ABSTRAK
Berkaitan dengan pengelolaan ekosistem terumbu karang, ketersediaan data yang akurat sangat
dibutuhkan untuk mendukung arah kebijakan yang akan dilaksanakan, sehingga diperlukan penelitian tentang
prosentase tutupan terumbu karang ini secara kontinyu. Tujuan penelitian ini adalah mengumpulkan data
biologi mengenai terumbu karang dan mengetahui persentase penutupan terumbu karang dalam rangka
penyusunan basis data kondisi terumbu karang di perairan Pantai Binor, Paiton, Kabupaten Probolinggo.
Metode yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah metode Line Intercept Transect (LIT).
Metode LIT merupakan metode yang digunakan untuk menentukan komunitas bentik sesil di terumbu karang
berdasarkan bentuk pertumbuhan dalam satuan persen, dan mencatat jumlah biota bentik yang ada sepanjang
garis transek.
Persentase tutupan karang hidup pada kedalaman 3 meter di perairan Binor Paiton ini dikategorikan
dalam kondisi baik yaitu sebesar 58%. Sedangkan persentase karang mati hanya 1 %, kemudian biota lain 23%,
abiotik 18%. Kondisi terumbu karang yang baik dikarenakan adanya penanaman terumbu karang (transplantasi
karang) diperairan tersebut, sehingga terumbu karang didominasi oleh Acropora Branching. Sedangkan Indeks
Mortalitas (IM) Terumbu Karang mencapai 24,5%. Hasil pengamatan dan pengukuran terumbu karang
diperairan tersebut didominasi oleh Hard Coral yaitu Acropora Branching (ACB) dengan persentase tutupan
terumbu karang sebesar 39%, Coral Massif (CM) dengan persentase tutupan terumbu karang sebesar 2,85%,
Coral Foliose (CF) dengan persentase tutupan terumbu karang sebesar 1,6%, dan Coral Mushroom (CMR)
dengan persentase tutupan terumbu karang sebesar 8,5%.
Pengamatan pada kedalaman 10 meter, penutupan terumbu karang mencapai 63%. 75 % karang hidup
yang ditemukan di kedalaman 10 meter di dominasi oleh karang Acropora bercabang, dan 25% lainnya diisi
oleh karang Acropora meja (tabulate) dan karang non-Acropora dengan bentuk hidup bercabang, massif,
submassif, lembaran, dan jamur, sedangkan Indek Mortalitas (IM) karang mencapai 28,5%. Tingginya
persentase penutupan karang di Paiton disebabkan oleh keberhasilan kegiatan transplantasi karang serta
minimnya kegiatan manusia di lokasi ini. Dominansi karang Acropora bercabang berukuran besar yang
diperkirakan hanya dari sedikit jenis, menunjukkan bahwa karang hasil transplantasi telah tumbuh besar dan
membentuk struktur 3 dimensi karang yang kompleks yang sangat cocok untuk biota ikan dan bentik hidup.
Kata Kunci : Prosentase Tutupan, Terumbu Karang, Perairan Pantai Binor Paiton-Probolinggo.
ABSTRACT
Related to the development of coral reef ecosystem, availability of an accurate data is crucially needed
to support the manner of future policy, so the research of coral reef coverage percentage needs to be conducted
continuously. The aim of this research is to collect biological data of coral reef and to identify coral reef
coverage percentage in the effort of constructing coral reef condition basic data on Binor, Paiton, and
Probolinggo regency seashore.
The method used in this research is Line Intercept Transect (LIT) method. LIT method is a method that
used to decide benthic community on coral reef based on percentage growth, and to take note of benthic quantity
along transect line.
Percentage of living coral coverage in 3 meters depth on this Binor Paiton seashore that may be
categorized in a good condition is 58%. While the rest are dead coral that is only 1%, other life form in 23%,
and non-life form in 18%. A good condition of coral reef is caused by coral reef transplantation on the seashore,
so this coral reef is dominated by Acropora Branching. On the other hand, Mortality Index (IM) of coral reef
resulted in 24,5%. The result from observation and calculation of coral reef is dominated by Hard Coral in
Acropora Branching (ACB) with coral reef coverage percentage of 39%, Coral Massive (CM) with coral reef
coverage percentage of 2,85%, Coral Foliose (CF) with coral reef coverage percentage of 1,6%, and Coral
Mushroom (CRM) with coral reef coverage percentage of 8,5%.
Observation in 10 meters depth resulted in coral reef coverage percentage of 63%. 75% of living coral
found on this 10 meters depth are dominated by Acropora branching coral, while the rest 25% are filled by
Acropora tabulate coral and non-Acropora coral in the life form of branching, massive, sub-massive, foliose,
and mushroom, where coral Mortality Index (IM) reached 28,5%. The high number of coral reef coverage
percentage on Paiton is caused by successful coral transplantation and low activity of society in this location.
The domination of large size Acropora branching coral were estimated comes from a few types, showing that
coral resulted from transplantation has grown large and form a complex 3 dimension structure that is suitable
for the life form of fish and living benthic.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Terumbu karang adalah ekosistem yang dinamis dan terintegrasi dengan bahan penyusun
mineral yang disumbangkan oleh hewan dan tanaman. Karena adanya unsur-unsur seperti ini terumbu
karang menjadi suatu ekosistem dengan keragaman dan kompleksitas yang tinggi. Kondisi seputar
lingkungan yang ada juga dapat membuat terumbu karang menjadi rapuh dan cepat rusak, karena
karang tumbuh dengan baik didekat permukaan air laut yang hangat dan dekat dengan batas-batas
daratan. Karenanya perubahan-perubahan dalam kondisi lingkungan di laut, udara atau daratan yang
berinteraksi dengan laut memungkinkan untuk mempengaruhi kehidupan ekosistem karang.
(Buddemeier and Kinzie, 1976). Indonesia memiliki sekitar 50.000 km2 ekosistem terumbu karang
yang tersebar di seluruh wilayah perairan Nusantara. Potensi lestari sumberdaya perikanan yang
terkandung didalamnya diperkirakan sebesar 80.802 ton/km²/tahun.
Pada tahun 2008, kondisi terumbu karang di Indonesia bagian barat sangat baik (5,47%); baik
(27,56%); cukup (33,94%); kurang (33,03%). Terumbu karang di Indonesia bagian tengah memiliki
kondisi sangat baik (5,11%); baik (30,29%); cukup (44,89%); kurang (19,71%). Kondisi terumbu
karang Indonesia bagian timur berada pada kondisi sangat baik (5,88%); baik (17,28%); cukup
(34,19%); kurang (42,65%).
Kerusakan terumbu karang lebih banyak diakibatkan oleh eksploitasi besar-besaran. Ancaman
utama terumbu karang ialah penangkapan ikan berlebihan, praktek penangkapan ikan yang merusak,
sedimentasi serta pencemaran yang berasal dari daratan. Aktivitas manusia saat ini diperkirakan
mengancam 88% terumbu karang Asia Tenggara, mengancam nilai biologi dan ekonomi yang amat
penting bagi masyarakat. Sekitar 50% dari terumbu karang yang terancam tersebut, berada pada
tingkat keterancaman yang tinggi atau sangat tinggi. Hanya 12% di antaranya berada pada tingkat
ancaman yang rendah (Lauretta et., al. 2002).
Kerusakan ekosistem terumbu karang di wilayah Probolinggo diduga disebabkan oleh
beberapa faktor. Faktor yang pertama adalah aktivitas masyarakat yang melakukan penangkapan ikan
menggunakan racun sianida dan bom. Faktor yang kedua adalah pengambilan terumbu karang sebagai
hiasan ataupun bahan bangunan. Sedangkan faktor lainnya adalah diperkirakan karena posisi wilayah
sepanjang pantai yang banyak terdapat industri berat, seperti PLTU Paiton dan sebagainya. Hasil
buangan dari industri-industri tersebut sedikit banyak akan berdampak pada kelestarian terumbu
karang, terutama dampak dari limbah PLTU yang berupa limpasan air hangat. Seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya, kenaikan suhu air yang mendadak dan kontinu akan menyebabkan matinya
polip-polip terumbu karang dan selanjutnya menjadi pemicu terjadinya pemutihan karang. Berkaitan
dengan pengelolaan ekosistem terumbu karang, ketersediaan data yang akurat sangat dibutuhkan untuk
mendukung arah kebijakan yang akan dilaksanakan, sehingga diperlukan penelitian tentang prosentase
tutupan terumbu karang ini secara kontinyu.
Persentase tutupan untuk masing-masing kategori lifeform karang dapat dicari dengan rumus
berikut;
Persentase tutupan untuk seluruh kategori lifeform karang hidup dapat dicari dengan rumus
berikut;
IM = 2,5%
Gambar 3. Persentase penutupan (%) biota bentik di lokasi pengamatan Perairan Paiton pada
kedalaman 3 meter. IM adalah indeks mortalitas karang (%).
Hasil pengamatan dan pengukuran terumbu karang diperairan tersebut didominasi oleh Hard
Coral yaitu Acropora Branching (ACB) dengan persentase tutupan terumbu karang sebesar 39%,
Coral Massif (CM) dengan persentase tutupan terumbu karang sebesar 2,85%, Coral Foliose (CF)
dengan persentase tutupan terumbu karang sebesar 1,6%, dan Coral Mushroom (CMR) dengan
persentase tutupan terumbu karang sebesar 8,5%.
Gambar 4. Lifeform persentase penutupan (%) biota bentik pada kedalaman 3 meter di Perairan
Paiton Probolinggo.
(a) (b)
Gambar 5. (a) Kondisi Terumbu Karang di Paiton pada kedalaman 3 meter
(b) Bekas rak-rak meja transplantasi terumbu karang
IM = 28,5%
Gambar 6. Persentase penutupan (%) biota bentik dilokasi pengamatan Paiton pada kedalaman
10 meter. IM adalah indeks mortalitas karang (%)
Dominansi karang Acropora bercabang berukuran besar yang diperkirakan hanya dari sedikit
jenis dilokasi pengamatan, menunjukkan bahwa karang hasil transplantasi telah tumbuh besar dan
membentuk struktur 3 dimensi karang yang kompleks yang sangat cocok untuk biota ikan dan bentik
hidup. Namun dominansi ini juga mengakibatkan kekayaan jenis karang dilokasi ini menjadi kecil.
Kesuksesan program transplantasi karang didaerah ini turut didukung oleh minimnya kegiatan
perikanan dilokasi ini, sehingga karang dapat tumbuh baik tanpa ada gangguan signifikan.
Gambar 7. Lifeform persentase penutupan (%) biota bentik pada kedalaman 10 meter di Perairan
Paiton Kabupaten Probolinggo
Gambar 8. Kondisi substrat diperairan Paiton pada kedalaman 10 meter yang penuh oleh karang
keras. Terjadi dominansi beberapa jenis spesies karang.
Selain karang hidup, 25% substrat di kedalaman 10 meter ditutupi oleh karang mati. Karang
mati yang ditemukan kebanyakan berbentuk bercabang atau massif, dan kematian diperkirakan
disebabkan oleh persaingan tempat dan shading. Karang Acropora, terutama berbentuk bercabang,
mampu tumbuh dengan cepat baik secara vertikal maupun horizontal. Hal ini menyebabkan karang-
karang yang berukuran lebih kecil seringkali kalah dalam kompetisi ruang dengan karang yang lebih
besar ataupun mendapatkan lebih sedikit cahaya matahari akibat tertutup oleh struktur jejaring karang
diatasnya. Besarnya kompleksitas 3 dimensi substrat yang dibentuk oleh karang bercabang
menyebabkan sedikitnya biota lain yang teramati di sepanjang garis transek (9%). Namun beragam
biota pada dasarnya dapat terlihat dengan tersembunyi dibawah karang bercabang.
4.2. Saran
Beberapa kegiatan rehabilitasi terumbu karang telah dilaksanakan di Jawa Timur. Beberapa kegiatan
tersebut telah membuahkan hasil, seperti contohnya di Paiton. Diharapkan kegiatan rehabilitasi ini bukan hanya
menjadi kegiatan jangka pendek, namun merupakan bagian dari kegiatan jangka panjang. Berbagai penelitian
lanjutan juga diperlukan untuk melihat keefektifan dari kegiatan rehabilitasi ini dari aspek ekologi, sosial dan
ekonomi untuk perencanaan jangka panjang. Dengan aturan yang jelas, beberapa lokasi rehabilitasi dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu lokasi untuk penyelaman atau berenang untuk para wisatawan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2009. Pemetaan Potensi Terumbu Karang di Jawa Timur. Dinas Perikanan dan Kelautan
Provinsi Jawa Timur.
Anonymous, 2010. Potensi Wilayah Pesisir Jawa Timur Kabupaten Probolinggo. Http:/www.
pemerintah kab. probolinggo. go.id. Di akses 02 Mei 201i0.
Anonymous, 2010. Wilayah Pesisir Provinsi Jawa Timur. Http:/www. provinsi jawa
timur.go.id/potensi.php. Di akses 02 Mei 2010.
Bengen, D.G. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya
Pesisir dan Lautan-Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.
Buddemeier, R.W. and Kinzie III, R.A. 1976. Coral growth . Oceanography Marine Biology Annual
review. 14 : 183-225.
Dahuri, M., J.Rais., S.P. Ginting., dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir
Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta, Indonesia.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut : Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Jakarta
: PT. Gramedia.
Dona, AR, JM Cervino, V Karachun, EA Lorence, E Bartels, K Hughen, GW Smith & TJ Goreau.
2008. Coral Yellow Band Disease; current status in the Caribbean, and links to new Indo-
Pacific outbreaks. Proceedings of the 11th International Coral Reef Symposium, Ft.
Lauderdale, Florida, 7-11 July 2008
English, S., C. Wilkinson and V. Baker.1994. Survey manual for Tropical marine Resources.
Australian Institute of Marine Science, Townsville. Australia.
Gomez, E.D. and H.T. Yap. 1984. Monitoring Reef Condition. In: Coral Reef Management
Handbook. R.A. Kenchingt6on and B.E.T. Hudson (Eds). Unesco Publisher, Jakarta, p.
171.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa oleh M. Eidman.,
Koesoebiono., D.G. Bengen., M. Hutomo., S. Sukardjo. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta, Indonesia..
Raymundo, LJ, Couch CS, Harvell CD (eds) 2008. Coral disease handbook: guidelines for assessment,
monitoring & management. Coral Reef Targeted Research and Capacity Building for
Management Program, Australia. 122 pp
Supriharyono. 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit Djambatan. Jakarta. 108 hlm.
Tomascik, T, AJ. Mah, A. Nontji, M.K. Moosa. 1997. The Ecology of the Indonesian Seas. Part 1.
Periplus Editions. Singapore. 642 pp.