0 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
KULIAH LAPANGAN EKOLOGI LAUT (BI-3108)
PULAU PRAMUKA & SEKITARNYA
19 – 20 NOVEMBER 2016
Tujuan Umum:
1. Mendeskripsikan ekosistem terumbu karang dan padang lamun di sekitar Pulau
Pramuka/Pulau Semak Daun.
2. Mendeskripsikan interaksi yang terjadi pada ekosistem terumbu karang (soft coral) di
sekitar Pulau Pramuka.
3. Mendeskripsikan pengelolaan konservasi penyu di Pulau Pramuka.
Tujuan Pengamatan:
1. Menganalisis kondisi terumbu karang di stasiun yang ditentukan berdasarkan parameter
persentase tutupan karang keras.
2. Memperkirakan jaring makanan yang terbentuk pada ekosistem terumbu karang di
stasiun soft coral.
3. Memetakan interaksi antar organisme yang terjadi pada ekosistem terumbu karang di
stasiun soft coral dan memperkirakan posisi organisme tersebut dalam suatu trophic
guild.
Terumbu Karang
Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat (CaCO3) di
laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang adalah hewan tak bertulang
belakang dalam Filum Cnidaria yang sangat sederhana, berbentuk tabung dan memiliki mulut
yang dikelilingi oleh tentakel. Karang (coral) mencakup karang dari Ordo Scleractinia dan
Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa (Veron, 2000). Terumbu
karang merupakan ekosistem yang unik dan spesifik karena pada umumnya hanya terdapat
di perairan tropis serta sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan perairan, terutama
suhu, salinitas, sedimentasi dan eutrofikasi serta memerlukan kualitas perairan alami (Veron,
1 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
1995 dan Wallace (1998). Ekosistem terumbu karang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan laut seperti cahaya, gelombang, arus, salinitas suhu, sedimentasi, ketersediaan
makanan (nutrien), pasang surut, dan tipe substrat.
Faktor fisik dan lingkungan berpengaruh terhadap keberadaan karang dan keanekaragaman
jenis. Kompleksitas dan keanekaragaman karang akan tetap ada jika kesetimbangan ekologis
dapat tercapai di antara karang dan biota yang berasosiasi dengannya. Asosiasi ini terjadi,
misalnya, dengan Echinodermata, ikan karang, lamun, alga, Acanthaster plancii dan biota
lainnya.
Karang mempunyai strategi tersendiri untuk dapat bertahan hidup, seperti bentuk
pertumbuhan dan kemampuan bereproduksi. Masing-masing karang juga memberikan
respons yang berbeda untuk bertahan terhadap penyakit, predator, serta kompetisi dalam
perebutan ruang.
2 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
Alat dan bahan yang dibutuhkan adalah: meteran gulung sepanjang 200 meter, kertas
newtop, pensil, kamera bawah air, botol sampel, refraktometer, secchi disk, DO-meter, dan
SCT-meter.
Kelompok 1 Kelompok 2
0 20 25 45 50 70 75 95 100 m
Kelompok 3 Kelompok 4
0 20 25 45 50 70 75 95 100 m
Jeda
3 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
Analisis Data Terumbu Karang
Perhitungan persentase tutupan karang keras:
4 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
Interaksi komunitas terumbu karang Soft Coral & pendataan kelompok spesies dalam
suatu trophic guild
Tujuan pengamatan:
1. Melihat interaksi yang terdapat pada ekosistem terumbu karang di stasiun pengamatan
Soft Coral.
2. Memetakan posisi suatu spesies dalam trophic guild.
3. Memperkirakan jaring makanan yang terbentuk pada ekosistem terumbu karang di
stasiun pengamatan Soft Coral.
Trophic guild merupakan suatu kelompok spesies yang berkompetisi dalam menggunakan
sumber daya yang sama, misalnya sumber makanan. Kelompok spesies yang tergabung
dalam satu guild yang sama tidak selalu berada dalam satu relung hidup yang sama. Suatu
trophic guild antara lain ditentukan berdasarkan cara makan kelompok spesies tersebut.
Untuk menentukan posisi suatu organisme pada suatu trophic guild, perlu diketahui beberapa
hal, yaitu spesies organisme yang teramati, jenis dan sumber makanan yang dimakan, tipe
diet, dan cara organisme tersebut mengonsumsi makanannya.
Metode pengamatan:
Pengamatan dilakukan di stasiun Soft Coral. Setiap kelompok mengamati satu titik
pengamatan dengan radius 5 meter selama 60 menit. Catat dan dokumentasikan jenis
organisme yang teramati berserta aktivitasnya kedalam lembar pengamatan yang telah
ditentukan. Berikut adalah klasifikasi dan kode untuk mempermudah penentuan posisi suatu
organisme pada trophic guild:
5 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
Su), Predator (memakan hewan hidup; Pr), Scavenger (memakan bangkai; Sc), Suctorial
parasite (Sp), Chemosynthetic (dengan bakteri simbiotik, Ch), Lignivorous (memakan
kayu, Li), Grazer (Gr), and Browsing (feeds by tearing or gathering particular items, Br).
6 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
EKOSISTEM PADANG LAMUN
Tujuan pengamatan:
1. Menganalisis kondisi padang lamun di Pulau Semak Daun berdasarkan parameter
persentase kerapatan tutupan lamun dan kondisi fisik perairan.
2. Menginventarisasi biota bentik dan nektonik yang hidup di dalam ekosistem padang
lamun serta mendeskripsikan bentuk adaptasinya.
Padang Lamun
Lamun adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang dapat tumbuh dengan baik dalam
lingkungan laut dangkal (Wood et al. 1969). Semua lamun adalah tumbuhan berbiji satu
(monokotil) yang mempunyai akar, rimpang (rhizoma), daun, bunga dan buah seperti halnya
tumbuhan berpembuluh yang tumbuh di darat.
Lamun mampu beradaptasi untuk hidup dan tumbuh di lingkungan laut. Untuk itu, agar dapat
berkolonisasi dan hidup sukses di laut, maka lamun:
1. mampu untuk hidup pada media air asin (garam).
2. mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam.
3. mempunyai sistem perakaran yang berkembang dengan baik.
4. mampu untuk berkembang biak secara generatif dalam keadaan terbenam, dan
5. mampu berkompetisi dengan organisme lain dalam keadaan kondisi stabil ataupun tidak
stabil pada lingkungan laut.
Terdapat 13 jenis lamun yang telah ditemukan di Indonesia, yaitu Halodule pinifolia,
Halodule uninervis, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Syringodium isoetifolium,
Thalassodendron ciliatum, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila decipiens,
Halophila minor, Halophila ovalis, Halophila sulawesii dan Halophila spinulosa.
7 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
Metode Pengamatan Ekosistem Padang Lamun
1. Pengamatan menggunakan transek dengan panjang garis transek hingga akhir
keberadaan lamun, tegak lurus dengan garis pantai.
2. Untuk pengamatan kerapatan jenis lamun, dilakukan pengambilan contoh menggunakan
petak paralon berukuran 1x1 m2 dengan jarak antar titik pengamatan sejauh 25 meter
(Gambar 3).
3. Lamun yang terdapat di dalam plot diidentifikasi jenisnya dan dihitung jumlah
individu setiap jenis (lampiran D).
4. Petak paralon yang telah dibagi-bagi menjadi 25 subpetak digunakan untuk memudahkan
perhitungan kerapatan jenis lamun berdasarkan Tabel 1. Sampel lamun diambil
seluruhnya (akar, rimpang dan daun) untuk identifikasi lanjutan.
5. Parameter fisik perairan yang diukur adalah suhu permukaan, salinitas, konduktivitas,
dan DO (oksigen terlarut) (Kepmen LH, 2004).
8 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
Analisis Data
Sensus Makrofauna
Biota yang berada di dalam plot diidentifikasi dan dihitung jumlahnya kemudian ditentukan
nilai kepadatan relatif dengan rumus:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑘𝑒 − 𝑖
𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 =
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 (𝑚2 )
9 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
KONSERVASI PENYU
Tujuan pengamatan:
1. Menentukan jumlah, ukuran, dan umur penyu yang dikelola di penangkaran tukik dan
penyu di Pulau Pramuka.
2. Mendeskripsikan pengelolaan konservasi penyu di Pulau Pramuka.
Penyu merupakan reptil yang hidup di laut serta mampu bermigrasi dalam jarak yang jauh di
sepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudra Pasifik dan Asia Tenggara. Keberadaannya
telah lama terancam, baik karena tekanan alam maupun kegiatan manusia yang
membahayakan populasinya secara langsung maupun tidak langsung. Pergeseran fungsi lahan
yang menyebabkan kerusakan habitat pantai, kematian penyu akibat kegiatan perikanan,
pengelolaan teknik-teknik konservasi yang tidak memadai, perubahan iklim, penyakit,
pengambilan penyu dan telurnya serta ancaman predator merupakan faktor-faktor penyebab
penurunan populasi penyu. Selain itu, karakteristik siklus hidup penyu sangat panjang dan
untuk mencapai kondisi “stabil” (kelimpahan populasi konstan selama 5 tahun terakhir) dapat
memakan waktu cukup lama sekitar 30–40 tahun. Oleh karena itu, sudah seharusnya
pelestarian terhadap satwa langka ini menjadi hal yang mendesak. Kondisi inilah yang
menyebabkan semua jenis penyu di Indonesia diberikan status dilindungi oleh negara
sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis-jenis
Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut,
2009).
Metode
Pengamatan konservasi penyu dilakukan dengan mengumpulkan informasi di lokasi
penangkaran yang didapat dari narasumber serta sumber data yang ada. Ukur suhu pasir
tempat penetasan telur, serta kondisi fisik air di kolam penangkaran tukik dan penyu.
Selain itu catat pula jumlah, ukuran, dan umur dari tukik dan penyu yang ada di kolam
penangkaran. Bila memungkinkan, lakukanlah identifikasi jenis – jenis tukik dan penyu yang
terdapat pada penangkaran tersebut. Kunci identifikasi penyu dapat dilihat pada lampiran E.
10 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
DAFTAR PUSTAKA
English, S., Wilkinson, C & Baker, V. 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources.
Australian Institute of Marine Science , Townsville.
Veron, JEN. 1995. Corals in Space and Time: The Biogeography and Evolution of
Scleractinian. Cornell, Univ. Press, Ithaca.
Wood, E.J.F., Odum, and J.C. Zieman. 1969. Influence of Seagrass on the Productivity of
Coastal Lagoons. In: Memoirs Symposium International Costeras (UNAM – UNESCO).
Nov’28-30-1967: 495 – 502.
11 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
LAMPIRAN A. LEMBAR IDENTIFIKASI BENTUK HIDUP KARANG & SUBSTRAT
12 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
2. CORAL NON ACROPORA
Jenis hard coral lain yang tidak berbintil - bintil radial (non acropora)
13 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
SOFT CORAL (SC)
Ciri khas: Dikibas menggunakan fin/ tangan akan goyang, tidak kaku
14 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
SPONGE (SP)
Ciri khas: memiliki lubang – lubang di banyak tempat secara acak. Lubang tidak pernah menutup
SPONGE (SP)
OTHERS (OT)
15 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
CORALLIOMORPH Halimeda sp.
ANEMONE – Sering didapati ikan badut (clown fish) yang berlindung didalamnya
TUBE WORM/ CHRISTMAS-TREE WORM – Menutup & masuk ke sela – sela karang jika disentuh
16 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
JENIS – JENIS SUBSTRAT
RUBBLE (RB) ROCK (RC) – Karang yang mati lebih dari 1 tahun
ROCK (RC) – Substrat tertutup turf algae < 3 cm ROCK (RC) – Substrat dilapisi oleh coralline algae
17 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
LAMPIRAN B. LEMBAR IDENTIFIKASI INVERTEBRATA LAUT INDIKATOR
INVERTEBRATA LAUT INDIKATOR
18 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
TERIPANG (Holothoria edulis) TERIPANG (Thelenota ananas)
19 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
LAMPIRAN C. LEMBAR IDENTIFIKASI IKAN KARANG
Long-nosed butterfly fish Chevroned butterfly fish Spot nape butterfly fish
20 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
KERAPU/ GROUPER (SERRANIDAE)
Ciri umum: Bibir bawah overlap bibir atas, bentuk mulut kebawah, mata disisi atas kepala dan dekat dengan
mulut, sirip dorsal tajam berduri, ventral rata, diam didasar
SWEETLIPS (HAEMULIDAE)
Ciri umum: Letak mulut sangat rendah, bibir atas overlap bibir bawah, bentuk kepala besar, corak hitam
21 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
PARROTFISH (SCARIDAE)
Ciri umum: mulut yang tebal dan keras seperti paruh
Fimbriated moray eel Giant moray eel White mouth moray eel
HUMPHEAD WRASSE
Ciri umum: Ukuran besar (mencapai 2m), memiliki tonjolan diatas kepala, bibir yang tebal
22 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
LAMPIRAN D. LEMBAR IDENTIFIKASI LAMUN
Halophila ovalis
Syringodium isoetifolium
Halophila spinulosa
Halophila
23 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITBminor
2016
Halophila decipiens
Enhalus acoroides
Halophila decipiens
Enhalus acoroides
24 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
Cymodocea serrulata
Thalassia hemprichii
Cymodocea rotundata Halodule pinifolia
Cymodocea rotundata
Halodule pinifolia
25 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
Halodule uninervis
LAMPIRAN E. KUNCI IDENTIFIKASI PENYU
26 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016