Anda di halaman 1dari 12

KASUS 3

BERCAK MERAH PADA KULIT

Seorang wanita berumur 23 tahun dating ke IGD dengan keluhan dada terasa berat,
susah bernapas. Hasil pemeriksaan didapatkan mata terasa gatal seperti terasa semut
berjalan, gatal dan timbul bercak merah berukuran besar diseluruh tubuh, Ia sudah
menggunakan minyak anti gatal tapi tidak menolong. Sebelumnya klien makan udang
dengan jumlah yang banyak.

1. Klasifikasi Istilah-istilah Penting


a. Susah Bernapas/Sulit Bernapas
Sesak nafas, atau kesulitan bernafas merupakan keadaan dimana
seseorang akan merasa seperti tidak bisa leluasa menghirup udara, sesak
napas dapat diakibatkan oleh riwayat penyakit yang sebelumnya sudah
pernah diderita.Nafas (Dwicahyo, 2017)
b. Bercak Merah
Urtikaria merupakan respon kulit dengan batas yang tegas, terjadi pada
epidermis superfisial, berupa urtika, yaitu lesi eritematous dan menonjol
1-2 mm sampai beberapa jam disertai rasa gatal. (Atmaja et al., 2019)
2. Kata/Problem Kunci :
a. Susah Bernapas/ kesulitan bernafas
b. Bercak Merah
c. Gatal
3. Mind Map

BERCAK MERAH PADA KULIT

DBD HIPERSENSITIVITAS SLE

Lembar Check List

PENYAKIT
DBD Hipersensitivitas SLE
Tanda dan Gejala
Dada terasa berat dan 
susah bernafas
Gatal 

Bercak merah   

4. Pertanyaan-pertanyaan penting

1. Mengapa jika terjadi Hipersensitivitas selalu terasa gatal pada bagian


kulit?
2. Bagaimana penanganan pertama pada penderita Hipersensitivitas?
5. Jawaban Pertanyaan Penting
1. Karena Hipersensitivitas adalah kondisi di mana sistem kekebalan
tubuh bereaksi secara berlebihan terhadap benda atau zat tertentu.
Salah satu jenis reaksi dari hipersensitivitas adalah reaksi
hipersensitivitas tipe 1 sama dengan alergi dan biasa disebut reaksi
hipersensitivitas tipe cepat. Disebut ‘cepat’ karena respons tubuh
muncul dalam waktu kurang dari satu jam setelah terpapar alergen.
Hipersensitivitas tipe 1 terjadi ketika antibodi imunoglobulin E (IgE)
melepaskan zat kimia histamin ketika bertemu alergen. Hal ini
kemudian memicu reaksi alergi ringan hingga berat. Istilah reaksi
alergi digunakan untuk menunjukkan adanya reaksi yang melibatkan
antibodi IgE (immunoglobulin E). Ig E terikat pada sel khusus,
termasuk basofil yang berada di dalam sirkulasi darah dan juga sel
mast yang ditemukan di dalam jaringan. Jika antibodi IgE yang terikat
dengan sel-sel tersebut berhadapan dengan antigen (dalam hal ini
disebut alergen), maka sel-sel tersebut didorong untuk melepaskan
zat-zat atau mediator kimia yang dapat merusak atau melukai jaringan
di sekitarnya. Alergen bisa berupa partikel debu, serbuk tanaman, obat
atau makanan, yang bertindak sebagai antigen yang merangsang
terajdinya respon kekebalan.(Hikmah & Dewanti, 2010)

2. Melihat banyaknya reaksi hipersensitivitas yang bisa terjadi,


penanganan yang dilakukan pun tergantung pada jenis reaksi yang
diderita. Oleh karena itu, konsultasikan ke  dokter jika Anda
mengalami reaksi alergi agar bisa mendapatkan penanganan dan
pengobatan yang tepat. Jika diperlukan, dokter akan melakukan tes
alergi untuk mengetahui apa yang menjadi pemicu reaksi
hipersensitivitas Anda, sehingga langkah pencegahan pun dapat
dilakukan.

6. Tujuan Pembelajaran Selanjutnya

1. Mengidentifikasi reaksi hipersensitivitas pada kulit akibat pemberian obat

2. Mengidentifikasi tipe-tipe reaksi hipersensitivitas (alergi)

7. Informasi Tambahan
1. Dalam jurnal Reaksi Hipersensivitas pada Kulit Akibat Obat Anti Inflamasi
Non Steroid

2. Dalam jurnal Seputar Reaksi Hipersensitivitas (Alergi)

8. Klarifikasi Informasi Tambahan

Dalam jurnal Reaksi Hipersensivitas pada Kulit Akibat Obat Anti Inflamasi Non
Steroid.

Dari semua organ yang terkena obat, kulit paling sering terlibat dalam reaksi
hipersensitivitas terhadap obat. Reaksi hipersensitivitas obat pada kulit diamati pada
0,1–1% pasien selama uji klinis pra-pemasaran, dan analisis pasca pemasaran
menunjukkan bahwa kejadiannya mencapai 1–8% untuk jenis obat tertentu seperti
obat anti inflamasi non steroid (OAINS), antibiotik dan antiepilepsi. Kejadian reaksi-
reaksi ini di antara pasien yang dirawat di rumah sakit berkisar antara 1 hingga 3%.
Sebagian besar reaksi hipersensitivitas obat pada kulit bersifat ringan, berupa erupsi
makulopapular atau urtikaria. Meskipun demikian, penelitian menunjukkan bahwa
sekitar sepertiga dari erupsi obat memerlukan perawatan di rumah sakit dan bersifat
berat, meskipun hanya 2% dari erupsi kulit yang benar-benar mengancam jiwa. Erupsi
obat yang termasuk berat antara lain pustulosis eksantematosa generalisata akut
(PEGA), drug reaction with eosinophilia and systemic symptomps (DRESS), sindrom
Stevens Johnson (SSJ), dan nekrolisis epidermal toksik (NET) 1 .

2. Dalam jurnal Seputar Reaksi Hipersensitivitas (Alergi)

Definisi Reaksi Alergi (Reaksi Hipersensitivitas) adalah reaksi-reaksi dari sistem


kekebalan yang terjadi ketika jaringan tubuh yang normal mengalami cedera/terluka.
Mekanisme dimana sistem kekebalan melindungi tubuh dan mekanisme dimana
reaksi hipersensitivitas bisa melukai tubuh adalah sama. Karena itu reaksi alergi juga
melibatkan antibodi, limfosit dan sel-sel lainnya yang merupakan komponen dalam
system imun yang berfungsi sebagai pelindung yang normal pada sistem kekebalan.
Istilah reaksi alergi digunakan untuk menunjukkan adanya reaksi yang melibatkan
antibodi IgE (immunoglobulin E). Ig E terikat pada sel khusus, termasuk basofil yang
berada di dalam sirkulasi darah dan juga sel mast yang ditemukan di dalam jaringan.
Jika antibodi IgE yang terikat dengan sel-sel tersebut berhadapan dengan antigen
(dalam hal ini disebut alergen), maka sel-sel tersebut didorong untuk melepaskan zat-
zat atau mediator kimia yang dapat merusak atau melukai jaringan di sekitarnya.
Alergen bisa berupa partikel debu, serbuk tanaman, obat atau makanan, yang
bertindak sebagai antigen yang merangsang terajdinya respon kekebalan

9. Analisa & Sintesa Informasi

Berdasarkan manifestasi klinis, informasi tambahan serta klarifikasi informasi, dapat


disimpulkan bahwa kasus diatas adalah Hipersensitivitas.

10. Laporan Diskusi

Konsep Medis

A. Definisi

Reaksi imun tubuh yang dapat menimbulkan cedera disebut


hipersensitivitas. Hipersensitivitas merupakan dasar dari patologi yang terkait
dengan penyakit imunologi. Istilah ini muncul dari individu yang sebelumnya
pernah terpapar antigen memanifestasikan reaksi yang dapat dideteksi terhadap
antigen tersebut dan karena itu disebut tersensitisasi atau menjadi peka atau
menjadi sensitif. Hipersensitivitas berdampak pada sesuatu yang berlebihan atau
reaksi berbahaya terhadap antigen. (Sastra, 2017)

B. Etiologi

Ada beberapa hal penyebab gangguan hipersensitivitas secara umum yait


u:
 Reaksi hipersensitivitas dapat ditimbulkan secara eksogen oleh antigen ling
kungan (mikroba dan non mikroba) atau secara endogen oleh antigen diri (s
elf). Manusia hidup di lingkungan yang penuh dengan zat-zat yang mampu
menimbulkan respons imun. Antigen eksogen meliputi yang ada di debu, se
rbuk sari, makanan, obat-obatan, mikroba, dan berbagai bahan kimia. Respo
n imun akibat antigen eksogen dapat terjadi pada berbagai bentuk, mulai da
ri gangguan ringan, seperti gatal-gatal kulit, hingga penyakit yang berpotens
i fatal, seperti asma bronkial dan anafilaksis. Beberapa reaksi yang umum p
ada antigen lingkungan menyebabkan kelompok penyakit dikenal sebagai al
ergi. Respon imun terhadap diri sendiri atau autologous, antigen, mengakib
atkan penyakit autoimun.
 Hipersensitivitas biasanya diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara meka
nisme efektor respon imun dan mekanisme kontrol yang berfungsi membata
si respon-respon secara normal. Faktanya banyak hipersensitivitas diduga p
enyebab utamanya adalah kegagalan regulasi normal. Kita akan kembali ke
konsep ini saat kita mempertimbangkan autoimmunitas.
 Perkembangan penyakit hipersensitivitas (alergi dan autoimun) sering dikait
kan dengan pewarisan gen kepekaan tertentu. Gen HLA dan banyak gen no
n-HLA telah terlibat dalam berbagai penyakit, contoh spesifik akan dijelask
an dalam konteks penyakitnya.
 Mekanisme cedera jaringan pada reaksi hipersensitivitas sama dengan meka
nisme efektor pertahanan terhadap infeksi patogen. Masalah pada hipersens
itivitas adalah karena reaksi-reaksi ini kurang terkontrol, berlebihan, atau ti
dak tepat (misalnya secara normal berlawanan terhadap antigen lingkungan
dan antigen diri). (Sastra, 2017)

C. Manifestasi Klinik

Reaksi alergi bisa bersifat ringan atau berat. Kebanyakan reaksi terdiri d
ari mata berair,mata terasa gatal dan kadang bersin. Pada reaksi yang esktrim bi
sa terjadi gangguan pernafasan, kelainan fungsi jantung dan tekanan darah yang
sangat rendah, yang menyebabkan syok. Reaksi jenis ini disebut anafilaksis, yan
g bisa terjadi pada orang-orang yang sangat sensitif, misalnya segera setelah ma
kan makanan atau obat- obatan tertentu atau setelah disengat lebah, dengan sege
ra menimbulkan gejala (Hikmah & Dewanti, 2010)

D. Patofisiologi

Istilah reaksi alergi digunakan untuk menunjukkan adanya reaksi yang


melibatkan antibodi IgE (immunoglobulin E). Ig E terikat pada sel khusus, term
asuk basofil yang berada di dalam sirkulasi darah dan juga sel mast yang ditemu
kan di dalam jaringan. Jika antibodi IgE yang terikat dengan sel-sel tersebut ber
hadapan dengan antigen (dalam hal ini disebut alergen), maka sel-sel tersebut di
dorong untuk melepaskan zat-zat atau mediator kimia yang dapat merusak atau
melukai jaringan di sekitarnya. Alergen bisa berupa partikel debu, serbuk tanam
an, obat atau makanan, yang bertindak sebagai antigen yang merangsang terajdi
nya respon kekebalan. Kadang istilah penyakit atopik digunakan untuk mengga
mbarkan sekumpulan penyakit keturunan yang berhubungan dengan IgE, seperti
rinitis alergika dan asma alergika. Penyakit atopik ditandai dengan kecenderung
an untuk menghasilkan antibodi IgE terhadap inhalan (benda-benda yang terhiru
p, seperti serbuk bunga, bulu binatang dan partikel-partikel debu) yang tidak ber
bahaya bagi tubuh. Eksim (dermatitis atopik) juga merupakan suatu penyakit at
opik meskipun sampai saat ini peran IgE dalam penyakit ini masih belum diketa
hui atau tidak begitu jelas. Meskipun demikian, seseorang yang menderita peny
akit atopik tidak memiliki resiko membentuk antibodi IgE terhadap alergen yan
g disuntikkan (misalnya obat atau racun serangga) gejala (Hikmah & Dewanti,
2010)

E. Klasifikasi

Penyakit hipersensitivitas dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme


imunologi yang memperantarai penyakit. Klasifikasi ini berguna dalam
membedakan mekanisme respon imun menyebabkan cedera jaringan dan
penyakit, dan manifestasi patologis dan klinis yang menyertainya. Namun,
sekarang semakin disadari bahwa beberapa mekanisme mungkin terjadi pada
setiap penyakit hipersensitivitas.
Beberapa tipe reaksi hipersensitivitas adalah sebagai berikut:
 Pada hipersensitivitas segera (hipersensitivitas tipe I), cedera disebabkan
oleh sel TH2, antibodi IgE dan sel-sel mast dan leukosit lainnya. Sel mast
akan dipicu untuk melepas mediator yang bekerja pada pembuluh darah dan
otot polos dan sitokin proinflamasi yang merekrut sel inflamasi.
 Pada gangguan yang diperantarai antibodi (hipersensitivitas tipe II),
antibodi IgG dan IgM yang disekresikan menyebabkan cedera sel dengan
melalui fagositosis atau lisis dan cedera jaringan dengan merangsang
inflamasi. Antibodi juga bisa mengganggu fungsi seluler dan menyebabkan
penyakit tanpa adanya cedera jaringan
 Pada kelainan yang diperantarai kompleks imun (hipersensitivitas tipe III),
antibodi IgG dan IgM biasanya mengikat antigen di sirkulasi dan
penyimpanan kompleks antigen-antibodi dalam jaringan dan merangsang
inflamasi. Leukosit yang dipanggil (neutrofil dan monosit) menghasilkan
kerusakan jaringan dengan melepaskan enzim lysosomal dan generasi
radikal-radikal bebas yang toksik.
 Pada kelainan imun yang diperantari oleh sel (hipersensitivitas tipe IV),
sensitisasi oleh limfosit T (sel TH1 dan sel TH17 sel dan CTLs),
menyebabkan cedera jaringan. Sel TH2 menginduksi lesi yang merupakan
bagian dari reaksi hipersensitivitas segera dan bukan bentuk
hipersensitivitas tipe IV. (Sastra, 2017)

F. Prognosis

Serum sickness merupakan penyakit self limited dan sembuh dalam


beberapa hari. Prognosa serum sickness baik, jika tidak terdapat keterlibatan
organ. Namun jika terdapat glomerulonepritis yang progresif dan kompliksi
neurologi yang berat maka, mortalitas akan tinggi. Beberapa komplikasi serum
sikness sebagai berikut : vaskulitis, neuropati, acute renal failure,
glomerulonepritis, anapilaksis dan shok (Alissa, 2014)

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium hitung eosinophil darah tepi dapat normal


ataupun meingkat, demikian halnya dengan IgE total sering kali menunjukkan
nilai normal. Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit (skin prick test/SPT)
untuk mencari faktor pencetus yang disebabkan allergen hirup dan makanan
dapat dilakukan setelah pasiennya sehat.(Surbakt & Sturti, 2017)

H. Penatalaksanaan

Pada reaksi hipersensitivitas akut penatalaksanaan yang dilakukan


adalah : Evaluasi ABC-Airway, Breathing dan Circulation. Selanjutnya apabila
ABC stabil kita dapat memberikan antihistamin dapat berupa dypenhhidramin
10 mg secara intramuskular, selanjutnya pasien dapat diobservasi selama 4
sampai 6 jam. Apabila keluhan pasien membaik pasien dapat dipulangkan dan
diberi obat oral berupa ceterizine 1x1.

Algoritma Penanganan Syok Anafilaktik Apabila keluhan pasien tidak


membaik maka pasien dapat dirawat opname kemudian diberikan steroid dan
diobservasi selama 4 jam apabila kondisi membaik maka pasien boleh
dipulangkan. Sedangkan apabila keluhan belum kunjung hilang maka dicari tau
apa penyebabnya, atau apabila terjadi syok anafilaktik maka dilakukan injeksi
epinefrin dengan dosis 0,01 ml/kg/BB sampai mencapai maksimal 0,3 ml
subkutan dan diberikan setiap 15-20 menit sampai 3-4 kali. Seandainnya
kondisi semakin memburuk atau memang kondisinya sudah buruk, suntikan
dapat diberikan secara intramuskuler dan bisa dinaikan sampai 0,5 ml selama
pasien diketahui tidak mengidap penyakit jantung Dosis maksimal epinefrin
untuk orang dewasa adalah 0,5 miligram dan pada anak-anak 0,01 mg/kgBB
dimana pemberian epinefrin harus dimonitor secara ketat pada pasien dengan
gangguan jantung serta pasien geriatri. Pencegahan terhadap paparan alergen
merupakan penatalaksanaan terbaik. Untuk mengetahui secara pasti alergen
yang berpotensi menyebabkan hipersensitivitas dapat dilakukan uji cukit (Skin
Prick Test) agar dapat menghindari paparan alergen yang berpotensi tersebut.
(Surbakt & Sturti, 2017)

I. Komplikasi

Hipersensitivitas, terutama tipe I, dapat menyebabkan syok anafilaktik


yang mengancam nyawa. Syok anafilaktik atau anafilaksis adalah syok yang
disebabkan oleh reaksi alergi yang berat. Reaksi ini akan mengakibatkan
penurunan tekanan darah secara drastis sehingga aliran darah ke seluruh
jaringan tubuh terganggu. Selain itu, dapat juga mendorong terjadinya asma,
eksim, infeksi telinga atau paru-paru, sinusitis, nasal polip, dan migrain
(Mustafa, 2018)

J. Pencegahan

Pencegahan terhadap paparan alergen merupakan penatalaksanaan


terbaik. Untuk mengetahui secara pasti alergen yang berpotensi menyebabkan
hipersensitivitas dapat dilakukan uji cukit (Skin Prick Test) agar dapat
menghindari paparan alergen yang berpotensi tersebut.8 Pencegahan merupakan
faktor yang tidak kalah penting dalam tatalaksana reaksi anafilaksis.
Pencegahan dapat berupa :8 1) Riwayat penyakit : apakah ada reaksi alergi
sebelumnya. Pemberian antibiotic dan obat-obatan lainnya secara rasional (tepat
pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan cara pemberian, serta waspada
efek samping). Pemberian oral lebih dianjurkan daripada parenteral. 2)
Informed consent / persetujuan keluarga 3) Bila terjadi reaksi, berikan
penjelasan dasar kepada pasien dan keluarga agar tidak terulangnya kejadian
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Atmaja, G. M. P., Suryawati, N., & Rusyati, L. M. M. (2019). Karakteristik profil pasien
urtikaria akut di poliklinik kulit dan kelamin Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah
periode Oktober 2017- 2018. Intisari Sains Medis, 10(3), 584–587.
https://doi.org/10.15562/ism.v10i3.469

Dwicahyo, H. B. (2017). Analisis kadar NH3, karakteristik individu dan keluhan pernapasan
pemulung di TPA sampah Benowo dan bukan pemulung di sekitar TPA sampah Benowo
Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 9(2), 135–144.

Alissa HM, Serum sickness. Medscape 2014.http://emedicine.medscape.com

Nuzulul, H. & I Dewa A. 2010. Seputar reaksi hipersensitivitas (alergi). (J.K.J Uneg) Vol. 7 no.
2 2010; 108-12

PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1, Cetakan III. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1, Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawtaan,
Edisi 1, Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI

Sastra, I. M. W. (2017). Hipersensitifitas : Proses Imun Yang Menyebabkan Cedera Jaringan.


Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Unud, 17.

Surbakt, M. M. A. E. C. S. T. P., & Sturti, T. I. A. (2017). Hipersensitivitas Akut Et Causa


Sengatan Tawon. 1–36.

Anda mungkin juga menyukai