Anda di halaman 1dari 12

Ikan Mujair

klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : O. mossambicus
Nama binomial: Oreochromis mossambicus (W. Peters), 1852

Mujair adalah sejenis ikan air tawar yang biasa dikonsumsi. Penyebaran alami ikan ini


adalah perairan Afrika dan di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Pak Mujair di
muara Sungai Serang pantai selatan Blitar, Jawa Timur pada tahun 1939. Meski masih
menjadi misteri, bagaimana ikan itu bisa sampai ke muara terpencil di selatan Blitar,
tak urung ikan tersebut dinamai ‘mujair’ untuk mengenang sang penemu.

Morfologi

Nama ilmiahnya adalah Oreochromis mossambicus, dan dalam bahasa Inggris dikenal


sebagai Mozambique tilapia, atau kadang-kadang secara tidak tepat disebut "Java
tilapia". Ikan berukuran sedang, panjang total maksimum yang dapat dicapai ikan
mujair adalah sekitar 40 cm. Bentuk badannya pipih dengan warna hitam, keabu-
abuan, kecoklatan atau kuning. Sirip punggungnya (dorsal) memiliki 15-17 duri
(tajam) dan 10-13 jari-jari (duri berujung lunak); dan sirip dubur (anal) dengan 3 duri
dan 9-12 jari-jari.

Habitat
Ikan mujair mempunyai toleransi yang besar terhadap kadar garam (salinitas),
sehingga dapat hidup di air payau.

Reproduksi

Jenis ikan ini memiliki kecepatan pertumbuhan yang relatif cepat, tetapi setelah
dewasa kecepatannya ini akan menurun. Mujair juga sangat peridi. Ikan ini mulai
berbiak pada umur sekitar 3 bulan, dan setelah itu dapat berbiak setiap 1½ bulan
sekali. Setiap kalinya, puluhan butir telur yang telah dibuahi akan ‘dierami’ dalam
mulut induk betina, yang memerlukan waktu sekitar seminggu hingga menetas.
Hingga beberapa hari setelahnya pun mulut ini tetap menjadi tempat perlindungan
anak-anak ikan yang masih kecil, sampai anak-anak ini disapih induknya. Dengan
demikian dalam waktu beberapa bulan saja, populasi ikan ini dapat meningkat sangat
pesat. Apalagi mujair cukup mudah beradaptasi dengan aneka lingkungan perairan
dan kondisi ketersediaan makanan. Tidak mengherankan apabila ikan ini
dianggap invasif dan menimbulkan berbagai masalah baru di perairan yang
didatanginya, seperti halnya di Singapura, dan di California Selatan, Amerika Serikat.
Tidak luput pula adalah berbagai waduk dan danau-danau di Indonesia yang 'ditanami'
ikan ini, seperti misalnya Danau Lindu di Sulawesi Tengah.

Kottelat, M.; A.J. Whitten; S.N. Kartikasari & S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater


Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition (HK).
Soeseno, S. 1984. Perkenalkan: Ikan (Pak) Mujair. dalam Dari Kutu sampai ke
Gajah. PT Gramedia, Jakarta.

3.2.3KEPITING
3.2.3.1 KLASIFIKASI

Kingdom/Kerajaan       : Animalia
Filum                           : Arthropoda (kaki beruas-ruas)

Upfilum                        : Crustacea (berkulit keras)

Kelas                           : Malacostraca (belum diketahui)

Ordo                            : Decapoda (mempunyai 10 kaki/5 pasang)

Famili                          :  Portunidae (belum diketahui)

Genus                          : Scylla

Spesies                         : Scylla serrata

3.2.3.2 MORFOLOGI
1. Karapas berukuran lebih lebar dari pada panjang, panjang kerapas kurang lebih 2/3 dari
lebarnya.
2. Permukaan kerapas hampir licin kecuali adanya beberapa lekuk yang bergranula halus di
darah branchial.
3. Pada dahi terdapat 4 buah gigi tumpul tidak termasuk duri ruang mata sebelah dalam yang
berukuran kurang lebih sama.
4. Tepi anterior ari kerapas bergigi 9 buah runcing dan beukuran kurang lebih sama, sudut
posterolaterai melengkung dan pada bagian sambungan rusnya sedikit menebal.
5. Kaki yang bercapit pada jantan dewasa dapat mencapai panjang hampir 2 kali panjang
kerapas sedangkan pada betina capitnya leboih pendek
Adapun karakter spesies kepting S. Paramamosain adalah
a) Cheladan kaki-kakinya berpola oligon untuk kedua jenis kelamin. Karena bervariasi dari
ungu sampai cokelat kehitaman.
b) Duri pada dahi tajam berbentuk segitiga dengan tepian bergaris lurus dan membentuk ruang
yang kaku.
c) Duri pada bagian luar chelipet pada dewasa tidak ada dan sepasang duri agak tajam dan
berukuran sedang pada propondus sedangkan pada juvenil duri dibagian luar karpus tajam.
3.2.3.3 HABITAT
Kepiting memiliki tempat hidup yang berbeda dengan jenis kepiting pada umumnya
seperti kepiting bakau (Scyla serrata) tetapi memiliki tingkah laku yang hampir sama. Kepiting
ini mendiami dasar lumpur berpasir sebagai tempat berlindung. Jenis kepiting ini banyak
terdapat pada lautan Indo Pasifik dan India. Informasi lain bahwa habitat kepiting adalah daerah
substrat berpasir, pasir berlumpur dan di pulau berkarang juga berenang dari dekat permukaan
laut sekitar 1 m sampai kedalaman 56 m. Rajungan hidup pada daerah estuaria kemudian
bermigrasi ke perairan yang bersalinitas tinggi dan bermigrasi untuk menetaskan telurnya dan
setelah mencapai rajungan muda akan kembali ke estuaria.

3.2.3.4 REPRODUKSI
Proses reproduksi memiliki beberapa tahapan yaitu :
1. Sebelum pemijahan (pre spawning) yaitu meliputi proses pematangan gonad.
2. Spwning, terdiri dari proses populasi (memilih pasangan dan bercumbu), ovulasi atau
spermisasi dan fertilisasi.
3. Setelah pemijahan (after spawning) yaitu proses perkembangan embrio, penetasan, dan
perkembangan larva.

3.2.3.5 SIKLUS HIDUP


Kepiting bakau dalam menjalani hidupnya beruaya dari pantai ke laut. Kemudian induk dan
anak-anaknya akan berusaha kembali ke perairan pantai, muara sungai atau hutan bakau untuk
mencari perlindungan, mencari makan atau membesarkan diri.
Kepiting bakau yang siap melakukan perkawinan akan memasuki perairan bakau. Setelah
perkawinan berlangsung  secara perlahan-lahan kepiting betina akan beruaya ke pantai dan
akhirnya menuju laut untuk melakukan pemijahan. Setelah melakukan pemijahan telur akan
menetas menjadi Zoea1 dan terus menerus berganti kulit menjadi megalopa, pada stadia ini
sudah mulai beruaya pada dasar perairan lumpur menuju pantai, muara sungai kemudian
keperairan hutan bakau sampai dewasa, lalu melakukan perkawinan lagi.
Kingdom
: Animalia

Morfologi Ikan Buntal/Fugu

 Memiliki gigi-gigi yang tajam.


 Memiliki racun Tetrodotoksin (TTX) pada duri-durinya.
 Mampu mengembang/membesarkan dirinya dan mengeluarkan duri-duri tajam.
 Umumnya berwarna coklat dengan totol-totol putih pada bagian tubuhnya.
 Memiliki bentuk gigi seperti gigi kelinci.
 Memiliki sirip punggung meskipun jarang terlihat ketika ikan buntal saat mengenbang.
 Memiliki sirip bawah.
 Bentuk tubuh membulat seperti bola.
Ikan buntal adalah ikan yang bertubuh bulat dan dapat mengembang apabila disentuh. Ikan
buntal termasuk famili tetraodontidae dengan ordo tetraodontiformes yang memiliki tulang
belakang yang luas, besar dan tipis.  Ikan ini termasuk hewan bertulang belakang (vertebrata)
yang sangat beracun kedua di dunia setelah katak emas beracun. Racun yang dimiliki ikan buntal
disebut tetradotoksin. Bagian tubuh ikan buntal yang mengandung racun adalah hati, ovarium
kulit dan usus halus. Racun ikan buntal tahan terhadap panas dan juga racun nonprotein yang
larut dalam air.

Habitat Ikan Buntal

Ikan buntal hidup diperairan tropis dan tidak dapat ditemukan pada perairan zona sedang dan
dingin. Ikan yang terdiri dari 121 spesies ini rata-rata berukuran kecil, tetapi beberapa spesies
memiliki panjang lebih dari 100 cm

Ciri-ciri Ikan Buntal

Secara umumnya ciri-ciri ikan buntal yaitu mempunyai gigi yang tajam dan memiliki racun yang
terkandung didalam tubuhnya. Apabila disentuh, ikan buntal akan mengembang dan
mengeluarkan duri tajam. Warna tubuh ikan buntal bergam, ada yang merah, biru, kuning dan
perpaduan beberapa warna.

Pada siang hari ikan buntal bersembunyi di balik karang lalu pada malam harinya mencari
makan. Ikan yang memiliki gigi kuat ini dapat menghaluskan makanan utamanya seperti kerang,
siput, landak laut, dan kepiting. Bagian yang paling beracun dari iakn buntal adalah hati, telur
dan saluran pencernaannya. Apabila ketika pengolahan terkontaminasi oleh bagian organ dalam
yang pecah, daging menjadi sangat beracun dan mematikan.

Racun yang terkadung pada bagian dalam ikan buntal ini disebut Tetrodotoksin atau TTX. Dosis
mematikan racun ikan buntal bagi manusia diperkirakan hanya 2mg TTX. Racun ini sangat
mematikan dan akan mulai bereaksi pada korbannya hanya dalam waktu kurang dari setengah
jam.

Oleh karena itu pada umumnya di restoran tertentu makanan ini akan dihidangkan oleh sang koki
setengah jam setelah masak dan dicoba oleh Chef koki tersebut sebelum dihidangkan untuk
menjamin keamanannya. Racun ini belum mempunyai antidote! Memasak tidak merusak racun
tersebut.

Sebaiknya hindari pandangan masyarakan yang salah mengenai memasak dapat membunuh
racun tersebut. Gejala keracunan TTX ini, akan diawali oleh rasa mual, muntah2, mati rasa
dalam rongga mulut, selanjutnya mucul gangguan fungsi saraf yang ditandai dengan rasa gatal di
bibir, kaki dan tangan.

Gejala selanjutnya adalah terjadinya kelumpuhan dan kematian yang disebabkan sulit bernafas
dan serangan jantung. Gejala tersebut timbul selama 10 menit pertama hingga 30 menit dan
setelah itu akan menimbulkan kematian.
Filum: Chordata
Upafilum
: Vertebrata
Kelas
: Actinopterygii
Upakelas
: Neopterygii
Infrakelas
: Teleostei
Ordo
: Tetraodontiformes
Famili
: Tetraodontidae
Genus
: Arothron
Species
: Arothron Meleagris

5.Keong
a) Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Moluska
Kelas : Gastropoda
Ordo : Mesogastropoda
Famili : Ampullariidae
Genus : Pomacea
Spesies : Pomacea canaliculata

b) Morfologi
Ditandai oleh karakteristik sebagai berikut: rumah siput bundar dan menara pendek; rumah siput besar,
tebal, lima sampai enam putaran didekat menara dengan kanal yang dalam, mulut besar dengan bentuk
bulat sampai oval, operculum tebal rapat menutup mulut, berwarna cokelat sampai kuning muda,
bergantung pada tempat berkembangnya, dagingnya lunak berwarna putih krem atau merah jambu
keemasan atau kuning orange. Operculum betina cekung dan tepi mulut rumah siput melengkung
kedalam, sebaliknya operculum jantan cembung dan tepi mulut rumah siput melengkung keluar.

c) Reproduksi
Pertumbuhan dan reproduksi dapat merubah seluruh siklus hidup dari keong mas, hal ini tampak pada
Pomacea canaliculata dengan peningkatan sedikit makanan dan siklus suhu lingkungan (siang/malam)
pada 9 – 29°C. selama penelitian, proses penetasan merupakan awal pertumbuhan yang cepat pada
bulan-bulan pertama. tingkat pertumbuhan menurun dan manjadi berhenti total (pencapaian
pematangan gonad). Pada waktu ini, keong menjadi aktif secara seksualitas dan sarang telur telah
menumpuk. Setelah sekali atau lebih bertelur, keong akan mulai tumbuh pesat kembali hingga periode
reproduksi selanjutnya tiba. Berkurangnya pertumbuhan selama periode reproduksi tidak dapat
dilengkapi semata-mata sebagai harga dari pemijahan dan produksi sperma serta telur-telur. Penahanan
pertumbuhan juga tampak pada pertumbuhan keong yang tidak memiliki partner kawin. Pertumbuhan
pesat akan berlangsung selama musim semi atau hujan, tetapi hal ini juga tergantung dari ukuran keong,
ukuran keong yang lebih besar akan mengalami pertumbuhan yang lebih lambat bila dibandingkan
keong yang berukuran lebih kecil (Estebenet dan Martin, 2002).
d) Siklus hidup
Siklus hidup dari keong mas tergantung dari ketersediaan makanan dan suhu lingkungan perairan. Pada
suhu tinggi dan makanan yang berlimpah, beberapa spesies keong mas menunjukkan siklus hidup yang
sangat cepat atau pendek, kurang dari tiga bulan dan bereproduksi sepanjang tahun. Pada beberapa
kondisi, ketika keong mas dihadapkan dengan kekurangan bahan pangan dan periode kekeringan yang
lama, keong mas akan memiliki siklus hidup yang lama serta hanya sekali periode reproduksi pada
musim semi serta awal musim panas. Factor yang berpengaruh tidak hanya lingkungan seperti makanan
dan suhu yang penting dalam memegang peranan dalam kehidupan keong mas. Beberapa spesies
memiliki periode istirahat (aestivation), sedangkan beberapa spesies lain tidak, meskipun mereka berada
pada kondisi lingkungan yang sama.
Habitat
Keong sawah (Pila ampullacea) adalah sejenis siput air yang mudah dijumpai di perairan tawar Asia
tropis, seperti di sawah, aliran parit, serta danau. Hewan bercangkang ini dikenal pula sebagai Keong
gondang, siput sawah, siput air, atau tutut. Bentuk keong sawah agak menyerupai siput murbai, masih
berkerabat, tetapi keong sawah memiliki warna cangkang hijau pekat sampai hitam.

6. Teritip
a) klasifikasi
Klasifikasi teritip menurut Ermaitis (1984) adalah sebagai berikut :
Filum : Arthoropoda
Sub filum : Mandibulata
Kelas : Crustacea
Sub kelas : Cirripedia
Ordo : Thoracica
Sub ordo : Balanomorpha
Familia : Balanoidea
Genus : Amphibalanus
b) Morfologi
Balanus adalah teritip yang tidak mempunyai tangkai (peduncle) karena itu disebut juga "acorn
barnacle". Dasar cangkang dari Balanus langsung menempel pada suatu substrat dengan sekresi dari
kelenjar penghasil cement yang berupa kalsium karbonat. Pasangan organ tambahan (appendages) yang
disebut juga dengan pasangan cirri berguna untuk menangkap makanan, dimana setiap ujung dari
pasangan cirri tersebut terdapat "setae" yang berguna untuk menyaring makanan. Ukuran dan warna
dari cangkang berbeda-beda tergantung pada jenisnya. Pada umumnya cangkang dari marga tersebut
adalah : putih, kuning, merah, merah muda, jingga, ungu dan bergaris. Ukuran diameter cangkang
adalah 13 mm — 80 mm. Diameter diukur dari dasar carina sampai dasar rostrum.
c) Reproduksi
Teritip bereproduksi secara generatif. Pada umumnya gonokoris atau alat kelamin terletak pada individu
yang berbeda, namun ada pula yang hermafrodit. Reproduksi Arthropoda dapat terjadi melalui
perkawinan (kopulasi) dan partenogenesis. Partenogenesis adalah pembentukan individu baru tanpa
melalui pembuahan, di mana sel telur yang tidak dibuahi oleh sperma akan tumbuh menjadi individu
jantan yang memiliki jumlah kromosom separuh dan individu betina.
d) Siklus hidup
Marga Balanus berbiak secara hermaprodit, dengan fertilisasi (pembuahan) secara internal yang terjadi
dalam rongga tubuh. Pembuahan dapat berlangsung apabila sperma membuahi sel telur dari individu
yang sama atau dari individu yang lain. Telur yang telah dibuahi dieramkan dalam rongga tubuh sampai
menjadi larva nauplii. Larva nauplii dicurahkan kelaut sebulan setelah penetasan. Larva nauplii
berkembang menjadi larva cypris melalui pergantian kulit, Pergantian kulit ini terjadi satu sampai tiga
kali dalam seminggu. Stadium larva cypris berlangsung empat hari sampai 10 minggu atau 12 minggu.
Selanjutnya larva cypris mengendap menuju suatu substrat untuk menempel, dan cangkang bivalva
mulai menghilang digantikan oleh cangkang baru yang disebut juga dengan cangkang dewasa.
Penempelan terjadi sepanjang tahun dimana intensitas penempelannya dibedakan oleh musim. Seperti
yang dilaporkan oleh DARSONO & HUTOMO (1983) di Suralaya intensitas penempelan tertinggi terjadi
pada awal musim Timur (Juni), sedangkan pada bulan Juli intensitas penempelan menurun dengan cepat
sampai bulan Agustus. Pada musim peralihan timur ke barat (September — Oktober — Nopember) dan
pada musim Barat (Januari — Februari) intensitas penempelan meningkat. Sedangkan musim peralihan
dari barat ke timur (Maret — April — Mei) intensitas penempelan menurun. Perkembangan cangkang
selanjutnya sampai mencapai ukuran maksimum. ROMIMOHTARTO (1977) menjelaskan bahwa pada
panel percobaannya di Muara Karang, diameter cangkang Balanus mencapai 15 mm selama tujuh
minggu perendaman. Dengan ukuran tersebut Balanus dapat dianggap telah mencapai ukuran
maksimum.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Praktikum
1. Jenis hama yang ditemukan dalam lingkungan budidaya
No. GambarKeterangan
1.

1. Nama hama : Ikan Mujair


2. Lokasi tangkap : Belakang Kampus Politeknik KP Bone
3. Bobot : 117,8 g
4. Jenis hama : Penyaing
5. Jumlah : 3
6. Nama latin : Oreochromis mossambicus
2.
1. Nama hama : Ikan Betutu
2. Lokasi tangkap : Belakang Kampus Politeknik KP Bone
3. Bobot : 8,4 g
4. Jenis hama : Pesaing, Predator
5. Jumlah : 1
6. Nama latin : Oxyeleotris marmorata
3.
1. Nama hama : Ikan Buntal
2. Lokasi tangkap : Belakang Kampus Politeknik KP Bone
3. Bobot : 6,8 g
4. Jenis hama : Penyaing
5. Jumlah : 1
6. Nama latin :
4.
1. Nama hama : Kepiting
2. Lokasi tangkap : Belakang Kampus Politeknik KP Bone
3. Bobot : 64,2 g
4. Jenis hama : Perusak
5. Jumlah : 1
6. Nama latin : Scyla serrata
5.

1. Nama hama : Keong


2. Lokasi tangkap : Belakang Kampus Politeknik KP Bone
3. Bobot : 105,6 g
4. Jenis hama : Penyaing
5. Jumlah : 8
6. Nama latin : Pila ampullacea
6.
1. Nama hama : Tritip
2. Lokasi tangkap : Belakang Kampus Politeknik KP Bone
3. Bobot : 14,2 g
4. Jenis hama : Perusak
5. Jumlah : 10
6. Nama latin : acorn barnacle
7.

1. Nama hama : Udang windu


2. Lokasi tangkap : Belakang Kampus Politeknik KP Bone
3. Bobot : 37,8 g
4. Jenis hama : Penyaing
5. Jumlah : 1
6. Nama latin : Penaeus monodon

2. Hasil wawancara dengan pembudidaya


No. Item Keterangan
1. Jenis Wadah budidaya Tambak tanah
2. Jenis Teknologi yang diterapkan Tradisional
3. Bahan kimia yang digunakan untuk pengendalian hama Prosi/Sagrifur, Bestnoid, Fegasus.
4. Tindakan pengendalian hama sebelum memulai hama Lahan tambak di keringkan lalu di
berikan racun sesuai dosis yang diperlukan.
5. Tindakan pengendalian hama saat melaksanakan budidaya Memberikan Bestnoid pada
keong, racun fegasus pada hama wereng
6. Tindakan pengendalian hama setelah melakukan budidaya Pengeringan lahan tambak
kemudian memberikan racun.

Anda mungkin juga menyukai