Anda di halaman 1dari 18

ALKALINITAS

(Laporan Praktikum Manajemen Kualitas Air)

Oleh

Boy Apriliawan
1614201010

Kelompok 3

PROGRAM STUDI SUMBERDAYA AKUATIK


JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Praktikum : Alkalinitas

Tempat Praktikum : Laboratorium Perikanan dan Kelautan

Tanggal Praktikum : 08 November 2017

Nama : Boy Apriliawan

NPM : 1614201010

Program Studi : Sumberdaya Akuatik

Jurusan : Perikanan dan Kelautan

Fakultas : Pertanian

Universitas : Lampung

Kelompok : 3 (Tiga)

Bandar Lampung, 08 November 2017


Mengetahui,
Asisten

Muhamad Anlian Fahmi


NPM: 1514111023
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagian besar dari permukaan bumi kita tertutup oleh air, air yang ada di
permukaan bumi kita ini memiliki kegunaan masing-masing. Baik itu untuk
konsumsi maupun untuk budidaya. Baik itu untuk konsumsi maupun untuk
budidaya, komponen air mesti memenuhi syarat-syarat tertentu yang dinamakan
tingkat kualitas air. Kualitas air merupakan aspek yang sangat penting untuk
diperhatikan dan dijaga agar dapat dimanfaatkan dengan baik, oleh kita maupun
oleh generasi selanjutnya. Khusunya untuk usaha budidaya, kualitas air suatu
perairan sangatlah menentukan keberhasilan budidaya itu sendiri. Karena hal ini
secara langsung berhubungan dengan organisme yang dibudidaya. Salah satu
parameter kualitas air yang sangat berperan dalam usaha budidaya itu sendiri
yakni alkalinitas. Alkalinitas merupakan kuantitas anion dalam perairan yang
dapat menetralkan kation hidrogen sehingga tingkat keasaman suatu perairan
dapat dinetralisir Alkalinitas selain berhubungan dengan pH air tentunya sangat
berpengaruh pada tingkat produktivitas perairan.

Alkalinitas merupakan kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa


penurunan nilai pH larutan. Sama halnya dengan larutan buffer, alkalinitas
merupakan pertahanan air terhadap pengasaman. Alkalinitas adalah hasil reaksi-
reaksi terpisah dalam larutan hingga merupakan sebuah analisa “makro” yang
menggabungkan beberapa reaksi. Alkalinitas dalam air disebabkan oleh ion-ion
karbonat (CO32- ), bikarbonat (HCO3- ), hidroksida (OH-) dan borat (BO33-), fosfat
(PO43-), dan sebagainya.

Alkalinitas merupakan salah satu dari parameter kimia dalam perairan. Parameter
ini dapat mempengaruhi keadaan dan kualitas dari perairan itu sendiri, sehinga
setiap orang yang ingin membudidayakan ikan harus mengetahui masalah
alkalinitas. Sebab itulah praktikum alkalinitas ini dilakukan.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan pada praktikum alkalinitas ini, sebagai berikut:
1. Mengetahui cara menghitung nilai alkalinitas.
2. Mengetahui nilai alkalinitas dari masing-masing sampel.
3. Mengetahui manfaat alkalinitas dalam perairan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Alkalinitas


Alkalinitas merupakan parameter kimia di perairan yang menunjukan jumlah ion
karbonat dan bikarbonat yang mengikat logam golongan alkali tanah pada
perairan tawar. Nilai ini menggambarkan kapasitas air untuk menetralkan asam,
atau biasa juga diartikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap
perubahan pH. Perairan.mengandung alkalinitas ≥20 ppm menunjukkan bahwa
perairan tersebut relatif stabil terhadap perubahan asam/basa sehingga kapasitas
buffer atau basa lebih stabil. Selain bergantung pada pH, alkalinitas juga
dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion. Nilai alkalinitas
alami tidak pernah melebihi 500 mg/liter CaCO3. Perairan dengan nilai alkalinitas
yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh organisme akuatik karena biasanya
diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar garam natrium yang tinggi
(Effendi, 2003).

Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau dikenal
dengan sebutan acid-neutrlizingcapacitry (ANC) atau kuantitas anion di dalam air
yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga diartikan sebagai
kapasitas penyangga terhadap perubahan pH perairan. Sebagai media hidup ikan,
kondisi alkanitas air perlu diketahui karena alkanitas merupakan salah satu
parameter kimia yang dapat dipakai untuk mengetahui kebasaan air. Kisaran pH
suatu perairan kadang mengalami fluktuasi atau perubahan cukup drasticFluktuasi
atau perubahan nilai pH yang drastis disuatu perairan dapat dicegah apabila
perairan tersebut mempunyai sistem buffer yang memadai. Apabila suatu perairan
mengandung mineral karbonat, bikarbonat, borat, dan silikat, maka pada perairan
tersebut akan memiliki pH diatas netral dan sekaligus dapat mencegah terjadinya
penurunan pH secara drastic (Mubarak, 2009).
Alkalinitas adalah suatu parameter kimia perairan yang menunjukan jumlah ion
karbonat dan bikarbonat yang mengikat logam golongan alkali tanah pada
perairan tawar. Nilai ini menggambarkan kapasitas air untuk menetralkan asam,
atau biasa juga diartikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap
perubahan pH (Afrianto,1991). Alkalinitas relatif sama jumlahnya dengan
kesadahan dalam suatu perairan. Alkalinitas juga berpengaruh terhadap pH dalam
suatu perairan. Dalam kondisi basa ion bikarbonat akan membentuk ion karbonat
dan melepaskan ion hidrogen yang bersifat asam sehingga keadaan pH menjadi
netral (Russady,2010).

Alkalinitas sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas


penyangga dari ion bikarbonat, dan sampai tahap tertentu ion karbonat dan
hidroksida dalam air. Ketiga ion tersebut di dalam air akan bereaksi dengan ion
hidrogen sehingga menurunkan kemasaman dan menaikan pH. Alkalinitas
biasanya dinyatakan dalam satuan ppm (mg/l) kalsium karbonat (CaCO3). Air
dengan kandungan kalsium karbonat lebih dari 100 ppm disebut sebagai alkalin,
sedangkan air dengan kandungan kurang dari 100 ppm disebut sebagai lunak atau
tingkat alkalinitas sedang. Pada umumnya lingkungan yang baik bagi kehidupan
ikan adalah dengan nilai alkalinitas di atas 20 ppm (Achmad, 2004).

2.2 Fungsi Alkalinitas di perairan


Perairan yang mengandung mineral karbonat, bikarbonat dan silikat akan
mempunyai pH diatas netral dan dapat mencegah terjadinya penurunan pH secara
drastis. Pada perairan tertutup, penambahan karbonat dari sel-sel kerang atau
dolomit dapat memperbaiki alkalinitas dan sistem buffer perairan itu. Penambahan
sodium bikarbonat secara periodik juga akan menghasilkan hal yang sama.
Alkalinitas diperlukan untuk mencegah terjadinya fluktuasi pH yang besar, selain
itu juga merupakan sumber CO2 untuk proses fotosintesis fitoplankton. Nilai
alkalinitas akan menurun jika aktifitas fotosintesis naik, sedangkan ketersediaan
CO2 yang dibutuhkan untuk fotosintesis tidak memadai (Amri, 2002).

Fitoplankton sebagai tumbuhan berukuran kecil yang hidup di air, berfungsi


sebagai penghasil oksigen (O2) dan sumber makanan alami bagi udang.
Alkalinitas sebagai sumber karbon bagi fitoplankton, dibutuhkan dalam
melakukan proses fotosintesis. Oleh karena itu peningkatan alkalinitas sudah tentu
dapat menambah ketersediaan CO2 untuk proses ini. Jika fitoplankton
menggunakan CO2 dalam proses fotosintesis, maka pH air menjadi naik, hal ini
terjadi disebabkan oleh sifat CO2 yang asam. Dari uraian tersebut diketahui bahwa
jika kondisi air pekat dapat dipastikan nilai alkalinitasnya cepat sekali menurun,
dikarenakan banyaknya CO2 yang digunakan (Rezqi, 2009).

Sistem buffer (penyangga) perubahan pH pada intinya merupakan proses


penggantian CO2 yang digunakan untuk proses fotosintsis. Perubahan pH
sebetulnya tidak berpengaruh langsung terhadap udang, akan tetapi berpengaruh
langsung terhadap reaksi kimia dalam air. Perubahan (fluktuasi) pH yang tinggi
antara pagi dan siang dapat menyebabkan kesetimbangan dalam air terganggu,
sehingga pada akhirnya mempengaruhi kualitas air secara keseluruhan. Nilai pH
yang ideal untuk kehidupan udang adalah 7.5 – 8.5. Pada siang hari, fitoplankton
memanfaatkan CO2 untuk proses fotosintesis. Proses berkurangnya CO2 oleh
fitoplankton ini biasanya lebih cepat dibandingkan dengan proses penggantiannya.
Terjadinya pengurangan CO2 juga mengakibatkan adanya peningkatan pH air. Hal
ini disebabkan oleh adanya perubahan dalam reaksi kesetimbangan. Jika CO2
berkurang, maka HCO3- akan bereaksi menghasilkan CO2 untuk proses
fotosintesis. Proses ini dapat menghindarkan terjadinya peningkatan pH secara
drastis. Jika HCO3- berkurang, maka CO32- akan bereaksi untuk menghasilkan
CO2 dan H2O. Pada malam hari, saat proses fotosintesis berhenti, proses respirasi
hewan, mikroba dan fitoplankton berlangsung dan akan menghasilkan CO2.
Selanjutnya proses tersebut bereaksi dengan H+ menjadi HCO3- (Sammut, 2011).

2.3 Konsentrasi Alkalinitas di Perairan Yang Sesuai


Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam, atau dikenal
dengan sebutan acid-neutralizing capacity (ANC) atau kuantitas anion di dalam
air yang dapat menetralkan kation hydrogen. Perairan dengan nilai alkalinitas
yang terlalu tinggi tidak terlalu di sukai oleh organism akuatik karena biasanya
diikuti oleh nilai kesadahan yang tinggi atau kadar garam natrium yang tinggi.
Nilai alkalinitas yang baik berkisar antara 30-500 mg/l CaCO3. Perairan dengan
nilai alkalinitas tinggi lebih produktif dari pada perairan dengan nilai alkalinitas
rendah (Effendi, 2003).

Konsentrasi total alkalinitas tidak hanya berpengaruh langsung terhadap


pertumbuhan plankton tetapi juga mempengaruhi parameter kualitas air yang lain,
yakni pH air yang akhirnya mempengaruhi produksi dan pertumbuhan budidaya
(Kordi, 2007).

Alkalinitas perairan berkaitan dengan gambaran kandungan karbonat dari batuan


dan tanah yang dilewati oleh air serta sedimen dasar perairan. Nilai alkalintias
tinggi biasanya juga demikian di wilayah kering di mana terjadi evaporasi secara
intensif. Perairtan dengan nilai alkalinitas tinggi lebih produktif daripada dengan
nilai alkalintias, tetapi berkaitan dengan keberadaan fosfor dan elemen esensial
lain yang kadarnya meningkat dengan meningkatnya nilai alkalinitas (Effendi,
2003).

Tinggi atau rendahnya alkalinitas dalam suatu perairan tidak lepas dari pengaruh
parameter lain seperti pH, atau kesadahan. Di mana semakin tinggi alkalinitas,
maka kedua parameter tersebut akan mengikuti. konsentrasi total alkalinitas
sangat erat hubungannya dengan konsentrasi total kesadahan air. Umumnya total
alkalinitas mempunyai konsentrasi yang sama dengan konsentrasi total kesadahan.
Selain bergantung pada pH, alkalinitas juga dipengaruhi oleh komposisi mineral,
suhu, dan kekuatan ion. Unsur-unsur alkalinitas juga dapat bertindak sebagai
buffer (penyangga) pH (Andayani, 2005).

2.4 Cara Perhitungan Alkalinitas


Alkalinitas dinyatakan dalam rumus:

(A x B)
alkalinita s(mgCaCO 3 /l)  x 1000 x 50,4
C

Keterangan:

A = Volume H2SO4 (ml)


B = Normalitas H2SO4 (N)
C = Volume sampel (ml) (Alaerts, 2002).
Alkalinitas ditetapkan melalui titrasi asam basa. Asam kuat seperti asam sulfat
dan asam klorida (H2SO4 dan HCl) menetralkan zat-zat alkalinitas yang
merupakan zat basa sampai titik akhir titrasi (titik ekuivalensi) kira-kira pada pH
8,3 dan pH 4,5. Titik akhir ini dapat ditentukan oleh:

1. Jenis indikator yang dipilih dimana warnanya berubah-ubah pada pH titik


akhir titrasi (pH ekuivalen).
2. Perubahan nilai pH pada pH meter waktu titrasi asam basa dimana
lengkungan pada grafik pH dan volume asam memperlihatkan titik akhir
titrasi/titik ekuivalensi (Achmad, 2004).
Titik ekuivalen pada penentuan alkalinitas jumlah dapat diketahui dengan adanya
kadar karbondioksida pada akhir titrasi. Jika contoh air asli mengandung
hidroksida sedikit, dan apabila pengadukan selain titrasi tidak kuat alkalinitas
akan menentukan titik ekivalent. Harga pH berikut ini merupakan titik ekivalen
yang berkaitan dengan kadar alkalinitas sebagai kalsium karbonat. pH 5,1 untuk
alkalinitas yang jumlahnya 30 mg 1 L, indikator campuran antara brom-kresol
hijau atau methyl-methyl jingga untuk pH kurang dari 4,6 (Alaerts, 2002).
2.5 Larutan Indikator Yang Digunakan

Indikator fenolftalein yang sudah dikenal merupakan asam diprotik dan tidak
berwarna. indikator ini terurai dahulu menjadi bentuk tidak berwarna dan
kemudian, dengan hilangnya proton kedua menjadi ion dengan sistem terkonjugat,
menghasilkan warna merah. Metil orange, indikator lainnya yang banyak
digunakan merupakan basa dan berwarna kuning dalam bentuk molekulnya.
Penambahan proton menghasilkan kation yang berwarna merah muda (Barus,
2002).

Perairan yang mengandung mineral karbonat, bikarbonat, borat, dan silikat akan
mempunyai pH diatas netral dan dapat mencegah terjadinya penurunan pH secara
drastic. Pada perairan tertutup, penambahan karbonat dari sel-sel kerang atau
dolomite dapat memperbaiki alkalinitas dan sistem buffer perairan itu.
Penambahan sodium bikarbdonat secara periodik juga akan menghasilkan hal
yang sama (Gusrina,2008).
Indikator buatan adalah indikator yang sudah dibuat di laboratorium atau di pabrik
alat – alat kimia, kita tinggal menggunakannya.Untuk mengidentifikasi sifat asam,
basa, dan garam biasanya menggunakan kertas lakmus.Kertas lakmus terdiri dari
lakmus merah dan lakmus biru.Indicator buatan lainnya adalah indicator
universal, indicator asam basa seperti fenolptalin dan metal jingga.Indikator ini
selain untuk menentukan sifat asam basa juga dapat digunakan untukmenentikan
derajat keasaman atau pH larutan. Indikator adalah suatu zat penunjuk, yang dapat
membedakan larutan, apakah asam, basa, atau netral.Indikator asam basa adalah
senyawa khusus yang ditambahkan pada larutan, dengan tujuan mengetahui
kisaran pH dalam larutan tersebut. Senyawa indikator yang tak terdisosiasi akan
mempunyai warna berbeda dibanding indikator terionisasi (Brandy, 1994).

BCG-MR yaitu indikator yang bersifat amfoter, yang artinya bisa bereaksi dengan
asam maupun basa. Indikator ini digunakan untuk mengetahui asam dalam
keadaan berlebih. Selain itu alasan pemilihan indikator ini adalah karena memiliki
trayek pH 6-8 melalui suasana asam dan basa atau dapat bekerja pada suasana
asam dan basa, yang berarti memiliki rentang trayek kerjanya yang luas yakni
meliputi asam-netral-basa. Pada suasana asam, indikator akan berwarna merah
muda, sedang pada suasana basa akan berwarna hijau-biru. Setelah ditambah
BCG-MR, larutan akan berwarna merah muda karena berada dalam kondisi asam.
Asam borat berfungsi sebagai penangkap NH3 sebagai destilat berupa gas yang
bersifat basa. Supaya ammonia dapat ditangkap secara maksimal, maka sebaiknya
ujung alat destilasi ini tercelup semua ke dalam larutan asam standar sehingga
dapat ditentukan jumlah protein sesuai dengan kadar protein bahan (Mubarak,
2009).

Larutan H2SO4 juga menjadi larutan indikator dalam praktikum alkalinitas ini.
Larutan H2SO4 ialah cairan yang bersifat korosif, tidakberwarna, tidak berbau,
sangat reaktif dan mampu melarutkan berbagailogam. Bahan kimia ini dapat larut
dengan air dengan segala perbandingan,mempunyai titik lebur 10,31oC dan titik
didih pada 336,85oC tergantung pada kepekatan atau lebih terdekomposisi
menghasilkan sulfur trioksida. Asam sulfat (H2SO4) dapat dibuat dari belerang
(S), pyrite (FeS) dan juga beberapa sulfid logam (CuS, ZnS, NiS) (Irianto, 2005).
III. METODELOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Adapun waktu dan tempat dilaksanakannya praktikum ini yaitu pada hari/tanggal,
Rabu/ 08 November 2017 bertempat di Laboratorium Perikanan dan Kelautan
Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini seperti air sample,
pipet tetes, Erlenmeyer, indikator pp, larutan H2SO4 dan larutan BCGMR.

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini yaitu, pengambilan air
sample (Lab Terpadu) sebanyak 50 ml, lalu dimasukan kedalam Erlenmeyer,
setelah dimasukkan kedalam Erlenmeyer teteskan 2 tetes indikator PP dengan
menggunakan pipet tetes, kemudian teteskan kembali 2 tetes larutan BCGMR
dengan posisi larutan masih digoyang-goyangkan agar tercampur (homogen),
terakhir teteskan dengan larutan H2SO4, setelah itu lakukan pengamatan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 1.Pengaruh Nilai Alkalinitas

Kelompok Lokasi Volume Titrasi Nilai Alkalinitas


1 Polinela 0,7 17,5
2 Rusunawa 5 125
3 Lab Terpadu 5 125
4 Lab K 1,5 37,5
5 Alkaisar 5 125

Nilai Alkalinitas
140
Nilai Alkalisitas

120
100
80
60
40
20 Nilai Alkalinitas
0

Lokasi

Grafik 1. Nilai Alkalinitas

4.2 Pembahasam
Cara kerja kelompok 3 pada praktikum alkalinitas ini yaitu air sampel dari kolam
laboratorium perikanan diambil sebanyak 50 ml kemudian diberi indikator pp
sebanyak 2 tetes, lalu dititrasi menggunakan H2SO4 sebanyak 5 ml dan hasil nya
yaitu air warna hijau masih tetap hijau.
Hasil dari praktikum alkalinitas pada sampel air kolam lab k dengan pemberian
indikator pp sebanyak 2 tetes dan dititrasi menggunakan H2SO4 Sebanyak 1,5 ml
menghasilkan warna air yaitu hijau bening.

Dalam perairan, kadar alkalinitas terdapat secara alami sebagai faktor kimia.
Artinya pada setiap perairan pasti terdapat alkalinitasnya baik tinggi ataupun
rendah. Menurut Effendi (2003), alkalinitas adalah suatu parameter kimia
perairan yang menunjukan jumlah ion karbonat dan bikarbonat yang mengikat
logam golongan alkali tanah pada perairan tawar. Kemudian menurut Kordi dan
Tancung (2007), bahwa ketersediaan ion basa bikarbonat (HCO3) dan karbonat
(CO32-) merupakan parameter total alkalinitas.Alkalinitas juga berpengaruh
terhadap pH dalam suatu perairan. Dalam kondisi basa ion bikarbonat akan
membentuk ion karbonat dan melepaskan ion hydrogen yang bersifat asam
sehingga keadaan pH menjadi netral.sebaliknya bila keadaan terlalu asam, ion
karbonat akan mengalami hidrolis menjadi ion bikarbonat dan melepaskan
hidrogen oksida yang bersifat basa, sehingga keadaan kembali netral. Perairan
dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh organisme
akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar
garam natrium yang tinggi (Achmad, 2004). Kadar alkalinitas yang sangat rendah,
air kehilangan kemampuan menyangga perubahan keasaman dan pH yang
berfluktuasi sangat cepat sehingga dapat menggangu kehidupan ikan budidaya.
Ikan sangat sensitif pada kondisi kadar alkalinitas yang rendah (Tubawalony,
2007).

Alkalinitas juga berpengaruh terhadap pH dalam suatu perairan. Dalam kondisi


basa ion bikarbonat akan membentuk ion karbonat dan melepaskan ion hidrogen
yang bersifat asam sehingga keadaan pH menjadi netral.sebaliknya bila keadaan
terlalu asam, ion karbonat akan mengalami hidrolis menjadi ion bikarbonat dan
melepaskan hidrogen oksida yang bersifat basa, sehingga keadaan kembali netral.
Perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh
organisme akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi
atau kadar garam natrium yang tinggi (Achmad, 2004).
Cara meningkatkan nilai alkalinitas diperairan yaitu dengan diberikan kapur.
Kapus juga dapat meningkatkan pH.Kapur juga berperan sebagai desinfektan.
Pemberian kapur yang berlebihan atau aliran air yang kurang baik dapat berakibat
alkalinitas air tinggi dan dapat berakibat fatal bagi ikan (Irianto, 2005). Alkanitas
yang rendah diperairan dapat diatas dengan pengapuran dengan doses 5 ppm.
Jenis kapur yang digunakan disesuaikan kondisi PH air sehingga pengaruh
pengapuran tidak membuat pH tinggi. Jenis kapur yang baik digunakan adalah Ca
(OH)2diaplikasikan untuk menaikkan alkanitas sekaligus menaikkan PH air.
Kapur memberikan pengaruh yang bervariasi pada tanah pertanian karena
fungsinya bermacam-macam bagi tanah dan tanaman. Pengapuran tanah masam
dengan bahan mengandung Ca dan Mg dapat mengurangi kemasaman tanah.
Tanah dikapur bukan semata-mata ingin menaikkan pH tetapi juga kerena
tingginya Al. Al itu yang sebenarnya yang menjadi problem pada tanah masam,
karena menghambat ketersediaan unsur hara (Kuswandi, 2005).

Faktor kegagalan pada praktikum alkalinitas yaitu pada kelompok 4 mendapatkan


hasil nilai alkalinitas 37,5 dimana tidak mencapai nilai alkalinitas yg normal
diperaira.

Kandungan alkalinitas yang rendah, akan berdampak negatif pada produktifitas


suatu organisme seperti akan mempengaruhi kesehatan dan pertumbuhan untuk
kelangsungan hidupnya serta akan memepengaruhi kuantitas kadar parameter lain
diantaranya CO2, pH dan parameter lainya. Penyebab yang mempengaruhi
terjadinya penurunan pH salah satunya yaitu terhadap bahan organik dimana
akibat pH yang kurang stabil maka konsentrasi total alkalinitas juga akan
terpengaruh. Hal ini disebabkan karena pada keadaan asam banyak tersedia ion
hidrogen bebas yang kemudian hidrogen bebas tersebut akan membentuk senyawa
asam dengan mengikat basa-basa bebas seperti karbonat maupun bikarbonat yang
merupakan unsur pembentuk total alkalinitas air, akibatnya menurunkan
konsentrasi total alkalinitas (Krismono, 2010).

Dampak alkalinitas bagi organisme akuatik apabila jumlah kadar karbondioksida


terlalu tinggi justru membahayakan biota perairan. CO2 yang dapat di toleransi
oleh organisme perairan adalah 10 ppm. Sedangkan kandungan CO2 yang
melebihi 15 ppm akan sangat berbahaya. Kelebihan Karbondioksida dalam
perairan dapat mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam perairan
sehingga organism budidaya akan mengalami kematian. Alkalinitas secara umum
menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang mampu menetralisir kemasamaan
dalam air.Secara khusus, alkalinitas sering disebut sebagai besaran yang
menunjukkan kapasitas penyanggah dari ion bikarbonat, dan sampai tahap tertentu
ion karbonat dan hidroksida dalam air. Ketiga ion tersebut di dalam air akan
bereaksi dengan ion hidrogen sehingga menurunkan kemasaman dan menaikan
pH (Radini, 2006).
V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum kali ini, yaitu:

1. Perhitungan alkalinitas akan diperoleh jika sudah mendapatkan nilai volume


titrasi air sampel yang digunakan
2. Nilai total alkalinitas yang tinggi terdapat pada kelompok 4
3. Alkalinitas diperlukan untuk mencegah terjadinya fluktuasi pH yang besar,
selain itu juga merupakan sumber CO2 untuk proses fotosintesis fitoplankton.
Nilai alkalinitas akan menurun jika aktifitas fotosintesis naik, sedangkan
ketersediaan CO2 yang dibutuhkan untuk fotosintesis tidak memadai

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk praktikum ini, yaitu: mengenai kelengkapan
peralatan praktikum untuk mengefesiensi waktu seperti alat titrasi yaitu biuret,
dan erlenmeyer. Semoga praktikum kedepannya lebih lengkap lagi peralayan yang
tersedia di Laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto. E dan Liviawaty. E., 1991. Teknik Pembuatan Tambak Udang. Kanisus,
Yogyakarta.

Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogykarta: Penerbit Andi.

Amri K, Ir. M.Si. 2002. Budi Daya Udang Windu secara Intensif. Jakarta:
Agromedia pustaka.

Brandy, TE, Putjamaka & Sumiha.1994. Kimia Universitas Asas dan


Struktur.Jakarta : Erlangga.

Effendi, I. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan


Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Gusrina, 2008. Budidaya Ikan Jilid I. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah


Kejuruan. Jakarta.

Hakim, N., Y. Nyakpa, dan . Lubis. 2006. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas
Lampung. Lampung

Ince, 2008. Setelah belajar Tentang Alkalinitas. Kagaya. Borneo

Irianto, A., 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Kholis M, S.Pi, MM. 2010. Agribisnis Patin. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kordi.K.M.G.H, 2007. Meramu Pakan Untuk Ikan Karnivor. CV. Anelka Ilmu,
Krismono. 2010. Hubungan Antara Kualitas Air Dan Pengaruhnya Terhadap
Populasi Ikan Di Perairan Danau Limboto. LIMNOTEK (2010) 17 (2) :
171-180.

Kuswandi. 2005. Pengapuran Tanah Pertanian: Edisi Revisi. Yogyakarta:


Kanisius

Mubarak, Shofy. 2009. Pemberian Dolomit Pada Kultur Daphnia Spp. Sistem
Daily Feeding Pada Populasi Daphnia Spp. Dan Kestabilan Kualitas Air.
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1 :80-93
Mujiman., A, 1989. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Noerati. 2006. Diktat Praktikum Kualitas Air Proses Dan Air Limbah Industri
Tekstil. Sekolah Tinngi Teknologi Tekstil. Bandung.
Novita, Sherly. 2008. Pengaruh Penambahan Kalsium Karbonat Sebagai
Fortifikan Kalsium Terhadap Sifat Fisikokimia Dan Organoleptik Permen
Jeli Susu. Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi, Vol. 7 No. 1 : 27-39
Radini. D, 2006. Optimasi Suhu, pH Serta Jenis Pakan Pada Kultur Daphnia sp.
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayat. Bandung.
Ratnawati E. 2008. Budidaya Udang Windu (Penaeus Monodon) Sistem Semi
Intenslf pada Tambak Tanah Sulfat Masam. Peneliti pada Balai Riset
Perikanan Budidaya Air Payau. Maros.

Reni, 2008. Air-Kehidupan/ak-k-Kesudahan.UI. Jakarta.

Rezqi V. S. K. 2009. Pengaruh Tiga Cara Pengolahan Tanah Tambak Terhadap


Pertumbuhan Udang Vanamd Litopenaeus vannamei. IPB. Bogor.
Salmin, 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara

Rompas. 2008. Fungsi Alkalinitas. Gramedia. Jakarta.


Sammut J Dr.,dan Mustafa A Ir., MS. 2011. Teknik Pengapuran pada Pematang
Tambak Tanah Sulfat Masam. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau.
Maros.
Soeyasa, 2001. Ekologi Perairan. Departemen Kelautan dan Perikanan
Dirjen.Pendidikan Menengah Atas, Jakarta.
Susmanto, 1991. Membuat Kolam Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suyanto R Dra. Ny. S ,dan Takarina E. P., Ir. Msi. 2009. Panduan Budidaya
Udang Windu. Penebar Swadaya. Yogyakata
Tubawalony, S. 2007. AlkalinitasPerairan. IPB. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai