Disusun Oleh :
1. Aulia Rahim (26010116130048)
2. Daviani Widawati (26010116130047)
3. Dianita Pratiwi (26010116140045)
4. Irsyad Syaifudin (26010116130044)
5. Mutia Apriliani (26010116120004)
Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan
karuniaNya, sehingga makalah mata kuliah Avertebrata Air ini dapat diselesaikan tepat
waktu tanpa adanya kendala-kendala yang berarti. Makalah ini berisi kajian tentang
penjelasan mengenai Densitas Air Laut dan Cara Pengukuran Suhu Air Laut.
Terimakasih kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah sedikit banyak
membantu dalam proses pembuatan makalah ini, baik secara langsung ataupun tidak
langsung. Bantuan tersebut sangat membantu penyelesaian makalah ini. Semoga Tuhan
yang Maha Esa membalas segala kebaikan pihak-pihak tersebut dan meridhoi atas
selesainya makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini berguna dan bermanfaat serta dapat membantu
proses belajar bagi siapa saja yang menggunakannya dengan baik dan benar. Aamiin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan pada makalah densitas air laut dan cara pengukuran suhu air laut adalah :
1. Mengetahui pengertian dari densitas air laut
2. Mengetahui cara pengukuran suhu air laut
BAB II
PEMBAHASAN
Densitas air laut merupakan jumlah massa air laut per satu satuan volume. Densitas
merupakan fungsi langsung dari kedalaman laut, serta dipengaruhi juga oleh salinitas,
temperatur, dan tekanan. Pada umumnya nilai densitas (berkisar antara 1,02 1,07 gr/cm3)
akan bertambah sesuai dengan bertambahnya salinitas dan tekanan serta berkurangnya
temperatur.
Densitas merupakan salah satu parameter terpenting dalam mempelajari dinamika laut.
Perbedaan densitas yang kecil secara horisontal (misalnya akibat perbedaan pemanasan di
permukaan) dapat menghasilkan arus laut yang sangat kuat. Oleh karena itu penentuan
densitas merupakan hal yang sangat penting dalam oseanografi. Lambang yang digunakan
untuk menyatakan densitas adalah (rho).
Densitas air laut bergantung pada temperatur (T), salinitas (S) dan tekanan (p).
Kebergantungan ini dikenal sebagai persamaan keadaan air laut (Equation of State of Sea
Water), maka rumusnya :
= (T.S.P)
Keterangan :
= Massa Jenis
T = Temperatur
S = Salinitas
P = Tekanan
Densitas dapat berubah, hal-hal yang dapat menyebabkan perubahan densitas antara lain:
Evaporasi di permukaan laut
Massa air pada kedalaman < 100 m sangat dipengaruhi oleh angin dan
gelombang, sehingga besarnya densitas relatif homogen
Di bawah lapisan ini terjadi perubahan temperatur yang cukup besar
(Thermocline) dan juga salinitas (Halocline), sehingga menghasilkan pola
perubahan densitas yang cukup besar (Pynocline)
Di bawah Pynocline hingga ke dasar laut mempunyai densitas yang lebih
padat.
S < 24.7 : air menjadi dingin hingga dicapai densitas maksimum, kemudian
jika air permukaan menjadi lebih ringan (ketika densitas maksimum telah
terlewati) pendinginan terjadi hanya pada lapisan campuran akibat angin
(wind mixed layer) saja, dimana akhirnya terjadi pembekuan. Di bagian
kolam (basin) yang lebih dalam akan dipenuhi oleh air dengan densitas
maksimum.
S > 24.7 : konveksi selalu terjadi di keseluruhan badan air. Pendinginan
diperlambat akibat adanya sejumlah besar energi panas yang tersimpan di
dalam badan air. Hal ini terjadi karena air mencapai titik bekunya sebelum
densitas maksimum tercapai.
Seperti halnya pada temperatur, pada densitas juga dikenal parameter densitas
potensial yang didefinisikan sebagai densitas parsel air laut yang dibawa secara adiabatis
ke level tekanan referensi. Densitas air tawar adalah 1000kg/m3. Air laut lebih padat karena
terdapat salinitas. Densitas air laut adalah 1027 kg/m3.
Kelebihan Thermometer dengan jarak dek kapal dengan permukaan air cukup dekat,
dapat dilakukan dengan melakukan kontak langsung thermometer dengan permukaan laut.
Dengan menunggu beberapa saat sampai thermometer dapat menyesuaikan dengan suhu
permukaan laut (air raksa berhenti bergerak).
Namun kekurangan dari metode ini ialah bila jarak dek kapal dengan permukaan laut
cukup jauh dapat dilakukan dengan mengambil sejumlah massa air ke kapal, baru
kemudian diukur dengan thermometer. Hindari kontak langsung dengan cahaya matahari,
karena dapat mempengaruhi pembacaan thermometer, terutama pada siang hari.
2. Sensor Pemantulan Radiasi Surya (Reflected Solar Radiation Sensors )
Kelebihan dari sistem sensor ini mendeteksi radiasi surya yang di hamburkan
(scattering) keatas dari permukaan bumi. Rentang panjang gelombang yang menyediakan
informasi berguna terdiri dari rentang ultraviolet, cahaya tampak, infra merah dekat (near
infrared), dan inframerah pertengahan (middle infrared). Sistem penginderaan pemantulan
surya membedakan material yang mempunyai pola yang berbeda penyerapan panjang
gelombang tertentu yang berhubungan dengan susunan kimia dan struktur fisik material.
Kekurangan dari sistem sensor ini karena tergantung dari cahaya matahari sebagai
sumbernya, sistem ini hanya dapat menyediakan citra yang dapat digunakan selama siang
hari, sementara perubahan penerangan dan perubahan kondisi atmosfer dapat menjadi
suatu masalah.
3. Sensor Inframerah Termal (Thermal Infrared Sensors)
Kelebihan dari sensor ini yaitu dapat mendeteksi radiasi inframerah termal yang
diemisikan oleh permukaan bumi dapat menampakan informasi tentang ciri-ciri temperatur
dari permukaan bumi. Seperti halnya sensor pemantulan surya, ini adalah sistem pasif yang
mengandalkan pada radiasi surya sebagai sumber energi utama. Oleh karena temperatur
permukaan bumi berubah selama siang dan malam hari, sistem sensor inframerah sensitif
terhadap waktu siang dan malam.
4. Sensor Pencitraan Radar (Imaging Radar Sensors)
Suhu perairan merupakan parameter fisik yang digunakan sebagai pemantau terjadinya
front dan upwelling dengan ditandai perbedaan suhu yang ekstrim pada tempattempat
tertentu. Walaupun aplikasi utama dari satelit NOAA dalam bidang oseanografi hanya bisa
melihat suhu permukaan laut, data dan peta suhu permukaan laut yang dihasilkan dari
satelit dapat dimanfaatkan untuk keperluan seperti pengamatan tren kenaikan muka air laut
yang merupakan dampak dari pemanasan global, melihat prediksi fenomena El Nino dan
La Nina, melihat perkiraan daerah penangkapan ikan berdasarkan distribusi suhu
permukaan laut yang dapat menjadi acuan prediksi sebagai habitat ikan. Terjadinya
upwelling akan mempengaruhi tingkat produktivitas primer di beberapa perairan Indonesia
yang mengacu pada tingkat penurunan suhu permukaan laut yang dapat diperkuat dan
diperlemah oleh fenomena El Nino Southern Oscillation (ENSO) di Samudera Pasifik
(Kemili dan Putri, 2012).
1. Upwelling pembawa nutrisi fito plankton
Daerah upwelling ditandai dengan suatu daerah memiliki suhu lebih rendah dibanding
daerah di sekitarnya, yaitu jika anomali suhu permukaan laut 0,5C di bawah suhu rata-
rata (Ghazali dan Manan, 2011; Kemili dan Putri, 2012).
(Sumber : http://www.acmecompany.com/stock_thumbnails/13007.el_nino_conditions.jpg)
2. Front Laut
Front Laut adalah daerah pertemuan dua massa air yang mempunyai karakteristik berbeda
baik temperature maupun salinitas. Arus dapat dikatakan menjadi faktor penyebab utama
dari front. Karena dengan adanya arus, maka perairan dimana pun dapat bergerak
mengikuti laju arusnya. Oleh karena properti air di kedua bagian front berbeda maka front
mudah dikenali dari fotografi aerial (foto udara) dan citra satelit. Front penting dalam hal
produktivitas perairan laut karena cenderung membawa bersama-sama air yang dingin dan
kaya akan nutrien dibandingkan dengan perairan yang lebih hangat tetapi miskin zat hara
Front yang terbentuk di pesisir Amerika Tengah
BAB III
PENUTUP
2.1. Kesimpulan
2.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hamid dan Toha. 2006. Ulasan Ilmiah:Manfaat Bulu Babi (Echinoidea ) dari
Sumber Pangan Sampai Organisme Hias.13(1) : 77 82 hlm.
Maria Suyanti, Henky Irawan, dan Falmi Yandri. 2011 . Biologi Studies Urchin
(Echinoidea) Gulf of dalam Water In The Villge of Malang Rapat Sub District Of Gunung
Kijang Regency Bintan Island Kepulauan Riau Province.3(3 ) : 15 22 hlm.
Ratna F D. 2002. Pengaruh penambahan gula dan lama fermentasi terhadap mutu
pasta fermentasi gonad bulu babiDiadema setosum dengan Lactobacillus plantarum
sebagai kultur starter [skripsi]. Bogor : Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.