Anda di halaman 1dari 40

I.

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Makrozoobentos adalah organisme yang tersaring oleh saringan berukuran

1,0 mm yang hidup di lumpur, pasir, batu, kerikil, maupun sampah organik di

dasar suatu perairan. Berdasarkan tempat hidupnya makrozoobenthos dibedakan

menjadi dua macam, yaitu makrozoobenthos infauna yang hidup dengan

membenamkan diri di dalam substrat dan makrozoobentos epifauna yang hidup di

permukaan substrat.

Markozoobenthos memiliki berbagai peranan dalam ekosistem, salah

satunya dapat dijadikan sebagai indikator biologi karena makrozoobenthos akan

memberikan reaksi terhadap keadaan kualitas suatu ekosistem perairan. Gangguan

sekecil apapun akan direspon oleh makrozoobenthos. Maka dari itu perubahan

pola kepadatan dan biomasa hewan makrozoobenthos dapat digunakan sebagai

indikator adanya perubahan atau gangguan pada suatu ekosistem.

Beberapa jenis dari makrozoobenthos memiliki nilai ekonomis tinggi karena

dagingnya merupakan makanan yang enak seperti spesies tertentu dari moluska

dan gastropoda. Beberapa jenis dari makrozoobenthos juga bisa di olah menjadi

obat tradisional dan cangkangnya diambil sebagai bahan perhiasan. Apalagi

masyarakat pesisir yang makin terhimpit secara ekonomi, keadaan ini membuat

kesadaran mengelola lingkungan pesisir semakin rendah.

Keberadaan makrozoobenthos yang mendiami daerah padang lamun

menunjukkan bahwa adanya kehidupan yang dinamik yang terjadi interaksi antara

lamun dan biota-biota laut, terutama saling memanfaatkan dan saling


2

membutuhkan dalam proses berkembang biak. Makrozoobenthos berperan

sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus dari

alga sampai konsumen tingkat tinggi. Keberadaan hewan benthos pada suatu

perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotik maupun

abiotik (Fachrul, 2007).

Lamun umumnya tersebar di daerah perairan dangkal zona intertidal yang

dipengaruhi pasang surut hingga daerah subtidal dengan kedalaman tertentu.

Komunitas lamun memiliki fungsi ekologis yang penting di daerah pesisir.

Tegakan daun lamun yang rapat berperan penting untuk mengurangi energi

gelombang, mengendapkan partikel organik dan nutrien serta menjadi tempat

berlindung bagi berbagai jenis biota laut.

Perairan ekosistem padang lamun tersebar cukup luas di perairan sekitar

Sumatera Barat antara lain di perairan Pantai Nirwana dan Perairan Pulau

Panjang. Pulau Panjang merupakan salah satu dari pulau-pulau kecil yang terdapat

di sekitar perairan laut Sumatera Barat sehingga dampak dari aktivitas manusia

tidak terlalu besar. Berbeda dengan perairan Pulau Panjang, perairan Pantai

Nirwana yang berada daratan Sumatera tepatnya di dekat Kota Padang, sehingga

dampak yang diakibatkan oleh aktivitas manusia terhadap biota yang berasosiasi

dengan padang lamun salah satunya makrozoobenthos besar.

Pantai Nirwana merupakan salah satu pantai di Sumatera Barat yang

memiliki hamparan ekosistem lamun yang cukup luas yaitu sekitar 23.75 Ha

dengan tutupan >50-75%. Pantai Nirwana memiliki perairan yang sangat jernih

dengan hamparan pasir putih sepanjang pantai. Pantai Nirwana merupakan salah

satu lokasi wisata. Pantai Nirwana berada di sebelah barat dari Padang atau dengan
3

jarak sekitar 14 km dari pusat kota dan dekat dengan pelabuhan teluk bayur. Pantai

Nirwana juga digunakan oleh masyarakat setempat untuk menyandarkan perahu beukuran

kecil hingga menengah.

Perairan Pulau Panjang berada di Kabupaten Pasaman Barat Kecamatan

Sungai Beremas dengan luas sekitar 220 Ha. Pulau panjang juga sering dikatakan

sebagai surga kecil yang tersembunyi karena belum banyak wisatawan yang

mengetahui tentang pesona dari Pulau Panjang tersebut. Pulau Panjang merupakan

satu-satunya Pulau yang berpenghuni dari sembilan pulau yang terdapat di sekitar

perairan tersebut. Pulau panjang memiliki air yang jernih dan tenang dan juga

ditumbuhi oleh terumbu karang. Dikarenakan Pulau Panjang merupakan salah

satu dar pulsu-pulsu kecil dan terpisah dari daratan Sumatera, selain menjadi

nelayan masyarakat di Pulau Panjang juga banyak bekerja sebagai pembuat kapal

dan penyedia jasa transportasi kapal.

Sari (2017) menjelaskan bahwa tingginya tingkat kerapatan jenis lamun

suatu ekosistem maka suatu ekosistem tersebut juga memiliki tingkat ketersediaan

makanan yang tinggi bagi biota-biota lain nya yang menjadi ancaman bagi

makrozoobenthos yang berasosiasi di ekosistem padang lamun tersebut. Menurut

Noortiningsih et al. (2008) Makrozoobenthos adalah organisme yang hidup pada

dasar perairan, dan merupakan bagian dari rantai makanan yang keberadaannya

bergantung pada populasi organisme yang tingkatnya lebih rendah.

Makrozoobenthos juga merupakan sumber makanan utama bagi organisme

lainnya seperti ikan demersal (Zaleha et al., 2009).

Penelitian sebelumnya Sativa et al. (2019) menyatakan bahwa jenis

gastropoda yang ditemukan di perairan Pulau Panjang sebanyak tiga spesies yaitu

Conus ebraeus, Clypeomorus petrosa dan Planaxis sulcatus. Sedangkan jenis


4

bivalva yang ditemukan sebanyak 2 spesies yaitu Vasticardium sp dan Fimbria

fimbricata. Selanjutnya Arifah (2017) menemukan 16 spesies gastropoda di

perairan Pantai Nirwana yaitu Cheritium asper, C. literatum, C.lutosum, Clithon

sp.,Clypeomorus bifasciata, Columbella sp., Conus sp., Cypraea sp., Morula

margariticola, Nassarius sp., Natica sp., Nerita histrio, N. squamulata, Polinices

tumidus, Strombus sp. dan Turbo sp.

Mengingat begitu pentingnya habitat lamun bagi kelangsungan hidup

berbagai organisme yang berasosiasi pada lamun khususnya makrozoobenthos

dan juga makrozoobenthos memiliki peranan yang sangat penting bagi

kelangsungan hidup organisme air lainya maka dari itu penelitian tentang

“komparasi struktur komunitas makrozoobenthos pada ekosistem lamun di

perairan Pantai Nirwana dan perairan Pulau Panjang, Sumatera Barat” perlu

dilakukan. Sehingga nantinya dapat dijadikan sebagai acuan dan informasi dalam

perencanaan pengelolaan kawasan pesisir di perairan Pantai Nirwana dan Pulau

Pajang, Sumatera Barat.

I.2. Rumusan Masalah.

Berdasarkan pemaparan dalam latar belakang, maka permasalahan

penelitian ini dapat dirumuskan yaitu bagaimana perbedaan struktur komunitas

makrozoobenthos pada ekosistem lamun di perairan Pantai Nirwana dan perairan

Pulau Panjang, Sumatera Barat?

I.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan struktur

komunitas makrozoobenthos pada ekosistem lamun di perairan Pantai Nirwana


5

dan perairan Pulau Panjang, Sumatera Barat, yang meliputi jenis, kelimpahan,

keanekaragaman, dominansi, pola distribusi dan kemiripan komunitas.

Selain struktur komunitas, penulis juga akan mengukur beberapa parameter

lainnya seperti tipe sedimen, bahan organik sedimen dan kualitas perairan pada

masing-masing stasiun penelitian.

I.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai media informasi terkait

dengan perbedaan keanekaragaman makrozoobenthos di Pantai Nirwana dan

Pulau Panjang. Memberikan informasi yang dapat dijadikan sebagai acuan

pengelolaan lingkungan. Sehingga dapat diambil langkah-langkah untuk

menangani masalah yang terdapat pada daerah tersebut.

I.5. Hipotesis

Dari penelitian ini didapatkan hipotesis sebagai berikut:

H0 Tidak ada perbedaan struktur komunitas makrozoobenthos pada ekosistem

lamun antara perairan Pantai Nirwana dengan perairan Pulau Panjang, Sumatera

Barat.

H1 Terdapat perbadaan struktur komunitas makrozoobenthos pada ekosistem

lamun antara perairan Pantai Nirwana dengan perairan Pulau Panjang, Sumatera

Barat.
II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Makrozoobenthos

Makrozoobentos adalah organisme yang sering digunakan sebagai indikator

pencemaran (Minggawati, 2013) dan berperan juga dalam biomonitoring dari

suatu perairan (Roy dan Gupta, 2010).Karena hidupnya yang cenderung menetap

(Trisnawaty et al., 2013) pada sedimen dasar perairan (Purnami et al., 2010) baik

substrat lunak maupun substrat keras (Lumingas et al., 2011), memiliki sifat

kepekaan terhadap beberapa bahan pencemar, mobilitas yang rendah (Sharma et

al., 2013), mudah di tangkap dan memiliki kelangsungan hidup yang panjang

(Purnami et al., 2010). Makrozoobenthos sering digunakan dalam menilai kualitas

lingkungan perairan (Vyas et al., 2012).

Kehidupan benthos dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Adapun faktor

yang mempengaruhi yaitu tipe sedimen, salinitas dan kedalaman di bawah

permukaan sehingga tercipta keanekaragaman jenis benthos yang menghuni

perairan (Susanto, 2000). Umumnya benthos yang sering di temui di suatu

perairan adalah dari taksa crustacean, moluska, insect, chaetopoda. Benthos tidak

saja berperan sebagai komunitas perairan ( Barus, 2004 ).

Makrozoobenthos berkontribusi sangat besar terhadap fungsi ekosistem

perairan (Vyas dan Bhawsar, 2013) dan memegang peranan penting seperti proses

mineralisasi dalam sedimen dan siklus material organik (Vyas et al., 2012), serta

berperan dalam transfer energi melalui bentuk rantai makanan (Roy dan Gupta.,

2010), sehingga hewan ini berfungsi sebagai penyeimbang nutrisi dalam

lingkungan perairan (Minggawati, 2013). Komposisi makrozoobenthos dapat


7

merespon perubahan variasi karakteristik fisika kimia air diatasnya (Stamenkovic

et al., 2010). Demikian pentingnya peranan makrozoobentos dalam ekosistem

perairan sehingga jika komunitas makrozoobenthos terganggu, pasti akan

menyebabkan terganggunya ekosistem (Irmawan et al., 2010).

Makrozoobentos adalah organisme yang hidup di dasar perairan (substrat)

baik yang sesil, merayap maupun menggali lubang. Makrozoobentos hidup dan

pasir,lumpur, batuan, patahan karang atau karang yang sudah mati.Substrat

perairan dankedalaman mempengaruhi pola penyebaran dan morfologi fungsional

sertatingkah laku hewan bentik. Hal tersebut berkaitan dengan karakteristik serta

jenismakanan bentos (Melati, 2007). Keberadaan makrozoobentos yang

mendiamidaerah padang lamun menunjukan bahwa adanya kehidupan yang

dinamik terjadi interaksi antar lamun dan biota-biota laut, terutama saling

memanfaatkan dansaling membutuhkan dalam proses pertumbuhan dan

berkembang biak. Adapula komunitas benthos yang memiliki peranan penting

bagi kepentingan manusia misalnya sebagai makanan manusia, sebagai mata

rantai makan di laut dan sebagai indikator suatu perairan.

Menurut Pratiwi, Astuti. (2012), makrozoobenthos merupakan organisme

yang hidup menetap (sesile) dan memiliki daya adaptasi yang bervariasi terhadap

kondisi lingkungan. Selain itu tingkat keanekaragaman yang terdapat di

lingkungan perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran.

Menurut Lalli dan Parsons (1993), hewan bentos dapat dikelompokkan

berdasarkan ukuran tubuh yang bisa melewati lubang saring yang dipakai untuk

memisahkan hewan dari sedimennya. Berdasarkan kategori tersebut benthos dapat

dikelompokan menjadi beberapa kelompok yaitu, makrozoobenthos yaitu


8

kelompok hewan yang lebih besar dari 1,0 mm. Kelompok ini adalah hewan

bentos yang terbesar. Mesobentos adalah kelompok bentos yang berukuran antara

0.1 mm – 1.0 mm. Hewan ini adalah hewan kecil yang dapat ditemukan di pasir

atau lumpur.Hewan yang termasuk kelompok ini adalah moluska kecil, cacing

kecil dan crustacea kecil. Mikrobentos yaitu kelompok bentos yang berukuran

lebih kecil dari 0.1 mm. Kelompok ini merupakan hewan yang terkecil.Hewan

yang termasuk keadalamnya adalah protozoa.

Selanjutnya Rosenberg dan Resh. (1993) menyatakan bahwa

makrozoobenthos merupakan organisme yang tertahan pada saringan yang

berukuran besar dan sama dengan 200 sampai 500 mikrometer.

Nybakken. (1988), menyatakan bahwa hewan benthos dapat dibagi tiga

menurut ukurannya, yaitu makrozoobenthos berukuran > 1,0 mm, meiobenthos

berukuran 0,1- 1,0 mm, dan mikrozoobenthos berukuran < 0,1 mm. Ukuran

makrozoobenthos untuk Asia Tenggara adalah lebih besar dari 0,55 mm, karena

ukuran organisme benthik di daerah ini lebih kecil dari pada di daerah sedang dan

kutub. Organisme yang termasuk ke dalam zoobenthos antara alin Insekta,

Annelida, Bivalvia, dan Gastropoda (Odum, 1993).Makrozoobenthos seperti jenis

moluska dan gastropoda umumnya lebih dikenaldengan sebutan siput atau

keong.Tubuh nya sangat bervariasi dalam bentukdan ukurannya.Gastropoda

memiliki cangkang tunggal berulir, kepala yang berkembang baik, dilengkapi

dengan tentakel dan mata (Pechenik, 2000).


9

II.2. Struktur Komunitas

Dalam struktur komunitas terdapat 5 karateristik yang dapat diukur, yaitu

keanekaragaman, keseragaman, dominansi, kelimpahan dan pola pertumbuhan

(Odum, 1971). Keanekaragaman, keseragaman dan dominansi sealain merupakan

kekayaan jenis, juga keseimbangan pembagian jumlah individu tiap

jenis.Pengertian keanekaragaman jenis bukan hanya sinonim dari banyaknya

jenis, melainkan sifat komunitas yang ditentukan oleh banyaknya jenis serta

kemerataan hidup individu tiap jenis.

Odum (1993), menyatakan bahwa baik buruknya kondisi suatu ekosistem

tidak dapat ditentukan hanya dari hubungan kenekaragaman dan kestabilan

komunitasnya. Suatu ekosistem yang dikatakan stabil dapat saja memiliki

keanekaragaman yang rendah atau tinggi, tergantung pada perubahan lingkungan

daerah tersebut. Namun pada kenyataannya, ekosistem yang wajar dicirikan oleh

keanekaragaman komunitas yang tinggi, tidak ada dominansi spesies serta jumlah

individu tiap spesies terbagi secara merata.

Keanekaragaman yang tinggi dari suatu ekosistem yang seimbang akan

memberikan timbal balik atau peranan yang besar untuk menjaga keseimbangan

terhadap kejadian yang merusak ekosistem. Oleh karena itu, setiap masukan yang

berlebihan (buangan sampah dan limbah) yang tidak selalu hanya terdiri dari

unsur hara tetapi terdapat pula senyawa beracun di dalamnya tetap akan

berpengaruh buruk terhadap kehidupan organisme makrozoobenthos.

Untuk keanekaragaman jenis adalah dengan menghitung kelimpahan relatif

masing-masing jenis atau genera dalam suatu komunitas. Selanjutnya dikatakan

bahwa nilai indeks keanekragaman (H’) terbesar didapatkan jika semua individu
10

yang didapatkan berasal dari jenis berbeda-beda dan keanekragaman mempunyai

nilai kecil atau sama dengan 0, jika suatu individu berasal dari suatu atau hanya

beberapa jenis.

Komposisi hewan makrozoobenthos yang meliputi keanekargaman,

keseragaman dan kelimpahan, erat hubungannya dengan kualitas suatu peraitran.

Hubungan ini didasarkan atas kenyataan bahwa tidak seimbnagnya lingkungan

tidak akan turut mempengaruhi kehidupan suatu organisme yang hidup suatu

perairan, dimana dengan melimpahnya jumlah spesies tertentu dalam perairan,

menunjukkan telah tercemarnya sutu perairan yang dapat dibuktikan dengan

menurunnya tingkat keragaman jenis organisme yang hidup didalamnya (Wilhm,

1975).

 H’ : Keragaman spesiesnya rendah, pertebaran jumlah individu tiap spesies

rendah, kestabilan komunitas rendah dan keadaan perairan telah tercemar

berat.

 1<H’<3 : Keragaman sedang penyebaran jumlah individu tiap spesies

sedang,kestabilan komunitas sedang dan keadaan perairan telah tercemar

sedang.

 H’ >3 : Keragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap spesies

tinggidan perairannya masih bersih/belum tercemar.

Indeks keseragaman (E) digunakan untuk melihat apakah didalam

komunitas jasad akuatik yang diamati, terdapat pola dominansi oleh satu atau

beberapa kelompok jenis jasad.Apabila nilai E mendekati 1, maka sebaran

individu-individu antar spesies relatif merata. Tetapi jika nilai E mendekati 0,


11

terdapat kelompok jenis spesies tertentu yang jumlahnya relative berlimpah

(dominan) dari pada jenis lainnya.

 0.00<E<0.50 : Komunitas berada pada kondisi tertekan

 0.50<E<0.75 : Komunitas berada pada kondisi labil

 0.75<E<1.00 : Komunitas berada pada kondisi stabil

Keseragaman hewan benthos dalam suatu perairan dapat diketahui indeks

keseragamannya, semakin kecil nilai suatu indeks keseragaman (E) semakin kecil

pula keseragaman jenis dalam sutu komunitas, artinya penyebaran jumlah

individu tidak sama ada kecendrungan didominansi oleh jenis tertentu. Suatu

komunitas yang masing-masing jenisnya mempunyai jumlah individu yang besar

dan menunjukkan bahwa ekosistem tersebut mempunyai satuan. Selanjutnya

untuk dominansi dapat diketahui dengan menghitung indeks dominansinya (C),

bahwa nilai indeks dominansi yang mendominan sedangkan nilai indeks

dominansi terkait satu samalain, dimana apabila organisme beranekaragaman

berarti organisme tersebut seragam dan tentu ada yang dominan.

Dalam mengkaji kondisi perairan, selain ikan, penggunaan struktur

komunitas avertebrata seperti makrozoobenthos untuk menggambarkan kondisi

ekosistem akuatik yang terintegrasi sudah mulai berkembang. Untuk dapat

menduga kualitas perairan secara tepat melalui penggunaan komunitas biota perlu

memperhatikan hal-hal sebagai berikut yaitu, keberadaan atau ketiadaan

organisme harus lebih merupakan fungsi kualitas air daripada faktor ekologis.

Metode yang digunakan harus diyakini dapat menduga kualitas airsehinggadapat

diperbandingkan.Pendugaan harus terkait dengan kualitas air untuk jangka waktu

yang cukup lama, bukan hanya pada saat sampling. Perlu diperhatikan bahwa
12

pendugaan harus lebih dikaitkan dengan tujuan sampling. Sampling, penyortiran,

identifikasi dan pengolahan data harus dilakukan secara baik dan benar.

Tim Peneliti Dosen Muda (1991), menyatakan bahwa peran

makrozoobenthos dalam kesinambungan dinamis ekosistem perairan sangat

penting karena merupakan salah satu mata rantai makanan. Selain itu, keberadaan

makrozoobenthos juga menunjukkan keadaan lingkungan dimana komunitas

tersebut berada yang selanjutnya dapat digunakan sebagai indikator pencemaran

suatu lingkungan perairan.

Menurut Odum (1993) beberapa pertimbangan penting yang perlu

diperhatikan dalam membicarakan indikator-indikator ekologi yaitu, umumnya

jenis “steno” merupakan indikator yang lebih baik daripadajenis “eury”. Jenis

besar biasanya merupakan indikator yang lebih baik daripada jenis kecil karena

biomassa atau standing crop yang lebih besar dan lebih mantap dapat ditunjang

dengan arus energi tertentu.Sebelum meyakini satu jenis tunggal atau golongan

jenis sebagai indikator diperlukan banyak bukti lapangan dimana bukti-bukti

tersebut adalah faktor yang bersangkutan dan membatasi.Banyak hubungan

diantara jenis, populasi dan seluruh komunitas sering kali memberikan indikator

yang lebih dapat dipercaya daripada satu jenis tunggal karena integrasi keadaan

yang lebih baik dicerminkan oleh keseluruhan daripada sebagian.

II.3. Faktor-Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Struktur Komunitas

Makrozoobenthos

Keanekaragaman jenis dan populasi komunitas makrozoobentos di

pengaruhi oleh beberapa faktor fisika dan kimia perairan.Sifat fisika perairan

seperti suhu, kedalaman, kecepatan arus dan salinitas. Sifat kimia antara lain pH
13

dan DO. Sifat-sifat fisika-kimia air berpengaruh langsung maupun tidak langsung

bagi kehidupan makrozoobentos. Perubahan kondisi fisika-kimia suatu perairan

dapat menimbulkan akibat yang merugikan terhadap populasi bentos yang hidup

di ekosistem perairan (Setyobudiandi, 1997).

Suhu merupakan faktor penting bagi kehidupan organisme di perairan

khususnya lautan, karena pengaruhnya terhadap aktivitas metabolism ataupun

perkembangbiakan dari organisme tersebut. Suhu mempengaruhi proses fisiologi

yaitu fotosintesis, laju respirasi, dan pertumbuhan.

Sedangkan salinitas penting artinya bagi kelangsungan hidup organisme,

hampir semua organisme laut hanya dapat hidup pada daerah yang mempunyai

perubahan salinitas yang kecil (Hutabarat dan Evans, 2001).

Sebaran salinitas dilaut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola

sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai.Tinggi rendahnya salinitas

air laut salah satu penyebabnya yaitu dipengaruhi oleh faktor cuaca, pada saat

musim panas salinitas akan meningkat dan sebaliknya salinitas dapat turun dratis

apabila tingginya curah hujan yang terjadi. Seperti yang terjadi di laut Mediterania

dan laut merah salinitasnya akan mencapai 39% hingga 40% (Sukandarrumidi,

2009).

Oksigen adalah gas yang amat penting bagi hewan. Perubahan kandungan

oksigen terlarut di lingkungan sangat berpengaruh terhadap hewan air. Kebutuhan

oksigen bervariasi, tergantung oleh jenis, stadia, dan aktivitas.Kandungan oksigen

terlarut mempengaruhi jumlah dan jenis makrobentos di perairan. Semakin tinggi

kadar O2 terlarut maka jumlah makrozoobenthos semakin besar.


14

Nilai pH menunjukkan derajad keasaman atau kebasaan suatu perairan yang

dapat mempengaruhi kehidupan tumbuhan dan hewan air.pH tanah atau substrat

akan mempengaruhi perkembangan dan aktivitas organisme lain. Bagi hewan

bentos pH berpengaruh terhadap menurunnya daya stress.

Penetrasi cahaya seringkali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air,

membatasi zona fotosintesis dimana habitat akuatik dibatasi oleh kedalaman.

Kedalaman air mempunyai pengaruh terhadap jumlah dan jenis hewan

makrozoobentos. Faktor kedalaman berpengaruh terhadap hewan makrozoobentos

pada jumlah jenis, jumlah individu, dan biomassa.

II.4. Ekosistem Lamun

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh

proses kehidupan berlangsung di lingkungan perairan laut dangkal (Susetiono,

2004). Lamun merupakan satu satunya tumbuhan angiospermae atau tumbuhan

berbunga yang memiliki daun, batang, dan akar sejati yang telah beradaptasi

untuk hidup sepenuhnya di dalam air laut (Tuwo, 2011).

Komunitas lamun memegang peranan penting baik secara ekologis, maupun

biologis di daerah pantai dan estuaria. Disamping itu juga mendukung aktifitas

perikanan, komunitas kerang-kerangan dan biota avertebrata lainnya (Bastyan dan

Cambridge, 2008).

Bagi perikanan sendiri, lamun merupakan tempat hidup banyak ikan,

kepiting, udang, bulu babi dan hewan lain yang juga mencari makan dan

melakukan perkembang biakan di padang lamun. Tingginya peran lamun sebagai

penunjang kehidupan banyak organisme membuat ekosistem ini perlu dijaga dan

dilestarikan (Trialfhianty, 2013). Satu jenis lamun atau beberapa jenis lamun
15

umumnya membentuk hamparan luas yang disebut Komunitas Padang Lamun.

Kemudian, komunitas padang lamun berinteraksi dengan biota yang hidup

didalamnya dan dengan lingkungan sekitarnya membentuk Ekosistem Padang

Lamun (Rahmawati et al., 2014).

Menurut Rahmawati et al., (2014) bahwa dalam ekosistemnya, padang

lamun memiliki berbagai macam fungsi antara lain, sebagai media untuk filtrasi

atau menjernihkan perairan laut dangkal.Sebagai tempat tinggal berbagai biota

laut, termasuk biota laut yang bernilai ekonomis, seperti ikan baronang/lingkis,

berbagai macam kerang, rajungan atau kepiting, teripang dll. Keberadaan biota

tersebut bermanfaat bagi manusia sebagai sumber bahan makanan.Sebagai tempat

pemeliharaan anakan berbagai jenis biota laut. Pada saat dewasa, anakan tersebut

akan bermigrasi, misalnya ke daerah karang.Sebagai tempat mencari makanan

bagi berbagai macam biota laut, terutamaduyung (Dugong ) dan penyu yang

hampir punah. Mengurangi besarnya energi gelombang di pantai dan berperan

sebagai penstabil sedimen sehingga mampu mencegah erosi di pesisir pantai dan

berperan dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Padang lamun menjadi habitat bagi banyak organisme laut, banyaknya epifit

yang menempel pada daun lamun, yang juga berkonstribusi dalam meningkatkan

produktifitas primer di habitat tersebut. Adanya jaring-jaring makanan yang lebih

kompleks dan lebih panjang menjadikan padang lamun sebagai habitat utama

yang sangat penting bagi organisme laut untuk mencari makan, kawin, memijah,

berlindung dan berkembang. Selain itu lamun juga memberikan jasa perlindungan

(mitigasi) dari ancaman abrasi pantai, jasa pendukung kehidupan dan kenyamanan

bagi manusia serta jasa penyedia sumberdaya alam (Hafidz et al., 2014).
16

Asosiasi biota laut dengan ekosistem lamun akan membentuk suatu system

ekologi dan bila ekosistem lamun mengalami penurunan maka akan terjadi

gangguan terhadap sumberdaya lamun tersebut sehingga keseimbangan sistem

ekologis pun dapat terganggu pula dan pada akhirnya akan menurunkan fungsi

ekologis dari sumberdaya tersebut. Gangguan lingkungan ini dapat mempengaruhi

kehidupan biota yang berasosisasi dengan lamun baik dalam jumlah maupun

keanekaragamannya (Wisnubudi dan Wahyuningsih, 2012).


III. METODE PENELITIAN

III.1. Waktu Dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus – September

2020 di perairan Pantai Nirwana dan Pulau Panjang, Sumatera Barat

(Lampiran 1). Pengambilan sampel makrozoobenthos dilakukan pada saat

surut dan pengukuran kualitas perairan dilakuakan pada saat pasang.

Selanjutnya identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Biologi Laut

Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan Kelautan Universitas Riau.

Pengukuran salinitas, suhu dan pH dilakukan secara in situ dilakukan di

lokasi penelitian perairan Pantai Nirwana dan perairan Pulau Panjang,

Sumatera Barat.

III.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan di dalam penelitian disajikan pada

tabel 1.

Tabel 1. Alat dan Bahan


Parameter Alat Bahan Satuan
Struktur -Kuadran (1x1 Meter) -Makrozoobenthos Ind/m2
Komunitas -Coolbox -Lugol ml
Makrozoobenthos -Plastik Sampel -Aquades ml
-GPS
-Kamera
-Kertas Label
-Ayakan 1mm2
-Alat Tulis
o
Suhu Thermometer Air sampel C
Kecepatan Arus Current Drouge Air sampel m/s
Kecerahan Secchi Disk Air sampel cm
o
Salinitas Hand Refractometer Air sampel /oo
pH pH indicator Air sampel
18

III.3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei

dimana pengamatan dan pengambilan sampel dilakukan secara langsung di

lapangan. Selanjutnya sampel dianalisis di laboratorium dan data yang

diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik serta dibahas secara

deskriptif dengan merujuk kepada literatur yang berkaitan dengan

penelitian ini.

Dalam menentukan struktur komunitas makrozoobenthos terdapat

beberapa parameter yang akan diteliti, yaitu menentukan jenis

makrozoobenthos yang ditemukan dengan cara mengidentifikasi

makrozoobenthos yang telah ditemukan. Menghitung kelimpahan dari

makrozoobenthos yang ditemukan pada lokasi penelitian. Menghitung

indeks keanekaragaman. Menentukan indeks dominansi, kesetaraan

komunitas serta menghitung pola distribusi maakrozoobenthos yang

terdapat pada lokasi penelitian.

III.4. Prosedur Penelitian

III.4.1.Penentuan Stasiun Pengamatan

Pemilihan stasiun berdasarkan survey pendahuluan untuk melihat kondisi

lokasi penelitian. Metode penentuan stasiun dan penempatan titik sampling

pengamatan yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan

metode purposive sampling. Pada penelitian ini stasiun I terdapat pada perairan

Pantai Nirwana Kota Padang, sedangkan stasiun II terdapat di perairan Pulau

Panjang Pasaman Barat. (Lampiran 1). Pada setiap stasiun terdapat tiga transek
19

dimana pada masing-masing transek terdapat tiga plot. Skema penempatan transek

dapat dilihat pada Lampiran 2.


20

III.4.2.Pengambilan Sampel Makrozoobenthos

Pengambilan sampel makrozoobentos tiap stasiun dilakukan pada tiap plot

dengan tiga kali pengulangan pada saat surut menggunakan plot 1 m x 1 m dan

substrat diambil sampai kedalaman 10 cm pada setiap plot, kemudian substrat

diayak menggunakan ayakan 1 mm2 untuk memisahkan substrat dengan sampel

yang ditemukan. Sampel lalu dibersihkan dari substrat dan di masukan ke dalam

kantong plastik yang telah diberi tanda label berdasarkan stasiun, plot dan

pengulangan. Identifikasi biota air terbatas pada karakter morfologi eksternal dari

suatu spesies yang diperiksa dengan menggunakan buku identifikasi

makrozoobenthos Laboratorium Biologi Laut Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas

Perikanan dan Kelautan.

III.4.3.Pengamatan Parameter Kualitas Perairan

Parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas perairan disajikan

dalam Tabel 2.

Tabel 2. Parameter Kualitas Perairan


Parameter Yang Diuji Alat Yang Digunakan Satuan
o
Suhu Thermometer C
Kecepatan arus Current Drogue m/s
Kecerahan Secchi disk cm
o
Salinitas Hand Refractometer /oo
pH pH meter -

III.4.3.1. Suhu

Pengukuran suhu dilakukan dengan 3 kali pengulangan disetiap kali

pengambilan sampel makrozoobenthos disemua titik pengamatan. Pengukuran

suhu perairan yang diukur di kolom perairan pada saat pasang.


21

III.4.3.2. Kecepatan Arus

Kecepatan arus dilakukan di atas permukaan perairan. Dengan

menggunakan tali sepanjang 2 meter dan pelampung ke permukaan perairan dan

dibiarkan tali pelampung menegang sampai jarak tertentu dengan menggunakan

stopwatch. Pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan 3 kali pengulangan

disetiap kali pengambilan sampel makrozoobenthos disemua titik pengamatan dan

dinyatakan dengan rumus :

V = s/t

Keterangan :
V = Kecepatan Arus
s = Jarak
t = Waktu

III.4.3.3. Kecerahan

Pengukuran kecerahan air dapat diukur dengan menggunakan secchi disk

yang sudah diberi ukuran untuk menentukan kedalaman perairan.

III.4.3.4. Salinitas

Pengukuran salinitas dilakukan pada setiap stasiun dengan menggunakan

hand refractometer dengan 3 kali pengulangan. Air sampel diambil dari

permukaan dasar perairan dimana permukaan dasar perairan merupakan habitat

dari makrozoobenthos.

III.4.3.5. pH (Derajat Keasaman)

Derajat keasaman (pH) di ukur dengan menggunakan alat pH meter.

Dilakukan setiap kali pengambilan sampel makrozoobenthos dengan 3 kali

pengulangan. Pengukuran pH diambil di permukaan dasar perairan karena

merupakan habitat dari makrozoobenthos.


22

III.5. Parameter Struktur Kominutas Yang Diukur

III.5.1.Kelimpahan Makrozoobenthos

Kelimpahan mengacu pada jumlah spesies atau suatu jenis struktur dalam

suatu komunitas. Kelimpahan dari suatu spesies dinyatakan dalam persentase dari

total spesies yang ada dalam ekosistem. Kelimpahan makrozoobenthos dapat

dihitung menggunakan rumus Odum (1993):

a
K=
b

Keterangan :
K =Kelimpahan spesies untuk spesies ke-i
a =Jumlah makrozoobenthos yang dihitung (ind)
b =Luas bukaan plot (m2)

III.5.2.Keanekaragaman Makrozoobenthos

Keanekaragaman makrozoobenthos dapat dihitung dengan menggunakan

Indeks Shannon-Wiener (Odum 1993):


s
'
H =−∑ ( pi ) (log 2 pi)
i=1

Keterangan:
H’ = Indeks Keanekaragaman
pi = ni/N (Proporsi spesies ke-i)
ni = Jumlah individu spesies ke- i
N = Jumlah total individu semua spesies
S = Jumlah taksa
Semakin besar nilai indeks keanekaragaman maka semakin tinggi

keanekaragaman jenisnya, berarti komunitas biota di perairan tersebut makin

beragam dan tidak didominasi oleh satu atau dua jenis.


23

III.5.3.Keseragaman Makrozoobenthos

Indeks keseragaman organisme makrozoobentos dihitung dengan

menggunakan Indeks Evennes (Odum, 1993):

E=H ' / LnS

Keterangan:
E = Indeks keseragaman jenis
H’ = Indeks keanekaragaman jenis
S = Jumlah jenis organisme
III.5.4.Dominansi

Indeks dominasi organisme makrozoobentos dihitung dengan menggunakan

rumus Odum 1993:

C=Σ ¿ ²
N ( )
Keterangan :
C = Indeks Dominansi
ni = Jumlah individu spesies ke-i
N = Jumlah total individu spesies ke-i
Legendre and Legendre (1983), membagi kriteria dominansi ke

dalam tiga kategori, yaitu :

 D < 0,4 : Dominansi rendah

 0,4 ≤ D ≤ 0,6 : Dominansi sedang

 D > 0,6 : Dominansi tinggi

III.5.5.Pola Distribusi

Untuk mengetahui pola distribusi makrozoobenthos digunakan indeks

disperse Morisita (Brower et al., 1990) dengan formula:

( Σx ²)
Id=n
N ( N −1)
24

Keterangan:
Id = Indeks dispersi Morisita
n =Jumlah plot
x =Jumlah individu pada tiap plot
N =Jumlah total individu biota.
III.5.6.Indeks Kesamaan Komunitas

Untuk mengetahui kesamaan komunitas pada dua stasiun yang berbeda

dilakukan perhitungan dengan menggunakan indeks kesamaan Sorensen

(Maguran, 2004)

2C
IS= x 100 %
A +B

Keterangan ;
IS = Indeks kesamaan Sorensen (nilai antara 0-1)
C = Jumlah jenis yang ditemukan pada kedua stasiun
A = Jumlah jenis yang ditemukan pada stasiun a
B = Jumlah jenis yang ditemukan pada stasiun b

III.6. Asumsi

1. Makrozoobenthos yang ada pada lokasi penelitian mempunyai kesempatan

yang sama untuk tertangkap.

2. Penempatan titik-titik sampling dianggap telah mewakili seluruh lokasi

penelitian baik pantai Nirwana, maupun Pulau Panjang.

3. Ketelitian penelitian dianggap sama dalam melaksanakan pengambilan

sampel.
25

III.7. Analisis Data

Struktur komunitas makrozoobenthos akan disajikan dalam bentuk tabel dan

grafik. Kelimpahan organisme akan dibandingkan antara dua stasiun penelitian

dengan menggunakan uji-T.


IV. Hasil dan pembahasan

4.1 hasil

4.1.1 keadaan umum lokasi peneitian

4.1.1.1 pantai nirwana

Pantai nirwana merupakan salah satu pantai yang menjadi lokasi

wisata di kecamatan teluk kabung provinsi sumatera barat. Panta

yang terletak di pantai barat sumatera ini berjarak sekitar 14 km

dari ibukota provonsi sumatera barat. Pantai yang berada pada

koordinat 1000’59’’ – 1001’85’’ ls dan 100022’95’’ – 100023’34’’ bt

memiliki garis pantai sepanjang ± 6 km. pantai nirwana

diperkirakan memiliki area ± 65,86 ha. Secara geografis pantai

nirwana berbatas langsung dengan wilayah sebagai berikut :

sebelah utara dengan kecamatan padang selatan; sebelah selatan

dengan kabupaten pesisir selatan; sebelah barat dengan samudera

hindia; dan sebelah timur dengan kabupaten pesisir selatan.

4.1.1.2 pulau panjang

Pulau panjang merupakan salah satu dari pulau-pulau kecil yang

berada di kecamatan air bengis kabupaten pasaman barat, pulau

panjang juga merupakan satu-satunya pulau yang berpenghuni di

antara pulau-pulau kecil di daerah tersebut. Pulau yang berada


27

pada titik koordinat 99018’05’’ bt 0011’20’’ lu dengan luas ± 20

km2. Pantai pada lokasi penelitian memiliki jenis substrat

berpasir, dengan perairan yang jernih, pada lokasi penelitian

terdapat ekosistem mangrove, terumbu karang dan lamun.

4.1.2 parameter lingkungan

4.1.2.1 kualitas perairan

Kualitas perairan merupakan faktor pendukung untuk

menunjukan layak atau tidaknya lingkungan tersebut untuk

menunjukan kehidupan suatu organisme, parameter yang diikur

pada penelitian ini adalah suhu, kecepatan arus, kecerahan,

salinitas dan derajat keasaman (pH) dapat dilihat pada tabel …..

Tabel…. Parameter kualitas perairan pada masing-masing lokasi

penelitian

Dfdkjfsnsjk

4.1.2.2. tipe sedimen

Hasil analisis jenis sedimen pada lokasi penelitian diketahui

bahwa pantai nirwana dan pulau panjang memiliki jenis substrat

berpasir (sand). Persentase rata-rata pada semua stasiundapat

dilihat pada tabel ……

……

Fgsf

4.1.3 kandungan bahan organic total sedimen


28

Hasil pengamatan selama penelitian ditemukan bhwa persentase

rata-rata kandungan bahan organik sedimen berbeda-beda pada

setiap stasiun di perairan pantai nirwana maupun perairan pulau

panjang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabelll….

……fgdf

Fgd
DAFTAR PUSTAKA

Arifah M. D., 2017. Keanekaragaman Gastropoda Pada Lamun (Seagrass) Di


Perairan Pantai Nirwana Kota Padang Provinsi Sumatera Barat. Skripsi.
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau.

Barus, T.A., 2004. Pengantar Limnologi Studi tentang Ekosistem Air Daratan.
Medan: USU Press.

Bastyan, G.R., M.L. Cambridge., 2008. Transplantation as a method for restoring


the seagrass Posidonia australis. Estuarine, Coastal and Shelf Science. 79:
289-299.

Brower, J., J. Zar, C.V. Ende, K. Kane., 1990.Field and laboratory methods for
general ecology.Edisi ke-3. America: Wm. C. Brown Publishers.

Hafidz, A. Olii, Muhlis, M. S. Djau., 2014. Laporan akhir penelitian fundamental


“ekosistem dan organisme yang berasosiasi di perairan Kwandang
Kabupaten Gorontalo Utara”.Universitas Negeri Gorontalo.

Hutabarat, S., S. M. Evans., 2001. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia.


Jakarta.

Irmawan, RN, H. Zulkifli, M. Hendri, 2010. Struktur komunitas makrozoobentos


di Estuari Kuala Sugihan, Provinsi Sumatera Selatan. Maspari Journal, 1:
53-58.

Lalli, CM. and TR. Parsons, 1993. Biological Oceanography And Introduction.
Pergamon Press, New York

Legendre, L. anad P. Legendre., 1983. Numerical Ecology. Elseveir Scienific


Publishing Company. New York.

Lumingas LJL, R. D. Moningkey dan D. K. Alex DK., 2011. Efekstres


anthropogenic terhadap struktur komunitas makrozoobentik substrat lunak
Perairan Laut Dangkal di Teluk Buyat, Teluk Totok dan Selat Likupang
(Semenanjung Minahasa, Sulawesi Utara). Jurnal Matematika dan Sains 16
(2):95-105.
Mangguran AE. 2004. Measuring Biological Diversity. USA: Blackwell
Publishing Company,
30

Minggawati, I., 2013. Struktur komunitas makrozoobentos di Perairan Rawa


Banjiran Sungai Rungan, Kota Palangka Raya. Ilmu Hewani Tropika, 2 (2):
64-67.

Fachrul, M. F., 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.

Noortiningsih, I.S., S. Jalip, Handayani., 2008. Keanekaragaman


Makrozoobenthos, Meiofauna dan Foraminifera di Pantai Pasir Putih Barat
Dan Muara Sungai Cikamal Pangandaran, Jawa Barat. Vis Vitalis, 1 (1):34-
42.

Nybakken J. W., 1988. Biologi laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta:


Gramedia.

Odum, E. P.,1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh T.


Samingan.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. 697.

Pechenik, J. A., 2000. Biology of the Invertebrates. McGraw-Hill Book


Company,Inc.

Purnami AT, Sunarto and P. Setyono, 2010.Study of bentos community based on


diversity and similarity index in Cengklik DAM Boyolali. Ekologi Sains, 2
(2): 50-65.

Pratiwi, R. dan O. Astuti, 2012. Biodiversitas krustasea (Decapoda, Brachyura,


Macrura) dari ekspedisi perairan Kendari 2011. Jurnal Ilmu Kelautan,
17(1), 8-14.

Rahmawati, A. Susi, I. H. Irawan, M. H. Supriyadi dan Azkab, 2014. Panduan


monitoring padang lamun. LIPI: Jakarta

Rosenberg, D.M. and V.R. Resh., 1993. Introduction to freshwater biomonitoring


and benthic macroinvertebrates. Pp. 1-9 in: Rosenberg, D.M. (Ed.),
Freshwater Biomonitoring and Benthic Macroinvertebrates. Kluwer,
London.

Roy S, A. Gupta, 2010. Molluscan diversity in River Barak and its Tributaries,
Assam, India.Biology Environment Science, 5 (1): 109-113.

Sari, C.M., 2017.Komparasi Makrozoobenthos di Ekosistem Lamun Desa Malang


Rapat dan Kelurahan Kawal.Skripsi.Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Maritim Raja Ali Haji.
31

Sativa O., 2019. Struktur Komunitas Moluska (Gastropoda dan Bivalva) di


Padang Lamun Pulau Panjang Kabupaten Pasaman Barat.Skripsi.Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta.

Setyobudiandi, I., 1997. Makrozoobentos. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sharma R. Kumar A, Vyas V., 2013. Diversity of macrozoobenthos in Morand


River-A Tributary of Ganjal River in Narmada Basin. International Journal
Adv Fish Aquatic Science, 1 (1): 57-65.

Stamenkovic VS, Smiljkov S, Prelic D, Paunovic M, Atanackovic A, Rimcheska


B., 2010. Structural characteristic of benthic macroinvertebrate in The
Mantovo Reservoir (South-East Part of theR. Macedonia).Balwois 2010-
Ohrid, Republic of Macedonia - 25,29 May 2010.

Sukandarrumidi., 2009. Geologi Mineral Logam, Cetakan Kedua, Gadjah Mada


University Press, Yogyakarta, 272.

Susetiono., 2004. Fauna Padang Lamun Tanjung Merah Selat Lembeh. Jakarta:
Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI.

Susanto, P., 2000. Pengantar Ekologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan


Nasional.

Tim Peneliti Dosen Muda., 1991. Identifikasi dan Koleksi Fauna DAS Ciliwung
serta Prospek Pemanfaatannya (Plankton dan Benthos). Laporan Akhir
Penelitian. Departemen Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Trialfhianty, I. Tyas., 2013. Kondisi padang lamun Pulau Serangan Bali.


Jurnal.09/286337/PN/11826.Bali.

Trisnawaty, FN, Emiyarti dan LOA Afu., 2013. Hubungannya kadar logam berat
merkuri (Hg) pada sedimen dengan struktur komunitas makrozoobenthos di
Perairan Sungai TahiIte, Kecamatan Rarowatu, Kabupaten Bombana. Mina
Laut Indonesia, 3 (12): 68-80.

Tuwo, A., 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut – Suatu Pendekatan
Ekologi, Sosial-Ekonomi, Kelembangaan, dan Sarana Wilayah. Brilian
Internasional. Surabaya.
32

Vyas, V., S. Bharose, S. Yousuf and A. Kumar., 2012. Distribution of


macrozoobenthos in River Narmada near water intake point. National
Science Res, 2 (3): 18-25.

Vyas V. and A. Bhawsar., 2013. Benthic community structure in Barna Stream


network of Narmada River Basin. Internationall Journal Environment
Biology, 3 (2): 57-63.

Wilhm, J. F., 1975. Biological Indicators of Pollution.p 375 in B. A. Whitton.


Studies in Ecology Volume 2 River Ecology. Blackwell Scientific
Publications, Oxford.725p.

Wisnubudi, Gautama dan E.Wahyuningsih., 2012. Kajian ekologis ekosistem


sumberdaya lamun dan biota laut asosiasinya di Pulau Pramuka, Taman
Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNKPS). Makalah Ilmiah Semi Popular
Oseana. Universitas Nasional : Jakarta.

Yurika, M. 2003. Karakteristik Komunitas Makrozoobenthos di Kepulauan


Seribu, Jakarta. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor..

Zaleha, K., D.M.F. Farah, S.R. Amira dan A. Amirudin., 2009. Benthic
Community Of The Sungai Pulai Seagrass Bed, Malaysia. Malaysian
Journal of Science, 28 (2) : 143 – 159.
LAMPIRAN
34

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian.

Peta Lokasi Pantai Nirwana.

Peta Lokasi Pulau Panjang.


35

Lampiran 2.Skema Sampling.

Pasang
tertinggi

Surut
terendah
36

Lampiran 3. Organisasi Penelitian.


1.PENELITI

Nama : RIZKY FAJAR JULIANS

Alamat : Jl.Bina Krida, Panam, Pekanbaru

NIM : 1504115116

Pekerjaan : Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau

Jurusan : Ilmu Kelautan

2. DOSEN PEMBIMBING I

Nama : Dr. Ir. Safruddin Nasution, M. Sc

NIP : 19600213 198603 1 003

Alamat : Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau

Pekerjaan : Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau

3. DOSEN PEMBIMBING II

Nama : Dr. Ir. Nursyirwani, M.Sc

NIP : 19600615 198810 2 001

Alamat : Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau

Pekerjaan : Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau


37

Lampiran 4. Jadwal Penelitian.


Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada Agustus 2020. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihatpada jadwal sebagai berikut :

2020
No Kegiatan
Juli Agustus September Oktober
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan
* * * * * * * * *
Proposal
2 Seminar
*
Proposal
3 Pelaksanaan
* *
Penelitian
4 Penyusunan
*
Hasil
5 Revisi Hasil *
6 Seminar
*
Hasil
7 Ujian
*
Sarjana
38

Lampiran 5. Anggaran Biaya.


1. Persiapan Penelitian

Pembuatan Proposal Rp. 300.000

Perbanyak Proposal Rp. 100.000

Alat Tulis Rp.50.000 +

Rp. 450.000

2. Pelaksanaan Penelitian

Transportasi Pekanbaru – Padang (PP) Rp. 1.000.000

Akomodasi Rp. 1.000.000

Analisis di Laboratorium Rp. 500.000 +

Rp. 2.500.000

3. Penyelesaian Hasil Penelitian

Pembuatan Laporan Rp. 500.000

Seminar Hasil Penelitian Rp. 400.000

Perbanyak Laporan Rp. 400.000 +

Rp. 1.300.000

4. Biaya Tak terduga Rp. 1.000.000

Total Rp.5.250.000

Terbilang : Lima Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah


39

Lampiran 6. Outline Sementara.


Isi
LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

I.PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Manfaat Penelitian
1.5. Hipotesis Penelitian

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Makrozoobenthos
2.1.1. Habitat
2.1.2. Morfologi
2.2. Keanekaragaman Makrozoobenthos
2.3.Makrozoobenthos Sebagai Indikator Kualitas Perairan
2.4. Faktor-Faktor Lingkungan Yang Menpengaruhi Makrozoobenthos
2.5. Keanekaragaman, Keseragaman dan Domiinansi
2.6. Lamun

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


3.2. Alat dan Bahan
3.3. Metode Penelitian
3.4. Prosedur Penelitian
3.4.1. Penentuan Stasiun Pengamatan
3.4.2.Pengambilan Sampel Makrozoobenthos
3.4.2. Pengamatan Parameter Linkungan
3.4.2.1. Suhu
3.4.3.2. Kecepatan Arus
40

3.4.3.3. Kedalaman
3.4.3.4. Salinitas
3.4.3.5. pH (Derajat Keasaman)
3.5. Pengolahan Data
3.5.1. Kelimpahan
3.5.2. Keanekaragaman
3.5.3. Keseragaman
3.5.4. Dominansi
3.5.5. Pola Distribusi
3.6. Analisis Data
3.7. Asumsi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1....................................................................................................Hasil
IV.2. Pembahasan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai