Anda di halaman 1dari 5

Nama : Muhammad Ilham Tatanagara

NIM : 1704122182
Jurusan : Ilmu Kelautan
Mata Kuliah : Penyelaman Riset Kelautan
Dosen : Muhammad Arief Wibowo, S.Kel, M.Si

RIVIEW JURNAL PENYELAMAN MEGABENTHOS

Judul Jurnal 1 :
Keanekaragaman Megabentos yang Berasosiasi di Ekosistem Padang Lamun Perairan Wailiti,
Maumere Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.
Latar Belakang :
Pada bagian pendahuluan, dijabarkan mengenai latar belakang diangkatnya topik mengenai
Keanekaragaman Megabentos yang Berasosiasi di Ekosistem Padang Lamun Perairan Wailiti,
Maumere Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Pada pendahuluan ini penulis juga
menjelaskan mengenai peranan ekosistem padang lamun dalam menjaga kelestarian dan
keanekaragaman organisme laut. Penulis juga menjelaskan mengenai fungsi ekologis padang
lamun dalam daerah pemijahan dan asuhan bagi berbagai jenis organisme laut. Salah satu fungsi
fisik padang lamun adalah sebagai pendaur ulang zat hara di perairan. Aktivitas mikroorganisme
pengurai mengembalikan bahan anorganik ke perairan melalui proses dekomposisi dari bahan
organik atau jaringan hidup yang berupa detritus serasah lamun. Bahan anorganik sebagai
nutrien atau zat hara ini sangat dibutuhkan oleh lamun.
Namun, penulis kurang bisa menjabarkan mengenai pengelolaan ekosistem padang lamun
dalam menjaga produktivitas sumberdaya perikanan dan kelestarian kekayaan alam di daerah
pesisir. Padahal apabila hal ini dijelaskan maka penulis telah memberikan dasar penelitian yang
lebih jelas lagi bagi para pembaca mengenai Keanekaragaman Megabentos yang Berasosiasi di
Ekosistem Padang Lamun Perairan Wailiti, Maumere Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.
Dengan dijabarkannya hal ini, pembaca juga bisa mendapatkan gambaran mengenai penelitian
Keanekaragaman Megabentos yang Berasosiasi di Ekosistem Padang Lamun Perairan Wailiti,
Maumere Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.
Metode Penelitian :
BAB Selanjutnya merupakan metode penelitian yang menjelaskan mengenai metode yang
digunakan dalam meneliti Keanekaragaman Megabentos yang Berasosiasi di Ekosistem Padang
Lamun Perairan Wailiti, Maumere Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Metode pengamatan
untuk kondisi lamun yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan metoda transek kuadrant
(garis transek secara tegak lurus garis pantai ke arah laut) yang dimodifikasi dari metode
Seagrass Watch (Rachmawati et al., 2014). Transek kuadran ukuran 0,5 x 0,5 m diletakkan di
setiap 10 meter untuk pengamatan lamun. Pengamatan pada tiga sub stasiun pengamatan yang
sudah ditentukan secara purposif sesuai dengan tempat terdapatnya komunitas lamun dan
makroalgae. Untuk pendataan organisme megabentos yang berasosiasi di padang lamun
dilakukan dengan menggunakan metoda Benthos Belt Transeck (BBT) yang merupakan
Modifikasi dari metoda Belt Transeck.
Hasil Penelitian :
Hasil pengamatan tentang ekosistem padang lamun di Wailiti Teluk Maumere, Kabupaten
Sikka, bahwa di lokasi pengamatan terdapat empat jenis lamun yang ditemukan menyebar di tiga
lokasi pengamatan, yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, dan
Syringodium isoetifolium. Lamun jenis Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii ditemukan
di semua sub stasiun pengamatan, demikian juga jenis Cymodocea rotundata. Kondisi %
penutupan lamun di perairan pesisir Kabupaten Sika secara umum memperlihatkan kondisi yang
baik dengan rata-rata sebesar 47,08% dengan kisaran antara 19,37-60,3%. Tabel 2 di atas
menunjukkan bahwa sebaran jenis lamun dan % penutupan sangat beragam. Ratarata %
penutupan lamun di lokasi pengamatan termasuk dalam kategori kondisi sedang, dengan
penutupan masuk dalam kelompok antara 26-50. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi padang
lamun di lokasi tersebut masih relative baik. Kondisi perairan yang terlindung dengan kecerahan
hingga dasar perairan di lokasi pengamatan merupakan kondisi yang sangat baik bagi
pertumbuhan lamun. Biota laut yang berasosiasi di ekosistem selama pengamatan menunjukkan
keragaman yang relative tinggi.
selama pengamatan sering ditemukan berbagai jenis ikan hias maupun juvenile ikan yang
memanfaatkan padang lamun sebagai tempat untukberlindung danmencari makan. Juvenil ikan
beronang (Siganus sp.) banyak ditemukan sedang memakan perifiton yang banyak tumbuh di
permukaan daun lamun jenis Enhalus acoroides. Selain itu juvenile dari ikan karang dan ikan
Chaetodontidae banyak ditemukan berlindung dan memanfaatkan beberapa koloni karang
berabang (Acropora sp.) untuk tempat hidupnya.
Kesimpulan :
Pada bab kesimpulan penulis menuliskan Kondisi padang lamun di perairan Wailiti,
Kabupaten Sikka dengan rata-rata % penutupan sebesar 47,085% termasuk dalam kategori
kondisi kerapatan sedang. Biota laut yang berasosiasi di padang lamun yang ditemukan di lokasi
penelitian antara lain adalah: bulu babi, teripang keling, teripang sabuk raja, bivalvia kima,
gastropoda dan ular laut.

Judul Jurnal 2 :
Kondisi Eksisting Fauna Megabenthos di Perairan Labuhan Pandan Lombok Timur Pasca
Gempa Bumi Lombok 7.0 Skala Richter.
Latar Belakang :
Pada bagian pendahuluan, dijabarkan mengenai latar belakang diangkatnya topik mengenai
Kondisi Eksisting Fauna Megabenthos di Perairan Labuhan Pandan Lombok Timur Pasca
Gempa Bumi Lombok 7.0 Skala Richter. Pada pendahuluan ini penulis juga menjelaskan
mengenai ekosistem terumbu karang di kawasan Kabupaten Lombok Timur yang menghadapi
tekanan dari aktivitas penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan serta aktivitas pariwisata
yang tinggi juga harus menghadapi ancaman kerusakan secara alami. Salah satu ancaman yang
terjadi secara alami saat ini adalah gempa bumi. Gempa bumi merupakan faktor fisika yang
sedang terjadi beberapa pekan ini di lokasi tersebut. Episentrum gempa yang sangat dekat
dengan Labuhan Pandan mengakibatkan kerusakan yang serius pada bangunan masyarakat
setempat. Selayaknya bangunan yang dibangun oleh manusia, terumbu karang juga memiliki
struktur keras yang dibangun dari kalsium karbonat (CaCO3). Gempa besar 7,0 SR yang
mengguncang Pulau Lombok dikhawatirkan tidak hanya merusak bangunan di daratan namun
juga berpotensi merusak struktur terumbu karang yang ada di perairan Lombok Timur khususnya
Labuhan Pandan yang berjarak sangat dekat dengan episentrum gempa
Gangguan eksternal baik yang terjadi secara alami ataupun karena aktifitas manusia akan
menimbulkan perubahan pada kondisi ekosistem terumbu karang. Perubahan yang terjadi tidak
hanya bisa dilihat dari perubahan fisik terumbu karang itu sendiri namun juga bisa dilihat secara
ekologis, terutama dari biota yang berasosiasi dengan terumbu karang. Salah satu kelompok
biota yang berasosiasi dengan terumbu karang adalah megabenthos. Kerusakan terumbu karang
akan memicu tumbuhnya jenis biota megabenthos yang dominan sesuai dengan kondisi perairan
sehingga biota ini memiliki potensi sebagai bioindikator kondisi ekosistem terumbu karang. Oleh
karena itu, pemantauan kondisi eksisting biota megabenthos di perairan Labuhan Pandan penting
dilakukan untuk mengetahui perubahan kondisi terumbu karang pasca gempa bumi 7,0 SR yang
melanda Pulau Lombok.
Metode Penelitian :
Bab Selanjutnya merupakan metode penelitian yang menjelaskan mengenai metode yang
digunakan dalam meneliti Kondisi Eksisting Fauna Megabenthos di Perairan Labuhan Pandan
Lombok Timur Pasca Gempa Bumi Lombok 7.0 Skala Richter. Pengambilan data dilakukan
dengan menggunakan bantuan peralatan selam SCUBA. Pengambilan data untuk monitoring
megabenthos dilakukan dengan menggunakan metode Benthos Belt Transect (BBT). Transect
dibuat spanjang 70 meter sejajar garis pantai dan pada kedalaman yang sama (7 - 12 meter).
Pengamatan megabenthos dilakukan pada rentang 1 meter ke kiri dan 1 meter ke kanan garis
transek. Semua jenis megabentos yang masuk dalam area pengamatan dicatat pada slide dan
kemudian diinput dan dilakukan pengolahan data dengan bantuan Microsoft Excel.
Hasil Penelitian :
Gempa besar yang melanda Pulau Lombok beberapa bulan yang lalu telah menimbulkan
dampak kerugian personil dan meteriil yang tidak sedikit. Guncangan yang ditimbulkan
meruntuhkan bangunan masyarakat yang berada di sekitar episentrum gempa. Dampak tersebut
dihawatirkan tidak hanya terjadi didaratan namun juga terjadi didasar perairan. Pemantauan
kondisi terumbu karang sangat diperlukan untuk mengetahui sejauh mana dampak yang
ditimbulkan oleh gangguan fisika seperti gempa bumi terhadap ekosistem terumbu karang. Salah
satu kelompok biota yang dijadikan indikator perubahan kondisi ekosistem terumbu karang
adalah megabenthos.
Megabenthos selain berperan penting dalam siklus nutrien dan produsen sekunder dalam
perairan, kelompok organisme ini juga berperana prnting dalam menyokong rantai makanan
dalam eosistem sebagai makanan untuk ikan demersal dan mamalia laut. Pergerakan
megabenthos sangat terbatas dan relatif menetap pada substrat sehingga kelompok organisme ini
menjadi lebih sensitif terhadap perubahan lingkungan perairan. Perubahan kondisi dan komposisi
substrat terumbu karang akan memicu perubahan pada komposisi megabenthos sehingga sering
digunakan sebagai bioindikator untuk menentukan kondisi ekosistem terumbu karang.
Berdasarkan data jenis megabenthos yang ditemukan, beberapa jenis diantaranya bisa dijadikan
bioindikator yaitu Drupella sp., Echinothrix calamaris, Echinothrix Diadema, Diadema setosum,
Linckia laevigata dan Acanthaster planci.
Kesimpulan :
Pada bab kesimpulan penulis menuliskan Berasarkan hasil penelitian dapat ditarik
kesimpulan bahwa ditemukan 15 jenis megabenthos yang termasuk dalam 5 Phylum (Mollusca,
Echinodermata, Chordata, Annelida, dan Platyhelminthes). Jumlah jenis tertinggi ditemukan
pada phylum Echinodermata, kemudian diikuti oleh Mollusca, Chordata, Annelida, dan
Platyhelminthes. Kepadatan megabenthos ditemukan beragam pada masing-masing stasiun
pengamatan. Keanekaragaman jenis yang rendah menunjukkan adanya jenis yang dominan yaitu
Didemnum molle. Ditemukan juga jenis megabenthos pemangsa polip karang yaitu Acanthaster
planci dan Drupella sp. Beberapa jenis megabenthos yang ditemukan dapat dijadikan
bioindikator dalam monitoring perubahan kondisi terumbu karang di perairan Labuhan Pandan.

Judul Jurnal 3 :
Megabenthos Sebagai Indikator Kesehatan Terumbu Karang di Perairan Laut Bagian Timur
Pulau Benan Lingga.
Latar Belakang :
Pada bagian pendahuluan, dijabarkan mengenai latar belakang diangkatnya topik mengenai
Megabenthos Sebagai Indikator Kesehatan Terumbu Karang di Perairan Laut Bagian Timur
Pulau Benan Lingga. Pada pendahuluan ini penulis juga menjelaskan mengenai peranan
megabenthos dalam proses rantai makanan dan ekologi seperti siklus nutrien yang terjadi di
ekosistem terumbu karang dan ekosistem lamun. Seperti Megabenthos jenis bulu babi
merupakan herbivora, karena pola makan Bulu babi umumnya memakan alga yang terdapat pada
terumbu karang.
Megabenthos merupakan organisme yang sangat tergantung terhadap terumbu karang
dimana kehadiran kelompok ini dalam keanekaragaman jenis yang tinggi dapat dipengaruhi oleh
kondisi atau kualitas ekosistem terumbu karang. Pulau Benan adalah salah satu pulau kecil yang
terdapat di Kecamatan Senayang Kabupaten Lingga. Pulau Benan termasuk didalam Kawasan
Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kecamatan Senayang Kabupaten Lingga. Pulau Benan
memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat baik dari sumberdaya perikanan tangkap maupun
dalam bidang ekowisata. Terdapat ekosistem bawah laut seperti terumbu karang dan beragam
jenis ikan dan biota laut lainya seperti megabenthos. 3 Penelitian mengenai kepadatan jenis
megabenthos ini dilakukan untuk mengetahui terkait kesehatan terumbu karang. Keberadaan
megabenthos target dapat menjadi salah satu indikator kesehatan terumbu karang dan informasi
mengenai Megabenthos masih sangat minim dan belum terintegrasi yang satu dengan yang
lainnya sehingga kondisi dan statusnya belum tergambar secara keseluruhan
Metode Penelitian :
Bab Selanjutnya merupakan metode penelitian yang menjelaskan mengenai metode yang
digunakan dalam meneliti Megabenthos Sebagai Indikator Kesehatan Terumbu Karang di
Perairan Laut Bagian Timur Pulau Benan Lingga.Metode ini dilakukan dengan cara menarik
garis dengan pita berskala (roll meter) dari garis pantai sampai pada batas tubir dengan panjang
transek 70 m dan pencatatan jenis serta jumlah megabentos target dari titik 0 m sampai 70 m
dengan lebar observasi 1 meter ke kiri dan kanan garis transek, sehingga luas pemantauan
menjadi 140 m2 .
Hasil Penelitian :
Hasil dari pengamatan megabenthos di bagian Timur Pulau Benan tahun 2017 yang terdiri
dari megabenthos yang terkatagori ekologis Penting dan Ekonomis Penting. Megabenthos jenis
teripang, kima, lola dan lobster yang ditemukan pada lokasi penelitian merupakan biota-biota
ekonomis penting yang hidup di ekosistem terumbu karang. Kehadirannya pada ekosistem
terumbu karang merupakan indikator bahwa karang di lokasi tersebut masih sehat. Jika karang
dilokasi tersebut telah mengalami kerusakan, kondisi fisika-kimia perairan cukup mendukung
kehidupan ketiga spesies tersebut. Teripang banyak ditemukan pada kedalaman yang rendah
yang substrat dominan pasir. Substrat pasir mendukung bagi kehidupan teripang karena substrat
pasir merupakan substrat yang kaya akan bahan organik,
Selama penelitian ditemukan adanya perbedaan dalam komposisi jenis megabenthos di
setiap titik stasiun pengamatan. Komposisi megabenthos didominasi oleh megabenthos target
jenis bulu babi / sea urchin, selain itu ditemukan juga jenis teripang, kima, siput Drupella dan
bintang laut. namun, ada beberapa titik stasiun yang tidak dihuni oleh semua jenis megabenthos.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan yang mendominasi pada perairan laut bagian
Timur Pulau Benan adalah megabenthos jenis bulu babi yang terdapat pada seluruh titik stasiun
dari kedalaman 3 sampai 10 meter. Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang kompleks
dan duhuni oleh berbagai jenis fauna termasuk Echinodermata jenis bulu babi yang merupakan
penghuni terumbu karang yang sangat dominan. Bulu babi dapat ditemukan mulai dari daerah
intertidal sampai kedalaman 10 meter. Jenis megabenthos bintang laut berduri dan siput Drupella
yang menjadi ancaman bagi terumbu karang karena megabenthos jenis ini sebagai predator polip
karang hanya sedikit ditemukan di semua stasiuan. Megabenthos jenis Bintang Laut Berduri
tidak ditemukan dan Siput Drupella hanya ditemukan pada Stasiun 1 sebanyak 0,25/m2 , Stasiun
6 sebanyak 0,08/ m2 dan Stasiun 14 sebanyak 0,16/ m2 . Kepadatan siput Drupella dibawah 1,4/
m2 sampai dengan 6,4/ m 2 belum dianggap mewabah dan belum berpengaruh terhadap
ekosistem Terumbu Karang.
Dari hasil pengamatan dan analisis data yang telah dilakukan terdapat 6 jenis megabenthos
yang hidup di perairan bagian Timur Pulau Benan, jenis yang mendominasi adalah megabenthos
jenis bulu babi. Banyaknya bulu babi menjadi indikator yang menentukan bahwa ekosistem
terumbu karang di perairan laut Pulau Benan tidak sehat atau kurang baik. Ditemukannya bulu
babi pada seluruh stasiun secara tidak langsung menunjukkan bahwa terumbu karang di wilayah
tersebut dalam kondisi yang tidak sehat. Bulu babi merupakan salah satu bioindikator kesehatan
karang dimana dimana kehadirannya dalam jumlah besar mengindikasikan karang yang tidak
sehat. Kehadiran bulu babi pada ekosistem terumbu karang membersihkan algae yang tumbuh
pada karang mati yang telah ditumbuhi algae, sesuai dengan sifatnya dalam mencari makan
sebagai algae feeder. Kehadiran bulu babi ini memiliki peran yang menguntungkan bagi
ekosistem terumbu karang karena turut membersihkan algae, sehingga memungkinkan karang
untuk tumbuh dengan baik setelah substrat dibersihkan oleh bulu babi dari keberadaan algae.
Kesimpulan :
Pada bab kesimpulan penulis menuliskan Pada perairan bagian Timur Pulau Benan hanya
ditemukan Megabenthos jenis Teripang / Sea cucumbar, Kima / Giant clams, Bulu Babi, Lola,
Siput Drupella dan Bintang Laut. Megabenthos yang mendominasi adalah jenis Bulu Babi pada
seluruh Stasiun menunjukkan terumbu karang di bagian Timur Pulau Benan tidak sehat dengan
indikator melimpahnya jumlah megabenthos jenis Bulu Babi di seluruh titik stasiun.

Anda mungkin juga menyukai