Anda di halaman 1dari 10

TUGAS KLIPING

SUMBERDDAYA KEANEKARAGAMAN HAYATI

FLORA DAN FAUNA

Penyu Sisik dan Kayu Sowang


Nama : Hilda Aulia

NIM : 21105002

Program Studi Agribisnis

Mata Kuliah Perlindungan Hayati

Universitas Trilogi
Penyu Sisik

Penyu merupakan salah satu hewan purba yang masih hidup sampai sekarang. Ilmuwan
memprediksi, penyu seusia dengan dinosaurus, dan telah ada sejak zaman Jura (145 – 208 juta
tahun yang lalu).
Saat ini di dunia, hanya terdapat tujuh jenis kura-kura laut yang masih bertahan hidup, yaitu
penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang
(Lepidochelys olivacea), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu pipih (Natator
depressus), penyu tempayan (Caretta caretta) dan penyu kemp’s ridley (Lepidochelys kempi).
Dari ketujuh jenis ini, hanya penyu kemp’s ridley yang tidak pernah tercatat ditemukan di
perairan Indonesia.
Penyu belimbing menjadi penyu berukuran paling besar yaitu panjang badan mencapai 2,75
meter dan bobot 600 – 900 kilogram. Sedangkan penyu terkecil yaitu penyu lekang dengan
bobot sekitar 50 kilogram. Tetapi penyu hijau menjadi jenis penyu yang paling sering
ditemukan.
Semua jenis penyu tersebut, kecuali penyu pipih, dimasukkan dalam hewan yang dilindungi
baik oleh peraturan nasional maupun internasional. Badan konservasi dunia (IUCN)
memasukkan penyu belimbing, penyu kemp’s ridley dan penyu sisik sebagai satwa sangat
terancam punah (critically endangered). Sementara penyu hijau, penyu lekang dan penyu
tempayan digolongkan sebagai terancam punah (endangered).
Sedangkan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora
and Fauna), memasukkan semua jenis penyu dalam appendix I, yang artinya dilarang
perdagangkan untuk tujuan komersial.
Di Indonesia, semua jenis penyu dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.
7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, yang berarti perdagangan penyu
dalam keadaan hidup, mati maupun bagian tubuhnya dilarang. Menurut UU No.5/1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelaku perdagangan
(penjual dan pembeli) satwa dilindungi seperti penyu itu bisa dikenakan hukuman penjara 5
tahun dan denda Rp100 juta. Pemanfaatan jenis satwa dilindungi hanya diperbolehkan untuk
kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan dan penyelamatan jenis satwa yang bersangkutan.
Oleh karena itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan penyu sisik dan
umbi takka (Tacca leontopetaloides) menjadi satwa tema Hari Cinta Puspa dan Satwa
Nasional (HCPSN) tahun 2014 yang diperingati setiap tanggal 5 November.
Karakteristik Penyu Sisik
Penyu merupakan satwa laut dengan sepasang tungkai depan yang berupa kaki pendayung
yang memberinya ketangkasan berenang di dalam air. Karena bernapas dengan paru-paru,
satwa vertebrata dari kelas reptilia ini harus sesekali naik ke permukaan air untuk bernapas,
meski sepanjang hidupnya berada di dalam laut. Satwa pengelana laut ini dapat bermigrasi
dengan jarak yang sangat jauh, yaitu bisa menempuh 3.000 kilometer dalam 58 – 73 hari.
Seperti kura-kura laut lainnya, penyu sisik (Eretmochelys imbricata) memiliki bentuk tubuh
yang datar. Rata-rata penyu sisik dewasa dapat tumbuh sampai satu meter dan berat sekitar 80
kg. Penyu sisik terbesar yang pernah ditangkap memiliki berat 127 kg.
Penyu sisik mempunyai karakter khas dibanding penyu lain yaitu bentuk kepala yang
memanjang dengan rahang yang cukup besar dan memiliki mulut yang meruncing
menyerupai paruh burung elang, sehingga dinamakan hawksbill turtle.
Cangkang penyu, atau karapaks, memiliki susunan latar belakang kuning dengan kombinasi
garis-garis terang dan gelap yang tak beraturan yang didominasi oleh warna hitam dan bintik-
bintik berwarna cokelat. Warna karapas penyu sisik yang bervariasi dan cantik menjadi salah
satu alasan utama perburuan penyu sisik.
Salah satu karakteristik penyu sisik yang sangat mudah terlihat adalah susunan skat yang
menghiasi karapaksnya. Seperti halnya penyu lainnya, karapaks pada penyu sisik memiliki
lima skat tengah dan empat pasang skat lateral, dengan bagian belakang skat yang saling
tumpang tindih sedemikian rupa sehingga pinggiran belakang karapaksnya terlihat bergerigi,
mirip dengan tepi gergaji atau pisau bistik. Bentuk sisiknya yang tumpang tindih/over lapping
(imbricate) seperti sisik ikan maka orang menamainya penyu sisik. Karapaks penyu tersebut
diketahui dapat mencapai panjang satu meter.
Penyebaran Penyu Sisik
Penyu sisik dapat ditemukan di beberapa tempat yang umumnya berada di daerah tropis
Samudra Hindia, Pasifik, dan Atlantik. Dari seluruh spesies penyu, E. imbricata adalah satu-
satunya spesies yang paling terikat dengan perairan tropis yang hangat. Dua subpopulasi
utama yang diketahui adalah subpopulasi Atlantik dan Indo-Pasifik.
Untuk subpopulasi Indo-Pasifik, penyu sisik umumnya terdapat di pesisir timur Afrika,
termasuk laut yang berada di sekitar Madagaskar dan kelompok pulau-pulau terdekat, dan di
seluruh pesisir selatan Asia, termasuk Teluk Persia, Laut Merah, dan pesisir anak benua India
dan Asia Tenggara.
Mereka muncul di sepanjang Kepulauan Melayu dan sebelah utara Australia. Di Pasifik,
penyu sisik hanya terdapat di wilayah samudra tropis dan subtropis. Di bagian barat, hewan
tersebut terdapat di sebelah barat daya Semenanjung Korea dan Kepulauan Jepang sampai
sebelah utara Selandia Baru.
Penyu sisik dewasa biasanya ditemukan di terumbu karang tropis, beristirahat di gua-gua dan
sekitaran terumbu karang sepanjang hari. Sebagai spesies yang bermigrasi sangat jauh,
mereka dapat mendiami berbagai habitat, dari samudra terbuka sampai laguna dan rawa hutan
bakau di muara. Seperti penyu muda lainnya, mereka digolongkan sebagai pelagik sempurna,
yang tetap berada di laut sampai masa dewasa.
Meski merupakan satwa pemakan segala (omnivora), makanan utama penyu sisik adalah
spons laut dari jenis tertentu, seperti dari ordo Astroforida, Spiroforida, dan Hadromerida
dalam kelas Demospongiae. Penyu sisik juga memakan alga, cnidaria, ctenofora, dan ubur-
ubur lainnya, serta anemon laut. Mereka juga memakan ubur-ubur berbahaya seperti ubur-
ubur api (Physalia physalis) dari kelas hydrozoa. Penyu sisik menutup mata untuk
melindungi mata mereka ketika memakan cnidaria. Sengatan dari ubur-ubur api tak mempan
terhadap lapisan kepala penyu tersebut.
Paruh penyu sisik agak runcing sehingga memungkinkan mampu menjangkau makanan yang
berada di celah-celah karang seperti sponge dan anemon. Mereka juga memakan udang dan
cumi-cumi
Penyu sisik juga berperan penting dalam ekosistem laut. Diperkirakan penyu sisik
mengkonsumsi spons hingga 1000 pon atau sekira 450 kg per tahun, sehingga cukup
signifikan dalam mengendalikan laju pertumbuhan bunga karang yang dapat mengganggu
pertumbuhan terumbu karang.
Perkembangbiakan
Penyu sisik kawin sebanyak dua kali dalam setahun di laguna terpencil yang berada di lepas
pantai tempat mereka bersarang di pulau-pulau yang terpantau oleh kelompoknya. Musim
berkembang biak penyu sisik Atlantik belangsung pada bulan April sampai November.
Populasi Samudra Hindia, seperti populasi penyu sisik Seychelles, berkembang biak dari
bulan September sampai Februari.
Setelah kawin, penyu sisik betina akan menyeret tubuhnya sampai ke pantai saat malam hari.
Penyu betina membersihkan area di sekelilingnya dan membuat lubang yang digunakan
untuk menyimpan telur dengan menggunakan sirip belakangnya, kemudian mengeluarkan
telur-telur tersebut dari tubuhnya dan menutupinya dengan pasir. Penyu sisik selalu memilih
kawasan pantai yang gelap, sunyi dan berpasir untuk bertelur.
Wikipedia menyebutkan ada berbagai tempat populer penyu meletakkan telurnya, yaitu
Pantai selatan Jawa Barat, pantai selatan Bali, Kalimantan Tengah, pantai selatan Lombok,
sekitar pantai Alas Purwo Jawa Timur, Retak ilir Muko-muko Bengkulu, Pulau Cangke
Sulawesi selatan, Pulau Jemur Riau, Pulau Sangalaki Berau Kalimantan Timur.
Sedangkan hasil survey pada kurun 1997 – 2010 oleh Yayasan Penyu Laut Indonesia (YPLI),
pantai peneluran penyu terdapat di beberapa lokasi di perairan Kep. Riau (Pulau-pulau sekitar
Kijang, Dabo Singkep, Sebangka, Natuna, Tarempa, Serasan, Tambelan), Kalimantan Barat
(Paloh, Penambun), Kalimantan Selatan (Denawan, Bira-Birahan, Samber Gelap), Bangka
Belitung (Pesemut, Momperang, Kimar, P. Lima), Sulawesi Selatan (Takabonerate) dan
Papua Barat (Jamursba Medi, Wermon, Mubrani, Ayau, Waigeo).
Penyu sisik dan hijau banyak dijumpai di Kep. Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan
Bangka Belitung dan Sulawesi Selatan sedangkan penyu belimbing dan penyu lekang hanya
ditemukan di Kalimantan Barat dan Papua Barat. Dari semua jenis penyu yang ada di
Indonesia jenis penyu hijau adalah yang terbanyak populasinya
YPLI telah melakukan perlindungan telur sejak 1997 di delapan lokasi yaitu Pulau Segama
(Lampung), P. Pesemut, (Belitung), P. Momperang (Belitung), P. Kimar (Belitung), P.
Penambun (Kalimantan Barat), Pantai Jamursba Medi dan Wermon (Sorong Papua Barat)
dan Pantai Mubrani (Manokwari Papua Barat), dengan lokasi monitoring yang cukup luas
mulai dari Kep. Seribu, Kep. Natuna, Kep. Serasan, Kep. Tambelan, Belitung dan sekitarnya,
Laut Jawa, Selat Makassar, pulau-pulau di sekitar Sulawesi Selatan dan Tenggara,
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur serta Papua Barat
Sedangkan Dewi Satriani, Manager Kampanye WWF Indonesia yang dihubungi Mongabay
mengatakan pihaknya mempunyai program perlindungan penyu di Pantai Paloh Kalbar,
Pulau Derawan Kaltim dan Kepulauan Wakatobi Sulawesi Tenggara. WWF juga mendukung
program perlindungan penyu hijau di Bali, Taman Nasional Balurang, Alas Purwo dan Pantai
Pangumbahan Sukabumi Jawa Barat. Tetapi mitigasi penangkapan penyu sisik dilakukan di
berbagai tempat.
Sementara Dwi Suprapti, Turtle Monitoring Officer WWF-Indonesia Program Kalbar yang
dihubungi Mongabay mengatakan populasi penyu sisik di Pantai Paloh terus menurun dari
tahun ke tahun dan semakin jarang dijumpai.
“Dari data, 97 persen penyu di Paloh didominasi penyu hijau, sisanya penyu sisik. Dalam satu
bulan bisa hanya bertemu satu ekor penyu sisik. Per malam, bisa ditemui penyu dengan
perbandingan satu ekor penyu sisik dan 30 ekor penyu hijau,” kata Dwi.
Dia menjelaskan karakter penyu sisik tak seagresif penyu hijau, sehingga kemampuan
bertahan diri kurang dibandingkan penyu hijau. Itu faktor alam yang membuat penyu sisik
kritis. Belum lagi dengan faktor perburuan dan pencemaran lingkungan, yang mempercepat
penurunan populasi.
Dwi menjelaskan, sejak 2009, WWF melakukan patroli pantai Paloh untuk mendata jumlah
populasi. WWF berhasil melakukan penyadaran terhadap pemburu telur penyu di Paloh dan
diubah menjadi kelompok masyarakat pengawas (pokmaswas) Tambau Borneo.
“Tambau dalam bahasa Paloh itu penyu hijau. Mereka jadi pengawas dan pendataan. Tetapi
terus didampingi agar tidak mudah tergoda kembali jadi pengambil telur,” tambah Dwi.
Kayu Sowang

Pernah mendengar kayu sowang (disebut juga kayu suwang)? Kayu dengan nama latin
Xanthosthemon novaguineense Valeton, ini adalah tumbuhan yang merupakan kayu endemik,
hanya akan ditemukan di Papua. Salah satu kawasan yang sering dijumpai kayu sowang
adalah pegunungan Cyclops, yang membentang dari Kota Jayapura hingga Kabupaten
Jayapura.
Namun, kayu sowang kini terancam punah. Pemanfaatan kayu sowang untuk dijadikan arang
dalam bisnis rumah makan yang tersebar di Kota dan Kabupaten Jayapura, diduga menjadi
penyebab utamanya. Selain itu, dampak dari pembangunan kota juga disebut semakin
membuat kayu sowang terancam di pegunungan Cyclops.
“Arang dari kayu sowang itu kualitas terbaik dan bisa digunakan berkali-kali. Pedagang
merasa untung jika memakai kayu arang dari sowang dibandingkan tempurung,” kata Sri
Wilujeng, peneliti kayu sowang saat dihubungi Mongabay Indonesia (8/6/2017).
Sri Wilujeng kini akademisi pada program studi Ilmu Kehutanan, Fakultas Kehutanan
Universitas Winaya Mukti, Bandung, Jawa Barat. Saat melakukan penelitian kayu sowang, ia
adalah staf pengajar program studi pendidikan Biologi, di Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (Mipa) Universitas Cendrawasih, Papua.
Sri Wilujeng tidak sendirian. Ia bersama dengan Maikel Simbiak, juga staf pengajar Program
Studi Pendidikan Biologi Universitas Cendrawasih, pada tahun 2015 menulis jurnal dengan
judul “Karakterisasi morfologi Xanthosthemon novaguineensis Valeton (Myrtaceae) dari
Papua”.
Hasil studi memperlihatkan bahwa kayu sowang tergolong kayu yang tahan terhadap
serangan perusak kayu; yakni rayap tanah, penggerek kayu di laut, cendawan pelapuk putih
dan cendawan pelapuk cokelat.
Ketika diwawancarai Mongabay Indonesia, Sri Wilujeng menyebut bahwa kayu sowang
memiliki kemampuan tahan terhadap api atau kebakaran. Namun hal itu tidak sebanding
dengan kemampuan regenerasi kayu sowang yang rendah. Dalam studinya, Sri Wilujeng
mencatat daerah habitat tumbuhan sowang di Jayapura adalah pegunungan Cyclops, tetapi
sowang tumbuh tidak merata di pegunungan tersebut.
Kayu sowang hanya tumbuh di sisi barat, selatan sampai timur pegunungan Cyclops. Di
kawasan ini sowang ditemukan tumbuh pada ketinggian 15-450 Mdpl.
“Kayu sowang banyak dijumpai di kaki pegunungan Cyclops atau daerah penyangga cagar
alam. Sebaran yang ada di kaki gunung Cyclops ini menjadi daerah yang bebas untuk
dirambah oleh masyarakat.”
Penelitian Kayu Sowang
Penelitian Sri Wilujeng dilakukan dengan pendekatan standar penelitian flora melalui studi
eksploratif dan juga studi pustaka. Lokasi penelitiannya dilakukan di sekitar kawasan
pegunungan Cyclops, yakni di Kamp Walker, Buper-Waena di Kota Jayapura dan Doyo Baru
serta Wambena di Kabupaten Jayapura.
Sri Wilujeng dan Maikel Simbiak, dalam jurnal tersebut menjelaskan bahwa Xanthostemon
merupakan salah satu marga dalam famili tumbuhan Myrtaceae atau jambu-jambuan yang
ditemukan dalam bentuk semak dan pohon. Hingga saat ini telah diketahui sebanyak 45-50
spesies Xanthostemon yang tersebar di Kaledonia Baru, Australia, Kepulauan Solomon,
Papua Nugini, Indonesia dan Filipina dengan pusat keanekaragaman di Kaledonia Baru.
Dijelaskannya, walaupun merupakan marga dengan persebaran yang luas, untuk tingkat
spesies umumnya memiliki persebaran terbatas sehingga banyak spesies Xanthostemon
bersifat endemik pada daerah di mana spesies-spesies tumbuhan ini ditemukan.
Di Indonesia hingga saat ini tercatat lima jenis yaitu Xanthostemon confertiflorus,
Xanthostemon natunae, Xanthostemon petiolatus, Xanthostemon verus, dan Xanthostemon
novoguineensis. Spesies yang disebutkan terakhir merupakan satu-satunya spesies
Xanthostemon yang hingga saat ini baru dilaporkan dari Papua.
“Masyarakat adat di sekitar pegununan Cyclops menyebut pohon ini dengan nama kayu
sowang.”
Dalam jurnal disebutkan bahwa secara tradisional masyarakat asli yang mendiami kawasan
pegunungan Cyclops mengenal dua jenis tumbuhan sowang yaitu sowang putih dan sowang
hitam. Dari hasil pengecekan terhadap kedua macam tumbuhan sowang ini diketahui bahwa
sowang putih adalah spesies yang berbeda yaitu Gordonia papuana dari famili Teaceae,
sedangkan yang dikenal sebagai sowang hitam adalah Xanthostemon novoguineensis.
Gordonia papuana sendiri tergolong kayu keras dan berdasarkan peta distribusi di Papua
Nugini merupakan spesies yang tersebar luas karena mampu mengkoloni area ekologis yang
lebih luas hingga daerah ketinggian.
Menurut Sri Wilujeng, sowang saat ini masih dapat dijumpai namun dalam bentuk perawakan
semak. Sedangkan dalam bentuk tegakan sangat jarang dijumpai. Penyusutan populasi
sowang di habitatnya akibat aktifitas antropogenik dan faktor bioekologis di mana sowang
memiliki tempat tumbuh yang spesifik.
“Kalau misalkan ada yang melihat sowang masih banyak, itu harus dipastikan sowang yang
mana dulu. Kemungkinan yang ada sowang sekarang di daerah yang tidak berdampak
pembangunan.”
“Untuk kayu sowang dengan nama Xanthosthemon novaguineense ini belum pernah lihat dan
dengar ada di tempat lain. Ini satu-satunya di pegunungan Cyclops. Jadi memang endemik
dan penyebarannya terbatas,” tegas Sri Wilujeng.
Sementara itu, jika dicari dalam daftar IUCN (The International Union for Conservation of
Nature), tidak akan ditemukan keterangan mengenai kayu sowang. Padahal kata Sri Wilujeng,
status kayu tersebut sangat terancam kepunahannya.
“Selama saya buka IUCN, kayu sowang tidak terdaftar. Padahal kayu ini banyak dieksploitasi
dan regenerasinya sulit sekali.”
Bagi masyarakat adat yang mendiami kawasan pegunungan Cyclops, kayu sowang
memainkan peran penting dalam kehidupan tradisional mereka. Pemanfaatan kayu sowang
secara tradisional oleh masyarakat berhubungan dengan kegiatan ritual, pembuatan senjata
tradisional, perkakas rumah, tiang pagar, tiang rumah, dan sebagai kayu bakar.
Selain itu, masyarakat yang hidup di pesisir pantai menggunakan kayu sowang sebagai tiang-
tiang penyangga rumah karena kualitas kayunya termasuk dalam kategori kayu yang tahan
terhadap penggerek kayu di laut. Semakin direndam atau terkena air, kayu sowang semakin
keras.
“Tapi masyarakat pendatang ini yang kadang-kadang mengambil kayu sowang untuk
kepentingan ekonomi mereka.”
Amos Ondi, 75 tahun, Ondoafi atau kepala suku di kampung Sereh, Distrik Sentani,
Kabupaten Jayapura, mengatakan bahwa bagi masyarakat adat tidak sembarang mengambil
kayu sowang. Mereka mempunyai zona ekologi tradisional yang telah diatur berdasarkan adat.
Pada saat mengambil kayu, sudah diketahui mana yang boleh diambil dan mana yang
dilarang.
“Mengambil kayu sowang untuk membangun tiang rumah atau membuat perahu itu tidak
sembarang. Harus melalui proses aturan adat dan tetap menjaga pegunungan Cyclops,”
ungkap Amos.
RESUME
Penyu Sisik
Penyu merupakan salah satu hewan purba yang masih hidup sampai sekarang. Di Indonesia,
semua jenis penyu dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 7/1999.Penyu sisik
mempunyai karakter khas dibanding penyu lain yaitu bentuk kepala yang memanjang dengan
rahang yang cukup besar dan memiliki mulut yang meruncing menyerupai paruh burung
elang, sehingga dinamakan hawksbill turtle. Penyu sisik kawin sebanyak dua kali dalam
setahun di laguna terpencil yang berada di lepas pantai tempat mereka bersarang di pulau-
pulau yang terpantau oleh kelompoknya. Setelah kawin, penyu sisik betina akan menyeret
tubuhnya sampai ke pantai saat malam hari. Penyu betina membersihkan area di
sekelilingnya dan membuat lubang yang digunakan untuk menyimpan telur dengan
menggunakan sirip belakangnya, kemudian mengeluarkan telur-telur tersebut dari tubuhnya
dan menutupinya dengan pasir. Penyu sisik selalu memilih kawasan pantai yang gelap, sunyi
dan berpasir untuk bertelur.Sementara Dwi Suprapti, Turtle Monitoring Officer WWF-
Indonesia Program Kalbar yang dihubungi Mongabay mengatakan populasi penyu sisik di
Pantai Paloh terus menurun dari tahun ke tahun dan semakin jarang dijumpai. “Dari data, 97
persen penyu di Paloh didominasi penyu hijau, sisanya penyu sisik. Dalam satu bulan bisa
hanya bertemu satu ekor penyu sisik. Per malam, bisa ditemui penyu dengan perbandingan
satu ekor penyu sisik dan 30 ekor penyu hijau,” kata Dwi. Dia menjelaskan karakter penyu
sisik tak seagresif penyu hijau, sehingga kemampuan bertahan diri kurang dibandingkan
penyu hijau. Itu faktor alam yang membuat penyu sisik kritis. Belum lagi dengan faktor
perburuan dan pencemaran lingkungan, yang mempercepat penurunan populasi penyu sisik
Kayu Sowang
Kayu dengan nama latin Xanthosthemon novaguineense Valeton, ini adalah tumbuhan yang
merupakan kayu endemik, hanya akan ditemukan di Papua. Salah satu kawasan yang sering
dijumpai kayu sowang adalah pegunungan Cyclops. Namun, kayu sowang kini terancam
punah. Pemanfaatan kayu sowang untuk dijadikan arang dalam bisnis rumah makan yang
tersebar di Kota dan Kabupaten Jayapura, diduga menjadi penyebab utamanya. Selain itu,
dampak dari pembangunan kota juga disebut semakin membuat kayu sowang terancam di
pegunungan Cyclops “Arang dari kayu sowang itu kualitas terbaik dan bisa digunakan
berkali-kali. Pedagang merasa untung jika memakai kayu arang dari sowang dibandingkan
tempurung,” kata Sri Wilujeng, peneliti kayu sowang saat dihubungi Mongabay Indonesia
(8/6/2017). Kayu sowang memiliki kemampuan tahan terhadap api atau kebakaran. Namun
hal itu tidak sebanding dengan kemampuan regenerasi kayu sowang yang rendah. Dalam
studinya, Sri Wilujeng mencatat daerah habitat tumbuhan sowang di Jayapura adalah
pegunungan Cyclops, tetapi sowang tumbuh tidak merata di pegunungan tersebut. Bagi
masyarakat adat yang mendiami kawasan pegunungan Cyclops, kayu sowang memainkan
peran penting dalam kehidupan tradisional mereka. Pemanfaatan kayu sowang secara
tradisional oleh masyarakat berhubungan dengan kegiatan ritual, pembuatan senjata
tradisional, perkakas rumah, tiang pagar, tiang rumah, dan sebagai kayu bakar.

Anda mungkin juga menyukai