Anda di halaman 1dari 11

1 Note: Tolong dibuat terstruktur masing-masing lokasi penelitian - Paper ini hanya contoh acuan untuk memulai pengelompokan

data.. - Semakin detail data yang dapat kita tampilkan semakin baik... dan semakin mudah menjelaskannya... - arah pembahasan ditujukan ke arah karang baru (rekruitment), baik substrate, kondisi, lokasi, aktivitas dll...

STUDI REKRUTMEN JUVENIL KARANG TERHADAP POLA GEOMORPHOLOGI DAN SUBSTRAT DI PERAIRAN SABANG, NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh, Indonesia Email: muhd_nasir_ac@yahoo.com

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang rekrutmen karang (juvenil karang) pasca tsunami di Teluk Pelabuhan Pulau Rubiah Sabang NAD. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis dan kelimpahan karang baru yang tumbuh pasca tsunami. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Transek Kuadrat yang terdiri atas 10 lajur transek sepanjang 30 meter dengan masing-masing transek terdiri dari 10 petak kuadrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks keragaman jenis rekrut karang pada lokasi penelitian adalah 37,78 (tinggi), sedangkan kepadatan rekrut karang pada kedalaman 1-3 meter, berkisar antara 3,6 5,6 koloni/m2 dengan jumlah rata-rata 4,54 koloni/m2. Kepadatan koloni rekrut karang pada kawasan yang berbatu cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan yang dasarnya berpasir. Persentase penutupan karang hidup sebelum tsunami adalah 64,2% (baik), sedangkan sesudah tsunami adalah 16,91% (buruk). Persentase penutupan unsur abiotik lebih tinggi dibandingkan dengan persentase penutupan karang hidup sesudah tsunami. Parameter kualitas air yang diukur di lokasi penelitian menunjukkan bahwa kualitas air di lokasi tersebut masih dalam kondisi baik. Kata kunci: rekrutmen karang, tsunami, transek kuadrat, living cover.

Pendahuluan Pemukiman penduduk di pesisir pantai dan infrastruktur umumnya hancur pasca bencana alam gempa dan tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004. Setelah bencana tsunami melanda banyak morfologi garis pantai yang berubah. Perubahan tersebut diyakini akan mempengaruhi kondisi ekologis dan biologis terhadap kawasan pesisir.

Pulau Rubiah, sebuah pulau kecil yang terletak di sebelah Barat Pulau Weh, berada di sekitar Taman Wisata Laut Iboih Kecamatan Sukakarya Kota Sabang, dikelilingi oleh terumbu karang. Kondisi terumbu karang di Pulau Rubiah sebelum tsunami 26 Desember 2004 telah dilaporkan oleh Ridwan (1998), dimana di rataan terumbu karang bagian Barat penutupan karang hidup (living cover) 2 berkisar antara 58 - 68% dan di bagian Timurnya antara 67 - 73%, yang dikategorikan dalam kondisi sehat. Sementara dari laporan penaksiran Arsyani dan Azam (2005) tentang status terumbu karang di kawasan wisata laut Iboih, dari struktur fisiknya 90% hancur dan patah pada kedalaman 2 - 3 m, terutama jenis Acropora (A. Digitate dan A. Tabulate) hancur hingga mencapai 75%. Perlu dilakukan penelitian terhadap rekrutmen terumbu karang yang berada di kawasan Teupin Sirkui dan Teluk Pelabuhan Rubiah, Sabang. Kelompok organisme yang dapat dijadikan indikator terhadap perubahan kondisi laut dan kawasan persisir antaranya adalah terumbu karang. Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan menunjukkan bahwa hampir sepanjang pantai Taman Wisata Laut Pulau Rubiah ditumbuhi oleh terumbu karang. Terumbu karang adalah salah satu penunjang ekonomi yang cukup vital bagi negara-negara yang berada di daerah tropis. Terumbu karang dengan produktifitas yang tinggi dan merupakan potensi sumber protein yang esensial bagi kehidupan manusia. Juga merupakan sumber pemasukan devisa negara melalui banyaknya perkembangan industri pariwisata. Semua hal tersebut merupakan potensi pemasukan bagi negara-negara berkembang. Keberadaan terumbu karang dalam rantai makanan merupakan hal yang sangat unik dan rumit karena terjadi hubungan timbal balik yang komplek antara komponen hewan dan tumbuhan dalam ekosistem terumbu karang. Ekosistem terumbu karang dibangun juga oleh biota-biota lain seperti : ikan, crustaea, molusca, polichaeta, porifera, tunicata, berbagai jenis plankton dan echinodermata (Nybakken, 1997). Gelombang pasang tsunami yang melanda provinsi NAD diyakini sangat mempengaruhi viabilitas dari terumbu karang. Maka, dirasa sangat perlu untuk memonitor dan mengevaluasi kondisi baik berupa pertumbuhan maupun perkembangan dari terumbu karang serta mengkaji sejauh mana pengaruh morphologi pantai terhadap penyebaran jenis-jenis karang yang baru tumbuh. Sehingga dapat menentukan kawasan yang sesuai dilakukan transplantasi karang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh morphologi dan substrat terhadap penyebaran jenis karang terutama karang yang baru tumbuh pasca tsunami. Hasil penelitian yang didapat diharapkan dapat menjadi deskripsi kondisi terumbu karang berdasarkan perubahan geomorphologi pantai. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menyusun program kegiatan pelestarian Taman Wisata Laut dan daerah sekitarnya. Metode Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan Oktober 2009 bertempat di rataan terumbu karang perairan Teluk Pelabuhan dan Teupin Sirkui Iboih Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam (Gambar 1).

3 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah snorkel, petak kuadrat 1 x 1 m2, fin, kapal boat untuk transportasi, kamera foto bawah air (Cannon S60), meteran, sarung tangan, alat tulis bawah air, tabel pengamatan, secchi disc, hand refractometer, DO meter , termometer dan kaca pembesar. Bahan-bahan yang digunakan adalah Aquades dan formalin. Untuk mengidentifikasi jenis dan struktur koloni karang digunakan buku identifikasi karang dan gambar dari berbagai life form karang (Veron, 1986). Metode Kerja Metode yang digunakan untuk pengamatan rekrutmen karang dalam penelitian ini adalah metode Transek Kuadrat (Suharsono, 1998) yaitu dengan menyelam pada lokasi penelitian yang telah ditentukan. Lokasi penelitian terdiri atas 10 lajur transek dan masing-masing lajur transek terdiri dari sepuluh petak kuadrat. Lajur transek memiliki panjang 30 meter sejajar garis pantai. Pada tiap lokasi dilakukan pengambilan data di kedalaman perairan 1-3 meter. N Pulau Rubiah Pulau Weh

Tel. Pelabuhan
T. Sirkui

500m

Iboih

Selat Aroih Rubiah

Gambar 1. Peta Pulau Weh, Sabang serta menunjukkan lokasi Penelitian Teluk Pelabuhan Pulau Rubiah. Parameter yang diamati Adapun yang menjadi parameter-parameter dalam penelitian ini adalah a. Parameter untuk rekrutmen karang yaitu : 1. Persentase tutupan karang pada habitat alami

4 2. Keragaman jenis rekrut karang 3. Kepadatan jenis rekrut karang b. Parameter untuk pengamatan faktor Fisika-Kimia perairan Parameter fisika-kimia perairan yang akan diukur dalam penelitian ini meliputi parameter fisika yaitu suhu (oC) dan kecerahan, sedangkan parameter kimia yang diukur dalam penelitian ini adalah Dissolved Okxygen (DO), pH dan salinitas (ppm).

Analisis data Indeks keragaman jenis rekrut karang Keragaman jenis rekrut karang yang terdapat pada substrat dihitung dengan menggunakan rumus indeks keragaman jenis Shanon-Wiener. (H) = - Pi Ln Pi Dimana ; H = Indeks keragaman Pi = ni / N ni = Jumlah total spesies ke i N = Jumlah total seluruh spesies (Sukarno, 1984) Kepadatan rekrut karang Kepadatan relatif jenis rekrutmen karang dihitung dengan menggunakan rumus: Kepadatan = Jumlah Individu Unit sampel (Odum, 1973) Persentase tutupan relatif karang Persentase tutupan karang relatif di hitung menggunakan metode Transek kuadrat yaitu dengan rumus persentase penutupan. Persentase Penutupan = Luas satu (kategori) koloni x 100% Luas total koloni (Giyanto et al., 1998)

Hasil dan pembahasan Kondisi Terumbu Karang di Lokasi Penelitian Hasil pengamatan rekrutmen karang pada substrat alami yang telah dilaksanakan di Teluk Pelabuhan Iboih, Sabang sejak bulan Agustus hingga September 2009, diperoleh 1 ordo, 4 famili dan 7 genus rekrut karang yang dapat dilihat pada Tabel 1

5 Ordo Famili Genus Persentase Teluk Teluk Pelabuhan Peneden

Poritidae Acroporidae Scleractinia Pocilloporidae Favidae

Porites Acropora Montipora Pocilliopora Galacea Favites Goniastrea

Tabel 1. Rekrut karang yang didapatkan di lokasi penelitian

Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa, familia Acroporidae sangat dominan ditemukan pada lokasi penelitian. Pertumbuhan famili Acroporidae juga sangat didikung oleh keberadaan substrat tempat menempel karang baru sesuai untuk famili tersebut. Kondisi sebelum tsunami pada kawasan ini dinyakini banyak ditumbuhi oleh famili ini karena dari hasil survey banyak dijumpai patahan karang famili Acroporidae Hal ini dapat dibuktikan dengan banyak patahan karang (rubble) umumnya berasal dari patahan karang Acropora (Gambar 2). Menurut Lalamentik dan Rondo (1994) bahwa, genus Acropora dikenal sebagai golongan karang yang rapuh dan sangat peka terhadap perubahan lingkungan yang drastis.

Gambar 5.1 Patahan karang (rubble) jenis Acropora

Gambar 2. Keberadaan patahan karang yang disebabkan oleh hantaman tsunami

Tabel 2 Hasil penelitian kondisi terumbu karang di tiga daerah di Sabang

No

Katagori

Rata-Rata Teupin Sirkui Teluk Pelabuhan 0,98 0,38 1,2 0,6

1 2 3 4 5

Indeks Keragaman Jenis Rekrut Karang (H) Kepadatan Rekrut Karang (koloni/transek)

Persentase living cover rekrut karang (%) Persentase penutupan karang mati (%) Persentase penutupan unsur abiotik (%)

Indeks Keragaman Jenis Rekrut Karang Indeks keragaman jenis rekrut karang pada lokasi penelitian yang paling tinggi adalah 1,2 yang terdapat di daerah Teluk Pelabuhan (Tabel 2) yang dikategorikan dalam kondisi tinggi. Menurut Rudi (2006), kriteria bagi indeks keanekaragaman adalah jika H 2,0 (keanekaragaman rendah), 2,0 < H 3,0 (keragaman sedang), dan H > 3,0 (keanekaragaman tinggi). Keanekaragaman dapat menggambarkan kondisi komunitas. Secara umum, semakin tinggi indeks keanekaragaman berarti komunitas tersebut semakin beragam. Keragaman yang tinggi menyebabkan komunitas tersebut lebih stabil dibanding dengan komunitas dengan keanekaragaman rendah. Menurunnya indeks keragaman menunjukkan adanya gangguan pada ekosistem tersebut. Salah satu penyebab tingginya keragaman jenis rekrutmen karang di Teluk Pelabuhan Iboih Sabang kemungkinan karena tidak banyak aktifitas dari manusia, dan jauh dari tempat wisata. Penyebaran larva karang menurut Hagman (2003) menjelaskan bahwa larva planktonik karang akan sangat potensial untuk terpencar ke daerah terumbu yang sangat jauh (dapat mencapai ribuan kilometer). Planula kemudian akan menempel pada substrat yang cocok dan tumbuh menjadi koloni baru. Penyebab lain tingginya keragaman jenis karang rekrutmen pada lokasi penelitian diduga karena tingginya kelimpahan kelompok herbivora berupa bulu babi dan ikanikan karang. Menurut Rudi (2006), kehadiran herbivora sangat diperlukan dalam menjaga keseimbangan didalam ekosistem terumbu karang terutama dalam kaitannya dengan makroalga. Tanpa hadirnya herbivora, maka karang akan kalah berkompetisi dengan makroalga dan bila tidak adanya kontrol dari makroalga, maka kelompok makroalga tertentu akan tumbuh dengan cepat (blooming).

Kepadatan Rekrut Karang Karang yang bersifat sesil (menetap) untuk kemudian tumbuh menjadi dewasa, sangat ditentukan oleh ketersedian substrat. Hasil penelitian kepadatan rekrut karang pada kedalaman 1-3 meter, memperlihatkan bahwa rata-rata kepadatan rekrut karang berkisar antara 0,38 koloni/m2. Kepadatan rekrut karang tertinggi diperoleh pada transek 3 di daerah Teupin Sirkui dengan jumlah kepadatan 1,7 koloni/ m2, sedangkan kepadatan rekrut karang terendah

7 diperoleh pada transek 1 dan 2 dengan nilai 0,1 koloni/ m2 (Gambar 3). Pada daerah Teluk Pelabuhan kepadatan rekrut karang tertinggi diperoleh pada transek 2 dan 3 dengan jumlah kepadatan 0,6 koloni/ m2 sedangkan kepadatan rekrut karang terendah diperoleh pada transek 1 dengan nilai 0,1 koloni/ m2. Perbedaan tinggi rendahnya rekrut karang pada ke tiga daerah ini diduga disebabkan karena perbedaan jumlah substrat yang ditempati hewan karang. Dari hasil pengamatan, transek 2 lebih banyak dijumpai substrat seperti batu dan puing-puing beton bekas bangunan yang dibawa arus balik gelombang tsunami akhir tahun 2004 lalu. Sedangkan pada transek 6, lebih dominan dijumpai pasir dan pecahan karang yang sudah mati. Selain itu, faktor kecerahan dan cahaya juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan karang. Karang merupakan organisme yang bersimbiosis dengan zooxanthellae, oleh sebab itu cahaya sangat dibutuhkan untuk proses fotosintesis organisme simbionnya tersebut. Pernyataan ini sesuai dengan Rudi (2006), yang menyatakan bahwa kurangnya intensitas cahaya membuat organisme simbion (Zooxanthellae) didalam tubuh karang tidak dapat hidup dengan baik dan optimal dalam melakukan fotosintesis.

Gambar 3. Grafik kepadatan rata-rata rekrut karang pada tiga tempat di Sabang (jumlah individu/unit sampel) NOTE: Grafik mohon di copy langsung dari exel jangan dijadi kan gambar dulu, karana sudah diedit dan tampilannya juga harus standar... Tampilan data pun harus dipisah antara lokasi dan kedalaman...

8 Persentase Penutupan Rekrutmen Karang Gempa dan gelombang tsunami yang terjadi pada akhir tahun 2004, telah mengakibatkan panambahan unsur abiotik dan karang-karang mati pada lokasi penelitian. Arus datang dan arus balik gelombang tsunami menyebabkan hancur dan terhempasnya terumbu karang tersebut. Selain itu, aktifitas manusia seperti menyelam dan menjadikan tempat tersebut sebagai jalur transportasi air juga telah mengakibatkan berkurangnya karang hidup (living cover). Persentase living cover rekrut karang Persentase penutupan karang hidup sesudah tsunami pada kedalaman 1-3 meter mencapai 5,71 - 41,16 dengan nilai rata-rata 16,91 yang dikategorikan dalam kondisi buruk. Rendahnya penutupan karang pada lokasi penelitian kemungkinan disebabkan karena proses rekrutmen baru saja terjadi, dan proses rekrutmen itu sendiri memerlukan waktu yang masih bertahun-tahun setelah terumbu karang mengalami kerusakan. Selain itu, rendahnya persentase penutupan karang juga disebabkan adanya masyarakat yang melakukan penjaringan ikan sehingga karang rekrutmen yang baru menempel terlepas dan mengalami kematian. Harapan pada masa yang akan datang penutupan karang hidup (living cover) pada lokasi ini akan kembali seperti semula seperti yang dilaporkan Ridwan (1998). Berdasarkan hasil pengamatan, persentase penutupan karang hidup tertinggi diperoleh pada transek 2 yaitu sebesar 41,16 % yang dapat dikategorikan dalam kondisi sedang, sedangkan penutupan karang hidup terendah diperoleh pada transek 6 yaitu sebesar 5,71 % yang dapat dikategorikan dalam kondisi buruk. Rendahnya persentase penutupan karang hidup pada transek 6 disebabkan karena banyak terdapat hamparan pasir. Selain itu, pada transek 6 ini juga sering dijadikan tempat sandaran kapal boat bagi wisatawan yang ingin melakukan snorkling (menyelam) sehingga dapat menyebabkan gangguan bagi karang rekrutmen.

Sebelum Tsunami

Sesudah Tsunami

6,66 %

35,8 %

72,78 %

64,2 %
karang hidup karang mati unsur abiotik

11,32 %

16,91 %

Karang hidup Karang mati Unsur abiotik

Gambar 4 Perbandingan persentase penutupan terumbu karang sebelum (Ridwan,1998) dan sesudah tsunami pada kedalaman 1-3 meter.

Persentase penutupan unsur abiotik

Persentase penutupan unsur abiotik pada kedalaman 1-3 m sesudah tsunami mengalami peningkatan yang terdiri dari batuan (rock), patahan karang (rubble), sedangkan pasir (sand) mengalami penurunan. Rubble merupakan unsur abiotik yang paling dominan dijumpai sesudah tsunami yaitu 49,15 %. Berdasarkan hasil penelitian Ridwan (1998) sebelum tsunami, persentase penutupan rubble hanya 7,88 %, sedangkan sesudah tsunami mengalami peningkatan sebesar 41,27 %. Penambahan unsur abiotik ini terjadi akibat pengaruh gelombang tsunami, aktifitas manusia serta pengaruh arus datang dan arus balik itu sendiri. Perbandingan persentase penutupan unsur abiotik sebelum dan sesudah tsunami pada kedalaman 1-3 m dapat dilihat pada Gambar 5. Pasir (sand) sebelum tsunami pada kedalaman 1 3 m persentasenya mencapai 20,36 % (Ridwan 1998). Sesudah tsunami persentase pasir (Sand) berkurang menjadi 15,76% (Gambar 4). Persentase Pasir (Sand) yang tertinggi diperoleh pada transek 6 dengan nilai 31,32 % sedangkan pada transek 1 tidak ditemukan pasir (Sand) sama sekali. Hal ini terjadi karena dasar laut pada lokasi tersebut dipenuhi oleh patahan karang. Persentase penutupan batuan (rock) pada kedalaman 1-3 m sebelum tsunami berkisar 2,46 % (Ridwan,1998), sedangkan sesudah tsunami mengalami peningkatan yaitu 6,86 %. Bebatuan (Rock) adalah sustrat yang stabil dan sangat tahan terhadap hempasan gelombang. Meningkatnya bebatuan (Rock) sesudah tsunami berhubungan erat dengan banyaknya karang yang hancur akibat tsunami. Koloni karang yang dahulunya tumbuh di atas bebatuan (Rock) kini banyak yang menghilang. Bebatuan (Rock) yang ditemukan sesudah tsunami kebanyakan gundul walaupun terkadang masih menyisakan sedikit bekas koloni karang di bagian atasnya.
Sebelum dan Sesudah Tsunami
Sebelum Tsunami 49,15 % Sesudah Tsunami

Penutupan Unsur Abiotik

60 50 40 30 20 10 0

20,36 % 15,76 % 7,88 % 6,86 % 2,46 %) Rock Unsur Abiotik Sand

Rubble

Gambar 5. Kondisi unsur abiotik pada lokasi penelitian sebelum (Ridwan, 1998) dan sesudah sesudah tsunami pada kedalaman 1 3 m.

Faktor Pembatas Pertumbuhan Karang

10 Kecepatan pertumbuhan karang sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan hidup mereka berada. Kondisi lingkungan perairan yang diukur dalam penelitian ini adalah suhu air, salinitas, cahaya, derajat keasaman dan oksigen terlarut. Rata-rata hasil pengukuran parameter fisika-kimia dapat di lihat dalam Tabel 3. Tabel 3. Hasil pengukuran nilai rata-rata parameter fisika-kimia di Teluk Pelabuhan Sabang Faktor Pembatas Suhu ( C) Kecerahan (m) Salinitas () Derajat keasaman (pH) Oksigen terlarut (mg/L)
o

No. 1 2 3 4 5

Rata-rata hasil pengukuran


27 Maks (3 m) 34 7,74 8,1

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang rekrutmen karang pasca tsunami di Teluk Pelabuhan Sabang, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari hasil penelitian, familia Acroporidae sangat dominan ditemukan pada lokasi penelitian. Hal ini kemungkinan kawasan penelitian sangat sesuai untuk pertumbuhan karang Acroporidae. 2. Indeks keragaman jenis rekrut karang pada lokasi penelitian di kategorikan dalam kondisi tinggi yaitu H= 37,78. 3. Hasil penelitian kepadatan rekrut karang pada kedalaman 1-3 meter berkisar antara 3,6 5,6 koloni/m2 dengan jumlah rata-rata 4,54 koloni/m2. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional atas dukungan dana penelitian.. Ucapan terima kasih pula disampaikan kepada Abdullah dan Rita Miani yang telah banyak membantu dalam pengambilan data lapangan dan analisa data, serta semua pihakpihak yang ikut serta membantu pelaksanaan penelitian ini. Daftar Pustaka Giyanto, M.I., T.H. Yosephine dan Rahmat. 1998. Buku Panduan Entri Data Terumbu Karang. Puslitbang LIPI, Jakarta. Hagman D. 2003. Coral Reproduction. www.flowergarden.nos.noaa.gov. [20 Agustus 2007). Lalamentik, L. Th. X dan M. Rondo, 1994. Ekosistem Terumbu Karang Pulau Bunaken. Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi, Manado. Nybakken, J. W. 1997. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Terj. dari Marine Biology: An Ecological Approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G.

11 Bengen, M. Hutomo, & S.Sukardjo. 1992. dari. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Odum, E.P. 1973. Dasar-dasar Ekologi. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Ridwan. 1998. Kondisi Komonitas Koloni Karang di Rataan Terumbu Karang Pulau Rubiah Kotamadya Sabang. Skripsi. FMIPA Unsyiah, Banda Aceh. Rudi, E. 2006. Rekrutmen Karang (Skleraktinia) di Ekosistem Terumbu Karang, Kepulauan Seribu DKI Jakarta Disertasi. IPB, Bogor. Suharsono. 1998. Buku Materi Terumbu Karang Dalam Rangka Pelatihan Dosen di Universitas Syiah Kuala Aceh. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta. Sukarno, R. 1984. Review of Coral Reef Survey And Assenment Methods Currenthly In Use Indonesia. Comparing coral reef survey methods, UNESCO. Veron, J.E.N. 1986. Coral of Australia and the Indo-Pacific. Angus & Robertson Publisher. Australia.

Anda mungkin juga menyukai