, et al)
ABSTRAK
Perikanan tangkap di Indonesia memiliki peran strategis, namun dalam pelaksanaannya tidak
terlepas dari kompleksitasnya pemasalahan yang dihadapi. Ancaman terhadap keberlanjutan sumber
daya ikan dan kapasitas pelaku usaha menjadi perhatian utama dalam mewujudkan perikanan tangkap
berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan unutk mengkaji kondisi pembangunan perikanan tangkap yang
telah dilaksanakan di Indonesia, yang difokuskan pada pada dua aspek utama, yaitu komoditas
utama perikanan tangkap tuna, tongkol dan cakalang (TTC) dan pelakunya serta bagaimana strategi
keberlanjutannya. Selain itu, penelitian ini juga mencoba merumuskan indikator prioritas yang dapat
digunakan untuk mengukur keberlanjutan pembangunan perikanan tangkap. Penelitian ini menggunakan
metode analisis isi dan untuk mengetahui prioritas indikator digunakan pendekatan metode urgency,
seriousness and growth (USG). Hasil kajian memberikan gambaran bahwa manfaat dari perikanan
tangkap di Indonesia belum merata dirasakan. Struktur perikanan tangkap di Indonesia masih didominasi
nelayan skala kecil dan berpengaruh terhadap produksi komoditas utama (TTC), Illegal, Unreported
and Unregulated Fishing (IUUF) menjadi ancaman terbesar bagi keberlanjutan perikanan tangkap.
Kondisi sumber daya ikan dan perikanan skala kecil menjadi indikator prioritas utama untuk mengukur
keberhasilan perikanan tangkap yang berkelanjutan, sehingga kedepannya diperlukan perbaikan
terhadap pengelolaan perikanan yang dapat ditempuh melalui pengelolaan sumberdaya ikan berbasis
WPP melalui penguatan kelembagaan dan dukungan sarana prasarana.
Kata Kunci: keberlanjutan; komoditas utama; nelayan; perikanan tangkap, sumber daya
ABSTRACT
Capture fisheriy in Indonesia has a strategic role, though its implementation encounter such a
complex problem. The threat on the sustainability of fish resources and fisher capacity are the major
concern in creating sustainable capture fisheries. This study aims to examine the condition of capture
fisheries development in Indonesia that focused on two main aspects: (1) the main commodities of tuna,
little tuna and skipjack (TTC) and its fishers, and (2) the strategy for its sustainability. In addition, this
study tries to formulate priority indicators to measure the sustainability of capture fisheries development.
The research used content analysis method as well as Urgency, Seriousness and Growth (USG) method
to determine priority indicators. Results of the study showed that the benefits of capture fisheries in
Indonesia are not evenly distributed. Small-scale fishers dominate the structure of capture fisheries in
Indonesia and affect the production of major commodities (TTC). In addition, Illegal, Unreported and
Unregulated Fishing (IUUF) is the biggest threat to the sustainability of capture fisheries. The condition
of fish resources and small-scale fishers is a top priority indicator to measure the success of sustainable
capture fisheries, so it is necessary to improve future fisheries management based on WPP through
institutional strengthening and infrastructure support.
*Korespodensi Penulis:
email: diantoro.domiri@gmail.com 145
DOI: http://dx.doi.org/10.15578/jsekp.v14i2.8056
J. Sosek KP Vol. 14 No. 2 Desember 2019: 145-162
146
Perikanan Tangkap di Indonesia: Potret dan Tantangan Keberlanjutannya ........................................... (Kusdiantoro., et al)
perikanan tangkap di Indonesia selalu disajikan mendalam seperti yang telah disampaikan
dengan gambaran yang positif dengan berbagai sebelumnya. Jumlah responden pada penelitian ini
target yang telah tercapai namun sisi lain (seperti adalah sebanyak 20 orang yang difokuskan kepada
permasalahan dan ancaman) dari pembangunan peneliti, perencana dan pengambil kebijakan.
perikanan tangkap itu sendiri masih kurang
banyak diungkapkan. Berdasarkan hal tersebut, Teknik Analisis Data
penelitian ini akan mengkaji kondisi pembangunan
perikanan tangkap yang telah dilaksanakan di Analisis data dilakukan dengan metode
Indonesia. Kajian terkait pembangunan perikanan analisis isi (content analysis), yaitu alat untuk
tangkap ini akan difokuskan pada pada dua mengikuti rekam jejak dari pelaksanaan, mulai
aspek utama, yaitu komoditas utama perikanan dari landasan teori yang digunakan sampai dengan
tangkap (TTC) dan pelakunya, khususnya yang praktik yang dilakukan serta mengilustrasikan dari
mendominasi struktur perikanan tangkap nasional, beragam data set yang telah disusun (Hsieh &
yaitu nelayan skala kecil, sehingga diperoleh Shannon, 2005; Hopkins & King, 2010; Elo et al.,
gambaran terkait pembangunan perikanan tangkap 2014). Pada pelaksanaannya dilakukan terlebih
dari sisi sumber daya (komoditas utama/TTC) dahulu observasi berbagai artikel, buku dan terbitan
dan juga pelaku usahanya (nelayan skala kecil) ilmiah lainnya sehingga dapat disusun analisis
dan bagaimana strategi keberlanjutannya. Selain secara deskriptif. Analisis data secara deskriptif
itu, penelitian ini juga mencoba merumuskan digunakan untuk menginterpretasikan data mentah
indikator-indikator yang dapat digunakan untuk berupa data primer dan sekunder menjadi suatu
mengukur kerberlanjutan pembangunan perikanan bentuk yang mudah dimengerti dan diterjemahkan
tangkap sebagai langkah awal untuk mewujudkan (Martono, 2010), sehingga dapat menggambarkan
pembangunan perikanan tangkap berkelanjutan. fenomena dan kausalitas dari objek yang dikaji
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi (Loeb, Dynarski, McFarland, Morris & Reardon
bahan untuk memformulasikan kebijakan 2017). Selanjutnya, untuk merumuskan indikator-
keberlanjutan perikanan tangkap di Indonesia. indikator yang dapat digunakan untuk mengukur
keberlanjutan pembangunan perikanan tangkap
Jenis dan Sumber Data dilakukan dengan cara berjenjang yang diawali
melalui desk study dari hasil penelitian yang
Berdasarkan jenisnya, data yang digunakan telah ada. Indikator yang disusun mewakili
dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder beberapa dimensi (ekonomi, ekologi, sosial dan
dan primer. Data sekunder yang dikumpulkan kelembagaan). Selanjutnya, untuk mengetahui
berupa laporan hasil penelitian terdahulu, statistik prioritas indikator digunakan pendekatan metode
perikanan tangkap, data PDB, potensi sumber daya urgency, seriousness and growth (USG).
perikanan dan jenis data lainnya terkait penelitian. Metode USG dapat menetapkan urutan prioritas
Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat masalah dengan teknik scoring (skala likert) dan
Statistik, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dilakukan dengan memperhatikan urgensi dari
perguruan tinggi, lembaga penelitian dan institusi masalah, keseriusan masalah yang dihadapi, dan
terkait lainnya. Data primer yang dikumpukan kemungkinan bekembangnya masalah (Kepner &
berupa karakteristik responden dan persepsi Tregoe 1981; Husnayain 2015).
terhadap prioritas indikator yang dapat mengukur
kinerja pembangunan perikanan tangkap. HASIL DAN PEMBAHASAN
147
masif terhadap sumberdaya ikan disebabkan dua hal utama, yakni over fishing (baik
secara ekonomi maupun biologi) dan terjadinya ekses kapasitas (over capacity) pada
J. Sosek KP Vol. 14 No. 2 Desember 2019: 145-162
perikanan ekonomis penting, sehingga berimplikasi serius terhadap aspek sosial dan
ekonomi (Beddington et al. 2007).
- -
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Gambar
Gambar 1. Volume
1. Volume (ton)
(ton) dandan NilaiProduksi
Nilai ProduksiTuna,
Tuna, Cakalang
Cakalang dan
danTongkol.
Tongkol
Figure
Figure 1. The volume (ton) and value of tuna, skipjack tuna andTuna
1. The volume (ton) and Value of Tuna, Skipjack Tuna and Little littleProduction.
tuna
production
Sumber : Statistik Perikanan Tangkap Indonesia (2005-2016) dan Pusdatin (2017-2018)/
Sumber Source: Indonesian Capture Fisheries
: Statistik Perikanan Tangkap Indonesia Statistics(2005-2016)
(2005-2016) and Pusdatin
dan (2017-2018)
Pusdatin (2017-2018)
Source: Indonesian Capture Fisheries Statistics (2005-2016) and Pusdatin (2017-2018)
penangkapan ikan umumnya, penangkapan TTC tertinggi yaitu pada tahun 2015 sebesar 524.387
membutuhkan alat tangkap yang lebih spesifik ton, sedangkan untuk produksi ikan cakalang dan
Meskipun
sangat bergantung padatrend
armadaproduksi TTC sejaktuna
yang digunakan. tahun 2014pada
tertinggi sampai
tahun dengan
2014 dengan 2018masing-
Umumnya
cenderungarmada modernnamun
menurun, menggunakan
secara umumalat masingpeningkatan
trend produksi sebesar 496.682
produksi ton dan 313.873
perikanan
tangkap berupa longline, sedangkan tradisional ton. Sedangkan dari sisi nilai, meskipun produksi
berupatangkap
pancingnasional tahunlayang-layang,
ulur, pancing 2018 lebih tinggi
atau dibandingkan
tuna lebih kecilperikanan budidaya
tetapi memiliki yaitu
nilai yang lebih tinggi
pun pancing
7,47% dengan kontribusi perikanan tangkap nasional sebesar 49,64% terhadap(2018b),
hanyut. Penyebaran TTC di Indonesia (Firdaus, 2018a). Hasil kajian Firdaus
meliputi Samudera Indonesia, pantai barat harga rata-rata tuna per kg mencapai lebih dari
perolehan total PDB perikanan. Meskipun capaian perikanan tangkap memberikan
Sumatera, Selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Rp. 35.000,-/kg sedangkan untuk tongkol dan
gambaran
perairan pertumbuhan
Indonesia produksi
Timur meliputi Lautdan manfaatcakalang
Banda, ekonomi harganya
yang positif, namun
kurang dari disisi lain
Rp. 20.000,-/kg.
Lautpada
Flores,kenyataanya
Laut Maluku, Laut
dari hasil kajian Rizal et al. (2018) menunjukkan bahwa hampirekonomi
Makassar (Uktolseja TTC memiliki kontribusi positif terhadap
1987). Penentuan lokasi penangkapan cakalang nasional, tetapi tidak terlepas dari masalah yang
70% nelayan
ditentukan di Indonesia
musim berbeda di setiap masih terjebak
perairan, tetapi dalam kemiskinan.
kompleks. Hal ini
Menurut Fauzi menunjukkan
(2010), tekanan terhadap
dapat dilakukan sepanjang tahun. sumber daya yang cukup masif dapat menyebabkan
terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas sumber
TTC memiliki nilai ekonomis penting dan daya ikan. Hal ini terlihat juga pada TTC, dimana
banyak tersebar hampir di seluruh wilayah ukuran ikan yang tertangkap semakin kecil dan
perairan Indonesia. Nilai ekonomis menjadikan TTC ruang ekspansi semakin sulit dilakukan. 6 Lebih
sebagai komoditas utama perikanan tangkap dan lanjut Fauzi (2010) menyebut bahwa tekanan yang
Indonesia memasok lebih dari 16% produksi TTC masif terhadap sumber daya ikan disebabkan dua
dunia (FAO, 2018). Volume ekspor TTC mencapai hal utama, yakni over fishing (baik secara ekonomi
sekitar 168.434 ton (USD 713,9 juta) pada tahun maupun biologi) dan terjadinya ekses kapasitas
2018 (KKP, 2019). Produksi TTC pada periode (over capacity) pada perikanan ekonomis penting,
tahun 2005-2018 mengalami peningkatan rata-rata sehingga berimplikasi serius terhadap aspek sosial
1,049 juta ton dan nilai produksi sebesar 31,47 dan ekonomi (Beddington et al., 2007).
triliun rupiah. TTC memberikan kontribusi signifikan
terhadap produksi perikanan nasional yaitu sekitar Meskipun trend produksi TTC sejak tahun
20% dari total produksi perikanan tangkap (Firdaus 2014 sampai dengan 2018 cenderung menurun,
et al., 2018). namun secara umum trend peningkatan produksi
perikanan tangkap nasional tahun 2018 lebih tinggi
Secara agregat produksi cakalang dan dibandingkan perikanan budidaya yaitu 7,47%
tongkol lebih tinggi dibandingkan tuna (Gambar dengan kontribusi perikanan tangkap nasional
1), meskipun demikian produksi ketiga komoditas sebesar 49,64% terhadap perolehan total PDB
tersebut mengalami fluktuatif sejak tahun 2005 perikanan. Meskipun capaian perikanan tangkap
sampai dengan 2018. Produksi ikan tongkol
148
Perikanan Tangkap di Indonesia: Potret dan Tantangan Keberlanjutannya ........................................... (Kusdiantoro., et al)
149
J. Sosek KP Vol. 14 No. 2 Desember 2019: 145-162
Tabel 1. Tingkat Pemanfaatan Ikan Pelagis Besar (Non Tuna-Cakalang) di 11 WPP Tahun 2011-2019.
Table 1. Level of Utilization of Big Pelagic Fish (Non Tuna-Skipjack Tuna) in 11 WPP 2011-2019.
Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP)/Fisheries Management Area (FMA)
Tahun/Year
571 572 573 711 712 713 714 715 716 717 718
2011 0,81 1,01 1,24 0,65 0,87 1,05 0,71 0,85 0,60 0,39 1,15
2016 0,89 1,29 0,73 0,42 1,16 0,86 0,86 1,58 0,74 0,95 0,65
2017 0,52 0,95 1,06 0,93 0,63 1,13 0,78 0,97 0,63 1,00 0,99
2019*) 0,52 0,95 1,06 0,32 0,75 1,13 0,78 0,47 0,50 1,00 0,30
Keterangan Tingkat pemanfaatan (E):/Remaks on the level of utilization (E):
E < 0.5 = Moderate; 0.5 ≤ E < 1 = Fully-exploited; E ≥ 1 = Over-exploited
*) Hasil pertemuan Komnas Kajiskan Juni 2019/the results of Komnas Kajiskan meeting, June 2019
Secara umum, pelaku usaha penangkapan arah yang lebih mengkhawatirkan di beberapa
ikan TTC di Indonesia masih didominasi kapal WPP, antara lain WPP 572, 573 dan 713. Pada
kecil dengan alat tangkap yang sederhana, seperti Tabel 1, terlihat adanya perubahan warna tingkat
pancing (handline), sedangkan armada kapal besar pemanfaatan menjadi warna kuning dan merah yang
diatas 60 GT masih sangat sedikit pasca moratorium menandakan adanya deplesi atau pengurangan
kapal eks asing (https: //www. mongabay.co.id kualitas sumber daya ikan tersebut. Menurut Fauzi
/2019 /01/21/ mengapa-penangkapan-tuna-masih- & Anna (2002) deplesi dapat diartikan sebagai
didominasi-nelayan-skala-kecil/ diunduh pada laju pengurangan stok sumber daya ikan. Deplesi
7 Juli 2019). Hal ini berkorelasi dengan hasil memberikan dampak negatif terhadap sumber
tangkapan TTC yang lebih banyak dihasilkan daya dan ekonomi (Firdaus 2018a).
nelayan skala kecil sehingga menjadi tantangan
terhadap keberlanjutan TTC skala kecil di Tingkat pemanfaatan ikan pelagis
Indonesia, disamping adanya kompetisi antara besar tidak terlepas dari peningkatan produksi
pelaku usaha skala kecil dengan skala industri. yang terus meningkat sejak tahun 2005 hingga
Septisafitri (2010) dalam penelitiannya menyebut 2018. Laju pertumbuhan produksi perikanan
upaya pengembangan perikanan tangkap berbasis tangkap untuk komoditas TTC selama tahun
komoditas ikan unggulan dapat dilakukan dengan 2011 hingga 2018 mencapai 18,2% per tahun
berbagai cara, antara lain: memperluas jangkauan (KKP 2019). Peningkatan laju produksi yang
daerah penangkapan ikan diatas 12 mil. Hal ini cukup tinggi memberikan tekanan terhadap sumber
menjadi tantangan bagi para nelayan skala kecil daya, tercermin dari status tingkat pemanfaatannya.
untuk meningkatkan kapasitas usahanya melalui Penurunan kualitas sumber daya atau deplesi
peningkatan ukuran armada dan teknologi alat sumber daya tentu saja diperlukan sebuah
tangkapnya. solusi untuk tetap menjaga keberlanjutannya. Salah
satu yang dapat dilakukan adalah dibentuknya
Keberlanjutan Perikanan Tangkap di Indonesia kawasan konservasi. Kawasan konservasi dapat
berfungsi sebagai daerah perlindungan, tempat
a. Tinjauan Aspek Ekologi spawning ground dan nursery ground bagi beberapa
ikan jenis pelagis. Ikan pelagis besar yang bersifat
Indonesia saat ini terus mendorong
high migratory tentu saja akan beruaya lintas
perikanan skala kecil untuk menerapkan prinsip
WPP. Beberapa WPP yang sudah berada pada
penangkapan ikan berkelanjutan dan bertanggung
tingkat pemanfaatan over exploited menjadi
jawab. Dorongan berkelanjutan terus difokuskan
prioritas peningkatan luas kawasan konservasinya.
pada nelayan skala kecil yang terlibat dalam
praktik penangkapan dan tata kelola perdagangan Kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau
tuna. Berdasarkan aspek ekologi, keberlanjutan kecil terluas berada di WPP 711, mencapai 2,76 juta
perikanan secara ekologi dapat dilihat dari kondisi hektar sehingga memiliki korelasi positif terhadap
stok sumber daya perikanan tangkap itu sendiri. status tingkat pemanfaatannya (Lampiran 1).
Begitupun pada WPP 713 yang memiliki kawasan
Status pemanfaatan ikan pelagis besar di
konservasi yang lebih sempit, maka memiliki tingkat
Indonesia berdasarkan WPP diketahui mengalami
pemanfaatan ikan pelagis besar yang jauh lebih
penurunan sejak tahun 2011 hingga 2019, dimana
tinggi (over exsploited). Tentu saja hal ini bukan
status pemanfaatan terus meningkat menuju
150
Perikanan Tangkap di Indonesia: Potret dan Tantangan Keberlanjutannya ........................................... (Kusdiantoro., et al)
2018
2017
2016
2015
2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
0 50 100 150 200 250 300
Indonesia Malaysia Philipina RRC Thailand Vietnam Timor Leste Hongkong Taiwan
10
151
J. Sosek KP Vol. 14 No. 2 Desember 2019: 145-162
lebih dari 2,7 juta orang bergantung terhadap perikanan samudera Bungus, pelabuhan perikanan
perikanan tangkap. Keberlanjutan perikanan samudera Bitung, dan pelabuhan perikanan
tangkap secara ekonomi (keberlanjutan ekonomi) nusantara Sibolga disampaikan bahwa jumlah ikan
ditinjau berdasarkan aspek ekonomi secara makro tuna yang memiliki kualitas ekspor (grade A) pada
dari komoditas utama perikanan tangkap TTC. nelayan skala kecil rata-rata hanya 20% dari total
Secara total komoditas TTC memberikan kontribusi hasil tangkapan. Kualitas ikan ekspor umumnya
20% terhadap total produksi perikanan tangkap.
memiliki beberapa kriteria, seperti kesegaran
Perkembangan volume ekspor TTC selama 10
dan kualitas kekenyalan dagingnya, yang sangat
tahun terakhir (2008-2018) berfluktuasi. Volume
dipengaruhi penanganan ikan di atas kapal dan
ekspor lebih rendah belum tentu memberikan
besaran nilai ekspor yang rendah (Gambar 3). sistem pendingin kapal. Jika sistem penanganan
Besaran nilai ekspor perikanan TTC di Indonesia rantai dingin nelayan skala kecil dapat ditingkatkan
terus mengalami peningkatan sejak tahun tentu akan mempengaruhi volume ikan yang
2008, puncaknya terjadi pada tahun 2013, dan diekspor.
mengalami penurunan hingga tahun 2016, tetapi
dua tahun terakhir kembali beranjak naik. Tingginya Nilai pendapatan rumah tangga perikanan
permintaan dunia terhadap TTC mendorong (RTP) nelayan selama tahun 2008-2018 diketahui
perkembangan usaha penangkapan TTC di dalam sebesar Rp.7,42 juta per bulan (Gambar 4).
negeri, dicirikan semakin meningkatnya jumlah alat Pendapatan rumah tangga ini diestimasi dari
tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan seluruh atau merupakan akumulasi dari pendapatan
tersebut. seluruh anggota keluarga nelayan yang bekerja
di sektor penangkapan, sedangkan nilai rata-rata
Jumlah alat tangkap (rawai tuna, huhate
pendapatan nelayan selama periode 2008-2018
dan pancing tonda) tahun 2000 adalah sebanyak
adalah sebesar Rp.2,1 juta per bulan. Nilai ini
64.611 unit dan meningkat menjadi 108.025
jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai
unit pada tahun 2009, kemudian turun menjadi
rata-rata upah minimum regional secara nasional
85.239 unit pada tahun 2015 (Firdaus, 2018b).
sebesar Rp.1,4 juta per bulan. Hal ini sejalan
Penurunan jumlah alat tangkap pada tahun 2015
dengan pendapat Gallic (2002), bahwa tujuan
tidak terlepas dari adanya kebijakan moratorium
pembangunan perikanan secara ekonomis
kapal yang dikeluarkan Pemerintah pada akhir
dianggap berkelanjutan apabila sektor ini
tahun 2014. Dominasi nelayan skala kecil pada
mampu menghasilkan produk ikan secara
perikanan TTC di Indonesia tentu saja memiliki
berkesinambungan (on continuing basis),
pengaruh besar karena nelayan kecil identik
memberikan kesejahteraan finansial pelakunya,
dengan teknologi sederhana sehingga
dan memberikan sumbangan devisa serta pajak
mempengaruhi kualitas hasil tangkapan. Hasil
yang signifikan bagi negara
wawancara dengan beberapa pengelola pelabuhan
250.000 900.000
Volume Ekspor (Ton)/export volume (tons)
800.000
200.000 700.000
600.000
150.000
500.000
400.000
100.000
300.000
50.000 200.000
100.000
0 0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Volume (ton) Nilai (US$1000)
Gambar
Gambar 3. Volume(ton)
3. Volume (ton) dan
danNilai
nilaiEkspor
ekspor(US$
(US$1000) TTC TTC
1000) Tahuntahun
2008-2018
2008-2018
Figure 3. Volume (tons) and Export Value (US 1000) of Tuna, Skipjack Tuna and
Figure 3. Volume (tons) and export value (US 1000) of tuna, skipjack Little Tuna in 2008-2018.
tuna and
Sumber/Source: KKP 2019
little tuna in 2008-2018
Sumber/source: KKP 2019
152
Jumlah alat tangkap (rawai tuna, huhate dan pancing tonda) tahun 2000
adalah sebanyak 64.611 unit dan meningkat menjadi 108.025 unit pada tahun 2009,
dianggap berkelanjutan apabila sektor ini mampu menghasilkan produk ikan secara
Perikanan Tangkap di Indonesia: Potret dan Tantangan Keberlanjutannya ........................................... (Kusdiantoro., et al)
berkesinambungan (on continuing basis), memberikan kesejahteraan finansial
pelakunya, dan memberikan sumbangan devisa serta pajak yang signifikan bagi
negara.
14.000.000
12.000.000
10.000.000
8.000.000
6.000.000
4.000.000
2.000.000
-
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Pendapatan RTP Nelayan (Rp/Bln) Pendapatan Nelayan (Rp/Bln) Rata-Rata UMR Nasional (Rp/Bln)
Gambar 4. Nilai Pendapatan RTP, Nilai Pendapatan Nelayan dan Nilai UMR Tahun 2008 – 2018 (Rp/Bulan)
Gambar 4. Nilai pendapatan RTP, nilai pendapatan nelayan dan nilai UMR tahun
Figure 4. Value of RTP Income, Value 2008
of Fishers
– 2018Revenue and UMR Value for 2008 - 2018 (IDR/Month)
(Rp/bulan)
Figure 4. Fishermen householdSumber/Source:
income value,KKP
fisherman
2019 income value and UMR
value in 2008-2018 (Rp/month)
Sumber/Source: KKP dan BPS
Secara umum pendapatan nelayan dari hasil sebagai akibat diberlakukannya moratorium kapal
penangkapan ikanSecara dapat umum
memenuhi kebutuhan
pendapatan eks hasil
nelayan dari asingpenangkapan
dan peningkatan pengawasan sumber
ikan dapat
pokok hidupnya. Jika kebutuhan
memenuhi dibandingkan,
pokok pendapatan daya perikanan, khususnya
hidupnya. Jika dibandingkan, pendapatan nelayan lebih di wilayah perbatasan
nelayan lebihtinggi
tinggi dibandingkan
dibandingkan UMR UMR nasional sehingga menjadi salah satu indikatordestruktif, seperti
rata-rata
rata-rata RI. Penggunaan alat tangkap
nasional sehingga menjadi
pencaharian dari salah satu
kegiatan cantrang
indikatortangkap
perikanan memilikisudah dilarang
peluang dan hal ini berdampak
keberlanjutan.
positif terhadap keberlanjutan perikanan tangkap.
pencaharian Berdasarkan
dari kegiatan perikanan
Surat Edaran Menteritangkap
Tenaga Kerja RI No. SE-07/MEN/1990, disebutkan
bahwa komponen UMR telah Partisipasi pemangku
memperhitungkan biaya hidup yang wajar sehingga kepentingan dan peran
memiliki peluang keberlanjutan. Berdasarkan
masyarakat lokal terhadap pengelolaan sumber
Surat Edarandapat disimpulkan
Menteri Tenaga pendapatan
Kerja RI No. nelayan
SE-07/sudah mampu memenuhi kebutuhan hidup.
daya ikan usahamenjadi salah satu faktor utama dalam
MEN/1990, Meskipun
disebutkandemikian, pendapatan atau penghasilan
bahwa komponen UMR nelayan memiliki
ketidakpastian yang tinggi atau tidak tetap, khususnya saat terjadi musim paceklik tangkap.
menjaga keberlanjutan perikanan
telah memperhitungkan biaya hidup yang wajar
sehingga diperlukannya pelatihan atau pembekalan keterampilan usaha di bidang
sehingga dapat disimpulkan pendapatan nelayan Kondisi sumber daya perikanan yang open
lainnya, seperti pengolahan ikan maupun lainnya sesuai kondisi sumberdaya.
sudah mampu memenuhi kebutuhan hidup. acces menyebabkan setiap orang berlomba
Pendapatan nelayan tidak terlepas dari investasi usaha, modal usaha dan
Meskipun demikian, pendapatan atau penghasilan mengekstraksi sumber daya ikan sebanyak-
penerimaan setelah operasi penangkapan. Adanya banyaknya modal sehingga
usaha dalam operasi
menyebabkan kelangkaan
usaha nelayan memiliki ketidakpastian yang tinggi
penangkapan dapat memberikan kemudahan dalam usaha penangkapan ikan, serta
sumber daya. Pada sisi lain unit penangkapan
atau tidak tetap, khususnya saat terjadi musim
sebagai sarana nelayan untuk mencari ikan di laut.cenderung
Besarnya modal usaha sehingga
yang
ikan bertambah produktifitas
paceklik sehingga
digunakan diperlukannya
dalam kegiatanpelatihan atau
operasi penangkapan ikan dapat menentukan keberhasilan
nelayan semakin berkurang. Pihak yang terlibat
pembekalan hasil
keterampilan
tangkapanusaha
nelayandi(Jamal,
bidangSondita,
lainnya,Wiryawan & Haluan, 2014).
konflik umumnya nelayan tradisional dalam
seperti pengolahan ikan maupun lainnya sesuai memperebutkan daerah penangkapan ikan yang
13
kondisi sumber daya. sama. Konflik nelayan merupakan fenomena yang
telah terjadi sejak dulu, bahkan sebelum adanya
Pendapatan nelayan tidak terlepas dari
era otonomi daerah. Keleluasaan mengeksploitasi
investasi usaha, modal usaha dan penerimaan
sumber daya perikanan merupakan konsekuensi ciri
setelah operasi penangkapan. Adanya modal usaha kepemilikan bersifat terbuka (open acces). Menurut
dalam operasi penangkapan dapat memberikan Soekanto (2002) penyebab utama terjadinya konflik
kemudahan dalam usaha penangkapan ikan, nelayan adalah perbedaan kepentingan individu,
serta sebagai sarana nelayan untuk mencari ikan perbedaan budaya, perbedaan kepentingan dan
di laut. Besarnya modal usaha yang digunakan perubahan sosial. Menurut Adhuri et al. (2005)
dalam kegiatan operasi penangkapan ikan dapat konflik kenelayanan ini harus segera diatasi,
menentukan keberhasilan hasil tangkapan nelayan mengingat konflik besar terjadi akibat akumulasi
(Jamal, Sondita, Wiryawan & Haluan, 2014). konflik yang relatif lebih kecil atau sederhana tetapi
diabaikan dalam jangka waktu yang lama sehingga
c. Tinjauan Aspek Sosial diperlukan pengelolaan konflik guna membatasi
dan mengatasi kekerasan perilaku yang terjadi.
Keberlanjutan sosial perikanan tangkap dapat
Jika konflik sosial nelayan dapat diminimalisir
dilihat dari banyaknya pelaku dan jumlah kejadian
(bahkan tidak terjadi), maka tujuan pembangunan
konflik antar pelaku atau pemanfaat sumber daya
perikanan berkelanjutan secara sosial dapat
perikanan. Konflik antar nelayan lokal dengan
dianggap tercapai (Gallic 2002).
nelayan asing di Indonesia sudah jauh berkurang
153
J. Sosek KP Vol. 14 No. 2 Desember 2019: 145-162
50,65
47,34
43,94
41,11
38,14
33,89 35,21
32,25
29,08 30,48
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
154
Perikanan Tangkap di Indonesia: Potret dan Tantangan Keberlanjutannya ........................................... (Kusdiantoro., et al)
Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki sumber daya ikan sebagai mata pencahariannya.
wilayah dan menjadi anggota penuh IOTC akan
berhadapan dengan negara tidak memiliki wilayah, Indikator Prioritas Pengukur Pembangunan
tetapi telah lama memanfaatkan sumber daya ikan Perikanan Tangkap Berkelanjutan
di Samudera Hindia, seperti Jepang. Oleh karena
itu, kriteria alokasi kuota yang diajukan dan strategi Penentuan indikator prioritas pengukur
pemanfaatan sumber daya tuna perlu diketahui pembangunan perikanan tangkap berkelanjutan
untuk memperkuat posisi Indonesia secara dimulai dengan kajian dari beberapa pustaka
regional maupun internasional yang mempengaruhi tentang indikator kinerja pembangunan secara
keberlanjutan perikanan tuna kedepannya. umum. Selanjutnya dilakukan identifikasi menurut
aspek ekonomi, ekologi, sosial dan kelembagaan.
Kelembagaan nelayan berbentuk kelompok Indikator kinerja utama pembangunan perikanan
usaha bersama (KUB) menunjukkan peningkatan beberapa negara di ASEAN lebih fokus pada
secara signifikan, dari 3.959 kelompok tahun 2009 aspek ekonomi dan ekologi, dibandingkan aspek
menjadi 11.286 kelompok tahun 2018. Peningkatan sosial dan kelembagaan. Menurut Jennings (2005)
tersebut menunjukkan adanya perubahan pola terdapat kaitan antara indikator lingkungan dalam
usaha masyarakat, dari berifat soliter berkembang pengelolaan perikanan dengan melihat indikator
menjadi berkelompok. Keberadaan KUB merupakan sosial-ekonomi yang bagian dari ecosystem
kelompok yang dibentuk nelayan berdasarkan approach for fisheries. Pengukuran kinerja
hasil kesepakatan seluruh anggota yang dilandasi pembangunan perikanan (tangkap) sering kali
keinginan bersama untuk berusaha bersama dan menjadi perdebatan di setiap periode (rezim)
dipertanggungjawabkan secara bersama guna dalam menilai kinerjanya karena indikator-indikator
meningkatkan pendapatan anggota. Hariadi utama ditetapkan lebih difokuskan pada dimensi
(2011) dalam Rakhmanda, Suadi & Supardjo ekonomi semata untuk mengejar kesejahterahan
(2018), menyebut kehadiran kelompok nelayan sehingga tidak mencerminkan dimensi ekologis
sebagai kesadaran kolektif yang didorong adanya dan sosial. Indikator Kinerja Utama (IKU) perikanan
kesamaan latar belakang sosial-ekonomi sebagai tangkap yang ditetapkan selama beberapa tahun
nelayan. Kesadaran kolektif tersebut diperteguh terakhir fokus ukuran kinerja pada enam IKU,
dengan kesamaan latar belakang kehidupan, sikap meliputi pertumbuhan PDB, Nilai Tukar Nelayan
hidup, perasaan senasib dan sistem nilai yang (NTN), volume produksi, nilai produksi, rata-rata
dianut sehingga mendorong hampir keseluruhan pendapatan Rumah Tangga Perikanan (RTP) dan
anggota komunitas nelayan merespon berbagai rata-rata pendapatan nelayan.
perubahan program pembangunan dan tekanan
(Satria, 2015). Kesadaran kolektif membentuk Berdasarkan hasil desk study yang telah
kelompok untuk meningkatkan pendapatan menjadi dilakukan pada kajian ini kemudian diperoleh 11
pijakan bersama dalam menjaga keberlanjutan indikator utama (Tabel 2) yang mewakili aspek
Tabel 2. Penentuan Prioritas Indikator dengan Metode USG (Urgency, Seriousness, Growth).
Table 2. Determination of Priority Indicators using the USG Method (Urgency, Seriousness, Growth).
Kategori/ Rangking/
No Indikator/indicator U S G Total
category rank
1 Pertumbuhan PDB perikanan/Fisheries GDP Growth 3,95 3,89 3,58 11,42 SP 4
2 Nilai tukar Nelayan/ Fisherman Exchange Rate 3,68 3,89 3,68 11,26 SP 6
3 Produksi/Production 3,89 4,00 3,74 11,63 SP 3
4 Sarpras perikanan/ Fisheries Facilities (pelabuhan/port) 3,95 3,74 3,32 11,00 SP 8
5 Ekspor-impor/export-import 3,74 3,68 3,47 10,89 SP 9
Komoditas utama perikanan tangkap/ Main commodity capture
6 3,89 3,68 3,58 11,16 SP 7
fisheries
Kondisi perikanan tangkap skala kecil/ Small scale captured
7 4,32 4,11 4,00 12,42 SP 2
fisheries
8 Keberlanjutan sumberdaya ikan/sustainability of fish resources 4,47 4,42 4,26 13,16 SP 1
9 Konflik perikanan/fisheries conflict 3,84 3,89 3,58 11,32 SP 5
10 Pengelolaan WPP/FMA management 3,79 3,68 3,37 10,84 SP 10
Kelompok usaha perikanan tangkap/ Capture fisheries
11 3,53 3,63 3,21 10,37 SP 11
business group
Keterangan Tingkat pemanfaatan (E):/Remaks on the level of utilization (E):
E < 0.5 = Moderate; 0.5 ≤ E < 1 = Fully-exploited; E ≥ 1 = Over-exploited
*) Hasil pertemuan Komnas Kajiskan Juni 2019/the results of Komnas Kajiskan meeting, June 2019
155
J. Sosek KP Vol. 14 No. 2 Desember 2019: 145-162
ekonomi, ekologi, sosial dan kelembagaan. sehingga Rusmilyansari, Wiryawa, Haluan &
Indikator ini merupakan hasil penelusuran studi Simbolon (2010) menambahkan pengelolaan
dan kesepakatan yang dilakukan pada forum FGD terhadap manusia merupakan pengaturan tingkah
yang kemudian dilakukan analisis prioritas terhadp lakunya dalam pengelolaan sumber daya. Konflik
indikator tersebut. Penentuan prioritas indikator perikanan tangkap sangat bervariasi antar wilayah
yang menggambarkan kinerja pembangunan dan antar waktu, serta bersifat multidimensional
perikanan tangkap berkelanjutan dilakukan dengan dan umumnya melibatkan berbagai pihak dalam
menggunakan metode USG (urgency, seriousness, hubungan yang kompleks. Tiga dimensi yang
growth). mempengaruhi timbulnya konflik adalah aktor,
ketersediaan sumber daya dan dimensi lingkungan
Berdasarkan hasil analisis USG pada (Hart & Astro 2000; Rahardjanto, 2011; Pasya,
Tabel 2, diketahui seluruh indikator kinerja 2017).
pembangunan perikanan tangkap berkelanjutan
Secara umum pengelolaan perikanan
terpilih pada penelitian ini memiliki kategori sangat
dilakukan untuk memberikan manfaat optimal
prioritas. Indikator keberlanjutan sumber daya
dan berkelanjutan bagi masyarakat dengan
ikan menjadi indikator prioritas pertama dalam
tetap terjaminnya kelestarian sumber dayanya.
mengukur keberhasilan pembangunan perikanan Pengelolaan perikanan tangkap harus berbasis
tangkap berkelanjutan, diikuti indikator kondisi pada potensi sumber daya ikan dengan
perikanan tangkap skala kecil dan indikator mempertimbangkan hukum adat dan atau kearifan
produksi. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat.
kondisi sumber daya ikan dianggap memiliki Menurut Rusmilyansari et al. (2010), pengelolaan
pengaruh yang besar terhadap terwujudnya perikanan tangkap yang cenderung tanpa batas dan
pembangunan perikanan tangkap berkelanjutan. lebih berorientasi kepentingan ekonomi (economic
Sebagai input pembangunan, sumber daya ikan bases fisheries resource management) berakibat
menjadi sangat prioritas diperhatikan. Kebijakan buruk terhadap kelangsungan pemanfaatan
perikanan berkelanjutan menjadi arus utama sumber daya ikan. Dalam situasi pemanfaatan
sumber daya ikan yang serba tak terkendali, terjadi
dalam pengelolaan perikanan tangkap di Indonesia
kelangkaan (scarcity) atau penipisan sumber daya
yang semakin dihadapkan pada terbatasnya
ikan yang akhirnya dapat memicu terjadinya konflik
ketersediaan sumber daya ikan, bahkan di
pemanfaatan.
beberapa wilayah perairan laut mengalami gejala
lebih tangkap. Kondisi sumber daya ikan berkaitan Pada pembahasan sebelumnya disampaikan
dengan indikator prioritas utama lainnya, seperti bahwa untuk mewujudkan pembangunan perikanan
produksi dan kesempatan nelayan tangkap skala tangkap berkelanjutan, indikator kondisi sumber
kecil yang memiliki keterbatasan dalam mengakses daya ikan baik dari potensi dan status sumber
sumber daya dibandingkan nelayan dengan daya ikan itu sendiri menjadi prioritas utama.
Tentu saja hal tersebut harus mempertimbangkan
armada dan alat tangkap yang lebih besar, baik
aspek sosial budaya atau kearifan lokal dan peran
kapasitas maupun kemajuan teknologinya.
serta masyarakat. Berdasarkan UU No.23 tahun
Tantangan Pengelolaan Perikanan Tangkap 2014 diatur perluasan kewenangan provinsi,
dari semula 4-12 mil laut menjadi 0-12 mil laut
Berkelanjutan di Indonesia
sehingga menghilangkan kewenangan pemerintah
Pengelolaan sumber daya ikan hendaknya kabupaten/kota dalam pengelolaan wilayah laut
mengacu UUD 1945 pasal 33 dan diatur lebih kurang dari 4 mil. Sedangkan PP No. 54 tahun 2002
lanjut dalam UU No 45 Tahun 2009. Pengelolaan pasal 13 ayat (1) menyebutkan bahwa Gubernur
sumber daya ikan harus dilaksanakan secara atau pejabat yang ditunjuk memberikan SIUP,
terpadu dan terarah agar sumber daya tetap SIPI, dan SIKPI kepada perusahaan perikanan
lestari. Code of Conduct for Responsible Fisheries Indonesia yang melakukan penangkapan dan/atau
dari FAO (1995) mengamanatkan pengelolaan pengangkutan ikan yang berdomisili di wilayah
sumber daya ikan didasarkan pada bukti-bukti adminstrasinya. Lebih jauh dikatakan bahwa
data dan informasi yang terbaik (the best scientific perizinan tersebut diberikan pada penggunaan
evidence). Pengelolaan sumber daya ikan pada kapal perikanan tidak bermotor, kapal perikanan
hakekatnya merupakan pengelolaan terhadap bermotor luar, dan kapal perikanan bermotor
manusia yang memanfaatkan ikan tersebut, dalam (in-board) yang berukuran di atas 10 GT
156
Perikanan Tangkap di Indonesia: Potret dan Tantangan Keberlanjutannya ........................................... (Kusdiantoro., et al)
dan tidak lebih 30 GT dan/atau yang mesinnya pengembangan perikanan yang meliputi perairan
berkekuatan tidak lebih dari 90 Daya Kuda (DK), pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial,
dan berpangkalan di wilayah administrasinya serta zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif
tidak menggunakan modal asing dan/atau tenaga Indonesia (Permen KP No. 18 Tahun 2014).
kerja asing. Selanjutnya pada ayat (2) disebutkan Selanjutnya dalam rangka mendukung kebijakan
bahwa Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk pengelolaan perikanan yang berkelanjutan di
diberikan kewenangan yang sama untuk peralatan/ WPP NRI, telah ditetapkan estimasi potensi,
kapal sejenis namun berukuran tidak lebih dari 10 jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan tingkat
GT dan/atau yang mesinnya berkekuatan tidak pemanfaatan sumber daya ikan mengacu pada
lebih dari 30 GT. Kepmen KP No. 50 Tahun 2017. Estimasi jumlah
potensi ikan yang dimanfaatkan adalah sebesar
Pengelolaan perikanan penting untuk 12.541.438 ton, yang didalamnya mengatur status
mencegah terjadinya over exploited dan over suatu WPP yang dapat dikategorikan menjadi
capacity akibat lemahnya upaya pencegahan moderate (upaya penangkapan dapat ditambah),
pemegang otoritas yang ditunjukkan dari terbatasnya fully-exploited (upaya penangkapan dipertahankan
kebijakan dan pelaksanaan dan tidak tersedianya dengan monitor ketat), dan over-exploited
kebijakan teknis pada aspek kebijakan pengelolaan (upaya penangkapan harus dikurangi).
yang berkaitan dengan konservasi dan penegakan Pengelolaan perikanan tangkap berbasis WPP
hukum (Suharno 2018). Open access dapat dalam pelaksanaannya tidak terlepas dari
terjadi pada private property sebagai konsekuensi komplesitas yang dihadapi dan harus didukung
masalah penegakan hukum (enforcement problem). dengan berbagai perlengkapannya baik dari aspek
Selanjutnya jika mendasarkan pada aturan fisik maupun kelembagaannya.
perikanan berkelanjutan, maka terdapat beberapa
prasyarat, yaitu: memiliki teknologi penangkapan
lestari, usaha menguntungkan, dan patuh terhadap KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
norma-norma lingkungan dengan batasan
Kesimpulan
penangkapan. Suharno (2018) menambahkan
dalam kebijakan pengelolaan perikanan tangkap Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan
selama ini masih diindikasikan belum efektif dalam bahwa perikanan tangkap di Indonesia meskipun
perspektif pembangunan berkelanjutan (sustainable memberikan manfaat secara ekonomi, namun
development), terbukti di Pantura Jawa masih belum merata dirasakan para pelakunya. Hal
banyak ditemukan pengoperasian jaring arad/ ini ditunjukkan dari struktur perikanan tangkap
trawl meskipun sudah dilarang sejak awal 2015 yang masih di dominasi nelayan skala kecil
(Aji, Wibowo & Asriyanto 2015; Ermawati & Zulyati yang selalu di identikkan dengan kemiskinan.
2015; Nababan, Solihin & Christian 2018). Dari sisi pembangunan perikanan tangkap
berbasis komoditas utama TTC, diketahui bahwa
Dominasi perikanan tangkap nelayan skala
komoditas TTC memberikan kontribusi yang besar
kecil dan ancaman deplesi sumber daya pada
terhadap produksi perikanan tangkap nasional
komoditas utama perikanan tangkap tentu saja
dan permasalahan IUUF menjadi ancaman
harus menjadi perhatian pengelolaan perikanan
utama terhadap keberlanjutannya. Hasil tangkapan
tangkap kedepan. Pada bahasan sebelumnya
TTC yang lebih banyak dihasilkan nelayan
telah disampaikan bahwa perbaikan dalam
skala kecil menjadi tantangan terhadap
pengelolaan perikanan menjadi penekanan utama
keberlanjutan TTC skala kecil karena adanya
untuk mewujudkan perikanan tangkap skala kecil
kompetisi antara pelaku usaha skala kecil dengan
berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan hasil kajian
skala industri.
Adam & Surya (2013), bahwa untuk mencapai
keberhasilan pembangunan perikanan sangat Kondisi perikanan tangkap jika dilihat
tergantung pada penentuan bentuk pengelolaan dari aspek ekologi, ancaman IUUF memberikan
yang dilakukan secara bertanggung jawab. tekanan besar terhadap keberlanjutan sumber
Pengelolaan ini di Indonesia diwujudkan dalam daya dan pada akhirnya mengakibatkan deplesi
bentuk pengelolaan perikanan berbasis WPP. terhadap sumber daya ikan. Untuk WPP yang
Konsep pengelolaan berbasis WPP tidak terbatas berada pada status tingkat pemanfaatan over
untuk perikanan tangkap saja, namun mencakup exploited menjadi prioritas utama peningkatan
pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan luas kawasan konservasinya. Selanjutnya untuk
157
J. Sosek KP Vol. 14 No. 2 Desember 2019: 145-162
158
Perikanan Tangkap di Indonesia: Potret dan Tantangan Keberlanjutannya ........................................... (Kusdiantoro., et al)
Aji IN, Wibowo BA & Asriyanto. (2015). Analisis Faktor Jakarta, hlm 135-136.
Produksi Hasil Tangkapan Alat Tangkap Cantrang
di Pangkalan Pendaratan Ikan Bulu Kabupaten Fauzi A. (2010). Ekonomi Perikanan “Teori, Kebijakan
Tuban. Journal Fisheries Resources Utilization dan Pengelolaan”. Jakarta (ID): PT Gramedia
Management and Technology, Vol 2 (4) : 50-58. Pustaka Utama.
[BAPPENAS] Badan Perencanaan Pembangunan Firdaus M, Fauzi A, Falatehan AF. (2018). Deplesi
Nasional. (2014). Kajian Strategi Pengelolaan Sumber Daya Ikan Tuna dan Cakalang di
Perikanan Berkelanjutan. Direktorat Kelautan Indonesia. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan
dan Perikanan, Kementerian PPN/BAPPENAS. Perikanan, Vol 13 No. 2. Jakarta
Jakarta Firdaus M. (2018). Neraca Sumber Daya Ikan Tuna dan
Beddington JR, Agnew JR & Clark CW. (2007). Current Cakalang di Indonesia. Thesis. Tidak Dipub-
Problems in the Management of Marine Fisheries. likasikan. Bogor : Sekolah Pascasarjana – Institut
Science 316. Pp : 1713-1716 Pertanian Bogor.
Bene C. & Tewfik A. (2001). Fishing Effort Allocation Firdaus M. (2018). Profil Perikanan Tuna dan Cakalang di
and Fishermen’s Decision Making Process in a Indonesia. Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi
Multi-Species SmallScale Fishery: Analysis of Kelautan dan Perikanan, Vol 4. No 1 Tahun 2018.
the Conch and Lobster Fishery in Turks and Jakarta.
Caicos Islands. Human Ecology. 29(2): 157186. Gallic BL. (2002). Fisheries Sustainability Indicators:
Bene C, Macfadyen G & Allison EH. (2007). Increasing The OECD Experience. Joint workshop EEA-EC
the Contribution of Small-Scale Fisheries to DG Fisheries-DG Environment on “Tools for
Poverty Alleviation and Food Security. FAO measuring (integrated) Fisheries Policy aiming
Fisheries Technical Paper 481. Rome: FAO at sustainable ecosystem” October 28-29, 2002,
Brussels (Belgium)
Cunningham S. (1993). Fishermens’ Incomes and
Fisheries Management. Research Paper No. Garcia SM, Zerbi A & Aliaume C, Do Chi T, Lasserre G.
61. Portsmouth: CEMARE. University of (2003). The Ecosystem Approach To Fisheries.
Portsmouth. Dradjat, F.M., 2004. Bioekonomi Issues. Terminology Principles. Institutional
Udang Karang (Panulirus spp.) pada Usaha Foundations. Implementation And Out-Look. FAO
Perikanan Tangkap Skala Kecil di Kabupaten Fisheries Technical Paper. 443. 71 pp.
Icebumen dan Sekitarnya (Doctoral dissertation, Hariadi SS. (2011). Dinamika Kelompok: Teori dan
Program Pendidikan Pasca sarjana Universitas Aplikasinya untuk Analisis Keberhasilan Kelompok
Diponegoro) Tani sebagai Unit Belajar, Kerjasama, Produksi,
Elo S, Kääriäinen M, Kanste O, Pölkki T, Utriainen K & dan Bisnis. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana
Kyngäs H. (2014). Qualitative content analysis: Universitas Gadjah Mada
A focus on trustworthiness. SAGE open, 4(1), Hart N & Castro P. (2000). Conflict and Natural
p.2158244014522633. Resource Management. Rome: FAO. 79p.
Ermawati N & Zuliyati. (2015). Dampak Sosial dan Hopkins, D.J. and King, G., 2010. A method of
Ekonom Atas Peraturan Menteri Kelautan dan automated nonparametric content analysis for
Perikanan Nomor 2/PER MEN-KP/2015 (Studi social science. American Journal of Political
Kasus Kecamatan Juwana Kabupaten Pati). Science, 54(1), pp.229-247.
Prosiding Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu. Hopkins DJ & King G. (2010). A method of automated
ISBN 978-979-3649-81-8. nonparametric content analysis for social
[FAO] Food & Agriculture Organization. (2009). FAO science. American Journal of Political
Tehcnical Guidelines For Responsible Fisheries. Science, 54(1), pp.229-247.
Fisheries Management. Food and Agriculture Hsieh HF & Shannon SE. (2005). Three Approaches to
Organization of the United Nations. Rome (Ita) Qualitative Content Analysis. Qualitative Health
: FAO Research. 15(9). pp.1277-1288
[FAO] Food & Agriculture Organization. (2018). Fishery Huang S & He Y. (2019). Management of China’s
and Aquaculture Statistics 2016. Roma, Italia. Capture Fisheries : Review and Prospect. Journal
Fauzi A & Anna Z. (2002). Penilaian Depresiasi Sumber Aquaculture and Fisheries, Vol 4 (2019) : 173-182
daya Perikanan Sebagai Bahan Pertimbangan Husnayain A, Artanti KD & Zaenal A. (2015). Analisis
Penentuan Kebijakan Pembangunan Perikanan. Sistem Surveilans Epodemologi Molekuler
Jurnal Pesisir dan Lautan, Volume 4. No 2. 2002 Virus Dengeu di BBTKLL PP Surabaya Tahun
: 36 – 49 Bogor : Pusat Kajian Sumber daya 2012-2014. Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol 3
Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor (ID): (2) : 146-157.
Institut Pertanian Bogor.
Jamal M, FA. Sondita, B. Wiryawan & J. Haluan.
Fauzi A. (2005). Kebijakan Perikanan dan Kelautan: Isu, (2014). Konsep Pengelolaan Perikanan Tangkap
Sintesis, dan Gagasan. Gramedi Pustaka Utama,
159
J. Sosek KP Vol. 14 No. 2 Desember 2019: 145-162
Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Kawasan Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor
Teluk Bone dalam Perspektif Keberlanjutan. 89
Jurnal IPTEKS PSP, Vol 1 (2) : 196-207.
Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2002, tentang
Jennings S. (2005). Indicators to support an ecosystem Usaha Perikanan. Tambahan Lembaran Negara
approach to fisheries. Fish and Fisheries, 6, Republik Indonesia Nomor 4230.
212–232
Purnomo BH. (2012). Peranan Perikanan Tangkap
Lieng SN, Yagi N, A. Mori & J. Hastings. (2018). Berkelanjutan untuk Menunjang Ketahanan
Savings-Group Improvements Contribute to Pangan di Indonesia. Artikel. Fakultas Teknologi
Sustainable Community-Fisheries Management: Pertanian Universitas Jember.
A Case Study in Cambodia. Sustain-
ability;10(8):2905 Rahardjanto AK. (2011). Studi Pendahuluan Model
Pengelolaan Sumber daya Aur Partisipatif
Loeb S, Dynarski S, McFarland D, Morris P & Reardon S. Akomodatif Guna Antisipasi Konflik Pembagian
(2017). Descriptive analysis in education: A guide Air (Kasus Sumberawan Kecamatan Singosari
for researchers (NCEE 2017–4023). Washington, Malang). Jurnal Salam 13(2).
DC: U.S. Department of Education, Institute
of Education Sciences, National Center for Rakhmanda A, Suadi & Supardjo SD. (2018). Peran
Education Evaluation and Regional Assistance. Kelompok Nelayan Dalam Perkembangan
Perikanan di Pantai Sadeng Kabupaten
Machena C & Kwaramba R. (1997). The Creation Gunungkidul. Jurnal Sosiologi Pedesaan, Vol. 6,
of Property Rights to Promote Sustainable hal 94-104
Development in Lake Kariba Inshore fishery in
Zimbabwe. In K. Remane (Ed.). African Inland Rizal A, Iskandar, Herawati H, Dewanti LP. (2018). Potret
Fisheries, Aquaculture and the Environment (pp. dan Review: Strategi Pembangunan Perikanan
245–254). London: Fishing News Books. dan Kelautan. Unpad Press. Bandung.
Mamuaya GE, Haluan J, Wisudo SH & Astika IW. Rusmilyansari, Wiryawa B, Haluan J, Simbolon D.
(2007). Status Keberlanjutan Perikanan Tangkap (2010). Model Pengelolaan Sumber daya
Di Daerah Kota Pantai: Penelaahan Kasus Di Perikanan Tangkap Berbasis Konflik. Marine
Kota Manado (the Status of Sustainable Capture Fisheries, 1 (1): 65-75
Fisheries in Coastal City Region: Case Study for Sanger CLM, Jusuf A & Andaki JA. (2019). Analisis
Manado City). Buletin PSP, 16(1), pp.64-78. Orientasi Kewirausahaan Nelayan Tangkap Skala
Martono N. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Kecil dengan Alat Tangkap “JUBI” di Kelurahan
Isi dan Analisis Data Sekunder (sampel halaman Batulubang Kecamatan Lembeh Selatan Kota
gratis). RajaGrafindo Persada Bitung. Akulturasi: Jurnal Ilmiah Agrobisnis
Perikanan, Vol 7 (1) : 1095-1101
Nababan BO, Solihin A & Christian Y. (2018). Dampak
Sosial Ekonomi Kebijakan Larangan Pukat Hela Satria A. (2015). Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir.
dan Pukat Tarik di Pantai Utara Jawa. Indonesia Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Marine Fellows Program – MFP. Riset Ekonomi Sibagariang OP, Fauziyah, Agustriani F. (2013). Analisis
Terapan dalam Pengelolaan Perikanan dan Potensi Lestari Sumber daya Perikanan Tuna
Konservasi. CSF dan IPB. Jakarta. Longline di Kabupaten Cilacap. Jawa Tengah.
Nizar M. (2015). Analisis Keberlanjutan Usaha Budidaya Maspari Journal, Vol 03 (2011) 24-29. PS Ilmu
Rumput Laut Pada Penerima Palet Bantuan Kelautan FMIPA UNSRI.
Langsung Masyarakat di Kabupaten Muna. Tesis. Soekanto S. (2002). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta.
Program Pasca Sarjana Universitas Terbuka. PT. Raja Grafindo Persada
http://repository.ut.ac.id/ 6971/1/42768.pdf.
Solihin A. (2010). Politik Hukum Kelautan dan Perikanan:
Nova SAR. (2017). Illegal, Unreported and Unregulated Isu, Permasalahan, dan Telaah Kritis Kebijakan.
Fishing : The Impacts and Policy For Its Nuansa Aulia.
Completion in Coastal West of Sumatera. Jurnal
Hukum Internasional, Vol 14 (2) : 237 – 250. Sowman M & Bergh M. (2006). Economic, Social
and Environmental Impacts of IUU Fishing in
Pasya G. (2017). Penanganan Konflik Lingkungan. Africa. Action Plan. Advocacy Paper. 10.13140/
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta RG.2.2.32415.15528.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Suharno TW. (2018). Kebijakan Pengelolaan Usaha
Indonesia Nomor: 18/Permen-KP/2014, tentang Perikanan Tangkap Nelayan Skala Kecil Di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Pantura Jawa Tengah. Prosiding Seminar
Indonesia. Berita Negara Republik Indonesia Nasional Multi Disiplin Ilmu & Call For Papers
Nomor 17 Unisbank. Semarang.
Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2019, tentang Sularso A. (2005). Alternatif Pengelolaan Perikanan
Rencana Tata Ruang Laut. Jakarta. Lembaran Udang di Laut Arafura. Disertasi (Tidak Dipub-
160
Perikanan Tangkap di Indonesia: Potret dan Tantangan Keberlanjutannya ........................................... (Kusdiantoro., et al)
likasikan). Sekolah Pascasarjana Institut Wijaya RA, HM. Huda & Manadiyanto. (2012).
Pertanian Bogor. Bogor, 130. Penguasaan Aset dan Struktur Pembiayaan
Usaha Penangkapan Ikan Tuna Menurut
Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja RI No. SE-07/ Musim Yang Berbeda. Jurnal Sosial Ekonomi
MEN/1990, tentang Pengelompokan Upah. Kelautan dan PerIkanan, Vol 7 No 2 (2012).
Syahrani DA, MA. Musadieq & A. Darmawan. (2017). Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan
Analisis Peran Kebijakan Illegar. Unreported PerIkanan. Jakarta.
and Unregulated Fishing (IUU) Pada Ekspor Wiyono ES. (2014). Optimizing purse seine
Ikan Tuna dan Udang Tangkap (Studi pada fishing operations in the Java Sea,
sebelum dan sesudah penerapan Permen Indonesia. Aquaculture, Aquarium, Conservation
KP nomor 56 dan 57/ PERMEN KP 2014 & Legislation, 7 (6), pp.475-482.
terhadap Volume Ekspor Tuna dan Udang
Tangkap di Jawa Timur). Jurnal Administrasi
Bisnis JAB), Vol 45 No 1 (2017). Fakultas
Administrasi dan Bisnis. Universitas Brawijaya.
Malang.
Triarso I. (2012). Potensi dan Peluang Pengembangan
Usaha Perikanan Tangkap di Pantura Jawa
Tengah. Jurnal Saintek Perikanan, Vol 8 (1) : 65
– 73.
Uktolseja JCB. (1987). Estimated Growth Parameters
and Migration of Skipjack Tuna Katsuwonus
pelamis in The Eastern Indonesian Water
Through Tagging Experiments. Jakarta : Jurnal
Penelitian Perikanan Laut, No. 43 Tahun 1987.
Balai Penelitian Perikanan Laut. Hal. 15-44.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014, tentang
Yang Mengatur Tentang Pemerintahan
Daerah. Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia I Nomor 5587.Tahun 2014. Jakarta.
Undang-Undang No. 7 Tahun 2016, tentang
Yang Mengatur Tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan NeMalayan, Pembudidaya Ikan,
dan Petambak Garam. Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5870I Tahun
2016. Jakarta
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004, tentang
Perikanan, Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4433, sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2004, tentang Perikanan. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
154. Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5073.
Waluyo B S. (2009). Kajian Potensi Perikanan Tangkap
dan Pertumbuhan Jumlah Kapal Tangkap (Purse
Seine) di Kabupaten Pekalongan. Jurnal Kapal,
Vol 6 (2) : 134-137.
Widodo S. (2009). Strategi Nafkah Rumah Tangga
Nelayan dalam Menghadapi Kemiskinan. Jurnal
Kelautan. Vol. 2 No 2: 150-157
161
J. Sosek KP Vol. 14 No. 2 Desember 2019: 145-162
Lampiran 1. Luasan Kawasan Konservasi Perairan dan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Daerah Indonesia di 11 WPP, Tahun 2003-2017.
Appendix 1. Extent of Marine Protected Areas and Coastal Conservation Areas and Indonesian Small
Islands in 11 FMA, 2003-2017)
162