Anda di halaman 1dari 7

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/342049811

PERBANDINGAN KEANEKARAGAMAN IKAN PADA EKOSISTEM MANGROVE


PULAU PANJANG DAN KAWASAN UJUNG KULON

Preprint · June 2020


DOI: 10.13140/RG.2.2.23062.16961

CITATIONS READS
0 257

3 authors:

Siti Nur Afifah Muhammad Alif Fauzan


Jakarta State University Institut Teknologi Sepuluh Nopember
1 PUBLICATION 0 CITATIONS 2 PUBLICATIONS 1 CITATION

SEE PROFILE SEE PROFILE

Ade Suryanda
Jakarta State University
83 PUBLICATIONS 246 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Siti Nur Afifah on 09 June 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PERBANDINGAN KEANEKARAGAMAN IKAN PADA EKOSISTEM MANGROVE
PULAU PANJANG DAN KAWASAN UJUNG KULON
Siti Nur Afifah*, Muhammad Fauzan, Ade Suryanda
Pendidikan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Jakarta
Email: sitinurafifah_1304618056@mhs.unj.ac.id

ABSTRAK
Mangrove adalah produsen primer yang dapat memberikan sejumlah besar detritus dari seresah
daun dan dahannya, yang merupakan salah satu faktor produktivitas perikanan di wilayah pesisir
pantai. Distribusi ikan pada kawasan hutan mangrove sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh suhu
lingkungan serta pasang surut air laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan
keanekaragaman ikan pada ekosistem mangrove Pulau Panjang dengan beberapa kawasan Ujung
Kulon. Penelitian ini mengambil referensi berdasarkan berbagai artikel dan sumber informasi yang
valid dari penelitian lainnya. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Metode yang
digunakan adalah studi literatur. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa jumlah ikan yang
ditangkap dan diteliti pada Pulau Panjang lebih banyak daripada sungai di kawasan Ujung Kulon.
Jumlah ikan yang diteliti di Pulau Panjang mencapai lebih dari seribu ekor, sedangkan sungai di
kawasan Ujung Kulon mencapai ratusan ekor. Indeks keanekaragaman tertinggi di Pulau Panjang
jatuh pada bulan Desember dengan nilai 1,251. Sedangkan, pada kawasan Ujung Kulon memiliki
indeks tertinggi yaitu pada Sungai Cigenter, dengan nilai 2,740. Keanekaragaman di Sungai
Cigenter lebih tinggi daripada Pulau Panjang dengan nilai yang mendekati 3 dan keduanya
memiliki keanekaragaman yang sedang.
Kata Kunci: Hutan Mangrove, Pulau Panjang, Sungai Cigenter, Ujung Kulon

ABSTRACT
Mangroves are primary producers that can provide a large amount of detritus from leaf litter and
branches, which is one of the factors of fisheries productivity in coastal areas. The distribution of
fish in mangrove forests varies greatly and is influenced by environmental temperatures and tides.
This study aims to determine the comparison of fish diversity in the Panjang Island mangrove
ecosystem with several Ujung Kulon areas. This study takes references based on various articles
and sources of valid information from other studies. The type of data used is secondary data. The
method used is the study of literature. The results of this study indicate that the number of fish
caught and studied on Panjang Island is greater than the river in the Ujung Kulon area. The
number of fish studied in Panjang Island reaches more than one thousand, while the river in the
Ujung Kulon area reaches hundreds. The highest diversity index on Panjang Island fell in
December with a value of 1,251. Meanwhile, in the Ujung Kulon region has the highest index,
namely the Cigenter River, with a value of 2.740. Diversity in the Cigenter River is higher than
Panjang Island with values close to 3 and both have moderate diversity.
Keywords: Mangrove Forest, Panjang Island, Cigenter River, Ujung Kulon.
I. PENDAHULUAN
Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai yang merupakan tempat terjadinya
pertukaran material dari wilayah pesisir laut, perairan tawar, dan ekosistem teresterial. Mangrove
adalah produsen primer yang dapat memberikan sejumlah besar detritus dari seresah daun dan
dahannya, yang merupakan salah satu faktor produktivitas perikanan di wilayah pesisir pantai.
Hutan mangrove mempunyai peran penting dalam aspek biologis, ekologis, maupun fisik.
Peran mangrove dalam aspek biologis yaitu sebagai penyedia makanan, daerah mencari
makan (feeding ground), daerah asuhan (nursery ground), dan tempat pemijahan (spawning
ground) baik untuk organisme yang mendiami ekosistem mangrove ataupun perairan sekitarnya.
Peran mangrove dalam aspek ekologis diantaranya sebagai tempat hidup berbagai spesies ikan,
udang, burung dan biota lainnya. Sedangkan, peran mangrove dalam aspek fisik adalah menjaga
kondisi pantai agar tetap stabil, melindungi bibir pantai, mencegah abrasi, dan intrusi air laut
(Descasari, 2016).
Total wilayah ekosistem mangrove yang terdapat di Indonesia yaitu sekitar 8,5 juta hektar,
tetapi yang memiliki keadaan baik hanya sekitar 3,6 juta hektar (National Geographic Indonesia,
2012; Descasari, 2016). Kerusakan ekosistem mangrove seringkali disebabkan oleh pembukaan
lahan budidaya perikanan, sawah-sawahan, tempat wisata, serta permukiman penduduk, sehingga
komunitas ikan dan biota laut disekitarnya menjadi terganggu.
Keberagaman ikan yang mendiami ekosistem tersebut, beberapa ada yang menetap atau
hanya sementara saja untuk melakukan pemijahan dan memelihara anakannya. Distribusi ikan
pada kawasan hutan mangrove sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh suhu lingkungan serta
pasang surut air laut (Redjeki, 2013; Patty, 2008). Selain itu, keberagaman spesies ikan yang
mendiami ekosistem mangrove pada setiap daerah juga berbeda-beda. Oleh karena itu, penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan keanekaragaman ikan pada ekosistem mangrove
Pulau Panjang dengan beberapa kawasan Ujung Kulon.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini mengambil referensi berdasarkan berbagai artikel dan sumber informasi yang
valid dari penelitian lainnya. Artikel yang digunakan merujuk pada keanekaragaman jenis ikan
yang ada di hutan mangrove. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Metode yang
digunakan untuk pengkajian ini studi literatur. Data yang diperoleh dikompulasi, dianalisis, dan
disimpulkan sehingga mendapatkan kesimpulan mengenai keanekaragaman spesies ikan pada
kawasan hutan mangrove.
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini berupa data-data
kepustakaan yang substansinya melakukan pengolahan secara filosofis dan teoritis serta sudah
disortir, dianalisis, dan diolah agar lebih ringkas dan sistematis. Data yang sudah terkumpul dan
diseleksi berdasarkan reliabilitasnya, kemudian dianalisis untuk mendapatkan informasi.
Penelitian ini berlangsung pada bulan Mei tahun 2020.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Komposisi
Total jenis ikan yang telah teridentifikasi dan diteliti di Pulau Panjang adalah 1770 ikan,
dengan 21 jenis yang mewakili 14 famili dan 16 genus (Gambar 2). Jenis ikan yang paling banyak
ditemukan adalah Ambassis gymnocephalus dengan jumlah 908 ekor. Kemudian, terdapat
Ambassis buruensis (297 ekor), Oryzias javanicus (265 ekor), Chelon sp. (123 ekor), dan Gerres
sp. (22 ekor). Berdasarkan data tersebut, ikan yang berasal dari famili Chandidae ( Ambassis
gymnocephalus dan Ambassis buruensis) merupakan ikan yang paling melimpah di Pulau Panjang.
Keberadaan famili Chandidae melimpah di Pulau Panjang, karena didukung oleh reproduksi setiap
bulan sehingga larva dan ikan tersebut selalu ada sepanjang tahun.

Jumlah Ikan
1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
Ambassis Ambassis Oryzias javanicus Chelon sp. Gerres sp. Jenis lain
gymnocephalus buruensis

Jumlah Ikan

Gambar 1. Jumlah ikan dari 5 jenis di Pulau Panjang


(Pertiwi et al, 2019)

Pada penelitian di sekitar kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, terdapat total 317 ikan
dengan 41 jenis yang mewakili 26 famili dan 33 genus. Jenis ikan didominasi oleh Ambassis
dussumieri dengan jumlah 59 ekor. Lalu, terdapat Liza subviridis (51 ekor), Oryzias javanicus (25
ekor), Caranx sexfasciatus (20 ekor), dan Apogon hyalosoma (16 ekor).
Jumlah Ikan
70

60

50

40

30

20

10

0
Ambassis dussumieri Liza subviridis Oryzias javanicus Caranx sexfasciatus Apogon hyalosoma

Jumlah Ikan

Gambar 2. Jumlah ikan dari 5 jenis di Sungai Kawasan Ujung Kulon


Jumlah jenis yang paling tinggi berada di Sungai Cilintang, yaitu 24 jenis. Banyaknya jenis
ikan di Sungai Cilintang tersebut diduga karena Sungai Cilintang membawa materi baik bahan
organik maupun non organik menuju ke estuari sehingga membuat kawasan tersebut berperan
penting dalam menjaga keanekaragaman fauna dan keseimbangan ekosistem (Mohammad Agung,
2011). Selain itu, kondisi perairan sangat mendukung dan ekosistem relatif bagus karena terjaga.
Sama seperti di Pulau Panjang, total jumlah ikan yang paling banyak di Sungai kawasan
Ujung Kulon juga didominasi oleh genus Ambassis. Jenis ikan yang berasal dari famili Chandidae
ini melimpah karena terdapat substrat yang berlumpur pada hutan Mangrove se hingga sangat
cocok dengan habitat famili Chandidae. Hanya saja, jenis ikan yang mendominasi pada kedua
tempat tersebut berbeda. Jenis ikan yang mendominasi di Sungai kawasan Ujung Kulon yaitu
Ambassis dussumieri, sedangkan di Pulau Panjang didominasi oleh jenis Ambassis gymnocephalus
dan Ambassis buruensis.
Selain itu, terdapat ikan jenis Oryzias javanicus di Pulau Panjang dan di Sungai kawasan
Ujung Kulon. Keadaan ini didukung oleh kemampuan Oryzias javanicus yang dapat beradaptasi
di lingkungan tawar, payau, dan laut (Inoue & Takei, 2002). Pada penelitian yang telah dilakukan
(Puspitasari & Suratno, 2017), terbukti bahwa Oryzias javanicus mampu hidup dan bertelur pada
air tawar dan air laut. Oryzias javanicus juga memiliki sebaran geografi dan ketersediaan yang
luas (Imai, Koyama, & Fujii, 2005)
Jumlah ikan yang telah ditangkap dan diteliti pada Pulau Panjang jauh lebih banyak
daripada yang di Sungai kawasan Ujung Kulon. Jumlah ikan yang diteliti mencapai lebih dari
seribu ekor ikan di Pulau Panjang, sedangkan di Sungai kawasan Ujung Kulon hanya mencapai
ratusan ekor. Hal ini terjadi karena penelitian di Pulau Panjang dilakukan selama 3 bulan,
sedangkan rentang waktu pada penelitian di Sungai kawasan Ujung Kulon tidak diketahui.
Keanekaragaman ikan dapat diketahui dengan cara menghitung indeks keanekaragaman
atau disebut juga dengan indeks Shannon-Wiener (H’). Hasil perhitungan indeks keanekaragaman
di Pulau Panjang berbeda-beda sesuai waktu, tetapi indeks tertinggi jatuh pada bulan Desember
dengan nilai indeks 1,251. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman di Sungai kawasan Ujung
Kulon juga berbeda-beda sesuai dengan sungai yang diteliti. Indeks tertinggi berada di Sungai
Cigenter, dengan nilai 2,740. Berdasarkan nilai indeks tersebut, keanekaragaman di Sungai
Cigenter lebih tinggi daripada di Pulau Panjang dengan nilai yang mendekati 3. Tetapi,
berdasarkan kriteria nilai indeks keanekaragaman, Pulau Panjang dan Sungai Cigenter sama -sama
memiliki keanekaragaman yang sedang.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa indeks
keanekaragaman di Pulau Panjang berbeda-beda dengan indeks tertinggi jatuh pada bulan
Desember dengan nilai 1,251. Indeks keanekaragaman beberapa sungai di kawasan Ujung Kulon
juga berbeda-beda, dengan indeks tertinggi yaitu pada Sungai Cigenter, dengan nilai 2,740.
Berdasarkan nilai indeks tersebut, dapat disimpulkan pula bahwa keanekaragaman di Sungai
Cigenter lebih tinggi daripada Pulau Panjang dengan nilai yang mendekati 3 . Selain itu, keduanya
sama-sama memiliki keanekaragaman yang sedang. Saran untuk penelitian selanjunya hendaknya
lebih mendeskripsikan secara rinci seluruh spesies yang menempati ekosistem mangrove di Pulau
Panjang dan beberapa kawasan Ujung Kulon dengan mempertimbangkan aspek-aspek lain, seperti
iklim, cuaca, serta pasang surut air laut.
V. REFERENSI
Agung, M. (2011). Karakteristik Lipid Biomarker Pada Sedimen Estuari: Studi Kasus Estuari
Muara Angke – Teluk Jakarta, Cimandiri – Teluk Pelabuhan Ratu dan Cilintang –
Ujung Kulon. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Descasari, R., Setyobudiandi, I., & Affandi, R. (2016). Keterkaitan ekosistem mangrove dengan
keanekaragaman ikan di Pabean Ilir dan Pagirikan, Kabupaten Indramayu, Jawa
Barat. Bonoworo wetlands, 6(1), 43-58.
Imai, S., Koyama, J., & Fujii, K. (2005). Effects of 17 β-estradiol on the reproduction of Java
Medaka (Oryzias javanicus), a new test species. Marine Pollution Bulletin, 708-714.
Inoue, K., & Takei, Y. (2002). Diverse adaptability in Oryzias species to high environmental
salinity. Zoological Science, 727-734.
Pertiwi, M. P., Kholis, N., Patria, M. P., & Suryanda, A. (2019). Fish community structure in the
mangrove forest of Panjang Island, Banten Bay, Banten, Indonesia. Journal of Physics:
Conference Series.
NGI [National Geographic Indonesia]. 2012. Hutan mangrove Indonesia terus berkurang. Di
dalam: KEMHUT dan JICA. Pengembangan Ekowisata untuk Mendukung Konservsi
Mangrove. National Geographic Indonesia, Jakarta.
Puspitasari, R., & Suratno. (2017). Studi awal perkembangan larva Oryzias javanicus di
Indonesia. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9. 105-112.
Redjeki, S. (2013). Komposisi dan Kelimpahan Ikan di Ekosistem Mangrove di Kedungmalang,
Jepara (Fish Community Structure in Mangrove Ecosystem at Kedung Malang, Jepara
Regency). ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences, 18(1), 54-60.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai