Anda di halaman 1dari 54

KAJIAN EFISIENSI BUDIDAYA DAN POLA PEMASARAN

GURAME SERTA STRATEGI PENGEMBANGANNYA


(Studi Kasus Di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember)




PROPOSAL PENELITIAN



Oleh:
Wiji Lestari
NIM. 101510601007





Dosen Pembimbing:
DPU : Rudi Hartadi, SP., M. Si.
DPA : Aryo Fajar Sunartomo, SP., M. Si.







PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013








KAJIAN EFISIENSI BUDIDAYA DAN POLA PEMASARAN
GURAME SERTA STRATEGI PENGEMBANGANNYA
(Studi Kasus Di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember)



PROPOSAL PENELITIAN



Diajukan Guna Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Menyelesaikan Program Studi Agribisnis (S1)
dan Mencapai Gelar Sarjana Pertanian






Oleh
Wiji Lestari
NIM 101510601007









PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013









KAJIAN EFISIENSI BUDIDAYA DAN POLA PEMASARAN
GURAME SERTA STRATEGI PENGEMBANGANNYA
(Studi Kasus Di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember)






PROPOSAL PENELITIAN



Oleh:
Wiji Lestari
NIM. 101510601007





Dosen Pembimbing:
DPU : Rudi Hartadi, SP., M. Si.
DPA : Aryo Fajar Sunartomo, SP., M. Si.





PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor
pertanian sebagai sumber mata pencaharian sebagian besar penduduknya, dimana
sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.
Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian
Indonesia. Pengembangan sektor pertanian dalam arti luas, mulai dari sub sektor
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan
sampai pada basis sumber daya alam lainnya diharapkan dapat menciptakan
pemerataan pendapatan dan penyediaan lapangan pekerjaan (Yamin, 2005).
Pembangunan pertanian dikatakan sebagai pembangunan ekonomi di
sektor pertanian, karena pertanian merupakan salah satu sektor dalam kehidupan
ekonomi. Pembangunan sektor pertanian memiliki kontribusi dalam pendapatan
nasional, dan kontribusi dalam menyumbang devisa negara. Kebutuhan manusia
terhadap produk pertanian semakin lama semakin berkembang. Konsep
pembangunan pertanian mencangkup banyak aspek, mulai dari aspek teknis
produksi dengan berbagai dimensinya, aspek pemasaran pada skala lokal,
nasional, bahkan global juga mencangkup aspek sumberdaya manusia yang
terlibat dalam semua pembangunan pertanian dan aspek kebijakan (Yuwono,
2011).
Perikanan merupakan salah satu cabang dari pertanian dalam arti luas.
Tujuan pembangunan sub sektor perikanan diantaranya (1) meningatkan produksi
untuk memenuhi kebutuhan pangan termasuk perbaikan gizi, (2) meningkatkan
taraf hidup dan kesejahteraan petani ikan, (3) memperbaiki status sosial
nelayan/petani ikan, (4) menyerap tenaga kerja. Tujuan tersebut dicapai dengan
melakukan kegiatan intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi perikanan.
Usaha intensifikasi diarahkan untuk mencapai produktivitas yang optimal, dengan
memperhatikan kelestarian sumber-sumber perikanan. Ekstensifikasi diarahkan
untuk memperluas usaha penangkapan dan budidaya ke daerah-daerah yang masih
mempunyai potensi yang besar. Diversifikasi diarahkan pada penganekaragaman
usaha perikanan dan pengembangan industri pengolahan dan pemasaran. Usaha
perikanan pada dasarnya terbagi atas (1) usaha perikanan laut, (2) budidaya
perikanan darat dan (3) usaha perikanan diperairan umum yang memiliki
permasalahannya sendiri-sendiri (Tohir, 1991).
Pola kegiatan usaha budidaya perikanan darat dapat dibagi lagi menjadi
dua yaitu usaha tangkap dan usaha budidaya. Usaha budidaya ikan merupakan
salah satu cara mengembangbiakkan ikan baik dalam kolam, minapadi, maupun
diusahakan pada keramba. Usaha budidaya ikan menjadi salah satu pilihan bagi
masyarakat dalam mengatasi keterbatasan sumberdaya perikanan darat dan juga
untuk menjaga kelestarian ekosistem yang akan terganggu apabila penangkapan
dilakukan secara terus menerus tanpa memperhatikan keadaan lingkungan. Usaha
budidaya ikana merupakan usaha dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat
karena produk ikan merupakan salah satu sumber makanan yang memiliki protein
tinggi (Sinar Tani, 1996).
Usaha perikanan khususnya perikanan air tawar merupakan alternatif
usaha yang dapat dijadikan jembatan untuk menjalankan kegiatan perekonomian
di Indonesia. Usaha perikanan sekarang ini terbagi atas dua jenis yaitu usaha
perikanan konsumsi dan usaha perikanan hias. Kedua bidang usaha tersebut dapat
dikembangkan baik melalui usaha pembenihan dan pembesaran atau bahkan
kedua-duanya tergantung minat masyarakat yang akan membudidayakannya serta
melihat dari sisi ketersediaan lahan yang ada, serta kepemilikan modal yang akan
digunakan untuk usaha tersebut (Sutrisno, 2007).
Budidaya ikan dalam kolam telah banyak dilakukan oleh sebagian
masyarakat indonesia. Kolam berfungsi sebagai habitat buatan yang sengaja
diciptakan agar ikan dapat hidup dan berkembang biak denga baik. (Susanto,
2002). Budidaya ikan dalam kolam berdasarkan komunitasnya ada dua bidang
usaha yang dapat dikembangkan untuk mendapatkan nilai tambah atau hasil yaitu
budidaya ikan konsumsi dan budidaya ikan hias. Jenis ikan konsumsi yang sering
dibudidayakan antara lain ikan tawes, ikan gurami, ikan lele, ikan tombro (ikan
mas), ikan tambakan (Sutrisno, 2007). Wilayah Jawa Timur sendiri juga sudah
mengembangkan sistem budidaya perikanan di beberapa daerah yang berpotensi.
Kegiatan ini kemudian berkembang, hingga tahun 2012 nilai total produksi
perikanan dengan menggunakan kolam telah mencapai 176,371 ton dari total
produksi sub-sektor perikanan Jawa Timur (Pemprov Jatim, 2009).
Ikan Gurami (Osphronomus Gourmy) termasuk kedalam golongan ikan
Labyrinthici, yaitu sebangsa ikan yang memiliki alat pernafasan berupa insang
dan insang tambahan (labyrinth). Usaha budidaya gurami dapat dilakukan di
kolam atau tambak dan lahan potensial yang masih banyak terdapat di pedesaan
maupun lahan-lahan sempit yang berada di perkotaan. Budidaya ikan gurami
dilakukan untuk memenuhi permintaan dalam negeri selain itu gurami
mempunyai peluang yang cukup besar untuk diekspor. Usaha budidaya gurami
dirasa memiliki kontribusi yang tinggi dalam meningkatkan pendapatan
(Puspowardoyo, 1992).
Kabupatena Jember merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Jawa
Timur dengan tingkat penyerapan tertinggi di bidang Kredit Ketahanan Pangan
Dan Energi (KKPE) tahun 2012 ini yang mencapai Rp. 47,7 milyart di dalam
pengembangan dan budidaya perikanan air tawar. Potensi perikanan budidaya di
Kabupaten Jember mempunyai prospek yang baik, khususnya pada budidaya ikan
air tawar. Dilihat dari luas areal mempunyai peluang untuk dikembangkan,
peluang pasar cukup baik dan menjanjikan keuntungan yang cukup. Hal ini karena
pasar untuk komoditi masih terbuka lebar untuk produksi ikan air tawar
khususnya gurami yang masih belum mampu mencukupi kebutuhan pasar.
Tabel 1.1 Luas Produksi Ikan Gurami di Kabupaten Jember Tahun 2008 s/d 2012
No Tahun Luas (Ha) Produksi Ikan Gurami (ton)/Tahun
1 2008 71,69 508,5
2 2009 71,69 688,8
3 2010 48,88 701,01
4 2011 48,90 882,50
5 2012 56,74 1.046,8
Sumber : Dinas Perikanan Kab. Jember (data diolah)
Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan produksi budidaya ikan gurami yang
cenderung naik setiap tahunnya. Perkembangan produksi ikan gurami tidak diikuti
dengan perkembangan luas lahan budidaya. Peningkatan produksi diikuti dengan
semakin tinggi pengetahuan peternak pembudidaya ikan gurami, sehingga peternak
pembudidaya mampu mengoptimalkan lahan yang dimiliki dan mampu
menghasilkan produksi yang tinggi. Peningkatan produksi pada dasarnya ditujukan
untuk mencukupi permintaan pasar, sehingga dengan produksi yang tinggi pula
kebutuhan pasar akan terpenuhi. Peternak pembudidaya tidak akan mungkin
melakukan budidaya ikan gurami apabila permintaan pasar yang cenderung
menurun. Cita rasa ikan gurami sendiri cenderung berbeda dengan ikan air tawar
lainnya selain itu ikan gurami juga memiliki kandungan gizi yang tinggi. Hal ini
merupakan salah satu daya tarik dari ikan gurami sehingga permintaan dari ikan
gurami meningkat. Banyaknya rumah makan yang menyediakan menu-menu
olahan ikan gurami juga menjadikan salah satu alasan kebutuhan ikan gurami yang
semakin naik tiap tahunnya. Dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya, ikan
gurami dapat dianggap memiliki keunggulan baik dari segi harga maupun
permintaan konsumen sehingga dari segi persaingan dirasakan tidak ada masalah.
Sementara itu permintaan yang cukup besar belum dapat dipenuhi dari produksi
ikan gurami yang ada. Hal ini disebabkan oleh belum intensifnya teknologi
budidaya ikan gurami. Dengan demikian, walaupun hanya untuk memenuhi
kebutuhan pasar domestik, peluang pasar masih terbuka. Upaya pengembangan
ikan gurami seharusnya dilakukan guna mencukupi kebutuhan pasar yang kian
tinggi.
Upaya pengembangan usaha perikanan air tawar, khususnya budidaya ikan
gurami difokuskan pada peningkatan produksi dan produktifitas dengan
menetapkan teknologi tepat guna yang lebih menguntungkan. Pengembangan
unit-unit produksi pada sentra-sentra produksi diarahkan untuk peningkatan
pengembangan usaha budidaya perjenis ikan dan selanjutnya menjadi
kawasan/sentra. Pengembangan sentra-sentra produksi sesuai karakteristik
wilayah serta luas areal dalam usaha budidaya gurami di Kecamatan yang terdapat
pada Kabupaten Jember adalah sebagai berikut:





Tabel 1.2 Luas dan Produksi Gurami di Kecamatan pada Kabupaten Jember tahun
2012
No. Kecamatan
Gurami
Luas Produksi
Ha Ton
1 Ajung 0.19 0.5
2 Ambulu 0.17 0.5
3 Arjasa 0.06 0.1
4 Balung 0.51 13.5
5 Bangsalsari 12.75 155.4
6 Gumukmas 10.12 125.7
7 Jelbuk 0.01 0.1
8 Jenggawah 0.06 0.7
10 Kalisat 0.05 0.2
11 Kaliwates 0.06 0.3
12 Kencong 6.25 54.2
13 Ledokombo 0.01 0.4
14 Mayang 0.10 0.7
15 Mumbulsari 0.35 2.4
16 Pakusari 0.05 0.3
17 Panti 0.45 0.7
18 Patrang 0.07 0.5
19 Puger 2.51 125.7
20 Rambipuji 0.75 25.8
21 Semboro 1.54 199.7
22 Silo 0.02 0.2
23 Sumberjambe 0.02 0.1
24 Sumbersari 0.13 0.5
25 Sumberbaru 2.35 72.5
26 Sukorambi 0.05 0.1
27 Sukowono 0.02 0.2
28 Tanggul 1.75 29.4
29 Tempurejo 1.45 7.5
30 Umbulsari 5.85 159.9
31 Wuluhan 0.79 51.5
Jumlah 56.74 1,046.8
Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Jember tahun 2012 (data dioalah)
Rata-rata produksi ikan gurami yang dihasilkan peternak pembudidaya
utamanya di Kecamatan Semboro berkisar 199.7 ton pertahun dengan luas lokasi
budidaya sebesar 1.54 Ha. Produksi ikan yang sedemikian ini masih belum
mampu mencukupi kebutuhan pasar. Kebutuhan ikan gurami seiring dengan
perkembangan jaman semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kecamatan
Semboro merupakan salah satu sentra penghasil ikan gurami terbanyak di
Kabupaten Jember. Kecamatan Semboro terdiri dari enam Desa yaitu Desa
Sidomekar, Desa Semboro, Desa Sidomulyo, Desa Pondok Joyo, Desa Pondok
Dalem dan Desa Rejoagung. Desa Semboro merupakan salah satu sentra terbesar
budidaya ikan gurami yang berada di Kecamatan Semboro. Jumlah pembudidaya
gurami di Desa Semboro lebih banyak dibandingkan dengan Desa lainnya yang
berada di Kecamatan Semboro. Budidaya gurami yang dilakukan oleh masyarakat
Desa Semboro merupakan usaha yang memiliki kontribusi besar dalam
menyumbang pendapatan masyarakat pembudidaya. Salah satu faktor utama yang
mendasari suatu usaha budidaya gurami dapat dikatakan berhasil yaitu dengan
menekan biaya-biaya produksi.
Usahatani budidaya gurami yang dilakukan di oleh sebagian besar
masyarakat di Desa Semboro kadang kala dihadapkan dengan berbagai kondisi.
Salah satu kondisi yang dihadapi oleh sebagian besar peternak pembudidaya di
Desa Semboro dalam budidaya gurami adalah masalah pakan. Pakan yang
digunakan tersebut berupa pellet, pemberian pellet secara teratur akan
mempercepat pertumbuhan ikan gurami, dari pengalaman budidaya menunjukkan
bahwa ikan gurami yang diberi makanan berupa pellet kecepatan pertumbuhannya
mencapai 3 kali lipat dibandingkan dengan hanya diberi makanan berupa daun-
daunan, katul maupun ampas tahu. Akan tetapi pada saat harga pakan (pellet) naik
yaitu menjadi Rp 8.500/kg peternak pembudidaya di Desa Semboro harus
mengurangi pakan agar biaya produksi tidak membengkak. Untuk mencukupi
kebutuhan pakan tersebut peternak pembudidaya di Desa Semboro mensiasatinya
dengan memberikan makanan tambahan berupa daun-daunan yang dicacah kasar.
Pola pemberian pakan pellet diberikan pada waktu pagi dan sore hari sedangkan
untuk daun-daunan diberikan pada waktu yang siang hari yang ditaburkan merata
pada kolam. Penggunaan pakan tambahan seperti halnya daun-daunan tersebut
diharapkan dapat menekan biaya usahatani budidaya ikan gurami di Desa
Semboro.

Proses pemasaran produksi ikan gurami di Desa Semboro belum dilakukan
secara mandiri. Artinya proses pemasaran yang dilakukan masih melalui
tengkulak yang membeli hasil produksi ikan gurami tersebut. Peternak
pembudidaya merasa masih belum mampu menjual produksinya sendiri. Proses
pemasaran yang dilakukan melalui tengkulak dengan berbagai pertimbangan
antara lain petani tidak ingin merasa direpotkan dengan hal-hal yang berkaitan
dengan proses pemanenan. Peternak pembudidaya berasumsi apabila mereka
menjual hasil produksinya sendiri mereka masih harus memikirkan biaya-biaya
pemanenan serta biaya transportasi yang tentu halnya akan mengurangi keutungan
yang didapatkan. Dengan menjual hasil produksinya kepada tengkulak
pembudidaya tidak lagi memikirkan kegiatan pemanenan serta pembudidaya akan
lebih cepat pula memperoleh uang hasil produksinya dari pada mereka harus
menjualnya sendiri. Pembudidaya ikan gurami di Desa Semboro memiliki
keterkaitan yang cukup erat berkaitan dengan sebagian pembudidaya membeli
pakan kepada tengkulak dengan sistem bayar belakangan. Tengkulak yang
membeli hasil produksi ikan gurami di Desa Semboro merupakan pedagang yang
sudah lama membeli hasil produksi ikan gurami di Desa Semboro. Petani menjual
hasil produksinya kepada tengkulak atas dasar kepercayaan. Akan tetapi, hal ini
akan mempengaruhi pendapatan peternak pembudidaya, misalnya banyak para
tengkulak yang membeli ikan gurami dengan harga rendah, sedangkan tengkulak
menjual ikan gurami tersebut kepada konsumen ataupun kepada lembaga
pemasaran lainnya dengan harga yang lebih tinggi. Proses pemasaran yang
dilakukan peternak pembudidaya gurami di Desa Semboro perlu ditinjau agar
peternak pembudidaya mendapatkan keuntungan yang tinggi.
Fluktuasi harga ikan gurami menyebabkan penerimaan petani tidak
menentu. Budidaya gurami hanya dapat dipanen sekali dalam proses budidaya,
apabila terjadi proses pemanenan yang tidak serempak akan menyebabkan ikan-
ikan yang belum dipanen akan stres dan akan menyebabkan kematian. Fluktuasi
harga ikan gurami di Desa Semboro disebabkan karena adanya panen raya di
daerah sentra lainnya sepertihalnya di Trenggalek, Tulungagung dan Blitar.
Fluktuasi harga ikan gurami merupakan salah satu faktor yang mampu
mempengaruhi pendapatan pembudidaya ikan gurami di Desa Semboro. Selain itu
faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pendapatan pembudidaya ikan gurami di
Desa Semboro berdasarkan survey pendahuluan yaitu luas kolam yang dimiliki
pembudidaya, biaya aspek-aspek usahatani yang dikeluarkan dalam proses
budidaya. Keberlanjutan usahatani budidaya gurami di Desa Semboro Kecamatan
Semboro Kabupaten Jember didukung oleh berbagai aspek baik internal maupun
eksternal. Akan tetapi dalam usaha budidaya gurami yang dilakukan di Desa
Semboro juga terdapat faktor penghambat. Faktor pendorong yang terdapat di
Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember yakni berkaitan dengan
sumber daya yang dimiliki oleh Desa Semboro. Irigasi di Desa Semboro
sepenuhnya dapat terpenuhi oleh Bendungan Bondoyuda, Bendungan Bondoyuda
merupakan Bendungan yang mengatur irigasi di Desa Semboro.
Beberapa permasalahan lain yang terjadi yang dapat dihimpun berdasarkan
survey pendahuluan pada lokasi diantaranya adalah: 1) Modal terbatas milik
sendiri 2) Gangguan hama dan penyakit, 3) Tingginya biaya saprodi dalam
budidaya ikan gurami 4) Adanya persaingan dengan komoditi perikanan dan
pengusaha perikanan lainnya 5) Ketergantungan terhadap tengkulak dan 6)
Pertumbuhan ikan gurami elatif lama. Permasalahan di atas mempengaruhi
keberlanjutan usaha dari usaha budidaya ikan gurami, oleh karena itu perlu
dilakukan analisis untuk mengetahui keberlanjutan usaha ini. Analisis yang bisa
dilakukan adalah terkait dengan penggunaan biaya yang dilakukan oleh para
pembudidaya, sebab penggunaan biaya ini berkaitan dengan pendapatan. Analisis
selanjutnya adalah mengenai analisis pemasaran, pemasaran merupakan akhir dari
serangkaian proses budidaya yang menentukan seberapa besar para pembudidaya
ikan gurami di Desa Semboro akan memperoleh pendapatan, selanjutnya perlu
juga diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pembudidaya gurami
di Desa Semboro serta strategi pengembangan usaha budidaya gurami di masa
depan dengan adanya permasalahan yang dihadapi karena itu peneliti tertarik
untuk mengadakan penelitian yang berkaitan dengan efisiensi biaya, efisiensi
saluran pemasaran, dan faktor-faktor pendapatan serta strategi pengembangan
budidaya ikan gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana efisiensi budidaya gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro
Kabupaten Jember ?
2. Bagaimana pola pemasaran hasil produksi gurami di Desa Semboro
Kecamatan Semboro Kabupaten Jember ?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan petani gurami di Desa
Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember ?
4. Bagaimana strategi pengembangan budidaya dan pemasaran gurame di Desa
Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui efisiensi budidaya gurami di Desa Semboro Kecamatan
Semboro Kabupaten Jember.
2. Untuk mengetahui pola pemasaran produksi gurami di Desa Semboro
Kecamatan Semboro Kabupaten Jember.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani
gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember.
4. Untuk mengetahui strategi pengembangan budidaya dan pemasaran gurami di
Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember.

1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan pemerintah
untuk mendukung pengembangan usaha budidaya gurami di Desa Semboro
Kecamatan Semboro Kabupaten Jember
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian
selanjutnya.



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Menurut penelitian Yuliasari (2010), pada penelitiannya mengenai
Analisis usahatani dan prospek pengembangan lele dumbo di Desa Mojo Mulyo
Kecamatan Puger Kabupaten Jember menunjukkan bahwa budidaya lele dumbo
tersebut efisiensi. Diketahui bahwa dengan rata-rata efisiensi biaya budidaya lele
sebesar 1,16. Artinya penggunaan biaya usahatani sudah efisien karena nilainya
lebih besar dari satu. Nilai R/C ratio sebesar 1,16 menunjukkan bahwa se-tiap Rp
1.000,00 biaya yang di-keluarkan pada budidaya lele akan menghasilkan
penerimaan sebesar Rp. 1.160,00. Penggunaan biaya yang efisien pada budidaya
lele ini disebabkan karena petani lele di Desa Mojomulyo telah mampu me-
lakukan teknik budidaya yang baik dengan sistem perencanaan usaha baik
perencanaan penebaran benih dan panen yang akan diperolehnya.
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Darmansyah (2003) yang
meneliti Kajian Pendapatan dan Pemasaran Hasil Budidaya Ikan Gurami di
Kecamatan Umbulsari Kabupaten Jember. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
saluran pemasaran hasil budidaya ikan gurami di Kecamatan Umbulsari
Kabupaten Jember adalah sebagai berikut:







Gambar 2.1 Saluran pemasaran Ikan Gurami
Terdapat dua saluran pemasaran dalam pemasaran hasil budidaya gurami
yaitu saluran pemasaran ke 1 adalah Pembudidaya, Pedagang pengumpul, dan
Konsumen, sedangkan saluran pemasaran kedua adalah Pembudidaya, pedagang
pengumpul, pedagang pengecer, dan konsumen.
Pembudidaya
Pedagang Pengecer
Pedagang
Pengumpul

Konsumen
Kemudian menurut Sarifah (2005), pada penelitian tentang Faktor-Faktor
yang Berpengaruh terhadap Pendapatan Petani dan Prospek Pasar Ikan Gurami di
Desa Umbulrejo Kecamatan Umbulsari Kabupaten Jember. Faktor-faktor yang
dianggap berpengaruh terhadap pendapatan pembudidaya dalam penelitian yang
dilakukan tersebut adalah meliputi biaya tetap, biaya benih, biaya pakan, biaya
obat-obatan, biaya tenaga kerja, produksi, harga jual, luas kolam, umur,
pengalaman, modal. Faktor-faktor produksi tersebut kemudian diuji menggunakan
uji-F, setelah pengujian dilakukan diketahui bahwa secara keseluruhan variabel
tersebut secara bersama-sama berpengaruh terhadap pendapatan usaha budidaya
ikan gurami dengan nilai F hitung sebesar 831,420 dan tabel sebesar 3,45 pada
taraf kepercayaan 95%. Nilai koefisien determinasi (Adjusted R Square) dari
persamaan fungsi pendapatan adalah sebesar 0,996.
Lebih lanjut dijelaskan pula oleh Handayani (2010), di dalam
penelitiannya tentang Analisis Biaya Dan Pendapatan Serta Prospek
Pengembangan Budidaya Ikan Dalam Keramba Jaring Apung Di Desa Tegalrandu
Kecamatan Klakah Kabupaten Lumajang menunjukkan bahwa prospek
pengembangan budidaya ikan dalam keramba jaring apung di Desa Tegalrandu
Kecamatan Klakah berdasarkan penilaian dari faktor pendorong pengembangan
usaha budidaya ikan dalam keramba jaring apung adalah penguasaan teknik
budidaya yang baik dengan nilai TNB sebesar 2,10. Pengusaaan teknik yang
dimiliki pembudidaya ikan di Desa Tegalrandu merupakan faktor utama karena
dengan penguasaan teknik budidaya yang baik akan mempengaruhi kualitas
produk, kuantitas produk, yang nantinya akan berpengaruh pada tingginya
permintaan dan juga pendapatan pembudidaya. Sedangkan kunci keberhasilan
faktor penghambat pengembangan budidaya ikan dalam keramba jaring apung di
Desa Tegalrandu adalah siklus koyok yang memnyebabkan kematian pada ikan
dengan total nilai TNB adalah sebesar 1,63. Siklus ini merupakan siklus alam dan
diperparah juga akibat aktivitas budidaya ikan oleh warga, siklus ini sangat
merugikan karena pada umumnya ikan yang dipelihara akan mati seluruhnya
sehingga pembudidaya akan mengalami kerugian.

2.2 Tinjauan Teori
2.2.1 Budidaya Ikan Dalam Kolam
Budidaya perikanan adalah usaha pemeliharaan dan pengembang biakan
ikan atau organisme air lainnya. Budidaya perikanan disebut juga sebagai
budidaya perairan atau akuakultur mengingat organisme air yang dibudidayakan
bukan hanya dari jenis ikan saja tetapi juga organisme air lain seperti kerang,
udang maupun tumbuhan air. Akuakultur merupakan suatu proses peternakan
spesis hidupan air tawar, air payau atau air masin di dalam suatu persekitaran
yang terkawal. Akuakultur meliputi segala aktiviti pengeluaran, pemprosesan dan
pemasaran produk hidupan air. Tujuan utama aktivitas akuakultur pada masa ini
adalah untuk meningkatkan kualiti dan kuantiti ternakan dengan menggunakan
sepenuhnya sumber tanah dan perairan yang tersedia (Koris, 2012).
Akuakultur dari aspek biologi diartikan sebagai upaya manusia melalui
masukan tenagan kerja dan energi, untuk meningkatkan produksi hewan air
ekonomis penting dengan memanipulasi laju pertumbuhan, moralitas dan
reproduksi dalam hal ini jelas bahwa akuakultur seperti halnya agronomi, pada
prinsipnya dan banyak masalah yang hampir sama, dengan cirri khas karena
akuakultur menggunakan media air. Selain istilah akuakultur terdapat istilah-
istilah yang biasa digunakan seperti fish farming, fish husbandry, aquafarming,
fish culture, fish cultivation, mariculture yang satu sama lain hampir sama
pengertiannya. Tipe akuakultur yang paling sederhana biasa disebut extensive,
semi-cultur atau sistem terbuka, misalnya transplantasi tiram/kerang ke suatu
perairan tertentu. Sebaliknya sistem intensif, close system meliputi pengontrolan
secara sempurna terhadap organisme dan lingkungannya. Istilah intensif diartikan
kepadatan dan produksi tinggi per satuan unit area dibandingkan dengan keadaan
di alam (Anonim, 2007).





Aspek produksi perikanan meliputi komoditas perikanan, agroklimat, budi
daya dan pascapanen. Masing-masing aspek tersebut antara lain:
1. Sifat komoditas
a. Tidak tergantung musim
Budi daya ikan berbeda dengan budi daya tanaman, misalnya sayuran dan
tanaman pangan. Budi daya ikan tidak memperhatikan musim hujan atau
kemarau. Pada setiap musim, kegiatan pembenihan dapat dilakukan selama
syarat-syarat budi daya seperti kolam, kualitas air, dan makanan dapat
terpenuhi, begitu juga saat panen. Pemanenan komoditas ikan dapat dilakukan
sesuai keinginan, baik dari sisi waktu maupun ukuran.
b. Dipengaruhi oleh jarak lokasi usaha ke konsumen
Lokasi budi daya dengan konsumen sangat mempengaruhi harga komoditas
ikan. Semakin jauh jarak lokasi usaha tersebut, semakin mahal harga ikan di
tangan konsumen. Hal ini disebabkan adanya biaya tambahan untuk
transportasi. Selain itu, terdapat biaya tambahan lain untuk mempertahankan
kesegaran ikan sampai ditangan konsumen, kecuali untuk ikan yang sudah
diawetkan.
c. Mudah rusak dan berisiko tinggi
Tubuh ikan mengandung protein dan air yang cukup tinggi serta mempunyai
pH tubuh mendekati netral. Dengan demikian, tubuh ikan bisa dijadikan media
yang baik untuk pertumbuhan bakteri dan mikro-organisme pembusuk. Kondisi
yang seperti ini menyebabkan ikan termasuk komoditas yang mudah rusak.
Selain itu, daging ikan mempunyai sedikit tenunan pengikat tendon sehingga
sangat mudah dicerna oleh enzim autolysis. Mengingat sifat ikan yang mudah
rusak, pemasarannya perlu dilakukan dengan cepat. Apabila terjadi penurunan
kualitas maka harga ikan bisa turun sehingga dapat menyebabkan kerugian
yang tidak sedikit.
d. Perputaran modal cepat
Umumnya waktu yang dibutuhkan dari massa pemijahan sampai ke masa
panen tidak terlalu lama. Hal ini tergantung pada jenis ikan yang
dibudidayakan.
Menurut Cahyono (2001), pengelolaan budidaya ikan ditujukan untuk
mendapatkan produksi ikan optimal dengan tetap memperhatikan daya dukung
dan kelestarian sumberdaya perairan. Prinsip dari budidaya adalah pemeliharaan
ikan pada kondisi perairan umum yang dapat dikendalikan lingkungannya.
Sumber daya perairan umum yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan
budidaya perikanan meliputi perikanan air tawar, seperti kolam, sungai, waduk,
saluran irigasi teknis, rawa, danau dan perairan payau seperti tambak, hutan
bakau, dan perairan laut.
Menurut Sutrisno (2007), pembudidayaan ikan pada kolam harus
dilakukan ditempat yang cocok dan sesuai dengan karakter ikan yang akan
dibudidayakan, hal ini dapat dilihat dari segi social ekonomi serta sesuai dengan
persyaratan teknisnya. Segi sosial ekonomi merupakan salah satu aspek penting
dalam menentukan lokasi budi daya. Usaha budi daya ikan dalam kolam menilai
dari sisi kaca mata ekonomi yang berkaitan dengan efisiensi sarana produksi dan
pemasaran hasil produksi.

2.2.2 Ikan Gurami
Menurut Marianto (2001), gurami (Osphronemus gourami) adalah ikan air
tawar yang banyak menghuni rawa-rawa, danau atau daerah yang perairannya
tenang. Ikan gurami (Osphronemus gourami) termasuk golongan ikan
Labyrinthici, yaitu sebangsa ikan yang memiliki alat pernafasan berupa insang
tambahan (labyrinth). Menurut beberapa literatur menyebutkan ikan gurami
memiliki daya tarik sendiri dibandingkan dengan ikan-ikan lainnya, yaitu
memiliki rasa yang lebih gurih, dagingnya lebih tebal, rasanyanya lezat dan
aromanya lebih sedap dibandingkan dengan ikan lainnya.
Gurami sangat peka terhadap suhu dingin. Suhu air yang optimal untuk
pertumbuhannya adalah dataran rendah sampai sedang dengan ketinggian antara
50-400 meter di atas permukaan laut (dpl). Walaupun demikian, gurami masih
bisa diusahakan di ketinggian 600 meter dpl, bahkan diaerah pantai yang berair
payau. Bentuk fisik gurami khas, struktur tubuh gurami pipih dan agak panjang,
bagian dahi gurami dewasa terdapat tonjolan mirip cula. Tonjolan seperti ini tidak
dapat ditemukan pada gurami anakan atau gurami muda. Pada gurami anakan
terdapat ciri khas berupa garis-garis hitam melintang ditubuhnya. Panjang gurami
dewasa dapat mencapai 65 cm dan berat 10 kg. secara alami pertumbuhan paling
pesat terjadi saat mencapai umur 3-5 tahun. Gurami memiliki kemampuan untuk
oksigen dari udara karena adanya labirin yang letaknya di atas atau dibelakang
insang. Labirin tersebut sebenarnya adalah pernapasan tambahan yang merupakan
turunan dari lembar pertama insang. Karena itu, gurami sering dijumpai
mengeluarkan mulutnya di atas permukaan air, dengan kemampuan ini gurami
dapat hidup diperairan yang kandungan oksigennya terbatas (Puspowardoyo dan
Djarijah, 1992).
Pembesaran ikan gurami dikenal dua pola pembesaran yaitu monokultur
dan polikultur. Pola monokultur adalah pembesaran ikan gurami pada kolam
khusus, tanpa dicampur dengan jenis ikan lain, seperti ikan mas, tawes atau nila.
Pakan yang diberikan berupa pelet dan dedaunan, seperti daun sente atau daun
pepaya. Pakan buatan berupa pelet diberikan sebanyak 2-3 kali sehari. Takarannya
seberat 2% dari bobot badan ikan, sementara itu daun talas diberikan cukup satu
kali sehari, takarannya 5% dari bobot badan ikan.
Pola polikultur adalah pembesaran ikan gurami dimana ikan gurami
dicampur dengan jenis ikan lain dalam satu kolam seperti jenis ikan yang telah
disebutkan sebelumnya. Resiko yang dapat ditimbulakan dalam pola polikultur
adalah dapat menghambat pertumbuhan gurami, terutama apabila keliru dalam
memilih jenis ikan yang akan dipelihara bersama-sama dengan ikan gurami dalam
satu kolam. Masalah seperti ini dapat diatasi dengan pakan. Pada pembudidayaan
ikan gurami keberaaan hama seperti ikan liar, kura-kura, biawak, ular dan burung
pada dasarnya tidak terlalu serius. Masalah yang ditakuti oleh petani gurami
adalah serangan penyakit yang dapat berakibat fatal, yaitu kematian gurami dalam
jumlah yang besar. Penyakit pada gurami muncul akibat lingkungan yang kotor.
Oleh karena itu perlu diperhatikan kepadatan tebar, kualitas air dan jenis pakan.
Pengendalian penyakit pada gurami dapat dilakukan melalui salinitas air,
desinfeksi peralatan, dan vaksinasi. Pengobatan dilakukan dengan bahan kimia
dan antibiotik melalui proses perendaman serta penambahan pakan dan injeksi.
2.2.3 Teori Usahatani
Ilmu usahatani biasanya diartikan ilmu yang mempelajari bagaimana
seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk
tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tetentu. Analisis usahatani
yang dilakukan petani memang dimaksudkan untuk tujuan mengetahui atau
meneliti keunggulan komperatif, kenaikan hasil yang semakin menurun,
substitusi, pengeluaran biaya usahatani, biaya yang diluangkan, pemilikan cabang
usaha, baku timbang tujuan. Usahatani yang dilakukan pada skala usaha yang luas
umumnya bermodal besar, berteknologi tinggi, manajemen modern, lebih bersifat
komersial dan sebaliknya usahatani skala kecil umumnya bermodal pas-pasan,
teknologinya tradisional, lebih bersifat usahatani sederhana, sifat usahanya
subsisten (Soekartawi, 1995).
Usahatani tidak lepas dari hasil produksi pertanian. Proses produksi
pertanian secara teknis, mempergunakan input dan output. Input adalah semua
yang dilibatkan dalam proses produksi seperti tanah yang dipergunakan, tenaga
kerja petani dan keluarganya serta setiap pekerja yang diupah, kegiatan
mentalnya, perencanaan dan manajemen, benih tanaman dan makanan ternak,
pupuk, insektisida serta alat pertanian. Sedangkan output ada lah hasil tanaman
dan ternak yang dihasilkan oleh usaha tani (Soetriono, 2006).

2.2.4 Teori Produksi
Produksi dilihat dari aspek teknis merupakan suatu proses pendayagunaan
sumber-sumber yang telah tersedia untuk mendapatkan hasil yang lebih dari
segala pengorbanan yang telah diberikan. Produksi ditinjau dari aspek ekonomi
merupakan suatu proses pendayagunaan segala sumber yang tersedia untuk
mewujudkan hasil yang terjamin kualitas, terkelola dengan baik sehingga
merupakan komoditi yang dapat diperdagangkan (Kartasapoetra, 1988).
Menurut Sudarman (1989), dalam teori produksi hal yang selalu mendapat
tekanan adalah jumlah output selalu tergantung atau merupakan fungsi dari factor-
faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi. Hubungan antara output
yang dihasilkan dan factor-faktor produksi yang digunakan sering dinyatakan
dalam suatu fungsi produksi (production function). Produksi jangka pendek
menunjukkan jumlah output maksimum yang dapat dihasilkan dari berbagai
jumlah factor produksi variabel dan jumlah faktor produksi tetap tertentu.
Fungsi produksi adalah hubungan fisik atau hubungan teknis antara jumlah
factor-faktor produksi yang dipakai dengan jumlah produk yang dihasilkan per
satuan waktu (misalnya dalam waktu satu jam, satu hari, satu tahun dan
sebagainya), tanpa memperhatikan harga-harga, baik harga-harga faktor produksi
yang dipakai, maupun harga produk yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi
dipergunakan didalam suatu proses produksi dibagi dalam dua jenis, yaitu yang
sifatnya tak habis dipakai dalam satu periode produksi dan yang habis dipakai
dalam periode tersebut sehingga harus mengadakan lagi untuk roduksi berikutnys.
Secara matematis fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut:
Y = f(X1,X2,..Xn)
Dimana Y adalah produk yang dihasilkan, sedangkan X1, X2,Xn
adalah n macam faktor-faktor produksi yang dipakai untuk menghasilkan Y
tersebut. Fungsi tersebut menyebutkan bahwa produk yang dihasilkan tergantung
dari faktor-faktor produksi, akan tetapi belum memberikan hubungan kuantitatif
antara produk dan faktor-faktor produksi (Hariyati, 2007).

2.2.5 Teori Biaya dan Efisiensi Biaya
Menurut Hariyati (2007), biaya memegang peranan penting dalam
pengambilan keputusan (decision making) dari suatu usaha. Biaya produksi
diartikan sebagai jumlah kompensasi yang diterima oleh pemilik faktor-faktor
produksi yang dipergunakan dalam proses produksi. Dalam proses produksi
jangka pendek terdapat faktor produksi yang dibedakan faktor produksi tetap dan
factor produksi variabel. Factor produksi tetap adalah faktor produksi yang tidak
berubah dalam satu kali proses produksi. Faktor produksi variabel adalah faktor
produksi yang dapat diubah-ubah jumlahnya.
Biaya produksi akan selalu muncul dalam setiap kegiatan ekonomi dimana
usaha tersebut selalu berkaitan dengan proses produksi, kemunculan biaya
tersebut berkaitan dengan diperlukannya input (faktor-faktor produksi) atau
korbanan-korbanan lainnya yang digunakan dalam kegiatan produksi tersebut.
Hakikatnya biaya (cost) adalah sejumlah uang tertentu yang telah diputuskan guna
pembelian atau pembayaran input yang diperlukan, sehingga tersedianya jumlah
uang (biaya) benar-benar telah diperhitungkan sedemikian rupa agar produksi
dapat berlangsung. Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang harus
dikeluarkan produsen untuk memperoleh factor-faktor produksi dan bahan-bahan
penunjang lainnya yang akan didayagunakan agar produk-produk tertentu yang
telah direncanakan dapat terwujud dengan baik (Kartasapoetra, 1988).
Biaya produksi dalam usahatani digolongkan menjadi dua jenis yaitu biaya
tetap (Fixed Cost) dan biaya variabel (Variabel Cost). Biaya tetap (Fixed Cost)
merupakan biaya yang relative tetap dan terus dikeluarkan berapapun output yang
diproduksi. Biaya variabel (Variabel Cost) sebagai konsekuensi bahwa dalam
jangka pendek terdapat factor produksi yang dapat disesuaikan dan tidak dapat
disesuaikan dengan jumlah output yang diproduksi. Biaya Total (TC) adalah
kombinasi dari biaya tetap total (TFC) yang ditambah dengan biaya variabel total
(TVC), atau seringkali disebut dengan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam
proses produksi baik dalam bentuk uang atau sumberdaya lain hingga
menghasilkan output yang diinginkan (Semaoen, 2011).
Menurut Hernanto (1996), biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani
dalam proses produksi serta membawanya menjadi produk disebut biaya produksi.
Klasifikasi biaya penting dalam membandingkan pendaptan untuk mengetahui
kebenaran jumlah biaya yang tertera pada pernyataan pendapatan (income
statement). Ada beberapa kategori pengelompokan biaya, yaitu:
a. Biaya tetap (Fixed cost)
Biaya yang penggunaanya tidak habis dalam satu masa produksi. Biaya-biaya
yang tergolong dalam kelompok biaya tetap meliputi pajak tanah, pajak air,
penyusutan alat dan bangunan pertanian. Tenaga keluarga dapat dikelompokkan
pada biaya tetap apabila tidak ada biaya imbangan dalam penggunaannya, atau
tidak ada penawaran untuk hal tersebut, terutama untuk usahatani maupun diluar
usahatani.

b. Biaya variabel atau biaya-biaya yang berubah (Variabel cost).
Biaya variabel besar kecilnya sangat tergantung pada skala produksi. Biaya-biaya
yang tergolong dalam biaya variabel meliputi biaya pupuk, bibit, pestisida, buruh
atau tenaga kerja upah, biaya panen, biaya pengolahan sewa tanah.
c. Biaya total (Total Cost)
Jumlah total seluruh biaya yaitu biaya tetap total dan biaya variabel total yaitu
TFC ditambah TVC, rumusnya TC = TFC + TVC atau bisa disebut juga sejumlah
nilai uang atau sumberdaya lain yang dikeluarkan perusahaan untuk memeperoleh
input yang digunakan untuk produksi.

Gambar 2.2 Kurva Biaya Tetap, Biaya Variabel, dan Biaya Total
Dari kurva di atas diketahui bahwa kurva TFC lurus sejajar dengan sumbu
x menandakan bahwa TFC atau biaya tetap total tidak dipengaruhi oleh jumlah
produksi yang dihasilkan. Kurva TVC mengikuti jumlah output yang dihasilkan.
Bentuk TVC mengikuti hukum hasil lebih yang makin berkurang (the law of
diminishing return), kurva TVC berbentuk cembung hingga akhirnya membentuk
garis cekung, artinya setiap penambahan input yang dilakukan maka tambahan
produknya (Marginal Product) akan semakin berkurang. Kurva TC sama
bentuknya dengan kurva TVC tetapi terletak diatas kurva TVC sejauh jumlah
TFC-nya. Hal ini menandakan bahwa ketika perusahaan tidak memproduksi
barang (Q=0) maka perusahaan masih dibebankan terhadap biaya tetap (Fixed
Cost).
Produksi yang menggunakan berbagai sumber daya yang terdapat pada
masyarakat akan tetapi hasilnya tidak efisien akan menghasilkan kombinasi
output yang terletak pada garis batas kemungkinan produksi, adanya kualitas
pertama, kedua, ketiga dan lain sebagainya telah menunjukkan hal tersebut.
Metode yang efisien hanya mungkin dilaksanakan oleh petani dengan baik apabila
petani tersebut benar dalam mengidentifikasi indikatornya. Indicator merupakan
petunjuk-petunjuk tentang keadaan tanahnya, tentang kemiringan tanah, solum
tanah, kandungan air tanah dan keadaan iklimnya. Apabila indikator tersebut telah
diketahui maka metode yang efisien dapat diterapkan pada usahatani tersebut.
Seorang petani sebagai pengusaha harus pandai memilih berbagai alternatif dalam
kegiatan ekonomi yang didasarkan atas persyaratan maksimalisasi atau
minimalisasi. Maksimalisasi ialah berusaha semaksimal mungkin agar dapat
memperoleh hasil yang maksimal dengan memberikan kepuasan yang maksimal
kepada para konsumen tetapi dengan pengorbanan-pengorbanan yang dikeluarkan
seminimal mungkin (Kartasapoetra, 1988).
Menurut Hanafie (2010), efisiensi penggunaan input diartikan sebagai
upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang
sebesar-besarnya. Hal ini dapat terjadi ketika petani mampu membuat suatu upaya
agar nilai produk marginal untuk suatu input sama dengan harga input tersebut.
Kondisi seperti ini disebut dengan efisiensi harga. Terdapat dua hal yang perlu
dipertimbangkan ketika analisis efisiensi akan dilakukan, antara lain (1) tingat
transformasi antara input dan output dalam fungsi produksi, (2) perbandingan
antara harga input dan output sebagai upaya untuk mencapai indicator efisiensi.
Tersedianya sarana produksi atau jumlah input belum berarti produktivitas yang
diperoleh petani akan tinggi. Upaya petani dalam menjalankan usaha taninya
secara efisien merupakan hal yang sangat pentimg. Berkaitan hal tersebut, ada
beberapa konsep efisiensi:
1. Efisiensi teknis (technical efficiency)
Efisiensi teknis tercapai manakala petani mampu mengalokasikan factor
produksi sedemikian rupa sehingga produksi yang dapat dicapai adalah tinggi.
2. Efisiensi harga (price efficiency)
Efisiensi harga terjadi apabila petani mendapatkan keuntungan yang besar dari
usaha taninya, misalnya karena pengaruh harga maka petani tersebut dikatakan
dapat mengalokasikan faktor produksinya secara efisien. Hal ini dapat
dilakukan dengan membeli faktor produksi pada harga yang murah dan
menjual hasil dari usahanya pada saat harga relatif tinggi.
3. Efisiensi ekonomis (economic efficiency)
Efisiensi ekonomis terjadi ketika petani mampu meningkatkan produksinya
dengan harga faktor produksi yang dapat ditekan, tetapi dapat menjual
produksinya dengan harga yang tinggi. Dengsn demikian, petani telah
melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga secara bersama-sama.
R/C ratio merupakan perbandingan anatar total penerimaan dengan total
biaya. R/C ratio ini berfungsi dalam menunjukkan kedudukan ekonomi suatu
usahatani, kedudukan ekonomi ini penting karena dapat dijadikan penilaian
terhadap keputusan petani dan memungkinkan pengembangan komoditi tersebut.
Semakin besar R/C ratio maka akan semakin besar pula keuntungan yang
diperoleh petani. Hal ini dapat dicapai apabila petani mengalokasikan faktor-
faktor produksi dengan lebih efisien (Soekartawi, 2010).
Analisis ini seringkali dirancukan dengan B/C ratio walaupun tujuannya
sama yaitu mengukur produktivitas modal yang dikeluarkan. Namun
penerapannya sebenarnya berbeda yaitu kalau B/C ratio membandingkan
perubahan hasil usahatani sebagai akibat penerapan suatu teknologi antara
sebelum dan sesudahnya. R/C ratio bisa diartikan sebagai perbandingan antara
penerimaan atau pendapatan kotor (Py.Y) atau total revenue dengan total cost
(Hernanto, 1996).
R/C ratio adalah singkatan dari return Cost Ratio, atau dikenal sebagai
perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematik, hal ini
dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi, 1995):
TR = P.Q
TC = TFC + TVC
a = {(P.Q)/(TFC+TVC)}
a = TR/TC
Keterangan:
a = efisiensi biaya
TR = total penerimaan
TC = total Biaya
P = harga output
Q = jumlah output
TFC = total biaya tetap
TVC = total biaya variabel
Secara teoritis dengan rasio R/C = 1 artinya tidak untung dan tidak pula
rugi. Namun karena adanya biaya usahatani yang kadang-kadang tidak dihitung,
maka kriterianya dapat diubah menurut keyakinan peneliti, misalnya R/C yang
lebih dari satu, bila suatu usahatani itu dikatakan menguntungkan. Misalnya dapat
saja dipakai nisbah R/C minimal 1,5 atau 2,0. Usahatani dikatakan rugi karena
R<TC, sebaliknya dikatakan untung apabila R > TC. R/C ratio ini berfungsi dalam
menunjukkan kedudukan ekonomi suatu usahatani. Tujuan utama budidaya ikan
sama seperti tujuan pada usahatani karena perikanan merupakan bagian dari
pertanian dalam arti luas. Tujuan utama budidaya ikan adalah optimalisi produksi
ikan pada tingkat biaya yang minimum, setiap pembudidaya hendaknya
menguasai seluruh konsep budidaya secara efektif agar dapat mengendalikan
setiap tahapan operasional budidaya yang dimulai dari tahap pembuatan unit
budidaya dan pemilihan lokasi untuk budidaya ikan meliputi faktor fisik, kimia,
dan biologi perairan, kemudahan jangkauan dan ketersediaan sarana dan
prasarana, serta faktor keamanan (Rahmawaty, 2002).

2.2.6 Teori Pemasaran
Kotler (2002), menyatakan bahwa pemasaran adalah suatu proses sosial
yang didalammya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka
butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas
mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Produk tersebut
diciptakan untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan manusia, sehingga terjadi
proses pertukaran untuk mendapatkan produk yang diinginkan atau kebutuhan
usaha dari tangan produsen ke tangan konsumen. Pemasaran atau marketing pada
prinsipnya adalah aliran barang dari produsen ke konsumen. Aliran barang dapat
terjadi karena adanya peranan lembaga pemasaran. Peranan lembaga pemasaran
sanangat tergantung dari sistem pasar yang berlaku dan karakteristik aliran barang
yang dipasarkan. Fungsi saluran pemasaran sangat penting khususnya dalam
melihat tingkat harga di masing-masing lembaga pemasaran (Soekartawi,1993).
Peranan lembaga pemasaran dan distribusi menjadi ujung tombak
keberhasilan pengembangan agribisnis, karena fungsinya sebagai fasilitator yang
menghubungkan antara deficit units (konsumen pengguna yang membutuhkan
produk) dan surplus units (produsen yang menghasilkan produk). Pengembangan
agribisnis yang terpadu harus dapat juga memperkuat peranan serta
memberdayakan lembaga pemasaran dan distribusi secara efektif dan efisien.
Salah satu ukuran distribusi yang efisien adalah rendahnya marjin antara harga
produsen dan harga konsumen, namun tidak berarti lembaga pemasaran dan
distribusi tersebut tidak mendapatkan untung, tetapi lebih pada upaya pembagian
yang adil dari semua nilai tambah yang tercipta dalam suatu sistem komoditas
kepada setiap pelaku yang terlibat (Said dan Intan, 2004).
Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983), lembaga saluran tataniaga adalah
badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniag dengan mana
barang-barang bergerak dari pihak produsen sampai pihak konsumen. Lembaga-
lembaga yang termasuk dalam saluran pemasaran meliputi golongan produsen,
pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa. Golongan produsen adalah mereka
yang tugas utamanya menghasilkan barang-barang, yang dikatakan golongan
produsen adalah nelayan, petani ikan, dan pengolah hasil perikanan. Pedagang
perantara berfungsi untuk mengumpulkan barang-brang yang berasal dari
produsen dan menyalurkan hasil produksinya kepada konsumen. Pada dasarnya,
saluran tataniaga terdiri dari pedagang perantara yang membeli dan menjual
barang dengan tidak menghiraukan dalam kondisi memiliki barang atau hanya
bertindak sebagai agen dari pemilik barang. Saluran pemasaran/tataniaga hasil
perikanan yang berupa bahan makanan harus lebih pendek mengingat sifatnya
yang mudah rusak. Panjang pendeknya saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu
hasil perikanan tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
a. Jarak antara produsen dan konsumen, semakin jauh jarak antara produsen dan
konsumen biasanya semakin panjang saluran yang ditempuh oleh produsen.
b. Cepat mudah rusak, produk yang cepat atau mudah rusak harus segera diterima
konsumen, dan dengan demikian menghendaki saluran yang pendek dan cepat.
c. Skala produk, apabila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil maka
jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, hal ini tidak akan
memberikan keuntungan yang besar jika produsen langsung menjualnya ke
pasar. Keadaan seperti ini peran pedagang perantara sangat diharapkan dengan
demikian saluran yang akan dilalui produk cenderung panjang.
d. Posisi keuangan perusahaa, produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung
untuk memperpendek saluran tataniaga. Pedagang yang posisi keuangan
(modal) kuat akan dapat melakukan fungsi tataniaga lebih banyak
dibandingkan dengan pedagang yang posisi modalnya lemah, dengan kata lain
pedagang yang memiliki modal kuat cenderung memperpendek saluran
tataniaga.
Menurut Soetriono (2006), saluran pemasaran dapat berbentuk sederhana
dan dapat pula rumit, hal seperti ini tergantung pada macam komoditi lembaga
pemasaran dan sistem pasar. Sistem pasar yang monopoli mempunyai saluran
pemasaran yang relatif sederhana jika dibandingkan dengan sistem pasar lain.
Komoditas pertanian dan komoditas yang tidak memiliki nilai ekonomi yang
tinggi akan lebih cepat sampai ke konsumen, karana biasanya mempunyai saluran
pemasaran yang relatif sederhana. Bentuk saluran pemasaran adalah sebagai
berikut :







Gambar 2.3 Bentuk Saluran Pemasaran Sederhana


Produsen



Pedagang
Pengumpul
Pengecer
Konsumen








Gambar 2.4 Bentuk Saluran Pemasaran Kompleks
Gambar 2.3 memperlihatkan suatu bentuk saluran pemasaran yang relatif
sederhana, sedangkan gambar 2.4 memperlihatkan bentuk saluran pemasaran yang
kompleks, terlihat bahwa lembaga pemasaran memegang peranan penting
sekaligus menentukan saluran pemasaran. Berbagai badan atau lembaga yang
menyelenggarakan penyaluran barang dari produsen ke konsumen merupakan
saluran pemasaran. Setiap macam hasil pertanian mempunyai saluran pemasaran
yang berlainan anatara satu dengan lainnya. Saluran pemasaran suatu barang dapat
berubah dan berbeda, tergantung kepada keadaan daerah, waktu, dan kemajuan
teknologi.

2.2.7 Teori Pendapatan
Menurut Hernanto (1996), analisis pendapatan usahatani penting kaitannya
dengan tujuan yang hendak akan dicapai oleh setiap usahatani dengan berbagai
pertimbangan dan motivasinya. Analisis pendapatan pada dasarnya memerlukan 2
(dua) keterangan pokok yaitu: (a) Keadaan penerimaan, dan (b) Keadaan
pengeluaran (biaya produksi) selama jangka waktu tertentu. Penerimaan usahatani
atau pendapatan usahatani akan mendorong petani untuk dapat mengalokasikan
dalam berbagai kegunaan seperti biaya produksi selanjutnya, tabungan, dan
pengeluaran lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Penerimaan usahatani
adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini
dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi, 1995):

Produsen
Tengkulak
Pengecer
Eksportir
Pedagang Pengumpul
Konsumen
Pedagang Besar
TR = Yi . Pyi
Keterangan:
TR = Total Penerimaan
Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani i
Py = Harga Y
Total penerimaan merupakan besarnya pendapatan kotor yang didapat
petani dari suatu usaha taninya. Pendapatan kotor berarti besarnya pendapatan
yang masih belum dikurangi dengan besarnya biaya produksi yang dikeluarkan
oleh petani dalam proses budi daya atau usahanya. Besarnya pendapatan kotor
atau penerimaan sangat dipengaruhi oleh harga dari suatu komoditas barang
tersebut. Apabila harga tinggi penerimaan yang diperoleh petani akan semakin
tinggi pula, dan apabila komoditas tersebut rendah makan pendapatan yang
diperoleh rendah. Menurut Hernanto (1991), untuk keperluan analisis pendapatan
petani diperlukan empat unsur, yaitu rata-rata inventaris, penerimaan usaha tani,
pengeluaran usaha tani dan penerimaan dari berbagai sumber.
Keadaan rata-rata inventaris adalah jumlah nilai inventaris awal ditambah
nilai inventaris akhir dibagi dua. Untuk menilai benda assets pada usaha tani
dapat dilakukan dengan harga pembelian, nilai penjualan setelah waktu tertentu,
nilai penjualan pada saat pencatatan atau perhitungan, dan harga pembelian
dikurangi penyusutan. Penerimaan usaha tani (farm receipts), yaitu penerimaan
dari semua sumber usaha tani meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai
penjualan hasil, nilai penggunaan rumah dan yang dikonsumsi, sedangkan
pengeluaran usaha tani (farm expenses) adalah semua biaya operasional dengan
tanpa memperhitungkan bunga dari model usaha tani dan nilai kerja pengelola
usaha tani. Pengeluaran ini meliputi pengeluaran tunai, penyusutan benda fisik,
pengurangan nilai inventaris, dan nilai tenaga kerja yang tidak dibayarkan. Secara
matematis analisis pendapatan dapat ditulis dan digambarkan sebagai berikut
(Soekartawi, 1995):
Pd = TR TC
= (P.Q) ( TFC + TVC)

Keterangan:
Pd = Pendapatan Usahatani (Rp)
TR = total penerimaan (Rp)
P = harga (Rp)
Q = jumlah produksi
TC = total biaya (Rp)
TFC = biaya total tetap (Rp)
TVC = biaya total variabel (Rp)
Besarnya pendapatan yang diperoleh petani pada ushataninya dari rumus
matematis diatas dapat terihat bahwa pendapatan bergantung pada jumlah
produksi dan harga barang. Harga dalam usahatani terbentuk dari jumlah
penawaran dan permintaan. Besarnya penawaran dan permintaan tidak tetap tetapi
berubah-ubah baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Faktor
lainnya yang menentukan tingkat harga suatu barang dipasaran adalah tingkat
harga umum (general price level). Ciri-ciri dari produk pertanian adalah grade
atau ukuran, perbedaan mutu produk, pantas, disenangi konsumen. Hal-hal
tersebut akan memberikan harga tambahan dari suatu produk perikanan (Hanfiah
dan Saefudin, 1986).
Faktor yang mempengaruhi pendapatan selain jumlah produksi dan harga
jual antara lain adalah: (a) Luas usaha (meliputi; areal tanaman, luas pertanaman
dan luas pertanaman rata-rata), (b) Tingkat produksi (meliputi; produktivitas per
hektar, dan indeks pertanaman), (c) Pilihan dan kombinasi cabang usaha; (d)
Intensitas pengusahaan tanaman, (e) Efisiensi tenaga kerja. Perbandingan
pendapatan untuk mencerminkan tingkat efisiensi dapat dilihat dari pendapatan
per unit areal usahatani (net farm output per unit of farm area) yang merupakan
ukuran produktifitas usahatani, dengan menghitung pendapatan per-unit luasan
usaha maka akan diketahui perbandingan pendapatan petani yang satu dengan
yang lainnya perihal penggunaan biaya dan pendapatan yang diperoleh, pada
pendapatan yang dihitung dari seluruh luas lahan produksi belum dapat
diperbandingkan dengan petani lain yang luasan lahannya berbeda
(Hernanto, 1996).
2.2.8 Teori Analisis Regresi Linier Berganda
Menurut Hariwijaya dan Triton (2008), analisis regresi merupakan salah
satu jenis alat analisis statistik inferensif parametrik yang dapat memberikan dasar
untuk mengadakan prediksi dan memberikan dasar terhadap analisis varian.
Regresi diartikan sebagai peramalan, penafsiran, dan pendugaan. Persamaan
regresi merupakan prediksi dalam bentuk persamaan matematis yang dinyatakan
berdasarkan garis regresinya.
Regresi menunjukkan hubungan antara variabel yang satu dengan variabel
yang lain, sifat hubungan ini juga dapat dijelaskan antara variabel yang satu
sebagai penyebab sedangkan variabel yang lain sebagai akibat dalam bentuk
variabel yang dependen. Kelebihan dari persamaan regresi linier berganda untuk
memperkirakan atau meramalkan ialah dapat mengetahui besarnya pengaruh
secara kuantitatif dari setiap variabel bebas, kalau pengaruh dari variabel lainnya
dianggap konstan. Persamaan garis linier berganda yang akan dipergunakan untuk
memperkirakan atau meramalkan disertai dengan R-square (koefisien penentu
berganda) sebagai ukuran tepat tidaknya garis tersebut untuk pendekatan suatu
kelompok data yang berhubungan dengan kelompok-kelompok data lainnya
secara linier, semakin besar nilai R-square makin baik model yang diperoleh.
Selain itu setiap perkiraan disertai dengan kesalahan baku (standart error)
masing-masing kesalahan baku untuk regresi sama dengan simpangan baku
(standart deviation) (Supranto, 2001).
Secara matematis persamaan Regresi Linier Berganda dapat dituliskan
sebagai berikut (Hasan, 2008) :
e X b ... X b X b a Y
n n 2 2 1 1

Keterangan:
Y = Variabel terikat (tak bebas)
X = Variabel bebas (bebas)
a = Konstanta
b
i
= Koefisien Regresi (i = 1,2,3...,n)
e = Standart Error
Suatu fungsi regresi linier berganda yang diperoleh dari hasil perhitungan
penaksiran dengan metode kuadrat terkecil biasa (OLS) yang benar akan
dipandang sebagai analisis yang baik, jika dipenuhi persyaratan-persyaratan
didalam asumsi-asumsinya. Asumsi-asumsi klasik dalam model linear antara lain:
1. Asumsi 1: Ui adalah sebuah variabel random riil dan memiliki distribusi
normal,
2. Asumsi 2: Nilai rerata dari Ui setiap periode tertentu adalah nol.
E (Ui) = 0 (i = 1,..., n)
3. Asumsi 3: Varian dari Ui adalah konstan setiap periode. Asumsi ini dikenal
sebagai asumsi homoskedastisitas.
E (Ui
2
) =
2
(
2
adalah konstan)
4. Asumsi 4: Faktor pengganggu dari pengamatan yang berbeda-beda (Ui, Uj)
tidak tergantung (independent). Asumsi ini dikenal sebagai asumsi
nir-otokorelasi
E(Ui,Uj) = 0 (i tidak sama dengan j)
5. Asumsi 5: Variabel-variabel penjelas atau bebas adalah variabel nir-stokastik
dan diukur tanpa kesalahan; Ui tidak tergantung pada variabel penjelas/bebas
E(XiUj) = Xi E(Uj) = 0 untuk seluruh i, j = 1,...,n
Asumsi-asumsi yang tidak dapat dipenuhi oleh fungsi regresi yang
diperoleh, biasanya dikatakan sebagai penyimpangan atau pelanggaran asumsi.
Apabila diperhatikan berdasarkan asumsi-asumsi yang ada, penyimpangan asumsi
dalam regresi linear berganda akan meliputi empat masalah pokok, yaitu:
(Wibowo, 1995)
1. Heteroskedastisitas, yaitu suatu penyimpangan yang terjadi apabila variasi
dari pengganggu berbeda pada data pengamatan yang satu terhadap data
pengamatan yang lain.
2. Multikolinearitas, yaitu gangguan pada suatu fungsi regresi yang berupa
korelasi yang erat diantara variabel bebas yang diikutsertakan pada model
regresi.
3. Ketidaknormalan, penyimpangan asumsi ini biasanya berjalan dengan
penyimpangan asumsi yang pertama.
Koefisien determinasi (R
2
) merupakan ukuran derajat gabungan linier
antara variabel dependen dan variabel-variabel independent secara kolektif.
Bertambahnya variabel-variabel independent cenderung memperbesar R2
walaupun tidak terdapat hubungan nyata antara variabel independen yang
ditambahkan dan variabel dependen. Derajat bebas persamaan menurun karena
jumlah variabel independen bertambah (Soemodihardjo, 2003).

2.2.9 Teori Analisis FFA
Menurut Nisjar dan Winardi (1997), manajemen strategik merupakan
sebuah ilmu yang menggabungkan fungsi-fungsi manajemen dalam rangka
pembuatan keputusan-keputusan seorang pengusaha secara strategis, untuk
mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Manajemen strategik pada
dasarnya mengandung dua hal penting yaitu:
a. Manajemen strategik terdiri dari tiga macam proses manajemen yaitu
pembuatan strategi, penerapan strategi dan evaluasi kontrol terhadap strategi.
Pembuatan strategi meliputi kegiatan pengembangan misi dan tujuan jangka
panjang, pengidentifikasian peluang dan ancaman dari luar serta kekuatan dan
kelemahan organisasi, pengembangan alternatif-alternatif strategi dan
penentuan strategi yang sesuai untuk diadopsi. Berbeda halnya dengan
penerapan strategi meliputi kegiatan penentu sasaran-sasaran operasional
tahunan, kebijakan perusahaan, memotivasi karyawan dan mengalokasikan
sumber-sumber daya agar strategi yang telah disusun dapat diimplementasikan
dalam praktek secara berdaya dan berhasil guna.
b. Manajemen strategik memfokuskan pada penyatuan atau penggabungan
(integrasi) aspek-aspek pemasaran, riset dan pengembangan, keuangan atau
akutansi dan produksi atau operasional dari sebuah bisnis.
Manajemen strategik digunakan sebagai instrumen untuk mengantisipasi
perubahan lingkungan sekaligus sebagai kerangka kerja untuk menyelseikan
setiap masalah melalui pengambilan keputusan. Manajemen strategik dalam usaha
pertanian diharapkan akan membawa manfaat-manfaat atau keuntungan. Sebagai
upaya menciptakan perubahan terdapat dua kondisi yang harus diperhatikan
seorang pemimpin yaitu berkaitan dengan faktor-faktor pendorong dan
menghambat perubahan, untuk mengatasi kondisi yang demikian maka perlu
dilakukan analisis medan kekuatan (FFA) agar dapat diketahui faktor-faktor yang
mendorong dan menghambat (Sianipar dan Entang, 2003).
Force Field Analysis (FFA) atau analisis medan kekuatan adalah suatu alat
yang tepat digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan pendorong dan faktor-
faktor dilapangan yang dapat menopang terhadap solusi permasalahan, sehingga
hal-hal positif dapat diaplikasikan dan atau yang negatif dapat dihilangkan atau
dikurangi. Penggunaan analisis FFA pada dasanya tidak terlalu rumit, adapun cara
melakukan FFA pada suatu usaha adalah mengemukakan semua hal yang positif
maupun negatif untuk dibandingkan, memaksa orang untuk memikirkan bersama
tentang aspek dari perubahan yang diinginkan, memberanikan orang untuk
menyetujui faktor-faktor prioritas yang terkait dengan perubahan pada kedua sisi,
memberi semangat yang refleksi dari hal-hal nyata menopang permasalahan dan
solusinya (Suparta, 2007).
Penilaian dengan menggunakan analisis FFA sebaiknya dilakukan secara
subjektif dan akurat, penilaian analisis FFA sebaiknya dilakukan oleh beberapa
kelompok atau tim kerja yang terdiri dari beberapa orang ahli dan orang yang
bekerja dibidang objek yang dianalisi. Penerapan analisis FFA mula-mula
kelompok kerja diminta untuk menilai faktor-faktor internal dan eksternal yang
sudah diidentifikasi kemudian dicari rata-ratanya, kemudian meminta tim ahli
untuk menilai tiap faktornya dan dicari rata-ratanya. Hasil rata-rata dari kelompok
kerja ditambahkan dengan hasil rata-rata penilaian dari tim ahli lalu dibagi dua,
hasil dari kombinasi nilai rata-rata kelompok kerja dan tim ahli merupakan nilai
urgensi. Cara yang sama juga diterapkan untuk menentukan nilai dukungan faktor
dan nilai keterkaitan faktor (Sianipar dan Entang, 2008).

2.3 Kerangka Pemikiran
Perikanan air tawar merupakan alternatif usaha yang dapat dijadikan
jembatan untuk menjalankan kegiatan perekonomian di Indonesia. Usaha
perikanan pada masa lalu tidak menjadi perhatian masyarakat, bahkan dapat
dikatakan dipandang sebelah mata, namun dewasa ini usaha perikanan menjadi
perhatian masyarakat karena usaha perikanan memiliki ketahanan yang tinggi
terhadap krisis ekonomi yang melanda negara. Usaha perikanan pada saat
sekarang ini terbagi atas dua jenis yaitu usaha perikanan konsumsi dan usaha
perikanan hias. Kedua bidang usaha tersebut dapat dikembangkan baik melalui
usaha pembenihan dan pembesaran atau bahkan kedua-duanya tergantung minat
masyarakat yang akan membudidayakannya.
Ikan gurami merupakan salah satu ikan air tawar. Budidaya ikan gurami
yang dilakukan oleh petani ikan di Desa Semboro dengan menggunakan kolam
ikan. Penggunaan kolam ikan yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan
pekarangan rumah serta membuat kolam ikan disawah. Usaha budidaya ikan
gurami yang dilakukan oleh petani di Desa Semboro sudah dilakukan lebih dari
20 tahun. Usaha budidaya ikan gurami difokuskan pada pembesaran ikan atau
sering disebut dengan ikan konsumsi.
Tujuan dari suatu proses produksi adalah untuk mencapai keuntungan.
Suatu keuntungan diperoleh melalui pengorbanan-pengorbanan suatu input
sehingga penting bagi para petani untuk melakukan pengambilan keputusan
terkait dengan penggunaan jumlah input. Alokasi pengeluaran biaya yang tepat
akan mempengaruhi keuntungan bersih atau pendapatan petani, semakin kecil
biaya yang dikeluarkan maka keuntungan yang diperoleh akan semakin besar.
Pendapatan petani tidak hanya terkait dengan biaya saja namun juga dengan total
penerimaan, dimana total penerimaan ini diperoleh dari harga jual dikalikan
dengan jumlah output yang terjual. Semakin rendah harga jual atau semakin
sedikit unit output yang terjual maka pendapatan yang diterima petani akan
semakin kecil.
Sifat dari budidaya ikan gurami adalah intensif dan padat modal, besarnya
modal yang digunakan sangat berpengaruh pada hasil akhir yang didapatkan oleh
pembudidaya dalam hal ini adalah produksi dan kemudian setelah dinilai dengan
uang akan muncul pendapatan. Penggunaan modal ini tentu saja berkaitan dengan
penggunaan biaya produksi. Biaya produksi yang besar pada dasarnya dapat
menghasilkan produksi yang besar pula, namun bila penggunaannya berlebihan
maka akan mengurangi pendapatan, oleh sebab itu perlu diketahui tingkat
efisiensi budidaya ikan gurami di Desa Semboro. Setiap petani dalam
usahataninya selalu memutuskan jumlah input untuk menghasilkan output yang
maksimal, apabila nilai output tersebut lebih tinggi nilainya untuk perkesatuan
input yang digunakan maka produksi tersebut dikatakan lebih efisien
dibandingkan dengan yang lain. Pentingnya efisiensi biaya ini berpengaruh juga
pada pendapatan petani, seperti pada kenyataannya penerimaan yang tinggi tidak
mencerminkan adanya efisiensi yang tinggi pula pada pendapatan. Pendapatan
yang tinggi akan diperoleh apabila suatu budidaya tersebut memiliki tingkat
efisiensi yang tinggi. Efisiensi yang tinggi akan mencerminkan tingkat
penggunaan segala biaya dalam budidaya secara minimal. Keberhasilan efisiensi
dari suatu proses produksi adalah apabila petani dapat memperoleh pendapatan
yang maksimal dengan pengorbanan yang minimal. Efisiensi produksi mencegah
alokasi berlebihan dari suatu input atas output yang akan dihasilkan sehingga
mencegah pemborosan dari suatu input yang akibatnya berpengaruh negatif pada
petani. Efisiensi biaya dapat diukur dengan menggunakan R/C ratio. R/C ratio ini
membandingkan antara biaya total yang digunakan dalam suatu proses produksi
dengan total penerimaan petani dari proses produksi tersebut. Biaya total yang
dihitung meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost).
Pendapatan pembudidaya ikan pada umumnya dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Faktor-faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap pendapatan yaitu
produksi, luas kolam, biaya sewa lahan, harga jual, tenaga kerja, biaya benih,
biaya pupuk, biaya obat-obatan, pengalaman petani. Sesuai dengan teori biaya
produksi yang melibatkan adanya biaya tetap dan biaya variabel, maka pada
sektor ekonomi pengaruh besaran jumlah biaya tenaga kerja, biaya benih, biaya
pupuk, biaya obat-obatan yang kesemuanya termasuk dalam biaya variabel akan
mempengaruhi secara negatif terhadap jumlah pendapatan. Faktor kepemilikan
lahan petani yang menjadi variabel tetap juga akan berpengaruh negatif terhadap
jumlah pendapatan, hal ini terkait adanya biaya sewa atau biaya pajak bumi dan
bangunan. Artinya semakin besar biaya variabel dan dan biaya produksi maka
akan semakin mengurangi besaran pendapatan petani.
Kegiatan budidaya ikan didasari dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan yang tinggi serta mampu membantu perekonomian bagi keluarga
pembudidaya. Agar memperoleh keuntungan yang tinggi maka dalam suatu
budidaya ikan diperlukan sebuah strategi baik dari aspek produksi hingga
pemasaran produk. Proses pemasaran ikan gurami yang dilakukan oleh
masyarakat pembudidaya gurami di Desa Semboro masih belum dilakukan secara
mandiri hal ini karena pembudidaya masih bergantung pada tengkulak.
Pembudidaya gurami di Desa Semboro lebih memilih pemasaran seperti ini
karena tidak mau dirumitkan dalam proses pemanenan, selain itu sebagian besar
pembudidaya masih memiliki keterkaitan dalam hal modal dimana tengkulak
tersebut biasanya memberikan dalam hal pakan dan bibit ikan gurami. Sebagian
besar pembudidaya berasumsi apabila proses pemasaran dilakukan secara mandiri
mereka masih harus memikirkan biaya-biaya dalam proses pemanenan serta biaya
transportasi yang akan mengurangi penerimaan mereka. Sebagian besar
pembudidaya menjual dengan melewati tengkulak karena proses pemasarannya
lebih cepat mengingat produk perikanan mudah rusak, dengan menjual kepada
tengkulak pembudidaya tidak menanggung resiko. Hal ini merupakan alasan yang
mendasari mengapa pembudidaya menjualnya kepada tengkulak.
Perumusan strategi dalam usaha budidaya ikan gurami di Desa Semboro
didasarkan pada analisis yang menyeluruh terhadap pengaruh faktor-faktor
pendorong dan penghambat. Lingkungan eksternal perusahaan setiap saat berubah
dengan cepat sehingga melahirkan berbagai peluang dan ancaman baik yang
datang dari pesaing utama maupun dari iklim bisnis yang senantiasa berubah.
Keberlanjutan budidaya gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten
Jember perlu dikaji baik dari sisi budidaya maupun pemasaran sehingga
pembudidaya mampu mengatasi resiko-resiko yang kemungkinan terjadi agar
usaha tersebut dapat berjalan dengan baik.


































Gambar 2.3 Skema Kerangka Pemikiran
Analisis Regressi
Linier Berganda
Perikanan Air Tawar
Pola
Pemasaran
Komoditas Gurami
Faktor Pendorong:
1. Kondisi perairan dan lingkungan yang sesuai
dengan habitat ikan
2. Teknik budidaya yang baik
3. Minat dan Motivasi pembudidaya dalam
budidaya tinggi
4. Jangkauan pasar luas
5. Permintaan tinggi
6. Harga ikan gurami tinggi
Faktor Penghambat:
1. Gangguan hama dan penyakit
2. Modal terbatas milik sendiri
3. Tingginya biaya saprodi dalam budidaya ikan
gurami
4. Adanya persaingan dengan komoditi per-
ikanan dan pengusaha perikanan lainnya.
5. Ketergantungan terhadap tengkulak berkaitan
6. Pertumbuhan ikan gurami relatif lama
sehingga membutuhkan waktu berbulan-bulan
untuk sampai pada pemasaran.




dan Penghambat
Strategi pengembangan budidaya dan
pemasaran gurami (Analisis FFA)
Peningkatan Pendapatan
Pembudidaya Gurami
Efisiensi Budidaya
R/C Ratio
Faktor-Faktor
Pendapatan:
X
1
= Luas Kolam
X
2
= Produksi
X
3
= Biaya benih
X
4
= Biaya TK
X
5
= Biaya Pakan
X
6
= Biaya Pupuk
X
7
= Biaya Obat
X
8
= Pengalaman
X
9
= Harga


Pendapatan
Pembudidaya
Biaya
Produksi
Produksi
2.4 Hipotesis
1. Penggunaan biaya pada usahatani budidaya gurami di Desa Semboro adalah
Efisien.
2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan pembudidaya gurami di
Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember adalah Luas kolam,
produksi, biaya benih, biaya TK, biaya pakan, biaya pupuk, biaya obat,
pengalaman dan harga.
3. Faktor kunci keberhasilan pendorong pada usahatani budidaya dan pemasaran
gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember adalah
Teknik budidaya yang baik dalam budidaya ikan gurami dan faktor
penghambat pada usahatani budidaya dan pemasaran gurami di Desa Semboro
adalah gangguan hama dan penyakit.















BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Penentuan Daerah Penelitian
Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive Method).
Daerah penelitian yang dipilih yaitu di Desa Semboro Kecamatan Semboro
Kabupaten Jember. Penentuan daerah penelitian didasarkan atas pertimbangan
bahwa Kecamatan Semboro merupakan salah satu sentra penghasil ikan gurami
terbesar di Kabupaten Jember. Menurut Dinas Peternakan, Perikanan dan
Kelautan Kabupaten Jember (2013), Kecamatan Semboro pada tahun 2011 dan
2012 merupakan daerah penghasil ikan gurami terbesar dengan produksi tahun
2011 sebesar 188,2 ton dan tahun 2012 sebesar 199,7 ton. Jumlah pembudidaya
terbanyak berada di Desa Semboro.

3.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, dan
analitik. Metode diskriptif bertujuan untuk mendiskripsikan secara sistematis,
faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu mengenai berbagai
sifat dan faktor tertentu (Santosa, 2005). Tujuan dari penelitian deskriptif ini
adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, factual
dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki. Selain metode diskriptif terdapat jug metode penelitian analitik yaitu
berfungsi menguji hipotesa-hipotesa dan mengadakan interpretasi terhadap hasil
analisa (Nazir, 2005).

3.3 Metode Pengambilan Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Metode pengambilan contoh yang dilakukan pada penelitian ini dengan
menggunakan metode Total Sampling. Metode pengambilan contoh dengan
menggunakan Total Sampling disebut juga sampel jenuh atau sensus. Sampel
jenuh adalah seluruh anggota populasi dijadikan sampel. Hal ini dilakukan
karena jumlah populasinya kecil atau terjangkau keseluruhan oleh peneliti
(Sugiyono, 2011). Jumlah populasi diambil secara keseluruhan sebagai sampel
yaitu sebanyak 35 pembudidaya. Untuk menentukan sampel lembaga pemasaran
atau pedagang gurami tersebut, dalam penelitian ini digunakan metode Snowball
sampling. Menurut Soetriono dan Hanafie (2007), snowball sampling diartikan
sebagai suatu penarikan sampel dengan metode bola salju, artinya sampel pertama
menentukan sampel yang kedua. Selanjutnya sampel yang kedua menentukan
sampel ketiga dan atau keempat, begitu seterusnya seperti suatu rantai. Metode
snowball sampling ini banyak dijumpai pada penelitian rantai pemasaran.
Penelitian rantai pemasaran dimulai dari produsen pertama, kemudian dilanjutkan
ke pedagang tengkulak, diteruskan ke pedagang pengumpul kabupaten, dan
seterusnya. Selain itu untuk menentukan responden strategi pengembangan
menggunakan Total Sampling dan Key Informan. Key Informan merupakan
seseorang yang dianggap ahli dalam melakukan budidaya dan pemasaran gurami.

3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Data primer diperoleh secara langsung dari responden dengan menggunakan
metode wawancara berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan
(kuesioner). Data yang diambil dengan cara ini antara lain data produksi, data
penggunaan sarana produksi, data kebutuhan tenaga kerja, pupuk dan obat-
obatan.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi dan pihak-pihak terkait
yang berhubungan dengan budidaya gurami. Data yang diambil dengan cara ini
diantaranya data dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten
Jember, BPS Kabupaten Jember serta dari literatur-literatur yang terkait.

3.5 Metode Analisis Data
Untuk menjawab permasalahan meguji hipotesis pertama mengenai
efisiensi budidaya gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro adalah
menggunakan analisis R/C ratio yang menunjukkan besarnya penerimaan yang
diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk budidaya gurami pada
masing-masing responden pembudidaya gurami, dengan formulasi sebagai
berikut:
R/C Ratio = Total Penerimaan (Rp)
Total Biaya Produksi (Rp)
Kriteria pengambilan keputusan;
R/C ratio > 1 maka budidaya gurami di Desa Semboro adalah efisien.
R/C ratio < 1 maka budidaya gurami di Desa Semboro adalah tidak efisien.
Untuk menjawab permasalahan kedua mengenai pola pemasaran gurami di
Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember adalah menggunakan
analisis deskriptif. Analisis deskriptif yaitu analisis yang menitikberatkan pada
survey lapang dengan melakukan wawancara responden. Analisis deskriptif
digunakan untuk menggambarkan pola pemasaran yang kemudian dapat
mengetahui saluran-saluran pemasaran gurami di Desa Semboro Kecamatan
Semboro Kabupaten Jember.
Untuk menjawab permasalahan ketiga dan menguji hipotesis kedua
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pembudidaya gurami di
Desa Semboro Kecamatan Semboro adalah menggunakan analisis regresi linier
berganda. Analisis regresi inier berganda digunakan untuk mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi pendapatan pembudidaya gurami di Desa Semboro
Kecamatan Semboro. Bentuk persamaan regresi linier berganda dapat dituliskan
sebagai berikut:
Y = a + b
1
X
1
+ b
2
X
2 +
b
3
X
3 +
b
4
X
4 +
b
5
X
5 +
b
6
X
6 +
b
7
X
7 +
b
8
X
8+
b
9
X
9

Keterangan:
Y = Pendapatan (Rp)
a = Konstanta
b
1
b
10
= Koefisien regresi
X
1
= Luas Kolam (m
2
)
X
2
= Produksi (Rp)
X
3
= Biaya benih (Rp)
X
4
= Biaya Tenaga Kerja (Rp)
X
5
= Biaya Pakan (Rp)
X
6
= Biaya Pupuk (Rp)
X
7
= Biaya Obat (Rp)
X
8
= Pengalaman (Rp)
X
9
= Harga (Rp)
Untuk mengetahui secara keseluruhan bagaimana pengaruh variabel-
variabel bebas (Independent) secara bersama-sama mempengaruhi pendapatan
petani gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro dapat diformulasikan
dengan analisis uji F sebagai berikut:
F-Hitung = Kuadrat Tengah Regresi
Kuadrat Tengah Sisa
Kriteria Pengambilan Keputusan:
Fhitung > F tabel ( = 5%), Ho ditolak berarti secara bersama-sama variabel
independen berpengaruh nyata dengan variabel dependen pendapatan
pembudidaya ikan gurami (Y).
Fhitung F tabel ( = 5%), Ho diterima berarti secara bersama-sama variabel
independen tidak berpengaruh nyata dengan variabel dependen pendapatan
pembudidaya ikan gurami (Y).
Untuk melihat pengaruh variabel secara parsial digunakan uji-t, adapun uji secara
parsial digunakan untuk mengetahui seberapa besar masing-masing faktor
produksi dapat mempengaruhi tingkat pendapatan pembudidaya gurami di Desa
Semboro, dengan formulasi sebagai berikut:
t-hitung = dimana Sbi =
Kriteria Pengambilan Keputusan:
Thitung > T tabel ( = 5%), Ho ditolak berarti koefisien regresi dari variabel
independen berpengaruh nyata terhadap pendapatan pembudidaya ikan
gurami (Y).
Thitung T tabel ( = 5%), Ho diterima berarti koefisien regresi dari variabel
independen berpengaruh tidak nyata terhadap pendapatan pembudidaya ikan
gurami (Y).
Selanjutnya untuk menguji seberapa jauh variabel Y yang disebabkan oleh variasi
variabel X, maka dihitung nilai koefisien determinasi dengan rumus sebagai
berikut:
R
2
Adjusted = R
2
[(n-1) / (n-k-1)]
Keterangan:
N = Banyak sampel
K = Banyaknya parameter
Untuk menjawab pertanyaan keempat dan menguji hipotesis ketiga
mengenai strategi pengembangan budidaya gurami di Desa Semboro Kecamatan
Semboro Kabupaten Jember dengan menggunakan analisis FFA. Force Field
Analysis (FFA) atau analisis medan kekuatan adalah suatu alat yang tepat
digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan pendorong dan faktor-faktor
dilapangan yang dapat menopang terhadap solusi permasalahan, sehingga hal-hal
positif dapat diaplikasikan dan atau yang negatif dapat dihilangkan atau dikurangi.
Agar dalam pembudidayaan ikan gurami mengalami keberhasilan perlu dilakukan
penilaian terhadap faktor yang teridentifikasi baik faktor pendorong maupun
penghambat. Terdapat berbagai aspek yang perlu diperhatikan dalam menilai tiap-
tiap faktor yaitu:
a. Urgensi dalam pencapaian tujuan suatu usaha, yang terdiri dari Nilai Urgensi
(NU) dan Bobot Faktor (BF).
b. Dukungan atau kontribusi tiap faktor dalam pencapaian tujuan suatu usaha,
yang terdiri dari Nilai Dukungan (ND) dan Nilai Bobot Dukungan (NBD).
c. Keterkaitan antara faktor dalam pencapaian tujuan suatu usaha, yang terdiri
dari Nilai Keterkaitan (NK), Nilai Rata-rata Keterkaitan (NRK), dan Nilai
Bobot Keterkaitan (NBK).
Faktor pendorong dan penghambat yang diketahui dilapang untuk
mengetahui strategi pengembangan usaha budidaya gurami di Desa Semboro
Kecamatan Semboro Kabupaten Jember adalah sebagai berikut:
Faktor Pendorong (D):
(D1) Kondisi perairan dan lingkungan yang sesuai dengan habitat ikan
(D2) Teknik budidaya yang baik
(D3) Minat dan Motivasi pembudidaya dalam budidaya tinggi
(D4) Jangkauan pasar luas
(D5) Permintaan tinggi
(D6) Harga ikan gurami tinggi
Faktor Penghambat (H):
(H1) Gangguan hama dan penyakit
(H2) Modal terbatas milik sendiri
(H3) Tingginya biaya saprodi dalam budidaya ikan gurami
(H4) Adanya persaingan dengan komoditi per-ikanan dan pengusaha perikanan
lainnya.
(H5) Ketergantungan terhadap tengkulak berkaitan
(H6) Pertumbuhan ikan gurami relatif lama sehingga membutuhkan waktu
berbulan-bulan untuk sampai pada pemasaran.
Penilaian pada faktor pendorong dan penghambat hendaknya didukung
dengan data yang akurat dan relevan, akan tetapi penilaian terhadap pada faktor
pendorong dan penghambat juga dapat dilakukan dengan cara kualitatif.
Pendekatan kualitatif dilakukan apabila fakta-fakta yang terindentifikasi tidak
didukung dengan data-data yang akurat dan lengkap. Untuk mendapatkan hasil
analisis yang lebih akurat analisis kualitatif dapat dikuantifikasi berdasarkan skala
nilai. Rensis Likert merupakan penganjur pendekatan skala nilai (rating scale).
Skala nilai yang lazim digunakan antara 1-5.
Menentukan aspek nilai urgensi (NU) dari setiap faktor pendorong dan
faktor penghambat, maka dapat dilakukan dengan teknik komparasi. Teknik
komparasi disini yaitu dengan membandingkan antara satu faktor dengan faktor
yang lainnya dengan menggunakan pertanyaan mana yang lebih penting antara
faktor D1 dan D2 dalam mendukung pencapaian tujuan?. Semakin penting faktor
pendorong atau penghambat tersebut maka nilai kuantitatifnya akan semakin
tinggi. Pada penilaian nilai urgensi faktor ini maka didesain suatu format
komparasi seperti di sajikan pada tabel 3.1 berikut:


Tabel 3.1 Tabel Tingkat Urgensi antar Faktor
Faktor
Pendorong
Tingkat Komparasi Urgensi Faktor NU BF
D1 D2 D3 D4 D5
D1
D2
D3
D4
D5
Total Nilai Urgensi
Nilai urgensi yang dilakukan menggunakan skala Likert yang kemudian
dikonversikan dalam angka dengan skala antara 1-5. Ketentuan nilai tersebut
yaitu:
Angka 5 : nilai urgensi sangat tinggi
Angka 4 : nilai urgensi tinggi
Angka 3 : nilai urgensi cukup
Angka 2 : nilai urgensi kurang
Angka 1 : nilai urgensi sangat kurang
Setelah menentukan nilai urgensi (NU) maka langkah selanjutnya adalah
menentukan nilai bobot faktor (BF). Penilaian bobot faktor (BF) dapat dinyatakan
dalam bilangan desimal atau presentase. Nilai BF dapat dihitung dari rumus
berikut:
BF = NU : TNU x 100%
Setelah menentukan bobot faktor (BF) maka nilai BF dari masing-masing faktor
dimasukkan pada tabel 2. Langkah yang sama juga dilakukan pada faktor
penghambat.
Setelah menetukan BF, maka selanjutnya adalah menentukan nilai
dukungan (ND). Nilai dukungan adalah nilai persetujuan bahwa faktor pendorong
atau penghambat tersebut mendukung atau menghambat pencapaian tujuan. Nilai
dukungan (ND) ditentukan dengan brainstrorming melalui wawancara dengan
responden yaitu pembudidaya ikan gurami di Desa Semboro. Langkah penilaian
sama seperti nilai urgensi juga dengan menggunakan skala Likert yaitu nilai
antara 1-5.
Angka 5 : nilai dukungan sangat tinggi
Angka 4 : nilai dukungan tinggi
Angka 3 : nilai dukungan cukup
Angka 2 : nilai dukungan kurang
Angka 1 : nilai dukungan sangat kurang
Setelah menentukan nilai dukungan, selanjutnya adalah menetukan nilai
bobot dukungan (NBD). Rumus dari nilai bobot dukungan adalah sebagi berikut:
NBD = ND x BF
Langkah selanjutnya adalah menentukan nilai keterkaitan (NK) antara
faktor pendorong dan faktor penghambat. Nilai keterkaitan ini juga dinilai
menggunakan skala Likert, yaitu skala dengan nilai antara 1-5.
Angka 5 : nilai keterkaitan sangat tinggi
Angka 4 : nilai keterkaitan tinggi
Angka 3 : nilai keterkaitan cukup
Angka 2 : nilai keterkaitan kurang
Angka 1 : nilai keterkaitan sangat kurang
Kemudian mencari total nilai keterkaitan (TNK), total nilai keterkaitan
ditentukan dari jumlah total nilai total nilai keterkaitan antara faktor pendorong
dan penghambat dalam satu baris. Langkah selanjutnya adalah menentukan nilai
rata-rata keterkaitan tiap faktor (NRK), rumus NRK adalah sebagai berikut:
NRK = TNK : N 1
Keterangan:
TNK = jumlah faktor internal dan eksternal yang dinilai
N = jumlah faktor internal dan eksternal yang dinilai.
1 = satu faktor yang tidak dapat dikalikan dengan faktor yang sama.



Nilai bobot keterkaitan (NBK) dihitung setelah nilai keterkaitan (NK)
diketahui. Rumus nilai keterkaitan adalah sebagai berikut:
NBK = NRK x BF
Langkah selanjutnya adalah menentukan total nilai bobot faktor (TNB.
Rumus dari total nilai bobot faktor dapat dihitung melalui rumus:
TNB = NDB + NBK
Langkah selanjutnya adalah untuk mengetahui faktor kunci keberhasilan
(FKK) dapat diketahui dari nilai total nilai bobot faktor (TNB) dari masing-
masing faktor. Kekuatan dari unit usaha dapat diketahui dari besarnya total nilai
bobot faktor (TNB). Cara menentukan FKK adalah sebagai berikut:
a. Dipilih berdasarkan TNB yang terbesar.
b. Jika TNB sama maka dipilih BF terbesar.
c. Jika BF sama maka dipilih NBD terbesar.
d. Jika NBD sama maka dipilih NBK terbesar.
e. Jika NBK sama maka dipilih berdasarkan pengalaman dan rasionalitas.
Berdasarkan besarnya TNB tiap faktor pendorong dan penghambat dapat
ditunjukkan dalam suatu diagram yang bernama diagram medan kekuatan dengan
kondisi yang ingin dicapai adalah pengembangan usahatani budidaya dan
pemasaran gurame di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten Jember.
Arah yang diinginkan









Gambar 3.1 Diagram Medan Kekuatan

3.6 Terminologi
1. Budidaya ikan air tawar merupakan salah satu alternatif usaha yang dapat
dijadikan usaha dalam pengembangbiakkan ikan.
2. Budidaya ikan dalam kolam merupakan salah satu pengusahaan ikan air tawar
pada media kolam.
3. Kolam ikan gurami adalah tempat hidup atau habitat yang disediakan petani
untuk budidaya ikan gurami.
4. Pembudidaya ikan gurami adalah orang yang mengusahakan budidaya ikan
gurami.
5. Usaha Pembesaran ikan Gurami adalah usaha yang dilakukan untuk
memproduksi ikan gurami yang siap dipasarkan, gurami yang dipasarkan
dalam ukuran siap untuk dikonsumsi.
6. Satu musim budidaya adalah waktu yang digunakan untuk pemeliharaan ikan
mulai penebaran hingga panen, waktu yang dibutuhkan selama 8-9 bulan.
7. Jumlah tebar adalah frekuensi penebaran benih yang dilakukan oleh
pembudidaya dalam waktu satu kali budidaya.
8. Jumlah panen adalah frekuensi pemanenan yang dilakukan oleh pembudidaya
dalam jangka 8-9 bulan terdiri dari beberapa musim budidaya.
9. Produksi adalah seluruh hasil ikan gurami yang diperoleh peternak
pembudidaya dalam jangka waktu satu kali produksi atau per tahun.
10. Pemasaran gurami di Desa Semboro adalah pemasaran yang dilakukan oleh
pembudidaya gurami dalam penelitian ini peneliti membatasi daerah
pemasaran hanya di Kabupaten Jember.
11. Responden adalah seluruh pembudidaya ikan gurami di Desa Semboro
Kecamatan Semboro Kabupaten Jember pada periode 2013 serta lembaga
pemasaran yang terkait dalam proses pemasaran ikan gurami.
12. Biaya produksi adalah pengorbanan yang dikeluarkan untuk proses produksi
pembesaran gurami yang meliputi biaya tetap dan baiaya variabel.
13. Biaya tetap adalah biaya yang konstan besarnya dan tidak dipengaruhi oleh
jumlah produksi yang dihasilkan dan dinyatakan dalam rupiah (Rp).
14. Biaya variabel adalah jumlah biaya yang besar kecilnya tergantung pada
besar kecilnya produksi, seperti biaya benih, biaya pakan, biaya obat-obatan,
biaya tenaga kerja.
15. Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam melakukan budidaya
ikan gurami, tenaga kerja yang dinilai adalah tenaga kerja luar keluarga yang
dinyatakan dalam hari kerja pria (HKP).
16. Efisiensi adalah penggunaan input atau faktor-faktor yang sekecil-kecilnya
dalam usaha budidaya gurami untuk mendapatkan output atau hasil produksi
yang maksimal.
17. Pendapatan adalah hasil dari penjualan dari usaha budidaya gurami dalam
satu kali panen yang dinyatakan dalam satuan rupiah.
18. Penerimaan merupakan total penerimaan yang diterima yang merupakan hasil
kali total biaya produksi ikan gurami dengan harga jual ikan gurami saat
penelitian, dinyatakan dengan satuan rupiah.
19. Tengkulak adalah lembaga pemasaran yang membeli hasil ikan gurami,
tengkulak di Desa Semboro juga berperan sebagai orang yang memberi
pinjaman dalam hal pemenuhan pakan ikan gurami.
20. Lembaga pemasaran adalah lembaga yang berperan dalam proses pemasaran
ikan gurami, lembaga pemasaran dalam hal ini dibatasi hanya yang berada di
wilayah Kabupaten Jember.
21. Modal adalah biaya total yang diperlukan untuk satu kali panen saat
dilakukan usaha budidaya ikan gurami, dinyatakan dalam satuan rupiah.
22. Faktor-faktor produksi adalah variabel-variabel yang mempengaruhi produksi
gurami yang terdiri luas kolam, jumlah benih yang ditebar, pakan, obat-
obatan.
23. Tingkat kematian yang tinggi adalah tingkat kematian ikan yang disebabkan
oleh berbagai faktor, antara lain disebabkan karena penyakit parasit dan
penyakit non parasit.
24. Force Field Analysis (FFA) adalah suatu alat analisis untuk merencanakan
suatu perubahan yang terdiri dari faktor pendorong dan penghambat.
25. Bantuan fisik dari pemerintah adalah bantuan yang diterima oleh
pembudidaya gurami di Desa Semboro Kecamatan Semboro Kabupaten
Jember berupa kolam permanen dan bantuan uang.
26. Persaingan dengan pembudidaya lain adalah persaingan harga apabila
pembudidaya didaerah lain panen raya maka harga jual dari ikan akan turun.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007. Metodologi Penelitian dan Pengkajian Perikanan. [Serial on-line].
www.geocities.com. [diakses 13 April 2013].

Cahyono, bambang. 2001. Budi Daya Ikan di Perairan Umum. Kanisius:
Yogyakarta.

Hanafiah, A.M. dan Saefudin, A. M. 1986. Tataniaga Hasil Perikanan. Jakarta,
UI Press.
Handayani, Ary R. 2010. Analisis Biaya Dan Pendapatan Serta Prospek
Pengembangan Budidaya Ikan Dalam Keramba Jaring Apung Di Desa
Tegalrandu Kecamatan Klakah Kabupaten Lumajang. Skripsi: Universitas
Jember:

Hariwijaya dan Triton. 2008. Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi. Oriza:
Yogyakarta.

Hariyati, Yuli. 2007. Ekonomi Mikro. CSS: Universitas Jember.

Hasan, Iqbal. 2008. Pokok-Pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif). Jakarta:
Bumi Aksara.

Hernanto, 1996. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya: Jakarta.

Ilyasa, Nanang. 2012. Pengembangan Budidaya Ikan Air Tawar Jember dinilai
Positif Oleh Pemerintah Pusat .
http://www.garudatimurnews.com/2012/09/pengembangan-budidaya-ikan-
air-tawar.html. Garuda Timur News.

Kotler. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi kesepuluh. Jakarta: PT Prenhallindo.

Nazir, M. 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia.

Nisjar K dan Winardi. 1997. Manajemen Strategik. Bandung: Mandar Maju.

Puspowardoyo, H. dkk. 1992. Membudidayakan Gurami Secara Intensif.
Kanisius: Yogyakarta.

Putrisa, Ponia. 2006. Analisis Efisiensi Pemasaran Benih Ikan Lele Dumbo
(Clarias sp) dari Desa Babakan Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor.
Institut Pertanian Bogor. Skripsi: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Rahayu, Siti. 2005. Potensi Usaha Pembenihan Ikan Mas (Cyprinus carpio) dan
Kontribusinya terhadap Pendapatan Keluarga (Kasus pada Kelompok Mina
Guna Usaha di Desa Krecek Kec. Pare Kab. Kediri). Universtitas Jember:
Skripsi.

Rahmawaty. 2002. Pengelolaan Sumberdaya Perairan Waduk Secara Optimal
dan Terpadu. [Serial on-line]. http://library.usu.ac.id/download/fp/hutan-
rahmawaty3.pdf. [diakses 10 September 2013].

Said dan Intan. 2004. Manajemen Agribisnis. Jakarta: PT Ghalia Indonesia.

Santosa, Gempur. 2005. Metodologi Penelitian: Kualitatif dan Kuantitatif.
Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Semaoen, Iksan. 2011. Mikro Ekonomi. Malang: UB Press.

Sarifah, Laili. 2005. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Pendapatan Petani
dan Prospek Pasar Ikan Gurami di Desa Umbulrejo Kecamatan Umbulsari
Kabupaten Jember. Skripsi. Jember: Universitas Jember

Sianipar dan Entang. 2003. Teknik-Teknik Analisis Manajemen: Bahan Ajar
Diklat PIM Tingkat III. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.

Sianipar dan Entang. 2008. Teknik-Teknik Analisis Manajemen: Modul Diklat
PIM tingkat III. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.

Sinar Tani. 2006. Beternak Ikan dalam Karamba. [serial online].
www.nguntoronadi.wonogiri.org. [Diakses 12 agustus 2013].

Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

. 2010. Agribisnis: Teori dan Aplikasinya. Rajawali PERS: Jakarta.

. 1995. Analisis Usahatani. UI Press, Jakarta.

Soemodiharjdo, Idha Haryanto. 2003. Perbedaan dan Variabilitas Harga Produk
Pertanian Universitas Jember: Jember, Jawa Timur.

Soetriono, dkk. 2006. Pengantar Ilmu Pertanian. Jakarta : Bayu Media.

Soetriono dan Hanafi. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta:
ANDI OFFSET.

Sudarman, Ari. 1989. Teori Ekonomi Mikro. BPFE: Yogyakarta.

Suparta. 2007. Fokus Pengawasan: Membangun Budaya Kerja Melalui Pakta
Integritas. Jakarta: Inspektorat Jenderal Departemen Agama RI.
Supranto. 2001. Statistik Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Erlangga.

Susanto, Heru. 2008. Kolam Ikan. Jakarta: Penebar swadaya.
Sutrisno, 2007. Budi Daya Ikan Air Tawar. Jakarta: Geneca Exact.

Tim PS. 2008. Agribisnis Perikanan. Jakarta: Penerbar Swadaya.

Tohir, Kaslan. 1991. Seutai Pengetahuan Usaha Tani Indonesia. PT Rineka
Cipta. Jakarta.

Wibowo, R 1995. Pengantar Ekonometrika. Jember: Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jember.

Yamin, M. 2005. Analisis Pengaruh Pembangunan Sektor Pertanian Terhadap
Distribusi Pendapatan dan Peningkatan Lapangan Kerja di Provinsi
Sumatera Selatan. Jurnal Pembangunan Manusia.

Yuliasari, ninda. 2010. Analisis Usahatani Dan Prospek Pengembangan Lele
Dumbo Di Desa Mojo Mulyo Kecamatan Puger Kabupaten Jember.
Universitas Jember: Skripsi: Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Univ.
Jember.

Yuwono, T, Dkk. 2011. Pembangunan Pertanian : Membangun Kedaulatan
Pangan. Gajah Mada University Press: Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai