Anda di halaman 1dari 13

NAMA : M.

NASIR HAMIMBAR

NIM : 200300038

MK : BIOLOGI LAUT

1. DASAR HUKUM REHABILITASI TERUMBU KARANG

Dalam Merehabilitasi Terumbu Karang telah diatur dalam peraturan perundangan sebagai
berikut : a) Perpres No 121 Tahun 2012 tentang Rehabilitasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil, yang mengatur tetang proses rehabilitasi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil yang
terdiri dari ruang lingkup kegiatan rehabilitasi ekosistem dan populasi ikan, kriteria kerusakan
ekosistem, tahapan rehabilitasi (identifikasi penyebab kerusakan, identifikasi tingkat kerusakan,
perencanaan rehabilitasi), monitoring dan evaluasi b) Pemen KP No. 24 Tahun 2016 tentang Tata
Cara Rehabilitasi Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil yang mengatur tata cara rehabilitasi untuk
masing-masing ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil c) KepMenLHNo 04/2001 tentang Kriteria
Baku KerusakanTerumbu Karang d) Kepmen KP No.38 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum
Pengelolaan Terumbu Karang.

DATA TERUMBU KARANG


1. One Map Terumbu Karang 2013
2. Buku status terumbu karang tahun 2017
3. Buku status terumbu karang tahun 2018
Sumber : https://kkp.go.id/djprl/p4k/page/4332-terumbu-karang.

Potensi Ekosistem Terumbu Karang untuk Pengembangan Ekowisata di Pulau Sintok Taman
Nasional Karimunjawa

PENDAHULUAN

Terumbu karang merupakan ekosistem dinamis dengan kekayaan biodiversitas serta produktivitas
tinggi, karena itu terumbu karang mempunyai peran yang signifikan. Secara ekologis, terumbu
karang merupakan tempat organisme hewan maupun tumbuhan mencari makan dan berlindung.
Menurut Suharsono (2008), Indonesia memiliki jenis-jenis karang yang beragam, ditemukan 590
spesies yang termasuk kedalam 80 genus karang di Indonesia. Menurut hasil penelitian Pusat
Pengembangan Oseanologi (P2O) LIPI yang dilakukan pada tahun 2000, kondisi terumbu karang
Indonesia 41,78% dalam keadaan rusak, 28,30% dalam keadaan sedang, 23,72% dalam keadaan baik,
dan 6,20% dalam keadaan sangat. Ekosistem terumbu karang menyediakan jasa-jasa menunjang
industri wisata bahari bagi perolehan devisa negara dan menyediakan lapangan pekerjaan dan
lapangan usaha yang signifikan (Puspitasari et al., 2016).Potensi wisata bahari khususnya ekowisata
terumbu karang di wilayah pesisir dilakukan sebagai upaya untuk menguatkan wisata bahari yang
sudah ada. Selain itu perlu mengetahui daya dukung wilayah secara fisik, lingkungan dan
kewilayahan. Hal ini diperlukan sebagai salah satu masukan dalam pemanfaatan sumber daya pesisir
yang berkelanjutan. Dalam pengelolaannya diperlukan keterpaduan antar berbagai pihak, yang
tergabung dalam satu koordinasi yang mengarahkan berbagai kegiatan yang ada di wilayah pesisir
tersebut. Hal ini dimaksudkan sebagai suatu upaya secara terprogram untuk mencapai tujuan yang
dapat mendukung antara berbagai kepentingan, agar terpelihara lingkungan dan tercapainya
pembangunan ekonomi yang memadai.Definisi pulau menurut Jaelani (2012) adalah daratan yang
terbentuk secara alami, dikelilingi oleh air dan selalu berada di atas permukaan air pada saat pasang
tertinggi. Sementara pengertian pulau-pulau kecil menurut Undang- Undang No. 27 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau
sama dengan 2.000 km persegi beserta kesatuan ekosistemnya. Taman Nasional Karimunjawa
merupakan salah satu taman nasional yang didalamnya terdapat pulau-pulau kecil. Salah satu pulau
kesil di kawasan Taman Nasional Karimunjawa adalah Pulau Sintok. Pulau Sintok merupakan pulau
kecil yang memiliki potensi ekosistem pesisir yang melimpah, salah satunya adalah Ekosistem
Terumbu Karang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi biofisik ekosistem terumbu
karang sebagai pengembangan ekowisata bahari serta untuk mengetahui strategi pengembangan
ekowisata di Pulau Sintok Taman Nasional Karimunjawa. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi dan masukan untuk pembuatan perencanaan pengembangan wilayah
tersebut khususnya untuk pengembangan wisata bahari. Selanjutnya data yang diperoleh dapat
digunakan sebagai dasar pengelolaan ekosistem terumbu karang yang meliputi eksplorasi secara
lestari, perlindungan dan pencegahan terhadap polusi dan degradasi yang disebabkan aktifitas
manusia.

MATERI DAN METODE

Materi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kondisi biofisik ekosistem terumbu karang dan
arahan strategi pengembangan ekowisata bahari kategori selam di Pulau Sintok Taman Nasional
Karimunjawa. Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 1. Penelitian yang dilakukan terbagi
menjadi dua bagian yaitu penelitian yang dilakukan di lapangan meliputi pendataan kerapatan
terumbu karang yang meliputi persen cover karang hidup, keseragaman, keanekaragaman, dan
dominansi, selain itu pengukuran parameter kualitas perairan juga dilakukan dilapangan secara
langsung. Pendataan karang berdasarkan dengan bentuk pertumbuhan (life form). Penelitian kedua
adalah menganalisis data yang telah didapat. Pengambilan data kondisi biofisik ekosistem terumbu
karang menggunakan metode Transek Garis atau Line Intercept Transect (LIT).

Gambar 1. Lokasi Penelitian di Pulau Sintok Taman Nasional Karimunjawa


Pengukuran Kualitas Perairan

Pengukuran parameter perairan dilakukan secara langsung dilapangan. Pengukuran parameter


perairan meliputi suhu menggunakan thermometer, kecerahan perairan menggunakan secchi disc,
kecepatan arus menggunakan bola duga, salinitas dengan hand refraktometer, dan derajat
keasaman menggunakan pH meter. Kecerahan perairan adalah suatu kondisi yang menunjukkan
kemampuuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami
kecerahan sangat penting karena erat kaitannya dengan dengan aktivitas fotosintesis hewan karang
(Effendi, 2003).

Pengambilan Data Terumbu

KarangMetode yang digunakan pada pengambilan data biofisik terumbu karang yaitu LIT (Line
Intercept Transect). Metode LIT biasa juga dikenal dengan nama metode transek garis (Indonesia).
Metode Transek garis (LIT) merupakan metode dasar untuk menggambarkan struktur komunitas
karang berdasarkan bentuk pertumbuhan (life form) (English et al., 1997). Metode LIT digunakan
dengan cara membentangkan transek garis (roll meter) sepanjang 100 meter yang dipasang sejajar
dengan garis pantai seperti pada Gambar 2. Pengambilan data dilakukan pada 4 stasiun yang telah di
tentukan, dimana setiap stasiun dilakukan pengulangan 2 kali yaitu di kedalaman 5 dan 10 meter.
Data yang diambil setiap centimeter meliputi bentuk pertumbuhan karang, biota yang berasosiasi,
dan substrat. Selain itu data yang diambil yaitu lokasi pengambilan data menggunakan GPS.
Identifikasi jenis life form meliputi tipe pertumbuhan yang terjadi pada ekosistem terumbu karang
pada lokasi penelitian. Jenis atau tipe pertumbuhan karang yang ditemui pada tiap line transek
dicatat.

Prosentase Tutupan Terumbu Karang

Dari hasil prosentase tutupan lifeform yang diperoleh disajikan setiap stasiun dan dianalisis secara
deskriptif dengan tabel atau grafik sehingga dapat ditentukan kondisi terumbu karang di daerah
tersebut (Gomes dan Yap, 1988) dengan melihat kriteria tutupan karang hidup (Tabel 1).

Gambar 2. Pengukuran Ekosistem Terumbu Karang dengan Metode LIT(Sumber. UAS et al., 2017).

Tabel 1. Kriteria Tutupan Karang Hidup di Pulau Sintok Taman Nasional Karimunjawa

Kategori Tutupan Karang Hidup Kriteria


1. 75-100% Sangat Baik

2. 50-74,9% Baik

3. 25-49,9% Sedang

4. 0-24,9% Rusak

Indeks Kesesuaian Ekowisata

Analisis kesesuaian didasarkan pada potensi sumber daya yang ada dan parameter kesesuaian untuk
setiap kegiatan wisata. Kesesuaian wisata bahari, sebagai ketetapan atau kecocokan penggunaan
sumberdaya kelautan terhadap suatu kegiatan dikarenakan setiap kegiatan wisata bahari
mempunyai persyaratan sumberdaya lingkungan yang sesuai dengan objek wisata yang akan
dikembangkan. Analisis kesesuaian lokasi wisata bahari kategori wisata selam menggunakan
pendekatan kualitas kondisi biofisik lokasi, antara lain : luas tutupan komunitas karang, jenis life-
form, jumlah jenis ikan, kedalaman terumbu karang, kecerahan perairan dan kecepatan arus.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengambilan data prosentase tutupan karang hidup yang telah di dapat stasiun 4 (timur)Pulau
Sintok kedalaman 10 meter sebesar 82% dimana prosentase tersebut menurut ( Keputusan )
Menteri Lingkungan Hidup,2004), termasuk dalam kategori baik sekali. Prosentase penutupan
karang terendah berada pada sisi stasiun 2 (barat daya) Pulau Sintok kedalaman 10 meter sebesar
30% dimana besar prosentase tersebut menunjukkan kondisi terumbu karang di titik pengambilan
data tersebut dalam kategori sedang karena menurut (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup, 2004),
terumbu karang termasuk dalam kategori sedang apabila prosentase penutupan karang 25 – 49,9%.
Prosentase penutupan karang pada kedalaman 5 meter dapat dilihat pada (Gambar 3). Diagram
prosentase pada gambar 1 menunjukkan perbandingan prosentase karang hidup, substrat dan
komponen lainnya yang telah didata di setiap sisi perairan Pulau Sintok Karimunjawa. Dari gambar 5
terlihat bahwa Pulau Sintok pada kedalaman 5 meter masih didominasi oleh karang hidup.
Prosentase penutupan karang tertinggi pada stasiun 3 (tenggara) Pulau Sintok dengan nilai
prosentase penutupan karang sebesar 80%. Pada stasiun 4 (timur) kedalaman 5 meter didominasi
karang hidup dengan prosentase 77% dan substrat yang didapat pada stasiun 4 didominasi oleh pasir
dengan prosentase 19%. Pada stasiun 1 (Barat)Pulau sintok memiliki tutupan karang hidup sebesar
68%, sedangkan pada sisi stasiun 2 (baratdaya) Pulau Sintok memiliki prosentase karang hidup
sebesar 61%.
Gambar. Prosentase Tutupan Terumbu karang Pulau Sintok Kedalaman 10m

Komposisi Ikan Terumbu Kedalaman 10 m di Pulau Sintok KarimunjawaTabel


7. Data Parameter Perairan Pulau Sintok Karimunjawa.

Lokasi PendataanKecepatan Arus (m/s) Salinitas (0/00)Kecerahan (m) Suhu (oC) pH

Stasiun 4 (Timur) 0,7 33,2 100% 27,3 7,7

Stasiun 1 (Barat) 0,8 33,3 100% 28,5 7,3

Stasiun 2 (Baratdaya6) 0,1 34,2 100% 28,3 7,1

Stasiun 3 (Tenggara) 0,3 34,1 100% 28,2

Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan karang adalah kualitas air atau
perairan yang mencakup suhu perairan, salinitas dan kecerahan perairan. Menurut Levinton (1982),
suhu adalah faktor lingkungan yang paling besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan organisme
laut seperti karang. Suharsono (1998), mengemukakan bahwa kisaran suhu yang masih dapat
ditoleransi oleh karang berkisaran antara 26-34 °C. Dari data yang telah di peroleh perairan Pulau
Sintok mempunyai suhu dengan kisaran 27,3°C – 28,5°C, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai
suhu terhadap pertumbuhan terumbu karang dipulau Sintok relatif stabil. Penyebab terjadinya arus
diakibatkan oleh daya dorong angin, gerakan termohalin, arus pasang surut, turbulensi, tsunami dan
gelombang lain. Faktor kecerahan juga mempengaruhi pertumbuhan karang karena faktor
kecerahan sangat berhubungan dengan intensitas cahaya matahari. Perkembangan dan
pertumbuhan karang sangat dipengaruhi oleh cahaya matahari dimana semakin cerah perairan
maka semakin baik pula cahaya matahari yang diserap oleh perairan tersebut sehingga karang dapat
memanfaatkannya dengan lebih optimal. Kecerahan perairan merupakan hal yang penting dalam
melakukan kegiatan penyelaman, hal ini menyangkut visibility atau jarak pandang. Semakin baik
jarak pandang maka keindahan bawah air juga akan semakin nyaman untuk dinikmati dengan mata
dan kamera underwater (pemotretan dan video bawah laut) (Wijaya, Suryanti danSupriharyono,
2015). Perairan Pulau Sintok memiliki kecerahan yang baik, karena kecerahannya berkisar dari 5 – 10
meter, walaupun belum memiliki kecerahan 100%. Cahaya yang cukup harus tersedia agar
fotosistesis oleh zooxanthellae simbiotik dalam jaringan karang dapat terlaksana (Nybakken, 1992).
Faktor salinitas juga mempengaruhi kondisi status terumbu karang, di pererairan Pulau Sintok
mempunyai range salinitas 33,2 – 34,2 ‰, pada kisaran nilai salinitas tersebut terumbu karang dapat
berkembang baik. Menurut Dahuri (2003) banyak spesies karang peka terhadap perubahan salinitas,
karang hidup pada salinitas 30-35‰.

Kesimpulan

Berdasarkan Kondisi terumbu karang, ikan karang dan kondisi perairan pada Pulau Sintok, khususnya
lokasi penelitian dapat dikembangkan sebagai ekowisata lamun. Hal ini berdasarkan analisis
kesesuaian ekowisata yang memiliki nilai IKW (Indeks Kesesuaian Wisata) >50 – 83% dimana nilai
50% - < 80% termasuk kedalam kelas (S2) atau suitable dan nilai IKW 83% termasuk kedalam
kategori (S1) atau sangat sesuai untuk dijadikan sebagai ekowisata terumbu karang kategori selam.
Arahan strategi pengelolaan kawasan pengembangan ekowisata di perairan Pulau Sintok adalah
dengan : (1) Pengelolaan kawasan terumbu karang sebagai ekowisata secara optimal, (2) Perlunya
upaya pencegahan kerusakan ekosistem terumbu karang untuk dijadikan kawasan ekowisata, (3)
Pengembangan sistem informasi serta meningkatkan sarana prasarana pengelolaan ekowisata, dan
(4) Penegakkan hukum dan peraturan perundang-undangan demi penerapan pengelolaan terumbu
karang secara lestari
TINGKAT PERTUMBUHAN TERUMBU KARANG (Coral Reef) PADA TERUMBU BUATAN (Artificial
Reef) DENGAN PENGKAYAAN KANDUNGAN ZIOLIT YANGPOTENSIAL

Pendahuluan

Latar belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang membentang dari
(95°- 42°) Bujur Timur, dan 6° Lintang Utara sampai 10° Lintang Selatan. Mempunyai sekitar 17.000
pulaubesar dan kecil dengan garis pantai sepanjang kurang lebih 80,791 km (Suharsono, 1998).
Sumberdaya perairan pantai yang dimiliki Indonesia merupakan yang terkaya dibandingkan dengan
negara-negara Asia Tenggara lainnya. Di perkirakan luas terumbu karang yang ada di perairan
Indonesia lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat sampai ke perairan
Kawasan Timur Indonesia (Coremap, 2008; Moosa dan Suharsono, 1997). Menurut Yarman (1997)
dari 700 jenis karang yang terdapat di dunia, 400 jenis di antaranya terdapat di perairan Indonesia.
Dari jumlah jenis tersebut di atas beberapa jenis di antaranya sudah termasuk kategori langka
(endangered spcies). Diperkirakan sekitar 263 jenis ikan hias hidup di perairan karang dan sepertiga
fungsi dari terumbu karang yang telah jenis ikan tersebut sangat bergantung pada keberadaan
terumbu karang (Anonymous, 1992a). Terumbu karang merupakan salah satu sumberdaya ikan yang
mempunyai sifat dapat pulih kembali (renewable) namun kemampuan untuk pulih kembali sangat
terbatas. Di segi lain sumberdaya terumbu karang sebagai salah satu sumberdaya yang bersifat open
access atau milik umum (common properties) yang dalam pemanfaatannya orang cenderung
berlomba-lomba untuk mengambil sebanyak-banyaknya, tanpa berpedoman pada kaidah-kaidah
pelestarian sumberdaya alam (Dahuri, 2004).Ancaman utama bagi terumbu karang di Indonesia
adalah penangkapan ikan secara berlebihan dan penangkapan ikan yang merusak. Persentase
ancaman akibat penangkapan ikan secaraberlebihan dapat mencapai 64% dari luas keseluruhan, dan
mencapai 53% akibat penangkapan ikan dengan metode yang merusak. Namun demikian, karena
informasi yang terbatas, wilayah-wilayah yang beresiko terkena pengaruh penangkapan ikan yang
merusak, kemungkinan lebih sedikit dari yang sebenamya. Pembangunan pesisir dan sedimentasi
dari daratan mengancam seperlima dari terumbu karang yang ada di Indonesia. (L. Burke, at
al.,2001). Rehabilitasi terumbu karang merupakan suatu usaha untuk mengembalikan menyambung
rantai ekosistem yang hilang akibat kerusakan terumbu karang, rantai tersebut berupa substrat atau
biotanya. Dengan mempertimbangkan bagian rantai ekosistem yang hilang dapat ditentukan langkah
dan teknologi rehabilitasi terumbu karang (Wagiyo dan Radiarta, 1997). Di Indonesia saat ini upaya
pelestarian dan pemulihan terumbu karang melalui pembuatan terumbu karang buatan (artificial
reef) dariberbagai bahan seperti rangka beton, ban bekas, dan becak bekas.

Dari hasil pengamatan terumbu karang buatan dari berbagai bahan tersebut mempunyaikendala -
kendala, seperti bahan dari beton tingkat pertumbuhannya relatif lambat, ban bekas disarankan
untuk tidak lagi dijadikan bahan pembuatan terumbu karang buatan karena dalam jangka
panjangnya akan mencemari lingkungan perairan. Salah satu altematif bahan untuk terumbu karang
buatan adalah dari batu kapur (limestone), mengingat bahan tersebut mengandungkalsium karbonat
(CaCO) yang tinggi dan mempunyai sifat masif. Deposit kalsium karbonat (CaC03) yang masif di
perairan merupakan bahan pembentuk terumbu karang.Untuk memperbaiki terumbu karang alami
sebagai tempat tinggal organisme laut, salah satuteknik yang telah banyak dikembangkan di dunia
adalah teknik terumbu karang buatan (artificial reef). Terumbu karang buatan sebagai suatu struktur
di dasar laut yang dibangun untuk menyediakan lingkungan, habitat, sumber makanan, tempat
pemijahan dan asuhan, sertaperlindungan pantai sebagaimana halnya terumbu karang
alami.Terumbu karang buatan (artificial reef) memiliki fungsi, yaitu ; 1) menyiapkan habitat baru
yang permanen bagi biota karang yang masih muda berupa larva planula dan bermetamorfosis
menjadi bagian dari populasi dewasa dan komunitas terumbu karang; 2) melindungi area pemijahan
(spawning ground) dan menyediakan area asuhan (nursery ground); 3) meningkatkan prodiktifitas
alami dan menjaga keseimbangan siklus rantai makanan.Maka salah satu bentuk kegiatan adalah
perlu dilakukan penelitian tentang rekayasa habitat terumbu karang buatan (artificial reef) dalam
upaya pemulihan ekosistem terumbu karang dengan menggunakan berbagai jenis bahan alami yang
memiliki kandungan seperti subtrat karang. Disamping bahan dasar, bentuk (artificial reef) adalah
penting untuk diteliti. Bahan alami yang digunakan dalam penelitian ini dari jenis bahan batuan
kapur (limestone) meliputi ziolit, onyx, paliman halus dan kasar, bentonik, toseki dan feldspar.
Bahan-bahan tersebut dipilih berdasarkankandung silikatnya. Bentuk konstruksi yang digunakan
adalah, reef ball dan kubus.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tutupan terumbu karang pada terumbu buatan dan untuk
mengetahui laju pertumbuhan terumbu karang pada terumbu buatan.

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Maret s a mp a i d e n g a n Desember 2009 di perairan


Sendang Biru, Kabupaten Malang.

Mekanisme Pengambilan Data

Peralatan yang dipakai untuk pengambilan data adalah kamera digital yang telah dilengkapi dengan
perangkat casing underwater. Kamera digital dengan merk komersial yaitu Canon Ixus dengan
ketajaman 12 mega pixel. Dengan menggunakan ketajaman 12 mega pixel tersebut mampu
merekam data dalam bentuk citra Image dengan ekstensi JPG secara akurat dan detail.Kamera
digital ini juga dilengkap dengan fasilitas macro yaitu fasilitas pembesaran obyek secara digital
dengan tingkat detail dan keakuratan image yang sangat tinggi. Fasilitas lainnya pada kamera jenis
ini adalah adanya stabilizer. Stabilizer atau sering dikenal dengan Image Stabilizer (I.S) adalah suatu
fasilitas yang berfungsi untuk mengurangi efek guncangan yang mungkin terjadi ketika pengambilan
gambar sedang berlangsung. Image Stabilizer, sangat berguna untuk menghasilkan gambar yang
relatif tenang walaupun pengambilan gambar berada di dalam perairan yang relatif tidak stabil.
Stabilizer pada kamera underwater yang digunakan ini adalah dengan menggunakan Digital Image
Stabilizer yaitu fasilitas penstabil gambar yang dioperasikan secara digital. Keakuratan dan detailnya
Image sangat menentukan dalam processing image dengan Digital Image Analysis Software.Harus
diketahui bahwa pengambilan citra image di dalam air (underwater) berbeda ketika pengambilan
citra image di permukaan (non underwater), sehingga harus mengetahui tiga halberikut ini

:1. Pembelokkan sinar. Pembelokan sinar di air akan menyebabkan : gambar menjadi tidakwajar,
wama benda didalam air akan tampak berbeda dengan aslinya dan air menyebabkan gambar
distorsi.

2. Benda didalam air akan tampak 33,3% lebih besar dari aslinya, dan pengambil melihat lensanya
mempunyai depth o f field 25 persen lebih tebal.

3. Jarak pandang kamera terhadap obyek seolah menjadi 25 persen lebih dekat.Untuk mengatasi
permasalahan pengambilan data di dalam air (underwater) dibuat solusidengan cara pengambilan
citra image sebanyak-banyaknya terhadap obyek yang sama. Citra Image tersebut akan tersimpan
dalam memori yang dapat kita pilih dan tentukan keakuratannya di laboratorium pengolah data
(Semedhi, 2008)

Analisis Data

Pada penelitian ini menggunakan Digital Image Analysis, yaitu dengan menggunakan sofware ImageJ
From NIH. Sofware ini mampu mendeteksi secara akurat luasan citra image yang ditentukan dan
telah dipilih. Sofware ini dikombinasikan dengan Corel Graphict Suite X4 untuk mapping karang yang
tumbuh pada terumbu buatan secara akurat. Kombinasi kedua tool tersebut dilengkapi dengan
penggunaan office Exel2007 untuk mentabulasi data dan menterjemahkan datadalam bentuk grafik.
Pengkodean data penelitian

Hasil dan pembahasan

Tutupan Terumbu Karang Pada Terumbu BuatanHewan karang atau reef corals Anthozoa)
merupakan penyusun utama terumbu karang (coral reefs), karena mampu membuat “bangunan”
dari pengendapan kalsium karbonat (CaC03). Tidak semua anggota Kelas Anthozoa (Filum Cnidaria)
dapat membentuk terumbu, hanya dari kelompok hermatypic coral (ordo Scleractinia), sedangkan
yang tidak membentuk karang disebut ahermatypic coral (misalnya: anemon,soft coral, akar bahar).
Kelompok hermatypic coral tersebut hidupnya bersimbiosis dengan alga bersel satu zooxanthellae
(Symbiodinium microadriaticum) yang berada pada sel di lapisan endodermis Hasil samping dari
roses fotosintesa zooxanthellae adalah endapan kalsium karbonat yang menjadi berbagai bentuk
dan struktur yang khas tergantung dari jenis inang(host) hewan karang. Semakin maksimal proses
fotosintesazooxanthellae, maka semakin maksimal pula kalsium karbonat yang dapat diendapkan,
berarti semakin cepat proses pertumbuhan karang.
Perbandingan Prosentase tutupan karang di terumbu buatan bentuk kubus pada pengamatan 1,2
dan 3

Pada Pengamatan bentuk kubus RB1 dan RB 2 selama enam bulan di tiga kedalaman masingmasing
kedalaman 3 meter, 6 meter dan 10 meter, diketahui bahwa RB I di kedalaman 3 meter memiliki
tutupan yang paling tinggi yaitu sebesar 8,34 %, selanjutnya berturut-turut di kedalaman 2 dan
kedalaman 3 yaitu sebesar 5,79 % dan 4,392 % pada terumbu buatan yang kaya Ziolit. Hal ini terlihat
jelas bahwa tutupan pada jenis yang kaya Ziolit (RB I) lebih besar tutupan karangnya dibandingkan
dengan tutupan karang pada jenis bahan yang miskin Ziolit (RB2).

Bentuk – bentuk

Model kubus

Model segi tiga


Pengembangan terumbu karang bawah air

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Tutupan terumbu karang pada terumbu buatan paling besar adalah pada terumbu buatanjenis
Reef Ball dengan kandungan kaya ziolit di kedalaman 3 meter yaitu sebesar 13,465%.

2. Laju pertumbuhan terumbu karang pada terumbu buatan paling besar terjadi pada jenisReef Ball
kaya ziolit dengan Jaju pertumbuhan 5,66%

Saran yang dapat disampaikan adalah :


1. Penggunaan Ziolit pada komposisi pembentuk terumbu buatan sangat efektif dalam menstimulasi
pertumbuhan terumbu karang.

2. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai mekanisme stimulasi pertumbuhan
terumbu karang

III. TERUMBU KARANG DAN ASOSIASINYA

Terumbu karang dan ikan karang merupakan dua komponen penting dalam ekosistem terumbu
karang. Keberadaan kedua komponen ini merupakan penentu kekayaan dan keanekaragaman
ekosistem terumbu karang. Ekosistem terumbu karang dimanfaatkan oleh berbagai biota laut
sebagai tempat memijah, berkembang biak, mencari makan, dan juga sebagai tempat tinggal.
Kekayaan jenis dan kelimpahan ikan karang sangat bergantung pada kondisi terumbu karang. Tujuan
penelitian ini adalah: (1) Menganalisis kondisi dan distribusi terumbu karang berdasarkkan
karakteristik lingkungan; (2) Menganalisis struktur komunitas ikan karang berdasakan kelompok ikan
mayor, ikan target, dan ikan indikator; dan (3) Menganalisis asosiasi terumbu karang dan ikan
karang. Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Tidung pada bulan Juni 2018. Metode pengambilan
data tutupan lifeform karang dan ikan karang menggunakan underwater photographic transect
(UPT) dan underwater visual census (UVC) pada transek garis sepanjang 50 m. Data karakteristik
fisika-kimiawi perairan yang meliputi oksigen terlarut, suhu, salinitas, kekeruhan, ammonia dan
nitrat diambil pada saat air pasang dan air surut serta 99 pada waktu musim puncak wisata (high
season) dan musim rendah wisata (low season). Analisis statistik data yang digunakan adalah
principal component analysis (PCA) untuk melihat sebaran karakteristik fisika-kimiawi perairan pada
setiap stasiun, dan correspondence analysis (CA) untuk mengevaluasi asosiasi kelompok ikan karang
dan terumbu karang berdasarkan lifeform.

Anda mungkin juga menyukai