Oleh :
2
tetapi banyak terdapat variasi faktor lingkungan yang terbesar dibandingkan
dengan daerah lautan lainnya, karena itu keragaman organismenya sangat besar.
Salah satu hewan yang terdapat di zona intertidal adalah hewan yang termasuk
dalam kelas Crustacea.
Daerah Bentar merupakan salah satu kawasan yang termasuk dalam wilayah
Kabupaten Probolinggo. Dimana daerah ini merupakan salah satu daerah yang
memiliki wilayah pesisir pantai yang cukup luas dengan dapat ditemui berbagai
karateristik substrat pantai yang ada didalamnya, mulai dari pantai berpasir,
berlumpur dan berbatu karang (Anonim, 2009).
Dengan karateristik substrat pantai yang berbeda pada zona intertidal Daerah
Bentar serta minimnya data mengenai dominansi Crustacea, maka perlu
dilakukan penelitian mengenai dominansi Crustacea pada zona intertidal di
kawasan pantai Bentar Kabupaten Probolinggo. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan data mengenai kecendrungan habitat Crustacea serta
keanekaragamannya dalam berbagai tipe substrat yang berbeda yang ada pada
zona intertidal pantai Bentar, Kabupaten Probolinggo.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka pada penelitian ini rumusan masalah yang
dikaji adalah
1. Bagaimana dominansi Crustacea pada zona intertidal di kawasan pesisir
pantai Bentar, kabupaten Probolinggo ?
2. Bagaimana tingkat kemerataan crustacea pada zona intertidal di kawasan
pesisir pantai Bentar, Kabupaten Probolinggo?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui dominasi Crustacea pada zona intertidal di kawasan pesisir
pantai Bentar, kabupaten Probolinggo
2. Mengukur tingkat kemerataan Crustacea pada zona intertidal di
kawasan pesisir pantai Bentar, kabupaten Probolinggo.
3
1.4 Manfaat Penelitian
a. Manfaat bagi ilmu pengetahuan
Dari hasil penelitian ini secara keseluruhan dapat dijadikan sebagai sumber
belajar dalam bidang kajian mengenai habitat crustacea yang ada pada kajian
ekologi hewan.
b. Manfaat bagi masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang informasi habitat alami
yang bisa digunakan untuk pemanfaatan maupun berwirausaha.
c. Manfaat teoritis
Menambah khasanah keilmuwan mengenai dominasi Crustacea pada zona
intertidal di kawasan pesisir pantai Bentar, kabupaten Probolinggo
1.5 Batasan Penelitian
a. Spesies yang diteliti adalah crustacea
b. Tempat penelitian dilakukan di daerah pesisir pantai Bentar Kabupaten
Probolinggo di zona intertidal.
c. Indikator yang akan diteliti adalah Keanekaragaman jenis dan dominasi
Crustacea pada zona intertidal.
1.6 Definisi Istilah
Adapun beberapa hal mengenai definisi operasional yang diangkat oleh
penulis diantaranya sebagai berikut :
1. Keanekaragaman
Keanekaragaman merupakan jumlah dan kelimpahan relatif dari spesies
dalam sebuah komunitas biologis (Campbell dan Reece, 2008). Menurut
Soegianto dalam Katili (2011) Keanekaragaman jenis adalah sebagai suatu
karakteristik tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologisnya. Dalam
penelitian ini keanekaragaman yang dimaksud ialah keanekaragaman jenis
dari kelas Crustacea.
2. Dominansi Crustacea
Dominansi Crustacea merupakan perihal atau keadaan dominan
atau kecendrungan Crustacea padalingkungan luar dimana Crustacea hidup
(Sitorus, 2000). Dalam penelitian ini dominansi Crustacea yang dimaksud
4
adalah dominansi habitat dari kelas Crustacea pada zona intertidal yang ada di
kawasan pesisir Bentar.
3. Zona Intertidal
Zona intertidal merupakan zona dangkal dari samudera yang bersisian
dengan daratan dan terletak diantara garis pasang naik dan pasang
surut (Campbell dan Reece, 2008). Sesuai dengan pendapat diatas (Nyabaken
dalam Katili, 2011) menyatakan zona intertidal merupakan daerah laut yang
dipengaruhi oleh daratan.
4. Kawasan Pesisir
Kawasan pesisir merupakan pencakupan semua wilayah yang merupakan
kawasan pertemuan antara daratan dan lautan, kearah darat meliputi bagian
daratan baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi oleh
proses-proses yang berkaitan dengan laut atau sifat-sifat laut.
Seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin. Sedangkan ke
arah laut kawasan pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh
proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar,
maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti
penggundulan hutan dan pencemaran (Arif, 2008).
5. Brosur
Adalah terbitan tidak berkala yang dapat terdiri dari satu hingga sejumlah
kecil halaman, tidak terkait dengan terbitan lain, dan selesai dalam sekali
terbit (Anonim, 2012a). Sesuai dengan pernyataan diatas Erlawati (2010)
menjelaskan bahwa brosur adalah alat promosi yang terbuat dari kertas yang
di dalamnya terdapat sejumlah informasi dan penawaran mengenai jasa atau
produk.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Crustacea
Kigdom : Animalia
Filum : Antropoda
Kelas : Crustacea
Gambar 2.1 Scyllarus sp
6
2.1.1Karekteristik dan Klasifikasi Crustacea
. Crustacea berasal dari bahasa latin crusta berarti kulit memiliki kulit yang
keras.Udang, lobster, dan kepiting adalah contoh kelompok ini. Umumnya hewan
Crustacea merupakan hewan akuatik, meskipun ada yang hidup di darat.Crustacea
dibedakan menjadi dua subkelas berdasarkan ukuran tubuhnya, yaitu
Entomostraca dan Malacostraca (Jasin, 1991). Entomostraca umumnya berukuran
kecil dan merupakan zooplankton yang banyak ditemukan di perairan laut atau air
tawar golongan hewan ini biasanya digunakan sebagai makanan ikan, contohnya
adalah ordo Copepoda, Cladocera, Ostracoda, dan Amphipoda. Sedangkan,
Malacostrata umumnya hidup di laut dan pantai. Yang termasuk ke
dalam Malacostrata adalah ordo Decapoda dan Isopoda. Contoh dari spesiesnya
adalah udang windu, udang galah (Macrobanchium rosenbergi), rajungan
(Neptunus pelagicus), dan kepiting bakao (Scylla serrata) (Capmbell dan Reece,
2008).
1. Ordo Decapoda
Kigdom : Animalia
Filum : Antropoda
Kelas : Crustacea
Sub kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Gambar 2.2 Callinectes diogenes
Decapoda berarti hewan berkaki sepuluh. Ordo ini sangat penting, baik
dari segi ekonomi maupun biologi, terdiri dari enam ribu jenis Crustacea
berukuran besar dan banyak dikenal orang. Karapasnya menutupi seluruh dada,
ada tiga pasang maksiliped, lima pasang kaki jalan, pasang pertama biasanya lebih
besar daripada pasang kaki yang lain, dengan capit pencubit dan kebanyakan
hidup di laut.
Decapoda biasa dibagi menjadi tiga kelompok menurut bentuk
abdomennya, yakni Macrura, Anomura, dan Brachyura (Romimuhtarto dan
Juwana, 2007).
7
2. Ordo Stomatopoda
Kigdom : Animalia
Filum : Antropoda
Kelas : Crustacea
Sub kelas : Malacostraca
Ordo : Stomatopoda
Gambar 2.3 Lepidophthalmus louisianensi
Stomatopoda yang banyak dikenal sebagai udang ronggeng mempunyai
bentuk tubuh yang menyerupai belalang sembah (mantis). Tubuh hewan ini
memanjang dengan abdomen lebar, karapas menutupi tiga dari tujuh ruas dada,
mata bertangkai, ada insang yang terletak pada lima pasang embelan abdomen
pertama. Pasang kedua dari maksiliped sangat besar dan agak berbentuk capit
(subchelate), sehingga membuat hewan ini seperti belalang sembah. Kepala
ditutupi oleh karapas, yang menutupi kepala dan sebagian ruas-ruas dada,
contohnya Decapoda (Romimuhtarto dan Juwana, 2007).
3. Ordo Nebaliacea
Kigdom : Animalia
Filum : Antropoda
Kelas : Crustacea
Sub kelas : Malacostraca
Ordo : Nebaliacea
Gambar 2.4 Nebalia geoffroyi
Malacostraca laut yang primitif dengan tujuh ruas abdomen, mata
bertangkai, dada dengan delapan pasang insang seperti daun, dengan tubuh yang
ramping dan pipih kiri-kanan, telurnya dibawa oleh bulu kaku pada embelan dada
dari hewan betina, contohnya Nebalia geoffroyi (Romimuhtarto dan Juwana,
2007).
8
4. Ordo Mysidacea
Kigdom : Animalia
Filum : Antropoda
Kelas : Crustacea
Sub kelas : Malacostraca
Ordo : Mysidacea
Gambar 2.5 Mysis relicta
Karapasnya menutup hampir seluruh dadanya, mata bertangkai, embelan
dada semua bercabang dua, contohnya Mysis oculata (Romimuhtarto dan Juwana,
2007).
5. Ordo Cumacea
Kigdom : Animalia
Filum : Antropoda
Kelas : Crustacea
Sub kelas : Malacostraca
Ordo : Cumacea
Gambar 2.6 Diastylis goodsiri
Karapasnya tidak menutupi seluruh dadanya, mata tidak bertangkai, tidak
ada uropod atau kipas ekor, contohnya Diastylis goodsiri (Romimuhtarto dan
Juwana, 2007).
6.Ordo Isopoda
Kigdom : Animalia
Filum : Antropoda
Kelas : Crustaceae
Sub kelas : Malacostraca
Ordo : Isopoda
Gambar 2.7 Trichoniscus pusillus
Hewan dari ordo ini hidup di berbagai habitat, mulai dari danau, sungai,
darat dan laut dan juga parasit pada biota lain. Sifat umumnya adalah badan pipih
atas-bawah. Mata tak bertangkai. Kelompok hewan ini terdiri dari beberapa jenis,
9
umumnya disebut gribbles, contohnya Idothea rectilinea. Marga-marga Ligia dan
Ligydia adalah bentuk umum. Mereka sudah menyusaikan diri hidup diluar air
dan menyusaikan diri hidup diudara bebas. Ada yang hidup parasit pada
Crustacea, tetapi tidak pada kelompok lain (Romimuhtarto dan Juwana, 2007).
7. Ordo Amphipoda
Kigdom : Animalia
Filum : Antropoda
Kelas : Crustacea
Sub kelas : Malacostraca
Ordo : Amphipoda
Gambar 2.8 Diastylis sculpta
Serupa dengan isopoda, keduanya mempunyai dada beruas dan bukan
kepala-dada. Dada terbagi dalam tujuh ruas yang dapat digerak-gerakkan, yang
memungkinkannya bergerak lebih bebas. Jika Isopoda pipih atas-bawah,
Amphipoda pipih kiri-kanan, mata tak bertungkai, tak mempunyai karapas dan tak
mempunyai uropod, contohnya Amphipoda (Romimuhtarto dan Juwana,
2007).
8. Ordo Euphausiacea
Kigdom : Animalia
Filum : Antropoda
Kelas : Crustacea
Sub kelas : Malacostraca
Ordo : Euphausiacea
Gambar 2.9 Euphausia pacifica
Hewan ini seperti udang tapi kecil (sampai 6 cm) dengan mata majemuk
yang umumnya terletak pada tangkai, alat cahaya yang biasanya terdapat pada
dasar mata dan di tubuh, insang pada kaki-kakinya tidak ditutupi karapas yang
menutupi delapan ruas pertama Crustacea, kakinya bercabang dua (biramous) dan
beberapa jenis tembus pandang, lainnya berwarna merah, ada satu jenis yang
dinamakankrill, yang dalam jumlah yang sangat besar menjadi makanan bagi ikan
10
paus tertentu contohnyameganyctiphanes norvegica (Romimuhtarto dan Juwana,
2007).
2.1.2Habitat Crustacea
Habit adalah tempat tinggal atau tempat hidup mahluk hidup (Irwan,
2007). Sedangkan menurutRomimohtarto dan Juwana (2007) Habitat merupakan
tempat atau lingkungan luar dimana tumbuh tumbuhan dan hewan hidup. Sesuai
dengan pendapat di atas Kuspiadi dalam Valorischa (2012) mengatakan habitat
merupakan lingkungan tempat makhluk hidup beradaptasi.
Crustacea hidup disemua jenis habitat perairan dengan 89% diantaranya
hidup diperairan laut, 10% diperairan air tawar dan 1% di perairan teresterial
(Abele dalam Syamsurisal, 2011). Udang laut merupakan tipe yang tidak mampu
atau mempunyai kemampuan terbatas dan mentolerir perubahan salinitas.
Kelompok ini biasanya hidup terbatas pada daerah terjauh pada estuari yang
umumnya mempunyai salinitas 30% atau lebih. Kelompok yang mempunyai
kemampuan untuk mentolerir variasi penurunan salinitas sampai dibawah 30%
hidup di daerah terestrial dan menembus hulu estuari dengan tingkat kejauhan
bervariasi sesuai dengan kemampuan spesies untuk mentolerir penurunan tingkat
salinitas. Kelompok terakhir adalah udang air tawar.
Kelompok ini biasanya tidak dapat mentolerir salinitas diatas 5%. Udang
menempati perairan dengan berbagai tipe pantai seperti: pantai berpasir, berbatu
ataupun berlumpur. Spesies yang dijumpai pada ketiga tipe pantai ini berbeda-
beda sesuai dengan kemampuan masing-masing spesies menyesuaikan diri dengan
kondisi fisik, kimia perairan (Nybakken dalam Syamsurisal, 2011 ).
11
tanamankelapa di Maluku. Sub-kelas Entomostraca juga dimanfaatkan manusia
sebagai pakan ikan untuk industri perikanan. Crustacea juga mempunyai peranan
yang sangat pentig didalam ekologi laut yaitu sebagai penyeimbang ekosistem
laut (Campbell dan Reece, 2008).
2.1.4 Keanekaragaman
Keanekaragaman merupakan jumlah dan kelimpahan relatif dari spesies
dalam sebuah komunitas biologis (Campbell dan Reece, 2008). Menurut
Soegianto dalam Katili (2001) Keanekaragaman jenis adalah sebagai suatu
karakteristik tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologisnya.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keanekaragaman
merupakan kelimpahan jumlah spesies yang menempati suatu daerah tertentu.
Dalam penelitian ini yang dimaksud adalah keanekaragaman jenis Crustacea yang
terdapat pada zona intertidal pantai Bentar Probolinggo.
2.1.5 Zona intertidal
12
intertidal merupakan bentangan pantai yang terletak antara paras air tertinggi dari
pasang surut purnama kearah daratan dan paras air terendah dari pasang surut
purnama kearah laut. Campbell dan Reece (2008) juga berpendapat bahwa zona
intertidal merupakan zona dangkal dari samudra yang bersisian dengan daratan
dan terletak diantara garis pasang naik dan pasang surut (Gambar 2.2).
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa zona intertidal
merupakan daerah terkecil dari semua daerah yang terdapat di samudera dunia
berupa pinggiran yang sempit.
2.1.5.1 Salinitas
Faktor yang bereaksi pada daerah intertidal adalah salinitas yang mana
dapat menimbulkan tekanan osmotik. Perubahan salinitas akan mempengaruhi
keseimbangan di dalam tubuh organisme melalui perubahan berat jenis air dan
perubahan tekanan osmosis. Semakin tinggi salinitas, semakin besar tekanan
osmosisnya sehingga organisme harus memiliki kemampuan beradaptasi terhadap
perubahan salinitas sampai batas tertentu melalui mekanisme osmoregulasi.
Menurut (Nybakken dalam Hariyadi, 2012) osmoregulasi adalah kemampuan
mengatur konsentrasi garam atau air di cairan internal.
Selanjutnya (Nybakken dalam Hariyadi, 2012) menjelaskan bahwa fluktuasi
salinitas di daerah intertidal disebabkan oleh dua hal. Pertama akibat hujan lebat
sehingga salinitas akan sangat turun dan kedua akibat penguapan yang sanngat
tinggi pada siang hari sehingga salinitas akan sangat tinggi. Organisme yang
hidup di daerah intertidal biasanya beradaptasi untuk mentolerir perubahan
salinitas yang cukup tinggi yaitu sekitar 15 o/o.
Salinitas dapat mempengaruhi penyebaran organisme Crustacea baik secara
horizintal, maupun vertikal. Secara tidak langsung mengakibatkan adanya
perubahan komposisi organisme dalam suatu ekosistem (Odum dalam
Syamsurisal, 2011). Crustacea yang bersifat mobile mempunyai kemampuan
untuk bergerak guna menghindari salinitas yang terlalu rendah, namun Crustacea
13
yang bersifat sessile akan mengalami kematian jika pengaruh air tawar
berlangsung lama (Campbell dan Reece, 2008).
2.1.5.2 Suhu
Suhu air permukaan diperairan nusantara kita umumnya berkisar
antara 28-31C, dan suhu air didekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi dari pada
dilepas pantai (Nontji dalam Syamsurisal, 2011). Selanjutnya dikatakan bahwa
hewan laut dapat hidup pada batas suhu tertentu, ada yang mempunyai toleransi
besar terhadap perubahan suhu, disebut bersifat euritem,sebaliknya ada pula
toleransinya sangat kecil disebut bersifat stenoterm. Hewan yang hidup pada zona
pasang surut dan sering mengalami kekeringan mempunyai daya tahan yang besar
terhadap perubahan suhu.
Hutabarat dan Evans dalam Syamsurisal (2011) menjelaskan tentang
daerah intertidal yang sangat berbahaya karena suhunya yang tinggi akibat
pemanasan dari sinar matahari. Hal ini yang paling sering adalah resiko
kemunkinan besarnya kehilangan air tubuh yang basah dan sifatnya cepat
kehilangan air akibat penguapan.
14
Bentar Indah adalah obyek wisata Pantai yang terletak di tepi jalan
Surabaya Banyuwangi, Kecamatan Gending 7 Kilometer dari Kota Probolinggo,
ke arah timur. Pantai Bentar sangat potensial mengingat .lokasi merupakan
lintasan wisata overland Jawa-Bali, bisa dikembangkan menjadi semacam resort.
Di sekitar pantai direncanakan akan didirikan Hotel Terapung lengkap dengan
fasilitas penunjang lainnya berupa water sport, sea aquarium, play ground,
swimming pool, mangroves forest, fish pond dll. Apalagi di sepanjang perjalanan
dari Surabaya-Bali hanya ada satu stop over bagi wisatawan, yaitu Pantai Pasir
Putih (Situbondo). Makanya Bentar Indah dianggap cukup menjanjikan,
khususnya bagi pengusaha restorant dan perhotelan.Letaknya berada di tikungan
jalan raya, berseberangan dengan bukit. Dari atas bukit, nampak lokasi Bentar
Indah berada dibibir pantai dengan latar belakang pemandangan laut yang sangat
indah.
15
Struktur Komonitas Crustacea Pada Zona Intertidal Di Teluk Berinding.
Persamaan tersebut terdapat pada topik pengkajian yang sama yaitu mencari
indeks keanekaragaman jenis Crustacea pada zona intertidal.
Crustacea adalah suatu kelas yang menempati daerah pasang surut pantai.
Adapun kecendrungan hidup darikelas ini yaitu tergantung pada jenisnya, ada
yang cendrung hidup pada substrat pantai yang berpasir, berlumpur dan substrat
yang berkarang. Semua itu juga tergantung dari keadaan suhu, pH, dan salinitas
air disekitarnya.
2.3 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan studi pustaka diatas dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut :
a. Dominansi Crustacea pada zona intertidal di kawasan pesisir pantai
Bentar, kabupaten Probolinggo lebih mengarah pada filum tertentu
b. Tingkat kemerataan crustacea pada zona intertidal di kawasan pesisir
pantai Bentar, Kabupaten Probolinggo adalah seimbang
16
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif, yaitu pencarian fakta status
sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun
suatu peristiwa pada masa sekarang dengan interpretasi yang tepat, untuk mencari
sebab atau hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu (Sedarmayanti dan
Syarifudin, 2002).
B. Instrumen Penelitian
1. Penelitian Pendahuluan
Tahap ini meliputi studi literatur dan pengumpulan data yang berhubungan
dengan penelitian, survei awal lapangan dan persiapan alat penelitian. Penelitian
pendahuluan dilakukan untuk menentukan lokasi penelitian maupun ukuran
wilayah pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian.
2.Penelitian Utama
Penelitian utama terdiri dari tiga tahap yaitu pengambilan
data Crustacea, pengukuran parameter lingkungan, dan identifikasi sampel
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Peta Wilayah Kabupaten Probolinggo
17
2.Sketsa Pengambilan Sampel
Tepi Pantai
Pengambilan sampel Crustacea ini dilakukan pada saat air laut surut yaitu
pada saat surut terendah dengan metode jelajah dan metode transek kuadrat
(Gambar 3.3). Metode jelajah dimaksudkan untuk mendata keanekaragaman
jenis Crustacea di sekitar stasiun penelitian terutama yang di luar kuadrat plot.
Metode transek kuadrat dimaksudkan untuk mengetahui penyebaran jenis dan
kelimpahan Crustaceasebagai indikator dominansi. Pemasangan kuadrat
dilakukan pada garis transek yang telah dibentangkan dari bibir pantai ke tengah
zona intertidal sampai jarak 100 M, jarak antara kuadrat dalam satu transek yaitu
10 M, dengan besar kuadrat 1x1 M. Pengambilan
fauna Crustacea dengan mencuplik lansung dilapangan. Sedangkan identifikasi
sampal dilakukan di laboratorium IKIP Mataram.
Parameter lingkungan yang diukur antara lain adalah pH dengan menggunakan
pH meter, suhu dengan termometer batang, dan kuat atau kecepatan arus dengan
bola plastik yang di modifikasi. Pengukuran parameter lingkungan langsung
dilakukan di lapangan pada saat pengambilan sampel di setiap titik pengambilan
sampel yaitu di setiap kuadrat pada garis transek.
18
D. Analisis Data
Analisis data meliputi perhitungan beberapa indeks ekologis antara lain
Indeks Dominasi, Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman.
1. Indeks Keanekaragaman Shannon (H)
Indeks Keanekaragaman ini digunakan untuk mengetahui keanekaragaman
Crustacea dan pada prinsipnya, nilai indeks makin tinggi, berarti komunitas
Crustacea diperairan itu makin beragam. Secara matematis dirumuskan dengan:
2. Distribusi
Indeks Distribusi dalam hal ini digunakan untuk mengetahui pola
distribusi Crustacea pada masing masing habitat. Secara matematis dapat
dirumuskan dengan
19
n = Jumlah jenis individu
N = Jumlah total individu
x = Jumlah kuadrat
Tabel nilai indeks distribusi dalam menentukan persebaran biota laut
(Odum dalam Hariyadi, 2012)
Kisaran Katagori
Nilai Persebaran
=1 Merata atau seragam
>1 Berkelompok
<1 Acak
3. Kelimpahan
20
ni = Jumlah individu jenis i
N = Jumlah total individu
Kisaran Katagori
0,00 < D 0,50 Rendah
0,50 < D 0,75 Sedang
075 < D 1,00 Tinggi
21
DAFTAR PUSTAKA
Abdur Rahman. 2008. Studi Kelimpahan dan Keanekaragaman Jenis Plankton
di Perairan Muara Sungai Kelayan. Vol 3. No 2. Universitas Lambung
Mangkurat Hal : 3.
Anonim. 2001. Konservasi Ekosistem Pantai Melalui Rehabilitasi Kawasan Hutan
Mangrove Berbasis Masyarakat di Pesisir Pantai Desa Ampenkale
Kabupaten Maros. Yayasan-Link Makassar
Cambell NA., Reece JB dan Mitchell LG. 2008. Biologi Edisi Kelima Jilid 3,
Erlangga, Jakarta
Darojah, Yuyun. 2005. Keanekaragaman Jenis Makrozoobentos di Ekosistem
Perairan Rawapening Kabupaten
Semarang. http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASHa1c4
.dir/doc.pdf. Diakses tanggal 26 Desember 2010
Effendy, I.J. 1993. Komposisi Jenis Dan Kelimpahan Makrozoobentos Pada
Daerah Pasang Pantai Bervegetasi Mangrove Di Sekitar Teluk Mandar Desa
Mirring Kecamatan Polewali Kabupaten Polmas. Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.
Fimansyah, F. 2002. Struktur Komunitas Makrozoobentos Sebagai Indikator
Kualitas Perairan dan Pantai Pulau Kambuno Pulau-pulau Sembilan
Kabupaten Sinjai. urusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin.
Juwana, S. 2001. Penggunaan Untaian Serabut Plastik Sebagai Rumpon Untuk
Pemeliharaan Rajungan (Portunus pelagicus) Di Dalam Jaring Kurung
Mendasar. Prosiding Seminar Laut Nasional III-ISOI (P2O-LIPI). Jakarta.
Hal. 97
Katili, A.(2011). Struktur Komunitas Echinodermata Pada Zona Intertidal di
Gorontalo. Jurnal Penelitian dan Pendidikan, 8 (1): 51-61.
Krebs, C.J. 1985. Ecology : The Experimental Analysis of Distribution and
Abundance. Third Edition. New York: Harper and Row Publisher Inc.
Maulana, Fauzan. 2010. Pemanfaatan Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas
Perairan Pesisir.http://ojanmaul.wordpress.com/2010/10/05/pemanfaatan-
dan-potensi-makrozoobentos-sebagai-indikator-kualitas-perairan/. Diakses
tanggal 20 Desember 2010
Nyabakken, J.W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. P.T. Gramedia.
Jakarta.
Nybakken, J.W. 1998. Marine biology: An ecological approach. Fourth edition.
USA: Addison-Wesley Educational Publishers Inc.
Odum, E. 1996. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Odum, E.P. Dasar-dasar Ekologi. Dialihbahasakan oleh Tjahjono Samingan
1993. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
22
Romimohtarto dan Sri, J.(2009).Biologi Laut. Jakarta: Djambatan.
Sigid Hariyadi, Enan M. Adiwilaga, Tri Prartono, Sudodo Hardjoamidjojo &
Ario Damar. 2010. Produktivitas Primer Estuari Sungai Cisadane pada
Musim Kemara. Limnotek (2010) 17 (1). Hal : 49-57
23