Abstrak
Terumbu karang merupakan potensi pariwisata bagi pulau kecil namun menjadi
terancam karena keberadaan sampah khususnya di Pulau Panggang. Tujuan diadakan
penelitian untuk mengetahui sebaran terumbu karang dan sampah serta mengetahui
pengaruh sampah pada terumbu karang dan tingkat kerusakannya. Penelitian
dilakukan dengan metode survey terumbu karang dan pengukuran sampah. Survey
terumbu karang menggunakan metode Line Intercept Transect. Pengukuran sampah
dilakukan dengan pengukuran luasan sampah yang berada di pinggir pantai. Hasil
berupa peta keberadaan sampah dan keadaan terumbu karang memperlihatkan lebih
jelas adanya pengaruh dan kesinambungan pengaruh sampah pada terumbu karang
dari sisi keruangan. Aktivitas manusia yang sangat rendah serta tidak terdapatnya
biota yang dapat mematikan terumbu karang menjadikan faktor lain yang dapat
mematikan terumbu karang semakin sedikit. Wilayah ini dapat meyakinkan bahwa
keberadaan sampah mempengaruhi terumbu karang. Selanjutnya, ikan herbivora dan
penutupan alga terhubungkan secara terbalik. Kesimpulannya adalah bahwa jika
terumbu karang mengalami gangguan, maka akan berpotensi menyebabkan
peningkatan penutupan makroalga. Ikan herbivora terbukti secara efektif mampu
mengkontrol penutupan makroalga dan sekaligus membantu pemulihan kondisi
ekosistem terumbu karang.
Kata Kunci: Kerusakan, Terumbu karang
Abstract
Coral reefs are a tourism potential for small islands but are threatened due to the
presence of garbage, especially on Panggang Island. The purpose of this research was
to determine the distribution of coral reefs and rubbish and to determine the effect of
rubbish on coral reefs and the level of damage. The research was conducted using a
coral reef survey method and waste measurement. Survey of coral reefs using the Line
Intercept Transect method. Waste measurement is done by measuring the area of
waste located on the beach. The result, in the form of a map of the presence of rubbish
and the condition of coral reefs, shows more clearly the influence and continuity of
the influence of rubbish on coral reefs from a spatial perspective. The very low human
activity and the absence of biota that can kill coral reefs, making fewer other factors
that can kill coral reefs. This area can ensure that the presence of waste affects coral
reefs. Furthermore, herbivorous fish and algal cover were inversely linked. The
conclusion is that if coral reefs are disturbed, it will have the potential to cause
increased macroalgae cover. Herbivorous fish have been shown to effectively control
macroalgae cover and at the same time help restore the condition of coral reef
ecosystems.
Keywords: Damage, coral reefs
1. Pendahuluan
Ekosistem terumbu karang menyediakan berbagai sumber kebutuhan hidup
untuk masyarakat pesisir seperti hasil perikanan, budidaya dan pariwisata. Hampir
60 persen masyarakat Kabupaten Bintan berkonsentrasi di sepanjang pesisir untuk
mencari penghidupan sepanjang tahunnya sehingga memberi tekanan pada
sumberdaya pesisir dan laut melalui rentangan berbagai pengaruh. Kelebihan
tangkap, kerusakan habitat, dan peningkatan sedimen memberikan pengaruh
antropogenik yang sangat luas di Bintan sebagaimana informasi yang diperoleh
dari CRITC COREMAP II-LIPI mengenai interaksi antara ikan karang (CRITC-
COREMAP II-LIPI 2007a) Ikan karang merupakan biota yang sangat erat
hubungannya dengan terumbu karang, sehingga keberadaannya sangat tergantung
kepada kondisi terumbu karang. Jika kualitas terumbu karang mengalami
penurunan maka kelimpahan ikan karang pun akan cenderung menurun. Kondisi
ikan herbivora di perairan Bintan cenderung mengalami penurunan seiring dengan
rusaknya terumbu karang di daerah ini. Hal ini dikuatkan pula dengan informasi
semakin sulitnya nelayan setempat dalam mencari ikan hias. Peningkatan
kerusakan terumbu karang dengan dipacu dengan pertumbuhan alga di terumbu
karang yang telah mati, akan mempengaruhi komunitas terumbu karang karena
alga akan medominasi melalui proses perebutan ruang. Ikan herbivora merupakan
biota yang memakan alga di ekosistem terumbu karang dan berfungsi sebagai
pengontrol pertumbuhan alga di kawasan ekosistem terumbu karang. Alga dan
terumbu karang sama-sama merupakan biota yang menempel di substrat sehingga
terumbu karang dan alga berkompetisi untuk mendapatkan ruang
Semakin bertambahnya kebutuhan masyarakat akan sumberdaya yang ada di
daerah terumbu karang seperti ikan, udang, teripang, dan biota lain, maka aktivitas
masyarakat untuk memanfaatkan kondisi tersebut menjadi sangat besar. Dengan
demikian tekanan ekologis terhadap ekosistem terumbu karang, seperti
penangkapan ikan yang merusak dan berlebih khususnya terhadap ikan herbivora,
serta penggunaan alat tangkap yang tidak terarah, akan semakin besar pula.
ekosistem terumbu karang telah mengalami perubahan dalam skala global yang
diakibatkan oleh perubahan iklim serta oleh aktivitas manusia (Lasagna et al,
2014). Berdasarkan data yang dipublikasi oleh Global Coral Reef Monitoring
Network (GCMRN) tahun 2008, kurang lebih 54 % terumbu karang dunia berada
dalam kondisi terancam secara global.
Yusuf (2013), mengatakan bahwa kerusakan terumbu karang di Indonesia
lebih banyak disebabkan oleh berbagai kegiatan manusia dalam pemanfaatan
sumber daya laut. Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem
yang rapuh sehingga tergolong ke dalam ekosistem yang laju kepunahannya relatif
cepat bila mendapat gangguan. Ekosistem terumbu karang merupakan
sumberdaya wilayah pesisir yang sangat rentan terhadap kerusakan, terutama yang
disebabkan oleh perilaku manusia/masyarakat disekitarnya
Pemanfaatan dan pengolahan sumber daya terumbu karang yang tidak
terkontrol akan semakin meluas seiring dengan perkembangan penduduk yang
cepat, serta minimnya pengetahuan masyarakat (Nelayan) dan pentingnya
kelestarian sumber daya terumbu karang, dapat menyebabkan timbulnya berbagai
permasalahan di wilayah terumbu karang sehingga dapat mengurangi dari
sekosistem tersebut. Ekosistem terumbu karang mempunyai daya pulih yang
rendah terhadap kerusakan-kerusakan yang terjadi di dalamnya. Di perairan Wini
kelurahan Humusu C Kecamatan Insana Utara terjadi kerusakan ekosistem
terumbu karang yang di akibatkan oleh 2 (dua) faktor yaitu ; faktor alam seperti ;
gelombang, banjir, gempa, dan faktor manusia yaitu: sebagian masyarakat kecil
sering dengan aktifitasnya di daerah terumbu karang ada pula masyarakat yang
mengambil karang untuk dijadikan sebagai bahan baku kapur
Terumbu karang terdapat di lingkungan perairan yang agak dangkal, seperti
Paparan Benua dan gugusan pulau-pulau di perairan tropis. Untuk mencapai
pertumbuhan maksimum, terumbu karang memerlukan perairan yang jernih
dengan suhu air perairan yang hangat (optimal pada 25-29°C toleransi 18- 40°C),
kedalaman kurang dari 25 meter, gerakan gelombang yang besar, dan sirkulasi air
yang lancar serta terhindar dari proses sedimentasi, lalu juga salinitas berkisar
pada nilai 34-36 ‰ dengan batas toleransi 27-42‰. Adapun Penelitian ini
dilakuka untuk dpat membandingkan tingkat kerusakan terumbu karang di
berbagai daerah.
2. Metode
Penelitian yang digunakan oleh para peneliti adalah metode jelajah dan metode
deskriptif. Metode jelajah adalah metode penelitian yang dilakukan dengan cara
menjelajah seluruh area penelitian seluas 400 m2 . Metode deskriptif adalah
pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari
masalah-masalah dalam masyarakat serta tatacara yang berlaku dalam masyarakat
serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-
sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan
pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena Proses untuk mengetahui keterkaitan
sampah dan terumbu karang diperlukan survey lapangan yang nantinya dapat
dianalisis berdasarkan pendekatan geografi. Survey lapangan terdiri dari pencarian
informasi detail ke pengelola pantai setempat, survey terumbu karang dan survey
sampah. Pengelola pantai setempat dapat didapat informasi seperti keadaan Pulau
Panggang serta data fisik perairan. Survey terumbu karang dengan teknik Line
Intercept Transect didapat data terumbu karang berupa tutupan terumbu karang.
3. Kondisi Sampah
Sampah yang ditemukan mayoritas sampah organik dan anorganik. Berdasarkan
sampel sampah dengan luas 1 m² teramati 31,7% adalah sampah organik dan 68,3%
adalah sampah anorganik. Sampah organik dapat mencemari lingkungan secara
kimiawi karena setelah terdekomposisi akan mengalami perubahan kimia sehingga
dapat mempengaruhi beberapa fauna laut. Sampah anorganik dapat mencemari
lingkungan khususnya terhadap fauna yang membutuhkan sinar matahari sebagai
bahan fotosintesis, keberadaan platik akan menutup perairan
Total luasan sampah yang terukur tiap wilayah berkisar antara 100 m² hingga
200 m². Pada wilayah timur laut merupakan total luasan sampah terluas.
penggunaan bubu dan bagan tancap tidak hanya dilakukan oleh nelayan di
kawasan ini tetapi juga oleh nelayan di luar wilayah. Bubu sebagai alat
penangkap ikan mendapat respon yang kecil dari masyarakat sampai sekarang
ini.
4.Kesimpulan
Kerusakan terumbu karang di wilayah ini disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya yaitu alamiah dan kegiatan manusia. Kerusakan yang diakibatkan oleh
alam yaitu seperti meningkatnya suhu permukaan laut akibat adanya perubahan
iklim kondisi oseanografi perairan juga mempengaruhi, di mana arus berperan
dalam perpindahan partikelpartikel yang ada di kolom air (Maharani et al., 2018),
salah satunya sedimen. Pembangunan dermaga yang di mana dalam prosesnya
dilakukan pengerukan berpotensi menyebabkan terjadinya sedimentasi yang dapat
menganggu kehidupan terumbu karang. Penyebab kerusakan terumbu karang
berikutnya adalah aktivitas manusia baik yang mempengaruhi secara langsung
maupun tidak langsung seperti penangkapan ikan dengan menggunakan bahan
peledak, bahan beracun, pencongkelan dan penggalian karang
5.Daftar Pustaka
Aziz Salam, Dodo Sahputra dan Veggy Arman. Kerusakan Karang di Perairan Pantai
Molotabu Provinsi Gorontalo. . Volume 1, Nomor 1
Imanuel Lamma Wabang. Kondisi Terumbu KARANG DI KAWASAN SUAKA ALAM
PERAIRAN SELAT PANTAR DAN LAUT SEKITARNYA DI KABUPATEN ALOR
Yusuf Arief Nurrahman1 , dan Ibnu Faiza. 2020. Kondisi Tutupan Terumbu Karang Di
Pulau Panjang Taman NasionalL Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Vol. 5 No. 1