Anda di halaman 1dari 11

TUGAS SHORT PAPER PENANGKARAN DAN

RESTOCKING ENDANGERED SPESIES

(PENANGKARAN DAN RESTOCKING PENYU : Chelonia


mydas)

Dosen Pengampu :
Dr. Ir. Retno Hartati, M.Sc.

Disusun Oleh :
Mita Eka Septiani
26040120140086
Ilmu Kelautan B

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2023
I. PENDAHULUAN

Penyu adalah salah satu jenis hewan reptilian yang termasuk poikilothermal
(suhu tubuh mengikuti suhu lingkungan), bernafas dengan paru-paru, berkulit sisik,
berkembang biak melalui penetasan telur. Penyu dewasa sering berada di daerah
pantai dan biasanya digunakan untuk tempat bertelur. Indonesia mempunyai
terdapat 6 jenis penyu, yaitu Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Belimbing
(Dermochelys coreaceae), Penyu Tempayan (Caretta caretta), Penyu Sisik
(Erelmochelys imbricata), Penyu Pipih (Natator depressa) dan Penyu Lekang
(Lepidochelys olivacea). Penyu termasuk hewan yang terancam akibat beberapa
faktor seperti pergeseran fungsi lahan, pengelolaan konservasi yang tidak memadai,
perubahan iklim, perburuan ilegal, serta ancaman predator. Hamino et al. (2021)
menyatakan bahwa, semua spesies penyu ada dalam red list di IUCN (International
Union for Conservation of Nature and Natural Resources) dan Appendiks I CITES
(Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and
Flora). Penyu yang terdapat di Indonesia juga terancam mengalami kepunahan.
Oleh karena itu, pemerintah menerbitkan PP No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan
Jenis Tumbuhan dan Satwa serta PP No.8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis
Tumbuhan dan Satwa Liar.

Keseluruhan peraturan tersebut kahikatnya bertujuan untuk memberikan


perlindungan terhadap penyu serta keseluruhan bagian tubuhnya termasuk telurnya.
Dalam peraturan ini mengatur bahwa menangkap, menyakiti, membunuh,
memelihara, menyimpan, memindahkan, dan melakukan perdagangan terhadap
spesies yang dilindungi adalah dilarang. Namun, adanya peraturan tersebut belum
memberikan kontribusi lebih terhadap upaya perlindungan satwa liar khususnya
penyu. Oleh karena itu, perlu dibutuhkan tindakan nyata dari pemerintah maupun
masyarakat secara luas dalam melakukan pelestarian penyu. Upaya penyelamatan
penyu dapat dilakukan dengan cara melindungi telur penyu di alam dan melepaskan
tukik kembali ke laut.

Upaya konservasi dilakukan untuk melindungi keberadaan penyu. Bentuk


pelestarian penyu dengan memberikan edukasi di masyarakat dan mencegah
pemanfataan penyu untuk komersial. Hal ini didukung oleh Alfinda (2017) bahwa,
konservasi menjadi solusi yang tempat untuk menjaga dan mengembangbiakkan
penyu. Upaya perlindungan untuk menyelamatkan populasi penyu dengan
melakukan kegiatan Penangkaran Penyu. Aktivitas Penangkaran Penyu bertujuan
agar proses regenerasi penyu dapat berjalan sebagaimana mestinya. Kegiatan
penangkaran yang dilakukan adalah dengan melakukan penyelamatan telur penyu
di pantai, memindahkan telur penyu ke tempat inkubasi dan ditetaskan, memelihara,
dan membesarkan sampai ukuran tertentu kemudian dilepaskan (restocking) ke
laut. Aktivitas ini dilakukan dengan harapan dapat menyelamatkan tingkat hidup
penyu hingga usia dewasa dan bereproduksi serta meningkatkan jumlah hidup
populasi penyu di alam.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Umum Penyu

Menurutku Harnino et al. (2021), penyu merupakan hewan reptil yang dapat
bermigrasi dalam jarak yang jauh di sepanjang kawasan Samudera dan Asia
Tenggara. Migrasi pada penyu bertujuan untuk kawin, mencari tempat untuk
bertelur maupun untuk mencari makan. Penyu memiliki peran penting dalam
keseimbangan ekosistem laut. Mulai dari memelihara ekosistem terumbu karang
produktif dan menstransfer nutrient penting yang berasal dari lautan menuju pesisir.
Keberadaan penyu telah lama terancam, baik dari alam maupun kegiatan manusia
yang dapat membahayakan populasinya baik secara langsung maupun tidak
langsung. Penyu adalah kura-kura laut yang termasuk binatang purbakala yang
masih hidup hingga sekarang. Penyu ini terdiri dari kepala, leher, cangkang, dan
kaki yang digunakan untuk melakukan renang di dalam air. Diperkirakan terdapat
sekitar 260 spesies penyu dari 12-14 suku yang masih hidup di bagian dunia.

2.2 Penyu Chelonia mydas

2.2.1. Morfologi Chelonia mydas

Penyu hijau memiliki ciri-ciri khusus diantaranya yaitu memiliki karapas


dengan warna kuning kehijauan atau coklat kehitaman dengan cangkan berbentuk
bulat telur, kepalanya relatif kecil dan tumpul. Karapas pada penyu hijau memiliki
panjang berkisar antara 97-115 cm dan memiliki lebar berkisar antara 83,5-108 cm.
Penyu hijau (Chelonia mydas) adalah salah satu jenis penyu terbesar dengan ukuran
karapas sekitar 71-153 cm. Penyu hijau dapat mencapai berat hingga 205 kg. penyu
hijau juga memiliki tungkai yang berfungsi sebagai dayung yang juga digunakan
untuk berenang. Ukuran kepala dari Chelonia mydas terlihat lebih kecil jika
dibandingkan dengan ukuran tubuhnya. Pada penyu jantan memiliki ukuran yang
lebih besar dibandingkan dengan ukuran tubuhnya. Penyu jantan memiliki ukuran
yang lebih besar daripada penyu betina dengan ekor yang panjang dan melampaui
cangkang dan tempurungnya. Warna karapas pada penyu hijau ini adalah kuning
langsat hingga warna kecoklatan atau terdapat juga dengan warna hitam dimana
tergantung dari lokasi geografis spesies tersebut.
2.2.2. Habitat Chelonia mydas

Habitat penyu berbeda-beda sesuai dengan jenisnya. Penyu hijau akan


bertelur di pantai yang lebar dan terbuka tanpa adanya naungan pohon. Penyu lebih
menyukai tempat yang sepi untuk bertelur. Hal ini dikarenakan penyu termasuk
hewan yang sangat peka terhadap gangguan pergerakan atau penyinaran. Apabila
penyu merasa terancam, maka penyu akan kembali lagi ke laut. Komponen pada
habitat penyu meliputi tempat berlindung dan berkembang biak, makanan, dan
interaksi dengan satwa lain. Pada umumnya tempat pilihan penyu untuk bertelur
yaitu daratan yang luas dan landau yang terletak di bagian pantai dengan
kemiringan 300 dan berada di atas pasang surut yaitu 30-80 meter serta pantai yang
memiliki tipe pasir berbatu halus dan terdapat fraksi kokresi besi yang mudah digali
oleh penyu. Sehingga secara naluriah akan dianggap aman oleh penyu untuk
bertelur di lokasi tersebut. Adanya pohon tertinggi akan memberikan rasa aman dan
sebagai pertanda bagi penyu untuk bertelur. Keadaan pantai yang digunakan untuk
peneluran harus dalam keadaan tenang. Tidak ada badai ataupun angina yang
kencang dan dalam keadaan gelap. Kondisi ini sangat aman untuk penyu naik ke
daratan dan membuat sarang telur.

2.3 Perkembangbiakan Penyu Chelonia mydas

2.3.1. Perkawinan

Penyu melakukan perkawinan di dalam air laut terkecuali pada kasus penyu
tempayan yang akan melakukan perkawinan meski dalam penangkaran apabila
telah tiba masa kawin. Penyu membutuhkan waktu kurang lebih 15-50 tahun untuk
dapat melakukan perkawinan. Selama masa kawin, penyu jantan akan menarik
perhatian penyu betina dengan menggosok kepalanya atau menggigit leher sang
betina. Pada saat akan kawin, alat kelamin pada penyu jantan yang berbentuk ekor
akan memanjang ke belakang sambil berenang. Penyu jantan akan mengaitkan
tubuhnya kebagian cangkang betina. Kemudian penyu akan melipat ekornya yang
panjang ke bawah cangkang penyu betina. Penyu betina pergi ke pantai hanya untuk
bersarang dan menetaskan telurnya. Penyu betina naik ke pantai untuk bertelur
dengan kaki depannya menggali pasir dan membuat lubang untuk telur-telurnya.
Telurnya mencapai kurang lebih 100 butir, kemudian dengan hati-hati menutup
kembali lubang tersebut dengan pasir dengan rata untuk menyembunyikan dan
menyamarkan letak lubang telurnya. Hal ini dilakukan kurang lebih 1-3 jam
kemudian penyu betina akan kembali ke laut.

2.3.2. Peneluran

Lama antara peneluran yang satu dengan peneluran berikutnya biasanya


dipengaruhi oleh suhu air laut. Semakin tinggi suhu air laut, maka interval
peneluran cenderung semakin pendek. Sebaliknya, semakin rendah suhu air laut
maka interval peneluran cenderung semakin panjang. Tahapan bertelur pada
berbagai jenis penyu memiliki pola yang sama. Tahapan yang dilakukan dalam
proses bertelur adalah sebagai berikut :

 Penyu menuju pantai yang muncul dari hempasan ombak


 Penyu naik ke pantai, diam sebentar dan melihat sekelilingnya. Kemudian
bergerak melacak pasir yang cocok untuk membuat sarang. Apabila tidak
cocok, penyu akan mencari tempat lain
 Penyu akan menggali kubangan untuk tumpuan tubuhnya (body pit). Kemudian
penyu akan menggali sarang telur di dalam body pit
 Penyu akan mengeluarkan telurnya satu per satu, kadangkala serentak dua
sampai tiga telur. Ekor penyu akan melengkung ketika bertelur
 Umumnya penyu membutuhkan waktu masing-masing 45 menit untuk
menggali sarang dan 10-20 menit untuk meletakkan telurnya
 Sarang telur kemudian ditimbun dengan pasir menggunakan sirip belakang,
lalu menimbun kubangan (body pit) dengan ke empat kakinya
 Penyu akan membuat penyamaran jejak untuk menghilangkan lokasi
bertelurnya
 Penyu akan kembali ke laut, menuju deburan ombak dan menghilang diantara
gelombang. Pergerakan penyu ketika kembali ke laut ada yang bergerak lurus
atau melalui jalan berkelok-kelok
 Penyu betina akan kembali ke ruaya pekannya setelah musim peneluran
berakhir dan tidak akan bertelur lagi untuk 2-8 tahun mendatang
2.4 Upaya Penangkaran dan Restocking Penyu Chelonia mydas

 Tidak mengonsumsi penyu


Selain tidak menangkap kita juga tidak boleh mengonsumsi baik daging
atau telurnya, kita dapat menggantikan lauk makanan dengan sayuran atau
ikan-ikan yang banyak dan mudah kita dapat dan tidak langka di laut.
 Tidak melakukan pemburuan penyu
Untuk mempertahankan penyu tetap lestari sepatutnya kita tidak
melakukan pemburuan terhadap penyu hanya untuk kesenangan semata
karena penyu merupakan hewan yang berperan penting untuk menjaga
keseimbangan ekosistem laut.
 Tidak membuang sampah (plastik) di laut
Pembuangan sampah juga berakibat terhadap keselamatan penyu.
Terutama sampah plastik yang sangat berbahaya karena dianggapnya
plastic tersebut sebagai ubur-ubur yang merupakan makanan bagi penyu.
Oleh karena itu, pemerintah melarang pembuangan sampah plastic ke laut
karena akan mengakibatkan terancamnya penyu-penyu bahkan
menyebabkan kematian.
 Melakukan penangkaran
Tujuan dilakukannya penangkaran adalah agar penyu terhindar dari
kepunahan baik penangkaran secara exsitu maupun insitu.
 Dibuatnya peraturan UU tentang penyu
Dengan dibuatnya peraturan tentang penyu kepada masyarakat terutama
nelayan yang aktivitas sehari-harinya berada di laut. Hal ini dilakukan agar
tidak melakukan penangkapan terhadap penyu baik telur maupun penyu itu
sendiri. Apabbila hal itu terjadi maka akan dikenakan sanksi yang sesuai
dengan undang-undang yang berlaku.
III. DISKUSI

Penyu hijau (Chelonia mydas) adalah jenis penyu yang serrring ditemukan
di laut tropis. Penyu hijau dapat dikenali dari bentuk kepalanya yang kecil dan
paruhnya yang tumpul. Nama penyu hijau ternyata bukan karena sisiknya yang
berwarna hijau, tetapi warna lemak yang terdapat di bawah sisiknya yang berwarna
hijau. Tubuh dari penyu hijau berwarna keabu-abuan, kehitam-hitaman atau
kecoklatan. Daging dari penyu hijau ini banyak dikonsumsi baik di seluruh dunia
terutama di Bali. Banyaknya manusia yang memburu daging penyu ini terkadang
disebu sebagai penyu daging. Berat penyu hijau ini dapat mencapai 400 kg. ciri
morfologi dari penyu hijau adalah terdapatnya sepasang prefrontal atau sisik pada
kepala. Penyu hijau juga memiliki sisik perisai punggung yang ttidak saling
berhimpit, memiliki empat pasang sisik samping yang tersusun bujur pada
permukaan kepala ke ekor, dimana pasangan sisik samping pertama tidak
menyentuh Nuchal. Bbagian pinggir karapas terdapat 12 pasang Marginal Scute,
kaki depan berbentuk pipih seperti dayung. Populasi penyu hijau di Indonesia terus
menurun. Penurunan populasi penyu disebabkan oleh pencurian telur dan anak
penyu yang semakin meningkat. Selain itu, lalu lintas air yang semakin ramai oleh
nelayan dan pengunjung serta banyaknya vegetasi yang rusak akibat abrasi yang
mengakibatkan terjadinya pen-degradasi habitat penyu. Salah satu upaya untuk
mengurangi penurunan populasi penyu hijau adalah dengan melakukan pembinaan
dan perlindungan terhadap perlindungan habitat tempat bertelur pada penyu hijau
(Hamino, 2017).

Menurut Pradana (2017), panai menjadi tempattt habitat untuk penyu


bertelur memiliki beberapa persyaratan umum yaitu pantttai mudah dijangkau dari
laut, posisinya cukup tinggi agar dapatt mencegah telur terendam oleh air pasang
tertinggi pasir relatif lepas serta berukuran sedang untuk mencegah runtuhnya
lubang sarang pada saat pembentukannya. Pemilihan lokasi ini merupakan habitat
tempat bertelur yang disukai oleh penyu dengan keadaan lingkungan bersalinitas
rendah, lembab, dan substrat yang baik sehingga telur-telur penyu tidak tergenang
air selama masa inkubasi. Adapun kebiasaan penyu dalam memilih lokasi sebagai
habitat tempat untuk bertelur pada wilayah yang luas dan lapang. Vegetasi pada
pantai memiliki peran yang sangat penting bagi penyu untuk melindungi telur dari
sinar matahari, mencegah perubahan suhu yang ekstrim di sekitarnya dan
melindungi sarang dari gangguan predator serta memberikan pengaruh terhadap
kelembaban, suhu dan kestabilan pada pasir yang memberikan keamanan saat
penggalian lubang sarang.

Vegetasi pantai sangat berpengaruh terhadap lingkungan penelurannya


dikarenakan akar vegetasi yang dapat mengikat butiran pasir dan menghindari
terjadinya keruntuhan pasir sehingga dapat mempemudah penyu dalam melakukan
penggalian dan proses penelurannya. Hal ini diperkuat oleh Ningsih (2017), yang
menyatakan bahwa penyu hijau akan mulai bertelur di waktu malam karena suhu
yang relative dingin dan kelembaban yang tinggi. telur yang dihasilkan sekitar 98-
130 butir telur dalam sekali pendaratan dengan rata-rata telur yang dihasilkan 114
butir dalam sekali penyu bertelur. Telurnya berbentuk bulat seperti bola ping-pong
yang mempunyai diameter 5 cm berwarna putih dan mempunyai kulit yang lembut
dan sedikit kasar. Penyu hijau akan kembali ke pantai untuk bertelur setiap 3 hingga
4 tahun sekali setelah penyu hijau tersebut mencapai tingkat matang untuk bertelur.
IV. KESIMPULAN

Penyu merupakan reptil yang hidup di laut serta mampu bermigrasi dalam
jarak yang jauh di sepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudra Pasifik dan Asia
Tenggara. Penyu hijau, memiliki ciri-ciri khusus diantaranya yaitu memiliki
karapas dengan warna kuning kehijauan atau coklat kehitaman dengan cangkang
berbentuk bulat telur (bila dilihat dari atas), kepalanya relatif kecil dan tumpul.
Panjang karapas penyu hijau berkisar antara 97-115 cm dan lebar karapas berkisar
antara 83,5-108 cm. Habitat penyu berbeda-beda sesuai dengan jenisnya. Penyu
hijau akan bertelur di pantai yang lebar serta terbuka tanpa adanya naungan pohon.
Penyu hijau (Chelonia mydas) merupakan jenis penyu yang paling sering
ditemukan dan hidup di laut tropis. Dapat dikenali dari bentuk kepalanya yang kecil
dan paruhnya yang tumpul. Pantai tempat habitat untuk penyu bertelur memiliki
beberapa persyaratan umum diantaranya yaitu pantai mudah dijangkau dari laut,
posisinya cukup tinggi agar dapat mencegah telur terendam oleh air pasang
tertinggi, pasir relatif lepas (loose) serta berukuran sedang untuk mencegah
runtuhnya lubang sarang pada saat pembentukannya.
DAFTAR PUSTAKA

Alfinda, F. 2017. Kawasan Ekowisata Penangkaran Penyu di Desa Sebubus


Kabupaten Sambas. Jurnal online mahasiswa Arsitektur Universitas
Tanjungpura., 5(2) : 64-76.

Firliansyah, E., M. D. Kusrini, dan A. Sunkar. 2017. Pemanfaatan dan Efektivitas


Kegiatan Penangkaran Penyu di Bali bagi Konservasi Penyu. Journal of
Tropical Biodiversity and Biotechnology., 2 : 21-27.

Harnino, T. Z. A. E., I. N. Y. Parawangsa, L. A. Sari, dan S. Arsad. 2021. Efektivitas


Pengelolaan Konservasi Penyu di Turtle Conservation and Education
Center Serangan, Denpasar Bali. Journal of Marine and Coastal Science.,
10(1) : 18-34.

Mansula, J. G., dan A. Romadhon. 2020. Analisis Kesesuaian Habitat Peneluran


Penyu Di Pantai Saba, Gianyar, Bali. Juvenil., 1(1) : 8-18.

Ningsih, F. an Umroh. 2017. Perbandingan Keberhasilan Penetasan Telur Penyu


Sisik (Eretmochelys imbricata) di Penangkaran Penyu Pantai Tongaci Dan
UPT Penangkaran Penyu Guntung. Jurnal Sumberdaya Perairan., 11(1) : 77-
81.

Pradana, F. A., S. Said, dan S. Siahaan. 2017. Habitat Tempat Bertelur Penyu Hijau
(Chelonia mydas) di Kawasan Taman Wisata Alam Sungai Liku Kabupaten
Sambas Kalimantan Barat. Jurnal Neliti., 3(1) : 156-163.

Anda mungkin juga menyukai