Anda di halaman 1dari 5

TUGAS REHABILITASI DAN RESTORASI EKOSISTEM

Disusun Oleh:

Mita Eka Septiani

26040120140086

Ilmu Kelautan D

Dosen Pengampu:

Dr. Ir. Bambang Yulianto, DEA.

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022
Kondisi Kesehatan Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Sepa, Kepulauan Seribu

Menurut Taofiqurohman et al. (2021), Kepulauan Seribu terletak di pulau Perairan


Utara Jakarta kurang lebih 45 km dengan lokasi geografis 5°23’ - 5°40’ LS, 106°25’ - 106°37’
BT. Kepulauan Seribu terbagi menjadi beberapa pulau yang berpenduduk dan dikunjungi
wisatawan dan pulau yang tidak berpenduduk tetapi dikunjungi wisatawan. Salah satu pulau
yang terdapat di Kepulauan Seribu adalah Pulau Sepa. Potensi yang besar berupa wisata bahari
dimiliki oleh Pulau Sepa. Kegiatan wisata yang dapat dilakukan diantaranya berkemah,
bathing, snorkeling, dan diving. Snorkeling dan diving menjadi kegiatan yang memiliki daya
tarik bagi wisatawan karena Pulau Sepa memiliki ekosistem terumbu karang. Terumbu karang
adalah ekosistem yang berada di laut dangkal yang memiliki manfaat bagi kehidupan baik
sosial, ekologi, budaya, dan ekonomi. Hal ini diperkuat oleh Sapudi (2014), yang menyatakan
bahwa terumbu karang merupakan ekosistem yang paling produktif serta memberikan banyak
jasa ekosistem bagi kehidupan. Ekosistem terumbu karang memiliki daya tarik bagi para
wisatawan namun juga rentan mengalami degradasi (Koroy et al., 2018).

Terumbu karang adalah salah satu ekosistem pesisir yang memiliki tingkat
keanekaragaman tertinggiserta jumlah spesies yang mencapai sekitar satu juta spesies di
seluruh dunia. Terumbu karang memiliki fungsi sebagai tempat tinggal, daerah asuhan, tempat
berpijah, tempat berlindung bagi hewan laut, sebagai sumber makanan serta obat-obatan.
Namun, kerusakan terumbu karang di Indonesia terus meningkat setiap tahun. Berdasarkan
hasil pengamatan LIPI 2018 pada 1067 site di seluruh perairan Indonesia, sebanyak 386 site
termasuk terumbu kategori buruk, sebanyak 366 site termasuk terumbu kategori cukup,
sebanyak 245 site termasuk dalam terumbu kategori baik, dan sebanyak 70 site termasuk dalam
terumbu kategori sangat baik (Hadi et al., 2018). Kerusakan pada ekosistem terumbu karang
ini terjadi karena beberapa faktor. Faktor tersebut diantaranya peningkatan dan penurunan
suhu, karena ulah manusia seperti penggunaan bahan peledak, penambangan, pelemparan
jangkar, reklamasi, dan buangan limbah.

Kerusakan ekosistem terumbu karang di Pulau Sepa terjadi akibat adanya pariwisata
bahari. Pariwisata bahari sangat beresiko merusak ekosistem terumbu karang baik secara
langsung maupun tidak langsung. Hal ini karena interaksi dari wisatawan dengan suatu habitat
dapat mengganggu keberadaan habitat tersebut. Contohnya aktivitas penyelaman dan
snorkeling dapat merusak terumbu karang karena kecerobohan dari penyelam. Selain itu,
pemutihan karang juga dapat terjadi karena kenaikan suhu yang tinggi dan kurangnya nutrisi
(Dhewani dan Sjafrie., 2014). Pemutihan yang terjadi pada terumbu karang mengindikasikan
bahwa kondisi tutupan karang buruk hingga baik. Kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu
khususnya Pulau Sepa perlu mendapatkan perhatian khusus karena adanya aktivitas wisata
bahari yang berinteraksi dekat dengan ekosistem terumbu karang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Taofiqurohman et al. (2021),


menggunakan metode survei jalur transek sepanjang 50 m dari setiap stasiun pada kedalaman
1-5 m. Setelah dilakukan pengambilan sampel didapatkan hasil pengamatan yaitu adanya
dominasi tipe hamparan dari terumbu karang pada stasiun tertentu. Tipe karang branching
mendominasi di stasiun 1, 2, 3, 4, 5, 9, dan 10 dengan panjang hamparan masing-masing stasiun
yaitu 30,1 m; 22 m; 30 m; 33,3 m; 40 m; 33 m; dan 30 m. Tipe karang plate ditemukan pada
setiap stasiun kecuali stasiun 8, dengan rentang hamparan 1,9 m – 11 m. tipe karang boulder
mendominasi di stasiun 6, 7, dan 8 dengan panjang hamparan 26 m; 21 m; 16 m. tipe karang
soft ditemukan pada stasiun 4 dan stasiun 7 dengan panjang hamparan 1,4 m dan 5 m.

Gambar 1. Tipe Karang, Zona Snorkeling Pulau Sepa, Kepulauan Seribu

(Sumber : Taofiqurohman et al., 2021)

Secara keseluruhan kondisi kesehatan terumbu karang Pulau Sepa, Kepulauan Seribu
di kedalaman 1-5 m untuk koloni karang lunak, meja, bercabang, dan masif berada pada kondisi
kurang sehat sebanyak 86,6 % dan kondisi sehat sebanyak 11,4 %. Kondisi kurang sehat pada
terumbu karang di Pulau Sepa ini terjadi karena berbagai faktor. Faktor tersebut adalah adanya
kegiatan pelatihan diving untuk sertifikasi yang dilakukan pada kedalaman 1-5 m. Pengaruh
mobilitas kapan yang cukup tinggi di dermaga juga menjadi faktor penyebab kurang sehatnya
terumbu karang. Adanya pengaruh sedimentasi juga memperburuk kondisi ekosistem terumbu
karang. Hal ini dikarenakan sedimen akan berpengaruh pada zooxanthellae untuk melakukan
fotosintesis yang akhirnya akan mati dan meninggalkan karang. Kondisi seperti ini dapat
menyebabkan kerusakan terumbu karang yaitu coral bleaching. Terumbu karang yang rentan
terhadap sedimentasi ini dikarenakan posisinya tertutup oleh gugusan pulau sehingga terjadi
pengendapan sedimen yang tinggi (Assuyuti et al., 2018).

Ekosistem terumbu karang memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan biota laut.
Kelestarian dari ekosistem terumbu karang perlu dijaga dengan baik. Adanya kerusakan
terumbu karang dapat mempengaruhi hewan lain yang hidup di terumbu karang tersebut. Pulau
Sepa berada pada kawasan zonasi wisata yang terdapat interaksi secara dekat antara wisatawan
dengan terumbu karang. Hal ini dapat menyebabkan kurang sehatnya terumbu karang. Upaya
yang dapat dilakukan sebagai upaya pelestarian terumbu karang di Pulau Sepa adalah dengan
melakukan kegiatan konservasi terumbu karang yang dapat dilakukan oleh wisatawan dengan
memperhatikan beberapa hal agar ekosistem terumbu karang tetap dalam kondisi yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Assuyuti, Y. M., Zikrillah, R. B., Arif Tanzil, M., Banata, A., & Utami, P. 2018. Distribusi dan
Jenis Sampah Laut serta Hubungannya terhadap Ekosistem. Majalah Ilmiah Biologi
Biosfera: A Scientific Journal, 35 (2) : 91–102.

Dhewani, N., & Sjafrie, M. 2014. Coral Bleaching: Mekanisme Pertahanan Karang Terhadap
Stres. Oseana, 39 (4) : 1–13.

Hadi, T.A., Giyanto, Prayudha, B., Hafitz, M., Budiyanto, A., Suharsono, Hafizt, M.,
Budiyanto, A., & Suharsono. 2018. Status Terumbu Karang Indonesia 2018. In Puslit
Oseanografi (Issue 8). Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 34 hlm.

Koroy, K., Nurafni, N., & Mustafa, M. 2018. Analisis Kesesuaian Dan Daya Dukung
Ekosistem Terumbu Karang Sebagai Ekowisata Bahari Di Pulau Dodola Kabupaten
Pulau Morotai. Jurnal Enggano, 3(1):52– 64.

Sapudi, D. I. P. 2014. Valuasi Ekonomi Manfaat Ekosistem Terumbu Karang. Agriekonomika,


3 : 142–152.

Taofiqurohman, A., I. Faizal, K. A. Rizkia. 2021. Identifikasi Kondisi Kesehatan Ekosistem


Terumbu Karang di Pulau Sepa, Kepulauan Seribu. Buletin Oseanografi Marina., 10(1)
: 23-32.

Anda mungkin juga menyukai