Anda di halaman 1dari 5

Ekosistem Terumbu Karang Kawasan Pesisir Lovina

Buleleng Bali
Novita Putri Setiawati 08161057 | Perencanaan Wilayah dan Kota | Jurusan Teknik Sipil dan
Perencanaan | Institut Teknologi Kalimantan | Balikpapan | 2018

Kawasan pesisir Lovina terletak


di Kabupaten Buleleng, Bali Utara yang
merupakan salah satu destinasi wisata
dengan daya tarik keindahan pesisir dan
laut serta ditunjang dengan keberadaan
ekosistem terumbu karang. Adanya
fenomena rekrutmen karang yang ada di
kawasan lovina merupakan masuknya

Gambar 1. Ekosistem Terumbu Karang Pesisir Bali individu karang baru ke populasi
Utara terumbu karang karena reproduksi atau
Sumber : Team Reefcheck Monitoring, 2015
migrasi. Dilakukan dengan penelitian
selama 6 bulan pada tahun 2011 dengan tujuan untuk mengetahui pola penyebaran planula
karang, jenis, kelimpahan dan pola bertahan hidup planula karang serta kondisi fisik, kimia dan
biologi perairan (Prasetia, 2012). Terumbu karang yang ada di pesisir lovina merupakan terumbu
karang dengan tipe fringing reefs atau terumbu karang tepi dan dibeberapa titik ditemukan tipe
barrier reefs atau terumbu karang penghalang. Penelitian dilakukan dengan metode line intercept
transect menunjukkan kondisi penutupan karang hidup di Kawasan Lovina berkisar antara 18
sampai 44 % penutupan karang hidup dengan kategori buruk sampai sedang. Dengan adanya
penutupan karang hidup yang mencapai nilai 44% menunjukkan bahwa adanya kekhawatiran
keberlangsungan hidup terumbu karang di kawasan Lovina. Hal ini terjadi karena beragamnya
aktivitas wisata di kawasan ini yang bersentuhan langsung dengan ekosistem terumbu karang
seperti aktivitas menyelam dan berlabuhnya perahu dengan menjatuhkan jangkar ke dasar laut.
Apabila hal seperti ini dilakukan secara terus menerus, tentunya akan mengancam
keberlangsungan ekosistem terumbu karang. Ditinjau dari segi ekonomi dan sosial, kerusakan
terumbu karang dapat menurunkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Karena dengan
rusaknya ekosistem terumbu karang maka akan berdampak terhadap penurunan minat
pengunjung ke daerah tersebut. Penelitian dilakukan di 3 stasiun dengan hasil penelitian berupa
jenis terumbu karang, jenis ikan yang ada pada terumbu karang dan penutupan yang ada pada
terumbu karang pada masing-masing stasiun.
Pada Stasiun 1 yang terletak di Desa Pemaron menunjukkan penutupan karang hidup 21
% dengan karang mati 59% yang terdiri dari kelompok dead coral dan dead coral with algae.
Pada stasiun 1 ditemukan kelompok Acropora branching yaitu karang berbentuk bercabang
seperti ranting pohon, seperti: Acropora palmata, A. Formosa. Kelompok Acrophora yang lain
adalah Acrophora digitate yaitu karang berbentuk percabangan rapat dengan cabang seperti jari-
jari tangan, seperti jenis: A. humilis, A. digitifera dan A. gemmifera, meskipun dengan jumlah
yang relatif tidak banyak. Keberadaan ikan karang yang ditemukan di Stasiun 1 berjumlah 100
individu yang terdiri dari 14 jenis ikan karang. Ikan jenis Pseudanthias dispar, Pomacentrus
coelestis, dan Chromis analis merupakan ikan yang paling banyak dijumpai, merupakan ikan-
ikan indikator kurang baiknya ekosistem terumbu karang suatu perairan (Prasetia, 2012).
Pada stasiun 2 yang terletak di kawasan Pantai Tukad Munda menunjukkan nilai
penutupan karang hidup 44%, dengan penutupan karang mati 53%, dengan kategori sedang.
Kelompok Acropora yang ditemukan dari kelompok branching dan submassive, Acropora
Submassive adalah karang yang percabangannya berbentuk ganda atau lempeng dan kokoh,
seperti Acropora palifera. Jenis sponges yang ditemukan di kawasan ini adalah Theonella
cylindrical, Xestospongia testudinaria, Haliclona sp, dan Desmapsamma sp. Keberadaan ikan
karang yang ditemukan di stasiun 2 ditemukan 29 jenis dengan 390 individu dengan jenis
Chromis analis, Pseudhantias dispar, P. bicolor, P. Squamipinnis, dan Pomacentrus coelestis
(Prasetia, 2012).
Pada stasiun 3 yang terletak di kawasan Desa Kalibukbuk menunjukkan nilai penutupan
karang mati 67% dengan penutupan karang hidup 18%, dikategorikan sebagai kriteria buruk.
Tingkat kerusakan terumbu karang sangat berkaitan dengan penutupan karang mati dan pecahan
/ patahan karang. Struktur komunitas karang Stasiun 3 meliputi kelompok Acropora Submassive,
dan bukan kelompok acropora yang terdiri dari Coral Branching, Coral Encrusting, Coral
Massive, Coral Submaasive, dan Coral Mushroom. Coral Mushroom ditemukan secara soliter
berbentuk seperti jamur dan berasal dari jenis Fungia sp. Jumlah ikan yang ditemukan sebanyak
755 individu, dari 31 jenis ikan karang Jenis Pseudanthias dispar, P. bicolor,dan Chromis analis
(Prasetia, 2012).
Setelah dilakukan proses penelitian dapat diketahui berbagai jenis karang yang ada serta
persebarannya. Lingkungan tempat hidup karang sangat berpengaruh terhadap perkembangan
ekosistem karang terutama salinitas air, suhu, dan kedalaman cahaya matahari yang mampu
menembus laut untuk proses fotosintesis. Secara umum terumbu karang hidup dalam permukaan
laut yang isotherm pada suhu 20o C, dan tidak dapat hidup dibawah suhu 18o C. Terumbu karang
dapat tumbuh optimal pada perairan dengan suhu rata-rata tahunan 23-25o C. Namun masih
mampu bertahan pada suhu 36-40o C. Terumbu karang hanya dapat hidup diperairan dengan
salinitas 30-35% dan pada umumnya terumbu karang tidak dapat berkembang di perairan laut
yang mendapat limpasan air tawar secara teratur. Pada umumnya terumbu karang dapat hidup
pada kedalaman maksimal 50-70 meter. Namun berkembang pada kedalaman kurang dari 25
meter. Arus di perairan juga dapat mempengaruhi perkembangan terumbu karang. Arus dapat
bersifat positif apabila membawa nutrisi dan bahan organic yang dibutuhkan oleh karang, namun
akan bersifat negative apabila menyebabkan sedimentasi yang akan menutupi permukaan
karang. Kecerahan juga mempengaruhi perkembangan karang yang berhubungan dengan
penetrasi cahaya. Semakin tinggi tingkat kecerahan, maka akan semakin baik tingkat
produktivitas perairan.
Pada stasiun 1 menunjukkan adanya tekanan tinggi yang dialami oleh ekosistem karang,
melihat dari penutupan karang mati sebesar 59% yang disebabkan oleh arus aliran sungai di
sekitar kawasan saat terjadi hujan yang membawa sedimen sehingga terjadi penutupan karang.
Selain itu aktivitas manusia berupa penangkapan ikan di kawasan juga menjadi penyebab
tingginya penutupan karang di stasiun 1. Kemudian pada stasiun 2 menunjukkan adanya
penutupan karang lunak yang mengindikasikan pertumbuhan terumbu karang yang semakin
berkembang. Hal ini memberikan harapan yang baik jika kawasan terus terjaga kondisi
lingkungannya karena karang akan mengalami pemulihan atau penutupan kembali karang hidup
dan disebabkan karena karang lunak merupakan salah satu indikasi pemulihan ekosistem
terumbu karang. Pada stasiun 3 terjadinya kerusakan terumbu karang terlihat dari tingginya
angka penutupan karang mati sebesar 67%. Hal tersebut terjadi karena padatnya aktivitas
wisatawan yang bersentuhan langsung dengan ekosistem terumbu karang seperti snorkeling,
diving, serta melihat lumba-lumba atraksi diatas perahu yang melewati kawasan tumbuh
kembang ekosistem terumbu karang.
Tingkat kerusakan terumbu karang sangat berkaitan dengan penutupan karang mati dan
pecahan atau patahan karang. Indikasi yang digunakan bahwa suatu kawasan mengalami
kerusakan pada terumbu karangnya adalah penutupan pecahan atau patahan karang (rubble) dan
keberadaan alga. Rubble merupakan bentuk dari patahan-patahan karang yang tidak beraturan
yang dapat diakibatkan oleh bencana alam, penggunaan bahan peledak untuk mencari ikan,
penambangan karang untuk bahan bangunan, pembuangan jangkar, dan aktivitas manusia
lainnya yang merusak. Alga merupakan salah satu kompetitor hidup bagi terumbu karang, alga
akan sangat sulit untuk hidup dan tumbuh di atas terumbu karang yang baik (Prasetia, 2010).
Kerusakan terumbu karang yang ada di kawasan lovina masih dapat ditanggulangi karena
kondisi fisik dan biologi kawasan masih relatif mendukung pertumbuhan dan perkembangan
terumbu karang. Untuk dapat menjaga keberlangsungan kehidupan terumbu karang sebaiknya
mengurangi atau membatasi aktivitas wisatawan yang berpotensi merusak terumbu karang.
DAFTAR PUSTAKA

Prasetia, I. N. D. 2010. Struktur Komunitas Terumbu Karang Kawasan Wisata Lovina Singaraja
Bali. Universitas Pendidikan Ganesha. Singaraja
Prasetia, I. N. D. 2012. Rekrutmen Karang Di Kawasan Wisata Lovina. Jurnal Sains dan
Teknologi 1(2): 64-70
Wiryana, I. W. S. A. 2012. Penyelamatan Terumbu Karang Pantai Lovina Melalui Teknik
Transplantasi Propagasi Sebagai Upaya Mengatasi Kerusakan Ekosistem Laut. Universitas
Pendidikan Ganesha. Singaraja

Anda mungkin juga menyukai