah, dengan kata lain pedagang yang memiliki modal kuat cenderung memperpendek saluran tataniaga. Menurut Soetriono (2006), saluran pemasaran dapat berbentuk sederhana dan dapat pula rumit, hal seperti ini tergantung pada macam komoditi lembaga pemasaran dan sistem pasar. Sistem pasar yang monopoli mempunyai saluran pemasaran yang relatif sederhana jika dibandingkan dengan sistem pasar lain. Komoditas pertanian dan komoditas yang tidak memiliki nilai ekonomi yang tinggi akan lebih cepat sampai ke konsumen, karana biasanya mempunyai saluran pemasaran yang relatif sederhana. Bentuk saluran pemasaran adalah sebagai berikut :
Gambar 2.3 Bentuk Saluran Pemasaran Sederhana
Produsen
Pedagang Pengumpul Pengecer Konsumen
Gambar 2.4 Bentuk Saluran Pemasaran Kompleks Gambar 2.3 memperlihatkan suatu bentuk saluran pemasaran yang relatif sederhana, sedangkan gambar 2.4 memperlihatkan bentuk saluran pemasaran yang kompleks, terlihat bahwa lembaga pemasaran memegang peranan penting sekaligus menentukan saluran pemasaran. Berbagai badan atau lembaga yang menyelenggarakan penyaluran barang dari produsen ke konsumen merupakan saluran pemasaran. Setiap macam hasil pertanian mempunyai saluran pemasaran yang berlainan anatara satu dengan lainnya. Saluran pemasaran suatu barang dapat berubah dan berbeda, tergantung kepada keadaan daerah, waktu, dan kemajuan teknologi.
2.2.7 Teori Pendapatan Menurut Hernanto (1996), analisis pendapatan usahatani penting kaitannya dengan tujuan yang hendak akan dicapai oleh setiap usahatani dengan berbagai pertimbangan dan motivasinya. Analisis pendapatan pada dasarnya memerlukan 2 (dua) keterangan pokok yaitu: (a) Keadaan penerimaan, dan (b) Keadaan pengeluaran (biaya produksi) selama jangka waktu tertentu. Penerimaan usahatani atau pendapatan usahatani akan mendorong petani untuk dapat mengalokasikan dalam berbagai kegunaan seperti biaya produksi selanjutnya, tabungan, dan pengeluaran lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi, 1995):
Produsen Tengkulak Pengecer Eksportir Pedagang Pengumpul Konsumen Pedagang Besar TR = Yi . Pyi Keterangan: TR = Total Penerimaan Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani i Py = Harga Y Total penerimaan merupakan besarnya pendapatan kotor yang didapat petani dari suatu usaha taninya. Pendapatan kotor berarti besarnya pendapatan yang masih belum dikurangi dengan besarnya biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani dalam proses budi daya atau usahanya. Besarnya pendapatan kotor atau penerimaan sangat dipengaruhi oleh harga dari suatu komoditas barang tersebut. Apabila harga tinggi penerimaan yang diperoleh petani akan semakin tinggi pula, dan apabila komoditas tersebut rendah makan pendapatan yang diperoleh rendah. Menurut Hernanto (1991), untuk keperluan analisis pendapatan petani diperlukan empat unsur, yaitu rata-rata inventaris, penerimaan usaha tani, pengeluaran usaha tani dan penerimaan dari berbagai sumber. Keadaan rata-rata inventaris adalah jumlah nilai inventaris awal ditambah nilai inventaris akhir dibagi dua. Untuk menilai benda assets pada usaha tani dapat dilakukan dengan harga pembelian, nilai penjualan setelah waktu tertentu, nilai penjualan pada saat pencatatan atau perhitungan, dan harga pembelian dikurangi penyusutan. Penerimaan usaha tani (farm receipts), yaitu penerimaan dari semua sumber usaha tani meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil, nilai penggunaan rumah dan yang dikonsumsi, sedangkan pengeluaran usaha tani (farm expenses) adalah semua biaya operasional dengan tanpa memperhitungkan bunga dari model usaha tani dan nilai kerja pengelola usaha tani. Pengeluaran ini meliputi pengeluaran tunai, penyusutan benda fisik, pengurangan nilai inventaris, dan nilai tenaga kerja yang tidak dibayarkan. Secara matematis analisis pendapatan dapat ditulis dan digambarkan sebagai berikut (Soekartawi, 1995): Pd = TR TC = (P.Q) ( TFC + TVC)
Keterangan: Pd = Pendapatan Usahatani (Rp) TR = total penerimaan (Rp) P = harga (Rp) Q = jumlah produksi TC = total biaya (Rp) TFC = biaya total tetap (Rp) TVC = biaya total variabel (Rp) Besarnya pendapatan yang diperoleh petani pada ushataninya dari rumus matematis diatas dapat terihat bahwa pendapatan bergantung pada jumlah produksi dan harga barang. Harga dalam usahatani terbentuk dari jumlah penawaran dan permintaan. Besarnya penawaran dan permintaan tidak tetap tetapi berubah-ubah baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Faktor lainnya yang menentukan tingkat harga suatu barang dipasaran adalah tingkat harga umum (general price level). Ciri-ciri dari produk pertanian adalah grade atau ukuran, perbedaan mutu produk, pantas, disenangi konsumen. Hal-hal tersebut akan memberikan harga tambahan dari suatu produk perikanan (Hanfiah dan Saefudin, 1986). Faktor yang mempengaruhi pendapatan selain jumlah produksi dan harga jual antara lain adalah: (a) Luas usaha (meliputi; areal tanaman, luas pertanaman dan luas pertanaman rata-rata), (b) Tingkat produksi (meliputi; produktivitas per hektar, dan indeks pertanaman), (c) Pilihan dan kombinasi cabang usaha; (d) Intensitas pengusahaan tanaman, (e) Efisiensi tenaga kerja. Perbandingan pendapatan untuk mencerminkan tingkat efisiensi dapat dilihat dari pendapatan per unit areal usahatani (net farm output per unit of farm area) yang merupakan ukuran produktifitas usahatani, dengan menghitung pendapatan per-unit luasan usaha maka akan diketahui perbandingan pendapatan petani yang satu dengan yang lainnya perihal penggunaan biaya dan pendapatan yang diperoleh, pada pendapatan yang dihitung dari seluruh luas lahan produksi belum dapat diperbandingkan dengan petani lain yang luasan lahannya berbeda (Hernanto, 1996). 2.2.8 Teori Analisis Regresi Linier Berganda Menurut Hariwijaya dan Triton (2008), analisis regresi merupakan salah satu jenis alat analisis statistik inferensif parametrik yang dapat memberikan dasar untuk mengadakan prediksi dan memberikan dasar terhadap analisis varian. Regresi diartikan sebagai peramalan, penafsiran, dan pendugaan. Persamaan regresi merupakan prediksi dalam bentuk persamaan matematis yang dinyatakan berdasarkan garis regresinya. Regresi menunjukkan hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain, sifat hubungan ini juga dapat dijelaskan antara variabel yang satu sebagai penyebab sedangkan variabel yang lain sebagai akibat dalam bentuk variabel yang dependen. Kelebihan dari persamaan regresi linier berganda untuk memperkirakan atau meramalkan ialah dapat mengetahui besarnya pengaruh secara kuantitatif dari setiap variabel bebas, kalau pengaruh dari variabel lainnya dianggap konstan. Persamaan garis linier berganda yang akan dipergunakan untuk memperkirakan atau meramalkan disertai dengan R-square (koefisien penentu berganda) sebagai ukuran tepat tidaknya garis tersebut untuk pendekatan suatu kelompok data yang berhubungan dengan kelompok-kelompok data lainnya secara linier, semakin besar nilai R-square makin baik model yang diperoleh. Selain itu setiap perkiraan disertai dengan kesalahan baku (standart error) masing-masing kesalahan baku untuk regresi sama dengan simpangan baku (standart deviation) (Supranto, 2001). Secara matematis persamaan Regresi Linier Berganda dapat dituliskan sebagai berikut (Hasan, 2008) : e X b ... X b X b a Y n n 2 2 1 1
Keterangan: Y = Variabel terikat (tak bebas) X = Variabel bebas (bebas) a = Konstanta b i = Koefisien Regresi (i = 1,2,3...,n) e = Standart Error Suatu fungsi regresi linier berganda yang diperoleh dari hasil perhitungan penaksiran dengan metode kuadrat terkecil biasa (OLS) yang benar akan dipandang sebagai analisis yang baik, jika dipenuhi persyaratan-persyaratan didalam asumsi-asumsinya. Asumsi-asumsi klasik dalam model linear antara lain: 1. Asumsi 1: Ui adalah sebuah variabel random riil dan memiliki distribusi normal, 2. Asumsi 2: Nilai rerata dari Ui setiap periode tertentu adalah nol. E (Ui) = 0 (i = 1,..., n) 3. Asumsi 3: Varian dari Ui adalah konstan setiap periode. Asumsi ini dikenal sebagai asumsi homoskedastisitas. E (Ui 2 ) = 2 ( 2 adalah konstan) 4. Asumsi 4: Faktor pengganggu dari pengamatan yang berbeda-beda (Ui, Uj) tidak tergantung (independent). Asumsi ini dikenal sebagai asumsi nir-otokorelasi E(Ui,Uj) = 0 (i tidak sama dengan j) 5. Asumsi 5: Variabel-variabel penjelas atau bebas adalah variabel nir-stokastik dan diukur tanpa kesalahan; Ui tidak tergantung pada variabel penjelas/bebas E(XiUj) = Xi E(Uj) = 0 untuk seluruh i, j = 1,...,n Asumsi-asumsi yang tidak dapat dipenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh, biasanya dikatakan sebagai penyimpangan atau pelanggaran asumsi. Apabila diperhatikan berdasarkan asumsi-asumsi yang ada, penyimpangan asumsi dalam regresi linear berganda akan meliputi empat masalah pokok, yaitu: (Wibowo, 1995) 1. Heteroskedastisitas, yaitu suatu penyimpangan yang terjadi apabila variasi dari pengganggu berbeda pada data pengamatan yang satu terhadap data pengamatan yang lain. 2. Multikolinearitas, yaitu gangguan pada suatu fungsi regresi yang berupa korelasi yang erat diantara variabel bebas yang diikutsertakan pada model regresi. 3. Ketidaknormalan, penyimpangan asumsi ini biasanya berjalan dengan penyimpangan asumsi yang pertama. Koefisien determinasi (R 2 ) merupakan ukuran derajat gabungan linier antara variabel dependen dan variabel-variabel independent secara kolektif. Bertambahnya variabel-variabel independent cenderung memperbesar R2 walaupun tidak terdapat hubungan nyata antara variabel independen yang ditambahkan dan variabel dependen. Derajat bebas persamaan menurun karena jumlah variabel independen bertambah (Soemodihardjo, 2003).
2.2.9 Teori Analisis FFA Menurut Nisjar dan Winardi (1997), manajemen strategik merupakan sebuah ilmu yang menggabungkan fungsi-fungsi manajemen dalam rangka pembuatan keputusan-keputusan seorang pengusaha secara strategis, untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Manajemen strategik pada dasarnya mengandung dua hal penting yaitu: a. Manajemen strategik terdiri dari tiga macam proses manajemen yaitu pembuatan strategi, penerapan strategi dan evaluasi kontrol terhadap strategi. Pembuatan strategi meliputi kegiatan pengembangan misi dan tujuan jangka panjang, pengidentifikasian peluang dan ancaman dari luar serta kekuatan dan kelemahan organisasi, pengembangan alternatif-alternatif strategi dan penentuan strategi yang sesuai untuk diadopsi. Berbeda halnya dengan penerapan strategi meliputi kegiatan penentu sasaran-sasaran operasional tahunan, kebijakan perusahaan, memotivasi karyawan dan mengalokasikan sumber-sumber daya agar strategi yang telah disusun dapat diimplementasikan dalam praktek secara berdaya dan berhasil guna. b. Manajemen strategik memfokuskan pada penyatuan atau penggabungan (integrasi) aspek-aspek pemasaran, riset dan pengembangan, keuangan atau akutansi dan produksi atau operasional dari sebuah bisnis. Manajemen strategik digunakan sebagai instrumen untuk mengantisipasi perubahan lingkungan sekaligus sebagai kerangka kerja untuk menyelseikan setiap masalah melalui pengambilan keputusan. Manajemen strategik dalam usaha pertanian diharapkan akan membawa manfaat-manfaat atau keuntungan. Sebagai upaya menciptakan perubahan terdapat dua kondisi yang harus diperhatikan seorang pemimpin yaitu berkaitan dengan faktor-faktor pendorong dan menghambat perubahan, untuk mengatasi kondisi yang demikian maka perlu dilakukan analisis medan kekuatan (FFA) agar dapat diketahui faktor-faktor yang mendorong dan menghambat (Sianipar dan Entang, 2003). Force Field Analysis (FFA) atau analisis medan kekuatan adalah suatu alat yang tepat digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan pendorong dan faktor- faktor dilapangan yang dapat menopang terhadap solusi permasalahan, sehingga hal-hal positif dapat diaplikasikan dan atau yang negatif dapat dihilangkan atau dikurangi. Penggunaan analisis FFA pada dasanya tidak terlalu rumit, adapun cara melakukan FFA pada suatu usaha adalah mengemukakan semua hal yang positif maupun negatif untuk dibandingkan, memaksa orang untuk memikirkan bersama tentang aspek dari perubahan yang diinginkan, memberanikan orang untuk menyetujui faktor-faktor prioritas yang terkait dengan perubahan pada kedua sisi, memberi semangat yang refleksi dari hal-hal nyata menopang permasalahan dan solusinya (Suparta, 2007). Penilaian dengan menggunakan analisis FFA sebaiknya dilakukan secara subjektif dan akurat, penilaian analisis FFA sebaiknya dilakukan oleh beberapa kelompok atau tim kerja yang terdiri dari beberapa orang ahli dan orang yang bekerja dibidang objek yang dianalisi. Penerapan analisis FFA mula-mula kelompok kerja diminta untuk menilai faktor-faktor internal dan eksternal yang sudah diidentifikasi kemudian dicari rata-ratanya, kemudian meminta tim ahli untuk menilai tiap faktornya dan dicari rata-ratanya. Hasil rata-rata dari kelompok kerja ditambahkan dengan hasil rata-rata penilaian dari tim ahli lalu dibagi dua, hasil dari kombinasi nilai rata-rata kelompok kerja dan tim ahli merupakan nilai urgensi. Cara yang sama juga diterapkan untuk menentukan nilai dukungan faktor dan nilai keterkaitan faktor (Sianipar dan Entang, 2008).
2.3 Kerangka Pemikiran Perikanan air tawar merupakan alternatif usaha yang dapat dijadikan jembatan untuk menjalankan kegiatan perekonomian di Indonesia. Usaha perikanan pada masa lalu tidak menjadi perhatian masyarakat, bahkan dapat dikatakan dipandang sebelah mata, namun dewasa ini usaha perikanan menjadi perhatian masyarakat karena usaha perikanan memiliki ketahanan yang tinggi terhadap krisis ekonomi yang melanda negara. Usaha perikanan pada saat sekarang ini terbagi atas dua jenis yaitu usaha perikanan konsumsi dan usaha perikanan hias. Kedua bidang usaha tersebut dapat dikembangkan baik melalui usaha pembenihan dan pembesaran atau bahkan kedua-duanya tergantung minat masyarakat yang akan membudidayakannya. Ikan gurami merupakan salah satu ikan air tawar. Budidaya ikan gurami yang dilakukan oleh petani ikan di Desa Semboro dengan menggunakan kolam ikan. Penggunaan kolam ikan yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan pekarangan rumah serta membuat kolam ikan disawah. Usaha budidaya ikan gurami yang dilakukan oleh petani di Desa Semboro sudah dilakukan lebih dari 20 tahun. Usaha budidaya ikan gurami difokuskan pada pembesaran ikan atau sering disebut dengan ikan konsumsi. Tujuan dari suatu proses produksi adalah untuk mencapai keuntungan. Suatu keuntungan diperoleh melalui pengorbanan-pengorbanan suatu input sehingga penting bagi para petani untuk melakukan pengambilan keputusan terkait dengan penggunaan jumlah input. Alokasi pengeluaran biaya yang tepat akan mempengaruhi keuntungan bersih atau pendapatan petani, semakin kecil biaya yang dikeluarkan maka keuntungan yang diperoleh akan semakin besar. Pendapatan petani tidak hanya terkait dengan biaya saja namun juga dengan total penerimaan, dimana total penerimaan ini diperoleh dari harga jual dikalikan dengan jumlah output yang terjual. Semakin rendah harga jual atau semakin sedikit unit output yang terjual maka pendapatan yang diterima petani akan semakin kecil. Sifat dari budidaya ikan gurami adalah intensif dan padat modal, besarnya modal yang digunakan sangat berpengaruh pada hasil akhir yang didapatkan oleh pembudidaya dalam hal ini adalah produksi dan kemudian setelah dinilai dengan uang akan muncul pendapatan. Penggunaan modal ini tentu saja berkaitan dengan penggunaan biaya produksi. Biaya produksi yang besar pada dasarnya dapat menghasilkan produksi yang besar pula, namun bila penggunaannya berlebihan maka akan mengurangi pendapatan, oleh sebab itu perlu diketahui tingkat efisiensi budidaya ikan gurami di Desa Semboro. Setiap petani dalam usahataninya selalu memutuskan jumlah input untuk menghasilkan output yang maksimal, apabila nilai output tersebut lebih tinggi nilainya untuk perkesatuan input yang digunakan maka produksi tersebut dikatakan lebih efisien dibandingkan dengan yang lain. Pentingnya efisiensi biaya ini berpengaruh juga pada pendapatan petani, seperti pada kenyataannya penerimaan yang tinggi tidak mencerminkan adanya efisiensi yang tinggi pula pada pendapatan. Pendapatan yang tinggi akan diperoleh apabila suatu budidaya tersebut memiliki tingkat efisiensi yang tinggi. Efisiensi yang tinggi akan mencerminkan tingkat penggunaan segala biaya dalam budidaya secara minimal. Keberhasilan efisiensi dari suatu proses produksi adalah apabila petani dapat memperoleh pendapatan yang maksimal dengan pengorbanan yang minimal. Efisiensi produksi mencegah alokasi berlebihan dari suatu input atas output yang akan dihasilkan sehingga mencegah pemborosan dari suatu input yang akibatnya berpengaruh negatif pada petani. Efisiensi biaya dapat diukur dengan menggunakan R/C ratio. R/C ratio ini membandingkan antara biaya total yang digunakan dalam suatu proses produksi dengan total penerimaan petani dari proses produksi tersebut. Biaya total yang dihitung meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Pendapatan pembudidaya ikan pada umumnya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap pendapatan yaitu produksi, luas kolam, biaya sewa lahan, harga jual, tenaga kerja, biaya benih, biaya pupuk, biaya obat-obatan, pengalaman petani. Sesuai dengan teori biaya produksi yang melibatkan adanya biaya tetap dan biaya variabel, maka pada sektor ekonomi pengaruh besaran jumlah biaya tenaga kerja, biaya benih, biaya pupuk, biaya obat-obatan yang kesemuanya termasuk dalam biaya variabel akan mempengaruhi secara negatif terhadap jumlah pendapatan. Faktor kepemilikan lahan petani yang menjadi variabel tetap juga akan berpengaruh negatif terhadap jumlah pendapatan, hal ini terkait adanya biaya sewa atau biaya pajak bumi dan bangunan. Artinya semakin besar biaya variabel dan dan biaya produksi maka akan semakin mengurangi besaran pendapatan petani. Kegiatan budidaya ikan didasari dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang tinggi serta mampu membantu perekonomian bagi keluarga pembudidaya. Agar memperoleh keuntungan yang tinggi maka dalam suatu budidaya ikan diperlukan sebuah strategi baik dari aspek produksi hingga pemasaran produk. Proses pemasaran ikan gurami yang dilakukan oleh masyarakat pembudidaya gurami di Desa Semboro masih belum dilakukan secara mandiri hal ini karena pembudidaya masih bergantung pada tengkulak. Pembudidaya gurami di Desa Semboro lebih memilih pemasaran seperti ini karena tidak mau dirumitkan dalam proses pemanenan, selain itu sebagian besar pembudidaya masih memiliki keterkaitan dalam hal modal dimana tengkulak tersebut biasanya memberikan dalam hal pakan dan bibit ikan gurami. Sebagian besar pembudidaya berasumsi apabila proses pemasaran dilakukan secara mandiri mereka masih harus memikirkan biaya-biaya dalam proses pemanenan serta biaya transportasi yang akan mengurangi penerimaan mereka. Sebagian besar pembudidaya menjual dengan melewati tengkulak karena proses pemasarannya lebih cepat mengingat produk perikanan mudah rusak, dengan menjual kepada tengkulak pembudidaya tidak menanggung resiko. Hal ini merupakan alasan yang mendasari mengapa pembudidaya menjualnya kepada tengkulak. Perumusan strategi dalam usaha budidaya ikan gurami di Desa Semboro didasarkan pada analisis yang menyeluruh terhadap pengaruh faktor-faktor pendorong dan penghambat. Lingkungan eksternal perusahaan setiap saat berubah dengan cepat sehingga melahirkan berbagai peluang dan ancaman baik yang datang dari pesaing utama maupun dari iklim bisnis yang senantiasa berubah. Keberlanjutan budidaya gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember perlu dikaji baik dari sisi budidaya maupun pemasaran sehingga pembudidaya mampu mengatasi resiko-resiko yang kemungkinan terjadi agar usaha tersebut dapat berjalan dengan baik.
Gambar 2.3 Skema Kerangka Pemikiran Analisis Regressi Linier Berganda Perikanan Air Tawar Pola Pemasaran Komoditas Gurami Faktor Pendorong: 1. Kondisi perairan dan lingkungan yang sesuai dengan habitat ikan 2. Teknik budidaya yang baik 3. Minat dan Motivasi pembudidaya dalam budidaya tinggi 4. Jangkauan pasar luas 5. Permintaan tinggi 6. Harga ikan gurami tinggi Faktor Penghambat: 1. Gangguan hama dan penyakit 2. Modal terbatas milik sendiri 3. Tingginya biaya saprodi dalam budidaya ikan gurami 4. Adanya persaingan dengan komoditi per- ikanan dan pengusaha perikanan lainnya. 5. Ketergantungan terhadap tengkulak berkaitan 6. Pertumbuhan ikan gurami relatif lama sehingga membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk sampai pada pemasaran.
dan Penghambat Strategi pengembangan budidaya dan pemasaran gurami (Analisis FFA) Peningkatan Pendapatan Pembudidaya Gurami Efisiensi Budidaya R/C Ratio Faktor-Faktor Pendapatan: X 1 = Luas Kolam X 2 = Produksi X 3 = Biaya benih X 4 = Biaya TK X 5 = Biaya Pakan X 6 = Biaya Pupuk X 7 = Biaya Obat X 8 = Pengalaman X 9 = Harga
Pendapatan Pembudidaya Biaya Produksi Produksi 2.4 Hipotesis 1. Penggunaan biaya pada usahatani budidaya gurami di Desa Semboro adalah Efisien. 2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan pembudidaya gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember adalah Luas kolam, produksi, biaya benih, biaya TK, biaya pakan, biaya pupuk, biaya obat, pengalaman dan harga. 3. Faktor kunci keberhasilan pendorong pada usahatani budidaya dan pemasaran gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember adalah Teknik budidaya yang baik dalam budidaya ikan gurami dan faktor penghambat pada usahatani budidaya dan pemasaran gurami di Desa Semboro adalah gangguan hama dan penyakit.
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Penentuan Daerah Penelitian Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive Method). Daerah penelitian yang dipilih yaitu di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember. Penentuan daerah penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa Kecamatan Semboro merupakan salah satu sentra penghasil ikan gurami terbesar di Kabupaten Jember. Menurut Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jember (2013), Kecamatan Semboro pada tahun 2011 dan 2012 merupakan daerah penghasil ikan gurami terbesar dengan produksi tahun 2011 sebesar 188,2 ton dan tahun 2012 sebesar 199,7 ton. Jumlah pembudidaya terbanyak berada di Desa Semboro.
3.2 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, dan analitik. Metode diskriptif bertujuan untuk mendiskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu mengenai berbagai sifat dan faktor tertentu (Santosa, 2005). Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Selain metode diskriptif terdapat jug metode penelitian analitik yaitu berfungsi menguji hipotesa-hipotesa dan mengadakan interpretasi terhadap hasil analisa (Nazir, 2005).
3.3 Metode Pengambilan Sampel Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Metode pengambilan contoh yang dilakukan pada penelitian ini dengan menggunakan metode Total Sampling. Metode pengambilan contoh dengan menggunakan Total Sampling disebut juga sampel jenuh atau sensus. Sampel jenuh adalah seluruh anggota populasi dijadikan sampel. Hal ini dilakukan karena jumlah populasinya kecil atau terjangkau keseluruhan oleh peneliti (Sugiyono, 2011). Jumlah populasi diambil secara keseluruhan sebagai sampel yaitu sebanyak 35 pembudidaya. Untuk menentukan sampel lembaga pemasaran atau pedagang gurami tersebut, dalam penelitian ini digunakan metode Snowball sampling. Menurut Soetriono dan Hanafie (2007), snowball sampling diartikan sebagai suatu penarikan sampel dengan metode bola salju, artinya sampel pertama menentukan sampel yang kedua. Selanjutnya sampel yang kedua menentukan sampel ketiga dan atau keempat, begitu seterusnya seperti suatu rantai. Metode snowball sampling ini banyak dijumpai pada penelitian rantai pemasaran. Penelitian rantai pemasaran dimulai dari produsen pertama, kemudian dilanjutkan ke pedagang tengkulak, diteruskan ke pedagang pengumpul kabupaten, dan seterusnya. Selain itu untuk menentukan responden strategi pengembangan menggunakan Total Sampling dan Key Informan. Key Informan merupakan seseorang yang dianggap ahli dalam melakukan budidaya dan pemasaran gurami.
3.4 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data primer diperoleh secara langsung dari responden dengan menggunakan metode wawancara berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan (kuesioner). Data yang diambil dengan cara ini antara lain data produksi, data penggunaan sarana produksi, data kebutuhan tenaga kerja, pupuk dan obat- obatan. 2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi dan pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan budidaya gurami. Data yang diambil dengan cara ini diantaranya data dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jember, BPS Kabupaten Jember serta dari literatur-literatur yang terkait.
3.5 Metode Analisis Data Untuk menjawab permasalahan meguji hipotesis pertama mengenai efisiensi budidaya gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro adalah menggunakan analisis R/C ratio yang menunjukkan besarnya penerimaan yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk budidaya gurami pada masing-masing responden pembudidaya gurami, dengan formulasi sebagai berikut: R/C Ratio = Total Penerimaan (Rp) Total Biaya Produksi (Rp) Kriteria pengambilan keputusan; R/C ratio > 1 maka budidaya gurami di Desa Semboro adalah efisien. R/C ratio < 1 maka budidaya gurami di Desa Semboro adalah tidak efisien. Untuk menjawab permasalahan kedua mengenai pola pemasaran gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember adalah menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif yaitu analisis yang menitikberatkan pada survey lapang dengan melakukan wawancara responden. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan pola pemasaran yang kemudian dapat mengetahui saluran-saluran pemasaran gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember. Untuk menjawab permasalahan ketiga dan menguji hipotesis kedua mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pembudidaya gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro adalah menggunakan analisis regresi linier berganda. Analisis regresi inier berganda digunakan untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi pendapatan pembudidaya gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro. Bentuk persamaan regresi linier berganda dapat dituliskan sebagai berikut: Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + b 4 X 4 + b 5 X 5 + b 6 X 6 + b 7 X 7 + b 8 X 8+ b 9 X 9
Keterangan: Y = Pendapatan (Rp) a = Konstanta b 1 b 10 = Koefisien regresi X 1 = Luas Kolam (m 2 ) X 2 = Produksi (Rp) X 3 = Biaya benih (Rp) X 4 = Biaya Tenaga Kerja (Rp) X 5 = Biaya Pakan (Rp) X 6 = Biaya Pupuk (Rp) X 7 = Biaya Obat (Rp) X 8 = Pengalaman (Rp) X 9 = Harga (Rp) Untuk mengetahui secara keseluruhan bagaimana pengaruh variabel- variabel bebas (Independent) secara bersama-sama mempengaruhi pendapatan petani gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro dapat diformulasikan dengan analisis uji F sebagai berikut: F-Hitung = Kuadrat Tengah Regresi Kuadrat Tengah Sisa Kriteria Pengambilan Keputusan: Fhitung > F tabel ( = 5%), Ho ditolak berarti secara bersama-sama variabel independen berpengaruh nyata dengan variabel dependen pendapatan pembudidaya ikan gurami (Y). Fhitung F tabel ( = 5%), Ho diterima berarti secara bersama-sama variabel independen tidak berpengaruh nyata dengan variabel dependen pendapatan pembudidaya ikan gurami (Y). Untuk melihat pengaruh variabel secara parsial digunakan uji-t, adapun uji secara parsial digunakan untuk mengetahui seberapa besar masing-masing faktor produksi dapat mempengaruhi tingkat pendapatan pembudidaya gurami di Desa Semboro, dengan formulasi sebagai berikut: t-hitung = dimana Sbi = Kriteria Pengambilan Keputusan: Thitung > T tabel ( = 5%), Ho ditolak berarti koefisien regresi dari variabel independen berpengaruh nyata terhadap pendapatan pembudidaya ikan gurami (Y). Thitung T tabel ( = 5%), Ho diterima berarti koefisien regresi dari variabel independen berpengaruh tidak nyata terhadap pendapatan pembudidaya ikan gurami (Y). Selanjutnya untuk menguji seberapa jauh variabel Y yang disebabkan oleh variasi variabel X, maka dihitung nilai koefisien determinasi dengan rumus sebagai berikut: R 2 Adjusted = R 2 [(n-1) / (n-k-1)] Keterangan: N = Banyak sampel K = Banyaknya parameter Untuk menjawab pertanyaan keempat dan menguji hipotesis ketiga mengenai strategi pengembangan budidaya gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember dengan menggunakan analisis FFA. Force Field Analysis (FFA) atau analisis medan kekuatan adalah suatu alat yang tepat digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan pendorong dan faktor-faktor dilapangan yang dapat menopang terhadap solusi permasalahan, sehingga hal-hal positif dapat diaplikasikan dan atau yang negatif dapat dihilangkan atau dikurangi. Agar dalam pembudidayaan ikan gurami mengalami keberhasilan perlu dilakukan penilaian terhadap faktor yang teridentifikasi baik faktor pendorong maupun penghambat. Terdapat berbagai aspek yang perlu diperhatikan dalam menilai tiap- tiap faktor yaitu: a. Urgensi dalam pencapaian tujuan suatu usaha, yang terdiri dari Nilai Urgensi (NU) dan Bobot Faktor (BF). b. Dukungan atau kontribusi tiap faktor dalam pencapaian tujuan suatu usaha, yang terdiri dari Nilai Dukungan (ND) dan Nilai Bobot Dukungan (NBD). c. Keterkaitan antara faktor dalam pencapaian tujuan suatu usaha, yang terdiri dari Nilai Keterkaitan (NK), Nilai Rata-rata Keterkaitan (NRK), dan Nilai Bobot Keterkaitan (NBK). Faktor pendorong dan penghambat yang diketahui dilapang untuk mengetahui strategi pengembangan usaha budidaya gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember adalah sebagai berikut: Faktor Pendorong (D): (D1) Kondisi perairan dan lingkungan yang sesuai dengan habitat ikan (D2) Teknik budidaya yang baik (D3) Minat dan Motivasi pembudidaya dalam budidaya tinggi (D4) Jangkauan pasar luas (D5) Permintaan tinggi (D6) Harga ikan gurami tinggi Faktor Penghambat (H): (H1) Gangguan hama dan penyakit (H2) Modal terbatas milik sendiri (H3) Tingginya biaya saprodi dalam budidaya ikan gurami (H4) Adanya persaingan dengan komoditi per-ikanan dan pengusaha perikanan lainnya. (H5) Ketergantungan terhadap tengkulak berkaitan (H6) Pertumbuhan ikan gurami relatif lama sehingga membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk sampai pada pemasaran. Penilaian pada faktor pendorong dan penghambat hendaknya didukung dengan data yang akurat dan relevan, akan tetapi penilaian terhadap pada faktor pendorong dan penghambat juga dapat dilakukan dengan cara kualitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan apabila fakta-fakta yang terindentifikasi tidak didukung dengan data-data yang akurat dan lengkap. Untuk mendapatkan hasil analisis yang lebih akurat analisis kualitatif dapat dikuantifikasi berdasarkan skala nilai. Rensis Likert merupakan penganjur pendekatan skala nilai (rating scale). Skala nilai yang lazim digunakan antara 1-5. Menentukan aspek nilai urgensi (NU) dari setiap faktor pendorong dan faktor penghambat, maka dapat dilakukan dengan teknik komparasi. Teknik komparasi disini yaitu dengan membandingkan antara satu faktor dengan faktor yang lainnya dengan menggunakan pertanyaan mana yang lebih penting antara faktor D1 dan D2 dalam mendukung pencapaian tujuan?. Semakin penting faktor pendorong atau penghambat tersebut maka nilai kuantitatifnya akan semakin tinggi. Pada penilaian nilai urgensi faktor ini maka didesain suatu format komparasi seperti di sajikan pada tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1 Tabel Tingkat Urgensi antar Faktor Faktor Pendorong Tingkat Komparasi Urgensi Faktor NU BF D1 D2 D3 D4 D5 D1 D2 D3 D4 D5 Total Nilai Urgensi Nilai urgensi yang dilakukan menggunakan skala Likert yang kemudian dikonversikan dalam angka dengan skala antara 1-5. Ketentuan nilai tersebut yaitu: Angka 5 : nilai urgensi sangat tinggi Angka 4 : nilai urgensi tinggi Angka 3 : nilai urgensi cukup Angka 2 : nilai urgensi kurang Angka 1 : nilai urgensi sangat kurang Setelah menentukan nilai urgensi (NU) maka langkah selanjutnya adalah menentukan nilai bobot faktor (BF). Penilaian bobot faktor (BF) dapat dinyatakan dalam bilangan desimal atau presentase. Nilai BF dapat dihitung dari rumus berikut: BF = NU : TNU x 100% Setelah menentukan bobot faktor (BF) maka nilai BF dari masing-masing faktor dimasukkan pada tabel 2. Langkah yang sama juga dilakukan pada faktor penghambat. Setelah menetukan BF, maka selanjutnya adalah menentukan nilai dukungan (ND). Nilai dukungan adalah nilai persetujuan bahwa faktor pendorong atau penghambat tersebut mendukung atau menghambat pencapaian tujuan. Nilai dukungan (ND) ditentukan dengan brainstrorming melalui wawancara dengan responden yaitu pembudidaya ikan gurami di Desa Semboro. Langkah penilaian sama seperti nilai urgensi juga dengan menggunakan skala Likert yaitu nilai antara 1-5. Angka 5 : nilai dukungan sangat tinggi Angka 4 : nilai dukungan tinggi Angka 3 : nilai dukungan cukup Angka 2 : nilai dukungan kurang Angka 1 : nilai dukungan sangat kurang Setelah menentukan nilai dukungan, selanjutnya adalah menetukan nilai bobot dukungan (NBD). Rumus dari nilai bobot dukungan adalah sebagi berikut: NBD = ND x BF Langkah selanjutnya adalah menentukan nilai keterkaitan (NK) antara faktor pendorong dan faktor penghambat. Nilai keterkaitan ini juga dinilai menggunakan skala Likert, yaitu skala dengan nilai antara 1-5. Angka 5 : nilai keterkaitan sangat tinggi Angka 4 : nilai keterkaitan tinggi Angka 3 : nilai keterkaitan cukup Angka 2 : nilai keterkaitan kurang Angka 1 : nilai keterkaitan sangat kurang Kemudian mencari total nilai keterkaitan (TNK), total nilai keterkaitan ditentukan dari jumlah total nilai total nilai keterkaitan antara faktor pendorong dan penghambat dalam satu baris. Langkah selanjutnya adalah menentukan nilai rata-rata keterkaitan tiap faktor (NRK), rumus NRK adalah sebagai berikut: NRK = TNK : N 1 Keterangan: TNK = jumlah faktor internal dan eksternal yang dinilai N = jumlah faktor internal dan eksternal yang dinilai. 1 = satu faktor yang tidak dapat dikalikan dengan faktor yang sama.
Nilai bobot keterkaitan (NBK) dihitung setelah nilai keterkaitan (NK) diketahui. Rumus nilai keterkaitan adalah sebagai berikut: NBK = NRK x BF Langkah selanjutnya adalah menentukan total nilai bobot faktor (TNB. Rumus dari total nilai bobot faktor dapat dihitung melalui rumus: TNB = NDB + NBK Langkah selanjutnya adalah untuk mengetahui faktor kunci keberhasilan (FKK) dapat diketahui dari nilai total nilai bobot faktor (TNB) dari masing- masing faktor. Kekuatan dari unit usaha dapat diketahui dari besarnya total nilai bobot faktor (TNB). Cara menentukan FKK adalah sebagai berikut: a. Dipilih berdasarkan TNB yang terbesar. b. Jika TNB sama maka dipilih BF terbesar. c. Jika BF sama maka dipilih NBD terbesar. d. Jika NBD sama maka dipilih NBK terbesar. e. Jika NBK sama maka dipilih berdasarkan pengalaman dan rasionalitas. Berdasarkan besarnya TNB tiap faktor pendorong dan penghambat dapat ditunjukkan dalam suatu diagram yang bernama diagram medan kekuatan dengan kondisi yang ingin dicapai adalah pengembangan usahatani budidaya dan pemasaran gurame di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember. Arah yang diinginkan
Gambar 3.1 Diagram Medan Kekuatan
3.6 Terminologi 1. Budidaya ikan air tawar merupakan salah satu alternatif usaha yang dapat dijadikan usaha dalam pengembangbiakkan ikan. 2. Budidaya ikan dalam kolam merupakan salah satu pengusahaan ikan air tawar pada media kolam. 3. Kolam ikan gurami adalah tempat hidup atau habitat yang disediakan petani untuk budidaya ikan gurami. 4. Pembudidaya ikan gurami adalah orang yang mengusahakan budidaya ikan gurami. 5. Usaha Pembesaran ikan Gurami adalah usaha yang dilakukan untuk memproduksi ikan gurami yang siap dipasarkan, gurami yang dipasarkan dalam ukuran siap untuk dikonsumsi. 6. Satu musim budidaya adalah waktu yang digunakan untuk pemeliharaan ikan mulai penebaran hingga panen, waktu yang dibutuhkan selama 8-9 bulan. 7. Jumlah tebar adalah frekuensi penebaran benih yang dilakukan oleh pembudidaya dalam waktu satu kali budidaya. 8. Jumlah panen adalah frekuensi pemanenan yang dilakukan oleh pembudidaya dalam jangka 8-9 bulan terdiri dari beberapa musim budidaya. 9. Produksi adalah seluruh hasil ikan gurami yang diperoleh peternak pembudidaya dalam jangka waktu satu kali produksi atau per tahun. 10. Pemasaran gurami di Desa Semboro adalah pemasaran yang dilakukan oleh pembudidaya gurami dalam penelitian ini peneliti membatasi daerah pemasaran hanya di Kabupaten Jember. 11. Responden adalah seluruh pembudidaya ikan gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember pada periode 2013 serta lembaga pemasaran yang terkait dalam proses pemasaran ikan gurami. 12. Biaya produksi adalah pengorbanan yang dikeluarkan untuk proses produksi pembesaran gurami yang meliputi biaya tetap dan baiaya variabel. 13. Biaya tetap adalah biaya yang konstan besarnya dan tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan dan dinyatakan dalam rupiah (Rp). 14. Biaya variabel adalah jumlah biaya yang besar kecilnya tergantung pada besar kecilnya produksi, seperti biaya benih, biaya pakan, biaya obat-obatan, biaya tenaga kerja. 15. Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam melakukan budidaya ikan gurami, tenaga kerja yang dinilai adalah tenaga kerja luar keluarga yang dinyatakan dalam hari kerja pria (HKP). 16. Efisiensi adalah penggunaan input atau faktor-faktor yang sekecil-kecilnya dalam usaha budidaya gurami untuk mendapatkan output atau hasil produksi yang maksimal. 17. Pendapatan adalah hasil dari penjualan dari usaha budidaya gurami dalam satu kali panen yang dinyatakan dalam satuan rupiah. 18. Penerimaan merupakan total penerimaan yang diterima yang merupakan hasil kali total biaya produksi ikan gurami dengan harga jual ikan gurami saat penelitian, dinyatakan dengan satuan rupiah. 19. Tengkulak adalah lembaga pemasaran yang membeli hasil ikan gurami, tengkulak di Desa Semboro juga berperan sebagai orang yang memberi pinjaman dalam hal pemenuhan pakan ikan gurami. 20. Lembaga pemasaran adalah lembaga yang berperan dalam proses pemasaran ikan gurami, lembaga pemasaran dalam hal ini dibatasi hanya yang berada di wilayah Kabupaten Jember. 21. Modal adalah biaya total yang diperlukan untuk satu kali panen saat dilakukan usaha budidaya ikan gurami, dinyatakan dalam satuan rupiah. 22. Faktor-faktor produksi adalah variabel-variabel yang mempengaruhi produksi gurami yang terdiri luas kolam, jumlah benih yang ditebar, pakan, obat- obatan. 23. Tingkat kematian yang tinggi adalah tingkat kematian ikan yang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain disebabkan karena penyakit parasit dan penyakit non parasit. 24. Force Field Analysis (FFA) adalah suatu alat analisis untuk merencanakan suatu perubahan yang terdiri dari faktor pendorong dan penghambat. 25. Bantuan fisik dari pemerintah adalah bantuan yang diterima oleh pembudidaya gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember berupa kolam permanen dan bantuan uang. 26. Persaingan dengan pembudidaya lain adalah persaingan harga apabila pembudidaya didaerah lain panen raya maka harga jual dari ikan akan turun. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2007. Metodologi Penelitian dan Pengkajian Perikanan. [Serial on-line]. www.geocities.com. [diakses 13 April 2013].
Cahyono, bambang. 2001. Budi Daya Ikan di Perairan Umum. Kanisius: Yogyakarta.
Hanafiah, A.M. dan Saefudin, A. M. 1986. Tataniaga Hasil Perikanan. Jakarta, UI Press. Handayani, Ary R. 2010. Analisis Biaya Dan Pendapatan Serta Prospek Pengembangan Budidaya Ikan Dalam Keramba Jaring Apung Di Desa Tegalrandu Kecamatan Klakah Kabupaten Lumajang. Skripsi: Universitas Jember:
Hariwijaya dan Triton. 2008. Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi. Oriza: Yogyakarta.
Hariyati, Yuli. 2007. Ekonomi Mikro. CSS: Universitas Jember.
Hasan, Iqbal. 2008. Pokok-Pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif). Jakarta: Bumi Aksara.
Hernanto, 1996. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya: Jakarta.
Ilyasa, Nanang. 2012. Pengembangan Budidaya Ikan Air Tawar Jember dinilai Positif Oleh Pemerintah Pusat . http://www.garudatimurnews.com/2012/09/pengembangan-budidaya-ikan- air-tawar.html. Garuda Timur News.
Nazir, M. 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia.
Nisjar K dan Winardi. 1997. Manajemen Strategik. Bandung: Mandar Maju.
Puspowardoyo, H. dkk. 1992. Membudidayakan Gurami Secara Intensif. Kanisius: Yogyakarta.
Putrisa, Ponia. 2006. Analisis Efisiensi Pemasaran Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias sp) dari Desa Babakan Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor. Institut Pertanian Bogor. Skripsi: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Rahayu, Siti. 2005. Potensi Usaha Pembenihan Ikan Mas (Cyprinus carpio) dan Kontribusinya terhadap Pendapatan Keluarga (Kasus pada Kelompok Mina Guna Usaha di Desa Krecek Kec. Pare Kab. Kediri). Universtitas Jember: Skripsi.
Rahmawaty. 2002. Pengelolaan Sumberdaya Perairan Waduk Secara Optimal dan Terpadu. [Serial on-line]. http://library.usu.ac.id/download/fp/hutan- rahmawaty3.pdf. [diakses 10 September 2013].
Said dan Intan. 2004. Manajemen Agribisnis. Jakarta: PT Ghalia Indonesia.
Semaoen, Iksan. 2011. Mikro Ekonomi. Malang: UB Press.
Sarifah, Laili. 2005. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Pendapatan Petani dan Prospek Pasar Ikan Gurami di Desa Umbulrejo Kecamatan Umbulsari Kabupaten Jember. Skripsi. Jember: Universitas Jember
Sianipar dan Entang. 2003. Teknik-Teknik Analisis Manajemen: Bahan Ajar Diklat PIM Tingkat III. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
Sianipar dan Entang. 2008. Teknik-Teknik Analisis Manajemen: Modul Diklat PIM tingkat III. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
Sinar Tani. 2006. Beternak Ikan dalam Karamba. [serial online]. www.nguntoronadi.wonogiri.org. [Diakses 12 agustus 2013].
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
. 2010. Agribisnis: Teori dan Aplikasinya. Rajawali PERS: Jakarta.
. 1995. Analisis Usahatani. UI Press, Jakarta.
Soemodiharjdo, Idha Haryanto. 2003. Perbedaan dan Variabilitas Harga Produk Pertanian Universitas Jember: Jember, Jawa Timur.
Soetriono, dkk. 2006. Pengantar Ilmu Pertanian. Jakarta : Bayu Media.
Soetriono dan Hanafi. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: ANDI OFFSET.
Sudarman, Ari. 1989. Teori Ekonomi Mikro. BPFE: Yogyakarta.
Suparta. 2007. Fokus Pengawasan: Membangun Budaya Kerja Melalui Pakta Integritas. Jakarta: Inspektorat Jenderal Departemen Agama RI. Supranto. 2001. Statistik Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Erlangga.
Susanto, Heru. 2008. Kolam Ikan. Jakarta: Penebar swadaya. Sutrisno, 2007. Budi Daya Ikan Air Tawar. Jakarta: Geneca Exact.
Tim PS. 2008. Agribisnis Perikanan. Jakarta: Penerbar Swadaya.
Tohir, Kaslan. 1991. Seutai Pengetahuan Usaha Tani Indonesia. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Wibowo, R 1995. Pengantar Ekonometrika. Jember: Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jember.
Yamin, M. 2005. Analisis Pengaruh Pembangunan Sektor Pertanian Terhadap Distribusi Pendapatan dan Peningkatan Lapangan Kerja di Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Pembangunan Manusia.
Yuliasari, ninda. 2010. Analisis Usahatani Dan Prospek Pengembangan Lele Dumbo Di Desa Mojo Mulyo Kecamatan Puger Kabupaten Jember. Universitas Jember: Skripsi: Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Univ. Jember.
Yuwono, T, Dkk. 2011. Pembangunan Pertanian : Membangun Kedaulatan Pangan. Gajah Mada University Press: Yogyakarta