Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap organisme di dalam habitatnya selalu dipengaruhi oleh berbagai hal
disekelilingnya. Setiap faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan organisme tersebut
disebut faktor lingkungan. Lingkungan mempunyai dimensi ruang dan waktu, yang berarti
kondisi lingkungan tidak mungkin seragam baik dalam arti ruang maupun waktu. Kondisi
lingkungan akan berubah sejalan dengan perubahan ruang, dan akan berubah pula sejalan
dengan waktu.
Organisme hidup akan bereaksi terhadap variasi lingkungan ini, sehingga hubungan
nyata antara lingkungan dan organisme hidup ini akan membentuk komunitas dan ekosistem
tertentu, baik berdasarkan ruang maupun waktu.
Lingkungan organisme tersebut merupakan suatu kompleks dan variasi faktor yang
bereaksi berjalan secara simultan, selama perjalan hidup organisme itu. Ada kalanya tidak
sama sekali, hal ini tidak saja bergantung pada besaran intensitas faktor itu dan faktor-faktor
lainnya dari lingkungan, tetapi juga kondisi organisme itu, baik tumbuhan maupun hewan.
Faktor-faktor tersebut dinamakan faktor pembatas.

1. Faktor Fisik sebagai Pembatas dalam Ekosistem


Dengan mengetahui faktor pembatas (limiting faktor) suatu organisme dalam suatu
ekosistem maka dapat diantisipasi kondisi-kondisi di mana organisme tidak dapat bertahan
hidup (Champbell, 2000). Umumnya suatu organisme yang mempunyai kemampuan untuk
melewati atau melampaui faktor pembatasnya maka ia memiliki toleransi yang besar dan
kisaran geografi penyebaran yang luas pula. Sebaliknya jika organisme tersebut tidak mampu
melewatinya maka ia memiliki toleransi yang sempit dan memiliki kisaran geografi
penyebaran yang sempit pula (Hutagalung, 2010).
Tidak sedikit didapati pula bahwa ada organisme tertentu yang tidak hanya beradaptasi
dengan faktor pembatas lingkungan fisik saja, tetapi mereka bisa memanfaatkan periodisitas
alami untuk mengatur dan memprogram kehidupannya guna mengambil keuntungan dari
keadaan tersebut (Hutagalung, 2010).
Faktor pembatas fisik bagi suatu organisme kita kenal secara luas di antaranya faktor
cahaya matahari, suhu, ketersediaan sejumlah air, gabungan antara faktor suhu dan
kelembaban, dan lain sebagainya.

2. Faktor Kimiawi dan Nonfisik Ekosistem


Faktor pembatas nonfisik adalah unsur-unsur nonfisik seperti zat kimia yang terdapat
dalam lingkungan akan menjadi faktor pembatas bagi organisme-organisme untuk dapat
hidup dan berinteraksi satu sama lainnya (RA Hutagalung, Ekologi Dasar).
Kondisi lingkungan perairan (aquatic) berbeda dengan kondisi lingkungan daratan
(terrestrial), terutama ditinjau dari keberadaan unsur kimiawi seperti O2, CO2, dan gas-gas
terlarut lainnya yang dapat diperoleh organisme di lingkungannya (Hutagalung, 2010).
Garam biogenik adalah garam-garam yang terlarut dalam air, seperti karbon (C),
hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), sulfur (S), posfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), dan
magnesium (Mg). Zat kimia ini merupakan unsur vital bagi keberlanjutan organisme tertentu
(Hutagalung, 2010).
Tanah terdiri atas bahan induk, bahan organik, dan mineral yang hasil pencampurannya
dapat membentuk tekstur tanah tertentu. Ruang-ruang antara hasil pencampuran bahan-bahan
tadi diisi oleh gas dan air. Kondisi tekstur dan kemampuan tanah inilah yang akan
menentukan ketersediaan unsur hara bagi tumbuhan dan hewan di atasnya (Soeraatmadja,
1987).
Tumbuhan perdu yang mempunyai daun lebar lebih tahan terhadap keterbatasan sinar
matahari, sedangkan tumbuhan rerumputan sangat membutuhkan sinar matahari. Lebar atau
kecil daun berpengaruh langsung terhadap kemampuan tumbuhan untuk melakukan kegiatan
fotosintesis dan penguapan (transpirasi). Semakin lebar daun semakin tinggi kemampuan
fotosintesis dan semakin besar pula penguapan (Soeraatmadja, 1987)
Faktor cahaya, temperatur, dan kadar garam dalam ekosistem perairan akan berinteraksi
bersama menjadi faktor pembatas utama terhadap keberadaan organisme. Hal ini dapat dilihat
jelas pada perbedaan jenis organisme yang biasa didapati di dekat muara sungai dengan yang
terdapat di lepas pantai atau laut dalam (Hutagalung, 2010).

3. Tipologi Ekosistem dan Indikator Ekologi


Kehadiran atau keberhasilan suatu organisme atau kelompok organisme-organisme
tergantung kepada kompleksitas suatu keadaan. Keadaan yang mana pun yang mendekati
atau melampaui batas-batas toleransi dinamakan sebagai yang membatasi atau faktor
pembatas. Dengan adanya faktor pembatas ini semakin jelas kemungkinannya apakah suatu
organisme akan mampu bertahan dan hidup pada suatu kondisi wilayah tertentu (Uya, 2010).
Jika suatu organisme mempunyai batas toleransi yang lebar untuk suatu faktor yang
relatif mantap dan dalam jumlah yang cukup maka faktor tadi bukan merupakan faktor
pembatas. Sebaliknya apabila organisme diketahui hanya mempunyai batas-batas toleransi
tertentu untuk suatu faktor yang beragam maka faktor tadi dapat dinyatakan sebagai faktor
pembatas. Beberapa keadaan faktor pembatas, termasuk di antaranya adalah temperatur,
cahaya, air, gas atmosfer, mineral, arus, dan tekanan, tanah, dan api. Masing-masing dari
organisme mempunyai kisaran kepekaan berbeda terhadap faktor pembatas (Hutagalung,
2010).
Dengan adanya faktor pembatas, dapat dianggap faktor ini bertindak ikut menyeleksi
organisme yang mampu bertahan dan hidup pada suatu wilayah sehingga sering kali didapati
adanya organisme-organisme tertentu yang mendiami suatu wilayah tertentu pula. Organisme
ini disebut sebagai indikator biologi (indikator ekologi) pada wilayah tersebut (Hutagalung,
2010).

4. Faktor – Faktor Pembatas Yang Terikat Padat dan Bebas dari Kepadatan
Bila suatu populasi tidak dikenai faktor pembatas mana pun sehingga dapat merealisasi
potensi biotik secara penuh, pertumbuhannya berlangsung dengan pola eksponen, tetapi
pertumbuhan eksponen ini tidak dapat berlangsung lama karena ada peranan faktor pembatas
lingkungan. Kadang – kadang faktor lingkungan menyebabkan pertumbuhan eksponen tiba –
tiba berhenti ( Suwasono, 1986).
Dalam kasus ini faktor pembatas kecil sekali efektivitasnya dan peningkatan, dan tiba –
tiba menjadi sangat efektif, yang biasanya menyebabkan penurunan yang cepat pada
kepadatan populasi. Pola pertumbuhan populasi ini adalah ciri beberapa serangga kecil
dengan siklus hidup pendek dimana populasi tumbuh dengan cepat selama periode cuaca
yang sesuai dengan kemudian tiba – tiba menurun bila cuaca berubah. Ingat bahwa faktor
pembatas disini adalah tergantung pada kepadatan populasi; perubahan cuaca bukan
disebabkan oleh meningkatnya populasi dan pengaruh pembatasnya akan parah pada populasi
kecil maupun besar ( Suwasono, 1986).
Biasanya ada fluktuasi, kadang – kadang fluktuasi ini berasal dari fluktuasi lain dalam
lingkungn fisik, yang dapat meningkatkan dan menurunkan “daya dukung”. Tetapi fluktuasi
kepadatan juga terjadi di lab dimana kondisi lingkungan juga dijaga sekonstan mungkin. Jadi
pola pertumbuhan yang sebenarnya bisa mendekati kurva sigmoid hanya dengan cara kasar.
Akan menghasilkan kurva pertumbuhan sigmoid bila faktor pembatas makin efektif sesuai
dengan kenaikan kepadatan populasi, yaitu bila faktor pembatas paling sedikit tergantung
pada kepadatan. Perbedaan antara faktor pembatas yang tergantung pada kepadatan dan yang
tidak tergantung pada kepadatan belum jelas, tetapi walaupun demikian konsep tersebut
berguna untuk menjelaskan jenis – jenis pengaruh lingkungan yang ikut membantu
menentukan kepadatan populasi. Sebenarnya faktor yang tidak tergantung pada kepadatan
adalah yang secara konstan mempengaruhi tanpa mempengaruhi populasi apa apun. Bila
populasi inang meningkat, persentase yang menjadi korban akan tinggi karena masing –
masing individu yang mungkin terpaksa mengalami situasi yang kurang memadai atau makin
lemah sehingga mudah terbang dari sumber daya yang ada menjadi mudah diketemukan dan
di serang. (Suwasono, 1986).

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1) Apa itu faktor pembatas?
2) Apa prinsip–prinsip yang berhubungan dengan faktor pembatas?
3) Contoh-contoh faktor pembatas dan pengaruhnya pada beberapa ekosistem.

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian faktor
pembatas, prinsip–prinsip yang berkaitan dengan faktor pembatas , serta contoh-contoh
faktor pembatas dan pengaruhnya terhadap ekosistem.
BAB II
FAKTOR PEMBATAS PADA BEBERAPA EKOSISTEM

A. Hukum Minimum Leibig dan Hukum Toleransi


Hukum Leibig menyebutkan bahwa "sesuatu organisme tidak lebih kuat dari pada
rangkaian terlemah dari rantai kebutuhan ekologinya". Hukum Leibig adalah hukum atau
ketentuan fenomena alam pada ekosistem tertentu yang menyatakan bahwa organisme
tertentu hanya dapat bertahan hidup pada kondisi faktor tertentu dalam keadaan minimum.
(RA Hutagalung, 2010).
Hukum Toleransi Shelford menyatakan bahwa organisme tertentu dapat bertahan hidup
tidak hanya ditentukan oleh faktor pembatas minimum saja, tetapi juga ditentukan oleh faktor
pembatas maksimum. Dengan mengetahui batas toleransi suatu organisme maka hal ini dapat
membantu memahami pola dan penyebaran organisme pada ekosistem tertentu.Untuk
menyatakan batas toleransi suatu organisme sering dipakai istilah yang umum, yaitu
berawalan steno yang berarti sempit dan eury yang berarti lebar/luas.(RA Hutagalung, 2010).
Untuk dapat bertahan dan hidup di dalam keadaan tertentu, suatu organisme harus
memiliki bahan-bahan penting yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan.
Keperluan-keperluan dasar ini bervariasi antara jenis dan dengan keadaan tertentu. Apabila
keperluan mendasar ini hanya tersedia dalam jumlah yang paling minimum maka akan
bertindak sebagai faktor pembatas. Walaupun demikian, seandainya keperluan mendasar yang
hanya tersedia minimum berada dalam waktu "sementara" tidak dapat dianggap sebagai
faktor minimum karena pengaruhnya dari banyak bahan sangat cepat berubah.(Uya, 2010).
Ternyata kondisi minimum dari suatu kebutuhan mendasar bukan merupakan satu-
satunya faktor pembatas kehidupan suatu organisme, tetapi juga dalam keadaan terlalu
maksimumnya kebutuhan tadi sehingga dengan kisaran minimum-maksimum ini dianggap
sebagai batas-batas toleransi organisme untuk dapat hidup. Namun, dalam kenyataan tidak
sedikit organisme yang mempunyai kemampuan untuk "relatif" mengubah keadaan
lingkungan fisik guna mengurangi efek hambatan terhadap pengaruh lingkungan fisiknya.
(Uya, 2010).
Dari uraian diatas faktor pembatas dapat didefinisikan sebagai suatu yang dapat
menurunkan tingkat jumlah dan perkembangan suatu ekosistem . faktor lingkungan menjadi
faktor pembatas, baik itu abiotik maupun biotik. Diantaranya adalah Cahaya, Suhu, Air,
Tanah dan banyak lagi.
B. Faktor Pembatas Pada Ekosistem Terestrial (Tegalan)
Ekosistem mempunyai berbagai macam jenis, salah satunya adalah ekosistem tegalan.
Tegalan adalah daerah dengan lahan kering yang ditanami dengan tanaman musiman atau
tahunan, seperti padi ladang, palawija, dan holtikultura. Tegalan letaknya terpisah dengan
halaman sekitar rumah dan sangat tergantung pada turunnya air hujan. Tegalan biasanya
diusahakan pada daerah yang belum mengenal sistem irigasi atau daerah yang tidak
memungkinkan dibangun saluran irigasi dikarenakan permukaan tanah tegalan tidak selalu
datar. Pada musim kemarau keadaan tanahnya terlalu kering sehingga tidak ditanami.
Faktor pembatas utama pada ekosistem tegalan ialah air. Air di lahan tegalan sangat
terbatas, jumlahnya bergantung pada tingkat curah hujan. Oleh sebab itu, air sangat
menentukan pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan yang ada di lahan tegalan tersebut.
Hara nitrogen, fosfor, dan kalium juga merupakan faktor pembatas utama untuk
produktivitas Tanaman budidaya. Respon tanman pada lahan kering terhadap nitrogen, fosfor,
dan kalium dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah penggunaan bahan organik.
Bahan organik merupakan kunci utama dalam meningkatkan produktivitas tanah dan efisiensi
pemupukan. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan kajian untuk melihat pengaruh
penggunaan bahan organik (jerami padi) dan pemupukan N, P, dan K terhadap pertumbuhan
dan produktiviatas padi sawah pada lahan intensifikasi.

C. Faktor Pembatas Pada Ekosistem Aquatic ( Kolam budidaya ikan lele)

Mengacu pada definisinya, ekosistem akuatik ialah ekosistem yang mayoritas terdiri
atas air, menjadi habitat makhluk hidup. Contohnya ialah ekosistem air tawar yang bisa
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu ekosistem Lentik: ekosistem yang airnya tergenang
(relatif diam) seperti danau, waduk, kolam, rawa, embung, dll. Lentik diturunkan dari kata
lenis (bahasa Latin) yang artinya tenang. Ekosistem Lotik (Latin: lotus , artinya alir), ialah
ekosistem yang airnya mengalir, seperti: sungai, selokan, dll. Fungsi ekosistem akuatik ini
antara lain sebagai sumber air minum, pengairan, air industri, perikanan, PLTA, rekreasi,
sumber riset ilmu dan teknologi, jugapenerima air olahan IPAL rumah sakit atau efluen IPAL.
Kolam budidaya ikan lele, merupakan kolam buatan manusia yang digunakan untuk
agribisnis ikan lele. Untuk dapat menjadi habitat hidup lele yang baik, kolam perlu dibuat
sedemikian rupa sehingga syarat hidup ikan lele dapat terpenuhi. Komponen-kompenen
penyusun ekosistem kolam budidaya ikan lele dapat dibedakan menjadi dua jenis utama yaitu
komponen biotik dan abiotik. Komponen Abiotik ekosistem kolam lele misalnya Air, Oksigen
terlarut, Cahaya, lumpur atau tanah, pakan, dan lain sebagainya. Sedangkan komponen Biotik
ekosistem kolam ikan terdiri dari mayoritas ikan lele itu sendiri dan organisme lain misalnya
Fitoplankton, Jentik, Serangga air, lumut, dan sebagainya.
Faktor pembatas utama pada kolam budidaya ikan lele di Indonesia pada umumnya
ialah air dalam hal ini suhu air. Ikan lele umumnya ketika masih kecil sangat rentan terhadap
suhu dingin, dan dapat mematikan hamper 90% populasi ikan lele di kolam. Suhu dingin ini
umumnya terjadi pada malam hari saat musim kemarau. Usaha untuk menjaga suhu air dalam
kondisi baik untuk ikan lele biasanya menggunakan mesin penghangat dan penggunaan
sekam pada dasar kolam yaitu di bawah terpal (untuk kolam terpal ikan lele).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. faktor pembatas terdiri dari faktor pembatas fisik yang kita kenal secara luas di
antaranya faktor cahaya matahari, suhu, ketersediaan sejumlah air, dan lain
sebagainya, Faktor pembatas nonfisik yaitu nonfisik seperti zat kimia Dan Tipologi
Ekosistem dan Indikator Ekologi.
2. Prinsip – prinsip yang berkaitan dengan faktor pembatas meliputi Hukum minimum
Leibig Dan Hukum Toleransi Shelford .
3. Pada ekosistem tegalan factor pembatas utamanya adalah air.
4. Pada ekosistem kolam budidaya ikan lele factor pembatas utamanya adalah air dan
suhu.

B. Saran
Untuk melestarikan lingkungan hidup sebaiknya kita memperhatikan faktor
pembatasnya, sehingga setiap organisme dapat hidup didaerah yang sesuai dengan keadaan
organisme itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Ekosistem Akuatik. <http://www.airlimbahku.com/2010/12/ekosistem-

akuatik.html>. Diakses 27 Mei 2013.

Campbell. 2000. Biologi Edisi Kelima Jilid Tiga. Erlangga, Jakarta.

Hutagalung, RA. 2010. Ekologi Dasar. Erlangga, Jakarta.

Soeraatmadja. 1987. Ilmu Lingkungan. ITB, Bandung.

Suwasono, Heddy. 1986. Pengantar Ekologi. Universitas Brawijaya, Malang.

Sharyue. 2011. Faktor pembatas. <http://sharyue.blogspot.com/2011/03/faktor-

pembatas.html>. Diakes 27 Mei 2013.

Uya. 2010. Komponen Ekosistem. http://www.shvoong.com/exact-

sciences/biology/2012066-komponen-ekosistem.html. Diakses tanggal 25 Mei 2013.


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai