Bentos
Bentos adalah organisme yang hidup di dasar perairan (substrat) baik yang sesil,
merayap maupun menggali lubang. Bentos hidup di pasir, lumpur, batuan, patahan karang atau
karang yang sudah mati. Substrat perairan dan kedalaman mempengaruhi pola penyebaran dan
morfologi fungsional serta tingkah laku hewan bentik. Hal tersebut berkaitan dengan
karakteristik serta jenis makanan bentos. Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga baik
digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang
masuk ke habitatnya.
Penyebaran jenis dan populasi komunitas bentos ditentukan oleh sifat fisik, kimia dan
biologi perairan. Sifat fisik perairan seperti pasang surut, kedalaman, kecepatan arus,
kekeruhan atau kecerahan, substrat dasar dan suhu air. Sifat kimia antara lain kandungan
oksigen dan karbondioksida terlarut, pH, bahan organik, dan kandungan hara berpengaruh
terhadap hewan bentos. Sifat-sifat fisika-kimia air berpengaruh langsung maupun tidak
langsung bagi kehidupan bentos. Perubahan kondisi fisika-kimia suatu perairan dapat
menimbulkan akibat yang merugikan terhadap populasi bentos yang hidup di ekosistem
perairan (Setyobudiandi, 1997).
Peranan Bentos
Bentos memiliki peranan yang penting dalam suatu ekosistem seperti dalam proses
dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan. Hewan bentos,
terutama yang bersifat herbivor dan detrivor dapat menghancurkan makrofit akuatik yang
hidup maupun yang mati dan serasah yang masuk ke dalam perairan menjadi potongan-
potongan yang lebih kecil, sehingga mempermudah mikroba untuk menguraikannya menjadi
nutrien bagi produsen perairan (Lind, 1985).
Bentos berfungsi dalam proses rantai makanan. Bentos merupakan bagian penting dari
rantai makanan, terutama untuk ikan.. Karena kelimpahan mereka dan posisi sebagai
"perantara" dalam rantai makanan air, bentos memainkan peran penting dalam aliran alami
energi dan nutrisi. Invertebrata bentos yang sudah mati akan membusuk dan kemudian
meninggalkan nutrisi yang digunakan kembali oleh tanaman air dan hewan lainnya dalam
rantai makanan. Odum (1994) menyatakan makroinvertebrata air (makrozoobenthos)
memegang peranan penting dalam ekosistem perairan dan menduduki beberapa tingkatan
trofik pada rantai makanan. Kedudukan makroinvertebrata air di dalam tingkatan trofik
digolongkan ke dalam kelompok :
a) Grazers dan Serapers, adalah herbivor pemakan tumbuhan air dan periphyton. Taksa
yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Ecdyonurussp. (Ephemeroptera),
Gastropoda, Elmis sp. dan Latelmis sp. (Coleoptera).
b) Shredders adalah detritivor pemakan partikel organik kasar. Takson yang tergolong ke
dalam golongan ini adalah Tipula sp. (Diptera), Neumora sp. (Plecoptera).
c) Collector adalah detritivor pemakan organik halus. Berdasarkan cara pengambilan
makanannya collector dapat dibagi dua yaitu filter feederdan deposit feeder.
Golongan filter feeder adalah collector yang mengambil makanan dengan cara
menyaring materi yang terlarut di dalam air. Karakteristik collector dari golongan ini
adalah mempunyai fila di daerah mulut atau kaki sebagai alat pengumpul makanan.
Taksa yang termasuk golongan filter feeder adalah Simulidae (Diptera),
Rheotanytarsus sp., Hydropsyche sp. Golongan deposit feeder adalahcollector yang
mengambil makanan yang ada di permukaan dasar perairan. Taksa yang termasuk
golongan ini adalah Chiromonidae, Orthoeladine, Diamesiae.
d) Predator adalah carnivor pemakan hewan lain. Taksa yang termasuk golongan ini
adalah Tanypodidae (Diptera), Perla sp.,(Plecoptera) dan Hirudinae.
Bentos dapat digunakan untuk melihat kualitas air pada suatu perairan. Tidak seperti ikan,
bentos tidak bisa bergerak banyak sehingga mereka kurang mampu menghindar dari efek
sedimen dan polutan lain yang mengurangi kualitas air. Dengan sifat yang demikian,
perubahan-perubahan kualitas air dan substrat tempat hidupnya sangat mempengaruhi
komposisi maupun kelimpahannya. Komposisi maupun kelimpahan bentos tergantung kepada
kepekaan/ toleransinya terhadap perubahan lingkungan. Setiap komunitas memberikan respon
terhadap perubahan kualitas habitat dengan cara penyesuaian diri pada struktur komunitas.
Gaufin dalam Wilhm (1975) mengelompokkan spesies makrozobentos berdasarkan
kepekaannya terhadap pencemaran karena bahan organik ke dalam kelompok :
a) Intoleran, yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi
lingkungan yang sempit dan jarang dijumpai di perairan yang kaya organik.
Organisme ini tidak dapat beradaptasi bila kondisi perairan mengalami penurunan
kualitas.
b) Fakultatif, yaitu organisme yang dapat bertahan hidup pada kisaran kondisi
lingkungan yang lebih besar bila dibandingkan dengan organisme intoleran.
Walaupun organisme ini dapat bertahan hidup dip
c) erairan yang banyak bahan organik namun tidak dapat mentolerir tekanan
lingkungan.Toleran, yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam
kisaran kondisi lingkungan yang luas, yaitu organisme yang sering dijumpai
diperairan yang berkualitas jelek. Pada umumnya organisme tersebut tidak peka
terhadap berbagai tekanan lingkungan dan kelimpahannya dapat bertambah diperairan
yang tercemar oleh bahan organik.
Oleh karena itu, bentos dapat memberikan informasi mengenai kualitas air sungai dan
kualitas air danau atau laut. Di antara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka
terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk makrozoobentos
(Pradinda, 2008).
PLANKTON
A. Struktur Komunitas Plankton
Secara sederhana plankton diartikan sebagai hewan dan tumbuhan renik yang terhanyut
di laut. Nama plankton berasal dari akar kata Yunani “planet” yang berarti pengembara. Isti
lah plankton pertama kali diterapkan untuk organisme di laut oleh Victor Hensen direktur
Ekspedisi Jerman pada tahun 1889, yang dikenal dengan “Plankton Expedition” yang khusus
dibiayai untuk menentukan dan membuat sitematika organisme laut (Charton dan Tietjin,
1989).
Plankton terdiri dari dua kelompok besar organisme akuatik yang berbeda yaitu
organisme fotosintetik atau fitoplankton dan organisme non fotosintetik atau zooplankton.
1. Fitoplankton
Fitoplankton adalah tumbuhan mikroskopik (bersel tunggal, berbentuk filamen atau
berbentuk rantai) yang menempati bagian atas perairan (zona fotik) laut terbuka dan
lingkungan pantai. Nama fitoplankton diambil dari istilah Yunani, phyton atau "tanaman" dan
“planktos” berarti "pengembara" atau "penghanyut”. Walaupun bentuk uniseluler/bersel
tunggal meliputi hampir sebagian besar fitoplankton, beberapa alga hijau dan alga biru-hijau
ada yang berbentuk filamen (yaitu sel-sel yang berkembang seperti benang)(Gambar 2). Koloni
diatom dan dan alga biru-hijau juga memproduksi rangkaian sel yang saling berhubungan.
Tidak seluruh organisme fotosintetik pelagis bersifat mikroskopi, sebagai contohnya adalah
alga multiseluler makroskopoik Sargassum spp, yang merupakan hasil biomasa utama di Laut
Sargasso di Atlantik Utara.Selain digolongkan berdasarkan taksonominya, fitoplankton biasa
digolongkan berdasarkan ukurannya. Berdasarkan ukurannya ada beberapa golongan
fitoplankton (Tabel 1).
Tabel 1. Kelompok plankton berdasarkan katagori ukuran
Gambar 2. Beberapa contoh jenis fitoplankton. (A-C diatom tipe centik), (D-E) tipe pennate,
(F) dinoflagellata tak berbungkus , (G) dinoflagelata berbungkus, (H) coccolithifor, (I-K)
yang Lainnya.
Secara taksonomi ada beberapa kelas dari fitoplankton (Tabel 2). Empat kelas diantara
13 kelas yang ada tersebut (Tabel 2) merupkan kelompok penting dalam ekosistem laut yaitu
Bacillariophyceae, Dinophyceae,Haptophyceae dan Chlorophyceae.
Tabel 2. Klasifikasiki fitoplankton pada ekosistem laut
a) Diatom (Kelas Bacillariophyceae)
Mikroalga ini mendominasi komunitas fitoplankton di lintang tinggi di daerar Artik dan
Antartika, pada zona neritik daerah tropis dan perairan lintang sedang (temperate), dan pada
daerah upwelling. Beberapa ahli menganggap bahwa diatom merupakan kelompok
fitoplankton paling penting yang memberi kontribusi secara mendasar bagi produktivitas laut,
khususnya di wilayah perairan pantai. Berisi sel tunggal atau rangkaian sel, diatom memiliki
bagian luar yang keras yang merupakan lapisan skeleton-silika (pektin yang berisi silika) yang
disebut frustula. Frustula atau dinding sel silika disusun dari dua katup yaitu katup bagian atas
yang disebut epiteka dan katup bagian bawah yang disebut hipoteka (Gambar 3). Kedua katup
tersebut cocok satu sama lainnya seperti petridisk dan sering berisi ornamen yang kompleks.
Ada celah sempit pada frustula yang berfungsi mempercepat pergantian nutrien, gas-gas dan
produk metabolik.
Gambar 3. Frustula diatom dengan lapisan epiteka dan hipoteka
Bentuk dan kesimetrisan frustula membantu para ahli taksonomi dalam
mengklasifikasikan diatom.Didasarkan pada penampilan-penampilan ini dikenal dua
kelompok diatom yaitu centris diatom (diatom bulat) yang memiliki bentuk katup bulat atau
berbentuk kubah dan paling banyak berada sebagai planktonik dan pennate diatom (diatom
runcing) yang memiliki katup berbentuk bujur atau bentuk kapal (boat-shape) dan biasa hidup
pada daerah dasar perairan (bentik). Frustula dari centris diatom memiliki jari-jari simetri
(radial simetri) sekitar sumbunya sedangkan pada pennate diatom memiliki bilateral simetri.
Ukuran diatom berkisar dari < 10 µm sampai mendekati 200µm. Tidak adanya flagel,
cilia atau organ pergerakan lain, spesies planktonik bersifat non motil dan tenggelam pada
perairan yang tidak ada turbulensi. Menurut Smayda (1970) dalam Kennish (1990) laju
penenggelaman diatom dan fitoplankton yang lain bergantung ukuran dan bentuk sel, ukuran
koloni, kondisi fisiologis dan umur. Sel-sel diatom hidup, turun pada laju 0 sampai 30 m per
hari menembus kolom air, tetapi sel-sel mati jatuh lebih cepat melebihi 60 m per hari dalam
kasus yang sama. Daya apung (buoyancy) menurun dengan umur. Penambahan ukuran sel atau
koloni berkaitan dengan laju tenggelam bergantung luas permukaan per satuan volumenya.
Menurut Arinardi dkk (1994), jenis diatom yang banyak dijumpai di perairan lepas
pantai Indonesia antara lain Chaetoceros sp., Rhizosolenia sp., Thalassiothrix sp. dan
Bachteriastrum sp, sedangkan pada daerah pantai atau muara sungai biasanya terdapat
Skeletonema sp., dan kadang -kadang Coscinodiscus sp. Sunarto (2002) menemukan beberapa
jenis diatom yang terdapat di perairan pantai Teluk Hurun Lampung antara lain jenis Naviluca,
Thalassiosithic, Rhizosolenia dan Skeletonema (Gambar 4). Jenis skeletonema kadang
berlimpah, hal ini diduga karena jenis ini dapat memanfaatkan nutrien lebih cepat dari pada
diatom lainnya.
Gambar 4. Beberapa genera diatom.
b) Dinoflagellata (Kelas Dinophyceae)
Dinoflagellata memiliki tipe uniseluler, biflagelata, dan merupakan organisme autotrop
yang , seperti juga diatom, mensuplai produktivitas yang terbesar pada beberapa wilayah
perairan. Individu sel dinoflagellata memiliki kisaran ukuran 5200 µm, tetapi beberapa spesies
(seperti Polykrikos spp.) terkadang tumbuh dalam rantai lebih besar atau pseudocoloni.
Dinoplagellata mendominasi komunitas fitoplankton di periran sub tropik dan tropik.
Antara 1000 -1500 spesies dinoflagellata menempati lingkungan laut dan air tawar, tetapi
sebagian besarnya (lebih dari 90%) hidup dilaut. Kelompok yang mewakili kelas ini umunya
berasal dari genera Peridinales yang meliputi Ceratium, Gonyaulax dan Peridinium dan genera
Gymnodiniales yang meliputi Amphidinium, Ptychodiscus (Gymnodinium) dan Gyrodinium.
Menurut Kennish (1990) spesies dinoflagellata tertentu menghasilkan racun. Ketika terjadi
blooming dimana kepadatannya dapat mencapai 5 x 105 sampai 2 x 106 sel/L, racun yang
tertumpuk akan mematikan ikan, kekerangan dan organisme lain. Blooming dinoflagellata
biasanya memberikan warna merah atau coklat pada perairan. Kondisi blooming ini dikenal
dengan Red Tide. Genera Gonyaulax dan Ptycodiscus (gymnodinium) merupakan penyebab
terjadinya red tide yang toksik ini. Grahame (1987) menyatakan bahwa dua spesies yang
menyebabkan blooming ini adalah Gonyaulax polyhedra dan Ptycodiscus brevis
(=Gymnodinium breve).
Menurut Anderson (1994) Gymnodinium breve telah mengakibatkan kematian berton-ton
ikan di pantai teluk Florida dan mengakibatkan kerugian materi yang sangat besar karena
terhentinya bisnis turisme dan bisnis pendukung lainnya selain, kerugian ekologis. Kasus yang
sama pernah terjadi di teluk Mexico. Di teluk Walvis di pantai Afrika Selatan pada sisi Laut
Atlantik pernah terjadi red -tide yang disebabkan oleh jenis Gonyaulax dan mengakibatkan
kematian pada manusia yang mengkonsumsi jenis kekerangan (Charton dan Tietjen, 1988).
Racun yang dihasilkan sel-sel dinoflagellata pada red tide ini dapat membunuh ikan secara
langsung setelah sel-sel menembus insangnya. Pada jenis kekerangan toksin yang terakumulasi
dalam hepatopancreas menyebabkan gangguan neurologi dan kelumpuhan bagi orang yang
mengkonsumsinya dan dapat pula menyebabkan gangguan pencernaan/diare.
Beberapa jenis dinoflagellata mempunyai kemampuan menghasilkan cahaya
(bioluminescent) antara lain Noctiluca, Gymnodinium dan Pyrocystis (Gambar 5). Pada malam
hari kelompok Noctiluca akan mengeluarkan cahaya apabila air laut terpercik oleh benda-
benda yang mengusiknya. Menurut Arinardi dkk (1994) cahaya ini terpancar karena oksidasi
zat non protein (luciferin) dengan bantuan enzim (luciferase). Secara sederhana reaksinya dapat
dituliskan sebagai berikut:
Luciferin + O2 → Oxyluciferin + air + cahaya
Luciferase
Umumnya dinoflagellata bereproduksi secara aseksual dengan melalui pembelahan
sel, meskipun ada beberap individu bereproduksi secara seksual seperti Ceratium dan
Glenodinium.
2. Zooplankton
Zooplankton merupakan plankton hewani yang terhanyut secara pasif karena terbatasnya
kempuan bergerak. Beberapa contoh jenis zooplankton dapat dilihat pada Gambar 7. Berbeda
dengan fitoplankton , zooplankton hampir meliputi seluruh filum hewan mulai dari protozoa
(hewan bersel tunggal) sampai filum Chordata (hewan bertulang belakang). Para ahli kelautan
juga mengklasifikasikan zooplankton sesuai ukuran dan lamanya hidup sebagai plankton.
Gambar 10. Pola distribusi organisme laut di Samudera Pasifik pada siang dan malam
hari
Distribusi secara musiman pada beberapa daerah tropis pada bujur yang berbeda
menunjukkan bahwa produksi fitoplankton berlansung periodik dari waktu ke waktu (Gambar
11).
Gambar 11. Produktivitas fitoplankton musiman pada daerah tropis
Produktivitas Plankton
Pada tiap tingkat tropik ada produksi. Pada tingkat tropik terbawah dimana terjadi
proses fotosintesis oleh organisme autotrop di hasilkan produksi primer. Sedangkan seluruh
produksi pada tingkat konsumer merupkan produksi sekunder (Odum, 1983).
Odum (1983), mendefinisikan produktivitas primer suatu sistem ekologi sebagai laju
penyimpanan energi radiasi melalui aktivitas fotosintesis dari produser atau organisme
(terutama tumbuhan hijau) dalam bentuk bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan
pakan. Untuk menghasilkan produksi primer, produser melakukan fotosintesis dengan bantuan
cahaya matahari yang ditangkap oleh pigmen-pigmen fotosintesis.
Fotosintesis adalah proses fisiologis dasar yang penting bagi nutrisi tanaman.
Persamaan umum proses fotosintesis yang terjadi pada tumbuhan hijau adalah sbb:
6CO2 + 6 H2O → C6H12O6 + 6 O2
Persamaan ini menunjukkan bahwa proses tersebut adalah sebuah reaksi reduksi-oksidasi. CO2
direduksi dan H2O dioksidasi (Forti, 1969; Valiela , 1984).
Apabila produksi sekunder adalah produksi yang dihasilkan pada tingkat
konsumer, maka produktivitas sekunder sebenarnya meliputi banyak organisme pada tingkat
konsumer seperti herbivora dan karnivora. Akan tetapi biasanya produktivitas sekunder
dihitung berdasarkan produksi konsumer primer dalam hal ini zooplankton. Produksi dari
populasi hewan mengacu pada pembentukan biomassa baru dalam periode waktu tertentu. Ada
dua pendekatan yang telah diterapkan dalam studi produksi yaitu metode dinamika populasi
dan metode pengaturan energi (energy budget). Pendekatan dinamika populasi terkonsentrasi
pada pertumbuhan biomassa sedangkan pendekatan energy budget mengukur komponen-
komponen konsumsi, respirasi dan ekresi.
Ada permasalahan dalam menentukan produktivitas sekunder antara lain, perbedaan
ukuran pada tiap individu menyebabkan jumlah individu/satuan volume berbeda antara satu
jenis dengan jenis yang lain atau dalam jenis yang sama pada tahap siklus hidup yang berbeda.
Sebagai contoh pada jenis calanus yang siklus hidupnya melewati 6 fase nauplii dan 6 fase
kopepodite dengan masing-masing berbeda ukuran maka jumlah individu per satuan volume
dari tiap fase akan berbeda. Oleh karena itu diperlukan ada perbedaan dalam penghitungan
untuk masing masing jenis zooplankton (Lewis,Jr. 1985).
Gambar 14. Piramida makanan yang menunjukkan tingkat tropis produser dan konsumer
Sebagai produser primer, fitoplankton menduduki tingkatan terbawah pada piramida
makanan (Gambar 14), artinya fitoplanktonlah yang mendukung seluruh kehidupan di laut.
Dengan kata lain fitoplankton menduduki tropik level paling randah dan berperan mentranfer
energi matahari dan mendistribusikan energi tersebut pada organisme laut melaui rantai
makanan. Apabila dilihat bentuk piramida makanan maka bisa diartikan bahwa semakin ke
atas ukuran individu bertambah sedangkan jumlah individu menurun.Sebaliknya jumlah
fitoplankton jauh lebih besar dibanding zooplankton dan ikan tetapi ukurannya jauh lebih kecil.
Bahan organic hasil proses fotosintesis dapat dimanfaatkan oleh zooplankton yang
menduduki tropic level kedua pada piramida makanan. Pada tingkat tropik ini zooplankton
berperan sebagai organisme herbivora atau konsumer primer. Sebagian besar zooplankton
memakan fitoplankton atau detritus dan memiliki eran penting dalam dalam rantai makanan
pada ekosistem perairan. Beberapa spesies memperoleh makanan melalui uptake langsung dari
bahan organik yang terlarut. Zooplankton pada dasarnya mengumpulkan makanan melalui
mekanisme feelter feeding atau raptorial feedeng. Zooplankton filter feeder menyaring seluruh
makanan yang melewati ’mulutnya’ sedangkan pada raptorial feeder sebagian makanannya
dikeluarkan kembali.
Proses saling memangsa antar satu dengan yang lainnya disebut rantai makanan (food
chain) sedangkan rangkaian rantai makanan disebut jaring makanan (food web). Pada rantai
makanan maupun pada jaring makanan fitoplankton menempati tempat yang terendah sebagai
produser primer. Rantai makanan grazing di laut dimulai dari fitoplankton sebagai produser
dan zooplankton sebagai konsumer (grazer). Apabila terjadi kematian ba ik fitoplankton
maupun zooplankton maka akan menjadi mata rantai pertama dalam rantai makan detritus
(detritus food chain). Kedua rantai makanan tersebut menjadi siklus dasar dalam produksi di
laut .
Nekton
Berbeda dengan plankton, Nekton terdiri dari organisme yang mempunyai kemampuan
untuk bergerak sehingga mereka tidak bergantung pada arus laut yang kuat atau gerekan air
yang disebabkan oleh angin, mereka dapat bergerak dalam air menurut kemauannya sendiri
bersama dengan plankton sering dikelompokkan dalam sistem pelagik. Kebanyakan
merupakan hewan-hewan besar, dan didalamnya termasuk organisme-organisme terbesar dan
tercepat bergerak disamudra. Jika plankton didominasi oleh hewan-hewan vertebrata. Di
antaranya ikan merupakan kelompok terbanyak, baik dalam spesies maupun dalam individu,
tetapi wakil dari tiap kelas vertebrata, kecuali amphibi di jumpai sebagai nekton
(Magdalena,dkk., 2014).
Kelompok nekton semuanya adalah hewan, dan dalam hidupnya menduduki system
pelagic, pembagiannya meliputi dua terutama yang hidup pada wilayah epipelagik yaitu
holoepipelagik, dan meroepipelagik. Kelompok nekton yang hidup pada zona dekat dasar
disebut spesies demersal, mereka biasanya menghabiskan waktu didaerah dekat dasar, terutama
pada terumbu karang. Semua ikan adalah predator, beberapa jenis ikan tertentu hidup didaerah
yang didalam, pada kedalam ini sudah tidak dijumpai adanya cahaya, oleh karena itu hewan-
hewan yang hidup di zona ini mempunyai organ dalam tubuhnya yang dapat mengeluarkan
cahaya. Makan juga sangat terbatas sehingga untuk tetap mempertahankan hidupnya mereka
harus mampu untuk memenfaatkan bermacam-macam makanan atau mangsa yang tersedia
(Magdalena,dkk., 2014).
Banyak diantara ikan-ikan yang hidup dilaut dalam mempunyai perut yang dapat
menggelembung dan rahang yang berukuran melebihi tubuhnya, tujuannya agar dapat
memangsa makanan atau ikan lainnya walaupun mangsa tersebut ukurannya lebih besar
(Magdalena,dkk., 2014).
Komposisi Nekton
Organisme nekton terdiri dari berbagai jenis ikan, yang hidup tersebar dari epipelagik
sampai pada zona dekat dasar laut, dengan demikian kelompok ikan merupakan yang terbesar
jumlahnya seperti ikan hiu, ikan tuna, lemuru, ikan terbang dll (Nybakken., 1992). Beberapa
kelompok ikan yang berbeda dijumpai dalam golongan nekton. Pertama, ikan yang
menghabiskan seluruh waktunya di daerah epipelagik. Ikan ini disebut holopipelagik
mencangkup ikan-ikan hiu tertentu (cucut martil, hiu mackerel, cucut biru), kebanyakan ikan
terbang, tuna, setuhuk, cucut gergaji, lemuru, ikan dayung, dan lain-lain. Ikan ini biasanya
menghabiskan telur yang mengapung dan larva epipelagik. Jumlahnya sangat berlimpah di
permukaan perairan tropik dan subtropik.
Kelompok kedua yaitu ikan bahari dinamakan meroepipelagik. Ikan ini hanya
menghabiskan sebagian dari hidupnya di daerah epipelagik. Kelompok ini lebih beragam dan
mencakup ikan menghabiskan masa dewasanya di epipelagik tetapi mememijah di perairan
pantai (Ikan Haring) atau diperairan tawar (salem). Kebanyakan ikan menghabiskan awal daur
hidupnya di epipelagik , tetapi masa dewasanya di daerah lain. Bentuk juvenil memegang
peranan tetap dalam fauna epipelagik, tetapi disebut meroplankton, karena kemampuannya
geraknya terbatas. Ada juga jenis lain yang memasuki daerah epipelagik hanya pada waktu-
waktu tertentu. Seperti ikan-ikan perairan-dalam semacam ikan lentera yang bermigrasi ke
permukaan pada malam hari untuk mencari makan.
Kelompok nekton kedua terbesar adalah mamalia laut. Mamalia laut nektonik
mencangkup ikan paus (ordo Cetacea), anjing laut dan singa laut (ordo Pinnipeda). Terdapat
juga mamalia bahari lain, seperti manatee dan duyung (ordo Sirenia), serta berang-berang (ordo
carnivora). Tetapi hewan-hewan ini tidak pelagik karena mereka menghuni perairan pantai
sepanjang waktu.
Reptil nektonik hampir semuanya merupakan penyu dan ular laut. Tetapi hewan-hewan
ini juga merupakan hewan litoral yang hanya sekali-kali pergi menjauhi daratan. Penyu laut
menggunakan sebagian waktu untuk menuju pantai dan mendarat didaratan pasir untuk
bertelur, telur-telurnya kemudian disimpan dalam timbunan pasir yang sebelumnya telah
digali, sedangkan buaya yang terdapat di perairan Indo-Pasifik dan Iguana hanya terdapat di
perairan kepulauan Galapagos (Nybakken., 1992).
Secara teknis burung laut tidak dimasukkan dalam grup organisme nekton, karena
mereka hanya terbang diatas samudra dan tidak menembusnya, tetapi mereka juga mempunyai
peranan ekonomi dalam kelompok tersebut, seperti Cormorant dan burung laut lainnya,
menyelam dan mencari makan sampai menghabiskan banyak waktunya sebagai perenang.
Mungkin satu-satunya kelompok burung yang benar-benar nektonik adalah penguin yang tidak
dapat terbang dan terdapat di bagian bumi selatan. Grup Molluska terdapat dua jenis yang
bersifat nekton adalah gurita Octopus dan golongan cumi-cumi (Magdalena,dkk., 2014).
Klasifikasi Nekton
Nekton sebagai mahkluk makroskopik di perairan, baik di air tawar maupun air laut,
jenis-jenisnya dapat diklasifikasikan untuk mempermudah pengenalannya. Untuk nekton laut,
secara umum dapat digolongkan menjadi tiga kelas yaitu :
1. Kelas Vertebrata, merupakan nekton bertulang belakang, jumlahnya besar, nekton-nekton
tersebut mempunyai tulang keras dan tulang rawan. Yang termasuk ke dalam kelas ini
yaitu, ikan, reptil, aves, dan mamalia laut.
2. Kelas Moluska, merupakan nekton lunak seperti gurita, cumi-cumi dan kerang.
3. Kelas Crustacea, adalah nekton yang mempunyai cangkang atau kulitnya keras, contohnya
lobster dan kepiting.
Nekton seperti ikan yang berkelompok dapat diklasifikasikan dalam dua golongan yaitu
sebagai berikut :
1. Golongan Holoepipelagik
Holoepipelagik adalah golongan ikan yang menghabiskan seluruh waktunya di daerah
epipelagik. Kelompok ikan ini mencakup ikan-ikan hiu tertentu, kebanyakan ikan terbang,
tuna, ikan lemuru, ikan dayung, dan lain-lain.
2. Golongan Meroepilagik
Meroepipelagik adalah golongan ikan yang menghabiskan sebagian waktu hidupnya di
daerah epipelagik. Meropelagik dapat dibagi lagi berdasarkan pola hidup masing-masing
organisme, diantaranya :
a. Kelompok Organisme yang menghabiskan sebagian waktu hidupnya di daerah
epipelagik, kelompok ini beragam dan mencakup ikan yang menghabiskan masa
dewasanya di epipelagik tetapi memijah di daerah pantai. Contohnya : haring, geger
lintang jinak, dolpin, kacang-kacang.
b. Kelompok Organisme yang hanya memasuki daerah epipelagik pada waktu-waktu
tertentu, seperti ikan perairan-dalam semacam ikan lentera yang bermigrasi ke
permukaan pada malam hari untuk mencari makan.
c. Kelompok Organisme yang menghabiskan awal daur hidupnya di epipelagik, tetapi
masa dewasanya di daerah lain. Contohnya : juvenile.
Gambar 1. Contoh Organisme Nekton
B. Adaptasi Fisiologi
Merupakan proses penyesuaian diri makhluk hidup terhadap lingkungan sekitarnya
yang memperlihatkan perubahan sistem metabolisme dalam tubuhnya. Adapun ciri adaptasi
fisiologi ikan yaitu sebagai berikut :
Ciri adaptasi Ikan air laut Ikan air tawar
Pengeluaran urine Sedikit Banyak
Urine yang diekskresikan Pekat Encer
Minum air Banyak Sedikit
Tekanan osmosis sel tubuh Lebih rendah dari pada air Lebih tinggi dari pada air
ikan laut tawar
Dinding sel tubuh Lebih tebal Laebih tipis
Magdalena, L, Amiruddin, St. Fauziah., dan Budi, R. 2014. Bahan Ajar Oseanologi
Pendahuluan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Nybakken, James W. 1992. Biologi Laut. Gramedia. Jakarta.
Sudirman., dan Achmar M., 2002. Teknik Penangkapan Ikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Prajitno.A.2009.Biologi Laut. Universitas Brawijaya: Malang.
Charton, B dan J. Tietjen. 1989. Seas and Oceans. Collin. Glassglow and London.
Chusing, D.H. 1975. Marine Ecology and Fisheries. Cambridge University Press. London
Kennish, M.J. 1990. Ecology of Estuaries. Vol.II. Biological Aspect. CRC Press. Boston.
Lewis, Jr. 1985. Zooplankton Community Analysis
Longhurst, A.R dan D. Pauly. 1987. Ecology of Tropical Oceans. Academic Press Inc.
Sandiego.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. PT. Gramedia. Jakarta.
Odum, E.P. 1983. Basic Ecology. Saunders College Publishing. Philadelpia.
Parsons, T.R., M.Takahashi dan B. Hargrave. 1984. Biological Oceanographic Processes. 3rd
editition. Pergamon Press. Oxford.