Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN JENIS PLANKTON DI SEKITAR


MUARA SUNGAI MUSI DESA SUNGSANG KEC. BANYUASIN
II, KAB. BANYUASIN, SUMATERA SELATAN
DiajukansebagaisalahsatusyaratuntukmemperolehgelarsarjanaSainsBiologipadaFa
kultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam
UniversitasSriwijaya

OLEH
DEA AFNI ALFAIDAH HSB
08041181722014

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sungai merupakan salah satu ekosistem lotik (perairan mengalir) yang
memiliki fungsi sebagai tempat hidup organisme. Sungai Musi yang merupakan
sungai yang menjadi muara puluhan sungai besar dan kecil lainnya baik di
Bengkulu maupun Sumatera Selatan. Menurut Windusari dan Sari (2015), sungai
Musi memiliki panjang sekitar 750 kilometer dan melintasi kota Palembang.
Berbagai aktivitas industri seperti pertambangan, perkebunan, pertanian, aktivitas
rumah tangga, maupun aktivitas alami yang masuk ke perairan sungai ini
berdampak terhadap biota perairan dan Kesehatan.
Muara sungai musi merupakan salah satu tempat yang dijadikan oleh
masyarakat sebagai tempat alur pelayaran, area penangkapan sumberdaya
perikanan. Pembuangan limbah dan aktivitas manusia lainnya. Adanya aktivitas
masyarakat di perairan Muara Sungai Musi dapat berdampak terhadap kondisi
perairan, dimana dengan banyaknya masukan bahan organic dari aktivitas
masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh
terhadap pertumbuhan plankton. Menurut Zulkifli et al., (2009), meningkatnya
kandungan unsur hara dapat diakibatkan oleh peningkatan beban masukan dari
daratan maupun akivitas manusia diperairan. Khususnya pada daerah Muara
Sungai Musi telah dipengaruhi oleh limbah industri dan aktivitas lainnya yang
berdampak terhadap komunitas plankton pada perairan.
Salah satu komponen biotik yang menentukan kehidupan di perairan yaitu
plankton. Menurut Rahmatullah et al., (2016), plankton merupakan organisme
kecil yang hidup melayang di kolom perairan dan merupakan komponen yang
sangat penting dalam ekosistem perairan. Plankton dapat bergerak sedikit dengan
bantuan cilia atau flagel namun tidak mempunyai daya menentang arus, sehingga
cenderung terbawa oleh arus. Proses melayang pada plankton terjadi karena
plankton mampu mengatur densitas tubuhnya agar sama dengan densitas air.
Keberadaan plankton di suatu perairan dapat memberikan informasi mengenai

1
Universitas Sriwijaya
2

kondisi perairan sehingga plankton merupakan parameter biologi yang dapat


dijadikan indikator untuk mengevaluasi kualitas dan kesuburan perairan.
Plankton meliputi dua kelompok besar yaitu fitoplankton yang merupakan
plankton yang bersifat tumbuhan, serta zooplankton yang merupakan plankton
yang bersifat hewan. Menurut (Hidayat, 2013), zooplankton berperan sebagai
bioindikator perubahan kondisi lingkungan. Keanekaragaman zooplankton yang
tinggi menyebabkan rantai makanan di suatu perairan semakin kompleks.
Zooplankton hanya dapat hidup dan berkembang dengan baik pada kondisi
perairan yang sesuai. Perubahan yang terjadi pada suatu perairan akan
mempengaruhi struktur komunitas zooplankton yang ada. Fitoplankton adalah
plankton nabati yang memiliki kemampuan untuk berfotosintesis dan berperan
sebagai produsen di lingkungan perairan. Fitoplankton dapat ditemukan di seluruh
massa air mulai dari permukaan air sampai pada kedalaman dengan intensitas
cahaya yang masih memungkinkan terjadinya fotosintesis (Rahmatullah et al.,
2016).
Penelitian keanekaragaman plankton di Sekitar Muara Sungai Musi Desa
Sungsang Kec. Banyuasin II, Kab. Banyuasin, Sumatera Selatan dilakukan untuk
menambah sumber informasi tentang keberadaan plankton di habitatnya sebagai
dasar pengelolaan sumberdaya alam.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, didapatkan rumusan
masalah yaitu
1. .Apa saja jenis plankton dan bagaimana keanekaragaman plankton yang
ada di Sekitar Muara Sungai Musi Desa Sungsang Kec. Banyuasin II, Kab.
Banyuasin, Sumatera Selatan?
2. Bagaimana kelimpahan relatif planktondi Sekitar Muara Sungai Musi Desa
Sungsang Kec. Banyuasin II, Kab. Banyuasin, Sumatera Selatan?

1.3. Tujuan Penelitian

Universitas Sriwijaya
3

1. Mengetahui dan menganalisis keanekaragaman jenisplanktonyang ada di


Sekitar Muara Sungai Musi Desa Sungsang Kec. Banyuasin II, Kab. Banyuasin,
Sumatera Selatan.
2. Mengetahui dan menganalisis kelimpahan relatifplanktondi Sekitar Muara
Sungai Musi Desa Sungsang Kec. Banyuasin II, Kab. Banyuasin, Sumatera
Selatan.

1.4. Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan di atas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi ilmiah bagi peneliti selanjutnya, memberikan informasi kepada
masyarakatmengenai keanekaragamanjenis plankton yang ada di Sekitar Muara
Sungai Musi Desa Sungsang Kec. Banyuasin II, Kab. Banyuasin, Sumatera Selatan.

Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. a. Ekosistem Sungai


Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran
penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air
(catchment area) bagi daerah di sekitarnya. Perairan sungai mempunyai
komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk ekosistem yang
saling mempengaruhi. Komponen ekosistem sungai akan terintegrasi satu sama
lainnya membentuk suatu aliran energi yang akan mendukung stabilitas ekosistem
tersebut (Junaidi et al., 2010). Untuk menjaga kualitas air agar tetap pada kondisi
alamiahnya, perlu dilakukan pengelolaan dan pengendalian pencemaran air secara
bijaksana. Lingkungan perairan terdiri dari komponen abiotik (komponen tidak
hidup) dan biotik (biota hidup). Kedua komponen itu saling berinteraksi melalui
arus energi dan daur hara (nutrien) (Hendrawan, 2005).
Ekosistem sungai merupakan habitat bagi organisme akuatik yang
keberadaannya sangat di pengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Organisme
tersebut diantaranya tumbuhan,air, plankton, perifiton,bentos, dan ikan. Sungai
juga merupakan sumber air bagi masyarakat yang dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan dan kegiatan, seperti kebutuhan rumah tangga, pertanian, industry,
sumber mineral dan pemanfaatan lainnya (Soewarno, 1991). Sungai dicirikan oleh
arus yang searah dan relative kencang, dengan kecepatan berkisar 0,1-1,0 m/detik,
serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim dan pola drainase. Pada perairan
sungai biasanya terjadi pencemaran massa air secara menyeluruh dan tidak
terbentuk statifikasi vertikal kolam seperti pada perairan kolam lentik (Efendi,
2003).

2.1.b. Muara Sungai Musi


Sungai Musi dengan Sembilan anak sungainya merupakan sistem sungai
yang kompleks, terdiri dari bagian yang berarus deras di kaki gunung, dataran
rendah dan pasang-surut (air tawar) serta bagian air payau(kuala/estuari). Seluruh

4
Universitas Sriwijaya
5

bagian sistem ini dapat merupakan satu kesatuan yang saling baik dari segi
sumberdaya air,sumberdaya perikanan maupun bagian terestial sekitarnya. Sungai
Musi merupakan sungai terpanjang dan terbesar di Provinsi Sumatera Selatan
yang airnya bermula dari Pegunungan Bukit Barisan di Provinsi Bengkulu dan
mengalir kea rah hilir hingga akhirnya bermuara ke perairan Selat Bangka di Desa
Sungsang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan (Samuel dan Adjie, 2008).
Muara Sungai Musi terletak di Provinsi Sumatera Selatan dengan Panjang
750 km dan membelah kota Palembang menjadi 2 bagian wilayah, yaitu sebrang
hilir dibagian utara dan sebrang hulu bagian selatan. Sungai Musi Bersama sungai
lainnya membentuk delta di dekat Sungsang. Berdasarkan batas adminitrasi,
estuaria Sungai Musi melingkup 2 daerah, yaitu Makarti Jaya termasuk
Kabupaten Banyuasin dan Upang (Ridho dan Patriono, 2017). Muara sungai Musi
merupakan perairan yang sering digunakan sebagai aktivitas jalur transportasi air.
Muara Sungai Musi memiliki peranan yang penting bagi masyarakat sekitar
pinggiran sungai, karena digunakan untuk tempat mencari ikan (Pratama et al,
2019).

2.2. Pembagian Plankton


2.2.1. Fitoplankton
Fitoplankton merupakan parameter biologi yang dapat dijadikan indikator
untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan suatu perairan. Fitoplankton
juga merupakan penyumbang oksigen terbesar di dalam perairan karena peranan
fitoplankton sebagai pengikat awal energi matahari. Dengan demikian keberadaan
fitoplankton dapat dijadikan indikator kualitas perairan yakni gambaran tentang
banyak atau sedikitnya jenis fitoplankton yang hidup di suatu perairan dan jenis-
jenis fitoplankton yang mendominasi (Iswano et al., 2015). Fitoplankton
mempunyai peranan penting di dalam suatu perairan, selain sebagai dasar dari
rantai pakan (primary producer) jua merupakan salah satu parameter tingkat
kesubran suatu perairan. Terdapat hubungan positif antara kelimpahan
fitoplankton dengan produktivitas perairan. Jika kelimpahan fitoplankton di suatu

Universitas Sriwijaya
6

perairan maka perairan tersebut cenderung memiliki produktivitas yang tinggi


pula (Yuliana et al., 2012).
Fitoplankton berperan dalam aliran energi membentuk jaring pakan selaian
itu juga berperan dalam pendauran hara dan penghasil oksigen. Hasil
produktivitas bersih dari fotosintesis fitoplankton akan dialihkan ke berbagai
komponen ekosistem. Potensi energi yang terwujud dalam biomassa fitoplankton
dialihkan ke berbagai hewan melalui rantai pakan (food chain). Dengan demikian,
kehidupan seluruh hewan bergantung pada energi yang diperoleh dari
fitoplankton, baik secara langsung maupun tidak langsung (Setiawan et al., 2015).
Fitoplankton memiliki klorofil yang mampu mengubah bahan anorganik menjadi
bahan organik melalui proses fotosintesis. Bahan organik dari fitoplankton
tersebut dimanfaatkan oleh zooplankton, larva ikan, maupun organisme perairan
lainnya sebagai sumber makanan (Andriani et al., 2017).
Komposisi dan kelimpahan tertentu dari fitoplankton pada suatu perairan
sangat berperan sebagai makanan alami pada tropik level diatasnya, juga berperan
sebagai penyedia oksigen dalam perairan. fitoplankton juga berperan dalam
kesuburan perairan melalui proses fotosintesa.Fitoplankton berperan sebagai
bahan makanan dasar utama dalam siklus makanan di dalam perairan. Dengan
demikian kelimpahan fitoplankton penting bagi potensi makanan ikan di alam
(Andriani et al., 2017).Fitoplankton memiliki distribusi dan kelimpahan yang
berbeda-beda di dalam perairan. Hal ini tergantung dari kondisi beberapa faktor
oseanografi pada perairan tersebut, yang meliputi kedalaman, kecerahan,
kecepatan dan arah arus, suhu, salintas, oksigen terlarut dan nutrient
(Widianingsih et al., 2007).

2.2.2. Zooplankton
Zooplankton merupakan salah satu jenis biota akuatik yang hidupnya
mengapung atau melayang di perairan, kemampuan renangnya terbatas sehingga
keberadaannya dalam suatu perairan masih sangat ditentukan oleh arus.
Zooplankton tidak dapat membuat makanan sendiri, sehingga zooplankton
memangsa fitoplankton sebagai makanannya (Kamilah et al, 2014). Zooplankton

Universitas Sriwijaya
7

memegang peranan sangat penting di perairan, dimana dalam tingkatan trofik atau
aliran energi di ekosistem, zooplankton berperan sebagai konsumen tingkat
pertama, yang memindahkan energi dari produsen ke konsumen tingkat dua.
Komunitas ikan biasanya berkembang baik pada daerah dimana organisme-
organisme planktoniknya melimpah karena induk ikan harus memastikan anaknya
dapat memperoleh makanan yang cukup. Selain itu juga zooplankton dapat
digunakan sebagai indikator polusi perairan (Faiqoh et al., 2015).
Keberadaan zooplankton pada suatu perairan dapat digunakan untuk
mengetahui tingkat produktivitas suatu perairan,perubahan yang terjadi pada suatu
wilayah perairan dapat diketahui dengan melihat perubahan kelimpahan biota
zooplankton. Zooplankton merupakan konsumen pertama dalam perairan yang
memanfaatkan produsen primer yaitu fitoplankton(Augusta, 2013). Hal lain yang
terlihat dari keberadaan zooplankton adalah bahwa antar lokasi, jumlah spesies
dan jumlah individu lebih berfluktuasi dibandingkan dengan fitoplankton. Umur
zooplankton relative sangat singkat sehingga sehingga zooplankton sangat
sensitive terhadap perubahan kondisi di perairan. Zooplankton memiliki gaya
gerak yang terbatas dan distribusinya ditentukan oleh kondisi fisik, kimia, dan
biologis suatu perairan (Barus, 2020).

2.3. Plankton Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan


Bioindikator merupakan organisme makhluk hidup yang dapat memberikan
gambaran suatau daerah atau tempat, baik tanah maupun perairan. Bioindikator
dapat mendeskripsikan suatu tempat atau lingkungan tersebut dalam keadaan baik
atau tidak. Plankton dapat digunakan sebagai indicator kualitas perairan karena
plankton sangat sensitiv terhadap perubahan alam, mereka menjadi penanda
terbaik kualitas air. Salah satu alasan mengapa plankton dipertimbangkan di
perairan adalah untuk memantau kualitas air ketika ada disentralisasi fosfor dan
nitrogen yang tinggi. Plankton juga memainkan peran penting dalam masalah
organik dalam pemburukan biologis, tetapi jika populasi plankton terlalu besar, ini
akan menciptakan masalah lain dalam badan air (Husamah dan Abdulkadir,
2019).

Universitas Sriwijaya
8

Secara khusus bahwa bioindikator adalah kelompok atau komunitas


organisme yang keberadaannya atau perilakunya di alam berhubungan dengan
kondisi lingkungan, apabila terjadi perubahan kualitas air maka akan berpengaruh
terhadap keberadaaan dan perilaku organisme tersebut, sehingga dapat digunakan
sebagai penunjuk kualitas lingkungan.Plankton merupakan golongan makhluk
hidup yang dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas perairan (Indrowati et
al., 2012). Berbagai jenis plankton yang hidup pada perairan akan terganggu
apabila terdapat masukan bahan-bahan yang dapat mengganggu atau merubah
kondisi perairan. Terganggunya kehidupan plankton mengakibatkan perubahan
variasi plankton dalam suatu perairan. Oleh karena itu, jenis maupun struktur
komunitas plankton dapat dijadikan sebagai indikator dari perubahan kualitas
perairan (Kurniawan, 2018).

2.4. Faktor Fisika


2.4.1. Suhu/ Temperatur
Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
plankton. Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari
permukaan laut, waktu, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran air, dan
kedalaman air. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu (batas atas dan
bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya. Secara tidak langsung suhu juga
mempengaruhi daya larut oksigen yang digunakan dalam proses respirasi
organisme sungai (Aidil et al., 2016). Menurut Dwirastina dan Wibowo (2015),
suhu memegang peranan yang sangat penting dalam berbagai proses kimia dan
aktifitas biologi perairan. Perubahan suhu sangat berpengaruh terhadap proses
fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan dalam
mengendalikan kondisi ekosistem perairan.
Suhu merupakan faktor penting dalam keberlangsungan proses biologi dan
kimia yang terjadi di dalam air, seperti kehidupan dan perkembangbiakan
organisme air. Suhu mempengaruhi kandungan oksigen di dalam air, proses
fotosintesis tumbuhan air, laju metabolisme organisme air dan kepekaan
organisme terhadap polusi, parasit dan penyakit (Rosarina dan Laksmawati,

Universitas Sriwijaya
9

2018). Menurut Ridho et al., (2019), suhu mempunyai pengaruh yang besar
terhadap kelarutan oksigen yang terjadi di dalam air, apabila suhu air naik maka
kelarutan oksigrn di dalam air menurun. Suhu perairan hasil penelitian berkisar
antara 34-39°C. Suhu perairan ini dapat dikatakan kurang layak untuk perikanan.

2.4.2. Kecepatan Arus


Kecepatan arus penting diamati karena merupakan faktor pembatas
kehadiran organism di dalam sungai. Kecepatan arus sungai berfluktuasi (0,09 -
1,40 m/detik) yang semakin melambat ke hilir. Faktor gravitasi, lebar sungai dan
material yang dibawa oleh air sungai membuat kecepatan arus di hulu paling
besar. Kecepatan arus memegang peranan penting karena dapat mempengaruhi
parameter lingkungan lainnya serta berperan dalam menentukan tingkat
akulamulasi bahan pencemar pada suatu perairan(Siahaan et al., 2011).
Pergerakan massa air atau dikenal dengan arus merupakan fenomena yang sangat
kompleks. Hal ini berkaitan dengan besarnya variasi dari factor-faktor pengontrol
terjadinya arus diperairan. Dewasa ini arus pada perairan seringkali diestimasi
berdasarkan model yang dideterminasi dari komponen harmonic perairan
(Rampengan, 2009).

2.4.3. Kecerahan
Kecerahanmerupakan indikator produktifitas perairan sehubungan dengan
proses fotosintesis dan proses respirasi biota perairan terutama plankton.
Kekeruhan yang tinggi menyebabkan rendahnya intensitas cahaya yang masuk ke
dalam perairan. Sehingga proses fotosintesis fitoplankton terhambat dan
pertumbuhan fitoplankton tidak optimal. Faktor utama penentu tingkat
pertumbuhan fitoplankton adalah temperatur, cahaya dan nutrient (Dwirastina dan
Wibowo, 2015). Menurut Ridho et al., (2019), kecerahan dapat dipengaruhi oleh
bahan organic berupa plankton, zooplankton atau bahan organik lainnya. Musim
kemarau, intensitas cahaya yang masuk ke air lebih banyak yang berpengaruh
pada kelimpahan plankton.
Kecerahan adalah ukuran transparansi suatu perairan atau kedalaman
perairan yang dapat ditembus cahaya matahari. Nilai kecarahan suatu perairan

Universitas Sriwijaya
10

merupakan suatu petunjuk dalam menentukan baik buruknya mutu suatu perairan
karena kecerahan dapat mempengaruhi daya penetrasi cahaya matahari.
Kecerahan yang rendah menandakan banyaknya partikel-partikel yang melayang
dan larut dalam air sehingga menghalangi cahaya matahari yang menembus
perairan (Johan dan Ediwarman, 2011).

2.5. Faktor Kimia


2.5.1. Derajat Keasaman (pH)
Derajad keasaman (pH) air merupakan salah satu sifat kimia air yang
mempengaruhi pertumbuhan tumbuh-tumbuhan dan hewan air sehingga sering
digunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya suatu lingkungan
air sebagai lingkungan hidup. Derajad keasaman perairan juga
mempengaruhidaya tahan organisme, dimana pH yang rendah akan menyebabkan
penyerapan oksigen oleh organisme akan terganggu (Johan dan Ediwarman,
2011).pH air sungai berkisar 4 - 9. Kisaran pH yang cocok buat organism akuatik
tidak sama tergantung pada jenis organisma tersebut. Organisma akuatik lebih
menyukai pH yag mendekati pH netral. Pada musim hujan, nilai pH cenderung
lebih tinggi mungkin akibat akumulasi senyawa karbonat dan bikarbonat sehingga
air sungai lebih basa (Siahaan et al., 2011).

2.5.2. Fosfat (PO4)


Fosfat merupakan salah satu zat hara yang dibutuhkan dan mempunyai
pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di perairan.
Pengkayaan zat hara di lingkungan perairan memiliki dampak positif, namun pada
juga dapat menimbulkan dampak negatif. Dampak positifnya adalah terjadi
peningkatan produksi fitoplankton sedangkan dampak negatifnya adalah
terjadinya penurunan kandungan oksigen di perairandan terkadang memperbesar
potensi muncul dan berkembangnya jenis fitoplankton berbahaya yang dikenal
dengan istilah Harmful Algal Blooms atau HABs (Arizuna et al, 2014). Menurut
Salim et al., (2017), tingginya kadar fosfat diperairan dipengaruhi oleh aktivitas
manusia di daratan, terutama penggunaan pupuk pada perkebunan dan pertanian.

Universitas Sriwijaya
11

Di perairan bentuk dan unsur fosfor secara terus menerus berubah akibat proses
dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dan anorganik yang dilakukan
oleh mikroba.
Fosfat pada perairan berbentuk ortofosfat (PO4). Kandungan ortofosfat
dalam perairan menandakan kesuburan perairan tersebut. Kandungan fosfat dalam
perairan pada umumnya berasal dari limpasan pupuk pada pertanian, maupun
hewan, kadar sabun, pengolahan sayuran. Biota air membutuhkan kadar fosfat
untuk kehidupannya, namun jika dalam konsentrasi yang berlebihan akan
menimbulkan dampak yang berbahaya. Jumlah fosfat yang tinggi akan
menghasilkan pertumbuhan alga yang sangat besar dan berakibat kurangnya sinar
matahari yang masuk ke perairan. (Patricia et al.,2018). Fosfat akan lebih
terkonsentrasi pada zona dalam atau perairan yang lebih dekat dengan daratan,
semakin dekat kea rah darat maka konsentrasi fosfat akan semakin melimpah
(Ayuningsih et al., (2014).

2.5.3. Nitrat (NO3)


Nitrat (NO3) adalah bentuk senyawa nitrogen yang merupakan senyawa
stabil. Sumber nitrat dalam perairan dapat bermacam-macam yang meliputi bahan
organik, limbah industri, limbah rumah tangga, limbah peternakan dan pupuk.
Hasil pembusukan bahan organik akan menghasilkan amoniak (NH3) dan dari
amoniak akan menjadi amonium (NH4) selanjutkan oleh bakteri nitrit dirubah
menjadi nitrit (NO2) selanjutnya dari nitrit dirubah menjadi nitrat (NO3) oleh
bakteri nitrat. Perairan yang memiliki kandungan nitrat 0,0 – 1,0 mg/l
dikategorikan pada perairan yang kurang subur. Menurut PP No. 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk kelas
III nilai kandungan nitrat adalah 20 mg/l. (Johan dan Ediwarman, 2011). Menurut
Ayuningsih et al., (2014), distribusi konsentrasi nitrat semakin tinggi menuju kea
rah pantai dan konsentrasi tertinggi ditemukan di perairan muara, semakin
mendekat ke arah laut maka konsentrasi nitrat akan semakin sedikit.
Nitrat adalah bentuk nitrogen utama diperairan alami. Nitrat berasal dari
ammonium yang masuk ke dalam badan sungai terutama melalui limbah

Universitas Sriwijaya
12

domestik. Senyawa nitrat secara alamiah berasal dari perairan itu sendiri melalui
proses-proses penguraian pelapukan ataupun dekomposisi tumbuh-tumbuhan,
sisasisa organisme mati dan buangan limbah baik limbah daratan seperti
domestik, industri, pertanian, dan limbah peternakan ataupun sisa pakan yang
dengan adanya bakteri terurai menjadi zat hara(Mustofa, 2015). Konsentrasi nitrat
rata-rata lebih tinggi di dekat dasar perairan dibanding dengan lapisan permukaan
yang terpengaruhi oleh sedimen. Adanya kandungan nitrat yang tinggi dan rendah
pada kondisi tertentu dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya
arus yang membawa nitrat dan kelimpahan plankton (Patty, 2015).

2.5.4. Salinitas
Salinitas merupakan faktor penting bagi penyebaran organisme perairan.
Dalam aspek ekologi penentuan salinitas seringkali dinyatakan dalam kisaran nilai
harian, mingguan atau musiman. Faktor yang mempengaruhi hingga berbedanya
nilai
Salinitas adalah cuaca dan angin (Patty, 2013). Menurut Yudhatama et al., (2019),
keberadaan organisme hidup di suatau tempat telah mengalami beberapa adaptasi
termasuk adaptasi perubahan salinitas. Salinitas merupakan salah satu faktor
pembetas distribusi organisme di suatu perairan. Plankton terdapat pada salinitas
air yang berbeda-beda, mulai dari perairan sungai dengan salinitas yang tawar lalu
daerah estuari dengan salinitas pencampuran antara perairan tawar dengan
perairan laut hingga laut dengan salinitas yang tinggi.

2.5.5. Oksigen Terlarut


Rendahnya kadar oksigen pada perairan erat kaitannya dengan kekeruhan
air laut dan juga disebabkan semakin bertambahnya aktivitas mikro-organisme
untuk menguraikan zat organik menjadi zat anorganik yang menggunakan oksigen
terlarut. Secara horizontal diketahui oksigen terlarut semakin ke arah laut maka
kadar oksigen terlarut akan semakin menurun. Namun hal ini tidak menjadi
patokan, tergantung pada perairan itu sendiri kaitannya terhadap kandungan
oksigen terlarut Patty (2013). Menurut Megawati (2014), oksigen terlarut dalam
air dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk respirasi dan penguraian zat-zat

Universitas Sriwijaya
13

organik oleh mikro-organisme. Sumber utama oksigen dalam air laut adalah udara
melalui proses difusi dan dari proses fotosistesi fitoplankton.

2.6. Kelimpahan
Kelimpahan sebagai pengukuran sederhana jumlah spesies yang terdapat
dalam suatu komunitas atau ingkatan trofik. Berdasarkan pengertian tersebut
dapat disimpulkan bahwa kelimpahan adalah jumlah atau banyaknya individu
pada suatau daerah tertentu dalam suatu komunitas. Kelimpahan plankton sangat
dipengaruhi adanya migrasi. Migrasi dapat terjadi akibat dari kepadatan populasi,
tetapi dapat pula disebabkan oleh kondisi fisik lingkungan, misalnya perubahan
suhu dan arus (Susanti, 2010).
Kelimpahan plankton digunakan untuk menentukan nilai saprobitas
perairan. Perubahan kelimpahan pada perairan terjadi karena adanya beban
masukan yang diterima oleh perairan. Fitoplankton merupakan organisme
pertama yang terganggu karena ini, disebabkan karena fitoplankton adalah
organisme pertama yang memanfaatkan langsung beban masukan tersebut.
Kelimpahan plankton dipengaruhi oleh kecepatan arus. Adanya arus juga akan
menyebabkan adanya perbedaan kondisi kualitas air, sehingga mempengaruhi
komposisi dan kelimpahan plankton itu sendiri (Sari et al., 2014). Menurut Ridho
et al., (2019), kelimpahan zooplankton pada perairan akan diikuti dengan
melimpahnya berbagai ikan kecil dan disusul ikan-ikan besar, sehingga
keanekaragaman ikan pada musim kemarau cenderung lebih tinggi dibandingkan
dengan musim penghujan.

2.7. Keanekaragaman
Keanekaragaman adalah merupakan ciri khas bagi suatu komunitas yang
berhubungan dengan banyaknya jenis dan jumlah individu tiap kenis sebagai
komponen penyusun komunitas. Keanekaragaman jenis memiliki dua komponen
utama yaitu kekayaan spesies (species richness) dan kelimpahan relativ (relative
abundance). Sehingga keanekaragaman spesies dalam suatu komunitas sangat

Universitas Sriwijaya
14

berkaitan dengan kelimpahan spesies tersebut dalam area tertentu(Campbell,


2010). Keanekaragaman berhubungan dengan banyaknya jenis dan jumlah
individu tiap jenis sebagai penyusun komunitas. Keanekaragaman juga
berhubungan dengan keseimbangan jenis dalam komunitas yang artinya apabila
nilai keanekaragaman tinggi, maka keseimbangan komunitas tersebut juga tinggi
begitu juga sebaliknya (Ridho dan Patriono, 2020).
Keanekaragaman plankton yang hidup di suatu perairan ialah salah satu
indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas suatu perairan dan sebagai
akibat dari tekanan lingkungan atau masuknya polutan ke perairan dan
pengaruhnya terhadap organisme plankton di perairan tersebut. Hal ini
disebabkan karena plankton memiliki sesitivitas yang tinggi terhadap perubahan
perairan. Keanekaragaman spesies cenderung rendah dalam ekosistem yang
mengalami tekanan secara fisika dan kimia (Oktavia et al., 2015).Menurut
Ridhoet al., (2019), nilai keanekaragaman akan semakin meningkat jika jumlah
spesies semakin banyak dan proporsi jenis semakin merata.

Universitas Sriwijaya
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret2021 sampai dengan Mei
2021,pengambilan sampel dilaksanakan di Sekitar Muara Sungai Musi Desa Sungsang
Kec. Banyuasin II, Kab. Banyuasin, Sumatera Selatan, sedangkan proses pengamatan
dan identifikasi akan dilakukan dilaboratorium Biositematika Hewan, Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya Inderalaya.

Gambar 1. Lokasi Penelitian di Sekitar Muara Sungai Musi Desa Sungsang

15
Universitas Sriwijaya
16

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penlitian ini adalah botolfial, cool box, ember
ukuran 10 liter, Global Posisitionong System (GPS), pH meter, pipet tetes, plankton
net, secci disk, thermometer, plastic, karet, label, kamera, mikroskop, Sedgewick-
rafle counting cell dan buku identifikasi. Sedangkan bahan yang dibutuhkan adalah
formalin 4% sebagai bahan pengawet sampel.

3.3. Metode Penelitian


Penelitian inimenggunakanmetode survei lapangan dengan teknikprobability
sampling. Metode probability samplingyaitu teknik pengambilan sampel yang
memberikan peluangyang sama kepada setiap anggota populasi untuk menjadi
sampel. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali pada masing-masing titik.

3.4. Cara Kerja


3.4.1. Pengambilan Sample Plankton
Pengambilan sampel dilakukan selama 1 bulan yaitu dari bulan Maret-April
2021. Sampel plankton di ambil pada masing-masing titik dilakukan pengambilan
sampel sebanyak 12 titik. Kemudian sampel di pisahkan dan di identifikasi secara
terpisah. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil sampel air menggunakan
ember volume 5 liter. Air yang di ambil kemudia disaring menggunakan plankton net
yang telah di pasangkan botol vial yang berukuran 25 ml, setelah boto vial penuh
dilepaskan dari plankton net dan ditetesi formalin 40% kemudia mulut botol ditutup
rapat dan diberikan label pada bagian botol yang bertuliskan nomor posisi
pengambilan, tanggal dan waktu pengambilan sampel.

3.4.2. Identifikasi Plankton


Identifikasi plankton dilakukan di laboratorium Biosistematika Hewan Jurusan
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya,
Sebelum pengamatan sampel di ambil di dalam botol vial dikocok terlebih dahulu

Universitas Sriwijaya
17

lalu sampel di ambil dengan menggunakan pipet tetes. Sampel yang tersaring dalam
botol vial diawetkan dengan lugol sebanyak 5 tetes, selanjutnya diperiksa di
laboratorium untuk diidentifikasi jenis planktonnya dan kelimpahannya. Jenis-jenis
plankton terlihat di foto, di catat dan dihitung jumlah dari masing-masing jenis yang
terdapat pada sampel. Selanjutnya di lakukan Analisa data mengenai komunitas
plankton yang telah teridentifikasi berdasarkan buku acuan identifikasi plankton
Sachlan (1982), Smith (1950), Yama (1966), Mizuno (1979), dan Gosner (1971).

3.4.3. Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Air


Pengukuran parameter fisika dan kimia air yang dilakukan terdiri dari beberapa
parameter diantaranya meliputi pH, kecerahan, suhu, fosfat dan nitrat.
Tabel 3.4. Parameter Fisika Kimia secara in-situ dan ex-situ diukur dengan
menggunakan alat sebagai berikut:
No Parameter Satuan Alat Keterangan
A. Fisika
1. Suhu °C Thermometer In situ
2. Kecerahan Cm Secchi disk In situ
3. Arus m/s Stopeach In situ

B.Kimia
1. pH Ph pH meter In situ& Ex situ
2. Fosfat mg/L - Ex situ
3. Nitrat mg/L - Ex situ
4. Salinitas %In situ
5. Oksigen Terlarut mg/L
Nilai Fosfat dan Nitrat berdasarkan angka maksimum baku mutu lingkungan berdasarkan
peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 16 Tahun 2005 Tanggal 13 Mei 2005.

3.5. Analisis Data


3.5.1. Kelimpahan Plankton
Kelimpahan planlton dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:

Universitas Sriwijaya
18

vr 1
N= n x x
vo vs

Keterangan:
N = Jumlah Individu per liter
n = Jumlah Individu yang teridentifikasi
vr = Volume air tersaring (ml)
vo = Volume air pada Sadwick Raffler Counting Cell (ml)
vs = Volume air yang tersaring (L)

3.5.2. Indeks Keragaman Spesies


Indeks keragaman spesies adalah ukuran kekayaan komunitas dilihat dari
jumlah spesies dalam suatu Kawasan, berikut jumlah individu dalam tiap spesies.
Indeks keragaman jenis dianalisis dengan menggunakan formula Shanoor-Wiener
dengan rumus sebagai berikut:
H’ = -Σ(Pi In Pi
Dimana pi = ni/N
Keterangan:
H’ = Indeks Keanekaragaman Spesies atau Indeks Shanon.
N = Jumlah total individu dalam komunitas.
ni = Jumlah individu tiap spesies.

Kriteria: H’< 1 = komunitas biota tidak stabil


1≤ H’≤ 3 = Stabilitas komunitas biota sedang
H’ > 3 = Stabilitas komunitas biota tinggi.

3.5.3. Indeks Dominansi Spesies


Dominansi spesies adalah penyebaran jumlah individu yang tidak sama dan
ada kecenderungan suatu spesies mendominas. Perhitungan indeks dominansi
Simpson dengan persamaan berikut:

Universitas Sriwijaya
19

C = Σ (ni/N)²

Dimana pi = ni/N
Keterangan:
C = Indeks dominansi
ni = Jumlah individu tiap spesies
N = Jumlah total individu dalam komunitas
Indeks dominansi berkisar antara 0 sampai 1, dimana semain kecil nilai indeks
dominansi maka akan menunjukkan bahwa tidak ada spesies yang mendominasi akan
tetapi sebaliknya semakin besar dominansi maka akan menunjukkan ada spesies
tertentu.
Kriteria: Nilai C antara 0-1 yaitu:
Bila C mendekati 0 (<0,5), maka tidak terdapat spesies yang mndominasi.
Bila C mendekati 1 (>0,5), maka dijumpai adanya spesies yang mendominasi.

Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA

Aidil, D., Zulfahmi, I., dan Muliari. 2016. Pengaruh Suhu Terhadap Derajat
Penetasan Telur dan Perkembangan Larva Ikan Lele Sangkuriang (Clarias
gariepinus var. sangkuriang). Jesbio. 5(1): 30-33.

Andriani, A., Damar, A., Rahardjo, M. F., Simanjuntak, C. P., Asriansyah, A., dan
Aditriawan, R. M. 2017. Kelimpahan Fitoplankton dan Perannya Sebagai
Sumber Makanan Ikan di Teluk Pabean, Jawa Barat. Jurnal Sumberdaya
Akuatik Indopasifik, 1(2), 133-144.

Arizuna, M., Suprapto, D., dan Muskananfola, M. R. 2014. Kandungan Nitrat dan
Fosfat dalam Air Pori Sedimen di Sungai Dan Muara Sungai Wedung
Demak. Diponegoro Journal Of Maquares. 3 (1) : 7-16.

Augusta, T. S. 2013. Struktur Komunitas Zooplankton di Danau Hanjalutung


Berdasarkan Jenis Tutupan Vegetasi. Jurnal Ilmu Hewani Tropika .2(2).

Ayuningsih, M. S., Hendrarto, B., dan Purnomo, P. W. 2014. Distribusi Kelimpahan


Fitoplankton dan Klorofil-a di Teluk Sekumbu Kabupaten Jepara :
Hubungannya dengan Kandungan Nitrat dan Fosfat di Perairan. Diponegoro
Journal Of Maquares. 3(2) : 138-147.

Barus, T. A. 2020. Limnologi. Nas Media Pustaka : Makassar.

Campbell. N. A. 2010. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3 Terjemahan: Damaring Tyas


Wulandari. Erlangga: Jakarta.

Dwirastina, M., dan Wibowo, A. 2015. Karakteristik Fisika – Kimia dan Struktur
Komunitas Plankton Perairan Sungai Manna, Bengkulu Selatan. Limnotek.
22 (1) : 76 – 85.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan


Lingkungan Perairan. Kanisius: Yogyakarta.

Faiqoh, E., Ayu, I. P., Subhan, B., Syamsuni, Y. F., Anggoro, A. W., dan Sembiring,
A. 2015. Variasi Geografik Kelimpahan Zooplankton di Perairan
Terganggu,Kepulauan Seribu, Indonesia. Journal of Marine and Aquatic
Sciences. 1 : 19–22.

Hendrawan, D. 2005. Kualitas Air Sungai dan Situ di DKI Jakarta. Makara,
Teknologi. 9 (1) : 13-19.

20
Universitas Sriwijaya
21

Hidayat, M. 2013. Keanekaragaman Plankton di Waduk Keuliling Kecamatan Kuta


Cot Glie Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Biotik. 1(2) : 67-136.

Husamah dan Abdulkadir, R. 2019. Bioindikator (Teori dan Aplikasi Dalam


Monitoring). UMM Press : Malang.

Indrowati, M., Purwoko, T., Retnaningtyas, E., Yulianti, R. I., Nurjanah, S.,
Ournomo, D., dan Wibowo, P. H. 2012. Identifikasi Jenis, Kerapatan dan
Diversitas Plankton Bentos Sebagai Bioindikator Perairan Sungai Pepe
Surakarta. Bioedukasi. 5(2): 81-91.

Iswanto, C. Y., Hutabarat, S., dan Purnomo, P. W. 2015. Analisis Kesuburan Perairan
Berdasarkan Keanekaragaman Plankton, Nitrat dan Fosfat di Sungai Jali dan
Sungai Lereng Desa Keburuhan, Purworejo. Diponegoro Journal Of
Maquares. 4 (3) : 84-90.

Kamilah, F., Rachmadiarti, F., dan Indah, N. K. 2014. Keanekaragaman Plankton


yang Toleran terhadap Kondisi Perairan Tercemar di Sumber Air Belerang,
Sumber Beceng Sumenep, Madura. Lentera Bio. 3(3) : 226-231.

Johan, T. I., dan Ediwarman, E. 2011. Dampak Penambangan Emas Terhadap


Kualitas Air Sungai Singingi Di Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi
Riau. Jurnal Ilmu Lingkungan, 5 (02) : 168-183.

Junaidi, E., Sagala, E. P., dan Joko, J. 2010. Kelimpahan Populasi dan Pola Distribusi
Remis (Corbicula sp) di Sungai Borang Kabupaten Banyuasin. Jurnal
Penelitian Sains, 13(3).

Kurniawan, A. 2018. Ekologi Sistem Akuatik Fundamen Dalam Pemanfaatan dan


Pelestarian Lingkungan Perairan. UB Press : Malang.

Megawati, C., Yusuf, M., dan Masluka, L. 2014. Sebaran Kualitas Perairan Ditinjau
dari Hara, Oksigen Terlarut dan pH di Perairan Selat Bali Bagian Selatan.
Journal Oseanografi. 3 (2) : 142-150.

Mustofa, A. 2015. Kandungan nitrat dan pospat sebagai faktor tingkat kesuburan
perairan pantai. Jurnal Disprotek, 6(1).

Oktavia, N., Tarzan, P., dan Lisa, L. 2015. Keanekaragaman Plankton dan Kualitas
Air Kali Surabaya. Lentera Bio. 4(1) : 103-107.

Patty, S. I. 2013. Distribusi Suhu, Salinitas dan Oksigen Terlarut di Perairan Kema,
Sulawesi Utara. Jurnl Ilmiah Platax. 1 (3).

Universitas Sriwijaya
22

Patty.S. I. 2015. Karakteristik Fosfat, Nitrat dan Oksigen Terlarut di Perairan Selat
Lembeh, Sulawesi Utara. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 2 (1).

Patricia, C., Astono, W., dan Hendrawan, D. I. 2018. Kandungan Nitrat dan Fosfat di
Sungai Ciliwung. Seminar Nasional Cendikiawan ke 4 Tahun 2018. Buku 1:
“Teknik, Kedokteran Hewan, Kesehatan, Lingkungan dan Lanskap.

Pratama, F., Rozirwan, dan Aryawati, R. 2019. Dinamika Komunitas Fitoplankton


pada Siang dan Malam Hari di Perairan Desa Sungsang Muara Sungai Musi,
Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sains. 21 (2).

Rahmatullah., Ali, M. S., dan Karina, S. 2016. Keanekaragaman dan Dominansi


Plankton di Estuari Kuala Rigaih Kecamatan Setia Bakti Kabupaten Aceh
Jaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah. 1 (3) :
325-330.
Rampengan, R. M. 2009. Pengaruh pasang surut pada pergerakan arus permukaan di
Teluk Manado. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis, (3), 15-19.

Ridho, M. R, dan Patriono, E. 2017. Keanekaragaman Jenis Ikan di Estuaria Sungai


Musi, Pesisir Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal
Penelitian Sains. 19 (1).

Ridho, M. R., Patriono, E., dan Haryani, R. 2019. Keanekaragaman Jenis Ikan di
Perairan Lebak Jungkal Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Komering
Ilir pada Musim Hujan dan Kemarau. Majalah Ilmiah Biologi Biosfera : A
Scientific Journal. 36 (1) : 41-50.

Ridho, M. R., dan Patriono, E. 2020. Keanekaragaman Jenis Ikan di Danau Teluk
Rasau, Pedamaran Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera
Selatan. Majalah Ilmiah Biologi Biosfera : A Scientific Journal. 37 (2) : 118-
125.

Rosarina, D., dan Laksanawati, E. K. 2018. Studi Kualitas Air Sungai Cisadane Kota
Tangerang Ditinjau Dari Parameter Fisika. Jurnal Redoks, 3(2) : 38-43.

Salim, D., Yuliyanto., dan Baharuddin. 2017. Karakteristik Parameter Oseanografi


Fisika-Kimia Perairan Pulau Kerumputan Kabupaten Kotabaru Kalimantan
Selatan. Jurnal Enggano. 2 (2) : 218-228.

Samuel, dan Adjie, S. 2008. Zonasi, Karakteristik Fisika-Kimia Air dan Jenis-Jenis
Ikan yang Tertangkap di Sungai Musi, Sumatera Selatan. Jurnal Ilmu-Ilmu
Perairan dan Perikanan Indonesia. 15 (1) : 41-48.

Universitas Sriwijaya
23

Sari, A. N., Hutabarat, S., dan Soedarsono, P. 2014. Struktur Komunitas Plankton
pada Padang Lamun di Pantai Pulau Panjang, Jepara. Journal of
Management of Aquatic Resources, 3(2), 82-91.

Setiawan, N. E., Suryanti., dan Ain, C. 2015. Produktivitas Primer dan Kelimpahan
Fitoplankton Pada Area Yang Berbeda di Sungai Betahwalang, Kabupaten
Demak. Diponegoro Journal Of Maquares. 4(3) : 195-203.

Siahaan, R., Indrawan, A., Soedharma, D., dan Prasetya, L. B. 2011. Kualitas Air
Sungai Cisadane, Jawa Barat – Banten. Jurnal Ilmiah Sains. 11 (2).

Soewarno. 1991. Hidrologi. Pengukuran dan Pengelolaan Data Aliran Sungai. Nova:
Bandung.

Susanti, M. 2010. Kelimpahan Plankton dan Distribusi Plankton di Perairan Waduk


Kedungomba. Skripsi. FMIPA UNNAS: Semarang.

Widianingsih, W., Hartati, R., Djamali, A., dan Sugestiningsih, S. 2007. Kelimpahan
dan Sebaran Horizontal Fitoplankton di Perairan Pantai Timur Pulau
Belitung. ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences, 12(1),
6-11.

Windusari, Y, dan Sari, N. P. 2015. Kualitas Perairan Sungai Musi Di Kota


Palembang Sumatera Selatan. Bioeksperimen. 1(1).

Yudhatama, B. K., Redjeki, S., dan Suryono, C. A. 2019. Distribusi Horizontal


Zooplankton Berdasarkan Salinitas di Perairan Bonang Kabupaten Demak,
Indonesia. Jurnal Of Marine Research. 8 (3): 322-327.

Yuliana., Adiwilaga, E. M., Harris, E., dan Pratiwi, N. T. M. 2012. Hubungan Antara
Kelimpahan Fitoplankton dengan Parameter Fisik-Kimiawi Perairan di Teluk
Jakarta. Jurnal Akuatika. 3(2) : 169-179.

Zulkifli, H., Husnah., Ridho, M.R, dan Juanda, S. 2009. Status Kualitas Sungai Musi
Bagian Hilir Ditinjau dari Komunitas Fitoplankton. Berk Penelitian Hayati.
15 : 5-9.

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai