Oleh
Boy Apriliawan
1614201010
Kelompok 3
NPM : 1614201010
Fakultas : Pertanian
Universitas : Lampung
Kelompok : 3 (Tiga)
Alkalinitas merupakan salah satu dari parameter kimia dalam perairan. Parameter
ini dapat mempengaruhi keadaan dan kualitas dari perairan itu sendiri, sehinga
setiap orang yang ingin membudidayakan ikan harus mengetahui masalah
alkalinitas. Sebab itulah praktikum alkalinitas ini dilakukan.
Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau dikenal
dengan sebutan acid-neutrlizingcapacitry (ANC) atau kuantitas anion di dalam air
yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga diartikan sebagai
kapasitas penyangga terhadap perubahan pH perairan. Sebagai media hidup ikan,
kondisi alkanitas air perlu diketahui karena alkanitas merupakan salah satu
parameter kimia yang dapat dipakai untuk mengetahui kebasaan air. Kisaran pH
suatu perairan kadang mengalami fluktuasi atau perubahan cukup drasticFluktuasi
atau perubahan nilai pH yang drastis disuatu perairan dapat dicegah apabila
perairan tersebut mempunyai sistem buffer yang memadai. Apabila suatu perairan
mengandung mineral karbonat, bikarbonat, borat, dan silikat, maka pada perairan
tersebut akan memiliki pH diatas netral dan sekaligus dapat mencegah terjadinya
penurunan pH secara drastic (Mubarak, 2009).
Alkalinitas adalah suatu parameter kimia perairan yang menunjukan jumlah ion
karbonat dan bikarbonat yang mengikat logam golongan alkali tanah pada
perairan tawar. Nilai ini menggambarkan kapasitas air untuk menetralkan asam,
atau biasa juga diartikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap
perubahan pH (Afrianto,1991). Alkalinitas relatif sama jumlahnya dengan
kesadahan dalam suatu perairan. Alkalinitas juga berpengaruh terhadap pH dalam
suatu perairan. Dalam kondisi basa ion bikarbonat akan membentuk ion karbonat
dan melepaskan ion hidrogen yang bersifat asam sehingga keadaan pH menjadi
netral (Russady,2010).
Tinggi atau rendahnya alkalinitas dalam suatu perairan tidak lepas dari pengaruh
parameter lain seperti pH, atau kesadahan. Di mana semakin tinggi alkalinitas,
maka kedua parameter tersebut akan mengikuti. konsentrasi total alkalinitas
sangat erat hubungannya dengan konsentrasi total kesadahan air. Umumnya total
alkalinitas mempunyai konsentrasi yang sama dengan konsentrasi total kesadahan.
Selain bergantung pada pH, alkalinitas juga dipengaruhi oleh komposisi mineral,
suhu, dan kekuatan ion. Unsur-unsur alkalinitas juga dapat bertindak sebagai
buffer (penyangga) pH (Andayani, 2005).
(A x B)
alkalinita s(mgCaCO 3 /l) x 1000 x 50,4
C
Keterangan:
Indikator fenolftalein yang sudah dikenal merupakan asam diprotik dan tidak
berwarna. indikator ini terurai dahulu menjadi bentuk tidak berwarna dan
kemudian, dengan hilangnya proton kedua menjadi ion dengan sistem terkonjugat,
menghasilkan warna merah. Metil orange, indikator lainnya yang banyak
digunakan merupakan basa dan berwarna kuning dalam bentuk molekulnya.
Penambahan proton menghasilkan kation yang berwarna merah muda (Barus,
2002).
Perairan yang mengandung mineral karbonat, bikarbonat, borat, dan silikat akan
mempunyai pH diatas netral dan dapat mencegah terjadinya penurunan pH secara
drastic. Pada perairan tertutup, penambahan karbonat dari sel-sel kerang atau
dolomite dapat memperbaiki alkalinitas dan sistem buffer perairan itu.
Penambahan sodium bikarbdonat secara periodik juga akan menghasilkan hal
yang sama (Gusrina,2008).
Indikator buatan adalah indikator yang sudah dibuat di laboratorium atau di pabrik
alat – alat kimia, kita tinggal menggunakannya.Untuk mengidentifikasi sifat asam,
basa, dan garam biasanya menggunakan kertas lakmus.Kertas lakmus terdiri dari
lakmus merah dan lakmus biru.Indicator buatan lainnya adalah indicator
universal, indicator asam basa seperti fenolptalin dan metal jingga.Indikator ini
selain untuk menentukan sifat asam basa juga dapat digunakan untukmenentikan
derajat keasaman atau pH larutan. Indikator adalah suatu zat penunjuk, yang dapat
membedakan larutan, apakah asam, basa, atau netral.Indikator asam basa adalah
senyawa khusus yang ditambahkan pada larutan, dengan tujuan mengetahui
kisaran pH dalam larutan tersebut. Senyawa indikator yang tak terdisosiasi akan
mempunyai warna berbeda dibanding indikator terionisasi (Brandy, 1994).
BCG-MR yaitu indikator yang bersifat amfoter, yang artinya bisa bereaksi dengan
asam maupun basa. Indikator ini digunakan untuk mengetahui asam dalam
keadaan berlebih. Selain itu alasan pemilihan indikator ini adalah karena memiliki
trayek pH 6-8 melalui suasana asam dan basa atau dapat bekerja pada suasana
asam dan basa, yang berarti memiliki rentang trayek kerjanya yang luas yakni
meliputi asam-netral-basa. Pada suasana asam, indikator akan berwarna merah
muda, sedang pada suasana basa akan berwarna hijau-biru. Setelah ditambah
BCG-MR, larutan akan berwarna merah muda karena berada dalam kondisi asam.
Asam borat berfungsi sebagai penangkap NH3 sebagai destilat berupa gas yang
bersifat basa. Supaya ammonia dapat ditangkap secara maksimal, maka sebaiknya
ujung alat destilasi ini tercelup semua ke dalam larutan asam standar sehingga
dapat ditentukan jumlah protein sesuai dengan kadar protein bahan (Mubarak,
2009).
Larutan H2SO4 juga menjadi larutan indikator dalam praktikum alkalinitas ini.
Larutan H2SO4 ialah cairan yang bersifat korosif, tidakberwarna, tidak berbau,
sangat reaktif dan mampu melarutkan berbagailogam. Bahan kimia ini dapat larut
dengan air dengan segala perbandingan,mempunyai titik lebur 10,31oC dan titik
didih pada 336,85oC tergantung pada kepekatan atau lebih terdekomposisi
menghasilkan sulfur trioksida. Asam sulfat (H2SO4) dapat dibuat dari belerang
(S), pyrite (FeS) dan juga beberapa sulfid logam (CuS, ZnS, NiS) (Irianto, 2005).
III. METODELOGI PRAKTIKUM
Nilai Alkalinitas
140
Nilai Alkalisitas
120
100
80
60
40
20 Nilai Alkalinitas
0
Lokasi
4.2 Pembahasam
Cara kerja kelompok 3 pada praktikum alkalinitas ini yaitu air sampel dari kolam
laboratorium perikanan diambil sebanyak 50 ml kemudian diberi indikator pp
sebanyak 2 tetes, lalu dititrasi menggunakan H2SO4 sebanyak 5 ml dan hasil nya
yaitu air warna hijau masih tetap hijau.
Hasil dari praktikum alkalinitas pada sampel air kolam lab k dengan pemberian
indikator pp sebanyak 2 tetes dan dititrasi menggunakan H2SO4 Sebanyak 1,5 ml
menghasilkan warna air yaitu hijau bening.
Dalam perairan, kadar alkalinitas terdapat secara alami sebagai faktor kimia.
Artinya pada setiap perairan pasti terdapat alkalinitasnya baik tinggi ataupun
rendah. Menurut Effendi (2003), alkalinitas adalah suatu parameter kimia
perairan yang menunjukan jumlah ion karbonat dan bikarbonat yang mengikat
logam golongan alkali tanah pada perairan tawar. Kemudian menurut Kordi dan
Tancung (2007), bahwa ketersediaan ion basa bikarbonat (HCO3) dan karbonat
(CO32-) merupakan parameter total alkalinitas.Alkalinitas juga berpengaruh
terhadap pH dalam suatu perairan. Dalam kondisi basa ion bikarbonat akan
membentuk ion karbonat dan melepaskan ion hydrogen yang bersifat asam
sehingga keadaan pH menjadi netral.sebaliknya bila keadaan terlalu asam, ion
karbonat akan mengalami hidrolis menjadi ion bikarbonat dan melepaskan
hidrogen oksida yang bersifat basa, sehingga keadaan kembali netral. Perairan
dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh organisme
akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar
garam natrium yang tinggi (Achmad, 2004). Kadar alkalinitas yang sangat rendah,
air kehilangan kemampuan menyangga perubahan keasaman dan pH yang
berfluktuasi sangat cepat sehingga dapat menggangu kehidupan ikan budidaya.
Ikan sangat sensitif pada kondisi kadar alkalinitas yang rendah (Tubawalony,
2007).
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum kali ini, yaitu:
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk praktikum ini, yaitu: mengenai kelengkapan
peralatan praktikum untuk mengefesiensi waktu seperti alat titrasi yaitu biuret,
dan erlenmeyer. Semoga praktikum kedepannya lebih lengkap lagi peralayan yang
tersedia di Laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto. E dan Liviawaty. E., 1991. Teknik Pembuatan Tambak Udang. Kanisus,
Yogyakarta.
Amri K, Ir. M.Si. 2002. Budi Daya Udang Windu secara Intensif. Jakarta:
Agromedia pustaka.
Hakim, N., Y. Nyakpa, dan . Lubis. 2006. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas
Lampung. Lampung
Irianto, A., 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Kholis M, S.Pi, MM. 2010. Agribisnis Patin. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kordi.K.M.G.H, 2007. Meramu Pakan Untuk Ikan Karnivor. CV. Anelka Ilmu,
Krismono. 2010. Hubungan Antara Kualitas Air Dan Pengaruhnya Terhadap
Populasi Ikan Di Perairan Danau Limboto. LIMNOTEK (2010) 17 (2) :
171-180.
Mubarak, Shofy. 2009. Pemberian Dolomit Pada Kultur Daphnia Spp. Sistem
Daily Feeding Pada Populasi Daphnia Spp. Dan Kestabilan Kualitas Air.
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1 :80-93
Mujiman., A, 1989. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Noerati. 2006. Diktat Praktikum Kualitas Air Proses Dan Air Limbah Industri
Tekstil. Sekolah Tinngi Teknologi Tekstil. Bandung.
Novita, Sherly. 2008. Pengaruh Penambahan Kalsium Karbonat Sebagai
Fortifikan Kalsium Terhadap Sifat Fisikokimia Dan Organoleptik Permen
Jeli Susu. Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi, Vol. 7 No. 1 : 27-39
Radini. D, 2006. Optimasi Suhu, pH Serta Jenis Pakan Pada Kultur Daphnia sp.
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayat. Bandung.
Ratnawati E. 2008. Budidaya Udang Windu (Penaeus Monodon) Sistem Semi
Intenslf pada Tambak Tanah Sulfat Masam. Peneliti pada Balai Riset
Perikanan Budidaya Air Payau. Maros.
Suyanto R Dra. Ny. S ,dan Takarina E. P., Ir. Msi. 2009. Panduan Budidaya
Udang Windu. Penebar Swadaya. Yogyakata
Tubawalony, S. 2007. AlkalinitasPerairan. IPB. Bogor.