Anda di halaman 1dari 9

DIVERSITAS DAN DISTRIBUSI KARANG KERAS (Scleractinia)

DI PERAIRAN TELUK CILETUH, KABUPATEN SUKABUMI


JAWA BARAT
Faris Rifqi Abiyasa, Indah Riyantini, Muhammad Untung Kurnia Agung, Sri Astuty

ABSTRAK
Indonesia menjadi pusat diversitas terumbu karang dunia, karena sekitar 67% dari 845 total
spesies di dunia dijumpai di Indonesia. Teluk Ciletuh yang berada di Sukabumi termasuk
kedalam lingkup Teluk Pelabuhan Ratu yang diduga memiliki beberapa macam jenis karang
diantaranya tegolong kedalam jenis encrusting, foliose,submassive dan massive Terumbu
karang di pesisir sukabumi masih belum terekspos dan tergali secara menyeluruh terutama di
wilayah Teluk Ciletuh. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi terumbu karang
dan mengidentifikasi keanekaragaman genus scleractinia serta distribusi spasial di Teluk
Ciletuh. Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode survey. Penentuan titik
stasiun riset dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Sedangkan pada
proses pengambilan data terumbu karang dilakukan dengan menggunakan metode Transek
Foto Bawah Air (Underwater Photo Transect = UPT). Berdaarkan penelitian Kondisi terumbu
karang di lima stasiun pengamatan dengan menggunakan metode UPT memiliki rata-rata
sebesar 34,80 % yang tergolong sedang dengan kondisi perairan yang tergolong baik untuk
pertumbuhan karang kecuali arus yang tergolong rendah. Indeks keanekaragaman yang didapat
dari lima stasiun berada pada nilai antara 1,19 – 2,07. Genus yang ditemukan di perairan Teluk
Ciletuh sebanyak 28 genus. Acanthastrea, Acropora, Astreopora, Australogyra, Caulastrea,
Cyphastrea, Diplohastrea, Echinopora, Favia, Favites, Galaxea, Goniastrea, Hydnophora,
Leptastrea, Leptoria, Leptoseris, Lobophyllia ,Madracis, Montastrea, Montipora, Oulophyllia,
Pachyseris, Pavona ,Porites, Pseudosiderastrea ,Stylophora, Turbinaria, dan Heliopora ( Non-
Scleracitnia). Masing- masing stasiun memiliki sebaran yang beragam.

Kata Kunci : Teluk Ciletuh, scleractinia, genus, keanekaragaman, distribusi, UPT.

PENDAHULUAN tergolong dalam ordo scleractinia.


Indonesia sangat dipertimbangkan Keberadaan scleractinia menjadi sangat
menjadi pusat diversitas terumbu karang penting bagi ekosistem terumbu karang di
dunia. Sebanyak 569 jenis karang atau sekitar suatu wilayah.
67% dari 845 total spesies di dunia termasuk Terumbu karang di Teluk Ciletuh
dalam 81 genus karang dijumpai di Indonesia sampai saat ini masih belum terekspos. Hal
(Giyanto 2017). Oleh karena itu sangat wajar tersebut disebabkan karena tidak adanya data
jika terumbu karang menjadi aspek unggulan keanekaragaman dan data spasial dari
yang perlu diperhatikan. terumbu karang. Padahal Teluk Ciletuh
Penyusun utama dari terumbu karang sendiri memiliki potensi yang sangat besar
merupakan karang hermatifik. Dalam sebagai kawasan wisata. Menurut data
Siringoringo et al. (2012), karang hermatifik PKSPL-IPB (2003b) dalam Wahyudin
merupakan karang yang dapat menghasilkan (2011), terumbu karang di pesisir sukabumi
terumbu dan penyebarannya hanya di daerah masih belum terekspos dan tergali secara
tropis. Karang yang termasuk ke dalam menyeluruh. Ekosistem terumbu karang yang
karang hermatifik merupakan karang yang baru ditemukan berada di daerah Ujung
Genteng, Kabupaten Sukabumi. Jenis karang Pengambilan data tutupan terumbu
yang ditemukan antara lain karang otak dan karang pada setiap stasiun menggunakan
karang meja. Sedangkan untuk wilayah Teluk metode Underwater Photo Transec (UPT).
Ciletuh, belum banyak informasi tentang Pengambilan data dilakukan dengan
kondisi terumbu karangnya, namun diduga menggunakan transek dengan ukuran 58 cm x
terdapat bebera jenis karang di dalamnya, 44 cm. . Frame diletakkan pada transek
yang tegolong ke dalam jenis encrusting, sepanjang 50 meter sejajar garis pantai.
foliose, submassive dan massive. Maka dari Pemotretan di mulai dengan Frame 1 pada
itu perlu dilaksanakannya riset mengenai meter-1 di sebelah kanan, dilanjutkan Frame
diversitas dan distribusi spasial karang keras 2 pada meter ke-2 di sebelah kiri dan
sebagai data dasar dalam pengelolaan seterusnya hingga akhir transek, sehingga
sumberdaya pesisir dan laut di Perairan Teluk membentuk pola nomor ganjil di sebelah
Ciletuh. kanan dan nomor genap di sebelah kiri.

METODE RISET
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada
riset ini adalah peralatan scuba, gps, kamera
bawah air, roll meter, frame besi 58x44cm, Gambar 1. Ilustrasi Pengambilan Sampel Karang
thermometer, ph meter, refraktometer, secchi
disk, flow tracking, perangkat lunak ArcGis, Pengukuran kualitas air dilakukan
perangkat lunak excel, perangkat lunak selama pengamatan terumbu karang di lokasi
CPCE, buku “Jenis-Jenis Karang di penelitian. Parameter yang di ukur adalah
Indonesia” (Suharsono 2008), dan buku suhu, pH, salinitas, kecerahan, dan arus.
“Coral Finder” (Russell Kelley 2009).
Lokasi Penelitian Pengolahan Data
Data hasil pengamatan terhadap
terumbu karang dilakukan pengolahan data
menggunakan piranti lunak CPCE untuk
mendapatkan kondisi tutupan terumbu karang
dan keanekaragaman genus scleractinia. Pada
penelitian ini tutupan karang dan komponen
biotik dan abiotiknya akan dianalisis
menggunakan point count analysis dengan 30
buah titik untuk setiap framenya, dan ini
sudah representatif untuk menduga persentase
tutupan kategori dan substrat (Giyanto et al.
2010).

Penilaian Kondisi Terumbu Karang


Gambar 1. Teluk Ciletuh Kriteria penilaian terumbu karang di
gunakan untuk melihat kondisi tutupan
Pengambilan Data karang hidup yang mnegacu pada Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No.4 Tahun mengemukakan wisatawan dari Bandung dan
2001: Jakarta juga kerap mengunjungi Ciletuh. Air
1. Buruk (0% - 24,9%) laut di Teluk Ciletuh terlihat keruh pada
2. Sedang (25% - 49,9%) daerah pantai utama karena ada pengaruh dari
3. Baik (50% - 74,9%) hilir sungai yang membawa partikel sisa hasil
4. Baik Sekali (75% - 100%) industri dikawasan hulu sungai.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
Keanekaragaman Terumbu Karang Ketua Pokmasi (Kelompok Masyarakat
Indeks Keanekaragaman (H’) yang Konservasi) Geopark Ciletuh, beliau
paling umum digunakan adalah indeks menyatakan bahwa terumbu karang yang
Shanon-Wiener, dengan rumus sebagai berada di kawasan Teluk Ciletuh sudah
berikut : mengalami kerusakan akibat berbagai faktor.
𝐇 ′ = −∑𝐩𝐢 𝐥𝐧𝐩𝐢 Faktor yang paling mempengaruhi terjadinya
Menurut Brower dan Zarr (1997) kerusakan terumbu karang di perairan Teluk
dalam Giyanto (2010), keanekaragaman Ciletuh adalah kegiatan penangkapan ikan
dikatakan sangat rendah apabila nilai H < 1, yang tidak ramah lingkungan yaitu dengan
jika nilainya berkisar antara 1 – 1,5, maka menggunakan bom, penggunaan racun
dikatakan rendah dan dikatakan sedang jika sianida dan penambangan karang. Dampak
nilainya berkisar antara 1,5-2.0. Sedangkan yang terjadi dari pengebomam ikan,
dikatakan tinggi apabila nilainya > 2. menyebabkan patahnya terumbu karang yang
ada di area pengeboman ikan.
Kemerataan Terumbu Karang Pantai utama di Teluk Ciletuh
Indeks Kemerataan (J’) Pielou memiliki perairan yang sangat keruh, di
berfungsi untuk mengetahui kemerataan karenakan air limpahan dari sungai-sungai
yang bermuara ke perairan tersebut. Semakin
genus dalam setiap komunitas yang dijumpai:
ke-barat wilayah perairan Teluk Ciletuh
𝐇′ memiliki perairan yang bening. Pada pantai
𝐉′ =
𝐇′𝐦𝐚𝐱 Barat di Teluk Ciletuh bahkan memiliki
Menurut Brower dan Zarr (1997) perairan yang jernih dan pantai yang bersih.
dalam Giyanto (2010), kemerataan jenis Menurut warga sekitar, terumbu karang di
memiliki nilai indikator J = 1, dengan rincian: wilayah Teluk Ciletuh hanya terdapat di
Nilai J = 0.75< J ≤ 1 berarti tidak ada genus pantai barat yang memiliki perairan yang
yang mendominasi; jernih.
Nilai J = 0 < J ≤ 0,5 berarti ada dominasi
dalam komunitas; Kondisi Lingkungan Perairan
Nilai J = 0,5 < J ≤ 0.75 berarti beberapa Tabel 1. Hasil Pengamatan Kondisi Lingkungan Perairan
Suhu Salinitas Kecerahan Arus
populasi mendominasi. Stasiun
(Co)
pH
(ppt) (%) (m/s)
1 30 7.1 31 100 0.047
HASIL DAN PEMBAHASAN 2 29 7.3 32 100 0.034
3 30 7.34 31 100 0.03
Kondisi Umum Teluk Ciletuh 4 30 7.34 31 100 0.02
Teluk Ciletuh telah resmi 5 30 8.55 31 100 0.08
menyandang UNESCO Global Geopark pada
bulan April 2018. Selain masyarakat Kondisi suhu perairan yang berada di
Sukabumi dan sekitarnya, masyarakat sekitar Teluk Ciletuh pada lima stasiun penelitian
berkisar antara 29-30oC. Pada Kepmen LH memungkin kan terjadinya akumulasi.
No.51 tahun 2004 tertulis bahwa kondisi suhu Sementara arus yang terlalu cepat dapan
perairan dapat bervariasi dan dipengaruhi mengakibatkan terbawanya polip karang
oleh waktu dan musim, dan kondisi suhu yang menempel pada terumbu karang dan merusak
cocok untuk pertumbuhan terumbu karang ekosistem terumbu karang.
berada pada kisaran 28 - 30°C. Pada semua Cahaya merupakan salah satu faktor
stasiun memiliki kondisi suhu yang sesuai yang paling penting untuk pertumbuhan
dari suhu optimal pertumbuhan karang. terumbu karang. Tanpa adanya cahaya, maka
Nilai salinitas yang didapatkan di lima zooxhanthella tidak akan dapat
stasun pengamatan berkisar antara 31 – 32 berfotosintesis, jika hal ini terjadi maka
ppt. Nilai tersebut tidak termasuk dalam karang akan mengalami pemutihan
kondisi baik dan tidak sesuai dengan baku (bleaching) dan mati (Timotius 2003).
mutu air laut yang diterapkan oleh Kepmen Tingkat kecerahan yang diukur pada semua
LH No.51 Tahun 2004. Sedangkan nilai stasiun pengamatan memiliki persentase
salinitas yang baik yang diterapkan oleh kecerahan 100 %. Nilai ini menunjukkan
Kepmen-LH No.51 Tahun 2004 berada pada bahwa penetrasi cahaya matahari dapat
kisaran 33 – 34 ppt. mencapai dasar perairan dimana pengambilan
Nilai pH yang berada di perairan data dilakukan.
Teluk Ciletuh berkisar antara 7,1 - 8,55,
sedangkan nilai pH yang sesuai untuk Kondisi Tutupan Terumbu Karang
pertumbuhan biota laut senilai 7 - 8,5 Hasil perhitungan tutupan terumbu
(Kepmen LH No.51 2004). Nilai pH yang karang di lima stasiun pengamatan dengan
diperoleh pada saat pengamatan tidak terpaut menggunakan metode UPT memiliki rata-rata
terlalu jauh dari baku mutu yang di tetapkan sebesar 34,80 %. Berdasarkan Kepmen LH
oleh Kepmen LH No.51 2004. Nilai pH pada No. 4 tahun 2001 nilai tutupan sebesar 34,80
stasiun 5 terbilang cukup tinggi mencapai % dikategorikan sebagai sedang.
angkat 8,55, hal tersebut terjadi di duga
C NC DC OT Algae Abiotik
63.98

karena stasiun 5 merupakan stasiun yang


55.77

50.45
49.34

berdekatan dengan aliran sungai sehingga


46.32
44.11

42.95
42.03

tercampur dengan air sisa limbah warga.


29.83
23.50

Kondisi kecepatan arus pada saat


9.37

pengukuran, dapat terbilang tenang. dengan


7.85
6.02
5.95

5.66
5.48

2.81
2.43

1.89
1.64
0.82

0.58
0.54

0.35

0.35
0.00

0.00

0.00

0.00

nilai kecepatan arus berkisar antara 0,02 –


0,08 m/s, dengan nilai paling besar ada di STASIUN STASIUN STASIUN STASIUN STASIUN
stasiun 5 sebesar 0,08 m/s dan nilai paling 1 2 3 4 5

rendah pada stasiun 4 sebesar 0,02 m/s. Gambar 3. Kondisi tutupan Terumbu Karang
Menurut Suharsono (1991), kisaran arus yang Tutupan terumbu karang hidup paling
optimal bagi terumbu karang adalah 0,05-0,08 tinggi berada pada stasiun 2 sebesar 55,77%
m/s, hanya pada stasiun 1 dan stasiun 5 dan termasuk dalam kategori baik. Presentase
kecepatan arus mendekati nilai optimal untuk tutupan karang hidup paling kecil berada pada
pertumbuhan karang. Menurut Wood (1987), stasiun 1 sebesar 5,48%, dilanjutkan dengan
kecepatan arus yang terlalu lambat akan stasiun 3 sebesar 23,50% dan kedua stasiun
mengakibatkan lambatnya pembaharuan tersebut termasuk dalam kategori buruk.
antara bahan organik dan anorganik dan Stasiun yang termasuk dalam kategori sedang
yaitu stasiun 4 sebesar 46,32% dan stasiun 5 Dahulunya pada stasiun tersebut merupakan
sebesar 42,95%. lokasi penangkapan ikan hias yang dilakukan
oleh masyarakat pesisir, ikan yang ditangkap
oleh nelayan memiliki nilai ekonomis cukup
tinggi di pasar seperti ikan clownfish, dan
butterfly fish.

Gambar 4. Tutupan Terumbu Karang Stasiun 1


Stasiun satu merupakan stasiun di
daerah Pantai Batu Nunggu. Pada daerah
terebut didominasi oleh assemblage algae
(AA) sebesar 39,38% dan bebatuan sebesar
23,87%. Stasiun tersebut memang didominasi Stasiun 3 berada di lokasi Pantai Batu
oleh bebatuan saja, tidak ada tanda bekas Batik yang berada di sebelah utara stasiun 2.
kehidupan terumbu karang. Tutupan terumbu Stasiun ini memiliki presentase tutupan
karang di stasiun 1 hanya sebesar 5,48%, karang hidup sebesar 23,50%, didominasi
terdiri dari acropora encrusting (ACE), coral oleh coral encrusting (CE) sebesar 10,40%.
brancing (CB), coral encrusting (CE), dan Pada lokasi ini, di dominasi oleh bebatuan
coral heliopora (CHL). Pada lokasi tersebut (RCK) sebesar 52,48%. Dominasi bebatuan-
sangat memungkinkan bagi algae untuk bebatuan memang sudah menjadi cirikhas
mendominasi, dikarenakan kondisi suhu dan sendiri pada lokasi di perairan Teluk Ciletuh,
kecerahan yang baik serta sedikit nya lebih dari separuh tutupan dari lokasi ini
keberadaan karang, membuat algae sebagai merupakan bebatuan.
kompetitor karang baik ruang maupun cahaya
menjadi mendominasi (Yap et al. 2011).

Stasiun 4 berada di lokasi Pantai Batu


Stasiun 2 berada di lokasi Pantai Batik yang berada di sebelah timur stasiun 3.
Legon Pandan yang berada di sebelah timur Stasiun ini memiliki presentase tutupan
laut stasiun 1, stasiun ini memiliki tutupan karang hidup sebesar 46,32%, didominasi
karang yang paling besar diantara kelima oleh coral encrusting (CE) sebesar 36,09%.
stasiun. Stasiun ini memiliki presentase Pada stasiun ini karang hidup yang ditemukan
tutupan karang hidup sebesar 55,77%, merupakan jenis encrusting, hal tersebut
didominasi oleh acropora encrusting (ACE) dikarenakan jenis encrusting dapat dengan
sebesar 27,93%. Pada stasiun ini pernah ada mudah hidup dan ditemukan di area terbuka
tindakan masyarakat yang berinisiatif untuk dan memiliki banyak bebatuan, yang
mentransplantasi karang pada lokasi ini, memberikan tempat belindung untuk hewan
namun hasilnya tidak terlalu signifikan.
kecil yang sebagian tubuhnya tertutup
cangkang (English et al. 1994).

Stasiun 5 berada di lokasi Pantai


Cibanteng yang berada di sebelah timur Nilai indeks keanekaragaman pada
stasiun 4, stasiun 5 merupakan stasiun yang stasiun 1, 2, dan 5 menunjukkan nilai antara
paling dekat dengan muara sungai. Stasiun ini 1,5 – 2, yang menunjukan stasiun tersebut
memiliki presentase tutupan karang hidup memiliki keanekaragaman sedang. Pada
sebesar 42,95%. Berbeda dengan stasiun stasiun 3 menunjukkan nilai lebih dari 2, yang
lainnya, karang hidup di stasiun ini menunjukkan keanekaragaman di stasiun
didominasi oleh coral branching (CB) sebesar tersebut tinggi. Sedangkan pada stasiun 4
23,52%.Racun sianida yang tersebar di memiliki nilai antara 1 – 1,5, yang
perairan akan menempel pada terumbu karang menunjukkan keanekaragaman di stasiun
dan semakin lama membuat binatang- tersebut rendah.
binatang yang hidup dalam terumbu karang
mati. Polip-polip yang mati secara otomatis Kemerataan Genus
akan membuat karang memutih. Banyak nya Nilai indeks kemerataan genus karang
DCA pada stasiun ini di duga karena efek keras di perairan Teluk Ciletuh berkisar
jangka panjang dari racun sianida yang antara 0,44 – 0,87. Nilai kemerataaan tersebut
digunakan masyarakat dan faktor cahaya yang menunjukkan kemerataan sebaran organisme
baik sehingga algae dapat tumbuh dengan pada suatu wilayah, dan menunjukkan adakah
baik. organisme yang mendominasi atau tidak.
Pada stasiun 1, 3, dan 5 indeks kemerataan
Keanekaragaman Genus secara berurutan menunjukkan nilai 0,87;
Keanekaragaman genus karang keras 0,76; dan 0,77 yang menunjukkan bahwa
memiliki jumlah berkisar 8 – 18 genus. Pada pada stasiun tersebut sebaran merata dan tidak
stasiun 1 di temukan 8 genus, stasiun 2 ada organisme yang mendominasi. Pada
sebanyak 18 genus, stasiun 3 dan stasiun 4 stasiun 2 indeks kemerataan menunjukkan
sebanyak 15 genus, dan di stasiun 5 sebanyak nilai 0,57, menunjukkan bahwa komunitas
9 genus. Nilai indeks keanekaragaman karang tersebut labil dan ada beberapa populasi ada
keras di perairan Teluk Ciletuh berkisar 1,19 yang medominasi. Sementara pada stasiun 4
– 2,07. menunjukkan nilai 0,44 yang menunjukkan
bahwa adanya populasi yang mendominasi di
stasiun tersebut.
pchyseris, pavona, porites, pseudosiderastrea,
dan turbinaria. Pada stasiun 3 persentase
paling tinggi yaitu genus leptoseris sebesar
22,16%. Menurut Suharsono (2008), koloni
leptoseris berbentuk daun, atau lembaran tipis
atau encrusting. Leptoseris tersebar hampir
diseluruh Indonesia. Pada stasiun 3 leptoseris
yang ditemukan memiliki bentuk
pertumbuhan encrusting.
Kelimpahan Karang Keras Pada stasiun 4 terdapat 15 genus
Pada stasiun 1 terdapat 8 genus karang karang keras yang terdiri dari acropora,
keras yang terdiri dari diploastrea, cyphastrea, favia, favites, goniastrea,
echinopora, favites, goniastrea, montipora, hydnophora, leptastrea, leptoseris,
porites, turbinaria, dan heliopora. Pada lobophyllia, montipora, oulophyllia,
stasiun 1 persentase paling tinggi yaitu genus pchyseris, pavona, porites, dan turbinaria.
goniastrea sebesar 36,23%. Menurut Pada stasiun 4 persentase paling tinggi yaitu
Suharsono (2008), koloni goniastrea hampir genus leptoseris sebesar 68,25%. Pada stasiun
semua berbentuk massive, namun beberapa 4 leptoseris yang ditemukan memiliki bentuk
berbentuk lembaran atau enrusitng. pertumbuhan encrusting.
Goniastrea tersebar hampir diseluruh Pada stasiun 5 terdapat 9 genus karang
Indonesia dan biasanya di temukan di daerah keras yang terdiri dari australogyra, galaxea,
tubir. Pada stasiun 1 goniastrea yan goniastrea, leptoseris, monthastrea,
ditemukan memiliki bentuk pertumbuhan montipora, porites, turbinaria dan heliopora.
encrusting. Pada stasiun 5 persentase paling tinggi yaitu
Pada stasiun 2 terdapat 18 genus genus porites sebesar 36.34%. Pada stasiun 5
karang keras yang terdiri dari acanthastrea, porites yang ditemukan memiliki bentuk
acropora, caulastrea, chypastrea, echinopora, pertumbuhan encrusting dan massive.
favia, favites, goniastrea, leptoria, leptoseris,
madracis, montrastrea, montipora, Distribusi Karang Keras
oulophyllia, pavona, porites, stylophora, dan Hasil pengamatan di lima stasiun
turbinaria. Pada stasiun 2 persentase paling memiliki distribusi karang keras yang
tinggi yaitu genus porites sebesar 37,87%. beragam. Pada stasiun 1 terdapat 8 genus
Menurut Suharsono (2008), genus porites karang keras, pada stasiun ini tidak ada genus
memiliki banyak sekali bentuk pertumbuhan karang keras yang mendominasi. Tutupan
yaitu massive, encrusting, bercabang, dan paling tinggi terdapat pada genus goniastrea.
lembaran. Porites tersebar hampir diseluruh Pada stasiun 2 terdapat 18 genus karang keras,
perairan Indonesia. Pada stasiun 2 porites pada stasiun ini komintas pada posisi labil
yang ditemukan berbentuk massive dan dimana ada beberapa genus yang
encrusting. mendominasi yaitu leptoseris dan porites.
Pada stasiun 3 terdapat 15 genus Pada stasiun 3 terdapat 15 genus karang keras,
karang keras yang terdiri dari acanthastrea, pada stasiun ini genus karang keras tidak ada
astreopora, acropora, favia, favites, galaxea, yang mendominasi. Tutupan paling tinggi
leptastrea, leptoseris, montrastrea, montipora, terdapat pada genus leptoseris. Pada stasiun 4
terdapat 15 genus karang keras, pada stasiun
ini komunitas di dominasi oleh genus genus. Acanthastrea, Acropora, Astreopora,
leptoseris. Pada stasiun 5 terdapat 9 genus, Australogyra, Caulastrea, Cyphastrea,
tidak ada genus yang mendominasi. Tutupan Diplohastrea, Echinopora, Favia, Favites,
karang keras paling tinggi terdapat pada Galaxea, Goniastrea, Hydnophora,
genus porites. Leptastrea, Leptoria, Leptoseris, Lobophyllia
,Madracis, Montastrea, Montipora,
Oulophyllia, Pachyseris, Pavona ,Porites,
Pseudosiderastrea ,Stylophora, Turbinaria,
dan Heliopora (Non-Scleracitnia). Masing-
masing stasiun memiliki sebaran yang
beragam.

DAFTAR PUSTAKA
Giyanto, Abrar, M., Hadi, T., Budiyanto, A.,
Hafizt, M., Salatalohy, A., & Iswari,
M. Y. (2017). Status Terumbu Karang
Indonesia. Jakarta: COREMAP-CTI
Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI.
KESIMPULAN Giyanto, B.H., I., Soedarma, D., &
Kondisi terumbu karang di lima
Suharsono. (2010). Effisiensi dan
stasiun pengamatan dengan menggunakan
akurasi pada proses analisis foto
metode UPT memiliki rata-rata sebesar 34,80
bawah air untuk menilai kondisi
% yang tergolong sedang. Tutupan karang
terumbu karang. Oseanologi dan
hidup dari stasiun 1 sampai stasiun 5 secara
Limnologi di Indonesia, 36 (1): 111-
berurutan yaitu, 5,48%; 55,77%; 23,50%;
130.
46,32%; dan 42,95%. Dengan kondisi
(t.thn.). Keputusan Menteri Lingkungan
perairan yang tergolong baik untuk
Hidup Nomor 04 Tahun 2001 tentang
pertumbuhan karang kecuali arus yang
Kriteria Baku Kerusakan Terumbu
tergolong rendah menyebabkan akumulasi
Karang.
abiotik dan algae.
(t.thn.). Keputusan Menteri Lingkungan
Indeks keanekaragaman yang didapat
Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang
dari lima stasiun memiliki nilai berkisar
Baku Mutu Air Laut.
antara 1,19 – 2,07. Nilai indeks
Siringoringo, R. M., Palupi, R. D., & Hadi, T.
keanekaragaman pada stasiun 1, 2, dan 5
A. (2012). Biodiversitas Karang Batu
secara berurutan menunjukkan nilai 1,82;
(Scleractinia) di Perairan Kendari.
1,64; dan 1,69 yang menunjukkan stasiun
Jurnal Ilmu Kelautan Vol.17, (1): 23-
tersebut memiliki keanekaragaman sedang.
30.
Pada stasiun 3 menunjukkan nilai 2,07,
Suharsono. (2008). Jenis - Jenis Karang Di
menunjukan keanekaragaman di stasiun
Indonesia. Jakarta: LIPI Press.
tersebut tinggi. Sedangkan pada stasiun 4
Timotius, S. (2003). Biologi Terumbu
memilik nilai 1,19, yang menunjukan
Karang. Jakarta: Yayasan Terumbu
keanekaragaman di stasiun tersebut rendah.
Karang Indonesia.
Genus yang ditemukan di perairan
Teluk Ciletuh dari lima stasiun sebanyak 28
Wahyudin, Y. (2011). Karakteristik
Sumberdaya Pesisir dan Laut
Kawasan Teluk Pelabuhan Ratu,
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Bonorowo Wetlands 1, (1): 19-32.
Wood, E. W. (1987). Influence of seagrass on
the productivity of coastal lagoons.
Memoirs Symposium International
Costeras (UNAM-UNESCO), 495-
502.

Anda mungkin juga menyukai