(59 68)
ISSN : 2303-3959
Kelimpahan Acanthaster planci pada Perairan Terumbu Karang di Pulau Bero, Selat
Tiworo, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara
Abundance of Acanthaster planci in Coral Reef Waters of Bero Island in Tiworo Strait, Muna
Regency, Southeast Sulawesi
Nur Ikhsan *), Baru Sadarun **), dan Romy Ketjulan ***)
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK Universitas Haluoleo
Kampus Hijau Bumi Tridharma Kendari 93232
e-mail: *iksan_skapak@yahoo.com, **s_sadarun@yahoo.com, dan ***romyketjulan@yahoo.co.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terumbu karang dan kelimpahan A. planci pada perairan
Pulau Bero Selat Tiworo, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan MaretSeptember 2012
di perairan P. Bero. Stasiun penelitian dibagi menjadi 4 stasiun berdasarkan keberadaan
terumbu karang di lokasi penelitian. Penilaian kondisi terumbu karang ditentukan dengan metode Line Intercept
Transect (LIT) dan kelimpahan A. planci ditentukan dengan metode Belt Transect. Parameter kualitas perairan
yang ditemukan pada seluruh lokasi pengambilan sampel masih sesuai untuk kehidupan terumbu karang dan A.
planci. Terkecuali pada Stasiun III yang memiliki kecepatan arus (0,50 ms -1) yang sangat tinggi karena
berhadapan langsung dengan selat, sehingga kurang baik untuk kehidupan terumbu karang, terkecuali terumbu
karang dengan bentuk pertumbuhan coral massive, dan tidak sesuai untuk kehidupan A. planci sehingga pada
daerah ini tidak ditemukan A. planci. Hasil penelitian juga menunjukkan, kondisi terumbu karang di perairan P.
Bero tergolong kategori baik dengan rata-rata tutupan karang hidup sebesar 58,41%. Kelimpahan A. planci yang
ditemukan pada Stasiun I dan Stasiun IV sebanyak 12,50 ind/1000 m2 berada dalam kategori alami dan hampir
mengancam, sedangkan pada pada Stasiun II dengan kelimpahan sebanyak 25,00 ind/1000 m2 telah mengancam
kondisi terumbu karang di daerah tersebut.
Kata Kunci : Acanthaster planci, Terumbu Karang, Pulau Bero, Belt Transect
Abstract
The aim of this research was to know the condition of coral reef and abundance of A. planci located in Bero
island waters of Tiworo strait, Muna regency, Southeast Sulawesi. This research was conducted from March to
September in 2012 at Bero island waters. Observational station were devided into 4 stations based on coral reef
existences. Line Intercept Transect (LIT) was selected to find out the condition of coral reef and the abundance
of A. planci determined by Belt Transect method. Water quality parameters were measured in all sampling
stations considered appropriate for the coral reef and A. Planci life. The fastest water current (0. 50 ms -1) was
recorded in Stations III because directly opposite to the sea strait. Therefore, it was an unfavorable place to
support A. planci and coral reef life, except for massive. Result showed that the condition of coral reef at Bero
island waters were in good category with the average coral life coverage was 58.41%. Abundance of A. planci
which had been found on Station I and Station IV was 12.50 ind/1000 m2 and were in natural and threatened
category, meanwhile there were 25.00 ind/1000m2 on Station II which threatened coral reef at that region.
Keywords: Acanthaster planci, coral reef, bero island, belt transect
Pendahuluan
Terumbu karang merupakan ekosistem
perairan yang produktif dan mempunyai nilai
ekonomis yang tinggi. Pentingnya peranan
ekosistem terumbu karang tidak diragukan lagi,
selain sebagai salah satu komponen penyokong
utama kehidupan perairan laut, juga merupakan
sumber kehidupan sehari-hari masyarakat
melalui berbagai kegiatan seperti perikanan dan
wisata.
Suatu
kondisi
yang
sangat
memprihatinkan saat ini adalah tingkat
kerusakan terumbu karang yang diakibatkan oleh
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
60
100 %
dimana:
N = kelimpahan individu (ind/m2);
n = jumlah individu pada tiap stasiun ;
A = luas daerah pengamatan (m2).
(1997),
dengan
Hasil
A.
Berdasarkan
tingkatan
admisistratif
pemerintahan desa, P. Bero masuk ke dalam
wilayah Desa Mandike Kecamatan Tiworo
Tengah dengan posisi geografis 04034330403454 LS dan 12201746-12201806 BT.
P. Bero dimekarkan pada tahun 1998.
Pulau ini memiliki luas wilayah sebesar
562.500 m2 dengan panjang dan lebar daratan
yang sama yaitu 750 m, serta panjang garis pantai
1.044 km. Pulau ini dihuni oleh 425 jiwa dengan
jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 112 KK.
Masyarakat pulau ini 100% beragama islam dan
sebagian besar berprofesi sebagai nelayan yaitu
sebagai
nelayan
tangkap
dan
nelayan
pembudidaya (IPB, 2007).
Sebagian besar penduduk P. Bero
memanfaatkan sumber daya laut yang ada di
perairan KKLD Kabupaten Muna sebagai sumber
pendapatan atau mata pencahariannya. Penduduk
P. Bero terdiri dari berbagai macam etnis yaitu
etnis Muna, Bugis, dan Bajau. Masing-masing
etnis hidup dengan teratur, rukun, dan saling
menghargai.
Secara umum daerah ini memiliki
perairan yang landai dan curam, pantai berpasir,
bangunan, vegetasi mangrove, kelapa, dan juga
sering dilintasi oleh perahu. Tipe terumbu karang
di daerah ini yaitu terumbu karang tepi karena
menempel langsung pada pantai daratan P. Bero.
Sarana dan prasarana yang tersedia di
P. Bero dalam rangka menunjang kebutuhan
kegiatan sosial-ekonomi yaitu memiliki satu buah
sarana pendidikan (SD), satu buah kantor
pelayanan publik (kantor desa), satu buah masjid,
dan satu buah dermaga permanen. Ketersediaan
sarana pendidikan dasar lanjutan (SMP) yang
keberadaannya hanya di P. Mandike masih sangat
61
alternatif
oleh
Suhu (0C)
1
28
2
29
3
29
4
29
Persen Tutupan Karang
C.
18
18
18
18
0.07
0.09
0.50
0.08
Salinitas (ppt)
30
30
30
30
Hasil pengukuran kondisi terumbu karang pada perairan P. Bero dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai persen tutupan terumbu karang pada tiap stasiun pengamatan
NO
1
3
4
St. I
% Cover
St. II
St. III
St. IV
25.43
24.15
7.63
25.08
20.57
5.50
0.00
0.00
0.00
1.38
5.75
7.13
0.00
1.63
3.63
7.58
14.35
24.13
13.13
14.79
2.50
4.38
1.75
6.25
3.72
5.75
5.68
0.00
6.13
4.39
3.65
5.25
0.00
4.50
3.35
12.13
63.90
Baik
8.75
69.68
Baik
7.00
38.50
Sedang
4.88
61.58
Baik
8.19
58.41
Baik
8.00
3.38
5.00
13.43
7.45
1.78
1.13
13.74
10.37
6.75
9.78
7.23
4.50
4.41
18.74
15.88
23.80
3.50
14.20
7.75
0.75
13.85
4.50
19.10
6.07
9.25
6.10
21.42
17.88
1.88
7.13
26.88
7.12
1.00
3.00
11.12
7.95
6.49
5.18
19.63
Bentuk Pertumbuhan
Karang Hidup
Kriteria Tutupan
Karang Mati
Dead Coral (DC)
Dead Coral With Alga
(DCA)
Total (%)
Biotik Lain
Abiotik
Sand (S)
Rubble (R)
Water (WA)
Total (%)
62
Gambar 4. Grafik perbedaan persen tutupan karang hidup berdasarkan bentuk pertumbuhan pada
setiap stasiun pengamatan.
Karang Hidup
100
Karang Mati
% Cover
80
Biotik Lain
60
Abiotik
40
20
0
I
II
III
IV
Stasiun Pengamatan
Gambar 5. Grafik persen tutupan karang hidup, karang mati, biotik lain, dan abiotik.
D. Kelimpahan Acanthaster planci
Berdasarkan hasil pengamaatan di lokasi penelitian, ditemukan kelimpahan A. planci sebagai
berikut.
Kelimpahan A. planci
(ind/m2)
31.25
25.00
18.75
12.50
6.25
0.00
I
II
III
IV
Stasiun Pengamatan
1.
Suhu
Berdasarkan hasil pengamatan yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa, suhu
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
Kecerahan
Rata-rata kecerahan yang ditemukan
pada tiap stasiun pengamatan sebesar 18 m
(Tabel 1). Hal ini disebakan, daerah tersebut
merupakan daerah dengan perairan yang jernih
sehingga cahaya matahari masih dapat
menembus sampai ke dasar perairan tersebut,
sehingga tergolong baik bagi pertumbuhan
terumbu karang dan A. planci. Supriharyono
(2007) menyatakan, pada perairan yang jernih
memungkinkan penetrasi cahaya bisa sampai
pada lapisan yang sangat dalam, sehingga hewan
karang juga dapat hidup pada perairan yang
cukup dalam.
Kedalaman pengukuran kondisi terumbu
karang dan kelimpahan A. planci berkisar antara
3-8 m. Menurut Supriharyono (2007), secara
umum karang dapat tumbuh dengan baik pada
kedalaman < 20 m. Hal ini erat kaitannya dengan
terdapatnya alga simbiotik yaitu zooxanthellae
yang memerlukan sinar matahari untuk
berfotosintesis. Moran et.al. (1990) juga
menjelaskan, kedalaman maksimum yang pernah
tercatat ditemukan A. planci adalah mencapai
65 m pada perairan Great Barrier Reef,
Australia.
3.
Kecepatan Arus
Berdasarkan
hasil
pengukuran,
menunjukkan bahwa kecepatan arus permukaan
pada lokasi penelitian berkisar antara 0,07-0,50
ms-1 (Tabel 1), dimana kecepatan arus pada
Stasiun I (0,07 ms-1), II (0,09 ms-1), dan IV (0,08
ms-1) relatif sama atau lebih rendah dari Stasiun
III (0,50 ms-1). Hal ini disebabkan, pada Stasiun
I, II dan IV disebabkan adanya pengaruh
halangan oleh pulau-pulau disekitarnya (P. Tiga,
P. Simuang, dan P. Maginti), sedangkan pada
Stasiun III berhadapan langsung dengan laut
lepas (Perairan Kasipute, Kabupaten Bombana)
sehingga kecepatan arus pada daerah tersebut
cukup tinggi.
Jurnal Mina Laut Indonesia, 2013 @FPIK UNHALU
Salinitas
Rata-rata salinitas yang diperoleh pada
tiap stasiun pengamatan yaitu 30 ppt (Tabel 1).
Kisaran salinitas tersebut masih tergolong
optimal bagi pertumbuhan terumbu karang. Hal
ini sesuai pernyataan Supriharyono (2007),
salinitas yang sesuai untuk pertumbuhan dan
pembentukan terumbu karang adalah 27-35 ppt.
Berbeda dengan pernyataan Birkeland
dan Lucas (1990) yang menyatakan, toleransi
salinitas bagi A. planci berkisar antara 19-25 ppt,
sehingga kisaran salinitas tersebut kurang baik
untuk kehidupan A. planci, namun berdasarkan
hasil yang diperoleh di lokasi penelitian, masih
ditemukan A. planci pada kisaran tersebut. Hal
ini kemungkinan disebabkan oleh pola adaptasi
A. planci untuk bertahan hidup dengan
menyesuaikan diri pada kisaran salinitas
tersebut.
B.
tempat
makan.
tinggal
dan
tempat
mencari
68