Anda di halaman 1dari 10

Nama: Novita Meylia Panti

Nim : 432419052

Tugas: Sosiologi Masyarakat Pesisir

Pesisir adalah tempat dimana daratan dan lautan bertemu. Bila garis
pertemuan ini tidak bergerak/pindah, mendefinisikan pesisir menjadi hal yang
mudah, hanya akan berarti suatu garis pada peta namun proses alami yang
membentuk pesisir sangatlah dinamis, bervariasi baik dalam hal ruang maupun
waktu. Jadi, garis yang menyatukandaratandan lautanbergerak/pindah secara
konstan, dengan pasang surut ombak, dan lewatnya badai,menciptakan suatu
wilayah interaksi antara daratan dan lautan. masyarakat pesisir adalah
masyarakat yang tinggal dan hidup di wilayah pesisir. wilayah ini adalah
wilayah transisi yang menandai tempat perpindahan antara wilayah daratan dan
lautan atau sebaliknya. sebagian masyarakat yang tinggal di wilyah ini dikenal
sebagai masyarakat nelayan.

A.Karakteristik Masyarakat Pesisir

Orang-orang yang tinggal dikawasan pesisir disebut masyarakat pesisir, yaitu


sekumpulan masyarakat yang hidup secara bersamaan, tinggaldiwilayahpesisir
dan membentuk serta memiliki kebudayaan yang khas yang berkaitan dengan
ketergantungannya pada pemanfaatan sumberdaya pesisir. Masyarakat pesisir
pada umumnya sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di sektor
pemanfaatan sumberdaya kelautan (marine resource based), seperti nelayan,
pembudidaya ikan, penambangan pasir atau transportasi laut.

Masyarakat pesisir memiliki karakteristik yang berbeda dengan masyarakat


lain. Dilihat dari perspektif antropologis, kondisiini didasarkan pada fakta sosial
bahwa masyarakat pesisir mempunyai pola-pola kebudayaan yang berbeda
sebagai hasil dari interaksi mereka dengan lingkungan berserta sumberdaya
yang ada di dalamnya. Pola-pola kebudayaan itu menjadi kerangka berpikir
atau referensi perilaku masyarakat pesisir dalam menjalani kehidupan sehari-
hari. Satria (2004) menambahkan bahwa secara teologis, masyarakat pesisir
terutama nelayan memiliki kepercayaan bahwa laut memiliki kekuatan
magis,sehingga harus ada perlakuan khusus ketika beraktifitas di laut seperti
menangkap ikan agar selamat atau mendapat hasil yang melimpah.

Masyarakat pesisir mempunyai sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang


khas/unik. Sifat ini sangat erat kaitannya dengan sifat usaha di bidang perikanan
itu sendiri. Karena sifat dari usaha-usaha perikanan sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti lingkungan, musim dan pasar, maka karakteristik
masyarakat pesisir juga terpengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Beberapa sifat
dan karakteristik usaha-usaha masyarakat pesisir diuraikan sebagai berikut:

1. Ketergantungan pada Kondisi Lingkungan


Salah satu sifat usaha perikanan yang sangat menonjol adalah
bahwa keberlanjutan atau keberhasilan usaha tersebut sangat
bergantung pada kondisi lingkungan, khususnya air. Keadaan ini
mempunyai implikasi yang sangat penting bagi kondisi kehidupan
sosial ekonomimasyarakat pesisir. Kehidupan masyarakat pesisir
menjadisangat tergantung pada kondisi lingkungan itu dan sangat
rentan terhadap kerusakan lingkungan, khususnya pencemaran,
karena limbah industri maupun tumpahan minyak, misalnya, dapat
menggoncang sendi-sendi kehidupan sosial ekonomi masyarakat
pesisir. Pencemaran dipantai Jawa beberapa waktu lalu, contohnya,
telah menyebabkan produksi udang tambak anjlok secara drastis.
Hal ini tentu mempunyai konsekuensi yang besar terhadap
kehidupan para petani tambak tersebut.

2. Ketergantungan pada Musim


Karakteristik lain yang sangat menyolok dikalangan masyarakat
pesisir, khususnya masyarakat nelayan, adalah ketergantungan
mereka pada musim. Ketergantungan pada musim inisemakin besar
bagipara nelayan kecil. Pada musim penangkapan para nelayan
sangat sibuk melaut. Sebaliknya, pada musim peceklik kegiatan
melaut menjadi berkurang sehingga banyak nelayan yang terpaksa
menganggur. Kondisi ini mempunyai implikasi besar pula terhadap
kondisisosial ekonomimasyarakat pantai secara umum dan kaum
nelayan khususnya. Mereka mungkin mampu membeli barang-
barang yang mahal seperti kursi-meja, lemari, dan sebagainya.
Sebaliknya, pada musim paceklik pendapatan mereka menurun
drastis, sehingga kehidupan mereka juga semakin buruk.

Berdasarkan karakteristiknya, masyarakat di wilayah pesisir dan


pulau-pulau kecil terbagi menjadi tiga yaitu masyarakat hukum adat,
masyarakat lokal, dan masyarakat tradisional sebagaimana tertuang
dalam Pasal 1 UU No. 27/2007 jo. UU No. 1/2014 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

1. Masyarakat hukum adat (MHA) adalah sekelompok orang


yang secara turun-temurun bermukim di wilayah geografis
tertentu di Negara Kesatuan Republik Indonesia karena
adanya ikatan pada asal usul leluhur, hubungan yang kuat
dengan tanah, wilayah, sumber daya alam, memiliki pranata
pemerintahan adat, dan tatanan hukum adat di wilayah
adatnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

2. Masyarakat lokal adalah kelompok Masyarakat yang


menjalankan tata kehidupan sehari-hari berdasarkan
kebiasaan yang sudah diterima sebagai nilai-nilai yang
berlaku umum, tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada
Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tertentu.
Berbeda dari MHA, masyarakat lokal tidak memiliki pranata
pemerintahan adat secara turun -temurun diterapkan
berdasarkan nilai-nilai adat dan asal-usulnya. Kata “lokal”
sendiri menegaskan bahwa batasan spasial atau lokasi
geografis merupakan entitas utama masyarakat ini.

3. Masyarakat tradisional adalah masyarakat perikanan


tradisional yang masih diakui hak tradisionalnya dalam
melakukan kegiatan penangkapan ikan atau kegiatan lainnya
yang sah di daerah tertentu yang berada dalam perairan
kepulauan sesuai dengan kaidah hukum laut internasional.

Secara umum pendapatan nelayan memang sangat berfluktuasi


dari hari ke hari. Pada satu hari mungkin memperoleh tangkapan
yang sangat tinggi, tapi pada hari berikutnya bisa saja “kosong”.
Hasil tangkapan, dan pada gilirannya pendapatan nelayan, juga
sangat dipengaruhi oleh jumlah nelayan yang beroperasi disuatu
daerah penangkapan (fishing ground). Di daerah yang padat
penduduknya seperti daerah pantai utara Jawa, misalnya,sudah
terjadi kelebihan tangkap (overfishing). Hal ini mengakibatkan
volume hasil tangkapan para nelayan menjadi semakin
kecil,sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan
mereka. Kondisi di atas turut pula mendorong munculnya pola
hubungan tertentu yang sangat umum dijumpai di kalangan nelayan
dan juga petani tambak, yakni pola hubungan yang bersifat patron-
klien.
Karena keadaan ekonomi yang buruk,maka para nelayan kecil,
buruh nelayan, petani tambak kecil, dan buruh tambak seringkali
terpaksa meminjam uang dan barang-barang kebutuhan hidup sehari
hari dari para juragan atau para pedagang pengumpul(tauke).
Konsekuensinya, para peminjam tersebut menjadi terikat dengan
pihak juragan atau pedagang. Keterikatan tersebut antara lain berupa
keharusan menjual produknya kepada pedagang atau juragan
tersebut. Pola hubungan yang tidak simetrisini tentu saja sangat
mudah berubah menjadi alat dominansi dan eksploitasi.
Kondisi lingkungan pemukiman masyarakat pesisir, khususnya
nelayan umumnya masih belum tertata dengan baik dan terkesan
kumuh. Dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang relatif
berada dalam tingkat kesejahteraan rendah, maka dalam jangka
panjang tekanan terhadap sumberdaya pesisir akan semakin besar
guna pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Faizal (2002)
masyarakat di wilayah pesisir memiliki pendidikan rendah,
produktivitas yang sangat tergantung pada musim, terbatasnya
modal usaha, kurangnya sarana penunjang, buruknya mekanisme
pasar dan sulitnya transfer teknologi dan komunikasi yang
mengakibatkan pendapatan masyarakat pesisir menjadi tidak
menentu

B. Struktur sosial masyarakat pesisir

Struktur masyarakat pesisir merupakan gabungan karakteristik


masyarakat perkotaan dan pedesaan. Struktur masyarakat pesisir sangat
plural, sehingga mampengaruhi bentuk sistem dan nilai budaya yang
merupakan akulturasi budaya dari masing-masing komponen yang
membentuk struktur masyarakatnya. Unsur-unsur pokok dari struktur
sosial suatu masyarakat yakni adanya kelompok-kelompok sosial,
terbentuknya lembaga-lembaga sosial atau institusi sosial, kaedah-
kaedah atau norma sosial dan lapisan-lapisan atau stratifikasi sosial.
Perbedaan lapisan sosial pada masyarakat pesisir merupakan suatu
gambaran sosial dalam proses pembentukan masyarakat secara struktur,
dari perbedaan lapisan sosial tersebut dapat membentuk stratifikasi
sosial berdasarkan status dan kedudukan yang dimilikinya. Pendapat
Weber tentang stratifikasi sosial, manusia itu dapat digolongkan
kedalam kelompok-kelompok status berdasarkan ukuran kehormatan,
kelompok status oleh Weber diartikan sebagai kelompok masyarakat,
dimana setiap anggotanya memiliki gaya hidup tertentu juga
mempunyai tingkat penghargaan dan kehormatan sosial tertentu pula.
Stratifikasi sosial yang terlihat pada masyarakat pesisir yakni
penguasaan pada alat produksi untuk penangkapan ikan.
Masyarakat nelayan merupakan salah satu komponen dalam
masyarakat pesisir. Di samping nelayan, masyarakat pesisir juga terdiri
atas kelompok-kelompok masyarakat yang bekerja di sektor
perdagangan, jasa, dan birokrasi. Kelompok-kelompok masyarakat ini
juga sangat bergantung kehidupannya dari kegiatan hasil produksi
perikanan. Sebagian besar dari mereka tergolong miskin. Sebagai suatu
kelompok sosial, nelayan bukanlah merupakan kelompok sosial yang
tunggal. Stratifikasi sosial masyarakat nelayan terbagi dalam dua bagian
besar, yaitu nelayan pemilik alat-alat produksi dan nelayan buruh. Di
luar kelompok tersebut terdapat kelompok pedagang (ikan) yang
memiliki akses ekonomi yang cukup besar dan mempengaruhi kegiatan
perekonomian lokal.

Struktur sosial yang terbentuk dalam kehidupan nelayan dibangun


oleh faktor-faktor yang kompleks. Faktor-faktor tersebut tidak hanya
berkaitan dengan fluktuasi musim ikan, keterbatasan sumberdaya
manusia, keterbatasan modal, serta jaringan perdagangan ikan yang
eksploitatif, tetapi termasuk juga dampak negatif modernisasi perikanan.
Kebijakan pemerintah baik berupa motorisasi, pengenalan alat tangkap
modern, serta pemberian kredit usaha nampaknya belum mampu
sepenuhnya mengatasi kesulitan sosial ekonomi masyarakat nelayan.
Pada banyak kasus modernisasi perikanan, peningkatan pendapatan
karena motorisasi dan inovasi alat tangkap hanya dinikmati sekelompok
nelayan pemilik modal, sedangkan nelayan kecil tidak banyak yang
mampu menikmati manfaat dari proses modernisasi tersebut

Dari sisi skala usaha perikanan, kelompok masyarakat pesisir


cenderung digolongkan pada kelompok miskin yang terdiri dari
rumahtangga perikananmenangkap ikantan pamenggunakan perahu,
menggunakan perahu tanpa motor dan perahu bermotor tempel.
Kemiskinan yang merupakan indikator ketertinggalan masyarakat
pesisir ini disebabkan paling tidak oleh tiga hal utama: kemiskinan
struktural, kemiskinan super-struktural, dan kemiskinan kultural. Secara
faktual ada dua faktor yang menyebabkan kemiskinan pada masyarakat
nelayan, yaitu faktor alamiah dan non alamiah. Faktor alamiah
disebabkan karena fluktuasi musim tangkap ikandan struktur alamiah
sumberdaya ekonomi desa. Sementara faktor nonalamiah berhubungan
dengan keterbatasan daya jangkau teknologi penangkapan ikan,
ketimpangan dalam system bagi hasil dan tidak adanya jaminan sosial
tenaga kerja, lemahnya penguasaan jaringan pemasaran hasil tangkapan
dan belum berfungsinya koperasi nelayan yang ada (Satria,2004)

didalam habitat pesisir terdapat banyak kelompok kehidupan


masayarakat diantaranya:
a. Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir
yang mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dilaut.
Kelompok ini dibagi lagi dalam dua kelompok besar, yaitu nelayan
tangkap modern dan nelayan tangkap tradisional. Keduanya
kelompok ini dapat dibedakan dari jenis kapal/peralatan yang
digunakan dan jangkauan wilayah tangkapannya.

b. Masyarakat nelayan pengumpul/bakul, adalah kelompok masyarakt


pesisir yang bekerja disekitar tempat pendaratan dan pelelangan
ikan. Mereka akan mengumpulkan ikan-ikan hasil tangkapan baik
melalui pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak terlelang yang
selanjutnya dijual ke masyarakat sekitarnya atau dibawah ke pasar-
pasar lokal. Umumnya yang menjadi pengumpul ini adalah
kelompok masyarakat pesisir perempuan.

c. Masayarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan


yang paling banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir.
Ciri dari mereka dapat terlihat dari kemiskinan yang selalu
membelenggu kehidupan mereka, mereka tidak memiliki modal atau
peralatan yang memadai untuk usaha produktif. Umumnya mereka
bekerja sebagai buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal- kapal
juragan dengan penghasilan yang minim. d) Masyarakat nelayan
tambak, masyarakat nelayan pengolah, dan kelompok masyarakat
nelayan buruh.
Daftar Pustaka

Aprianty, Kolopaking dkk. 2016. Struktur Sosial Masyarakat Nelayan Kota Bengkulu:

Kajian Structural Tentang Kemiskinan Nelayan Kota Begkulu. AGRISEP.


Volume

4 Nomor 1

Aritonang. 2018. Stratifikasi Sosial Masyarakat Pesisir Di Kampung Nelayan Seberang

Kelurahan Belawan 1 Provonsi Sumatera Utara. Mahasiswa Fakultas Perikanan


dan

Kelautan, Universitas Riau

Fama. 2016. Komunitas Masyarakat Pesisir Di Tambak Lombok Semarang. Sabda

Volume 11, Nomor 2

Saleha. 2013. Kajian Struktural Sosial Dalam Masyarakat Nelayan Di Pesisir Kota

Balikpapan. Volume 21 No. 1

Santoso. 2013. Kemiskinan Nelayan Dalam Struktur Sosial Ekonomi Masyarakat


Pesisir

Di Desa Puger Kulon Kecamatan Puger Kabupaten Jember. Jurnal Ilmu Ekonomi,

Volume 8 Nomor 1

Sidiq. 2019. Sosiologi Masyarakat Pesisir. Taman Karya: Pekan Baru

Anda mungkin juga menyukai