Anda di halaman 1dari 9

Sapa Laut Mei 2019. Vol.

4(2):89-97 E-ISSN 2503-0396

KEPADATAN DAN KEANEKARAGAMAN MEGABENTOS BERDASARKAN


PERSENTASE TUTUPAN KARANG DI PERAIRAN DESA BUTON,
KECAMATAN BUNGKU SELATAN, KABUPATEN MOROWALI,
SULAWESI TENGAH

Density and Diversity of Megabenthos Based on Percentage of Coral Cover in


Buton Village, Southbungku, Morowali District, Central Sulawesi

Messy Bangapadang1, Emiyarti2, dan Wa Nurgayah3


1Mahasiswa
Jurusan Ilmu Kelautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo.
Jl. H.E.A Mokodompit Kampus Hijau Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93232, Telp/Fax: (0401) 3193782
2Surel: emiyarti70@gmail.com
3
Surel: nurgayah_fish@yahoo.com

Abstrak
Bulu babi, bintang laut biru, teripang, kima, lola, siput drupella, lobster, dan bintang laut berduri merupakan organisme
megabentos yang berasosiasi dengan terumbu karang. Terumbu karang adalah habitat bagi ribuan biota, baik yang hidup
sementara maupun menetap selamanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan dan keanekaragaman
megabentos serta untuk mengetahui hubungan persentase tutupan karang dengan kepadatan dan keanekaragaman jenis
megabentos di Perairan Desa Buton, Sulawesi Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-April 2019, yang
meliputi pengambilan data dan pengolahan data. Pengambilan data megabentos dilakukan dengan menggunakan metode
Belt Transect yang ditarik sejajar garis pantai dengan luasan 150 m2. Untuk pengambilan data persentase tutupan karang
menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT) dengan menarik transek sejajar garis pantai sepanjang 60 m2. Nilai
kepadatan megabentos yang tertinggi dengan nilai 2,37 ind/m2 berada pada kondisi karang yang baik dengan nilai tutupan
persentase 73,03% dan yang terendah dengan nilai 2,13 ind/m2 berada pada kondisi karang yang sedang dengan nilai
tutupan persentase 48,32%. Hasil indeks keanekaragaman jenis megabentos pada kondisi karang yang baik diperoleh 1,73,
untuk kategori kondisi karang yang sedang diperoleh nilai 1,59, danuntuk kategori karang yang buruk diperoleh nilai 1,32.
Hasil perhitungan korelasi kepadatan megabentos dengan persentase tutupan karang diperoleh nilai r = 0,57 dengan
kategori hubungan sedang, sedangkan untuk hubungan keanekaragaman jenis dengan persentase tutupan karang sangat
kuat diperoleh nilai r = 0,99.

Kata Kunci: Megabentos, Kepadatan, Keanekaragaman, Desa Buton

Abstract
Sea urchin, blue sea star, sea cucumber, clam, lola, drupella snail, lobster, and spiny sea star are megabenthos associated
with coral reefs. Coral reef is a habitat for thousands of biota, both those who live temporarily and permanently. This study
aims to determine the density and diversity of megabenthos and to determine the relationship between the percentage of
coral cover and the density and diversity of megabenthos species in the Buton Village Waters, Central Sulawesi. This
research was conducted in January-April 2019, which included data retrieval and data processing. Megabenthos data
retrieval was done using belt transect method which was drawn parallel to the coastline with an area of 150 m2. Collecting
coral cover percentage data used Line Intercept Transect (LIT) method by drawing a transect along the coastline along 60
m2. The highest megabenthos density with good coral conditionwas 2,37 ind./m2 and percentage cover was 73,03% and the
lowest with moderate coral condition was 2,13 ind./m2and percentage cover was 48, 32%. The results of the diversity index
of megabenthos on good coral category was obtained 1,73, for the moderate category was obtained 1,59, and for the bad
category was obtained 1,32. The results of the calculation of the megabenthos density correlation with the percentage of
coral cover was obtained r = 0.57 with a medium relationship category, while for the relationship of species diversity with
a very strong percentage of coral cover was obtained r = 0.99.

Keywords: Megabenthos, Density, Diversity, Buton Village

Pendahuluan
Keanekaragaman hayati yang paling ribuan biota, baik sementara maupun menetap
produktif dan paling kaya yaitu terumbu sepanjang hidupnya. Terumbu karang
karang sebagai ekosistem yang memiliki memiliki struktur fisik yang rumit, bercabang-
peran sangat penting bagi kelangsungan hidup cabang dan bergua-gua membuat ekosistem
biota laut (Oktarina et al., 2014). Ekosistem ini menarik bagi banyak jenis biota laut baik
terumbu karang merupakan habitat bagi flora dan fauna. Salah satu biota yang hidup

http://ojs.uho.ac.id/index.php/jsl
Sapa Laut Mei 2019. Vol.4(2): 89-97

pada ekosistem terumbu karang yaitu dijadikan sebagai sumber mata pencaharian
megabentos (Tuhumena et al., 2013). bagi sebagian besar masyarakat yang
Megabentos merupakan organisme umumnya bekerja sebagai nelayan dengan
yang berukuran lebih dari 1 cm yang hidup di cara menjaring, memancing, dan melakukan
atas atau di dalam dasar laut, meliputi biota penangkapan yang tidak ramah lingkungan
menempel, merayap dan meliang serta yakni aktivitas pengeboman ikan. Adanya
memiliki peran sebagai sumber bahan kegiatan tersebut dapat menimbulkan dampak
makanan bagi organisme yang lain. bagi biota-biota yang berasosiasi dan dampak
Megabentos terdiri dari beberapa organisme terhadap kondisi ekosistem terumbu karang
seperti teripang, kima, lobster, lola, bintang yang ada di Perairan Desa Buton.
laut berduri, siput drupella, bulu babi, dan Berdasarkan latar belakang tersebut,
bintang laut biru (COREMAP LIPI, 2014). maka perlunya dilakukan penelitan mengenai
Megabentos dijadikan sebagai indikator kepadatan dan keanekaragaman megabentos
pemantauan kondisi kesehatan karang pada ekosistem terumbu karang dan hubungan
sehingga dibagi menjadi tiga kelompok besar persentase tutupan karang dengan kepadatan
berdasarkan manfaatnya bagi manusia dan dan keanekaragaman megabentos yang
ekosistem terumbu karang yaitu terdapat di Perairan Desa Buton, Kecamatan
echinodermata, moluska dan krustasea. Bungku Selatan, Kabupaten Morowali.
Kelompok pertama, megabentos yang Penelitian ini bertujuan memberikan
dimanfaatkan oleh manusia yaitu teripang, informasi bagi masyarakat mengenai dampak
kima, lobster dan lola. Kelompok kedua yaitu yang ditimbulkan oleh kegiatan penangkapan
fauna megabentos yang bersifat merugikan yang tidak ramah lingkungan yakni aktivitas
terhadap terumbu karang yaitu bintang laut pengeboman ikan terhadap biota-biota yang
berduri dan siput drupella. Kedua jenis ini berasosiasi dan terhadap ekosistem terumbu
memakan polip karang dan koloni karang karang, serta menjadi bahan acuan bagi
sehingga populasi hewan ini dapat peneliti selanjutnya.
menyebabkan kerusakan karang yang cukup
ekstensif. Sedangkan kelompok ketiga yaitu Bahan dan Metode
bulu babi dan bintang laut biru dapat hidup Penelitian ini telah dilaksanakan pada
berdampingan dengan terumbu karang tanpa bulan Januari – April 2019. Pengambilan data
menimbulkan kerugian, tetapi dengan dan sampel, bertempat di Perairan Desa Buton
meningkatnya populasi bulu babi akan Kecamatan Bungku Selatan, Kabupaten
mempengaruhi terumbu karang yang dapat Morowali, Sulawesi Tengah (Gambar 9).
mengakibatkan kematian karang muda Analisa sampel bahan organik tanah (BO),
(COREMAP LIPI, 2014). dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan
Perairan Desa Buton merupakan salah Lingkungan Perairan, Fakultas Perikanan dan
satu perairan yang terdapat di Kecamatan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo. Analisa
Bungku Selatan Kabupaten Morowali, sampel substrat dilakukan di Laboratorium
Sulawesi Tengah. Desa ini memiliki Mekanika Tanah, Fakultas Teknik,
keanekaragaman hayati laut sehingga Universitas Halu Oleo.

Gambar 9. Peta Lokasi Penelitian

Kepadatan dan Keanekaragaman Megabentos (Bangapadang et al.) 90


Sapa Laut Mei 2019. Vol.4(2): 89-97

Tahap survey pendahuluan dilakukan Metode yang digunakan dalam


untuk mengetahui kondisi lokasi penelitian, pengambilan data tutupan karang adalah
penentuan titik stasiun dalam pengambilan LIT (Line Intercept Metode yang digunakan
sampel dan persiapan peralatan yang akan dalam pengambilan data tutupan karang
digunakan di lapangan. Berdasarkan survey adalah LIT (Line Intercept Transect). Data
pendahuluan yang telah dilakukan, yang diperoleh adalah persentase tutupan
penentuan titik stasiun menggunakan GPS karang. Cara pengambilan data yaitu menarik
untuk menandai lokasi penelitian yang transek garis dengan menggunakan roll meter
diamati. Penentuan tiga titik stasiun yang yang dibentangkan sejajar garis pantai
dipilih dapat mewakili kepadatan dan sepanjang 30 m dan dilakukan dengan dua kali
keanekaragaman megabentos berdasarkan pengulangan (Saleh, 2009).
persentase tutupan karang pada Perairan
Desa Buton. Analisis Data
Stasiun I : Terletak pada titik koordinat Kepadatan adalah jumlah individu
03o3’40,5” LS - 122o25’17,3” BT dimana persatuan luas. Kepadatan masing-masing
stasiun ini jauh dari pemukiman dan aktivitas jenis setiap stasiun dihitung dengan
masyarakat. Stasiun II : Terletak pada titik menggunakan rumus Odum (1993), yaitu
koordinat 03o3’42,1” LS - 122o25’11,2” BT, sebagai berikut:
yang berhadapan langsung dengan ni
𝐷𝑖 =
pemukiman dan merupakan tempat A
Keterangan:
penangkapan masyarakat. Stasiun III :
Di =Kepadatan megabentos (ind/m²)
Terletak pada titik koordinat 03o3’38,00” LS
ni =Jumlah individu megabentos di tiap
- 122o25’21,8” BT, berhadapan dengan
stasiun (ind)
dermaga dan merupakan tempat bekas
A =Luas daerah pengamatan (m²)
pengeboman.
Perhitungan indeks keanekaragaman
Pengukuran parameter perairan
megabentos dilakukan dengan menggunakan
dilakukan untuk mengetahui kondisi perairan
rumus Odum (1993), yaitu sebagai berikut:
tersebut. Pengukuran parameter perairan ni
meliputi pengukuran parameter fisika yaitu 𝐻 ′ = − ∑ii=1 (Pi ln Pi) ; Pi =
N
suhu, substrat dan kecerahan, serta Keterangan :
pengukuran parameter kimia yaitu salinitas, H’ = Indeks keanekaragaman
pH, dan BO. Untuk pengukuran parameter Pi = Peluang spesies i dari total individu
biologi yaitu megabentos.. S = Jumlah spesies
Pengambilan data fauna megabentos ni = Jumlah individu spesies ke-1
dilakukan dengan menggunakan metode belt N = Jumlah total individu spesies
transect (Munro, 2013), dilakukan dengan Nilai indeks keanekaragaman
cara sebagai berikut: mempunyai nilai kriteria tertentu yaitu dapat
1. Pengambilan data megabentos pada dilihat pada Tabel 2.
karang dilakukan dengan menarik garis
menggunaka pita berskala (roll meter) Tabel 2. Kriteria Indeks Keanekaragaman
sejajar garis pantai dengan panjang 30 m, (Odum, 1993)
garis pantai selalu berada di sebelah kiri Kisaran Keanekaragaman
penyelam sewaktu menarik pita transek H’<1 Rendah
dari titik 0 m sampai 30 m dengan lebar 1<H’≤3 Sedang
observasi 2,5 m ke kiri dan kanan garis H’>3 Tinggi
transek, sehingga luas pemantauan Pengolahan data persentase tutupan
menjadi 150 m². Pengambilan data karang menggunakan Microsoft Office Excel
dilakukan dengan dua kali pengulangan yang dihitung menggunakan rumus (English
dengan interval 10 m. et al., 1994) berikut:
2. Setelah pita transek terpasang, melakukan Li
pengamatan dan pencatatan biota dengan PC = Ltotal x 100
jumlah megabentos yang ada (teripang, Keterangan:
kima, lobster, lola, bintang laut berduri, PC = Persentase tutupan karang (%)
siput Drupella sp., bulu babi, dan bintang Li = Panjang tutupan lifeform ke-i (cm)
laut biru). L = Panjang total tutupan transek (cm)

Kepadatan dan Keanekaragaman Megabentos (Bangapadang et al.) 91


Sapa Laut Mei 2019. Vol.4(2): 89-97

Tabel 3. Kategori Persentase Tutupan Karang koefisien korelasi menurut Sugiyono (2007)
mengikuti Gomes dan Yap (1984) disajikan pada Tabel 5.
Persentase Kondisi terumbu
Tutupan Tabel 5. Kriteria Koefisien Korelasi
Karang
Karang (%) Interval Tingkat
Koefisen Hubungan
0 – 24,9 Buruk 0,00 – 0,199 Sangat rendah
25 – 49,9 Sedang 0,20 – 0,399 Rendah
50 – 74,9 Baik 0,40 – 0, 599 Sedang
75 – 100 Baik Sekali 0,60 – 0,799 Kuat
0.80 – 1,00 Sangat Kuat
Analisis ukuran butir substrat dilakukan
dengan metode saringan bertingkat Hasil dan Pembahasan
menggunakan skala Wenworth (Hutabarat dan Kepadatan megabentos sangat
Evans, 2000). dipengaruhi oleh keadaan dan kondisi
lingkungan karena jika kepadatan megabentos
Tabel 4. Skala Wenworth untuk meng- tinggi maka lingkungan tempat hidupnya itu
klasifikasikan partikel-partikel Sedimen sesuai, tetapi jika sebaliknya kepadatan
(Hutabarat dan Evans, 2000) megabentos rendah maka kondisi lingkungan
Ukuran (mm) Keterangan tersebut tidak sesuai dengan kelangsungan
>256 Kerakal hidup megabentos.
2-256 Kerikil
Tabel 6. Kepadatan Jenis Megabentos pada
1-2 Pasir Sangat Kasar
Lokasi Penelitian
0,5-1 Pasir Kasar Kepadatan Jenis
0,25-1 Pasir Agak Kasar Stasiun
Megabentos (ind/m2)
0,125-0,25 Pasir Halus I 2,37
0,0625-0,125 Pasir Sangat Halus II 2,13
0,0039-0,00625 Lanau III 2,22
<0,0039 Lempung
Tingginya kepadatan megabentos yang
Pengolahan analisis hubungan terdapat di stasiun I dipengaruhi oleh kondisi
persentase tututpan karang dengan kepadatan terumbu karang yang baik dengan persentase
dan keanekargaman megabentos tutupan karang yang termasuk dalam kategori
menggunakan rumus Sugiyono (2007) sebagai tinggi/baik sehingga stasiun I merupakan
berikut: habitat yang sesuai dengan keberlangsungan
NƩXY−(ƩX)(ƩY) hidup dari megabentos yang berasosiasi di
𝑟=
√NƩX2 − (∑ ƩX)² (NƩY2 − (ƩY²)) dalamnya. Hal ini sesuai dengan penelitian
Keterangan : Dahlan (2014) yang menyatakan kehadiran
r = koefisien korelasi megabentos dalam keanekaraga-man jenis
X = Variabel yang diukur yang tinggi dapat dipengaruhi oleh kondisi
N = Jumlah total sampel atau kualitas ekosistem terumbu karang yang
Y = Variabel yang diukur artinya bahwa semakin baik kondisi terumbu
Hasil yang diperoleh disesuaikan karang maka semakin besar peluang tingginya
dengan pedoman interpretasi terhadap keanekaragaman megabentos, begitu juga
sebaliknya.

Tabel 7. Persentase Tutupan Karang Hidup pada Lokasi Penelitian


Kategori Stasiun I Stasiun II Stasiun III
Life Coral 73,03 48,32 15,68
DC 5,22 22,62 37,17
Abiotik 5,58 27,28 36,52
Others Biotik 16,17 1,78 10,63

Kepadatan dan Keanekaragaman Megabentos (Bangapadang et al.) 92


Sapa Laut Mei 2019. Vol.4(2): 89-97

Tabel 8. Jenis Megabentos yang ditemukan pada Lokasi Penelitian


Keterangan
Jenis Berdampak Negatif
Stasiun Dimanfaatkan Tidak Berpengaruh pada
Megabentos pada Terumbu
Manusia Terumbu Karang
Karang
L. laevigata - - 
T. niloticus  - -
A. planci -  -
T. squamosa  - -
T. maxima  - -
I
T. crocea  - -
E. calamaris - - 
D. sitosum - - 
S. variegates  - -
P. versicolor  - -
L. laevigata - - 
T. niloticus  - -
A. planci -  -
II T. squamosa  - -
T. maxima  - -
E. calamaris - - 
D. sitosum - - 
L. laevigata - - 
T. niloticus  - -
A. planci -  -
III T. squamosa  - -
T. maxima  - -
E. calamaris - - 
D. sitosum - - 

Pada stasiun I di dominasi oleh L. beberapa faktor yaitu kondisi terumbu


laevigata, T. maxima, dan D. sitosum. karang, dekat dengan pemukiman
Kepadatan bulu babi pada stasiun ini masyarakat dan adanya kegiatan
dipengaruhi oleh substrat yang beragam dan penangkapan yang tidak ramah lingkungan
kondisi lingkungannya yang sesuai. Hal ini (membom) sehingga sangat berpengaruh
sesuai dengan pernyataan Wulandewi et al., terhadap kelangsungan hidup megabentos.
(2015) yang menyatakan bahwa faktor yang megabentos yang menjadi buruan
mempengaruhi tinggi rendahnya densitas bulu masyarakat seperti T. maxima, T. squamosa
babi di suatu Perairan yaitu, ketersediaan dan T. niloticus karena memiliki nilai
makanan dan lingkungan yang sesuai. ekonomis. Stasiun II banyak ditemukan A.
Tingginya kepadatan megabentos seperti T. planci yang sangat berpotensi sebagai
maxima, L. laevigata, E. predator terumbu karang sehingga A. planci
calamaris, dipengaruhi oleh kondisi tidak hanya berasosiasi dengan satu genus
lingkungan yang baik dan lebih jauh dari karang saja bahkan banyak juga ditemukan
jangkauan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pada karang mati akibat di mangsa oleh A.
penelitian Saputra (2016) yaitu planci itu sendiri. Hal ini sesuai dengan
kenaekaragaman jenis yang rendah pada penelitian Alustco (2009) yang menyatakan
lokasi penelitian Pulau Berhala juga bahwa A. planci banyak ditemukan pada
dipengaruhi oleh adanya penangkapan jenis genus Acropora Branching dimana tercatat
kima lainnya yang lebih potensial sehingga 14 ind/0,5 ha, hanya ditemukan pada genus
hanya ada tersisa jenis kima yang dianggap lainnya dari katgori non-Acropora seperti
kurang memiliki nilai ekonomis. coral Encrusting (CE), coral Foliose (CF)
Rendahnya kepadatan megabentos dan kelompok karang dari genus coral
pada stasiun II dan III dipengaruhi oleh submassive (CS) dan massive.

Kepadatan dan Keanekaragaman Megabentos (Bangapadang et al.) 93


Sapa Laut Mei 2019. Vol.4(2): 89-97

Keberadaan megabentos juga meningkat begitupun sebaliknya jika kondisi


dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti terumbu karang dalam kategori sedang
kedalaman dan kecerahan perairan. ataupun sudah rusak maka biota megabentos
Kecerahan pada stasiun I sampai III masih akan menurun.
jernih nilai 100% dengan kedalaman yang 3 Pada stasiun I indeks keaneka-
m. Kondisi Perairan Desa Buton masih ragamannya tinggi karena tutupan persentase
ditembus oleh cahaya matahari sehingga karangnya juga tergolong dalam kategori
sangat membantu proses fotosintesis di baik sedangkan pada stasiun II indeks
perairan dan dengan mudah megabentos dapat keanekargaman rendah dibanding stasiun I
memperoleh makanan. Hal ini sesuai dengan karena kondisi karang tergolong sedang dan
pernyataan Nuriyah et al., (2010) yang stasiun III paling rendah karena kondisi
menyatakan bahwa kecerahan perairan adalah terumbu karangnya tergolong rusak. Hal ini
kemampuan cahaya menembus lapisan sesuai dengan pernyataan Riza (2016) yang
kedalaman tertentu sehingga kecerahan menyatakan terumbu karang tidak terlepas
menjadi faktor penting bagi proses dari peranan ekologisnya sebagai daerah
fotosintesis dan produksi primer pada pemijahan (spawning ground), tempat
perairan. pengasuhan (nursery ground), tempat
mencari makan (feeding ground), dan daerah
Tabel 9. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) pembesaran (rearing ground) bagi biota
Megabentos pada Lokasi Penelitian ekonomis penting.
Stasiun H’ Kategori H’ Faktor lingkungan seperti fisika dan
kimia sangat berpengaruh terhadap
I 1,73 Sedang
perkembangan megabentos seperti salinitas,
II 1,59 Sedang pH, dan kecepatan arus. Perairan Desa Buton
III 1,32 Sedang memiliki kisaran pH 7-7,5 yang menandakan
bahwa kondisi perairan netral sehingga
Megabentos di Perairan Desa Buton masih dapat membantu perkembangan
memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis megabentos. Hal ini sesuai dengan
yang tidak jauh berbeda pada setiap stasiun pernyataan Simanjuntak (2012) yang
dan tergolong dalam kategori sedang (Tabel menyatakan bahwa pH merupakan salah satu
8). Tinggi rendahnya indeks parameter yang penting dalam memantau
keanekaragaman disebabkan oleh faktor kestabilan perairan. Perubahan nilai pH di
lingkungan seperti substrat atau tempat suatu perairan akan mempengaruhi
hidupnya megabentos. Substrat yang kehidupan biota, karena tiap biota memiliki
ditemukan melalui analisis saringan batasan tertentu terhadap nilai pH yang
bertingkat diperoleh hasil di setiap stasiun bervariasi. Hasil penelitian menunjukkan
substrat kerikil, pasir sangat kasar dan pasir kecepatan arus berkisar0,07-0,11 m/s dan
sangat halus dan kandungan bahan organik salinitas 35 o/oo. Hasil menunjukkan masih
yang paling tinggi ada pada stasiun II yaitu menunjang kehidupan organisme mega-
2,12 mg/L, ini dikarenakan stasiun II dekat bentos. Hal ini sesuai dengan pernyataan
dengan pemukiman masyarakat sehingga Gede et al., (2017) yang menyatakan bahwa
dipengaruhi oleh limbah RT. Sedangkan arus memegang peranan penting dalam
pada stasiun III kandungan bahan organik pergerakan zat hara di perairan dan
yaitu 1,53 mg/L disebabkan juga oleh pemanfaatan pergerakan arus oleh biota
banyaknya patahan-patahan karang atau adalah sebagai alat penggerak terutama biota
jasad renik biota-biota lain karena stasiun ini yang bukan perenang kuat seperti plankton
merupakan bekas tempat penangkapan ikan selain itu peranan arus lainnya adalah
yang tidak ramah lingkungan (membom). menyuplai makanan. Selanjutnya Souhoka
Pada stasiun I kandungan bahan organik (2013) menyatakan bahwa salinitas yang
paling rendah karena jauh dari pemukiman baik untuk pertumbuhan dan perkembangan
dan kondisi terumbu karang yang masih baik. karang dengan batas salinitas tertentu yaitu
Selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi antara 25-40o/oo dan masih baik untuk
terumbu karang dimana jika kondisi terumbu kehidupan organisme laut seperti
karang memiliki persentase tutupan yang megabentos.
baik maka jenis biota megabentos akan

Kepadatan dan Keanekaragaman Megabentos (Bangapadang et al.) 94


Sapa Laut Mei 2019. Vol.4(2): 89-97

Tabel 10. Parameter Kulaitas Perairan


Suhu Kedalaman Kecerahan Salinitas Kecepatan arus
Stasiun pH BO mg/L
(oC) (m) (%) (ppt) (m/s)
I 32 3 100 35 0,07 7 1,14
II 32 3 100 35 0,09 7 2,12
III 31 3 100 35 0,11 7,5 1,53

Biota drupella tidak ditemukan di kepadatan megabentos dengan nilai korelasi


lokasi penelitian, hal ini diduga dipengaruhi antara persentase tutupan karang dengan
oleh faktor Biota drupella tidak ditemukan di kepadatan megabentos diperoleh tingkat
lokasi penelitian, hal ini diduga dipengaruhi hubungan yang sedang yang berarti bahwa
oleh faktor lingkungan yaitu suhu. Suhu pada hasil persentase tutupan karang tidak
Perairan Desa Buton yaitu dari 310 - 320 C dan memberikan pengaruh yang signifikan
masih normal untuk pertumbuhan karang. terhadap tingkat kepadatan megabentos. Hal
Berdasarkan penelitian Tarzan (2016), ini dikarenakan megabentos dapat hidup
pengaruh perubahan suhu menyebabkan bukan hanya pada persentase karang yang
perbedaan komposisi dan kelimpahan tinggi namun dapat juga hidup pada
Gastropoda, bahkan keberadaan suhu persentase karang yang rendah selama
terhadap komunitas cenderung dapat menjadi kualitas perairan tersebut mampu mendukung
faktor pembatas bagi beberapa fungsi biologis proses kelangsungan hidup megabentos. Pada
dari Gastropoda. Kenaikan suhu 4-6 0C dapat hasil penelitian yang dilakukan ditemukan
menimbulkan kehancuran suatu komunitas. beberapa spesies megabentos yang menjadi
Biota lobster yang ditemukan di indikator kesehatan dan kerusakan terumbu
Perairan Desa Buton dengan jenis P. karang. Hal ini sesuai dengan pernyataan
versicolor (lobster bambu) sangat rendah Matsuura et al., (2000) yang menyatakan
karena biota bentos ini merupakan biota yang bahwa megabentos target merupakan biota
diburu oleh masyarakat selain untuk yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan
diperjualbelikan juga untuk dikonsumsi secara memiliki peran penting terhadap kesehatan
langsung. Lobster memiliki nilai harga jual karang yang terdiri dari tujuh kelompok biota
yang cukup tinggi di pasaran yakni mulai dari megabentos indikator.
harga ribuan perekor sampai jutaan Sedangkan hubungan persentase
perkilogramnya sehingga tidak heran biota ini tutupan karang dengan keanekaragaman jenis
menjadi buruan masyarakat. Hal ini sesuai megabentos sangat kuat dengan hasil analisis
dengan pernyataan Saputra (2009) yang koefisien determinasi antara persentase
menyatakan bahwa lobster merupakan tutupan karang hidup dengan keanekaragaman
komoditas ekspor, yang banyak tertangkap di jenis megabentos diperoleh nilai sebesar 99%
Perairan Kebumen, dengan nilai ekonomis yang menunjukan bahwa variabel bebas yakni
yang tinggi. Oleh karenanya eksploitasi persentase tutupan karang hidup memberi
terhadap lobster cenderung meningkat, yang pengaruh terhadap variabel terikat yakni
apabila tidak dikendalikan dapat mengarah keanekaragaman jenis megabentos. Nilai ini
pada lebih tangkap. Konotasi lebih tangkap juga menunjukan penambahan persentase
umumnya selalu hanya dikaitkan dengan tutupan karang hidup diikuti dengan
adanya penangkapan yang sangat intensif, peningkatan keanekaragaman jenis
sehingga volume yang ditangkap melebihi megabentos. Megabentos jenis teripang, kima,
batas-batas produksi lestarinya. lola dan lobster yang ditemukan pada lokasi
Hasil analisis koefisien determinansi penelitian merupakan biota-biota ekonomis
antara persentase tutupan karang hidup penting yang hidup di ekosistem terumbu
berdasarkan kondisi terumbu karang yang karang. Kehadirannya pada ekosistem
baik, sedang dan buruk dengan kepadatan terumbu karang merupakan indikator bahwa
megabentos, menunjukan bahwa persentase karang di lokasi tersebut masih sehat. Jika
tutupan karang hidup memberi pengaruh karang di lokasi tersebut telah mengalami
terhadap kepadatan megabentos sebesar kerusakan, kondisi fisika-kimia perairan
32,40%. Berdasarkan hasil yang diperoleh cukup mendukung kehidupan ketiga spesies
hubungan persentase tutupan karang dengan tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Kepadatan dan Keanekaragaman Megabentos (Bangapadang et al.) 95


Sapa Laut Mei 2019. Vol.4(2): 89-97

COREMAP LIPI, (2014) yang menyatakan yang baik dengan nilai 2,37 ind/m2 dan
jenis-jenis megabentos yang secara umum yang paling rendah berada pada persentase
dimanfaatkan oleh masyarakat, yaitu teripang, tutupan karang dengan kategori sedang.
kima, lobster dan lola. Selain daripada itu, di 2. Hubungan persentase tutupan karang
lokasi penelitian juga ditemukan A. planci dengan kepadatan dan keanekaragaman
dimana jenis megabentos ini memiliki jenis megabentos yaitu semakin tinggi
hubungan yang tidak baik dengan terumbu tutupan karang maka semakin tinggi juga
karang karena jenis megabetos ini menjadi kepadatan dan keanekaragaman jenis
predator polip karang dengan memakan megabentos.
jaringan hidup dari karang keras sehingga
menyebabkan kematian bagi koloni karang. Daftar Pustaka
Hal ini sesuai dengan pernyataan Mauliza et Alustco S. 2009. Kajian Kualitas Tutupan
al., (2016) yang menyatakan bahwa kepadatan Karang Hidup dan kaitannya dengan
populasi A. planci di daerah terumbu karang Achancaster Planci di Kabupaten
akan memberikan dampak negatif bagi Bintan.
kehidupan karang. Aziz, A. 1996. Makanan dan Cara Makan
Jenis megabentos yang mendominasi Berbagai Jenis Bulu Babi Jilid - 2.
dari ketiga stasiun pada lokasi penelitian yaitu Osena 12(4): 91 – 100.
L. laevigata dan D. sitosum sebagai salah satu COREMAP II LIPI. 2014. Panduan
kelompok dari echinodermata yang dipilih Monitoring KesehatanTerumbuKarang
sebagai indikator karena kehadirannya hampir .
disetiap terumbu karang. Menurut Giyanto et Dahlan. 2014. Penilaian Ekosistem Terumbu
al., (2014) yang menyatakan bahwa kehadiran Karang Di Kepulauan Aruri Kabupaten
organisme ini sebagai objek yang tidak di Supiori. The Journal of Fisheries
manfaatkan oleh masyarakat dan tidak pula Development. Vol. 1(1) : 61-82.
merugikan terumbu karang, menjadikannya English, S., C. Wilkinson and V. Baker. 1994.
biota yang diharapkan dapat memberi Survey manual for tropical marine
informasi mengenai kondisi terumbu karang. resources. – Australia Institute of
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Marine Science. Townsville, 368 pp.
terjadinya ledakan populasi D. sitosum dalam Giyanto, A. E.W., Manuputty, M., Abrar, R.
satu kawasan dapat dikaitkan sebagai deteksi M., Siringoringo, S. R., Suharti K. W.,
adanya zat pencemar dalam kawasan tersebut. Nagib, I. E., Ucu, Y., Arbi, H. A. W.,
Fungsi lain dari D. sitosum pada ekosistem Cappenberg, H.F., Sihaloho, Y., Tuti
terumbu karang yaitu untuk membersihkan dan Anita, D. Z. 2014. Panduan
algae yang tumbuh pada karang mati yang Monitoring Kesehatan Karang.
telah ditumbuhi algae, sesuai dengan sifatnya COREMAP-CTI LIPI. Hal. 33-36.
dalam mencari makan sebagai algae feeder. Gomez, E. D. and H. Yap. 1984. Monitoring
Kehadiran D. sitosum ini memiliki peran yang Reef Condition. Dalam Kenchington,
menguntungkan bagi ekosistem terumbu R.A. and B. Hudson E.T. (ed). Coral
karang karena turut membersihkan algae, Reef Management Hand Book. Unesco
sehingga memungkinkan karang untuk Regional Office for Science and
tumbuh dengan baik setelah substrat Technology for South East Asia.
dibersihkan oleh bulu babi dari keberadaan Jakarta, 187-195 pp.
algae. Hal ini didukung oleh pernyataan Azis Hernandez J.C., Brito A. N., Garcia M. C.,
(1996) menyatakan bahwa bulu babi dapat Gil-Rodriguez G., Herrera A. C. Reyes
hidup pada substrat yang keras yaitu pada J.M., Falcon. 2006. Spatial and
karang hidup, karang mati ataupun pecahan seasonal variation of the gonad index of
karang. Diademaantillarum
(Echinodermata:Echinoidea) in the
Simpulan Canary Islands. Scientia Marina. Vol.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah 70(4).
dilakukan maka dapat ditarik kesimpalan Hutabarat dan Evans. 2000. Pengantar
bahwa: Oseanografi. Universitas Indonesia
1. Kepadatan megabentos yang tertinggi Press Jakarta.
berada pada persentase tutupan karang

Kepadatan dan Keanekaragaman Megabentos (Bangapadang et al.) 96


Sapa Laut Mei 2019. Vol.4(2): 89-97

Jaluddin dan Ardeslan. 2017. Identifikasi dan Simanjuntak M. Dan Kamlasi Y. 2012.
Klasifikasi Phylum Echinodermata Di Sebaran Horizontal Zat Hara di
Perairan Laut Desa Sembilan Perairan Lamalera, Nusa Tenggara
Kecamatan Simeulue Barat Kabupaten Timur. Ilmu Kelautan.Vol. 17 (2) 99-
Simeulue. Jurnal Biology Education. 108.
Vol. 6(1). Souhoka, J., Patty S. 2013. Pemantauan
Matsuura, K., Sumadhiharga, O. K., Kondisi Hidrologi Dalam Kaitannya
Tsukamoto, K. 2000. Field Guide to Dengan Kondisi Terumbu Karang Di
Lombok Island. Identification Guide to Perairan Pulau Talise, Sulawesi Utara.
Marine Organisms in Seagrass Beds of Jurnal Ilmiah. Vol. 1:(3).
Lombok Island, Indonesia. University Sugiyono. 2007. Metode Penelitian
of Tokyo, Tokyo. Administasi. Bandung : Alfabeta.
Mauliza R., Prihadi D. J., dan Syamsuddin M Tarzan. 2016. Laju Predasi Drupella Cornus
. L. 2016. Keterkaitan Kepadatan (Roding,1798) Pada Beberapa Jenis
Predator Karang Bintang Laut Berduri Karang Acropora Di Hatchery Pulau
(Acanthaster Planci) Terhadap Kondisi Barranglompo.
Terumbu Karang Di Perairan Pulau Tuhumena J. R., Kusen J. D., Paruntu C. P.
Batu Malang Penyu, Kepulauan 2013. Struktur Komunitas Karang dan
Belitung. Jurnal Perikanan Kelautan Biota Asosiasi Pada Kawasan Terumbu
Vol. 7(2) : 58-64. Karang di Perairan Desa Minanga
Munro, C. (2013) Diving. Methods for the Kecamatan Malayang II dan Desa
Study of Marine Benthos (ed. by A. Mokupa Kecamatan Tombariri. Jurnal
Eleftheriou), pp.125-173. John Wiley & Pesisir dan Laut Tropis. Vol. 3(1).
Sons, Ltd. Wulandewi, N. L. E., Subagio, J. N., &
Nuriya H., Hidayah Z., Syah A. F. 2010. Wiryatno, J. 2015. Jenis dan Densitas
Analisis Parameter Fisika Kimia di Bulu Babi (Echinoidea) Di Kawasan
Perairan Sumenep Bagian Timur Pantai Sanur dan Serangan Denpasar -
dengan Menggunakan Citra Landsat Bali.SIMBIOSIS Journal of Biological
TM 5. Jurnal Kelautan. Vol. 3(2). Sciences, 3(1), 269- 280.
Odum E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi.
Terjemahan Tjahjono Samingan. Edisi
Ketiga Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.
Oktarina A., Kamal E., Suparno. 2014. Kajian
KondisiTerumbu Karang dan Straegi
Pengelolaannya di Pulau Panjang, Air
Bangis, Kabupaten Pasaman Barat.
Jurnal Natur Indonesia. Vol. 16(1) : 23-
31.
Riza S. 2016. Tingkat Tutupan Ekosistem
Terumbu Karang Di Perairan Pulau
Terkulai.
Saleh. 2009. Teknik Pengukuran dan Analisis
Kondisi Ekosistem Terumbu
Karang.www.coremap.or.id. Diakses
pada [16/06/2016].
Saputra A. 2016. Pola Sebaran Kima Di
Perairan Laut Pulau Berhala
Kecamatan Jemaja Kabupaten
Kepulauan Anambas Provinsi
Kepulauan Riau.
Saputra, W. S. 2009. Status Pemanfaatan
Lobster (Panulirus sp) di Perairan
Kebumen. Jurnal Saintek
Perikanan Vol. 4, No. 2: 10 – 15.

Kepadatan dan Keanekaragaman Megabentos (Bangapadang et al.) 97

Anda mungkin juga menyukai