DIAN HANDAYANI
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
DIAN HANDAYANI
105095003122
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
DIAN HANDAYANI
105095003122
Menyetujui,
Pembimbing 1, Pembimbing 2,
Mengetahui,
Dian Handayani
105095003122
Ya Allah jadikanlah ilmu-Mu bagiku sebagai ilmu yang bermanfaat,
yang dapat menjadi petunjuk dan cahaya dalam setiap langkah hidupku
… Amin
PENDAHULUAN
Indonesia, sehingga diperlukan suatu pengelolaan yang baik dan benar dalam
khususnya pada keberadaan vegetasi mangrove. Oleh karena itu, pemerintah berusaha
untuk dapat menerapkan program tambak tumpang sari yang diharapkan menjadi
sekitar tambak tersebut. Metode tambak tumpang sari ini merupakan kegiatan
Menurut Soeseno (1983) berdasarkan letak tambak terhadap laut dan muara
sungai dikenal tiga golongan tambak yaitu tambak lanyah, tambak biasa dan tambak
darat. Tambak Blanakan, Subang merupakan jenis tambak tumpang sari dengan tipe
tambak biasa karena terisi dengan campuran air asin dari laut dan air tawar dari
sungai, sehingga tidak dapat lepas dari pengaruh pasang surut air laut.
2
berdampak pada kondisi fisika kimia perairan yang relatif berbeda disetiap saat
hewan budidaya.
kondisi fisika dan kimia perairan yang sering sekali berubah-ubah (Odum, 1993).
zooplankton dari kelompok Crustaceae (Nybakken, 1988). Hal ini terkait dengan
1993) disebabkan adanya kondisi pasang surut yang membawa banyak campuran
bahan organik dari perairan laut maupun perairan tawar sehingga dapat digunakan
sebagai sumber bahan nutrisi bagi plankton dan hal ini juga terkait dengan kesuburan
perairan tersebut.
Tambak Blanakan memiliki sumber saluran perairan dari Kali Malang dan
saluran-saluran luar tambak yang terhubung dengan Laut Jawa, salah satunya saluran air
diketahui tingkat kesuburan perairan di sekitar Tambak Blanakan yang tidak lepas dari
pengaruh parameter fisika kimia perairan dan keberadaan plankton itu sendiri.
Tambak Blanakan ?
1.3 Hipotesis
Tambak Blanakan.
4
Subang khususnya sebagai sumber pakan alami hewan budidaya dan indikator
kesuburan perairan. Keberadaan plankton tidak dapat lepas dari pengaruh parameter
memberikan suatu solusi terbaik tentang pentingnya menjaga kualitas saluran air di
sekitar tambak.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jenis tambak ini memiliki kekhasan tersendiri karena perairan tambak dipengaruhi
oleh pasang surut air laut yang berguna sebagai sumber pengisian air tambak tersebut,
produktivitas tambak. Hal inilah yang membedakan tambak tumpang sari dengan
tahun karena perluasan areal tambak, membuat pemerintah mulai menerapkan sistem
tambak tumpang sari di wilayah pesisir pantai. Sistem tambak tumpang sari ini telah
Filipina, Kenya dan Jamaika. Di Indonesia, tambak tumpang sari dikembangkan oleh
Tambak tumpang sari memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi jika
didukung oleh kondisi lingkungan yang optimal. Ada pun jenis-jenis hewan budidaya
tambak tumpang sari meliputi udang-udangan dan ikan air payau, seperti bandeng,
Ditinjau dari segi letak tambak terhadap laut dan muara sungai, menurut
a. Tambak lanyah, terletak dekat sekali dengan laut dan sangat besar perbedaan
tinggi permukaan air laut pasang tertinggi dan air surut terendah. Tambak lanyah
b. Tambak biasa, terletak di belakang tambak lanyah dan selalu terisi dengan
campuran air asin dari laut dan air tawar dari sungai. Kadar salinitas dapat tinggi
jika kondisi perairan tambak didominasi dengan air pasang (laut) dan kadar
salinitas rendah jika didominasi dengan air sungai. Tambak biasa memiliki kadar
c. Tambak darat, terletak jauh dari pantai. Suplai air dapat dipertahankan cukup
hanya selama musim hujan, tingkat salinitas dan pertukaran air kurang.
(Soeseno, 1983).
Fungsi umum dari tambak tumpang sari adalah sebagai salah satu solusi
perikanan (Nuryanto, 2003). Secara tidak langsung luruhan daun mangrove juga
berguna sebagai penyedia unsur hara ekosistem perairan tambak karena luruhan
daunnya dapat terdekomposisi oleh detritus akuatik yang memiliki peranan penting
memelihara produk tambak. Sistem tambak tumpang sari menurut Peraturan Menteri
empang inti, komplangan dan kao-kao. Pola tambak yang umum digunakan adalah
bentuk empang parit. Empang parit adalah sistem tambak dengan hutan mangrove
8
berada di tengah kolam. Penggunaan sistem ini memiliki tujuan bahwa penanaman
vegetasi mangrove diharapkan lebih luas dibanding dengan sistem tambak tumpang
sari lainnya sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kesuburan perairan
mangrove garapan adalah sebesar 30:70. Perbandingan ini bertujuan untuk lebih
memberi peluang kepada masyarakat dalam meningkatkan hasil dari produksi tambak
Mangrove adalah tipe vegetasi khas yang ada di sepanjang pantai dan
dipengaruhi oleh pasang surut air laut karena berada di perbatasan antara darat dan
laut. Kawasan mangrove merupakan suatu ekosistem yang rumit karena mempunyai
9
kaitan antara ekosistem darat dengan ekosistem lepas pantai di luarnya. Pentingnya
kawasan mangrove bukan hanya sebagai sumber daya hutan tetapi juga dijadikan
sebagai kawasan sumber makanan utama bagi organisme air dalam bentuk bahan
Avicennia marina. Mangrove dari famili jenis Avicenniaceae ini dapat dilihat dari
perbedaan khasnya yaitu pada anatomi daun dan morfologi biji (Tomlinson, 1986).
Avicennia memiliki toleransi kadar salinitas 10-30‰ dan sangat sesuai terhadap
Luas Desa Blanakan mencapai 980,460 ha dan memiliki batas utara dengan Laut
Jawa, batas selatan dengan Ciasem Baru, batas timur dengan Langensari dan batas
yang luas tetapi seiring berjalannya waktu, lahan tersebut telah banyak digunakan
pengguna lahan untuk menerapkan sistem tambak tumpang sari. Pada saat ini
merupakan tipe tambak semi intensif yaitu lokasi tambak sudah pada daerah terbuka,
bentuk petakan sudah mulai teratur dan sudah mulai sedikit menggunakan pakan
bahwa memiliki suhu rata-rata harian 32°C dan kelembaban udara mencapai 32%.
Jumlah hari hujan rata-rata 180 hari/tahun dan ketinggian curah hujan sekitar 2.800
mm/tahun. Tanah di lokasi hutan mangrove Desa Blanakan sebagian besar terbentuk
dari endapan lumpur yang terbawa oleh aliran sungai, sehingga tekstur lumpurnya
tergolong liat, berwarna abu-abu dan kedalaman tanah tergolong dalam. Keadaan
topografi Desa Blanakan secara keseluruhan tergolong datar sampai landai dengan
tingkat kemiringan tanah sebesar 45°. Ketinggian lokasi tersebut diperkirakan 0-3 m
Sistem tambak yang diterapkan pada Tambak Blanakan adalah jenis sistem
tambak empang parit. Ada pun hewan budidaya yang diperoleh dari areal
pertambakan ini adalah bandeng, mujaer, blanak, kakap, rucahan dan jenis udang-
melayang di dalam air dengan kemampuan renang yang sangat terbatas (Nontji,
2002). Kata plankton berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengembara (Newell,
Menurut Sachlan (1982) plankton dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu
matahari dan senyawa anorganik lain menjadi bahan organik yang dibutuhkan oleh
kemudian akan dimakan oleh hewan-hewan lain yang memiliki tingkatan tropik lebih
tinggi.
pikoplankton (0,2-2 µm) dan femtoplankton (≤ 0,2 µm). Berdasarkan daur hidupnya
plankton hanya pada waktu tertentu saja dalam siklus hidupnya dan tikoplankton
yaitu bukan merupakan plankton sejati karena dalam keadaan normal organisme ini
hidup di dasar perairan tetapi karena adanya arus air mereka bergerak layaknya
plankton menjadi dua kelompok yaitu plankton bahari dan plankton air tawar.
Plankton bahari terdiri dari plankton oseanik, plankton neritik serta plankton air
13
Chaetagnatha.
campuran dari plankton laut dan plankton air tawar. Menurut Arinardi, et al. (1995)
dalam Indryani (2005) plankton air payau merupakan jenis haliplankton atau
plankton bahari yang hidup di perairan dengan salinitas rendah yaitu berkisar antara
0,5-30‰, sedangkan menurut Sachlan (1982) plankton air payau memiliki toleransi
sepanjang tahun secara kuantitatif dan kualitatif selalu berubah-ubah karena pengaruh
kadar salinitas dan faktor lingkungan lain yang selalu berbeda pula. Plankton di
diperkuat dengan bahan silikat, pigmen-pigmennya terdiri dari karoten dan ksantofil
14
sehingga menyebabkan warna jingga pada divisi plankton ini. Berdasarkan bentuknya
mempunyai cangkang yang terdiri dari zat kitin atau kapur. Kelompok ini dapat
terhadap kondisi biota di perairan karena secara umum plankton dijadikan sebagai
sumber pakan alami bagi biota lain (Nontji, 2006). Apabila keberadaan plankton
sebagai sumber pakan alami ini tidak tersedia secara cukup maka akan menganggu
kandungan klorofil dalam selnya, ada pun peran zooplankton adalah sebagai
Pasang surut merupakan suatu gerakan vertikal dari seluruh partikel massa air
laut dari permukaan sampai bagian terdalam yang disebabkan oleh gaya gravitasi
bumi dan benda-benda langit terutama matahari dan bulan (Nybakken, 1988). Adanya
gaya tarik bulan yang kuat, maka bagian bumi yang terdekat dari bulan akan tertarik
membengkak hingga perairan samudra akan naik dan menimbulkan pasang, pada saat
bersamaan bagian bumi dibaliknya akan mengalami keadaan serupa, sementara pada
sisi lainnya yang tegak lurus terhadap poros bumi-bulan, air samudra bergerak ke
Berdasarkan gerakan bulan dan matahari waktu pasang surut (pasut) dibagi
atas Pasut Purnama (Spring Tide) dan Pasut Perbani (Neap Tide). Pasut Purnama
yaitu pasang surut air laut yang terjadi pada kedudukan tertinggi dan pada saat titik
pusat bumi, bulan dan matahari berada dalam satu garis lurus, sedangkan pasut
Perbani adalah pasang surut air laut dengan tunggang minimum terjadi pada keadaan
garis hubung titik pusat bumi dan matahari tegak lurus dengan garis hubung titik
Ada pun tipe pasang surut dibagi tiga jenis yaitu tipe pasang surut harian
tunggal (diurnal tide) dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut,
pasang surut harian ganda (semidiurnal tide) dalam satu hari terjadi dua kali pasang
dan dua kali surut dan pasang surut campuran (mixed tide) dalam satu hari terjadi
pasang surut condong ke tipe diurnal atau semidiurnal (Nybakken, 1988). Pasang
surut Tambak Blanakan dipengaruhi oleh perairan Laut Jawa, dengan tipe pasang
surut harian ganda (semidiurnal tide), sesuai dengan perhitungan bilangan Formzal
(DIHIDROS, 2009).
17
Pada waktu pasang umumnya banyak tedapat jenis keanekaragaman plankton laut
karena pengaruh dominansi air laut dengan salinitas tinggi begitupun sebaliknya pada
saat air surut. Pengaruh pasang surut ini juga bermanfaat dalam pola sirkulasi air
Suhu air merupakan salah satu faktor fisika penting yang banyak
mempengaruhi kehidupan hewan dan tumbuhan air. Suhu air untuk pertumbuhan
biota perairan menurut Kordi dan Tanjung (2005) yaitu berkisar diantara 28-32º C.
Secara alami suhu air permukaan memang merupakan lapisan hangat karena
mendapat radiasi matahari pada siang hari. Pada perairan dangkal lapisan suhu air
bersifat homogen berlanjut sampai ke dasar. Keadaan suhu perairan yang tinggi dapat
berpengaruh pada kelarutan oksigen (DO) perairan yang akan semakin menurun.
2.5.2 Kecerahan
adanya partikel koloid dan suspensi dari bahan organik. Menurut Kordi dan Tanjung
(2005) semua plankton menjadi berbahaya, apabila kecerahan sudah kurang dari
18
25cm. Kekeruhan yang tinggi menghambat penetrasi cahaya matahari dalam proses
Menurut Nontji (2002) arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air
yang dapat disebabkan oleh tiupan angin atau gelombang panjang (pasang surut).
Adanya arus menyebabkan massa air di lapisan permukaan akan terbawa mengalir
pasang, arus air di kawasan Tambak Blanakan khususnya di setiap saluran luar
saat surut, arus air cenderung mengalir kearah luar pertambakan atau menuju laut,
sehingga saat terjadi pasang adalah waktu yang tepat dalam melakukan pergantian air
tambak.
organik dan bermacam-macam dari aktivitas biologi. Pada aktivitas fotosintesis atau
demikian juga respirasi organisme yang menghasilkan CO2 di dalam air dan sedimen
dan mikroba (Hartoto dan Sulastri, 2002). Kisaran normal pH plankton menurut
Swingle (1996) dalam Diansyah (2004) adalah 6,5-8,5. Menurut Soeseno (1983) air
19
yang sedikit basa dalam suatu perairan sekitar tambak, dapat mendorong proses
pembongkaran bahan organik menjadi garam mineral yang akan diserap oleh
tumbuhan-tumbuhan renik dan menjadi pakan alami bagi ikan-ikan atau udang,
perairan. Manfaat oksigen terlarut yaitu menentukan siklus aktivitas biota air,
konversi pakan dan laju pertumbuhan. Disamping itu distribusi jumlah oksigen
oksigen terlarut akan mencerminkan sifat atau karakter suatu perairan (Hartoto dan
Sulastri, 2002). Penurunan oksigen dalam perairan dapat disebabkan karena adanya
respirasi plankton dan dijelaskan pula oleh Kordi dan Tanjung (2005) konsentrasi
oksigen yang baik dalam budidaya perairan adalah sekitar 5-7 mg/l.
2.5.6 Salinitas
Salinitas didefinisikan sebagai berat (gram) dari garam terlarut pada 1 kg air
laut. Sebaran salinitas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air,
evaporasi, curah hujan dan aliran sungai (Hartoto dan Sulastri, 2002). Air payau
adalah istilah umum yang digunakan untuk menyatakan air dengan kadar salinitasnya
0,5-30‰. Mengingat bahwa setiap daerah memiliki perbedaan sifat struktur geografi,
20
musim hujan dan kemarau, serta pola sirkulasinya maka masing-masing daerah
kesuburan perairan tersebut. Terkait dengan peranan plankton sebagai sumber pakan
alami perairan, menurut Raymont (1963) dalam Kamali (2004) apabila kelimpahan
- Eutrofik, kelimpahan plankton > 15000 ind/l dengan ciri-ciri perairan memiliki
nilai kecerahan 0-2 meter, perairan berwarna hijau karena kepadatan plankton tinggi
- Oligotrofik, kelimpahan plankton < 2000 ind/l dengan ciri-ciri perairan cenderung
dengan kandungan nutrisi rendah, air jernih dengan nilai kecerahan tidak kurang dari
40 meter dan semakin dalam maka tingkatan kadar oksigen semakin tinggi.
21
Komposisi Plankton
Kesuburan Perairan
saluran luar tambak yang baik dan benar. Tambak Blanakan berada di daerah pesisir
pantai, sehingga sumber pengisian air tambak pun tidak bisa lepas dari pengaruh
Ada pun parameter fisika kimia perairan yang relatif selalu berubah-ubah
karna letak tambak pada perairan pasang surut mengakibatkan pengaruh yang besar
perairan tersebut.
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu Febuari sampai dengan
Maret 2009. Tempat penelitian dilakukan di perairan pasang surut Tambak Blanakan,
Subang dan analisa sampel dilakukan di Laboratorium Terpadu Biologi UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Alat-alat yang digunakan adalah Plankton net no.25, GPS, refraktor, water
checker, secchi disk, ember, botol film, pipet, spidol marker, plastik obat, kamera,
mikroskop cahaya Olympus, kaca objek, sedgwick-Rafter, pipet tetes, alat tulis, buku
Bahan yang digunakan adalah sampel plankton dari kawasan perairan pasang
Blanakan dan telah ditentukan berdasarkan pertemuan saluran perairan laut dengan air
tawar. Pada setiap stasiun diambil titik pengambilan sampel secara random
23
dengan Maret 2009. Pengambilan sampel awal dilakukan pada tanggal 22 Febuari,
DISHIDROS TNI-AL (Lampiran 4). Kurva pasang surut Subang pada Febuari-Maret
24
2009 dapat dilihat pada Gambar 7. Kondisi cuaca pada saat pengambilan sampel
120
100
80 Minggu 1
Minggu 2
60
Minggu 3
40 Minggu 4
20
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23
Wa ktu (ja m)
pengambilan sampel air pada perairan saluran luar tambak secara horizontal sebanyak
10 liter, lalu sampel air yang telah terambil dipekatkan dengan plankton net no.25 dan
kimia air. Pengukuran parameter fisika meliputi suhu air, kecerahan dan arus air,
terlarut (DO) dan salinitas. Pengukuran suhu air, DO dan pH dilakukan dengan
25
mencelupkan water checker pada kedalaman air kurang lebih 20 cm kemudian dilihat
secchi disk yaitu keping besi berbentuk lingkaran hitam putih dan diukur berdasarkan
setengah dari jumlah kedalaman Secchi disk hilang pertama kali dan Secchi disk
muncul pertama kali dari pandangan. Pengukuran arus air dilakukan dengan cara float
method (Indriany, 2005) dengan mengisi botol akua 500ml sebanyak ±80% kemudian
diikat pada tali dengan panjang tertentu dan dihanyutkan lalu dicatat waktunya
sampai gulungan tali habis. Satuan pengukuran kecepatan arus air adalah m/s.
sampel air pada lensa deteksi dan dilihat nilai salinitasnya. Pengukuran parameter
fisika dan kimia juga disertai dengan pencatatan waktu pengambilan dan keadaan
lingkungan sekitar.
Sampel air dipersiapkan untuk diamati dengan berpedoman pada buku identifikasi
Yamaji (1966), Djuhanda (1980) dan John, M. D, et al (2002). Ada pun langkah-
perhitungan dan identifikasi plankton dengan perbesaran 100X dan 400X. Sampel
maksimum dan minimum ditentukan dengan statistik analisa variansi satu jalur,
stasiun diuji dengan uji T. Indeks keanekaragaman dan keseragaman dapat dihitung
dalam satuan volume (liter). Mengukur kelimpahan plankton dapat dihitung dengan
N = 1/A X B/C X n
Keterangan :
rumus :
KR = ni/N x 100%
Keterangan :
KR = Kelimpahan relatif
H' = - Σ ( Pi ln Pi )
Keterangan :
H’ = Indeks keanekaragaman
Pi = ni/N
28
(modifikasi Wilhm dan Dorris (1968) dalam Mason (1981) dalam Nuraini (2004)):
2,30 <H' > 6,91 : Keanekaragaman sedang dan kestabilan komunitas sedang
D = Σ ( ni/N ) 2
Keterangan :
Keterangan :
E = Ekuitabilitas
= Indeks keanekaragaman
Dari perbandingan ini akan didapatkan angka dengan kisaran antara 0 dan 1.
Semakin kecil nilai E, semakin kecil pula keseragaman populasi. Artinya penyebaran
jumlah individu setiap jenis tidak sama, sebaliknya semakin besar nilai E (mendekati
plankton.
Keterangan:
Oligotropik = Kesuburan perairan kurang
Mesotropik = Kesuburan perairan sedang
Eutropik = Kesuburan perairan tinggi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
volume air (ind/l). Kelimpahan rata-rata fitoplankton tertinggi di setiap stasiun secara
kemampuan adaptasi yang tinggi pada semua tipe perairan termasuk perairan payau.
kemampuan adaptasi yang tinggi dan bersifat kosmopolit (Komala, 2008). Data
Pada kondisi tertentu seperti saat pasang minimum di stasiun 2 dan 3, divisi
(Stasiun 2) dan 44 ind/l (Stasiun 3). Hal ini diduga karena adanya pengaruh arus dari
Kali Malang, di mana pada perairan ini banyak terjadi aktifitas pelayaran masyarakat
memiliki reproduksi aseksual berupa spora sehingga sifatnya yang memiliki toleransi
Oscillatoria ini akan cepat teratasi karena pada stasiun 2 dan 3 memiliki gerakan arus
yang sedemikian deras dengan nilai rata-rata 27 dan 24 m/s. Kejadian serupa tidak
terjadi pada stasiun 1 karena adanya arus pasang yang cukup deras dengan rata-rata
23 m/s. Kelimpahan plankton Oscillatoria yang berlebihan dalam suatu perairan dapat
membahayakan biota akuatik lain karena sifatnya yang dapat menghasilkan zat
toksik.
33
stasiun adalah kelompok Crustaceae, hal ini sesuai dengan pernyataan Nybakken
adalah dari kelompok Crustaceae, hal ini terkait dengan peran Crustaceae sebagai
tertinggi yaitu kelompok Crustaceae pada stasiun 2 saat surut minimum dengan nilai
163 ind/l. Kelimpahan terendah yaitu dari kelompok Gastropoda jenis Limacina sp
morfologi dari Limacina sp yang cenderung pasif terhadap gerakan arus pasang surut,
sebesar 464 ind/l dan kelimpahan zooplankton sebesar 408 ind/l. Pada kondisi ini
Menurut Nybakken (1988) penurunan jumlah fitoplankton bisa saja terjadi dan
kelimpahan fitoplankton. Pada musim hujan ini kualitas air tambak, meliputi
parameter fisika dan kimia cenderung tidak stabil (Tabel 4) dan sering terjadi
penurunan kualitas perairan secara drastis (Marindro, 2008) seperti pada data yang
diperoleh, dimana DO, tingkat kecerahan dan kadar salinitas perairan relatif rendah
serta meningkatnya suhu perairan pada siang hari dengan kisaran 30,1-34,9 C.
Musim hujan dan tingginya suhu perairan kawasan Tambak Blanakan berpengaruh
(2005) ciri khas perairan tambak yaitu suhu perairan dapat dengan cepat meningkat
dan menurun karena permukaan perairan yang luas dengan volume air yang sedikit.
fisika kimia perairan saat pengambilan sampel. Pada saat pasang maksimum suhu
perairan berkisar antara 29,15-30,5 C lebih dingin dibandingkan pada siang hari
suhu perairan berkisar antara 30,1-34,9 C dan pada saat surut minimum kondisi suhu
36
perairan berkisar antara 31-33 C. Menurut Effendi (2000) dalam Setiawan (2004)
optimal hidup zooplankton yaitu pada suhu 30-34ºC. Hal ini merupakan salah satu
daripada kelimpahan zooplankton. Fluktuasi suhu pada saat siang hari mencapai
dengan adanya suhu perairan yang terlalu tinggi maka kinerja fotosintesis pun tidak
proses fotosintesisnya.
surut tambak Blanakan diperoleh kisaran 6,4-7,2. Menurut Swingle (1968) dalam
9,83-35,65cm. Kecerahan perairan dipengaruhi oleh ketinggian air pasang surut. Pada
dipengaruhi oleh penyebaran jasad renik ataupun plankton dan substrat air tambak
berupa lumpur. Namun, jika hal ini dikaitkan dengan data hasil perhitungan
37
kelimpahan plankton yang relatif rendah diduga rendahnya kecerahan akibat adanya
perbedaan kelimpahan yang signifikan (p>0,05), hal ini disebabkan karena jarak antar
stasiun relatif berdekatan sehingga dengan adanya pergerakan arus pasang dan surut
memungkinkan plankton yang memiliki sifat kurang kuat melawan arus cenderung
lebih homogen atau merata. Pada analisa uji T (Lampiran 5) mengenai perbedaan
kelimpahan pada saat pasang surut maksimum dan minimum di seluruh stasiun juga
tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0,05). Pada Lampiran 6, stasiun 3 minggu
ketiga saat pasang maksimum sekitar jam 01:00 diperoleh kelimpahan jenis plankton
yang sangat sedikit. Hal ini didukung dengan ditemukannya tanaman-tanaman liar air
dan pencatatan kondisi warna perairan yang cenderung keputihan. Menurut Kordi dan
Tanjung (2005) warna perairan yang cenderung keputihan diduga terjadi pembusukan
plankton di kawasan perairan pasang surut Tambak Blanakan, Subang adalah sebesar
934 ind/l yang menandakan bahwa kondisi perairan sekitar tambak termasuk dalam
perairan oligotrofik (miskin unsur hara) atau perairan yang memiliki kelimpahan
plankton < 2000 ind/l. Hal ini dipengaruhi kondisi musim penghujan dan lingkungan
38
disekitar stasiun yang kurang mendukung seperti halnya fluktuasi suhu perairan,
kecerahan dan DO yang relatif rendah. Pada hasil pengamatan DO perairan pasang
surut Tambak Blanakan berkisar antara 1,25-5 mg/l, hal ini terkait dengan kondisi
suhu perairan dan aktifitas fotosintesis plankton. DO terendah umumnya terjadi saat
pasang maksimum (malam hari) dimana proses respirasi biota perairan membutuhkan
oksigen lebih sehingga DO dalam perairan pada saat pasang maksimum relatif
rendah, sedangkan DO tertinggi umumnya terjadi pada saat surut maksimum dan
pasang minimum (siang hari) saat proses fotosintesis sedang berlangsung. Rendahnya
jika DO tidak tersedia secara cukup maka segala aktivitas biota akan terhambat
Hasil identifikasi jenis fitoplankton yang diperoleh dari semua stasiun selama
penelitian baik pada saat pasang dan surut adalah sebanyak 29 genus, termasuk lima
genus dan jenis yang tidak teridentifikasi sebanyak 7 spesies. Zooplankton ditemukan
dan Characium. Divisi Euglenophyta diwakili oleh Phacus dan Paramylon. Divisi
Ceratium dan jenis yang tidak teridentifikasi. Pada zooplankton diperoleh Crustaceae
adalah nauplius Cycloops strenuus, Sergia lucens dan Oithona davisae. Rotifera
stasiun pada saat pasang dan surut, diperoleh Chrysophyta dari kelas
Hal ini sesuai dengan kondisi warna perairan di seluruh stasiun yang cenderung
coklat kehijauan menurut Kordi dan Tanjung (2005) menandakan keberadaan Diatom
Chlorophyta di seluruh stasiun menempati urutan kedua setelah Chrysophyta, hal ini
terkait dengan rendahnya salinitas yang terukur dan menyebabkan Chlorophyta dapat
selama penelitian pada saat pasang dan surut disajikan pada Gambar 10. Diketahui
Crustaceae memiliki komposisi yang tertinggi baik pada saat pasang surut maksimum
dan minimum. Berdasarkan kaitannya dengan tingkatan tropik yang sudah dijelaskan
lebih tinggi daripada jenis zooplankton lain. Komposisi rata-rata tertinggi setelah
yang kurang memiliki toleransi terhadap kadar oksigen perairan yang rendah
(Djuhanda, 1980) sehingga pada perairan pasang surut Tambak Blanakan dengan
antara fitoplankton dengan konsumen atau tingkatan tropik yang lebih tinggi.
stasiun menandakan keanekaragaman rendah yaitu 2,29. Hal ini sesuai dengan
yang rendah (Odum, 1993) disebabkan kondisi parameter fisika kimia perairan yang
dipengaruhi oleh suhu, salinitas dan nutrisi perairan. Berdasarkan data parameter
42
yang terukur terjadi fluktuasi suhu dan salinitas perairan, yaitu kisaran nilai suhu
29,15-34,9 dan kisaran nilai salinitas 2-9‰. Nilai salinitas yang diperoleh selama
hujan karena aliran hujan bersamaan dengan aliran sungai dapat melarutkan kadar
stasiun saat pasang surut maksimum dan minimum adalah rendah dengan nilai 0,14
dan mengindikasikan bahwa tidak ada suatu jenis populasi yang mendominasi, hal ini
diduga terkait dengan adanya arus pasang surut perairan sehingga penyebaran
populasi plankton cenderung merata karena sifat plankton yang selalu terbawa arus
air. Kecepatan arus berkisar antara 6-27 m/s. Arus tercepat yaitu pada stasiun 2
43
karena lokasi stasiun 2 memiliki badan air cukup besar dan menurut Odum (1993)
menjelaskan bahwa dengan adanya gaya Coriofis menyebabkan air tawar cenderung
mengalir deras ke arah tepian kanan. Tinggi rendahnya kecepatan arus disebabkan
aliran pasang surut perairan dan angin. Kondisi seperti ini didukung dengan hasil
perhitungan nilai indeks keseragaman populasi yang diperoleh tinggi yaitu 0,82
BAB V
5.1 Kesimpulan
1. Kelimpahan plankton pada perairan pasang surut Tambak Blanakan adalah rendah
5.2 Saran
perawatan secara menyeluruh dan berkala di setiap saluran luar tambak, yaitu dengan
tanaman air sehingga diharapkan ketersediaan sumber pakan alami dapat tersedia
dengan baik.
45
DAFTAR PUSTAKA
Akrimi dan S, Gatot. 2002. Tehnik Pengamatan Kualitas Air dan di Reservat Danau
Arang-arang Jambi. Buletin Tehnik Pertanian. 7: 55.
Boyle. 1996. Pasang Surut. http://www.rise.org.au, 11 Juni 2009, pk. 10:00 WIB.
John, M. D, Whitton B. A, dan Brook, A. J. 2002. The Freshwater Algal Flora of the
British Isles. Cambridge. London.
46
McConnaughey, B.H dan R. Zottoli. 1983. Pengantar Biologi Laut. The CV Mosby
Company. London.
Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi Edisi ketiga. Gajah Mada Universitas
Press.Yogyakarta.
Soeseno, S. 1983. Budidaya Ikan dan Udang Dalam Tambak. PT Gramedia. Jakarta.
Pipet Mikroskop
50
Gambar 11. Saluran air Kepuh menuju Kali Malang (Sumber: Dian, 2009)
Gambar 12. Pertemuan saluran air Kepuh dengan Kali Malang (Sumber: Dian, 2009)
Gambar 13. Saluran air Kepuh menuju tambak (Sumber: Dian, 2009)
51
H0 : Tidak ada perbedaan kelimpahan rata-rata plankton pada saat pasang dan surut
H1 : Ada perbedaan kelimpahan rata-rata plankton pada saat pasang dan surut
Ho : Tidak ada perbedaan kelimpahan rata-rata plankton pada saat pasang dan surut
Hi : Ada perbedaan kelimpahan rata-rata plankton pada saat pasang dan surut
Lampiran 6. Data Pengamatan
A. Fitoplankton
Stasiun I pasang maksimum
Stasiun I pasang minimum
Jumlah Individu (ind/l)
No Divisi Spesies pada Minggu ke - Rata-rata KR
2 3 4
Cilindrotheca closterium 83 18 - 34 31.5
Coscinodiscus gigas 3 - - 1 0.93
Gyrosigma angulatum 3 - 3 2 1.85
Navicula sp - 8 - 3 2.78
Nitzchia longisima - 3 - 1 0.93
1 Chrysophyta N sigma - 3 - 1 0.93
Biddulphia sinensis 3 - - 1 0.93
Closterium validum - 15 - 5 4.63
Closterium sp I 3 8 - 4 3.7
Closterium sp II - 5 - 2 1.85
Chaetoceros - - 3 1 0.93
Oscillatoria principa - 13 - 4 3.7
2 Cyanophyta O tenuis - 13 - 4 3.7
O brevis 28 - - 9 8.33
Characium longicens - 8 8 5 4.63
3 Chlorophyta Microspora stagnorum 3 - 3 2 1.85
Genicularia elegans - 35 13 16 14.8
4 Euglenophyta Paramylon - 33 - 11 10.2
5 Unknown sp Spesies 1083 - - 5 2 1.85
Jumlah jenis 7 12 6
Jumlah individu 126 162 35 108 100
Stasiun I surut maksimum
Stasiun I surut minimum
Jumlah Individu (ind/l)
No Divisi Spesies pada Minggu ke- Rata-rata KR
1 2 3 4
Cilindrotheca closterium 65 - - - 16 25.4
Coscinodiscus gigas 8 - - - 2 3.17
Gyrosigma angulatum 3 - - - 1 1.59
G fasciola - - 3 - 1 1.59
Navicula sp 28 - - - 7 11.1
1 Chrysophyta
Stephanopyxis palmeriana 15 - - - 4 6.35
Nitczia sigma 25 3 - - 7 11.1
Pleurosigma normanni - 5 - - 1 1.59
Biddulphia sinensis 3 - - - 1 1.59
Closterium sp I - 15 - - 4 6.35
Oscillatoria principa 5 - - 5 3 4.76
2 Cyanophyta
O limosa - 10 - - 3 4.76
Characium longicens 3 - - 5 2 3.17
3 Chlorophyta
Genicularia elegans 5 - 5 - 3 4.76
4 Euglenophyta Paramylon - - 5 5 3 4.76
Spesies 1 13 - - - 3 4.76
5 Unknown sp
Spesies 3 - 8 - - 2 3.17
Jumlah jenis 11 5 3 3
Jumlah individu 173 41 13 15 63 100
Stasiun II pasang maksimum
Jumlah Individu
(ind/l)
No Filum Spesies Rata-rata KR
pada Minggu ke-
2 3 4
Corycaeus sp - 5 - 2 1.198
Corycaeus sp3 5 - - 2 1.198
C longistylis - 18 - 6 3.593
Cyclops strenuus 13 - 23 12 7.186
Oithona simplex 13 - 8 7 4.192
1 Crustacea O davisae 38 68 63 56 33.53
O plumifera - 10 - 3 1.796
Calanus sinicus - 10 - 3 1.796
Dyphanosoma bracyura 25 5 10 13 7.784
Spesies 52 - 23 25 16 9.581
Spesies 1025 - - 5 2 1.198
Brachionus forficula 18 25 23 22 13.17
B pala - 5 13 6 3.593
2 Rotifera
Filina longiseta 28 - 20 16 9.581
Platyas militaris - - 3 1 0.599
Jumlah jenis 7 9 10
Jumlah individu 140 169 193 167 100
Stasiun II surut maksimum
A. Fitoplankton
a. Fitoplankton
b. Zooplankton