Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH LARVALOGI LAUT

REPRODUKSI PAUS DAN DUGONG

DISUSUN OLEH :

LASMA ROHAM MORNING ERYNE PARAPAT


17051103020

UNIVERSITAS SAM RATULANGI


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan.
Kritik, saran, dan masukan yang membangun sangat di butuhkan untuk dijadikan
pedoman dalam penulisan ke arah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Manado,20 Maret 2020

Lasma Parapat

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I.PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................... 3
BAB II.PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
2.1 Klasifikasi Morfologi Paus dan Dugong ...................................................... 3
2.2 Reproduksi Paus dan Dugong ...................................................................... 6
2.3 Habitat Pesebaran Paus dan Dugong .......................................................... 12
III. PENUTUP ....................................................................................................... 14
3.1 KESIMPULAN ........................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pada dasarnya mamalia yang hidup laut atapun mamalia yang hidup didarat
memiliki struktur anatomi yang hampir sama, hanya saja yang membedakan mereka
adalah tempat tinggal atau biasa kita sebut sebagai habitat.
Paus, dan Dugong adalah beberapa hewan yang masuk dalam kategori
mamalia laut. Sama seperti mamalia di darat, mereka bereproduksi dengan cara
melahirkan, menyusui anaknya, dan bernapas dengan paru-paru.Berbeda dengan
ikan yang bernapas dengan insang dan tidak menyusui anaknya.
Mamalia laut sama seperti mamalia darat yaitu berdarah panas. Karena
kondisinya ini, suhu tubuh akan selalu sama dan tidak terpengaruh oleh suhu
lingkungan. Sehingga dibutuhkan beberapa adaptasi untuk bertahan di lingkungan
laut yang dingin, seperti:
 Memiliki blubber, yaitu jaringan kaya lemak yang dapat menghasilkan
minyak untuk menghangatkan tubuh.
 Memiliki rambut dan bulu.
Jika di karakteristikkan, mamalia laut di bagi menjadi dua jenis, yaitu:
 Mamalia Laut yang harus kembali ke darat untuk bereproduksi, menyusui,
dan beristirahat. Contohnya: anjing laut, beruang kutub, dan berang-berang
laut
 Mamalia Laut yang menghabiskan seluruh hidupnya di laut. Contohnya:
paus, lumba-lumba, pesut, manatee, dan dugong.
semua hal positif yang berasal dari ubur-ubur menjadikan pentignya
pengetahuan mengenai siklus hidup atau daur hidup dari ubur-ubur . agar dapat
dimengerti cara penanganan larva ubur-ubur di alam maupun saat dibudidaya.

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana klasifikasi dan morfologi paus dan dugong?
2. Bagaimana proses reproduksi paus dan dugong?
3. Bagaimana habitat dan pesebaran paus dan dugong?

1.3.Tujuan Penulisan
1. Mengetahui klasifikasi dan morfolofi dari paus dan dugong
2. Mengetahui proses reproduksi paus dan dugong
3. Mengetahui habitat dan pesebaran paus dan dugong

2
BAB II.
PEMBAHASAN

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Paus dan Dugong


1. Klasifikasi dan morfologi paus (paus biru)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Class : Mammalia
Ordo : Cetacea
Family : Balaenopteridae
Genus : Balaenoptera
Species : Balaenoptera musculus

Gambar 1. Morfologi paus biru

Paus biru adalah mamalia terbesar, mungkin sebagai hewan terbesar yang
pernah hidup dilautan. Panjang rata-rata 23 -24,5 m dengan berat sekitar 99.800 kg
(99,8 ton). Betina lebih berat dari pada yang jantan pada umur yang sama, dan yang
terbesar dapat mencapai berat 136.000 kg (136 ton). Tubuhnya panjang, meruncing,
langsing, dengan bagian kepala kurang dari ¼ panjang tubuhnya. Bagian depan
kepala melebar, rata dan hampir membentuk huruf U, dengan sebuah celah di depan
lubang udara untuk menyemprot air (blowhole), dengan sebuah tonjolan membukit
dari bagian depan blowhole ke bagian ujung moncong (hidung). Blowhole akan
membesar dan akan meningkatkan daya percikan air ke atas, dapat mencapai
ketinggian 6 m, bahkan kadang-kadang dapat mencapai ketinggian 10m. Tubuhnya
halus dan relatif terbebas dari parasit, meskipun teritip seringkali menempel pada

3
bagian ujung sirip di badannya dan pada sirip punggungnya. Ada 55-68 lekukan
pada bagian perutnya atau lipatan diperluas dari rahang yang lebih kecil sampai
kebagian dekat pusar.
Paus biru warnanya biru abu-abu, sering terdapat bintik abu-abu muda
dengan latar belakang warna gelap atau bintik warna gelap dengan latar belakang
warna terang. Bagian bawah sirip depannya berwarna terang atau putih, sementara
bagian atas dari ujung ekornya berwarna gelap. Bagian ventral(perut) tubuhnya
berwarna kuning kehijauan sebab paus hijau memakan mikroorganisme yang
disebut Diatoma pada perairan yang dingin di Kutub Selatan (Antartika), Pasifik
Utara dan Atlantik Utara. Karena warnanya yang kuning, awalnya nama lain dari
Paus biru adalah “ Sulphur bottom” atau Perut Sulfur.
Sirip punggung ukurannya kecil dan bentuknya agak segitiga, dan terletak ¾
bagian panjang tubuhnya dari belakang. Ukuran siripnya hanya 30 cm panjangnya
dan tinggi serta besarnya sangat bervariasi. Sirip perutnya meruncing dan relatif
pendek hanya sekitar 12% dari panjang tubuhnya secara keseluruhan. Fluke lebar
dan berbentuk segitiga. Pinggir bagian belakang rata dengan ada sedikit
cekungan/takik di bagian tengahnya.

2. Klasifikasi dan morfologi dugong


Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Class : Mammalia
Ordo : Sirenia
Family : Dugongidae
Genus : Dugong
Spesies : Dugong dugon

4
Gambar 2. Morfologi Dugong

Dugong merupakan tipe mamalia laut pemakan dasar. Hal ini ditunjukkan
dari morfologi mulut dugong yang berbentuk bulat dan besar, hidung mengarah ke
bawah sehingga mulutnya mendatar, sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan
menjadi pemakan tumbuhan dasar perairan. Pada bagian mulut terdapat penebalan
kulit. Bulubulu hidung tumbuh dengan baik dan berfungsi sebagai sensor lokasi
makanan khususnya padang lamun (Azkab, 1998). Gigi permaxilla dugong lebih
besar, panjang dan tinggi. Pada dugong jantan mempunyai sepasang taring pada
gigi serinya, sedangkan dugong betina gigi taring ini tidak tumbuh melanjut
menembus gusinya. Gigi yang mula-mula tumbuh akan berbaris ke depan yang
kemudian digantikan oleh gigi-gigi berikutnya yang tumbuh kearah samping. Gigi
pengganti secara umum tereduksi baik jumlah maupun bentuknya sampai tertinggal
hanya dua gigi molar yang permanen pada dugong dewasa (Marsh, 1977). Lambung
dugong memiliki banyak bakteri untuk menghancurkan dinding sel lamun dengan
panjang usus dugong dewasa dapat mencapai 30 m
Dugong dugon dalam tampilan fisiknya bentuknya seperti ikan yang
tambun, tanpa sirip punggung, dilengkapi dengan ekor yang pipih, horizontal dan
bentuknya bercabang seperti ekor paus dan lumba-lumba. Bila ekornya diayunkan
naikturun akan memberi daya dorong baginya untuk berenang maju ke depan,
sedangkan bila dipelintir untuk gerakan membelok. Panjang dugong dewasa jarang
melebihi 3 meter dengan berat sampai sekitar 420 kg. Dugong betina cenderung
sedikit lebih besar dari yang jantan. Moncongnya yang tebal berbentuk bagai tapal
kuda, menghadap ke bawah dengan bibir tebal yang ditumbuhi bulu-bulu kasar

5
bagai sikat (bristles). Bulu-bulu kasar ini merupakan organ yang sangat sensitif
yang digunakannya untuk mencari makan.

Gambar 3. Moncong dugong dengan bibir atas yang tebal dipenuhi bulu sikat (bristles)
yang sensitif (kiri). Detail bulu sikat pada moncong dugong (kanan).
Dugong mempunyai sepasang sirip yang tebal dan bertulang bagai lengan
dan jari-jari, yang dapar berfungsi sebagai dayung penyeimbang bila berenang. Bila
dugong mencari makan di dasar laut, sirip tebalnya dapat menopang tubuhnya
untuk merayap ketika mencari makan. Di ketiak kedua siripnya terdapat puting
susu, yang sangat penting untuk menyusui anaknya
Kulit dugong tebal dan halus dengan warna pucat ketika masih bayi, dan
berubah menjadi warna abu-abu gelap kecoklatan di bagian punggungnya
menjelang dewasa dan bagian perut dengan warna yang lebih terang. Warna dugong
dapat berubah dengan pertumbuhan alga di kulitnya. Kadang-kadang teritip
(Balanus) ikut pula menempel di permukaan kulitnya. Sekujur tubuhnya diliputi
dengan rambut-rambut halus dan pendek.

2.2. Reproduksi Paus dan Dugong


1. Reproduksi Paus

Reproduksi merupakan suatu proses dimana organisme menghasilkan


individu baru, melalui material gen, dan memelihara secara berkelanjutan
kehidupan individu baru tersebut. Semua jenis mamalia melahirkan dengan cara
pembuahan di dalam (internal fertilization). Selain itu, semua jenis mamalia
memiliki alat kelamin yang terpisah dan karakteristik sexual yang hanya dimiliki
oleh masing-masing jenis kelamin. Mamalia juga memliki struktur dan fungsi
sistem reproduksi yang sangat kompleks, berbeda dengan burung dan reptil.

6
Pada kelas mamalia, sistem reproduksi jantan memiliki sepasang testis, sepasang
kelenjar reproduksi, sistem pembuluh, dan alat kelamin (penis). Sedangkan pada
betina terdiri dari sepasang induk telur dimana untuk menghasilkan telur dan
berbagai hormone, sepasang pipa Fallopi (oviduk) dimana bertugas sebagai saluran
dari induk telur pertama hingga ke yang terbesar atau disebut uteri (tempat
berkembangnya embrio), vagina sebagai gerbang dari sisi luar tubuh, dan serviks
dimana sebagai menyambungkan uterus dan vagina.
Sistem reproduksi pada jantan, testis merupakan tempat berproduksinya
sperma (gamet jantan) dan pembentukan hormon sex jantan (testoteron). Sepasang
testis pada mamalia berbentuk oval, menggantung pada kantung, dan terlindung
oleh kulit yang disebut skrotum. Posisi testis pada mamalia berbeda-beda. Setelah
sperma matang, sperma harus disalurkan ke rangkaian pembuluh lalu berkumpul
pada epididimis (gulungan pembuluh yang tinggi yang berlokasi di permukaan pada
masing-masing testis). Pembuluh ini bertugas sebagai saluran sperma dan tempat
penyimpan antara sperma dan jaringan kelenjar sekresi yang diberikan terlebih
dahulu untuk ejakulasi. Penis merupakan alat untuk mengirim sperma ke tubuh
betina yang difasilitasi oleh pembuluh darah yang tinggi. Komposisi penis adalah
bentuknya yang silinder dan corpora cavernosa (didalamnya terdapat darah yang
apabila melakukan hubungan sexual akan mengakibatkan ereksi)..

Proses Kehamilan Paus


Perkembangan embrio pada paus
Tahap Embrio Tahap embrio dimulai dari proses fertilisasi (penyatuan sel
telur dan sperma), kemudian terbentuk zigot yang mengalami proses pembelahan.
Tahap embrio dikelompokkan menjadi beberapa fase, yaitu fase morula, fase
blastula, fase gastrula, fase diferensiasi, serta organogenesis.
a. Fase Morula
Pada fase ini zigot mengalami pembelahan. Pembelahan sel dimulai dari
satu menjadi dua, dua menjadi empat, dan seterusnya. Pada saat pembelahan sel
terjadi pembelahan yang tidak bersamaan. Pembelahan yang cepat terjadi pada
bagian vertikal yang memiliki kutub fungsional atau kutub hewan (animal pole) dan
kutub vegetatif (vegetal pole). Antara dua kutub ini dibatasi oleh daerah sabit

7
kelabu (grey crescent).setelah pembelahan terjadi pada bagian vertikal, kemudian
dilanjutkan dengan bagian horizontal yang membelah secara aktif sampai terbentuk
8 sel. Pembelahan sel berlanjut sampai terbentuk 16-64 sel. Embrio yang terdiri dari
16-64 sel inilah yang disebut morula.
b. Fase Blastula
Pada fase blastula terjadi pembagian sitoplasma ke dalam dua kutub yang
dibentuk pada fase morula. Konsentrasi sitoplasma pada kedua kutub tersebut
berbeda. Pada kutub fungsional terdapat sitoplasma yang lebih sedikit
dibandingkan dengan kutub vegetatif. Konsentrasi sitoplasma yang berbeda
menentukan arah pertumbuhan dan perkembangan hewan selanjutnya. Pada fase ini
kutub fungsional dan kutub vegetatif telah selesai dibentuk. Hal ini ditandai dengan
dibentuknya rongga di antara kedua kutub yang berisi caftan dan disebut blastosol.
Embrio yang memiliki blastosol disebut blastula. Proses pembentukan blastosol
disebut blastulasi. Setelah fase blastula selesai ditanjutkan dengan lase gastrula.
c. Fase Gastrula
Pada fase gastrula, embrio mengalami proses diferensiasi dengan mulai
menghilangkan blastosol. Sel-sel pada kutub fungsional akan membelah dengan
cepat. Akibatnya, sal-sel pada kutub vegetatif membentuk lekukan ke arah dalam
(invaginasi). Invaginasi akan membentuk dua formasi, yaitu lapisan luar (ektoderm)
dan lapisan dalam (endoderm).
Bagian ektoderm akan menjadi kulit dan bagian endoderm akan menjadi
berbagai macam saluran. Bagian tengah gastrula disebut dengan arkenteron. Pada
perkembangan selanjutnya, arkenteron akan menjadi saluran pencernaan pada
hewan vertebrata dan beberapa invertebrata. Bagian luar yang terbuka pada gastrula
menuju arkenteron disebut dengan blastofor. Bagian ini dipersiapkan menjadi anus
dan pada bagian ujung akan membuka dan menjadi mulut. Pada fase ini akan terjadi
lanjutan diferensiasi sebagian endoderm menjadi bagian mesoderm. Pada akhir fase
gastrula telah terbentuk bagian endoderm, mesoderm, dan ektoderm.
Berdasarkan jumlah lapisan embrionalnya, hewan dikelompokkan menjadi
dua, yaitu hewan diploblastik dan hewan triploblastik. Hewan diploblastik memiliki
dua lapisan embrional, yaitu ektoderm dan endoderm. Contoh hewan diploblastik
adalah Coelenterata (hewan berongga). Hewan triploblastik memiliki tiga lapisan

8
embrional, yaitu ektoderm, endoderm, dan mesoderm. Mesoderm selalu terletak di
antara ektoderm dan endoderm.
d. Diferensiasi dan Organogenesis
Pada fase ini mulai terjadi diferensiasi dan organogenesis pada struktur dan
fungsi sel untuk menjadi jaringan yang spesifik. Proses ini dikendalikan oleh faktor
hereditas (gen) yang dibawa pada saat terjadi pembentukan kutub fungsional dan
kutub vegetatif. Pada akhirnya masing-masing bagian endoderm, mesoderm, dan
ektoderm akan mengalami diferensiasi menjadi organ-organ sebagai berikut:
 Ektoderm akan mengalami diferensiasi menjadi epidermis, rambut, kelenjar
minyak, kelenjar keringat, email gigi, sistem saraf, dan saraf reseptor.
 Mesoderm akan mengalami diferensiasi menjadi tulang, jaringan ikat, otot,
sistem peredaran darah, sistem ekskresi misalnya duktus deferens, dan
sistem reproduksi.
 Endoderm akan mengalami diferensiasi menjadi jaringan epitel pencernaan,
sistem pernapasan, pankreas dan hati, serta kelenjar gondok.
Dalam proses diferensiasi dan organogenesis, bagian yang berdekatan
saling mempengaruhi. Sebagai contoh, bagian mesoderm akan mempengaruhi
ektoderm dalam diferensiasi untuk perkembangan alat gerak, yaitu sebagian berasal
dari set ektoderm dan sebagian dari mesoderm. Setelah tahap embrio selesai,
embrio yang disebut janin siap dilahirkan.
Periode kehamilan sekitar 11-12 bulan dan anakan lahir dengan ekor
terlebih dahulu dan dekat dengan permukaan yang panas, air yang dangkal. Anak
yang baru lahir memiliki kemampuan berenang ke permukaan sekitar 10 detik
untuk pernafasan pertamanya dengan dibantu induknya dengan menggunakan sirip.
Sekitar 30 menit sejak kelahirannya, anak paus mulai dapat berenang. Anak yang
baru lahir memiliki panjang sekitar 7,6 m dan berat sekita 6-8 ton. Bayi
diasuh/diberikan susu yang dimiliki induknya (40-50% lemak) dan disapih sekitar
7-8 bulan. Anakan minum 23-90 kg susu tiap hari. Induk dan anak selalu bersama-
sama selama setahaun atau lebih, sampai anakan memiliki panjang sekitar 13 m.
Perawatan induk paus menghasilkan lebih dari 50 galon (200 liter) susu tiap
harinya. Kandungan susu terdapat 35-50% lemak susu dan anaknya memperoleh
beat rata-rata hingga 10 pon tiap jam atau 44 kg tiap harinya. Pada saat 6 bulan

9
dalam setahun dan rata-rata panjangnya mencapai 16 m, anaknya disapih. Paus
mencapai kedewasaan sexualnya sekitar 10 tahun.
Di bumi belahan utara, betina memiliki kedewasaan sexual dalam umur 5
tahun dengan panjang 21-23 m. sedangkan jantan mulai dewasa kurang dari lima
tahun dan panjang kurang dari betina hanya sekitar 20-21 m (Wilson and Ruff
1999).

2. Reproduksi Dugong
Dugong betina akan dewasa secara seksual pada umur 6 tahun dan dapat
melahirkan anak pertamanya pada umur 6 sampai 17 tahun. Dugong jantan akan
dewasa secara seksual pada umur 6-12 tahun. Musim kawin dugong terjadi
sepanjang tahun, sehingga dugong akan kawin ketika dugong betina mengalami
estrus. Dugong memiliki laju reproduksi yang sangat rendah dan hanya akan
melahirkan seekor anak dugong setiap 2.5 – 7 tahun sekali tergantung lokasi dugong
tersebut tinggal. Hal ini dikarenakan masa kebuntingan dugong yang diperkirakan
terjadi sekitar 12-14 bulan (Marsh 1986a).
Menurut Marsh et al (1984b), sistem reproduksi dugong betina memiliki
siklus poliestrus dan poliovular dan dapat mengalami sejumlah siklus steril sebelum
akhirnya mengalami kebuntingan. Selama kebuntingan dugong memiliki banyak
korpus luteum sampai 90 buah (data Marsh yang tidak terpublikasi) yang bertahan
sampai kelahiran.
Sistem reproduksi dugong betina berada di kaudal kuadran rongga
abdominal Ovari dugong berbentuk oval pipih dan mungkin sulit ditemukan
terutama pada dugong muda. Satu ovarium pada dugong betina dewasa berukuran
panjang 10 cm dan lebar 7 cm. Ovarium dugong menempel pada peritoneum
pariental, terletak di ventro-lateral ginjal, dan ventro-lateral hemidiaphragma.
Aspek dorso lateral setiap ovarium menempel pada tempat yang sama dengan,
peritoneum (Marsh 1981).

10
Gambar 4. Saluran reproduksi dugong betina (Marsh et al, 1984b)
Folikel de Graaf dan korpus lutea dugong dapat terlihat di permukaan dorsal
ovariumnya Folikel ovarium memiliki diameter sekitar 1 cm,berbentuk
seperti bisul yang berisi suatu cairan seperti jeli bening atau translusen. Korpus
luteanya mirip dengan folikel de graaf tetapi berisi jaringan glandular padat
berwarna krim. Dugong memiliki korpus lutea berjumlah besar. Korpus albikan
dugong berukuran kecil, berwarna coklat dengan bentuk ireguler dan dapat dilihat
dan dihitung dalam ovarium yang terpotong. Korpus albikan akan bertambah
jumlahnya seiring usia dugong.

Gambar 5.Permukaan dorsal ovarium dugong: a) ovarium kiri dugong betina


dewasa dengan bursa terbuka dan sebagian telah dihilangkan, b) ovarium kiri dugong
yang sama seperti (a) menunjukan beberapa folikel besar, c) ovarium kanan dugong yang
sedang bunting. Banyak korpus lutea vascular dapat terlihat. Foto milik Helene Marsh
dalam Eros et al. 2007.

11
Testis dugong berbentuk pipih seperti telur dengan posisi dorso-
ventral.Testesnya terletak di abdomen, masing-masing berbaring caudal dan sedikit
lateral ke ginjal. Dugong tidak memiliki saluran inguinal dan ligamen inguinalis.
Setiap testis terbungkus dalam tunika fibrosa albuginea berserat berwarna yang
ditempati jaringan penghubung septa yang menyatu di mediastinum, membagi
testis secara internal menjadi lobulus berbeda yang mudah dikenali secara
makroskopik. Dugong memiliki arteri testis lurus yang terbagi menjadi tiga atau
empat cabang sebelum memasuki substansi testis. Tidak adanya pleksus
pampiniformis dan juga arteri testis heliks, mencirikan testis seperti testis khas pada
mamalia umumnya. Dugong memiliki testis abdominal kecuali saat penis keluar.
Jenis kelamin dugong dapat dibedakan berdasarkan posisi relatif umbilikus, lubang
kelamin, dan anus. Pada dugong betina lubang kelamin dan anus berdekatan,
sedangkan pada dugong jantan lubang kelamin lebih dekat ke umbilikus.

Gambar 6. Testis kanan dan epididymis dugong jantan (kiri) dan gambaran ventral dari
saluran reproduksi dugong jantan (kanan). Gambar milik Marsh dan
Glover (1981)

2.3. Habitat Pesebaran Paus dan Dugong


1. Habitat Pesebaran Paus (paus biru)
Paus Biru didapati pada seluruh lautan di dunia. Hewan ini kawin dan
memelihara anaknya di perairan tropika sampai ke subtropika selama musim dingin
dan mencari makan di perairan kutub dalam bulan-bulan di musim panas. Paus biru
di belahan bumi utara bergerak ke arah utara menuju Kutub Utara untuk mencari
makan, sedangkan Paus Biru di belahan bumi selatan bergerak ke arah selatan

12
menuju Kutub Selatan untuk mencari makan. Hampir semua Paus Biru di belahan
bumi selatan berada di Kutub Selatan selama musim panas untuk mencari makan.

2. Habitat pesebaran dugong


Dugong hidup di daerah tropis dan sub-tropis, perairan dangkal di pesisir
Pasifik barat, Australia, Asia Tenggara, India dan pantai timur Afrika di Laut Merah
yang meliputi perairan pantai sebanyak 48 negara.
Dugong sering di perairan pesisir. Konsentrasi utama duyung cenderung
terjadi di perairan yang dangkal dan terlindungi. Daerah ini bertepatan dengan
padang lamun yang cukup besar. Duyung juga teratur diamati di landas kontinen
yang lebar, dangkal dan dilindungi. Di Selat Nada antara Australia dan Papua
Nugini, terdapat jumlah yang signifikan dari dugong terlihat lebih dari 10 km dari
pantai dan pada kedalaman hingga 37 m. Ini mungkin menjadi strategi untuk
menghindari hiu. Dibatas garis lintang yang lebih tinggi untuk jangkauan mereka,
perairan yang lebih dalam dapat dipergunakan sebagai tempat perlindungan termal
dari perairan pantai. Distribusi ini mencerminkan bahwa lamun yang sering
dimakan seperti Halophila spinulosa.
Duyung lebih suka makan lamun tang termasuk kedalam genera Halophila
dan Halodule, dipilih karena terendah di serat, tertinggi di tersedia nitrogen dan
pati, serta termudah untuk dicerna. Duyung juga memakan ganggang laut tetapi ini
terjadi hanya ketika lamun jarang dan langka. Duyung juga hijauan untuk
invertebrata besar di perairan selatan di Australia Barat dan Timur.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Paus dan dugong adalah beberapa hewan yang masuk dalam kategori
mamalia laut. Sama seperti mamalia di darat, mereka bereproduksi dengan cara
melahirkan, menyusui anaknya, dan bernapas dengan paru-paru.
Reproduksi paus dimulai ketika paus sudah mencapai kematangan seksual
pada umur 6-10 tahun atau pada saat paus jantan telah mencapai panjang tubuh
23 m dan betinanya mencaapai 24 m. Proses kehamilan paus betina memerlukan
beberapa tahap yaitu tahap embrio yang dimulai dari proses fertilisasi (penyatuan
sel telur dan sperma), kemudian terbentuk zigot yang mengalami proses
pembelahan. Tahap embrio dikelompokkan menjadi beberapa fase, yaitu fase
morula, fase blastula, fase gastrula, fase diferensiasi, serta organogenesis
Reproduksi dugong dapat terjadi ketika dugong betina mencapai dewasa
secara seksual pada umur 6 tahun dan dapat melahirkan anak pertamanya pada umur
6 sampai 17 tahun. Dugong jantan akan dewasa secara seksual pada umur 6-12
tahun. Musim kawin dugong terjadi sepanjang tahun, sehingga dugong akan kawin
ketika dugong betina mengalami estrus.

14
DAFTAR PUSTAKA

Basri, M. 2013. Sistem Reproduksi Pada Mamalia Laut “PAUS”. Makalah

Anderson PK. 1998. Shark Bay dugongs (Dugong dugon) in summer: II. Foragers
in a Halodule-dominated community. Mammalia 62, 409– 425

Marsh H, Spain AV, Heinsohn GE. 1978. Physiology of the dugong. Comparative
Biochemistry and Physiology 61(2): 159-168.

Marsh H, Heinsohn GE, Channells PW. 1984b. Changes in the ovaries and uterus
of the dugong, Dugong dugon (Sirenia, Dugongidae) with age and
reproductive activity. Australian Journal of Zoology. 32(6): 743-766.

Eros C, Marsh H, Bonder R, O’ Shea T, Beck C, Recchia C, Dobbs K, Turner M,


Lemm S, Pears R, Bowater R. 2007. Procedures for the Salvage and Necropsy
of the Dugong (Dugong dugon). Ed ke-2. Quensland (AU): Great Barrier
Reef Marine Park Authority

15

Anda mungkin juga menyukai