Anda di halaman 1dari 27

MODUL KULIAH LAPANGAN

BI-3108 EKOLOGI LAUT


Pulau Pramuka dan Sekitarnya
(Kepulauan Seribu, DKI Jakarta)
19–20 November 2016

Dirangkum & disunting dari berbagai sumber oleh:


Yuliana Z.B. Lubis, Citra Indah Lestari, R. Achmad Dzulfikar & Asisten BI-3108
Devi N. Choesin

Program Sarjana Biologi – Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati


Institut Teknologi Bandung
2016

0 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
KULIAH LAPANGAN EKOLOGI LAUT (BI-3108)
PULAU PRAMUKA & SEKITARNYA
19 – 20 NOVEMBER 2016

Tujuan Umum:
1. Mendeskripsikan ekosistem terumbu karang dan padang lamun di sekitar Pulau
Pramuka/Pulau Semak Daun.
2. Mendeskripsikan interaksi yang terjadi pada ekosistem terumbu karang (soft coral) di
sekitar Pulau Pramuka.
3. Mendeskripsikan pengelolaan konservasi penyu di Pulau Pramuka.

EKOSISTEM TERUMBU KARANG

Tujuan Pengamatan:
1. Menganalisis kondisi terumbu karang di stasiun yang ditentukan berdasarkan parameter
persentase tutupan karang keras.
2. Memperkirakan jaring makanan yang terbentuk pada ekosistem terumbu karang di
stasiun soft coral.
3. Memetakan interaksi antar organisme yang terjadi pada ekosistem terumbu karang di
stasiun soft coral dan memperkirakan posisi organisme tersebut dalam suatu trophic
guild.

Terumbu Karang
Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat (CaCO3) di
laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang adalah hewan tak bertulang
belakang dalam Filum Cnidaria yang sangat sederhana, berbentuk tabung dan memiliki mulut
yang dikelilingi oleh tentakel. Karang (coral) mencakup karang dari Ordo Scleractinia dan
Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa (Veron, 2000). Terumbu
karang merupakan ekosistem yang unik dan spesifik karena pada umumnya hanya terdapat
di perairan tropis serta sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan perairan, terutama
suhu, salinitas, sedimentasi dan eutrofikasi serta memerlukan kualitas perairan alami (Veron,

1 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
1995 dan Wallace (1998). Ekosistem terumbu karang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan laut seperti cahaya, gelombang, arus, salinitas suhu, sedimentasi, ketersediaan
makanan (nutrien), pasang surut, dan tipe substrat.

Faktor fisik dan lingkungan berpengaruh terhadap keberadaan karang dan keanekaragaman
jenis. Kompleksitas dan keanekaragaman karang akan tetap ada jika kesetimbangan ekologis
dapat tercapai di antara karang dan biota yang berasosiasi dengannya. Asosiasi ini terjadi,
misalnya, dengan Echinodermata, ikan karang, lamun, alga, Acanthaster plancii dan biota
lainnya.

Karang mempunyai strategi tersendiri untuk dapat bertahan hidup, seperti bentuk
pertumbuhan dan kemampuan bereproduksi. Masing-masing karang juga memberikan
respons yang berbeda untuk bertahan terhadap penyakit, predator, serta kompetisi dalam
perebutan ruang.

Interaksi secara biologi meliputi:


1. Agregasi: Karang secara alami dapat saling serang - menyerang sesamanya dan secara
alami terbentuk suatu hirarki dimana karang yang satu mempunyai kedudukan yang
lebih tinggi dari karang yang lain. Hal ini terlihat jelas pada karang yang hidup saling
berdekatan. Mereka dapat mengeluarkan jaringan perutnya untuk mencerna karang yang
lain.
2. Predasi: Sifat predasi sudah dimulai pada saat karang masih tigkat larva. Anakan
karang sering dimakan oleh moluska atau oleh ikan. Pada tingkat dewasa, karang
dipredasi oleh Acanthaster plancii (bulu seribu).

Pendataan Terumbu Karang


Pendataan terumbu karang di Pulau Air dilakukan menggunakan metode Line Intercept
Transect (LIT) dengan tujuan untuk menentukan komunitas bentik terumbu karang
berdasarkan bentuk pertumbuhan dalam satuan persen dan mencatat jumlah biota bentik yang
ada di sepanjang garis transek. Komunitas karang dicirikan dengan menggunakan kategori
lifeform (bentuk hidup) yang memberikan gambaran deskriptif mengenai morfologi
komunitas karang. Dilakukan pula survei ikan dan invertebrata laut menggunakan metode
Belt Intercept Transect.

2 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
Alat dan bahan yang dibutuhkan adalah: meteran gulung sepanjang 200 meter, kertas
newtop, pensil, kamera bawah air, botol sampel, refraktometer, secchi disk, DO-meter, dan
SCT-meter.

Metode Pengamatan Terumbu Karang di Pulau Air


1. Garis transek dibentangkan sepanjang 2 x 100 meter (50 meter untuk satu
kelompok) sejajar garis pantai (Gambar 1).
2. Jenis substrat maupun terumbu karang yang dilalui oleh garis transek dicatat
panjangnya dengan satuan sentimeter (cm).
a. Jenis substrat dibedakan menjadi: pasir (S), lumpur (SI), batu (RC), pecahan
karang (RB), dan karang mati (DC) (lampiran A).
b. Karang keras dibedakan berdasarkan bentuk hidupnya (Lampiran A). Setiap
jenis karang keras yang dilalui oleh garis transek didokumentasikan untuk
memudahkan pengidentifikasian lebih lanjut menggunakan kamera bawah air.
3. Hasil pengamatan dicatat pada kertas tahan air (kertas newtop).
4. Pengukuran dilakukan terhadap suhu permukaan, salinitas, konduktivitas, dan DO.
Selain itu, dicatat pula rona lingkungan di sekitar stasiun pengamatan (untuk setiap
kelompok) (English et al., 1997).

Kelompok 1 Kelompok 2

0 20 25 45 50 70 75 95 100 m

Kelompok 3 Kelompok 4

0 20 25 45 50 70 75 95 100 m

Jeda

Gambar 1. Garis transek untuk pendataan bentuk hidup terumbu karang

3 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
Analisis Data Terumbu Karang
Perhitungan persentase tutupan karang keras:

Metode Survei Ikan dan Invertebrata Laut


Survei menggunakan metode transek sabuk (Belt Intercept Transect) menggunakan transek
yang sama dengan transek untuk terumbu karang. Jarak pengamatan sekitar 2,5 meter di
kanan dan kiri transek (English et al., 1997) (Gambar 2). Data yang diambil adalah jenis
ikan yang ditemukan beserta perilaku makannya (untuk menyusun jaring makanan di
ekosistem terumbu karang). Dilakukan juga pencatatan biota lain yang berasosiasi
dengan terumbu karang (invertebrata). Kunci identifikasi invertebrata laut dan ikan karang
dapat dilihat berturut-turut pada lampiran B dan C.

Gambar 2. Metode Survei Ikan (Belt Intercept Transect)

4 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
Interaksi komunitas terumbu karang Soft Coral & pendataan kelompok spesies dalam
suatu trophic guild

Tujuan pengamatan:
1. Melihat interaksi yang terdapat pada ekosistem terumbu karang di stasiun pengamatan
Soft Coral.
2. Memetakan posisi suatu spesies dalam trophic guild.
3. Memperkirakan jaring makanan yang terbentuk pada ekosistem terumbu karang di
stasiun pengamatan Soft Coral.

Trophic guild merupakan suatu kelompok spesies yang berkompetisi dalam menggunakan
sumber daya yang sama, misalnya sumber makanan. Kelompok spesies yang tergabung
dalam satu guild yang sama tidak selalu berada dalam satu relung hidup yang sama. Suatu
trophic guild antara lain ditentukan berdasarkan cara makan kelompok spesies tersebut.

Untuk menentukan posisi suatu organisme pada suatu trophic guild, perlu diketahui beberapa
hal, yaitu spesies organisme yang teramati, jenis dan sumber makanan yang dimakan, tipe
diet, dan cara organisme tersebut mengonsumsi makanannya.

Metode pengamatan:
Pengamatan dilakukan di stasiun Soft Coral. Setiap kelompok mengamati satu titik
pengamatan dengan radius 5 meter selama 60 menit. Catat dan dokumentasikan jenis
organisme yang teramati berserta aktivitasnya kedalam lembar pengamatan yang telah
ditentukan. Berikut adalah klasifikasi dan kode untuk mempermudah penentuan posisi suatu
organisme pada trophic guild:

1. Food source: (epibenthic (EB), surface (SR), subsurface (SS);


2. Diet: (carnivorous (Ca), herbivorous (He) omnivorous (Om);
3. Food type/size: sediment (sed), particulate organic matter (pom), microfauna (contoh:
diatom, mic), meiofauna (organisme berukuran < 500 µm, mei), macrofauna (organisme
berukuran >500 µm, termasuk makroalga mac), phytoplankton (phy), zooplankton (zoo),
materi terestrial (contoh: kayu, terr).
4. Feeding mode: Deposit feeder (mencerna sedimen; De), Detritus feeder (hanya mencerna
materi tertentu, tanpa sedimen; Dt), Suspension/Filter feeder (menyaring partikel dari air;

5 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
Su), Predator (memakan hewan hidup; Pr), Scavenger (memakan bangkai; Sc), Suctorial
parasite (Sp), Chemosynthetic (dengan bakteri simbiotik, Ch), Lignivorous (memakan
kayu, Li), Grazer (Gr), and Browsing (feeds by tearing or gathering particular items, Br).

Pergerakan dan kebiasaan hidup (Motility and Life Habit)


1. Motility: Sama sekali tidak bergerak/sesil (S), dapat bergerak, namun tidak perlu
dalam makan, (discreetly moving, D), atau secara aktif bergerak dan butuh untuk
makan (motile, M).
2. Habit: Hewan yang bebas bergerak, baik di permukaan atau mengubur diri (F),
Commensal (menumpang hidup pada organisme lain, namun tidak menggangu, C),
Tubiculous (T), Burrow-dwelling (diam di tempat, sering mengubur diri, B), Attached
(menempel pada substrat yang keras (A), Parasitic (mendapat makan dari inangnya,
X), Anchored in the mud (diam di tempat, contoh: sea pens atau burrowing anemones,
U) dan Planktonic (hidup bebas terbawa di dalam kolom air, P).

6 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
EKOSISTEM PADANG LAMUN

Tujuan pengamatan:
1. Menganalisis kondisi padang lamun di Pulau Semak Daun berdasarkan parameter
persentase kerapatan tutupan lamun dan kondisi fisik perairan.
2. Menginventarisasi biota bentik dan nektonik yang hidup di dalam ekosistem padang
lamun serta mendeskripsikan bentuk adaptasinya.

Padang Lamun
Lamun adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang dapat tumbuh dengan baik dalam
lingkungan laut dangkal (Wood et al. 1969). Semua lamun adalah tumbuhan berbiji satu
(monokotil) yang mempunyai akar, rimpang (rhizoma), daun, bunga dan buah seperti halnya
tumbuhan berpembuluh yang tumbuh di darat.

Lamun mampu beradaptasi untuk hidup dan tumbuh di lingkungan laut. Untuk itu, agar dapat
berkolonisasi dan hidup sukses di laut, maka lamun:
1. mampu untuk hidup pada media air asin (garam).
2. mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam.
3. mempunyai sistem perakaran yang berkembang dengan baik.
4. mampu untuk berkembang biak secara generatif dalam keadaan terbenam, dan
5. mampu berkompetisi dengan organisme lain dalam keadaan kondisi stabil ataupun tidak
stabil pada lingkungan laut.

Terdapat 13 jenis lamun yang telah ditemukan di Indonesia, yaitu Halodule pinifolia,
Halodule uninervis, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Syringodium isoetifolium,
Thalassodendron ciliatum, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila decipiens,
Halophila minor, Halophila ovalis, Halophila sulawesii dan Halophila spinulosa.

Fungsi Ekosistem Padang Lamun


Peranan atau fungsi dari ekosistem padang lamun antara lain adalah:
1. sebagai produsen primer
2. sebagai habitat biota
3. sebagai penangkap sedimen
4. sebagai pendaur zat hara

7 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
Metode Pengamatan Ekosistem Padang Lamun
1. Pengamatan menggunakan transek dengan panjang garis transek hingga akhir
keberadaan lamun, tegak lurus dengan garis pantai.
2. Untuk pengamatan kerapatan jenis lamun, dilakukan pengambilan contoh menggunakan
petak paralon berukuran 1x1 m2 dengan jarak antar titik pengamatan sejauh 25 meter
(Gambar 3).
3. Lamun yang terdapat di dalam plot diidentifikasi jenisnya dan dihitung jumlah
individu setiap jenis (lampiran D).
4. Petak paralon yang telah dibagi-bagi menjadi 25 subpetak digunakan untuk memudahkan
perhitungan kerapatan jenis lamun berdasarkan Tabel 1. Sampel lamun diambil
seluruhnya (akar, rimpang dan daun) untuk identifikasi lanjutan.
5. Parameter fisik perairan yang diukur adalah suhu permukaan, salinitas, konduktivitas,
dan DO (oksigen terlarut) (Kepmen LH, 2004).

Gambar 3. Ilustrasi plot dalam pengamatan ekosistem padang lamun.

Tabel 1. Luas area penutupan lamun pada petak 1x1 m2

8 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
Analisis Data

Perhitungan kerapatan jenis:

D : Kerapatan jenis (jumlah tegakan/m2)


N : Jumlah tegakan
A : Luas area (m2)

Perhitungan penutupan jenis lamun:

C : persentase penutupan jenis lamun i


Mi : persentase titik tengah dari kelas kehadiran jenis lamun i
fi : banyaknya subpetak kehadiran jenis lamun i sama
f : jumlah total subpetak

Tabel 2. Status padang lamun berdasarkan KLH

Sensus Makrofauna
Biota yang berada di dalam plot diidentifikasi dan dihitung jumlahnya kemudian ditentukan
nilai kepadatan relatif dengan rumus:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 𝑘𝑒 − 𝑖
𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 =
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 (𝑚2 )

9 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
KONSERVASI PENYU

Tujuan pengamatan:
1. Menentukan jumlah, ukuran, dan umur penyu yang dikelola di penangkaran tukik dan
penyu di Pulau Pramuka.
2. Mendeskripsikan pengelolaan konservasi penyu di Pulau Pramuka.

Penyu merupakan reptil yang hidup di laut serta mampu bermigrasi dalam jarak yang jauh di
sepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudra Pasifik dan Asia Tenggara. Keberadaannya
telah lama terancam, baik karena tekanan alam maupun kegiatan manusia yang
membahayakan populasinya secara langsung maupun tidak langsung. Pergeseran fungsi lahan
yang menyebabkan kerusakan habitat pantai, kematian penyu akibat kegiatan perikanan,
pengelolaan teknik-teknik konservasi yang tidak memadai, perubahan iklim, penyakit,
pengambilan penyu dan telurnya serta ancaman predator merupakan faktor-faktor penyebab
penurunan populasi penyu. Selain itu, karakteristik siklus hidup penyu sangat panjang dan
untuk mencapai kondisi “stabil” (kelimpahan populasi konstan selama 5 tahun terakhir) dapat
memakan waktu cukup lama sekitar 30–40 tahun. Oleh karena itu, sudah seharusnya
pelestarian terhadap satwa langka ini menjadi hal yang mendesak. Kondisi inilah yang
menyebabkan semua jenis penyu di Indonesia diberikan status dilindungi oleh negara
sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis-jenis
Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut,
2009).

Metode
Pengamatan konservasi penyu dilakukan dengan mengumpulkan informasi di lokasi
penangkaran yang didapat dari narasumber serta sumber data yang ada. Ukur suhu pasir
tempat penetasan telur, serta kondisi fisik air di kolam penangkaran tukik dan penyu.
Selain itu catat pula jumlah, ukuran, dan umur dari tukik dan penyu yang ada di kolam
penangkaran. Bila memungkinkan, lakukanlah identifikasi jenis – jenis tukik dan penyu yang
terdapat pada penangkaran tersebut. Kunci identifikasi penyu dapat dilihat pada lampiran E.

10 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, A., I. N. S. Nuitja, D Soedharma, M. H. Halim, M. D. Kusrini, S. B. Lubis, R.


Alhanif, M. Khazali, M. Murdiah, P. L. Wahjuhardini, Setiabudiningsih, A.Mashar. 2009.
Pedoman Teknis Pengelolaan Konservasi Penyu. Direktorat Konservasi dan Taman Nasional
Laut.

English, S., Wilkinson, C & Baker, V. 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources.
Australian Institute of Marine Science , Townsville.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup


Nomor: 200 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku Keusakan dan Pedoman Penentuan Status
Padang Lamun. Jakarta.

Pusat Penelitian Oseanografi LIPI/DitJen Dikti Kemdiknas. 2010. Modul Pelayaran


Kebangsaan bagi Ilmuwan Muda (PKIM). Modul Lamun, Modul Karang, Modul Ikan.

Veron, JEN. 1995. Corals in Space and Time: The Biogeography and Evolution of
Scleractinian. Cornell, Univ. Press, Ithaca.

Wood, E.J.F., Odum, and J.C. Zieman. 1969. Influence of Seagrass on the Productivity of
Coastal Lagoons. In: Memoirs Symposium International Costeras (UNAM – UNESCO).
Nov’28-30-1967: 495 – 502.

Yusuf, A. 2000. Mengenal Penyu. Yayasan Alam Lestari, Jakarta.

11 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
LAMPIRAN A. LEMBAR IDENTIFIKASI BENTUK HIDUP KARANG & SUBSTRAT

HARD CORAL (HC)

RECENTLY KILLED CORAL (RKC) DEAD CORAL (DC)


1. CORAL ACROPORA
Berbintil – bintil dengan pola radial. Diujung cabang (axis) ada 1 bintil (coralite)

ACROPORA BRANCHING (ACB)

ACROPORA DIGITATE (ACD) ACROPORA TABULAR (ACT)

ACROPORA SUBMASSIVE (ACS) ACROPORA ENCRUSTING (ACE)

12 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
2. CORAL NON ACROPORA
Jenis hard coral lain yang tidak berbintil - bintil radial (non acropora)

NON ACROPORA ENCRUSTING (CE) NON ACROPORA MASSIVE (CM)

NON ACROPORA SUBMASSIVE (CSM) NON ACROPORA MUSHROOM (CMR)

NON ACROPORA MILLEPORA (CME) – BAHAYA! MENYENGAT JIKA DISENTUH

NON ACROPORA FOLIOSE (CF) NON ACROPORA BRANCHING (CB)

13 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
SOFT CORAL (SC)
Ciri khas: Dikibas menggunakan fin/ tangan akan goyang, tidak kaku

LEATHERY SOFT CORAL (SCL) BLEACHED SOFT CORAL (RKC)

ZOANTHID (ZO) – Tentakel didalam (kiri) dan diluar (kanan)

NUTRIENT INDICATOR ALGAE (NIA)


Alga yang menutupi substrat dikatakan NIA ketika ketebalannya lebih dari 3 cm

14 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
SPONGE (SP)
Ciri khas: memiliki lubang – lubang di banyak tempat secara acak. Lubang tidak pernah menutup

SPONGE (SP)

PIPE SPONGE (SP) ENCRUSTING SPONGE (SPE)

OTHERS (OT)

ASCIDIAN – Lubang akan menutup ketika dikibas dengan fin/ tangan

HYDROID – BAHAYA! MENYENGAT GORGONIAN

15 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
CORALLIOMORPH Halimeda sp.

ANEMONE – Sering didapati ikan badut (clown fish) yang berlindung didalamnya

TUBE WORM/ CHRISTMAS-TREE WORM – Menutup & masuk ke sela – sela karang jika disentuh

16 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
JENIS – JENIS SUBSTRAT

SAND (S) SILT (SI)

RUBBLE (RB) ROCK (RC) – Karang yang mati lebih dari 1 tahun

ROCK (RC) – Substrat tertutup turf algae < 3 cm ROCK (RC) – Substrat dilapisi oleh coralline algae

17 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
LAMPIRAN B. LEMBAR IDENTIFIKASI INVERTEBRATA LAUT INDIKATOR
INVERTEBRATA LAUT INDIKATOR

BANDED CCORAL SHRIMP (S. hispidus) CROWN OF THORNS (A. planci)

SPINY LOBSTER (Panulirus spp.)

COLLECTOR URCHIN (Tripneustes spp.) PENCIL URCHIN (H. Mammillatus)

DIADEMA URCHIN (Diadema spp.) TERIPANG (Stichopus chloronotus)

18 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
TERIPANG (Holothoria edulis) TERIPANG (Thelenota ananas)

GIANT CLAMS (Tridacna spp.) TRITON (Charonia spp.)

TROCHUS (Trochus niloticus) Drupella spp. SNAILS

19 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
LAMPIRAN C. LEMBAR IDENTIFIKASI IKAN KARANG

BUTTERFLY FISHES (CHAETODONTIDAE)


Ciri umum: badan tinggi dan pipih, ekor kecil, moncong panjang, terdapat garis gelap vertikal yang melewati
mata, corak pada umumnya berwarna hitam – putih – kuning.

Blacklip Butterfly fish Vagabond butterfly fish Black-backed butterfly fish

Long-nosed butterfly fish Chevroned butterfly fish Spot nape butterfly fish

Teardrop butterfly fish Reticulated butterfly fish Schooling bannerfish


JANGAN TERTUKAR DENGAN JENIS – JENIS IKAN BERIKUT:

Angelfish (Pomacanthidae) Moorish Idol (Acanthuridae)


Pembeda: memiliki corak tubuh berwarna biru, mulut pendek, terdapat Pembeda: corak kuning pada
duri diatas insang, soliter, ukuran lebih besar hidung, sirip & ekor hitam

20 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
KERAPU/ GROUPER (SERRANIDAE)
Ciri umum: Bibir bawah overlap bibir atas, bentuk mulut kebawah, mata disisi atas kepala dan dekat dengan
mulut, sirip dorsal tajam berduri, ventral rata, diam didasar

Camouflage grouper Coral grouper Honeycomb grouper

Humpback grouper Leopard grouper Slender grouper

KAKAP/ SNAPPER (LUTJANIDAE)


Ciri umum: sirip pectoral berbentuk segitiga mengarah keatas, bentuk kepala cenderung memanjang (slender)

Blacktail snapper Blue-striped snapper Twospot snapper

SWEETLIPS (HAEMULIDAE)
Ciri umum: Letak mulut sangat rendah, bibir atas overlap bibir bawah, bentuk kepala besar, corak hitam

Many spotted sweetlips Oriental sweetlips Striped sweetlips

21 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
PARROTFISH (SCARIDAE)
Ciri umum: mulut yang tebal dan keras seperti paruh

Bullet head parrotfish Redlip parrotfish Palenose parrotfish

Yellow bar parrotfish Bumphead parrotfish

MORAY EEL (MURAENIDAE)


Ciri umum: soliter, bersembunyi dicelah karang, badan pipih & panjang, gigi tajam, diam dengan mulut terbuka

Fimbriated moray eel Giant moray eel White mouth moray eel

HUMPHEAD WRASSE
Ciri umum: Ukuran besar (mencapai 2m), memiliki tonjolan diatas kepala, bibir yang tebal

22 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
LAMPIRAN D. LEMBAR IDENTIFIKASI LAMUN

Syringodium isoetifolium Halophila ovalis

Halophila ovalis

Syringodium isoetifolium

Halophila spinulosa Halophila minor

Halophila spinulosa

Halophila
23 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITBminor
2016
Halophila decipiens
Enhalus acoroides

Halophila decipiens

Enhalus acoroides

Thalassia hemprichii Cymodocea serrulata

24 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016

Cymodocea serrulata
Thalassia hemprichii
Cymodocea rotundata Halodule pinifolia

Cymodocea rotundata
Halodule pinifolia

Halodule uninervis Thalassodendron ciliatum

25 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016
Halodule uninervis
LAMPIRAN E. KUNCI IDENTIFIKASI PENYU

26 | Modul Kuliah Lapangan BI3108 EKOLOGI LAUT – Biologi SITH ITB 2016

Anda mungkin juga menyukai