Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KONSERVASI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN LAUT

KONSERVASI DUGONG
REGULASI DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA

Di susun oleh :

Kelompok 8

Nama Anggota :

Cut Aja Gita Alisa 230210170054

Rais Najibullah 230210170038

Muhammad Fauzi 230210170040

Bunga Maharani 230210170024

Acep Jaelani 230210170031

Abdul Rahman 230210160085

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


PRODI ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2020
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Konservasi Sumberdaya dan Lingkungan Laut dengan judul “Konservasi Dugong:
Regulasi dan Penerapannya di Indonesia”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada Dosen Konservasi Sumberdaya dan Lingkungan Laut kami yang telah
membimbing kami dalam menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Jatinangor, Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan.......................................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan.....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Deskripsi Umum Dugong..........................................................................3
2.2 Sebaran Dugong di Indonesia....................................................................5
2.3 Dampak Kemunculan Dugong terhadap Sosial Kemasyarakatan.............7
2.4 Pengertian Konservasi...............................................................................8
2.5 Regulasi Konservasi Dugong di Indonesia...............................................9
2.6 Penerapan Konservasi Dugong di Indonesia...........................................10
BAB III PENUTUP..............................................................................................13
3.1 Kesimpulan..............................................................................................13
3.2 Saran........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14

II
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningkatnya jumlah penduduk serta faktor-faktor ekonomi lainnya
dapat  menyebabkan tekanan terhadap sumberdaya alam laut dan ekosistemnya
semakin meningkat pula. Hal tersebut semakin dipicu oleh kegiatan yang tidak
mengacu pada kriteria-kriteria pembangunan berwawasan lingkungan serta
pemanfaatan sumberdaya alam laut yang berlebihan. Oleh karenanya diperlukan
upaya untuk menanggulangi hal tersebut (Dermawan dan Suraji, 2006).
Salah satu alat pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang efektif
adalah dengan mengembangkan Kawasan Konservasi Perairan (KKP), yaitu
mengalokasikan sebagian wilayah pesisir dan laut sebagai tempat perlindungan
bagi ikan-ikan ekonomis penting untuk memijah dan berkembang biak dengan
baik. Dengan mengalokasikan sebagian wilayah pesisir dan laut yang memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi,  ekosistem terumbu karang yang sehat, dan
menyediakan tempat perlindungan bagi sumberdaya ikan, maka pada akhirnya
akan mendukung kegiatan-kegitan perikanan dan pariwisata
berkelanjutan(Susanto, 2011).
Duyung (Dugong dugon) merupakan salah satu jenis biota laut yang
menjadi target penting Kementerian Kelautan dan Perikanan karena menjadi salah
satu spesies dari 20 spesies prioritas yang dilindungi. Jenis mamalia ini bisa
dikatakan langka bahkan hampir punah dan mempunyai tingkat ancaman
kehidupan tinggi. Ancaman lainnya adalah tertangkapnya dugong dengan tidak
sengaja oleh alat tangkap perikanan serta adanya perburuan masif untuk
pemanfaatan dari bagian anggota tubuhnya, seperti daging dan taring. Spesies ini
memiliki tingkat pemanfaatan dan nilai ekonomi yang cukup tinggi.
Perlindungan Dugong secara nasional dengan perundang-undangan
melalui UU. No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya hayati dan
ekosistemnya dan UU. No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan, sedangkan di dalam
‘Global Red List of IUCN’ dugong telah terdaftar sebagai ‘Vulnerable to

1
Extinction’ (merupakan yang rentan akan kepunahan, serta termasuk juga dalam
Appendix I CITES (The Convention on International Trade in Endangered
Species of Wild Fauna and Flora) yang menyatakan bahwa bagian anggota tubuh
duyung (Dugong) tidak diperbolehkan untuk diperdagangkan dalam bentuk
apapun.
Duyung adalah spesialis pemakan lamun dan biasanya berada di daerah
perairan pesisir. Konsentrasi utama duyung cenderung terjadi di seluruh teluk
dangkal yang dilindungi dan pulau perairan pantai besar. Duyung juga diamati di
perairan yang lepas pantai daerah landas kontinen, dangkal dan dilindungi.
Fekunditas dugong ini sangat sensitif terhadap ketersediaan makanan lamunnya.
Ketika duyung tidak memiliki cukup untuk makan mereka menunda aktivitas
reproduksi yang akan membuat konservasi habitat menjadi kritis (Penrose et al,
2002).
Duyung (Dugong dugon) tersebar di seluruh perairan pantai hingga laut
dalam, baik bertabiat menetap maupun migran. Beberapa jenis binatang paus yang
bersifat migran/pengembara menggunakan perairan Indonesia bagian Timur
sebagai jalur migrasi di antara Samudera Hindia dan Pasifik melalui perairan
Kepulauan Komodo, Solor-Lembata (NTT), Laut Banda (Maluku), Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Utara dan Sorong-Fakfak (Papua) (Salim, 2011).

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:


1. Untuk memahami aksi konservasi Dugong di Indonesia
2. Untuk memahami regulasi konservasi Dugong di Indonesia
3. Untuk memahami penerapan regulasi konservasi Dugong di Indonesia

1.3 Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai bahan kajian atau
sumber informasi mengenai regulasi, penerapan, dan upaya perlindungan Dugong
dugon.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Deskripsi Umum Dugong

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamamilia
Ordo : Sirenia
Famili : Dugongidae
Marga : Durgo
Spesies : Dugong dugon (Muller, 1766 dalam Berta et al, 2006)
Dugong merupakan salah satu mamalia yang dilindungi oleh Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan
Ekosistemnya. Selain itu juga terdapat pada Undang-undang Nomor 31 Tahun
2004 tentang Perikanan. Dugong termasuk hewan yang memiliki ancaman dari
kepunahan. Hal ini dikarenakan reproduksinya yang lambat. Butuh sekitar 10
tahun untuk menjadi dugong dewasa dan sekitar 14 bulan untuk melahirkan satu
individu baru pada interval 2,5 – 5 tahun.

Dugong memiliki panjang tubuh berkisar 240 – 406 cm dengan berat 908
kg (Berta et al., 2006). Dugong memiliki kulit yang tebal, berkerut, keras,
berambut keil, dan biasanya berwarna kelabu. Sirip dugong memiliki panjang
sekitar 35 – 45 cm yang digunakan sebagai pendorong. Dugong juga memiliki
ekor yang berfungsi sebagai pengatur arah. Apabila ekor dugong diayunkan naik
turun, maka akan memberikan daya dorong maju ke depan dan akan belok apabila
diberi gerakan seperti dipelintir.

Dugong memiliki moncong yang tebal dengan bentuk seperti tapal kuda
dengan bibir yang tebal. Pada bibir dugong ditumbuhi rambut kasar yang mirip
sikar (bristles). Bulu kasar ini merupakan organ sensitive yang dapat membantu
mencari makanan. Pada dugong betina dan jantan memiliki bentuk gigi yang
sedikit berbeda. Dugong betina memiliki gigi taring yang tidak tumbuh
menembus gusinya. Sedangkan pada jantan, terdapat sepasang taring pada gigi
serinya. Terdapat banyak bakteri yang hidup di lambung dugong. Bakteri-bakteri
ini berfungsi sebagai penghancur dinding sel lamun yang dimakan oleh dugong.

3
Di Indonesia sendiri, dugong umumnya banyak ditemukan di daerah
Indonesia bagian Timur (Lawler, 2002), di Maluku dugong dapat ditemukan di
Kepulauan Lease (Haruku, Saparua, dan Nusa Laut) dan Timur Pulau Ambon (de
Logh et al. 2007). Mamalia yang dilindungi secara global ini tercatat ada 6
kejadian dugong terdampar di Provinsi Maluku dari 20 kejadian dugong
terdampar di wilayah Indonesia Timur pada tahun 2016-2018. Dugong ini
terdampar dalam keadaan mati yang akan berdampak terhadap penurunan
populasi dan ancaman penyebaran penyakit di wilayah pesisir (Jayanti, 2019).

Habitat yang disukai oleh dugong merupakan perairan yang hangat,


dangkal, dan tenang. Dugong dapat ditemukan di ekosistem padang lamun. Maka
dari itu Kerusakan habitat dalam hal ini padang lamun tentunya akan
mempengaruhi kehidupan dan penghidupan duyung. Khususnya dalam
penyediaan makanan. Makanan utama duyung adalah lamun (seagrass) yang
menurut hasil penelitian lebih dari 90 % isi perut duyung terdiri dari lamun.
Sisanya adalah beberapa jenis algae (seaweed) (MARSH 1982). Meskipun
dugong dapat ditemukan di ekosistem lamun, namun mamalia ini sulit ditemukan
di habitatnya. Hal ini dikarenakan dugong merupakan mamalia laut yang pemalu,
dimana ketika hewan ini merasa ada gangguan atau pun merasakan kehadiran
sesuatu di sekitarnya, maka dugong akn bersembunyi ke dalam laut dengan cepat
dan menghilang di antara padang lamun..

4
2.2 Sebaran Dugong di Indonesia

Di Indonesia, dugong dilaporkan tersebar luas di wilayah perairan


Indonesia terutama di bagian timur, akan tetapi jumlah populasinya tidak
diketahui secara pasti. Pada tahun 1970-an dilaporkan jumlah dugong dapat
mencapai 10.000 ekor, akan tetapi di tahun 1994 populasinya menurun secara
drastic hingga tinggal 1.000 ekor dugong saja. Berkurangnya populasi dugong
disebabkan adanya pencemaran pada habitat, penangkapan, kecelakaan, dan
lainnya (Reeves dan Rejinder, 2003). Populasi dugong juga menurun dikarenakan
secara alami dugong hanya mampu mengalami peningkatan populasi sebesar 5%
per tahunnya (Marsh et al., 1999). \

Menurut de Iongh (2009), di sekitar Sumatra ditemukan tulang-belulang


dugong di pemukiman penduduk Pulau Siberut (Sumatra Barat), yang digantung
di rumah-rumah penduduk sebagai azimat penolak bala. Terdapat pula gading
(semacam gigi yang mencuat pada dugong jantan) yang diukir dengan indah
sebagai simbolisasi leluhur mereka.

Di Pulau Bintan, Riau, dilaporkan empat kasus dugong terjerat masuk


dalam jarring nelayan setempat. Upaya penyelamatan telah diusahakan dengan

5
melepaskannya kembali ke laut, namun tak semuanya berhasil. Hanya satu yang
mati tak terselamatkan. Hal ini terjadi dalam kurun waktu 2008 – 2011
(Trismades dalam Nontji, 2015).

Di Pulau Bangka, dugong dapat ditemukan di Bangka Utara dan selatan.


Sayangnyanya hewan ini dijual bebas di pasar dengan yang tinggi meskipun
sebenarnya hewan ini telah dilindungi (Nontji, 2015). Sedangkan, di Jawa dugong
ditemukan di Taman Nasional Ujung Kulon, Pantai Cilegon, Teluk Banten (Marsh
dkk 2002).

Menurut Kepala Bidang Perikanan Budidaya di Kalimantan, pada tahun


2008 terdapat 16 ekor dugong yang ditemui di Teluk Kumai. Sedangkan di
Sulawei Utara dugong biasa dijumpai di sekitar padang lamun Wawontulap, dekat
Taman Nasional Laut Bunaken. Dimana di sana diperkirakan masih terdapat
sekitar 1.000 dugong (Marsh dkk, 2002).

Di Bali, dugong pernah terlihat oleh peselancar dekat Uluwatu dan


Padang-padang, di pantai selatan, sementara penduduk setempat melaporkan
bahwa ada seekor dugong yang tiap hari datang ke pantai tersebut (Nontji, 2015).
Sedangkan di Nusa Tenggara Timur, dugong juga pernah dijumpai di perairan
Taman Nasional Komodo, di Selat Lintah yang berada di antara Pulau Sumbawa
dan Flores. Pada tahun 2004, penduduk sekitar Pulau Rote mengungkapkan
bahwa dugong masih sering dijumpai, tetapi di tahun 2015 sangat jarang dan
bahkan hampir tidak pernah ditemui kembali. Penduduk setempat pun
menyatakan bahwa mereka tidak memiliki kebiasaan berburu dugong. Akan tetapi
hal ini dapat disebabkan pula oleh adanya eksploitasi perikanan yang terus
meningkat (Nontji, 2015).

Maluku yang merupakan tempat dugong terbanyak di Indonesia,


dilaporkan keberadaannya tersebar di Kepulauan Aru, Kepulauan Lease (Ambon,
Haruku, Saparua, Nusa Laut), Seram dan Halmahera (Marsh dalam Nontji, 2015).
Pada tahun 1970-an ketika dugong masih cukup banyak, penduduk Pulau Aru
menangkap dugong sekitar 545 hingga 1.020 ekor (Compost, dalam Nontji 2015).

6
Kemudian di tahun-tahu berikutnya penangkapan ini terus berkurang. Ada sekitar
59 – 90 ekor dugong yang tertangkap di tahun 1989 dan sekitar 29 – 36 ekor
dugong di tahun 1990 (Brasseur dalam Nontji, 2015).

Berdasarkan survey udara di tahun 1990 dan 1992 di Kepulauan Lease,


terdapat populasi dugong antara 22 dan 37 ekor yang tercatat (de Iongh dalam
Nontji, 2015). Di Papua, dugong juga dilaporkan terdapat di sekitar Biak, seperti
pulau-pulau Padaido, Pantai Fakfak, Pantai Sorong, Taman Nasional Laut Teluk
Cederawasih, dan Taman Nasional Wasur (Marsh dalam Nontji, 2015). Dugong
juga tedapat di sekitar Kepulauan Raja Ampat.

2.3 Dampak Kemunculan Dugong terhadap Sosial Kemasyarakatan

Dengan adanya dugong di kawasan perairan Indonesia, dapat


mempengaruhi keadaan sosial kemasyarakatan di sekitar pesisir. Contohnya pada
daerah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Dimana terdapat perubahan sikap dari
masyarakat Kabupaten Bintan. Perubahan tersebut terlihat dari kebiasaan mereka
dalam memakai alat tangkap. Secara turun temurun, dugong dijadikan sebagai
sumber makanan bagi masyarakat Bintan. Mereka biasa menangkapnya dengan
tombak. Akan tetapi setelah diberi penyuluhan mengenai hewan dugong yan
merupakan hewan dilindungi, mereka mengganti alat tangkap jarring dan pancing.
Kebiasan penangkapan dugong pun dihentikan. Bahkan pemerintah pun telah
memberi bantuan berupa alat tangkap yang lebih ramah terhadap dugong (pompon
dan pancing).

Pada tahun 2010, Desa Pengudang, Kabupaten Bintan mengadakan


kegiatan penyadaran masyarakat melalui festival kuliner laut yang banyak sekali
menampilkan poster-poster penyelamatan dugong dan habitatnya (Hidayat, 2016).
Di daerah Bintan pun dibangun gapura selamat datang yang dipasang siluet
duplikat dugong di atasnya. Bahkan terdapat pula monument dugong di Pantai
Trikora dan patung dugong di Gedung Bintan Expo. Masyarakat Kabupaten
Bintan kini sudah mengenal dugong dan sadar bahwa dugong harus dilestarikan
termasuk ekosistem habitatnya.

7
Selain itu pemerintah juga menerbitkan Surat Keputusan Bupati Bintan
No. 267/VI/2010 tanggal 3 Juni 2010 tentang penetapan kawasn konservasi
padang lamun Kabupaten Bintan. Kawasan tersebut mencakup wilayah perairan
laut pesisir timur pulau Bintan yang membentang dari Desa Teluk Bakau sampai
dengan Desa Pegudang. Hal ini dikarenakan banyaknya ditumukan dugong yang
terdampar (Hidayat, 2016).

2.4 Pengertian Konservasi


Konservasi berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con
(together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya
memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have). Konservasi adalah
upaya-upaya pelestarian lingkungan akan tetapi tetap memperhatikan manfaat
yang bisa didapatkan pada saat itu dengan cara tetap mempertahankan keberadaan
setiap komponen-komponen lingkungan untuk pemanfaatan di masa yang akan
datang. Atau konservasi adalah suatu upaya yang dilakukan oleh manusia untuk
dapat melestarikan flora dan fauna, konservasi bisa juga disebut dengan
pelestarian ataupun perlindungan. Jika secara harfiah konservasi berasal dari
bahasa Inggris yaitu dari kata “Conservation” yang berati pelestarian atau
perlindungan.

Kawasan konservasi merupakan salah satu cara yang ditempuh pemerintah


untuk melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya dari kepunahan.
Sampai saat ini, sejumlah kawasan Konservasi Perikanan dan Kelautan Republik
Indonesia telah ditetapkan dengan luas kawasan konservasi mencapai 17,302,747.
Ha, dengan jumlah kawasan koservasi 154 (mencakup cagar alam laut, perairan
daerah, suaka alam perairan, margasatwa laut, konservasi taman nasional laut,
taman nasional perairan, taman pesisir, taman wisata air laut, taman wisata
perairan) di seluruh Indonesia.

Adapun beberapa tujuan konservasi, yang diantaranya sebagai berikut ini:

1. Memelihara maupun melindungi tempat-tempat yang dianggap berharga


supaya tidak hancur, berubah atau punah.

8
2. Melindungi benda-benda cagar alam yang dilakukan secara langsung yaitu
dengan cara membersihkan, memelihara dan memperbaiki baik itu secara fisik
maupun secara langsung dari pengarauh berbagai macam faktor, misalnya seperti
faktor lingkungan yang bisa merusak bendabenda tersebut.
3. Melindungi sepesies flora dan fauna yang langka atau hampir punah,
sehingga dapat menyelamatkan spesies flora dan fauna tersebut dari kepunahan.

Manfaat dari kawasan konservasi terhadap ekosistem, yang diantaranya


sebagai berikut ini:

1. Untuk melindungi kekayaan ekosistem alam dan memelihara proses –


proses ekologi maupun keseimbangan ekosistem secara berkelanjutan.
2. Untuk melindungi spesies flora dan fauna yang langka atau hampir punah.
3. Untuk melindungi ekosistem dari kerusakan yang disebabkan oleh faktor
alam, mikro organisme dan lain-lain.
4. Untuk menjaga kualitas lingkungan supaya tetap terjaga, dan lain
sebagainya

2.5 Regulasi Konservasi Dugong di Indonesia


Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Laut – Direktorat Jenderal
Pengelolaan Ruang Laut mengambil inisiatif mengkoordinir penyusunan
“Rencana Aksi Nasional Konservasi Dugong dan Habitatnya (Lamun) di
Indonesia (RAN-K Dugong)”. Dokumen ini merupakan rencana lima tahunan
pertama dari 2017-2021 yang bertujuan untuk menjadi acuan untuk pihak-pihak
terkait dalam melakukan pengelolaan dugong dan habitatnya secara terintegrasi,
efektis, sinergis dan terukur.

Dalam RAN-K Dugong terdapat beberapa aspek pokok konservasi, yaitu


perlindungan, peelstarian, dan pemanfaatan yang bertanggungjawab dan
berkelanjutan. Adapun strategi yang dicanangkan dalam dokumen ini, antara lain :

1. Mengembangkan system informasi online mengenai kondisi dugong dan


habitatnya

9
2. Meningkatkan kapasitas SDM dalam meneliti dan meningkatkan kegiatan
studi
3. Menetapkan kawasan konservasi dugong dan habitatnya dalam tata ruang
laut Indonesia, maupun dalam peta zonasi kawasan konservasi perairan
4. Mengembangkan kelembagaan pengelolaan dugong dan habitatnya di
tingkat nasional maupun tingkat operasional di lapangan
5. Mengembangkan mekanisme penanganan dugong terdampar dan by-catch
6. Mengembangkan model pemanfaatan dugong dan habitatnya yang
memberikan dampak kepada masyarakat local dan pendapatan bagi daerah
dan Negara
7. Mengembangkan kampanye publik dalam rangka meningkatkan kesadaran
dan memperoleh dukungan masyarakat dalam upaya pelestarian dugong
dan habitatnya di Indonesia
8. Melakukan upaya penataan dan penegakan hukum
9. Melakukan pengendalian peredaran illegal dugong

Adapun peraturan-peraturan yang mendasari dibuatnya RAN-K Dugong yang


telah terbit terkait dengan konservasi dugong dan habitatnya, antara lain :

 UU No. 31/2004 tentang Perikanan UU No. 45/2009


 UU. No 5/1990 tentang Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya
 UU No. 5/1994 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati
 UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
 PP No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
 PP No. 60/2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan

2.6 Penerapan Konservasi Dugong di Indonesia


Terdapat banyak aktivitas perlindungan dugong yang dapat kita lakukan
salah satunya adalah menjaga lingkungan untuk mengurangi pencemaran. Perlu
dilakukannya menjaga ekosistem lamun yang merupakan habitat bagi dugong.
Kini ekosistem lamun di perairan Riau masih dalam kondisi yang baik sehingga
dugong sering dijumpai di perairan Riau. Sedangkan berdasarkan situs KKP

10
(Kementerian Kelautan dan Perikanan), wilayah Aceh, Sumatera Utara dan
Padang masih kurang memperoleh informasi mengenai ekosistem lamun disana.

Selain itu, perlindungan dugong yang perlu dilakukan lagi adalah ketika
terjadinya By-catch. Dimana dugong by-catch ini merupakan penangkapan
dugong oleh alat tangkap nelayan secara tidak sengaja. Alat tangkat yang
umumnya dapat membuat dugong terhalang, terjebak, atau terjerat jarring adalah
alat tangkap jenis Gillnet (Jaring Insang), Sero, dan Jermal atau Jaring Kelong.

Terjadinya by-catch ini dapatt terjadi ketika lokasi pengoprasian alat


tangkap nelayan berada di ekosistem padang lamun dan kurangnya pengawasan
saat pnangkapan. Sedangkan dugong sendiri memiliki kemampuan renang yang
cukup lambat dan hanya mampu menahan nafas selama sekitar 3 – 5 menit.
Berdasarkan situs resmi KKP, Jaring Gillnet, proses Dugong yang tertangkap
adalah sebagai berikut:
1. Jaring dioperasikan di daerah lamun, sejajar dengan garis pantai untuk
menghalangi jalur gerak ikan.
2. Sementara itu, Dugong juga mencari makan di daerah lamun, yang
memungkinakan Dugong juga berenang di sekitar lokasi pengoperasian
jaring.
3. Selain itu, Dugong juga dapat ikut terseret arus pasang surut sehingga bisa
berada di sekitar lokasi pengoperasian jaring.
4. Karena gerakan renangnya terhalang oleh bentangan jaring, maka ekor
atau sirip Dugong dapat terjerat oleh jarring.
Dugong yang tidak sengaja tertangkap ini dapat mengalami gangguan
kesehatan atau bahkan kematian dikarenakan kehabisan tenaga ketika berusaha
melepaskan diri dan kehabisan nafas ketika tidak dapat naik ke permukaan untuk
bernafas.
Untuk menangani kejadian Dugong by-catch, nelayan atau masyarakat
dapat melakukan beberapa langkah berikut, sebagaimana diadaptasi dari Buku
Pedoman Penanganan Mamalia Laut Terdampar Edisi 2:

11
1. Pelaporan: menghubungi petugas pemerintah, seperti kepala pemerintah
setempat, polisi, TNI, DKP atau KKP, kelompok konservasi terdekat atau
bisa juga dengan memposting ke media sosial. Selain itu, jika ada dokter
hewan terdekat maka juga perlu dihubungi.
2. Dokumentasi dan Pencatatan: mendokumentasikan dan mencatat kondisi
Dugong dan lingkungan tempat Dugong ditemukan sekaligus alat tangkap.
Bentuk dokumentasi dapat berupa foto maupun video. Hasil dokumentasi
ini juga dapat langsung dilaporkan ke petugas yang telah dihubungi.
3. Persiapan Alat: langkah ke-3 dan seterusnya pada dasarnya disesuaikan
dengan kondisi Dugong. Apabila Dugong masih hidup, maka disiapkan
peralatan untuk menjaga stabilitas kondisi fisik Dugong. Sementara
apabila Dugong ditemukan sudah dalam kondisi mati, maka dipersiapkan
peralatan yang diperlukan untuk pemusnahan bangkai, melalui
pembakaran, penenggelaman, atau penguburan.
4. Menstabilkan Dugong: dilakukan pada Dugong yang masih hidup dengan
cara menjaga kondisi Dugong, baik secara fisik dari luka, sinar matahari,
benda asing, dan kelembaban, maupun secara non-fisik dari keramaian,
jaga ketenangan, pola pernapasan, dan tingkat stress Dugong.
5. Mengamankan Bangkai Dugong: dilakukan pada Dugong yang sudah mati
dengan cara menjaga bangkai Dugong dari jangkauan/kerumunan
penduduk serta menyiapkan Dugong untuk proses pemusnahan.
6. Konsultasi ke Petugas: untuk menanyakan proses tahapan selanjutnya.
Apakah dilepas liarkan langsung atau perlu dilakukan perawatan
sementara pada Dugong hidup. Dan apakah dibakar, dikubur, atau
ditenggelamkan pada Dugong mati. Lakukan proses selanjutnya sesuai
dengan instruksi petugas
Upaya yang dapat dilakukan dalam mengurangi terjadinya by-catch perlu
dilakukannya pengawasan saat proses penangkapan selama 1 – 2 jam sekali dan
perlu adanya semacam sistem zonasi wilayah perlindungan dugong dan wilayah
untuk penangkapan.

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dugong (Dugong dugon) adalah mamalia laut yang dapat ditemukan di


ekosistem padang lamun. Dugong merupakan salah satu mamalia yang dilindungi
oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Hayati dan Ekosistemnya. Konservasi dugong dapat dilakukan dengan tiga
pendekatan, yaitu pendekatan ekologi, sosial budaya dan ekonomi, dan
mekanisme yang tepat adalah konservasi ex-situ. Indonesia mencanangkan
Rencana Aksi Nasional Konservasi Dugong dan Habitatnya (Lamun) di Indonesia
(RAN-K Dugong) yang berisi langkah-langkah konkret dalam upaya perlindungan
dan pelestarian dugong.

3.2 Saran

Upaya perlindungan dan pelestarian dugong (Dugong dugon) harus terus


dijalankan dan disebarluaskan ke masyarakat di seluruh Indonesia. Hal ini harus
didukung oleh seluruh pihak yang terkait secara komprehensif dan berkelanjutan
agar dapat mengembalikan jumlah spesies dugong ke jumlah yang ideal dan
mencapai kestabilan ekosistem laut.

13
DAFTAR PUSTAKA

Berta, A., J. L. Sumich, dan K. M. Kovacs. 2006. Marine Mamals: Evolutionary


Biology (2nd edition). Elsevier Inc. Oxford.

Diana, S. 2007. Model Konservasi Dugong. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas


Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjadjaran. Bandung

MARSH. H., P.W. CHANNELLS, G.E. HEINSHON and I. MORRISSEY 1992.


Analysis of stomach contents of dugongs from Queensland. Aus. Wildl.
Res. 9 : 55 -67.

Marsh H, Eros C, Corkeron P, Breen B. 1999. A Conservation Strategy for


Dugongs: Implications of Australian Research. Marine and Freshwater
Research 50: 979-990.

Nontji, Anugerah. 2015. Dugong Bukan Putri Duyung. Jakarta: Oseanografi LIPI.

Jayanti, Ikha Mamanyu Utami. 2019. Wilayah Potensial Kejadian Dugong dugon
(Muller, 1776) Terdampar dan Strategi Pengelolaannya di Kabupaten
Maluku Tengah Provinsi Maluku. [Tesisi]. Semarang: Universitas
Diponogoro.

Reeves R R dan Reijnders PJH. 2003. Conservation and Management, h 388–415.


In Hoelzel AR (ed.). Marine Mammal Biology: An Evoluntionary
Approch. Blackwell Publishing. Victoria.

Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Laut – Direktorat Jenderal


Pengelolaan Ruang Laut . 2016. Rencana Aksi Nasional (RAN)
Konservasi Dugong dan Habitatnya (Lamun) di Indonesia Periode 1 2017-
2021. Jakarta : Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Indonesia.

Ruchimat, Toni. 2012. Pedoman Penanganan Mamalia Laut Terdampar.


Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Kementerian Kelautan dan
Perikanan.

14
Hidayat, Rachmad, Muin Sinaga, Neil Edwin, Frengky Azrianto, Syarviddint
Alustco, Ince M. Rizqan. 2016. Dampak Kemunculan Dugong terhadap
Sosial Kemasyarakatan di Kabupaten Bintan. Bunga Rampai Konsevasi
dan Habitat Lamun di Indonesia: Bagian 1. Hal 15 – 24

15

Anda mungkin juga menyukai