net/publication/328597627
CITATIONS READS
0 1,822
2 authors:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Abrar Muhammad on 30 October 2018.
1
UPT Loka Pengelolaan SDM Oseanografi (LPKSDMO), Pulau Pari,
Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI)
Gedung LIPI Tisna Amidjaya, Jl. Raden Saleh No 43, Cikini, Jakarta Pusat 10330
2
Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan
Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan
Jl. Pasir Putih II Lantai 4, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430
3
Pusat Riset Kelautan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Jl. Pasir Putih II Lantai 4, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430
* abrarlipi@yahoo.co.id
ABSTRAK
Penilaian efektifitas pengelolaan kawasan konservasi perairan dapat dilakukan dengan
mengukur parameter yang menjadi indikator keberhasilan, antara lain dari keanekaragaman
jenis karang keras dan perubahan komunitas bentik terumbu karang. Penelitian struktur dan
komposis jenis karang keras dan komunitas bentik terumbu karang telah dilakukan di Taman
Wisata Perairan (TWP) Teluk Bumbang, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, pada bulan
Oktober 2015, dengan tujuan menyediakan data terkini kondisi terumbu karang di zona
perairan dan waktu yang berbeda. Penilaian kondisi terumbu karang dilakukan dengan
mengukur tutupan karang hidup dan kategori bentik terumbu lainnya menggunakan metode
Line Intercept Transect (LIT) panjang 10 meter sebanyak 3 kali sebagai keterwakilan,
ditempatkan sejajar garis pantai pada satu kedalaman antara 5-7 meter. Inventarisasi jenis
dilakukan dengan observasi langsung menggunakan peralatan selam SCUBA pada habitat
dan kedalaman yang berbeda. Hasil penelitian menunjukan terumbu karang didominasi oleh
tutupan komunitas karang lunak terutama genus Sarcophyton sp dan Sinularia sp dengan
rerata 48,75%. Tutupan karang hidup dari kelompok karang keras (Scleractinia) sebagai
indikator kesehatan terumbu karang berada pada kisaran 13,98% - 24,51% dengan rerata
17,66%±12,24 (mean±SD), sehingga berada dalam kondisi kurang baik serta relatif sama
pada zona konservasi dan waktu yang berbeda. Komposisi jenis karang dengan
keneragaman cukup tinggi dan komunitas benthos terumbu didominasi oleh karang lunak,
karang keras dan algae, namun tidak menunjukan perbedaan yang nyata antar zona
konservasi perairan yang berbeda.
Kata kunci: Bentik terumbu, keanekaragaman jenis, kondisi terumbu karang, karang keras,
Lombok Tengah, taman wisata perairan, Teluk Bumbang
ABSTRACT
Assessment of effectiveness of marine protected area can be done by measuring parameters
that become indicator of success, among others are the diversity of hard coral species and
coral reef community. Research on the structure and composition of hard coral species and
coral reef community has been done in the local Marine Tourism Park (MTP) Teluk Bumbang,
Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, in October 2015, with the aim to providing the
updating data on coral reef conditions in different zones of conservatian area. The assessment
of coral reef condition was done by measuring live coral cover and other coral reef categories
using 10 meter long by Line Intercept Transect (LIT) method with 3 times as representative,
placed parallel to the coastline and at a depth between 5-7 meters. Corals species Inventory
are done by direct observation using SCUBA equipment in different habitats and depths. The
results showed coral reefs were dominated by soft coral community cover especially genus
Sarcophyton and Sinularia with mean of 48,75%. Live coral cover as a health indicator of coral
reefs was ranged of 11.82% - 24.51% with an average of 16.71%, so it is in poor condition.
The coral species composition with highest diversity and benthos reef communities are
dominated by soft corals and algae, but do not show any significant between different zones
of marine conservation area.
Keywords: Coral reef condition, hard coral, marine tourism park, Lombok Tengah reef benthic,
species diversity, Teluk Bumbang
Pendahuluan
Terumbu karang dunia dalam skala luas dilaporkan terus mengalami
kerusakan, sekitar 19% dunia kehilangan area terumbu karang, 15% kondisinya
sangat terancam dan akan terdegradasi dalam kurun waktu 15-20 tahun (Wilkinson,
2008; Reid et al., 2009). Upaya pencegahan dan perbaikan kerusakan dengan
mendorong partisipasi lokal dan peningkatan kesejahteraan serta dukungan
kebijakan dan pengawasan dari berbagai pihak menjadi bagian yang sangat penting.
Indonesia sebagai pusat segitiga terumbu karang dunia, bersama dengan 5 negara
lainnya berkontribusi lebih besar untuk mempertahankan dan memanfaatkan secara
berkelanjutan ekosistem terumbu karang tersebut. Upaya pemerintah Indonesia
direalisasikan dengan mengeluarkan kebijakan pencadangan kawasan konservasi
perairan seluas 20 juta hektar sampai tahun 2020 dan diperkirakan sampai saat ini
sudah terpenuhi sekitar 18 juta hektar lebih.
Pembentukan dan Pengembangan wilayah kawasan konservasi perairan
didasarkan pada kaidah-kaidah pemanfaatan dan pengelolaan yang menjamin
ketersedian dan kesinambungan dengan tetap mempertahankan, memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai keanekaragaman sumberdaya yang ada. Keberhasilan
intervensi program pengelolaan di kawasan konservasi perairan harus dapat diukur
dengan menetapkan standar indikator keberhasilan sesuai dengan tujuan
pengelolaan dan objek yang menjadi target konservasi tersebut. Parameter yang
ditetapkan dalam pengukuran meliputi komitmen pencadangan kawasan,
kelembagaan pengelolalaan, rencana pengelolaan, penguatan kelembagaan, upaya
pengelolaan serta infrastruktur dan sarana. Selanjutnya efektifitas pengelolaan
diukur berdasarkan tingkatan capaian pemenuhan semua parameter pada saat
proses pengelolaan dilakukan (Lubis et al., 2014).
Keberhasilan kawasan konservasi perairan dapat dilihat dari perubahan dan
kecenderungan peningkatan kualitas dari objek yang dijadikan target konservasi
sebelum dan setelah intervensi program pengelolaan dilakukan. Kawasan
Konservasi Perairan Daerah (KKLD) Kabupaten Lombok Tengah telah dicadangkan
melalui Peraturan Bupati Nomor 2 Tahun 2011 serta telah tersedia dokumen zonasi
kawasan dan rencana pengelolaannya pada Tahun 2012 (KKJI-KKP, 2012). KKLD
Kabupaten Lombok Tengah dengan status Taman Wisata Perairan (TWP) Teluk
Bumbang memilki luas 22.940,45 ha merupakan kawasan pesisir dan pulau kecil
yang berada di sepanjang pesisir selatan Pulau Lombok. Ekosistem terumbu karang
merupakan salah satu potensi sumberdaya yang menjadi target konservasinya
(Dermawan et al. 2014). Sebelum kawasan konservasi perairan dicadangkan,
terumbu karang di kawasan perairan ini mengalami kerusakan, dari hasil penilaian
oleh Wild Conservation Society (WCS) (2011) yang sekaligus menjadi dasar untuk
pencadangan kawasan didapatkan terumbu karang berada dalam kondisi sedang
dengan tutupan karang keras 29,48%. Tutupan karang lunak dan algae cukupt tinggi
dan mendominasi komunitas bentik terumbu yaitu masing-masingnya 26,92% dan
algae 33,10%. (Dermawan et al. 2014). Jumlah genus karang keras yang ditemukan
mencapai 27 genus, umumnya dari genus Acropora 27%, Porites 25%, Montipora
13% dan genus lainnya kurang dari 10%.
Capaian pengelolaan kawasan konservasi perairan dapat dilihat dari
ketersedian data dan informasi terkini status dan kondisi sumberdaya yang menjadi
target konservasi (sebagai indikator keberhasilan). Sejak TWP Teluk Bumbang
dicadangkan (tahun 2011) dan sampai saat sekarang (tahun 2015) belum dilakukan
kembali penilaian terhadap target konservasi sumberdaya tersebut. Ketersedian data
dari hasil penelitian lainnya juga sangat sedikit dan tidak kekinian (update).
Ukuran capaian pengelolaan kawasan konservasi dapat dilakukan dengan
membandingkan kembali parameter yang dijadikan ukuran penilaian kondisi terumbu
karang. Apakah kondisi terumbu karang setelah dikonservasi lebih baik dibanding
sebelum konservasi dilakukan. Apakah komposisi jenis karang keras dan struktur
komunitas bentik terumbu berbeda pada saat setelah dikonservasi. Oleh karena itu
telah dilakukan penelitian untuk menilai kembali kekayaan jenis karang keras dan
struktur komunitas bentik terumbu di kawasan perairan yang sama TWP Teluk
Bumbang Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini bertujuan untuk
melakukan inventarisasi kekayaan jenis karang batu (Scleractinia) dan pengukuran
struktur komunitas bentik dan peniliaian kondisi terumbu karang. Selanjutnya data
yang dihasilkan dapat dijadikan ukuran penilaian efektifitas pengelolaan TWP Teluk
Bumbang, Kabupaten Lombok Tengah pada setiap tingkatannya.
Jilid 1 191
Keragaman jenis karang kerang
Gambar 1. Peta lokasi dan sebaran stasiun penelitian di peraiaran TWP Teluk
Bumbang, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat
pengukuran yang dilakukan oleh Wildlife Conservation Society (WCS) tahun 2011
(WCS, 2011; Direktorat KKJI-KKP, 2012; Dermawan et al. 2014)
Data hasil identifikasi dan pengukuran panjang intersep setiap kategori bentik
terumbu diolah untuk mendapatkan porsi suatu tutupan bentik terumbu terhadap
kategori bentik lainnya dalam bentuk penutupan bentik tersebut. Persentase tutupan
setiap kategori bentik terumbu pada setiap stasiun didapat dengan menggunakan
rumus (English et al. 1997; Manuputty et al. 2006):
Berdasarkan nilai persentase tutupan karang hidup dapat ditentukan kondisi terumbu
karang seperti pengelompokan yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Oseanografi –
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Puslit Oseanografi-LIPI) yang disajikan pada
Tabel 2 berikut (Giyanto et al. 2014).
Analisa statistik deskriptif menggunakan aplikasi Excel 2010 dilakukan untuk
melihat gambaran eksisting setiap kategori bentik, sedangkan untuk melihat
pengaruh sebaran stasiun dan zona konservasi perairan berbeda dan periode
sebelum dan setelah pencadangan kawasan terhadap tutupan komunitas bentik
terumbu dilakukan dengan analysis of varian (ANOVA) pada taraf siginikansi 0,05.
Analisa untuk melihat nilai keanekaragaman jenis karang digunakan indeks
keanekaragaman Shanon (H’), Indeks Dominansi (C) dan nilai indeks kemerataan
Pielou (E) dengan rumus berikut ini:
C = ∑ (pi)2
H’
E = -----------------
H max
Keterangan:
H’ = Indeks keanekragaman (Shanon-Wiener)
ni = Frekuensi kehadiran spesies i
N = Frekuensi kehadiran semua spesies
C = Indeks dominansi
E = Indeks keseragaman
Jilid 1 193
Keragaman jenis karang kerang
jenis dan pola sebaran biota karang di dunia, yang mana semakin berkurang menurut
garis lintang (utara dan selatan) karena semakin rendahnya suhu permukaan air laut
(Veron 2000; Spalding et al. 2001; Veron et al. 2009).
Pengukuran parameter kimia kandungan Fosfat, Nitrat dan Amonia terlihat tidak
terlalu bervariasi dan tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Hasil rata-rata
pengukuran kandungan fosfat berkisar 1,72 mg/l – 3,71 mg/l dan Nitrat pada kisaran
0,56 mg/l – 0,85 mg/l tergolong tinggi dan melebihi ambang batas bagi biota laut
termasuk karang dan biota lain yang berassosiasi dengan terumbu karang (sesuai
KMNLH No 51 Tahun 2004). Kelarutan fosfat, nitrat dan amonia memberikan indikasi
kandungan nutrient dalam perairan, yang mana nilainya akan menentukan tingkat
kesuburan perairan (Fong et al. 2011; Gunila et al. 2016). Terumbu karang tumbuh
dan berkembang dengan baik pada perairan dengan nutrient rendah. Nutrien berlebih
dalam perairan menyebabkan tingginya pertumbuhan benthos algae, sehingga
berkompetisi ruang menghalangi pertumbuhan karang dan penempelan larva karang
(Fong et al. 2011). Selain itu, nutrient tinggi juga menyebabkan ledakan populasi
fitoplankton dan meningkatnya kandungan mikroba (bakteri, virus dan jamur) dalam
perairan yang berdampak terhadap infeksi penyakit pada karang (Larned, 1998).
Sumber nutrien di lokasi penelitian terutama berasal dari kejadian up welling dan
daratan melalui pencucian oleh hujan, aliran sungai serta oleh limbah organik dari
berbagai aktifitas manusia di sepanjang pesisir (Rustam et al. 2016).
Nutrien tinggi salah satunya berdampak terhadap kesuburan perairan yang
diukur dari kandungan klorofil-a hasil fotosintesis phytoplankton perairan. Hasil
pengukuran menunjukan kisaran rerata kandungan klorofil-a cukup tinggi yaitu
19,0889 µ/l – 40,4273 µ/l, sehingga dapat dikatakan peraiaran dengan tingkat
kesuburan tinggi dan sangat produktif. Tingkat kesuburan suatu perairan ditentukan
dengan membandingkan kosentrasi klorofil-a (Vollenweider, 1969 dalam Heriyanto,
2009). Kandungan klorofil-a kurang dari 1 µg/l adalah perairan yang tidak produktif,
1-20 µg/l perairan yang cukup produktif, sedangkan lebih dari 20 µg/l adalah perairan
yang produktif. Hasil studi Kunarso et al (2011) menunjukan bahwa terjadi up welling
di sepanjang pesisir selatan Jawa Timur, selatan Bali sampai selatan Lombok terjadi
mulai Juni sampai Oktober dengan suhu permukaan berkisar 26,18 –28,35°C dengan
rerata 27,04±0,93°C dan kisaran kandungan klorofil-a sebesar 0,3–0,95 mg/m³
dengan rerata 0,69±0,28mg/m³.
Jilid 1 195
Keragaman jenis karang kerang
Teluk Bumbang (Zona Inti) Teluk Kuta (Zona Pemanfaatan) Teluk Mawun (Zona Pemanfaatan)
Parameter Min Mak Rerata STD Min Mak Rerata STD Min Mak Rerata STD
Fisika
Kekeruhan
(NTU) 0 7,6 102 2.52 0 0.1 0.0091 0.0302 0 11.5 1.2778 3.3888
Kecerahan (m) 7 10 8,22 1,30 1,5 13 7,7727 3,8429 2 12 9,222 3,0732
o
Suhu ( C) 25,3 25,9 25,7 0,19 24,5 26,3 25,5909 0,4571 25,2 26 25,59 0,3100
Kimia
Fosfat (mg/l) 1 4,89 1,979 1,22 0,7 2,67 1,72 0,74 1,01 8,99 3,7111 2,7616
Nitrat (mg/l) 0,5 0,9 0,633 0,01 0,5 2 0,8545 0,4298 0,5 0,7 0,5596 0,0726
Amonia (mg/l) 0,01 0,028 0,018 0,007 0,021 0,031 0,0257 0,0031 0,04 0,031 0,0188 0,0095
pH 7,81 7,94 7,87 0,046 7,23 7,84 7,6536 0,2353 7,51 7,92 7,8044 0,1194
DO (mg/l) 7,39 8 7,799 0,182 3,12 7,75 6,9836 1,3039 7,42 7,99 7,5767 0,1899
Salinitas (psu) 31,2 31,6 31,4 0,112 31,3 31,5 31,3909 0,0701 31,3 31,5 31,3889 0,0601
Biologi
Kloforofil-a (µ/l) 5,9 47,4 23,0333 16,6309 17,8 89 40,4273 22,947 11,8 35,6 19,0889 8,285
Stasiun LBTL02
Stasiun LBTL02 berada di wilayah pesisir Desa Mertak, Kecamatan Pujut,
Praya, Kabupaten Lombok Tengah. Daerah pesisir berbukit dengan pantai berbatu
dan sedikit bagian berpasir, tidak banyak vegetasi, ditemukan semak dan rumput
kering. Daerah pesisir dikembangkan sebagai daerah wisata, pemukiman nelayan,
budidaya rumput laut, dan terdapat banyak keramba apung dengan alat tangkap
benih lobster, merupakan zona perikanan berkelanjutan. Perairan sangat terlindung
dalam teluk, saat pemantauan dilakukan cuaca cerah berawan, dengan gelombang
dan arus tidak terlalu kuat, agak keruh jarak pandang 10 meter. Tipe terumbu pantai
(fringing reef) dengan rataan tidak terlalu lebar, sekitar 100 meter dari pantai arah ke
tubir, substrat dasar perairan berpasir, patahan karang mati dan dasar yang keras
dari batuan kapur.
Transek berada di lereng terumbu pada kedalaman 4 meter, dengan
kemiringan 30 derajat. Tubir karang tidak terlalu jelas berada di kedalaman 2-3 meter,
lereng terumbu landai sampai kedalaman 7-8 meter. Terumbu karang didominasi oleh
komnitas karang lunak (soft coral) terutama dari genus Sarcophyton dan Sinularia,
karang keras umumnya dari kelompok Acropora dengan bentuk koloni bercabang
genus Seriatopora dan pertumbuhan algae dari kelompok Halimeda, juga ditemukan
target jenis dengan perlindungan terbatas bambu laut (Isis sp.). Hasil penilaian
kondisi terumbu karang menunjukan tutupan rata-rata karang hidup sebesar 15,51%
sehingga berada dalam kondisi kurang baik.
Gambar 1. Stasiun LBTL 01, zona inti, pesisir Desa Mertak, Kecamatan Pujut,
Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat
Jilid 1 197
Keragaman jenis karang kerang
genus Sarcophyton dan Sinularia, karang keras umumnya dari kelompok Acropora
dengan bentuk koloni tabulate dan karang masif dari Famili Faviidae dan Poritidae,
pertumbuhan algae dari kelompok Halimeda. Biota lain kelompok sponge dan biota
bentos yang berassosiasi dengan terumbu lainnya terlihat jarang. Hasil penilaian
kondisi terumbu karang menunjukan tutupan rata-rata karang hidup sebesar 24,51%
sehingga berada dalam kondisi cukup baik.
Stasiun LBTL04
Stasiun LBTL04 berada di wilayah pesisir Desa Tumpak, Kecamatan Pujut,
Praya, Kabupaten Lombok Tengah. Daerah pesisir merupakan perbukitan dengan
pantai berbatu dan sangat terjal, sedikit berpasir, tidak banyak vegetasi, berupa
padang rumput dan kering. Lokasi perikanan tangkap nelayan lokal terutama udang
karang, sotong dan gurita, termasuk kawasan konservasi perairan daerah zona
pemanfaatan. Saat pemantauan dilakukan cuaca cerah, dengan gelombang dan
arus tidak terlalu kuat, jernih dengan jarak pandang 30 meter lebih.
Tipe terumbu pantai dengan rataan terumbu selalu berada di bawah
permukaan air di kedalaman 6 meter, substrat dasar perairan keras dari batuan kapur.
Transek berada di rataan terumbu pada kedalaman 7 meter, sangat landai dengan
kemiringan 10-20 °. Terumbu karang didominasi komunitas karang lunak (soft coral)
dari genus Sarcophyton dan Sinularia, karang keras umumnya dari kelompok
Acropora dengan bentuk koloni tabulate dan kelompok karang encrusting serta
pertumbuhan algae dari kelompok Halimeda. Biota lain dari kelompok sponge dan
biota bentos yang berassosiasi dengan terumbu lainnya terlihat jarang, ditemukan
udang karang (lobster). Hasil penilaian kondisi terumbu karang menunjukan tutupan
rata-rata karang hidup sebesar 14,7 % sehingga berada dalam kondisi kurang baik.
Stasiun LBTL05
Stasiun LBTL05 berada di wilayah pesisir Desa Tumpak, Kecamatan Pujut,
Praya, Kabupaten Lombok Tengah. Daerah pesisir merupakan pantai berpasir putih
dan sangat landai, lokasi wisata berjemur, berenang, dan snorkeling, terdapat
perkampungan nelayan merupakan wilayan konservasi perairan zona pemanfaatan.
Saat pemantauan dilakukan cuaca cerah berawan, dengan gelombang dan arus tidak
terlalu kuat, keruh dengan jarak pandang 10 meter. Tipe terumbu pantai (fringing
reef) dengan rataan terumbu terpapar saat air surut, cukup luas dengan jarak sekitar
200 meter dari pantai ke arah tubir, substrat dasar perairan keras dari batuan kapur
dan bongkahan karang mati. Transek berada di lereng terumbu pada kedalaman 4
meter, agak curam dengan kemiringan 30-40 derajat. Terumbu karang sangat
didominasi oleh komunitas karang lunak (soft coral) terutama dari genus Sarcophyton
dan Sinularia, karang keras umumnya dari kelompok karang masif dan pertumbuhan
algae Halimeda. Biota lain dari kelompok sponge dan biota bentos yang berassosiasi
dengan terumbu lainnya terlihat jarang. Hasil penilaian kondisi terumbu karang
Jilid 1 199
Keragaman jenis karang kerang
Gambar 4. Stasiun LBTL 04, zona pemanfaatan, pesisir Desa Tumpak, Kecamatan
Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat
Jilid 1 201
Keragaman jenis karang kerang
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terumbu karang sedang berada dalam
kondisi kurang baik (tutupan karang keras rendah) dan sebaliknya terlihat tutupan
karang lunak dan algae relatif lebih tinggi. Hal ini memberikan indikasi bahwa terumbu
karang sedang mengalami penurunan dan sebaliknya terjadi dominansi komunitas
bentik terumbu oleh tutupan karang lunak (Chou & Yamazato 1990; Fox et al. 2003;
Ward-Paige et al, 2005 ; Baum, 2016) dan tutupan algae (Nystrom et al, 2000 ;
Szmant, 2002 ; Hughes et al 2007). Pergantian komposisi komunitas bentik terumbu
dari tutupan karang keras ke tutupan karang lunak dan algae serta oleh biota bentik
terumbu lainnya telah banyak dilaporkan, terutama pada terumbu karang yang
mengalami kerusakan (Done, 1982 ; Hughes, 1994 ; Baum et al, 2016).
Penurunan kondisi terumbu karang ini disebabkan oleh kondisi perairan yaitu
rendahnya suhu permukaan, yang mana hasil pengukuran menunjukan kisaran suhu
25,56 - 25,7 oC dengan rerata 25,63 oC (Rustam et al. 2016). Terumbu karang dapat
berkembang baik pada kisaran suhu permukaan 18-36 oC (Cole dan Fadlallah, 1991;
Hubbard, 1997) dengan kisaran suhu optimal 26-28 oC (Hubbard, 1997), sedangkan
di perairan tropis Indonesia suhu optimalnya adalah 28-30 oC (Kep. MKLH No 51,
2004).Variasi suhu menurut garis lintang memperlihatkan pola sebaran dan
keanekaragaman karang didunia, yaitu paling tinggi dan beragam di daerah tropis
dan semakin berkurang menjauhi perairan tropis, sebagai sebuah konsekuensi
penurunan suhu permukaan ke arah wilayah lintang tinggi. Namun kejadian anomali
suhu permukaan perairan lokal seperti oleh kejadian upwelling, ENSO dan IOD serta
prediksi kenaikan suhu permukaan laut global di masa yang akan datang, akan
mempengaruhi sebaran dan keanekaragaman karang di perairan tropis. Suhu
perairan sangat berperan dalam proses metabolisme dan fisiologi biota karang
terutama dalam proses kalsifikasi rangka kapur dan reproduksi (Grigg 1982 ;
Hubbard, 1997).
Faktor lain penyebab kondisi karang kurang baik adalah buruknya kualitas air
bagi biota karang, yaitu tingginya nutrien perairan. Hasil pengukuran Fosfat dan
Nitrat sebagai indikator nutrien menunjukan nilai cukup tinggi yaitu pada kisaran 1,72
– 3,71 mg/l dengan rerata 1,98 mg/l (Rustam et al. 2016), sedangkan kosentrasi
normal bagi biota laut termasuk karang adalah Fosfat 0,015 mg/l dan Nitrat 0,008 mg/l
(Kep. MKLH No 51, 2004). Kondisi ini memicu tingkat kesuburan perairan (eutrofikasi)
yang berdampak terhadap tingginya produktifitas primer (Larned, 1998; Ward-Paige,
2005 ; Brodie et al., 2011) . Pada kondisi lain, perairan subur dengan nutrien tinggi
mendukung bagi perkembangan biota karang lunak dan algae (Baum et al., 2016).
Banyak hasil studi menunjukan bahwa peningkatan tutupan karang lunak dan algae
tersebut sejalan dengan peningkatan kesuburan perairan (GESAMP, 2001 ; Fabricus
2005 ; Bell et al., 2014 ; Baum et al., 2016), sedimentasi (Mc Clanahan dan Obura,
1997 ; Baum et al., 2016), penurunan kualitas air (Holmes et al., 2000 ; Norstrom et
al., 2009 ; Baum et al., 2016). Dominansi tutupan karang lunak dan algae
menyebabkan kompetisi ruang dengan karang keras dan menghambat proses
RCK
SI
Persentase Tutupan (%)
OT
DC
DCA
AL
SP
Stasiun
Keterangan: HC=Hard Coral; SC=Soft Coral; SP=Sponge ; AL=Algae ; DCA=Death Coral With Algae ; DC=Dead
Coral ; OT=Others ; S=Sand ; R=Ruble ; SI=Silt ; RCK=Rock
Jilid 1 203
Keragaman jenis karang kerang
30
Tutupan Karang Hidup (%)
25
20
15
10
5
0
ZON-I ZON-P ZON-PB
ZONASI
Keterangan : ZON-I = Zona Inti ; ZON-P = Zona Pemanfaatan ; ZON-PB = Zona Perikanan Berkelanjutan
60 80
Tutupan (%)
Tutupan (%)
40 60
40
20 20
0 0
2011 2015 2011 2015
Tahun Tahun
a b
Gambar 8. Tutupan karang keras (Hard Corals) (a) dan karang lunak (Soft Coral)
(b), pada waktu (tahun) yang berbeda di peraiaran TWP Teluk
Bumbang, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat
Rentang waktu empat tahun (Tahun 2011 – 2015) terjadi penurunan tutupan
karang keras yaitu dari 24,77%±15,72% (mean±SD) menjadi 17,71%±4,43%,
walaupun kondisi terumbu karang tetap berada dalam kondisi sama yaitu kurang baik.
Penurunan tutupan karang keras sebesar -7,07% tersebut tidak menunjukan
perubahan tutupan yang cukup signikan (one way ANOVA, p-value = 0,356) (Gambar
8a). Sebaliknya, dalam rentang waktu yang sama, tutupan karang lunak mengalami
kenaikan yaitu dari 27,4%±13,28% menjadi 48,76%±16,4%, dengan perubahan
cukup signifikan (one way ANOVA, p-value = 0,032) (Gambar 8b), sehingga mampu
mendominasi komunitas bentik terumbu. Hal ini memberikan indikasi bahwa terjadi
pergantian (shift phase) dari tutupan karang keras ke tutupan karang lunak dalam
kurun waktu tersebut atau sebaliknya bahwa dominansi tutupan karang lunak adalah
kondisi yang stabil.
Perubahan komposisi komunitas biota di terumbu karang merupakan dampak
langsung dan tidak langsung dari berbagai faktor yang saling berinteraksi (Penning,
1997), baik oleh kejadian secara alami atau akibat tekanan manusia, atau kombinasi
keduanya. Karang keras dan karang lunak merupakan komunitas bentik terumbu
penting, yang mana keduanya sering hadir secara bersamaan sebagai bentik sessil
yang saling berkompetisi terhadap ruang. Dominasi karang lunak diuntungkan oleh
perairan yang dengan nutrien tinggi ombak dan arus yang cukup kuat serta suhu
rendah, yang terjadi secara reguler dan terus menerus (Rustam et al., 2016).
Rentang waktu cukup lama (4 tahun) memberikan indikasi bahwa komunitas bentik
terumbu tidak lagi pergantian ke arah dominasi satu populasi (phase-shift), namun
merupakan pergantian menuju sebuah kondisi yang lebih stabil (alternative stable
state) dan mampu bertahan dalam rentang perubahan kondisi lingkungan yang luas
(ecological locked) (Dudgeon et al., 2010 ; Petraitis & Dudgeon, 2004).
Jilid 1 205
Keragaman jenis karang kerang
Jilid 1 207
Keragaman jenis karang kerang
Hasil pengkuran dinamika dan komposisi jenis karang yaitu berupa nilai indeks
keanekaragaman (H) 4,534, indeks dominasi (C) 0,012 dan indeks keseragaman (E)
0,955. Hasil indeks tersebut menunjukan bahwa komunitas karang di peraiaran TWP
Teluk Bumbang memiliki tingkat keanekaragaman tinggi, dominasi oleh jenis tertentu
sangat rendah dan komunitas karang dalam kondisi stabil (Simpson, 1949; Krebs,
1985; Magurran 1998; Odum 1971 ; Bengen, 2000). Nilai indeks keanekaragaman
karang ini jauh lebih tinggi dari hasil yang pernah dilaporkan di perairan Pulau
Bunaken dan pesisir Tombariri, Manado Sualwesi Utara yaitu 1.58±0.48 (mean±SD)
dan 1.77±0.41, begitu juga dengan indeks keseragaman 0,69±0.14 dan 0.76±0,11
(Fuad, 2010). Struktur dan komposisi jenis dalam sebuah komunitas karang bersifat
dinamis ditentukan oleh jumlah jenis, jumlah individu dan kehadiran suatu jenis
karang dalam populasi (Bengen, 2000.
Kesimpulan
Komunitas bentik terumbu di peraiaran TWP Teluk Bumbang, Lombok Tengah,
NTB didominasi oleh tutupan karang lunak, karang keras dan algae. Kondisi terumbu
karang pada stasiun dan zona konservasi peraiaran yang berbeda relatif sama (mirip)
yaitu berada dalam kondisi kurang baik sampai kondisi sedang dengan kondisi umum
kurang baik. Begitu juga kondisi terumbu karang sebelum dan setelah pencadangan
konservasi perairan relatif sama dan tidak menunjukan perubahan yang siginifikan.
Keanekaragaman jenis karang cukup tinggi, dengan komposisi dan sebaran relatif
sama serta tidak ada dominansi satu jenis.
Saran
Target perlindungan ekosistem terumbu karang dan jenis dalam kawasan
konservasi perairan saat ini belum maksimal, sehingga perlu didorongan untuk
mempercepat upaya pemulihan dan peningkatan sumberdaya hayati di dalamnya.
Sesuai dengan dokumen rencana pengelolalan kawasan dan zonasi TWP Teluk
Mumbang Tahun 2012, upaya rehabilitasi ekosistem terumbu karang dan
pengawasan perairan dapat ditingkatkan.
Daftar pustaka
Bachtiar I. 2004. Status terumbu karang di Propinsi Nusa Tenggara Barat : Sebuah
Kajian. Jurnal Biologi Tropis 5(1):1-9.
Baum G, Januar I, Fersel SCA, Wild C, and Kunzmann A. 2016. Abundance and
physiology of dominant soft corals linked to water quality in Jakarta Bay,
Indonesia. PeerJ. 4: e2625. DOI 10.7717/peerj.2625.
Bengen DG. 2000. Sinopsis teknik pengambilan contoh dan analisis data biofisik
sumberdaya pesisir. Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Laut IPB. Bogor.
88hlm.
Bell PRF, Elmetri I, Lapointe BE. 2014. Evidence of large-scale chronic
eutrophication in the Great Barrier Reef: quantification of chlorophyll a
thresholds for sustaining coral reefcommunities. Ambio 43(3): 361–376.
Brodie, JE, Devlin M, Heynes D, Waterhouse J. 2011. Assessment of the
eutrophication status of the Great Barrier Reef lagoon (Australia).
Biogeochemistry (2011) 106:281-302
Chou LM, Yamazato K. 1990. Community structure of coral reefs within the vicinity of
Motubu and Sesoko (Okinawa) and the effects of human and natural influences.
Galaxea 9(1):9–75.
Jilid 1 209
Keragaman jenis karang kerang
Direktorat Jenderal Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Kementerian Kelautan dan
Perikanan. 2012. Penyusunan Managemen Plan dan Zonasi Kawasan
Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Lombok Tengah, NTB”. Direktorat
KKJI-KKP.
Dermawan A, Lubis SB, Suraji, Rasyid N, Ashari M, Kuhaja T, Sofiullah A, Saefudin
M, Handadari ASK, Widiastutik R, Wulandari DR. 2014. Status Pengelolaan
Efektif Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau Pulau Kecil di
Indonesia. Profil 113 Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Direktorat Jenderal
Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Kementerian Kelauatan dan Perikanan
Republik Indonesia.
Done TJ. 1982. Patterns in the distribution of coral communities across the central
Great Barrier Reef. Coral Reefs 1(2):95–107.
Emiyati, Setiawan KT, Anneke KS, Manopo., Budhiman S, Hasyim B. 2014. Analisis
multitemporal sebaran suhu permukaan laut di perairan Lombok menggunakan
data penginderaan jauh MODIS. Prosisiding Seminar Nasional Penginderaan
Jauh 470-479
English S, Wilkinson C, Baker V. 1997. Survey manual for tropical marine resources.
Townsville: Asutralian Institute of Marine Science
Fabricius KE. 2005. Effects of terrestrial runoff on the ecology of corals and coral
reefs: review and synthesis. Marine Pollution Bulletin 50(2):125–146.
Fox HE, Pet JS, Dahuri R, Caldwell RL. 2003. Recovery in rubble fields: long-term
impacts of blast fishing. Marine Pollution Bulletin 46(8):1024–1031.
Fong P and Paul VJ. 2011. Coral Reef Algae. In Z. Dubinsky and N. Stambler (eds.),
Coral Reefs: An Ecosystem in Transition
Fuad MAZ. 2010. Coral Reef Rugosity and Coral Biodiversity, Bunaken National Park,
North Sualwesi, Indonesia. Thessis. International Institute for Geo-Information
Science and Earth Observation. Enscheds-The Netherlands. 70 pp
Giyanto AEW, Manuputty, Abrar M, Siringoringo RM. 2014. Monitoring Terumbu
Karang: Ed. Suharsono dan O.K. Sumadiharga. Panduan Monitoring
Kesehatan Terumbu Karang: Terumbu Karang, Ikan Karang, Megabenthos dan
Penulisan Laporan. CRITC COREMAP-CTI LIPI. 77 pp
GESAMP. 2001. Protecting the Oceans from Land-Based Activities: Land-Based
Sources and Activities Affecting the Quality and Uses of the Marine, Coastal
and Associated Freshwater Environment. Nairobi: United Nations Environment
Program, 71.WWF Indonesia-Worlf Fish Center. 35 pp
Grigg RW. 1982. Darwin Point: a threshold for atoll formation. Coral Reef. 1: 29-35
Herianto. 2009. Kesuburan Perairan Waduk Nagedang Desa Giri Sako Kecamatan
Logas Tanah Darat Kabupaten Kuantan Singingi Riau, Ditinjau Dari Kosentrasi
Klorofil-a Fitoplankton. Skripsi (tidak dipublikasikan). Program Studi MSP.
FAPERIKA. UNRI. Pekanbaru.
Hill J and Wilkinson C. 2004. Methods for Ecological Monitoring of Coral Reefs,
Version 1 : A Resource for Managers. Asutralian institute of Marine Sciences.
Australia. 123 pp
Hughes TP. 1994. Catastrophes, phase-shifts, and large-scale degradation of a
Caribbean coral reef. Science. 265(5178):1547–1551.
Hubbard DK. 1997. Reef as dynamics system. Charles Birkeland (eds) : Life and
Death of Coral Reefs. Chapman and Hall Insternational Thomson Publishing.
New York. 536 pp
International Society for Reef Study (ISRS). 2004. The effects of terrestrial runoff of
sediments, nutrients and other pollutants on coral reefs. Briefing Paper 3,
International Society for Reef Studies (ISRS), pp: 18
Krebs CJ. 1985. Ecology: the Experimental Analysis of Distribution and Abundance,
3rd edition. Harper and Row: New York, NY, USA
Kunarso. 2005. Kajian Penentuan Lokasi-Lokasi Upwelling di Perairan Indonesia dan
Sekitarnya serta Kaitannya dengan Fishing Ground Tuna. Tesis, Program Studi
Magister Oseanografi, Sains Atmosfir, dan Seismologi, Institut Teknologi
Bandung.
Kunarso, Hadi S, Ningsih NS, Baskoro MS. 2011. Variabilitas Suhu dan Klorofil-a di
Daerah Upwelling pada Variasi Kejadian ENSO dan IOD di Perairan Selatan
Jawa sampai Timor. Jurnal Ilmu Kelauatan 16 (3) 171-180.
Kemili P dan Putri MR, 2012. Pengaruh Durasi dan Intensitas Upwelling Berdasarkan
Anomali Suhu Permukaan Laut Terhadap Variabilitas Produktivitas Primer di
Perairan Indonesia. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 1,
Hal. 66-79.
Kunarso Hadi S, Ningsih NS, Baskoro MS. 2011. Daerah upwelling pada variasi
kejadian ENSO dan IOD di perairan selatan Jawa sampai Timor. Jurnal Ilmu
Kelautan (16) 3:171-180
Larned ST. 1998. Nitrogen- versus phosphorus-limited growth and sources of
nutrients for coral reef macroalgae. Marine Biology 132: 409-421
Lubis SB, Suraji, Rasyid N, Kuhaja T, Saefudin M, Widiastutik R, Kenyo AS, Ashari
M, Wulandari DR, Jannah AR, Sofiullah A, Afandi YA, Wijonarno A, Herdiana
Y. 2014 Panduan Monitoring Biofisik (Sumber Daya Kawasan) Kawasan
Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Direktorat Konservasi
Kawasan dan Jenis Ikan. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan. 89 pp
Lubis SB, Suraji, Rasyid N, Sofiullah A, Antung R, Asri J, Kenyo AS, Wulandari R,
Saefudin M, Muschan Ashari, Ririn Widiastutik, Tendy Kuhaja, Yusuf Arief,
Afandi Ari Setiarso, Soemodinoto. 2014. Suplemen 3 : Panduan Penyususnan
Rencana Pengelolalaan dan zonasi Kawasan Konservasi Perairan. Direktorat
Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Jilid 1 211
Keragaman jenis karang kerang
Reid. C, Marshall J, Logan D, Kleine D. 2009. Coral Reef and Climate Change: The
Guide for Education and Awareness. Coral Watch, The University of
Queensland PB. 256 pp
Rustam A, Yulius A, Heriati, Salim HL, Ramdhan M. 2016. Kajian kualitas air perairan
Lombok Tengah sebagai kawasan konservasi laut daerah. Taslim Arifin et al (eds).
Bunga Rampai: Iptek Sumberdaya Pesisir Untuk Pengembangan Blue Economy di
Pulau Lombok. IPB Press. Bogor.
Susanto RD, Gordon AL, dan Zheng Q, 2001. Upwelling Along the Coasts of Java
and Sumatra and Its Relation to ENSO. Geophysical Research Letters.
28:1,559– 1,602.
Spalding MD, Ravilious C and Green EP. 2001. World Atlas of Coral Reefs. Prepared
at the UNEP World Conservation Monitoring Centre. University of California
Press, Berkeley, USA. 432 pp
Simpson, EH. 1949. Measurement of diversity. Nature, 163: 688.
Stephen L. Coles and Yusef H. Fadlallah. 1991. Reef coral survival and mortality at
low temperatures in the Arabian Gulf: new species-specific lower temperature
limits. Coral Reefs 9:231-237
Suharsono. 2010, Jenis-Jenis Karang di Indonesia. COREMAP Program. 372 pp
Veron JEN, Devantier LM, Turak E, Green AL, Kininmonth S, Smith MS and
Peterson N. 2009. Delineating the coral triangle. Galaxea, Journal of Coral Reef
Studies, 11: 91-100.
Veron JEN. 2000. Coral of the World Volume 1. Australian Insttitute of Marine
Science. 463 pp
Veron JEN. 2000. Coral of the World Volume 2. Australian Insttitute of Marine
Science. 429 pp
Veron JEN. 2000. Coral of the World Volume 3. Australian Insttitute of Marine
Science. 490 pp
Wildlife Conservation Society (WCS). 2011. Laporan Kegiatan Identifikasi dan
Penilaian Potensi Calon Kawasan Konservasi Perairan di Kabupaten Lombok
Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Ward-Paige CA, Risk MJ, Sherwood OA, Jaap WC. 2005. Clionid sponge surveys on
the Florida Reef Tract suggest land-based nutrient inputs. Marine Pollution
Bulletin. 51(5–7):570–579.
Jilid 1 213
Keragaman jenis karang kerang
Lampiran 1. Daftar jenis karang keras di periaran TWP Teluk Mumbang, Kabupaten
Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat
STASIUN
LBTL LBTL LBTL LBTL
TAXON LBTL 01 02 03 04 05
SCLERACTINIA CORAL
ACROPORIDAE Verril, 1902
Acropora Oken ,1815
Acropora abrotanoides Lamarck, 1816 +
Acropora crateriformis Gardiner, 1898 +
Acropora digitifera Dana, 1846 + + + + +
Acropora efflorescen Dana, 1846 + + +
Acropora 214ylindr Dana, 1846 + + +
Acropora hyachintus Dana, 1846 +
Acropora irregularis Brook, 1892 + + + +
Acropora loripes Brook, 1892 + + + +
Acropora macrostoma Brook, 1891 +
Acropora millepora Ehrenberg, 1834 + +
Acropora microclados Ehrenberg,1834 +
Acropora monticulosa Bruggemann,
1879 +
Acropora ocellata Klunzinger, 1876 + + +
Acropora palifera Lamarck, 1816 +
Acropora nasuta Dana, 1846 + + +
Acropora robusta Dana, 1846 +
Acropora 214ylindr Dana, 1846 +
Acropora samoensis, Dana 1846 +
Acropora solitaryensis Veron and
Wallace, 1984 + +
Acropora spicifera Dana 1846 +
Acropora subulata Dana 1846 +
Acropora valida Dana 1846 +
Astreopora Blainville, 1830
Astreopora 214ylindri Bernard, 1896 +
Astreopora myriopthalma Lamarck, 1816 + +
Montipora Blainville, 1830
Montipora aequituberculata Bernard,
1897 + +
Montipora monasteriata Forskal, 1775 + +
Montipora palawanensis, Veron 2000
Montipora 214ylindri Veron,2000 +
Montipora tuberculosa Lamarck, 1816 +
Jilid 1 215
Keragaman jenis karang kerang
Jilid 1 217
Keragaman jenis karang kerang
10 13 13 13 12
Jumlah Famili
Jumlah Genus 18 20 28 24 28
Jumlah Jenis 43 47 52 50 50
Total Famili 15
Total Genus 42
Total jenis 115
Indeks Keanekaragaman 4,534201
Indeks Dominasi 0,012205
Indeks Keseragaman 0,955588
Jilid 1 219