Anda di halaman 1dari 12

STUDI ASOSIASI ECHINODERMATA DENGAN MAKROALGA

DI ZONA LITORAL PANTAI SANCANG GARUT SEBAGAI


SUPLEMEN BAHAN AJAR BIOLOGI

PROPOSAL PENELITIAN

Diusulkan oleh:
Nurul Fatimah
182154040

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
2022
Surat Keputusan Dekan FKIP Unsil
Lembar Usulan Judul
Surat Penyataan Judul
STUDI ASOSIASI ECHINODERMATA DENGAN MAKROALGA DI ZONA
LITORAL PANTAI SANCANG GARUT SEBAGAI SUPLEMEN BAHAN
AJAR BIOLOGI

1. Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki laut yang sangat luas.
Laut merupakan wilayah yang memiliki sumber daya alam yang sangat tinggi yang
dapat dikembangkan dan dimanfaatkan, pada setiap laut terdapat wilayah pesisir
pantai yang sangat panjang. Menurut Pribadi et al. (2020) wilayah pesisir pantai di
Indonesia memiliki tiga ekosistem yang saling berhubungan berada dalam satu
wilayah, yaitu mangrove, terumbu karang, dan lamun. Lamun berada di tengah-
tengah ekosistem mangrove yang berhubungan dengan pesisir pantai dan ekosistem
terumbu karang yang berhubungan dengan perairan dalam (Pribadi et al., 2020).
Selain itu, wilayah pesisir pantai memiliki beragam jenis biota laut yang berada di
zona litoral.
Zona litoral merupakan daerah peralihan antara kondisi lautan ke kondisi
daratan, sehingga kawasan ini kaya akan berbagai jenis biota laut dan jumlahnya.
Zona litoral disebut juga dengan zona pasang surut yang terletak di daerah pesisir
pantai. Zona litoral terletak antara batas tertinggi saat pasang, dan batas terendah saat
surut. Pada saat air laut pasang, wilayah ini akan tenggelam dan pada saat air laut
surut, wilayah ini akan mengering menjadi pantai. Zona litoral dimanfaatkan oleh
masyarakat sebagai tambak garam, hutan mangrove, dan wisata. Oleh karena itu,
pada zona litoral memiliki keanekaragaman biota laut yang melimpah.
Keanekaragaman biota laut yang dapat ditemukan di pantai meliputi keanekaragaman
hewan dan tumbuhan. Wilayah Pantai ditumbuhi oleh berbagai jenis lamun,
makroalga, rumput laut, terumbu karang, dan mangrove sehingga memiliki potensi
untuk pertumbuhan biota laut. Biota laut yang dapat ditemukan di pantai yaitu
chordata, echinodermata, gastropoda, crustaceae, dan berbagai biota laut lainnya.
Salah satu tumbuhan laut yang berperan sebagai sumber makanan adalah makroalga.
Makroalga merupakan tumbuhan yang hidup di laut, mengandung klorofil,
dapat berfotosintesis, memiliki alat reproduksi yang sederhana, dan berukuran besar.
Kemampuan makroalga dalam melakukan fotosintesis berdampak pada peran
makroalga sebagai sumber produktivitas primer di zona litoral. Seluruh bagian
makroalga disebut thallus karena tidak dapat dibedakan antara akar, batang, dan daun
sehingga makroalga digolongkan ke dalam tumbuhan tingkat rendah (Sinyo &
Somadayo, 2013). Makroalga membutuhkan substrat untuk menempel pada batu
karang, cangkang moluska, dan epifit pada tumbuhan lain. Berdasarkan pigmen
makroalga dibagi menjadi alga merah (Rhodophyta), alga hijau (Chlorophyta), dan
alga cokelat (Phaeophyta). Makroalga berperan sebagai produsen dalam ekosistem
zona litoral dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan.
Makroalga merupakan salah satu komponen utama penyusun ekosistem pantai
yang berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem, selain itu makroalga
merupakan salah satu sumberdaya alam hayati yang bernilai ekonomis dan berperan
ekologis sebagai produsen yang tinggi dalam rantai makanan dan habitat biota laut
(Irawan & Luthfi, 2017). Bagi masyarakat makroalga dapat dimanfaatkan secara
ekologis dan ekonomis. Secara ekologis makroalga memiliki potensi yang cukup
yang cukup tinggi untuk dimanfaatkan yaitu sebagai habitat untuk beberapa jenis
biota laut seperti crustaceae, molusca, echinodermata, ikan, dan mikroalga, serta
memberikan perlindungan terhadap ombak dan menjadi makanan bagi biota laut
seperti ikan, echinodermata dan biota laut lainnya. Secara ekonomis manfaat
makroalga sebagai bahan pangan, bahan baku industri, bahan untuk laboratorium
seperti bahan awetan basah, bahan untuk perkembangbiakan bakteri dan jamur seperti
bahan media guna menghasilkan antibiotik, serta digunakan untuk obat-obatan
(Marianingsih et al., 2013). Sebagai produsen primer dalam rantai makanan,
makroalga merupakan sumber pangan bagi biota laut seperti echinodermata.
Echinodermata merupakan filum dengan karakteristik memiliki lima lengan
yang menempel pada sumbu pusat dengan tubuh berduri karena echinodermata
adalah penghuni perairan dangkal, umumnya terdapat di terumbu karang, padang
lamun, dan makroalga. Echinodermata secara ekologi disebut organisme kunci yang
berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut (Venkataraman et al.,
2013:184), dimana Holotothuroidea dan Echinoidea memiliki peranan sebagai
pendaur ulang nutrient (Triana, 2015). Echinodermata bersifat simetri radial
pentameral, artinya tubuh dari echinodermata dibagi menjadi lima bagian yang
mengelilingi sumbu pusat (Siagian, 2020:45). Echinodermata mempunyai
endoskeleton dari zat kapur dengan memiliki tonjolan berupa duri (Katili, 2011).
Tubuh dari echinodermata terbagi menjadi dua bagian yaitu dorsal (punggung) dan
bagian ventral (perut). Pada bagian dorsal terdapat lubang saluran air, sedangkan
bagian ventral terdapat mulut. Echinodermata memiliki kemampuan autotomi dan
regenerasi bagian tubuh yang hilang, putus atau rusak (Katili, 2011). Habitat
Echinodermata ditemukan hampir disemua ekosistem laut, namun keanekaragaman
tertinggi di zona intertidal dan zona litoral. Echinodermata memiliki lima kelas yaitu
Asteroidea (bintang laut), Ophiuroidea (bintang ular), Echinoidea (landak laut),
Crinoidea (lili laut), dan Holothuroidea (tripang laut). Echinodermata sangat penting
untuk menjaga kebersihan lingkungan yaitu sebagai pemakan bangkai dan kotoran
hewan yang berada di bawah laut, serta memiliki nilai ekonomis karena dapat
dikonsumsi oleh manusia contohnya timun laut atau teripang. Keanekaragaman
echinodermata dapat ditemukan di Pantai sancang.
Pantai Sancang merupakan kawasan Cagar Alam berupa hutan lindung dan
pantai yang sangat kaya akan flora dan fauna termasuk spesies langka, endemik, serta
dilindungi. Pantai Sancang berbatasan dengan pantai, hutan, dan menghadap ke
Samudra Hindia. Pantai Sancang terletak di Desa Sancang, Sagara, Karyamukti, dan
Karyasari, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Hutan Leuweung
Sancang ditunjuk sebagai Cagar Alam berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No
370/Kpts/Um/6/1978 tanggal 9 Juni 1978 dengan luas sekitar 2.175 Ha, sedangkan
penunjukan Cagar Alam Laut berdasarkan SK Menteri Kehutanan No
682/Kpts-II/1990 tanggal 17 November 1990 dengan luas sekitar 1.150 Ha
memanjang dari muara Sungai Cimerak sampai muara Sungai Cikaengang
(BBKSDA, 2016). Keanekaragaman biota laut yang sangat tinggi berada di pesisir
Pantai Sancang. Biota laut yang ada di Pantai Sancang seperti lamun, makroalga,
echinodermata, crustaceae, gastropoda, dan biota laut lainnya.
Disamping itu informasi mengenai makroalga yang telah dilakukan oleh
Ahmad et al. (2021) dengan judul “Studi Keanekaragaman Makroalga di Perairan
Pasang Surut Pantai Sancang sebagai Sumber Belajar Biologi” penelitian ini hanya
berfokus pada keanekaragaman makroalga saja. Kemudian informasi mengenai
Echinodermata yang telah dilakukan oleh Husna et al. (2021) dengan judul “Studi
Keanekaragaman Filum Echinodermata di Pantai Sancang Kabupaten Garut”
penelitian ini hanya berfokus pada keanekaragaman echinodermata saja. Selanjutnya
informasi mengenai asosiasi yang telah dilakukan oleh Pribadi et al. (2020) dengan
judul “Asosiasi Lamun dan Echinodermata pada Ekosistem Padang Lamun Cagar
Alam Leuweung Sancang, Jawa Barat” penelitian ini hanya berfokus pada asosiasi
lamun dan echinodermata saja. Sehingga dibutuhkan informasi lebih mengenai
asosiasi echinodermata dengan makroalga. Berdasarkan literatur yang sudah dibaca
oleh peneliti yaitu belum ditemukannya penelitian mengenai asosiasi echinodermata
dengan makroalga di zona litoral Pantai Sancang dan belum adanya dokumentasi
tertulis mengenai kepadatan echinodermata, penutupan makroalga, indeks
keanekaragaman, indeks nilai penting, indeks dominansi, dan indeks kemerataan dari
asosiasi echinodermata dengan makroalga di zona litoral Pantai Sancang.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 29 Januari s.d. 31
Januari 2022, ditemukan beberapa divisi makroalga pada zona litoral Pantai Sancang.
Beberapa divisi tersebut adalah divisi Rhodophyta, Chlorophyta, dan Phaeophyta.
Kemudian ditemukan juga beberapa kelas echinodermata yang dekat dengan
makroalga pada zona litoral Pantai Sancang. Beberapa kelas tersebut adalah kelas
Holothuroidea, Ophiuroidea, Asteroidea, dan Echinoidea. Makroalga berperan
sebagai produsen karena dijadikan sebagai makanan bagi Echinoidea, sebagai tempat
pemijahan bagi Holothuroidea, sebagai habitat dan tempat perlindungan bagi
Holothuroidea, Asteroidea, dan Ophiuroidea. Dengan demikian diperlukan penelitian
lebih lanjut untuk menganalisis jenis dan asosiasi echinodermata dengan makroalga
di zona litoral Pantai Sancang Kabupaten Garut. Pantai Sancang dapat dijadikan
sebagai laboratorium alami untu memperoleh informasi mengenai asosiasi
echinodermata dengan makroalga. Asosiasi echinodermata dengan makroalga, selain
berperan terhadap keseimbangan ekosistem Pantai Sancang dapat juga dijadikan
sebagai bahan ajar.
Bahan ajar merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran dan sebagai
sumber informasi materi yang penting bagi guru maupun siswa (Tanjung & Fahmi,
2015). Ardiansyah et al. dalam Mana (2021) menjelaskan bahwa bahan ajar
merupakan komponen yang dapat membantu dalam kelancaran belajar siswa maupun
mahasiswa. Bahan ajar sangat penting untuk mengkaji komponen yang akan
dipelajari dan sebagai bahan materi untuk dikuasai oleh peserta didik serta membantu
guru dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu sangat penting bagi guru
dalam mengembangkan bahan ajar sehingga pembelajaran tersampaikan dengan baik.
Di Sekolah Menengah Atas makroalga dipelajari pada Kompetensi Dasar 3.6 untuk
kelas X mengenai pengelompokan protista dan echinodermata dipelajari pada
Kompetensi Dasar 3.5 untuk kelas X mengenai echinodermata.
Berdasarkan uraian di atas solusi yang akan dilakukan peneliti yaitu
melakukan penelitian mengenai asosiasi makroalga dengan ehinodermata di zona
litoral Pantai Sancang dan melakukan dokumentasi tertulis mengenai kepadatan
echinodermata, penutupan makroalga, indeks keanekaragaman, indeks nilai penting,
indeks dominansi, dan indeks kemerataan dari asosiasi echinodermata dengan
makroalga di zona litoral Pantai Sancang. Hasil dari penelitian ini akan dibuatkan
buku saku sebagai suplemen bahan ajar biologi.
2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asosiasi yang terjadi antara
echinodermata dengan makroalga di zona litoral Pantai Sancang Kabupaten Garut
sebagai suplemen bahan ajar biologi.
3. Prosedur Penelitian
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan maksimal 6 bulan dari bulan Maret s.d. Agustus
2022. Penelitian ini dilakukan di sekitar Cagar Alam Laut Sancang, Desa Sancang,
Kabupaten Garut, Jawa Barat.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini seperti frame kuadrat, roll meter,
GPS, multi parameter, anemometer digital, thermometer raksa celcius, lux meter,
secchi disc, penggaris, kamera, tali rapia, alat tulis, nampan, toples spesimen, gunting
korentang, patok besi, dan plastik klip. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
seperti alkohol 70%, kertas lakmus, dan kertas label.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif asosiatif yaitu
penelitian yang bertujuan menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih dan
penelitian ini berupa angka serta analisisnya menggunakan statistik. Penelitian ini di
arahkan untuk mendapatkan penutupan makroalga dan kepadatan echinodermata
untuk mengetahui asosiasi makroalga dengan echinodermata di zona litoral Pantai
Sancang.
Pengumpulan data pada penelitian ini melalui dua tahap. Tahap pertama
pengambilan data penutupan makroalga dan kepadatan echindermata dilapangan
dengan menggunakan belt transect dengan panjang 100 meter yang berisi plot
berukuran 1 x 1 meter, setelah itu dianalisis menggunakan uji chi kuadrat untuk
mengetahui hubungan antara dua variabel yang berbeda. Kemudian tahap kedua yaitu
mendokumentasikan asosiasi echinodermata dengan makroalga menggunakan alat
berupa foto studio, setelah itu dokumentasi foto spesimen akan dimasukkan kedalam
hasil penelitian berupa buku saku. Sedangkan untuk mengetahui keadaan lingkungan
pada perairan Pantai Sancang dilihat dari suhu, pH, DO, Salinitas, kekeruhan air, dan
intensitas cahaya.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, N., Hernawati, D., & Chaidir, D. M. (2021). Diversity of Macroalgae
Diversity in The Tidal Waters. JPBIO (Jurnal Pendidikan Biologi), 6(1), 46–54.
https://doi.org/10.31932/jpbio.v6i1.732
BBKSDA. (2016). No Title. Mahasiswa IPB Mengeksplorasi Cagar Alam Leuweung
Sancang. http://ksdae.menlhk.go.id/info/1084/mahasiswa-ipb-mengeksplorasi-
potensi-cagar-alam-leuweung-sancang.html
Husna, I. R., Kuswarini, P., & Meylani, V. (2021). Studi Keanekaragaman Filum
Echinodermata di Pantai Sancang Kabupaten Garut. E-Prints : Repository
Software. http://repositori.unsil.ac.id/id/eprint/2777
Irawan, S., & Luthfi, O. M. (2017). Identifikasi Jenis Makro Alga pada Mikro Atoll
Karang Porites di Pantai Kondang Merak Malang. Journal Ilmiah Rinjani, 5(1),
40–46.
Katili, A. S. (2011). Struktur Komunitas Echinodermata pada Zona Intertidal di
Gorontalo. Jurnal Penelitian Dan Pendidikan, 8(1), 51–61.
https://repository.ung.ac.id/get/simlit_res/1/268/struktur-komunitas-
echinodermata-pada-zona-intertidal-di-gorontalo.pdf
Mana, L. H. A. (2021). Kebutuhan Mahasiswa terhadap Bahan Ajar di Era Pandemi.
Ranah: Jurnal Kajian Bahasa, 10(1), 110.
https://doi.org/10.26499/rnh.v10i1.3651
Marianingsih, P., Amelia, E., & Suroto, T. (2013). Inventarisasi dan identifikasi
Makroalga di Perairan Pulau Untung Jawa. Prosiding Semirata FMIPA
Universitas Lampung, 1(1), 219–223.
Pribadi, T. D. K., Humaira, R. W., Haryadi, N., Buana, A. S. E., & Ihsan, N. (2020).
Asosiasi Lamun dan Echinodermata pada Ekosistem Padang Lamun Cagar Alam
Leuweung Sancang, Jawa Barat. Jurnal Kelautan, 13(3), 176–184.
http://journal.trunojoyo.ac.id/jurnalkelautan
Siagian, G. (2020). Taksonomi Hewan. In Widina Bhakti Persada Bandung
(Cetakan1 ed.). Widina Bhakti Persada.
Sinyo, Y., & Somadayo, N. (2013). Studi Keanekaragaman Jenis Makroalga di
Perairan Pantaii Pulau Dofamuel Sidangoli Kecamatan Jailolo Selatan,
Kabupaten Halmahera Barat. Jurnal Bioedukasi, 1(2), 120–130.
Tanjung, A., & Fahmi, M. (2015). Urgensi Pengembangan Bahan Ajar Geografi
Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal Pendidikan Geografi, 20(1), 24–29.
http://journal2.um.ac.id/index.php/jpg/article/view/282/198
Triana, R. (2015). Identifikasi Echinodermata di Selatan Pulau Tikus, Gugusan Pulau
Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. Jurnal Ilmiah Rinjani, 1(Aziz 1996), 455–459.
https://doi.org/10.13057/psnmbi/m010313
Venkataraman, K., Sivaperuman, C., & Raghunathan, C. (2013). Ecology and
Conservation of Tropical Marine Faunal Communities. In Ecology and
Conservation of Tropical Marine Faunal Communities. Zoological Survey.
https://doi.org/10.1007/978-3-642-38200-0

Anda mungkin juga menyukai